seminar rs git u
DESCRIPTION
RSTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penderita Stroke saat ini semakin meningkat dan ini merupakan masalah utama di
bidang neurologi maupun kesehatan pada umumnya. Untuk mengatasi masalah ini
diperlukan strategi penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi
rehabilitasi, dan promotif. Tingkat tekanan darah adalah faktor paling dominan pada
semua jenis stroke. Makin tinggi tekanan darah makin besar risiko terkena stroke.
Melihat angka penderita Stroke yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Untuk itulah kami mengambil kasus mengenai Stroke yang saat ini masih
menjadi masalah penting bagi kesehatan.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa dapat melaksanakan asuhan pada pasien dengan stroke, melakukan
injeksi intra vena, serta memberi pelayanan yang nyata pada pasien dengan
hemiparesis atau stroke non hemoragik.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa dapat mengkaji dan mengidentifikasi data yang telah diperoleh.
b. Mahasiswa dapat mempersiapkan peralatan yang digunakan dalam pemberian
injeksi intra vena.
c. Mahasiswa dapat melakukan injeksi intara vena.
d. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi pasca tindakan injeksi intra vena
C. Manfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Menambah informasi tentang penyakit Hemiparase Stroke non Hemoragik
2. Bagi klien
Agar klien bisa mengetahui tentang Hemiparase Stroke non Hemoragik,
gejala, pencegahan, serta pengobatannya
3. Bagi mahasiswa
Kami sebagai mahasiswa dapat mengetahui mulai dari definisi, penyebab,
tanda dan gejala, penatalaksanaan dari Hemiparase Stroke non Hemoragik.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi penyakit
Menurut WHO Stroke adalah suatu gangguan fungsi syaraf akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah diotak, dimana secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang
sesuai dengan daerah fokal diotak yang terganggu.
Stroke terjadi ketika pasokan darah ke suatu bagian otak tiba-tiba terganggu.
Dalam jaringan otak, kurangnya aliran darah menyebabkan serangkaian reaksi bio-
kimia, yang dapat merusak atau mematikan sel-sel otak. Kematian jaringan otak dapat
menyebabkan hilangnya fungsi yang dikendalikan oleh jaringan itu.
Stroke merupakan gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah yang timbul secara mendadak dengan gejala
atau tanda – tanda klinik sesuai daerah yang terkena menurut fungsi syaraf tersebut.
Sedangkan Hemiparesis berarti kelemahan pada satu sisi tubuh. Contohnya, pasien
dapat mengeluhkan kelemahan pada satu sisi tubuh yang mengarah pada lesi hemisfer
serebri kontralateral.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130).
Dengan demikian stroke non hemoragik didefinisikan adanya tanda-tanda
klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak lokal (atau global) dengan
gejala- gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan oleh perdarahan
primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis.
Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding
pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh lumen
pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen.
B. Klasifikasi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu Stroke hemoragik dan Stroke non
hemorragik. Pada Stroke non hemoragik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau bekuan
darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Pada Stroke ini,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke
otak. Darah ke otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis.
Arteri-arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung. Stroke non hemoragik
terbagi lagi menjadi 3 yaitu:
1. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik: Tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik: Berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh
karena adanya gangguan denyut jantung.
Pada Stroke hemorragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya. Hampir 70 persen kasus Stroke hemorrhagik terjadi pada penderita
hipertensi.
C. Gejala dan Penyebab Stroke Non Hemoragik
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna: Buta mendadak (amaurosis
fugaks), Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia)
bila gangguan terletak pada sisi dominan, Kelumpuhan pada sisi tubuh yang
berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada
sisi sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior : Hemiparesis kontralateral
dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol, Gangguan mental, dan
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media: Bila sumbatan di pangkal arteri,
terjadi kelumpuhan yang lebih ringan, Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh,
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia), Kelumpuhan di satu sampai
keempat ekstremitas, Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia), Gangguan
motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara
(disatria), Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara
lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan ingatan
terhadap lingkungan (disorientasi), Gangguan penglihatan, seperti penglihatan
ganda (diplopia), gerakan bola mata yang tidak dikehendaki (nistagmus),
penurunan kelopak (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah
lapang pandang pada belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim),
Gangguan pendengaran, Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
4. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior :Koma (Hemiparesis kontra
lateral), Ketidakmampuan membaca (aleksia), Kelumpuhan saraf kranialis ketiga,
Gejala akibat gangguan fungsi luhur Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam
berbahasa.
D. Faktor resiko
Faktor risiko stroke terdiri dari dua kategori, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:
a. Usia
Risiko terkena stroke meningkat sejak usia 45 tahun. Setiap
penambahan usia tiga tahun akan meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%.
Dari semua stroke, orang yang berusia lebih dari 65 tahun memiliki risiko
paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang yang berusia 65-45
tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia <45 tahun. Menurut penelitian
Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case
control, umur berpengaruh terhadap terjadinya stroke dimana pada kelompok
umur ≥45 tahun risiko terkena stroke dengan OR: 9,451 kali dibandingkan
kelompok umur < 45 tahun.
b. Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki
banyak menderita stroke dibandingkan perempuan. Insiden stroke 1,25 kali
lebih besar pada laki-laki dibanding perempuan.
c. Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit
putih. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.3 Pada
tahun 2004 di Amerika terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit
putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada
wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yang berkulit hitam sebesar
58,7%.
d. Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya
hipertensi, jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke
dalam keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
mengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun, meningkatkan risiko terkena
stroke. Menurut penelitian Tsong Hai Lee di Taiwan pada tahun 1997-2001
riwayat stroke pada keluarga meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
29,3%.
2. Faktor risiko yang dapat dirubah:
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi
meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Makin tinggi
tekanan darah kemungkinan stroke makin besar karena terjadinya kerusakan
pada dinding pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya
penyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang terserang
stroke mempunyai tekanan darah tinggi.
b. Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak
sekuat hipertensi. Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya
aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah) yang lebih berat sehingga
berpengaruh terhadap terjadinya stroke. Menurut penelitian Siregar F (2002)
di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, penderita
diabetes melitus mempunyai risiko terkena stroke dengan OR: 3,39. Artinya
risiko terjadinya stroke pada penderita diabetes mellitus 3,39 kali
dibandingkan dengan yang tidak menderita diabetes mellitus.
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah
fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya
penggumpalan darah di jantung dan dapat lepas hingga menyumbat pembuluh
darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung koroner, kelainan katup
jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga memperbesar risiko
stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke 4-7 kali.
d. Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan
diabetes melitus. Obesitas meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas
dapat meningkatkan hipertensi, jantung, diabetes dan aterosklerosis yang
semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena serangan stroke.
e. Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor
risiko, tingginya kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga
menyebabkan penyakit jantung koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low
Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk plak di dalam pembuluh darah
dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung maupun di otak. Kadar
kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
f. Merokok
Berdasarkan penelitian Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik
Medan dengan desain case control, kebiasaan merokok meningkatkan risiko
terkena stroke sebesar 4 kali. Merokok menyebabkan penyempitan dan
pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang ada di otak dan jantung),
sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis, mengurangi aliran
darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
g. Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme
tubuh, sehingga terjadi dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat
badan dan tekanan darah, dapat merusak sel-sel saraf tepi, saraf otak dan
lainlain. Semua ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi alkohol
berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
h. Stres
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat
menyebabkan depresi. Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain
(misalnya, aterosklerosis berat, penyakit jantung atau hipertensi) dapat
memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko terkena stroke sebesar
2 kali.
i. Penyalahgunaan Obat
Pada orang-orang yang menggunakan narkoba terutama jenis suntikan
akan mempermudah terjadinya stroke, akibat dari infeksi dan kerusakan
dinding pembuluh darah otak. Di samping itu, zat narkoba itu sendiri akan
mempengaruhi metabolisme tubuh, sehingga mudah terserang stroke. Hasil
pengumpulan data dari rumah sakit Jakarta tahun 2001 yang menangani
narkoba, didapatkan bahwa lebih dari 50% pengguna narkoba dengan suntikan
berisiko terkena stroke.
E. Pencegahan
Menurut Konsensus Nasional Pengelolaan Stroke (1999) di Indonesia, upaya yang
dilakukan untuk pencegahan penyakit stroke yaitu:
1. Pencegahan Primordial.
Tujuan pencegahan primordial adalah mencegah timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang belum mempunyai faktor risiko. Pencegahan primordial dapat
dilakukan dengan cara melakukan promosi kesehatan, seperti berkampanye
tentang bahaya rokok terhadap stroke dengan membuat selebaran atau poster yang
dapat menarik perhatian masyarakat. Selain itu, promosi kesehatan lain yang dapat
dilakukan adalah program pendidikan kesehatan masyarakat, dengan memberikan
informasi tentang penyakit stroke melalui ceramah, media cetak, media elektronik
dan billboard.
2. Pencegahan Primer.
Tujuan pencegahan primer adalah mengurangi timbulnya faktor risiko stroke
bagi individu yang mempunyai faktor risiko dengan cara melaksanakan gaya
hidup sehat bebas stroke, antara lain:
a. Menghindari: rokok, stress, alkohol, kegemukan, konsumsi garam berlebihan,
obat-obatan golongan amfetamin, kokain dan sejenisnya.
b. Mengurangi: kolesterol dan lemak dalam makanan.
c. Mengendalikan: Hipertensi, DM, penyakit jantung (misalnya fibrilasi atrium,
infark miokard akut, penyakit jantung reumatik), dan penyakit vaskular
aterosklerotik lainnya.
d. Menganjurkan konsumsi gizi yang seimbang seperti, makan banyak sayuran,
buah-buahan, ikan terutama ikan salem dan tuna, minimalkan junk food dan
beralih pada makanan tradisional yang rendah lemak dan gula, serealia dan
susu rendah lemak serta dianjurkan berolah raga secara teratur.
3. Pencegahan Sekunder.
Pencegahan sekunder ditujukan bagi mereka yang pernah menderita stroke.
Pada tahap ini ditekankan pada pengobatan terhadap penderita stroke agar stroke
tidak berlanjut menjadi kronis. Tindakan yang dilakukan adalah:
a. Obat-obatan, yang digunakan: asetosal (asam asetil salisilat) digunakan
sebagai obat antiagregasi trombosit pilihan pertama dengan dosis berkisar
antara 80-320 mg/hari, antikoagulan oral diberikan pada penderita dengan
faktor resiko penyakit jantung (fibrilasi atrium, infark miokard akut, kelainan
katup) dan kondisi koagulopati yang lain.
b. Clopidogrel dengan dosis 1x75 mg. Merupakan pilihan obat antiagregasi
trombosit kedua, diberikan bila pasien tidak tahan atau mempunyai kontra
indikasi terhadap asetosal (aspirin).
c. Modifikasi gaya hidup dan faktor risiko stroke, misalnya mengkonsumsi obat
antihipertensi yang sesuai pada penderita hipertensi, mengkonsumsi obat
hipoglikemik pada penderita diabetes, diet rendah lemak dan mengkonsumsi
obat antidislipidemia pada penderita dislipidemia, berhenti merokok, berhenti
mengkonsumsi alkohol, hindari kelebihan berat badan dan kurang gerak.
4. Pencegahan Tertier
Tujuan pencegahan tersier adalah untuk mereka yang telah menderita stroke
agar kelumpuhan yang dialami tidak bertambah berat dan mengurangi
ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Pencegahan tersier dapat dilakukan dalam bentuk rehabilitasi fisik, mental dan
sosial. Rehabilitasi akan diberikan oleh tim yang terdiri dari dokter, perawat, ahli
fisioterapi, ahli terapi wicara dan bahasa, ahli okupasional, petugas sosial dan
peran serta keluarga.
a. Rehabilitasi Fisik
Pada rehabilitasi ini, penderita mendapatkan terapi yang dapat
membantu proses pemulihan secara fisik. Adapun terapi yang diberikan yaitu
yang pertama adalah fisioterapi, diberikan untuk mengatasi masalah gerakan
dan sensoris penderita seperti masalah kekuatan otot, duduk, berdiri, berjalan,
koordinasi dan keseimbangan serta mobilitas di tempat tidur. Terapi yang
kedua adalah terapi okupasional (Occupational Therapist atau OT), diberikan
untuk melatih kemampuan penderita dalam melakukan aktivitas sehari-hari
seperti mandi, memakai baju, makan dan buang air. Terapi yang ketiga adalah
terapi wicara dan bahasa, diberikan untuk melatih kemampuan penderita
dalam menelan makanan dan minuman dengan aman serta dapat
berkomunikasi dengan orang lain.
b. Rehabilitasi Mental
Sebagian besar penderita stroke mengalami masalah emosional yang
dapat mempengaruhi mental mereka, misalnya reaksi sedih, mudah
tersinggung, tidak bahagia, murung dan depresi. Masalah emosional yang
mereka alami akan mengakibatkan penderita kehilangan motivasi untuk
menjalani proses rehabilitasi. Oleh sebab itu, penderita perlu mendapatkan
terapi mental dengan melakukan konsultasi dengan psikiater atau ahki
psikologi klinis.
c. Rehabilitasi Sosial
Pada rehabilitasi ini, petugas sosial berperan untuk membantu
penderita stroke menghadapi masalah sosial seperti, mengatasi perubahan
gaya hidup, hubungan perorangan, pekerjaan, dan aktivitas senggang. Selain
itu, petugas sosial akan memberikan informasi mengenai layanan komunitas
lokal dan badan-badan bantuan sosial.
F. Pengertian Injeksi Intra Vena melalui selang infus
Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah
vena melalui selang infus. Sedangkan pembuluh darah adalah pembuluh yang
menghantarkan darah ke jantung.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat
koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini “benda asing” langsung
dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan
timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga
kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu, setiap
injeksi i.v sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik lamanya.
G. Tujuan diberikan injeksi intra vena
Injeksi dalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18
detik, yaitu waktu satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.
Tetapi, lama kerja obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai
penakaran yang tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat.
Tidak untuk obat yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein
atau butiran darah.
1. Persiapan Alat
a. Spuit dan jarum sesuai dengan ukuran.
b. Obat dalam tempatnya.
c. Wadah cairan ( kantong atau botol ).
d. Kapas alkohol.
2. Prosedur tindakan
a. Cuci tangan
b. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
c. Periksa identitas pasien, kemudian ambil obat dan masukkan ke dalam spuit.
Cari tempat penyuntikan obat pada daerah kantong. Lakukan desinfeksi
dengan kapas alkohol dan stop aliran.
d. Lakukan penyuntikan dengan memasukan jarum spuit hingga menembus
bagian tengah dan masukkan obat berlahan – lahan ke dalam kantong atau
wadah cairan. Setelah selesai, tarik spuit dan campur larutan dengan
membalikan kantong cairan secara perlahan – lahan dari satu ujung ke ujung
lain. Perikasa kecepatan infus dan observasi reaksi obat
e. Cuci tangan
f. Catat obat yang telah di berikan dan dosisnya.
g. catat reaksi pemberian, tanggal, waktu, dan dosis Pemberian obat melalui
selang intravena .
BAB III
LAPORAN KASUS
ASUHAN PADA BP. H UMUR 77 TAHUN
DENGAN HEMIPARASE STROKE NON HEMORAGIK
Di RS. NUR HIDAYAH
Tempat : RS Nurhidayah Bantul
Tanggal Pasien Masuk : 25 Desember 2013
Tanggal Pengkajian : 25 Desember 2013
1. Anamnesa
a. Identitas
Nama : Bp.H
No. RM : 07.65.77
Umur : 61 Tahun
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Pekerjaan : Pengrajin
Pendidikan : -
Alamat : Karang asem
Diagnosa : Hemiparase Stroke Non Hemoragik
b. Keluhan : Pasien mengatakan tiba-tiba cedal dan tangan kanan sulit digerakkan
c. Perasat
Tanggal, jam WIB “ Pemberian Injeksi IV Melalui Selang Infus “
a. Pengertian : tindakan menyuntikkan obat injeksi IV melalui selang infus
b. Tujuan : untuk memberikan reaksi cepat obat terhadap tubuh pasien dan melihat
perkembangan penyakitnya.
c. Persiapan :
Alat:
1. Buku catatan injeksi
2. Spuit 10 cc dan 3 cc
3. Obat Piracetan 3 gr (3x1),Citicolin 500 gr (2x1), Ketorolac
(3x1)
4. Kapas alkohol
5. Bak instrumen
6. Needle ukuran 25 ml
Tempat : bangsal Pringgondani 1u ruangan bersih dan nyaman.
Pasien : Bp. “ H “
Petugas : menyiapkan alat dan mencuci tangan
Pelaksanaan :
1. Mencuci tangan dan membuka buku catatan
2. Menyiapkan obat Piracetan 3 gr (3x1),Citicolin 500 gr (2x1),
Ketorolac (3x1)
Diberikan secara injeksi intravena
Kepada Bp “H “
Jam 24.00
3. Menyapa pasien dan menjelaskan prosedure tindakan
4. Mengatur posisi pasien dan mengunci selang infus
5. Desinfektan bagian penyuntikan
6. Menyuntikan dan memasukkan obat secara perlahan
7. Mengkaji adanya tanda – tanda alergi pada pasien
8. Mengatur posisi pasien dan mempersilahkan pasien istirahat
kembali
9. Mencuci tangan
10. Dokumentasi
4.Evaluasi : Obat Piracetan 3 gr (3x1),Citicolin 500 gr (2x1), Ketorolac (3x1) sudah
masuk melalui injeksi intravena, pasien nampak menahan rasa nyeri dan tidak
ditemukan tanda-tanda alergi
BAB IV
PEMBAHASAN
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke). Kemudian stroke
menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari akibat bertambah luasnya
jaringan otak yang mati (stroke in evolution). Perkembangan penyakit biasanya (tetapi
tidak selalu) diselingi dengan periode stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti
sementara atau terjadi beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari
bagian otak yang terkena. Diagnosis stroke biasanya ditegakkan berdasarkan perjalanan
penyakit dan hasil pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dapat membantu menentukan
lokasi kerusakan pada otak.
Berdasarkan apa yang sudah kami lakukan selama 3 minggu terakhir di RS
Nurhidayah, khususnya injeksi intravena, kami menemukan tidak ada kesenjangan apapun
antara teori yang kami pelajari dan apa yang kami temukan dilahan praktik. dalam
melaksanakan asuhan pada Bp.H ketika memberikan obat injeksi intravena melalui selang
infus, tindakan yang kami lakukan sudah sesuai dengan teori yang kami pelajari.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Stroke merupakan gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah yang timbul secara mendadak dengan gejala atau
tanda – tanda klinik sesuai daerah yang terkena menurut fungsi syaraf tersebut. Sedangkan
Hemiparesis adalah suatu penyakit sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak
progesif cepat, berupa defisit neurologis yang berlangsung 24 jam atau lebih langsung
menimbulkan kematiandan disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non traumatic.
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli yang
biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. Hasil yang kami peroleh yaitu:1. Sudah mengumpulkan data dan
menginterpretasi data 2. Mengidentifikasi diagnosa dan masalah potensial 3.
Merencanakan asuhan yang menyeluruh. Tindakan yang kami lakukan yaitu memberikan
injeksi intravena Piracetan,Citicolin,Ketorolac melalui selang infus dan sudah sesuai
dengan prosedur dan tidak ada kesenjangan.
B. SARAN
1. Untuk mahasiswa :
a. Untuk mahasiswa yang baru mengenal tentang penyakit hemiparasis atau stroke,
sebaiknya melakukan pencegahan sejak dini yaitu dengan pola hidup sehat.
b. Jika tidak mengerti atau tidak memahami tindakan-tindakan pada kasus tersebut
hendaklah bertanya, agar tidak ada kesalahpahaman dalam melakukan tindakan
karena ini menyangkut keselamatan pasien.
2. Untuk Rumah Sakit:
a. Diharapkan untuk tetap dan selalu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan,
karena pasien butuh kenyamanan dirumah sakit dengan pelayanan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan dirumah sakit.
b. Lingkungan rumah sakit haruslah tetap bersih dan rapi, karena ini salah satu
faktor menentukan kenyamanan pasien dirumah sakit
3. Untuk pasien
Diharapkan pada pasien yang menderita penyakit untuk tetap meningkatkan
pola nutrisi yang bergizi dan pola hidup sehat dan tetap berusaha untuk melakukan
terapi-terapi penyembuhan.