skenario 1 git

37
Vivi Vionita 1102012303 Sasbel 1. Memahami dan Menjelaskan Gaster 1.1 Menjelaskan Anatomi Makroskopis 1.2 Menjelaskan Anatomi Mikroskopis 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster 3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster 4. Memahami dan Menjelaskan Sindroma Dyspepsia 4.1 Menjelaskan Definisi 4.2 Menjelaskan Etiologi 4.3 Menjelaskan Epidemiologi 4.4 Menjelaskan Klasifikasi 4.5 Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis 4.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis 4.7 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang 4.8 Menjelaskan Diagnosis 4.9 Menjelaskan Diagnosis Banding 4.10 Menjelaskan Komplikasi 4.11 Menjelaskan Penatalaksanaan 4.12 Menjelaskan Pencegahan 4.13 Menjelaskan Prognosis

Upload: vivi-vionita

Post on 22-Apr-2017

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 1 GIT

Vivi Vionita

1102012303

Sasbel

1. Memahami dan Menjelaskan Gaster

1.1 Menjelaskan Anatomi Makroskopis

1.2 Menjelaskan Anatomi Mikroskopis

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster

3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster

4. Memahami dan Menjelaskan Sindroma Dyspepsia

4.1 Menjelaskan Definisi

4.2 Menjelaskan Etiologi

4.3 Menjelaskan Epidemiologi

4.4 Menjelaskan Klasifikasi

4.5 Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis

4.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis

4.7 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

4.8 Menjelaskan Diagnosis

4.9 Menjelaskan Diagnosis Banding

4.10 Menjelaskan Komplikasi

4.11 Menjelaskan Penatalaksanaan

4.12 Menjelaskan Pencegahan

4.13 Menjelaskan Prognosis

Page 2: Skenario 1 GIT

Jawaban

1. Memahami dan Menjelaskan Gaster

1.1 Menjelaskan Anatomi Makroskopis

Lambung (ventriculus) adalah organ berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga abdomen dibawah diafragma. Semua bagian kecuali sebagian kecil, terletak pada bagian kiri garis tengah.

Ukuran dan bentuknya bervariasi dari satu individu ke individu lain, tergantung :

a. Banyaknya isib. Lanjutnya pencernaanc. Kuatnya otot – otot ventrikulusd. Keadaan usus – usus disekelilingnya

Gaster (lambung) merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai tiga fungsi: (a) menyimpan makanan—pada orang dewasa, gaster mempunyai kapasitas sekitar 1500 ml; (b) mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah cair; dan (c) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung.

Gaster terletak di bagian atas abdomen, terbentang dari permukaan bawah arcus costalis sinistra sampai regio epigastrica dan umbilicalis. Sebagian besar gaster terletak di bawah costae bagian bawah. Secara kasar, gaster berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum; dua curvatura, curvatura major dan curvatura minor; dan dua dinding, paries anterior dan paries posterior.

Pada batas antara corpus dan pars pylorica, lengkung venriculus lebih membuat suatu sudut atau angulus dengan incisura yang melintang disebut incisura angularis.

Pada pylorus terdapat tempat yang sempit disebut isthmus dengan vena yang berjalan melintang. Terdapat serabut – serabut yang berjalan melingkar membentuk m. Sfingter pylori.

Gaster relatif terfiksasi pada kedua ujungnya, tetapi di antara ujung-ujung tersebut gaster sangat mudah bergerak. Gaster cenderung terletak tinggi dan transversal pada orang pendek dan gemuk (gaster steer-horn) dan memanjang vertikal pada orang yang tinggi dan kurus (gaster berbentuk huruf J). Bentuk gaster sangat berbeda-beda pada orang yang sama dan tergantung pada isi, posisi tubuh, dan fase pernafasan.

Gaster dibagi menjadi bagian-bagian berikut:

a. Fundus gastricum berbentuk kubah, menonjol ke atas dan terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus berisi penuh udara.

Page 3: Skenario 1 GIT

b. Corpus gastricum terbentak dari ostium cardiacum sampai incisura angularis, suatu lekukan yang ada pada bagian bawah curvatura minor.

c. Anthrum pyloricum terbentang dari incisura angularis sampai pylorus.d. Pylorus merupakan bagian gaster yang berbentuk tubular. Dinding otot pylorus yang tebal membentuk

musculus sphincter pyloricus. Rongga pylorus dinamakan canalis pyloricus.

Pendarahan gaster

1. Arteriae berasal dari cabang truncus coeliacus.a. Arteria gastrica sinistra berasal dari truncus coeliacus. Arteri ini berjalan ke atas dan kiri untuk

mencapai oesophagus dan kemudian berjalan turun sepanjang curvatura minor gaster. Arteria gastrica sinistra mendarahi 1/3 bawah oesophagus dan bagian atas kanan gaster.

b. Arteria gastrica dextra berasal dari arteria hepatica communis pada pinggir atas pylorus dan berjalan ke kiri sepanjang curvatura minor. Arteria ini mendarahi bagian kanan bawah gaster.

c. Arteriae gastricae breves berasal dari arteria lienalis pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrosplenicum untuk mendarahi fundus.

d. Arteria gastroomentalis sinistra berasal dari arteria splenica pada hilum lienale dan berjalan ke depan di dalam ligamentum gastrolienale untuk mendarahi gaster sepanjang bagian atas curvatura major.

e. Arteria gastroomentalis dextra berasal dari arteria gastroduodenalis yang merupakan cabang arteria hepatica communis. Arteria ini berjalan ke kiri dan mendarahi gaster sepanjang bawah curvatura major.

2. Venae. Vena-vena ini mengalirkan darah ke dalam sirkulasi portal. Vena gastrica sinistra dan dextra bermuara langsung ke vena porta hepatis. Venae gastricae breves dan vena gastroomentalis sinistra bermuara ke dalam vena lienalis. Vena gastroomentalis dextra bermuara ke dalam vena mesentrica superior.

Persarafan gaster

Persarafan ini termasuk serabut-serabut simpatis yang berasal dari plexus coeliacus dan serabut-serabut parasimpatis dari nervus vagus dextra dan sinistra.

Truncus vagalis anterior yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus sinistra, memasuki abdomen pada permukaan anterior oesophagus. Truncus, yang mungkin tunggal atau multipel, kemudian terbagi menjadi cabang-cabang yang menyarafi permukaan anterior gaster. Sebuah cabang hepaticus yang besar berjalan ke atas menuju hepar, dan di sini membentuk ramus pyloricus yang berjalan turun ke pylorus.

Truncus vagalis posterior, yang dibentuk di dalam thorax, terutama berasal dari nervus vagus dextra, memasuki abdomen pada permukaan posterior oesophagus. Selanjutnya truncus membentuk cabang-cabang yang menyarafi permukaan posterior gaster. Suatu cabang yang besar berjalan menuju plexus coeliacus dan plexus mesentricus superior dan kemudian didistribusikan ke usus sampai flexura coli sinistra dan ke pancreas.

Persarafan simpatis gaster membawa serabut-serabut rasa nyeri, sedangkan serabut parasimpatis nervus vagus membawa secretomotoris untuk glandulae gastricae dan serabut motoris untuk tunica muscularis gaster. Musculus sphincter pyloricus menerima serabut motoris dari sistem simpatis dan serabut inhibitor dari nervus vagus.

Pembuluh Limfe

Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepenjang A.V.gastrica sinistra. Efferent kelenjar limfe ini berjalan ke nodulus lymphaticus coelica, yang terletak disekitar pangkal A.coelica.

Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepanjang A.V.gastrica dextra. Efferent dari kelenjar limfe ini berjalan sepanjang A.hepatica dan kemudian masuk ke nodus lymphaticus coelica.

Page 4: Skenario 1 GIT

Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke kelenjar limfe sepanjang A.gastrica brevis dan A.gastroepiploica sinistra dan kemudian memasukkan cairan limfe ke kelenjar limfe pada hillus limfa. Dari sini pembuluh limfe ini berjalan ke nodus lymphaticus pancreticolienalis yang terletak sepanjang A.lienalis, yang selanjutnya mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphatici coelica.Pembuluh limfe yang mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus gastroepiploica dextra, yang terletak sepanjang bagian bawah curvatura major lambung. Pembuluh limfe efferent bermuara pada kelenjar limfe yang terletak sepanjang A.gastroduodenalis, yang selanjutnya mengalirkan cairan limfe ke nodus lymphaticus coelica.

1.2 Menjelaskan Anatomi Mikroskopis

Dinding gaster terdiri dari 4 lapisan utama yang dapat ditemukan di struktur organ gastrointestinal lainnya, yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa, disertai dengan vaskularisasi dan persarafan gaster (Gambar 1 dan 2). Histologi ini memperlihatkan fungsi lambung sebagai suatu kantung muskular elastis yang dilapisi oleh epitel sekretorium, walaupun terdapat variasi dari struktur lokal dan fungsional dalam struktur ini.

A.B.C.D.E.F.

A. MukosaMukosa ialah lapisan dimana sel-sel mengeluarkan berbagai jenis cairan, seperti enzim, asam lambung, dan

hormon. Lapisan ini berbentuk seperti palung untuk memperbesar perbandingan antara luas dan volume sehingga memperbanyak volume getah lambung yang dapat dikeluarkan.

Di lapisan mucosa terdapat 3 jenis sel yang berfungsi dalam pencernaan, yaitu sel goblet [goblet cell], sel parietal [parietal cell], dan sel chief [chief cell]. Sel goblet berfungsi untuk memproduksi mucus atau lendir untuk menjaga lapisan terluar sel agar tidak rusak karena enzim pepsin dan asam lambung. Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam lambung [Hydrochloric acid] yang berguna dalam pengaktifan enzim pepsin. Diperkirakan bahwa sel parietal memproduksi 1.5 mol dm-3 asam lambung yang membuat tingkat keasaman dalam lambung mencapai pH 2. Sel chief berfungsi untuk memproduksi pepsinogen, yaitu enzim pepsin dalam bentuk tidak aktif. Sel chief memproduksi dalam bentuk tidak aktif agar enzim tersebut tidak mencerna protein yang dimiliki oleh sel tersebut yang dapat menyebabkan kematian pada sel tersebut. Seperti pada semua saluran cerna lainnya, mukosa ini tersusun oleh epitel permukaan, lamina propria, dan mukosa muskuler.

1. EpithaliumKetika dilihat melalui mikroskop pada magnifikasi rendah, permukaan dalam dari dinding lambung

(Gambar 2) memperlihatkan bentuk sarang lebah dengan foveola gastrica kecil dan ireguler berdiameter 0,2mm. Pada dasar foveola gastrica ini terdapat kelenjar gastrik tubular yang berinvaginasi ke arah lamina propria hingga mukosa muskularis. Epitel kolumner tunggal yang mensekresikan mukus melapisi seluruh permukaan luminal termasuk foveola gastrica dan terdiri dari lapisan sel mukosa permukaan yang melepaskan mukus gastrik dari permukaan apical untuk membentuk lapisan licin protektif tebal diseluruh permukaan gaster. Epitelium ini bermulai secara langsung pada orificium cadiac, dimana terdapat transisi drastis antara epitel oesophagus berupa epitel berlapis gepeng dan epitel gaster.

Page 5: Skenario 1 GIT

2. Kelenjar gastrikWalaupun semua kelenjar gastrik berupa tubular (pipa), bentuk kelenjar ini beragam dan komposisi

selulernya juga berbeda-beda tergantung region tertentu pada lambung.Kelenjar ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan letak regionnya, yaitu kelenjar kardiak, prinsipal (korpus dan fundus), dan pylorik. Fundus dan korpus membentuk bagian mayor dari gaster yang menghasilkan sebagian besar sekresi gaster atau getah untuk pencernaan

3. Kelenjar Gastric PrinsipalKelenjar gastric principle ditemukan pada corpus dan fundus, tiga hingga tujuh saluran dari tiap foveola

gastrica (Gambar 1, 2, dan 3). Batas antara kelenjar ini dengan dasar dari foveola gastrik ini disebut bagian isthmus kelenjar dan lebih ke basal adalah leher, merupakan perpanjangan dari dasar. Pada dinding kelenjar terdapat terdapat paling tidak 5 jenis sel yang berbeda-beda : sel chief, sel parietal, sel leher mukosa, sel stem, dan sel neuroendokrin.

Diagram yang memperlihatkan regional principal pada bagian interior lambung dan histologi jaringan dan sel didalam dinding tersebut. sel yang belum berdifferensiasi, yang membatasi tiap sel, digambarkan berwarna putih

Sel chief (peptik) merupakan sumber enzim pencernaan yaitu enzim pepsin dan lipase. Sel chief ini biasanya terletak pada bagian basal, bentuknya berupa silindris (kolumner) dan nukleusnya berbentuk bundar dan euchromatik. Sel ini mengandung granul zimogen sekretoris dan karena banyaknya sitoplasmik RNA maka sel ini sangat basophilic. Sel parietal (Oxyntic) merupakan sumber asam lambung dan faktor intrinsik, yaitu glycoprotein yang penting untuk absorbsi vitamin B12. Sel ini berukuran besar, oval, dan sangat eosinophilic dengan nukleus terletak pada pertengahan sel. Sel ini terletak terutama pada apical kelenjar hingga bagian isthmus. Sel ini didapati hanya pada interval sel-sel lainnya disepanjang dinding foveola dan menggembung di lateral dalam jaringan konektif.

Sel parietal memiliki ultraktruktur yang unik terkait dengan kemampuan mereka untuk mengsekresikan asam hydrochloric. Bagian luminal dari sel ini, berinvaginasi membentuk beberapa kanal buntu yang menyokong sangat banyak microvili ireguler. Di dalam sitopaslma yang berhadapan dengan kanal ini adalah membran tubulus yang sangat banyak (sistem tubulovesicular). Terdapat sangat banyak mitokondria yang tersebar di seluruh organella ini. Membran plasma yang menyelimuti mikrovili memiliki kosentrasi H+/K+ ATPase yang sangat tinggi yang secara aktif mengsekresikan ion hidrogen kedalam lumen,

Page 6: Skenario 1 GIT

ion chloride pun keluar mengikuti gradien eletrokimia ini. Struktur yang akurat dari sel ini beragam tergantung dari fase sekretoriknya : ketika terstimulasi, jumlah dan area permukaan dari mikrovili membesar hingga lima kali lipat, diduga akibat fusi segera dari sistem tubulovesikuler dengan membran plasma. Pada akhir sekresi terstimulasi, proses ini terbalik, membran yang berlebihan kembali pada sistem tubuloalveolar dan mikrovili menghilang.

Sel leher mukosa sangat banyak pada leher kelenjar dan tersebar sepanjang dinding regio bagian basal. Sel ini mengsekresikan mukus, dengan vesikel sekretorik apikalnya mengandung musin dan nukelusnya terletak pada bagian basal. Namun, produksinya secara histokimia berbeda dengan produksi dari sel mukosa permukaan

Micrograph pembesaran rendah memperlihatkan dinding lambung, daerah dari lipatan longitudinal atau rugae, dapat terlihat makroskopis. Permukaan epitel terlipat secara microskopis membentuk foveola gastric, hingga ke dasar dimana kelenjar gastric yang terbuka sampai ke ketebalan mukosa lamina propria. Lapisan mukosa muskularis dan submukosa mengikuti kontur ruga dan sedikit badian lapisan muskularis eksterna terlihat dibawahnya.

Sel bakal merupakan sel mitotik yang belum berdifferensiasi dari jenis sel kelenjar lainnya. Sel ini relatif sedikit dan terletak pada regio isthmus kelenjar dan bagian basal dari foveola gastric. Sel ini berbentuk silindris (kolumner) dengan sedikit microvili yang pendek. Sel ini secara periodik mengalami mitosis, sel yang dihasilkan bergerak ke apikal untuk berdifferensiasi menjadi sel mukosa permukaan, atau ke basal membentuk sel leher mukosa, sel parietal, dan sel chief, serta sel neuroendokrin. Semua sel ini memiliki durasi hidup yang terbatas, terutama yang mengsekresikan mukus, dan yang selalu diganti. Periode pergantian dari sel mukosa permukaan adalah tiap 3 hari; sel leher mukosa diganti tiap minggu. Jenis sel lainnya sepertinya hidup lebih lama.

Sel neuroendokrin ditemukan disemua jenis kelenjar gastrik namun lebih banyak ditemukan pada corpus dan fundus. Sel ini terletak pada bagian terdalam dari kelenjar, diantara kumpulan sel chief . Sel ini berbentuk pleomorfik dengan nukleus ireguler yang diliputi oleh granular sitoplasma yang mengandung kluster granul sekretorik yang besar (o,3 microm). Sel ini mensintesis beberapa amino biogenic dan polipeptide yang penting dalam mengendalikan motilitas dan sekresi glanduler. Pada lambung sel ini termasuk sel G(yang mensekresi gastrin), sel D (somatostatin), dan sel enterochromaffin-like/ECL (histamine). Sel-sel ini membentuk sistem sel neuroendokrin yang berbeda-beda.

4. Kelenjar KardiakSel kardiak terbatas pada area kecil dekat dengan orificium kardiak (Gambar 3); beberapa berupa

kelenjar tubuler sederhana, lainnya merupakan tubuler bercabang. Sel yang mengsekresikan mukus mendominasi, sel parietal dan sel chief, walaupun ditemukan namun jumlahnya sedikit.

Mikrograph yang memperlihatkan kelenjar gastrik pada regio fundus, pembukaan dari basal foveola gasric dilapisi oleh sel mukosa serupa dengan sel yang melapisi permukaan epitel. Sel parietal eosinofilik dan sel chief basophilic membatasi kelenjar, terlihat pada pembesaran lebih tinggi di gambar B. Mikrograph dengan pembesaran lebih tinggi menunjukkan sel parietal eosinophilic (panah kecil) dan sel chief basophilic (panah panjang) membatasi kelenjar gastrik (GG); kelenjar ini membuka menjadi foveola gastric (GP), yang mana merupakan invaginasi dari epitel permukaan yang menskresikan mukus.

5. Kelenjar PyloricKelenjar pyloric bermula sebagai dua atau tiga pipa berlekuk-lekuk menjadi suatu dasar dari

foveola gastrik pada antrum pylori: foveola mengambil sekitar 2/3 kedalaman mukosa. Kelenjar pyloric kebanyakan ditempati oleh sel penghasil mukus, sel parietal sedikit, dan sel chief sangat jarang ditemukan. Sebaliknya terdapat sangat banyak ditemukan sel neuroendokrin, terutama sel G, yang mengsekresi gastrin ketika diaktifkan oleh stimulus mekanis yang sesuai (menyebabkan peningkatan motilitas gaster dan sekresi asam lambung). Walaupun sel parietal jarang ditemukan pada kelenjar pyloric, sel ini selalu ditemukan pada jaringan janin dan bayi. Pada dewasa sel ini dapat terlihat pada mukosa duodenum yang dekat dengan pylorus.

Page 7: Skenario 1 GIT

6. Lamina PropriaLamina propria membentuk kerangka jaringan konektif antara kelenjar dan mengandung jaringan

lymphoid yang terkumpul dalam massa kecil folikel lymphatic gastrik yang membentuk folikel intestinal soliter (terutama pada masa awal kehidupan). Lamina propria juga memiliki suatu pleksus vaskuler periglanduler yang kompleks, yang diperkirakan berperan penting dalam menjaga lingkungan mukosa, termasuk membuang bikarbonat yang diproduksi pada jaringan sebagai pengimbang sekresi asam. Pleksus neural juga ditemukan dan mengandung ujung saraf motorik dan sensorik.

7. Mukosa MuskularisMukosa muskularis merupakan lapisan tipis dari serat otot halus yang terdapat pada bagian

eksternal dari kelenjar. Serat muskular ini teratur dalam bentuk sirkuler di dalam, lapisan longitudinal di bagian luar, terdapat pula lapisan sirkuler diskontinu bagian luar. Lapisan dalam mengandung jelujur sel otot polos terletak di antara kelenjar dan kontraksinya kemungkinan membantu dalam mengosongkan foveola gastrik.

B. Submukosa

Submukosa ialah lapisan dimana pembuluh darah arteri dan vena dapat ditemukan untuk menyalurkan nutrisi dan oksigen ke sel-sel perut sekaligus untuk membawa nutrisi yang diserap, urea, dan karbon dioksida dari sel-sel tersebut. Submukosa merupakan lapisan bervariabel dari jaringan konektif yang terdiri dari bundel kolagen tebal, beberapa serat elastin, pembuluh darah, dan pleksus saraf, termasuk pleksus submukosa berganglion (Meissner's) pada lambung.

C. Muskularis

Muskularis adalah lapisan otot yang membantu perut dalam pencernaan mekanis. Lapisan ini dibagi menjadi 3 lapisan otot, yakni otot melingkar, memanjang, dan menyerong. Kontraksi dan ketiga macam lapisan otot tersebut mengakibatkan gerak peristaltik (gerak menggelombang). Gerak peristaltik menyebabkan makanan di dalam lambung diaduk-aduk. Muscularis eksterna merupakan selaput otot tebal berada tepat dibawah serosa, dimana keduanya terhubung melalui jaringan konektif subserosa longgar. Dari lapisan terdalam keluar, jaringan ini memiliki lapisan serat otot oblique, sirkuler, dan longitudinal, walaupun celah antara tiap lapisan tidak berbeda satu sama lain. Lapisan sirkuler kurang begiru berkembang pada bagian oesofagus namun semakin menebal pada distal antrum pyloric untuk kemudian membentuk sphincter pyloric annular. Lapisan longitudinal luar kebanyakan terdapat pada 2/3 bagian kranial lambung dan lapisan oblique dalam pada setengah bagian bawah lambung.

Page 8: Skenario 1 GIT

Kerja dari muskularis eksterna ini adalah menghasilkan pergerakan adukan yang mencampur makanan dengan produk sekresi lambung. Ketika otot berkontraksi, volume lambung akan berkurang dan menggerakkan mukosa menjadi lipatan longitudinal atau rugae (lihat atas). Rugae ini akan datar kembali dan menghilang ketika lambung penuh akan makanan dan muskulatur berelaksasi dan menipis. Aktivitas otot diatur oleh jaringan saraf autonom yang tidak bermyelin, yang terdapat pada lapisan otot dalam plexus myenterik (Auerbach's)

D. SerosaLapisan terluar yaitu serosa berfungsi sebagai lapisan pelindung perut. Sel-sel di lapisan ini mengeluarkan sejenis cairan untuk mengurangi gaya gesekan yang terjadi antara perut dengan anggota tubuh lainnya. Serosa merupakan perpanjangan dari peritoneum visceral yang menutupi keseluruhan permukaan pada lambung kecuali sepanjang kurvatura mayor dan minor pada pertautan omentum mayor dan minor, dimana lapisan peritoneum meninggal suatu ruang untuk saraf dan vaskler. Serosa juga tidak ditemukan pada bagian kecil di posteroinferior dekat dengan orificium kardiak dimana lambung berkontak dengan diafragma pada refleksi gastrophrenik dan lipatan gastropancreatik

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Gaster

Ada 4 aspek yang motilitas lambung :

Pengisian lambungJika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 ml, tetapi organ ini dapat mengembang hingga

kapasitasnya mencapai sekitar 1000 ml ketika makan. Akomodasi perubahan volume yang besarnya hingga 20x lipat tersebut akan menimbulkan ketegangan pada dinding lambung dan sangat meningkatkan tekanan intra lambung jika tidak terdapat dua faktor ini :

Plastisitas mengacu pada kemampuan otot polos mempertahankan ketegangan konstan dalam rentang panjang yang lebar. Dengan demikian, pada saat serat-serat otot polos lambung teregang pada pengisian lambung, serat-serat lambung menyerah (melemas) tanpa menyebabkan peningkatan ketegangan otot. Namun, peregangan yang melebihi batas akan memicu kontraksi yang dapat menutupi perilaku plastisitas yang pasif tersebut.

Interior lambung membentuk lipatan-lipatan dalam yang dikenal sebagai rugae. Selama makan lipatan-lipatan tersebut mengecil dan mendatar pada saat lambung sedikit demi sedikit melemas karena terisi, seperti pengembangan perlahan-lahan kantung es yang semula kolaps lalu terisi. Relaksasi refleks lambung sewaktu menerima makanan ini disebut relaksaksi reseptif.

Page 9: Skenario 1 GIT

Penyimpanan lambungPola depolarisasi spontan ritmik di sepanjang lambung menuju sfingter pylorus dengan kecepatan tiga

gelombang per menit disebut Basic Electrical Rhythm (BER) lambung, berlangsung secara terus-menerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkuler lambung. Salah satu kelompok sel-sel pemacu tersebut terletak di lambung bagian fundus bagian atas. Di fundus dan korpus gerakan mencampur yang terjadi kurang kuat, makanan yang masuk ke lambung dari esophagus tersimpan relatif tenang tanpa mengalami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan, tetapi hanya berisi sejumlah gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran makanan.

Pencampuran lambungKontraksi peristaltic lambung yang kuat merupakan penyebab makanan bercampur dengan sekresi

lambung dan menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltic antrum mendorong kimus ke depan ke arah sfingter pylorus. Kontraksi tonik sfingter pylorus dalam keadaan normal menjaga sfingter hampir tetapi tidak seluruhnya tertutup rapat. Lubang yang tersedia cukup besar untuk air dan cairan lain lewat, tetapi terlalu kecil untuk kimus yang kental untuk lewat, kecuali apabila kimus terdorong oleh kontraksi peristaltic yang kuat. Walaupun demikian, dari 30 ml kimus yang dapat ditampung antrum, hanya beberapa ml isi antrum yang terdorong ke duodenum oleh setiap gelombang peristaltik. Sebelum lebih banyak kimus yang dapat diperas keluar, gelombang peristaltic sudah mencapai sfingter pylorus dan menyebabkan sfingter tersebut berkontraksi lebih kuat, menutup pintu keluar dan menghambat aliran kimus lebih lanjut ke dalam duodenum. Gerakan maju mundur tersebut disebut retropulsi, menyebabkan kimus bercampur secara merata di antrum.

Pengosongan lambungKontraksi peristaltic antrum, selain menyebabkan pencampuran lambung, juga menghasilkan gaya

pendorong untuk mengosongkan lambung. Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang peristaltic sebelum sfingter pylorus tertutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristaltic. Semakin tinggi eksitabilitas, semakin sering BER menghasilkan potensial aksi, semakin besar aktifitas peristaltic di antrum dan semakin cepat pengosongan lambung.

Faktor di lambung yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Faktor lambung utama yang mempengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di dalam lambung.

Selain itu, derajat keenceran (fluidity) kimus di dalam lambung juga mempengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cairan kental merata sebelum dikosongkan. Semakin cepat derajat keeenceran dicapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi.

Faktor di duodenum yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung. Walaupun terdapat pengaruh lambung, faktor di duodenum lah yang lebih penting untuk mengontrol

kecepatan pengosongan lambung.

4 faktor duodenum terpenting yang mempengaruhi pengosongan lambung adalah :1. Lemak

Lemak, dicerna dan diserap lebih lambat dibandingkan dengan nutrien lain. Selain itu, pencernaan dan penyerapan lemak hanya berlangsung di dalam lumen usus halus. Oleh karena itu, apabila di duodenum sudah terdapat lemak, pengosongan isi lambung yang berlemak lebih lanjut ke dalam duodenum ditunda sampai usus halus selesai mengolah lemak yang sudah ada disana.

2. AsamAsam, karena lambung mengeluarkan asam Hidroclorida, kimus yang sangat asam dikeluarkan ke dalam

duodenum, tempat kimus tersebut mengalami netralisasi oleh natrium bikarbonat (NaHCO3) yang disekresikan ke dalam lumen duodenum oleh pancreas. Dengan demikian, asam yang tidak dinetralkan di duodenum menghambat pengosongan isi lambung yang asam lebih lanjut sampai proses netralisasi selesai.

3. HipertonisitasHipertonisitas dan peregangan maksudnya bergantung pada jumlah dan tingkat keenceran dari kimus

yang nantinya berpengaruh pada kerja duodenum. Semakin banyak dan semakin pekat maka duodenum akan semakin ekstra bekerja untuk menyerap makanan dan berusaha memperlambat pengosongan lambung.

Page 10: Skenario 1 GIT

Namun sebaliknya, semakin encer dan sedikit kimus yang ada semakin ringan pula kerja dari duodenum dan semakin cepat melakukan pengosongan lambung.

4. Peregangan Adanya satu atau lebih rangsangan tersebut di duodenum mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai,

kemudian memicu respon syaraf atau hormon untuk mengerem motilitas lambung dan memperlambat pengosongan lambung dengan menurunkan eksitabilitas otot polos lambung. Respon syaraf diperantai oleh pleksus syaraf intrinsic (refleks pendek) dan syaraf otonom (refleks panjang). Secara kolektif, refleks-refleks tersebut disebut refleks enterogastric.

Refleks hormon melibatkan pengeluaran dari mukosa duodenum beberapa hormon yang secara kolektif disebut enterogastron. Hormon-hormon itu diangkut oleh darah ke lambung, tempat mereka menghambat kontraksi antrum untuk mengurangi pengosongan lambung. 3 dari enterogastron tersebut sudah diketahui mendalam : sekretin, kolesistokini , dan peptida inhibitorik lambung. Juga terdapat faktor diluar sistem pencernaan yang mempengaruhi pengosongan lambung, yaitu : emosi yang dapat merangsang atau pun menghambat pengosongan lambung, nyeri hebat yang dapat menghambat motilitas dan pengosongan, penurunan pemakaian glukosa di hipothalamus yang dapat merangsang motilitas.

Memahami fungsi sekresi mukosa lambung

Mukosa , lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan-lipatan longitudinal disebut rugae yang memungkinkan terjadinya distensi lambung sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar dan hormon pada lapisan ini dan dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya, yaitu :1. Kelenjar kardia

Terletak didekat orifisium kardia dan menyekresikan mukus.2. Kelenjar fundus atau gastrik

Terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus. Kelenjar gastrik memiliki 3 tipe utama sel, yaitu :a. Sel-sel zimogenik (chieff cell) Pepsinogen b. Sel-sel parietal HCLc. Faktor intrinsik Untuk absorpsi vitamin B12 di dalam usus halusd. Sel-sel mukus terletak di leher kelanjar fundus Mukus

Page 11: Skenario 1 GIT

3. Sel G Memproduksi hormon gastrin yang merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan asam hidroklorida dan pepsinogen. Terletak pada daerah pilorus lambung.

4. Substansi lain yang disekresei ke dalam lambung adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion kalium, natrium dan klorida.

Pada periode interdigestif (antar dua waktu pencernaan) sewaktu tidak ada pencernaan dalam usus, sekresi asam klorida terus berlangsung dalam kecepatan lambat yaitu 1 sampai 5 mEq/jam. Proses ini disebut pengeluaran asam basal (basal acid output, BAO). Diukur dengan pemeriksaan sekresi cairan lambung selama puasa 12 jam. Sekresi lambung normal pada saat ini, terutama terdiri atas mukus dan hanya sedikit pepsin dan asam. Tetapi, rangsangan emosional dapat meningkatkan BAO melalui saraf parasimpatis (vagus) dan diduga merupakan salah satu penyebab terjadinya ulkus peptikum.

Memahami dan menjelaskan regulasi sekresi lambung

Pengaturan sekresi lambung dapat dibagi menjdi fase sefalik, gastrik, dan intestinal. Fase sefalik sudah dimulai bahkan sebelum makanan masuk lambung, yaitu akibat melihat, mencium, memikirkan atau mengecap makanan. Fase ini seluruhnya diperntarai oleh saraf vagus dan dihilangkan dengan vagotomi. Sinyal neurogenik yang menyebabkan fase sefalik berasal dari korteks serebri atau pusat nafsu makan. Hal ini mengakibatkan kelenjar gastrik terangsang dan menyeksresikan HCl, pepsinogen, dan menambah mukus. Fase sefalik menghasilkan sekitar 10 % dari sekresi lambung normal yang berhubungan dengan makanan.

Fase gastrik dimulai saat makanan mencapai antrum pilorus. Distensi antrum juga menyebabkan terjadinya rangsangan mekanis dari reseptor-reseptor pada dinding lambung. Impuls tersebut berjalan menuju medula melalui aferen vagus dan kembali ke lambung melalui eferen vagus. Impuls ini merangsang pelepasan gastrin secara langsung juga merangsang kelenjar-kelenjar lambung. Gastrin dilepas dari antrum dan kemudian dibawa oleh aliran darah menuju kelenjar lambung, untuk merangsang sekresi. Fase sekresi gastrik menghasilkan lebih dari duapertiga sekresi lambung total setelah makan.

Fase intestinal dimulai oleh gerakan kimus dari lambung ke duodenum. Fase sekresi lambung diduga sebagian besar bersifat hormonal. Adanya protein yang tercerna sebagian dala duodenum tampaknya merangsang pelepasan gastrin usus, suatu hormon yang menyebabkan lambung terus menerus menyekskresikan sejumlah kecil cairan lambung. Meskipun demikian, peranan usus kecil sebagai penghambat sekresi lambung jauh lebih besar.Distensi usus halus menimbulkan refleks enterogastrik, diperantarai oleh pleksus mientrikus, saraf simpatis dan vagus, yang menghambat sekresi dan pengosongan lambung. Adanya asam, lemak dan hasil-hasil pemecahan protein menyebabkan lepasnya beberapa hormon usus. Sekretin, kolesitokinin, dan peptida pengahambat gastrik, semuanya memiliki efek inhibisi terhadap sekresi lambung.

Memahami pembentukan HCL dan liur lambungSel-sel parietal secara aktif mengeluarkan HCl ke dalam lumen kantung lambung, yang kemudian

mengalirkannya ke dalam lumen lambung. Ion H dan Cl secara aktif ditransportasikan oleh pompa yang berada di

Page 12: Skenario 1 GIT

membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipindahkan melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H dalam lumen mencapai 3 sampai 4 juta kali lebih besar daripada konsentrasinya didalam darah. Klorida juga disekresikan secara aktif tetapi melawan gradien konsentrasi yang jauh lebih kecil. Ion H yang disekresikan tidak dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses metabolisme didalam sel parietal. Apabila H disekresikan, netralitas interior sel dipertahankan oleh pembentukan H baru dari asam karbonat untuk menggantikan H yang keluar. Sel-sel parietal memiliki banyak enzim karbonat anhidrase, dengan adanya sel karbonat anhidrase, H2O mudah berikatan dengan CO2 yang diproduksi oleh sel parietal melalui proses metabolisme atau berdifusi masuk dari darah.

Pembentukan liur lambungLiur lambung mengandung mukus yang disekresikan oleh sel-sel mukosa permukaan dan leher di korpus

dan fundus serta sel-sel serupa di bagian lambung lain, terdiri dari glikoprotein yang disebut musin. Kandungan elektrolit liur lambung beragam sesuai kecepatan sekresi. Pada kecepatan sekresi yang rendah, konsentrasi Na tinggi dan konsentrasi H rendah, tetapi seiring dengan peningkatan sekresi asam, konsetrasi Na turun.

(Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem ed. 2. EGC.Jakarta.)

3. Memahami dan Menjelaskan Biokimia Gaster

Page 13: Skenario 1 GIT

Mengetahui dan memahami biokimia lambungSecret lambung :

- Cairan jernih berwarna kuning pucat- Mengandung hcl 0,2-0,5 %,ph =+1- Terdiri dari 97-99% air,sisanya musin,garam anorganik,dan enzim pencernaan

Pencernaan protein dan enzim yang terlibatA. Gaster

1. HCl lambungDi sekresi oleh sel parietal. Fungsinya untuk mendenaturasi protein dan membunuh bakteri.

2. Pepsina. Di sekresi oleh sel chief dalam bentuk zimogen disebut pepsinogen menjadi pepsin.pepsin akan

mengaktifkan molekul pepsinogen.pepsin memecah protein jadi proteosa dan pepton.b. Merupakan enzim endopeptidase yang bersifat spesifik.

3. Rennin (kimosin,rennet) terdapat pada pencernaan bayi. Fungsinya mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung, kasein susu menjadi parakasein aktif. Tidak terdapat pada lambung orang dewasa

DIGESTI PROTEINPepsin mengawali pencernaan protein. Peristiwa ini merupakan fungsi pencernaan utama lambung.

Pepsin dihasilkan oleh chief cell sebagai zimogen yang inaktif, pepsinogen. Pepsinogen ini diaktifkan menjadi pepsin oleh H+, yang memecah suatu polipeptida pelindung untuk memajan pepsin aktif; dan oleh pepsin itu sendiri, yang secara cepat mengaktifkan molekul pepsinogen (autokatalisis). Pepsin memecah protein yang terdenaturasi menjadi derivat polipeptida berukuran besar. Pepsin merupakan enzim endopeptidase karena menghidrolisis ikatan peptida yang terletak di dalam struktur polipeptida utama, bukan yang terletak di dekat residu terminal-amino atau –karboksil, yang merupakan ciri khas eksopeptidase. Enzim ini bersifat spesifik untuk ikatan peptida yang dibentuk oleh asam-asam amino aromatik (misal, tirosin) atau asam-asam amino dikarboksilat (misal, glutamat).

Renin (kimosin, rennet) mengkoagulasi susu

Renin memiliki peran penting pada proses pencernaan oleh bayi karena mencegah susu melintas secara cepat dari dalam lambung. Dengan adanya kalsium, renin mengubah kasein di dalam susu secara ireversibel

Page 14: Skenario 1 GIT

menjadi parakasein. Pepsin kemudian bekerja pada parakasein ini. Renin dilaporkan tidak ada pada lambung orang dewasa. Enzim ini digunakan dalam pembuatan keju.

DIGESTI LIPIDLipase melanjutkan pencernaan triasilgliserol. Panas lambung merupakan faktor penting untuk

mencairkan massa lemak yang berasal dai makanan; proses emulsifikasi terjadi dengan bantuan kontraksi peristaltik. Lambung mensekresikan lipase lambung (lipase gastrik) yang pada manusia merupakan lipase praduodenal utama. Lipase lingual dan gastrik memulai pencernaan lemak dengan menghidrolisis triasilgliserol yang mengandung asam lemak rantai pendek, sedang, dan umumnya asam lemak tak jenuh rantai panjang, untuk membentuk terutama asam lemak bebas serta 1,2-diasilgliserol, dengan ikatan sn-3 ester sebagai tempat hidrolisis utamanya. Enzim ini hancur pada nilai pH rendah, tetapi bekerja aktif sesudah makan karena kerja pendaparan yang dimiliki protein makanan di dalam lamung. Nilai pH optimal cukup luas, mulai dari 3,0 hingga 6,0.

B. PancreasPankreas terletak di dalam rongga perut bagian belakang, bentuknya memanjang dan menghasilkan

getah-getah pankreas. Pankreas juga mempunyai salah satu fungsi utama mengatur kadar gula dalam darah.Di dalam pankreas terdapat kelenjar insulin yang menghasilkan hormone insulin. Fungsi hormon insulin adalah mengubah gula darah yang disebut glukosa menjadi gula lain bernama glikogen. Glikogen ini disebut jugasebagai gula otot. Pengubahan glukosa menjadi glikogen mengakibatkan kadar glukosa darah menjadi stabil.

Getah yang terdapat di dalam pankreas adalah sebagai berikut.1) Tripsinogen2) Enterokinase: Enterokinase akan mengubah tripsinogen menjadi tripsin. Tripsinselanjutnya akan mengubah amilum menjadi maltosa.3) Lipase: Lipase berperan mengubah lemak menjadi asam lemak dangliserol.4) NaHCO3: Asam natrium karbonat yang terkandung di dalam getah pankreas memberi sifat asam pada lemak dan berperan membantu enzim lipase mencerna lemak menjadi asam lemak dan gliserol.

Pencernaan lemak dan enzim yang terlibat1. Untuk mencairkan lemak dibutuhkan panas lambung dengan bantuan kontraksi peristaltic2. Lemak(triasilgliserol) dihidrolisis menjadi asam lemak bebas + 1,2 diasilgliserol3. Enzim lipase pada ph rendah(hancur)4. Lemak dapat dicerna dalam waktu 2-4 jam5. Asam lemak hidrofilik diserap masuk kedalam v.porta6. Asam lemak hidrofobik(rantai panjang) akan diteruskan ke doedunum

Page 15: Skenario 1 GIT

Produk akhir pencernaan :

a. Monosakarida (terutama glukosa) untuk karbohidratb. Asam amino untuk proteinc. Asam lemak, gliserol, monoasilgliserol untuk triasilgliserold. Nukleobasa, nukleosida, pentosa untuk asam nukleat.

(Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper Edisi 27. EGC. Jakarta)

4. Memahami dan Menjelaskan Sindroma Dyspepsia

4.1 Menjelaskan Definisi

Dalam konsensus Roma II tahun 2000, disepakatai bahwa definisi disepsia sebagai dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen (dispepsia merupakan rasa sakit atau tidak nyaman di daerah abdomen atas).

Dispepsia adalah nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut bagian atas atau dada. Yang sering dirasakan sebagai adanya gas, perasaan penuh atau rasa sakit atau rasa terbakar di perut.

4.2 Menjelaskan Etiologi

Esofago-gastro-duodenalTukak peptik, gastritis kronis, gastritis

NSAID, keganasan

Obat-obatanAntiinflamasi non-steroid, teofilin,

digitalis, antibiotik

HepatobilierHepatitis, kolesistitis, kolelitiasis,

keganasan, disfungsi sphincter Odii.Pancreas Pankreatitis, keganasan

Penyakit sistemik lainDiabetes melitus, penyakit tiroid, gagal

ginjal, kehamilan, penyakit jantung koroner atau iskemik

1. Intoleransi Makanan atau Obat

intoleransi makanan merupakan penyebab dari dispepsia. pada kondisi akut, dispepsia mungkin disebabkan oleh makan berlebihan, makan yang terlalu cepat, makan makanan berlemak, makan saat keadaan stress, atau minum alcohol atau kopi terlalu banyak.

Selain makakan, banyak juga obat-obatan yang menyebabkan dyspepsia, seperti aspirin, NSAID, antibiotic (metronidazol, makrolid), obat diabetes (metformin, penghambat alfa glukosidase, analog amylin, antagonis reseptor GLP-1), obat antihipertensi (ACE inhibitor, angiotensin reseptor bloker), agen penurun kolesterol (niasin, fibrat), obat-obat neuropsikiatrik (penghambat kolinestraseàdonepezil, rivastigmine), SSRIs (fluoxetine, sertraline), penghambat serotonin-norepinefrin-reuptake (venlafaxine, duloxetine), obat Parkinson (agonis dopamine, monoamine oxidase (MAO-B) inhibitor), kortikosteroid, estrogen, digoxin, zat besi, dan opioids.

2. Dyspepsia Fungsional

dispepsia fungsional Ini adalah penyebab utama dyspepsia kronik. Pada 3-4 dari 10 pasien tidak ditemukan kelainan organik setelah di evaluasi. Gejala mungkin timbul dari interaksi yang kompleks dari peningkatan sensitivitas visceral aferen, pengosongan lambung yang terlambat atau sistem akomodasi makanan yang terganggu, atau stress psikososial. Walaupun jinak, gejala ini bisa menjadi kronik dan susah untuk disembuhkan apabila tidak ditangani dengan tepat.

3. Disfungsi Lumen dari Traktus Gastrointestinal

Page 16: Skenario 1 GIT

Dispepsia juga dapat terjadi akibat disfungsi lumen saluran cerna. keadaan keadaan berikut ini dapat menyebabkan disfungsi lumen saluran cerna: Ulkus peptik terjadi pada 5-15% pasien dyspepsia. Gastro Esofageal Refluks Desease (GERD) terjadi pada 20% pasien dengan dyspepsia, walaupun tanpa rasa terbakar di dada. Kanker lambung atau esophagus teridentifikasi pada 0.25-1% tapi ini sangat jarang pada orang di bawah 55 tahun dengan dyspepsia yang tidak berkomplikasi. Penyebab lainnya termasuk gastroparesis (terutama pada DM), intoleransi laktosa atau kondisi malabsorpsi, dan infeksi parasit (Giardia, Strongyloides, Anisakis).

4. Infeksi Helicobacter pylori

Helicobacter pylori dapat menginfeksi dan merusak mukosa lambung. Kerusakan ini disebabkan ammonia dan cystotosin dan zat lain yang dihasilkan oleh bakteri ini.

Walaupun infeksi lambung kronis karena H. pylori adalah penyebab utama dari penyakit ulkus peptic, infeksi ini bukan penyebab pada dyspepsia yang tidak ada penyakit ulkus peptiknya. Prevalensi dari H. pylori berhubungan dengan gastritis kronik pada pasien dengan dyspepsia tanpa penyakit ulkus peptic sekitar 20-50%, sama pada sebagian besar populasi.

5. Penyakit Pankreas

Karsinoma pancreas dan pancreatitis kronik sering bergejala dispepsi.

6. Penyakit Saluran Empedu

Nyeri epigastrik atau nyeri pada kuadran kanan atas karena kolelitiasis atau koledokolitiasis harus dibedakan dari dyspepsia.

7. Kondisi Lainnya

DM, penyakit tiroid , peyakit ginjal kronik, iskemik miokard, keganasan intraabdomen, volvulus gaster atau hernia paraesofageal, dan kehamilan kadang-kadang disertai dyspepsia.

4.3 Menjelaskan Epidemiologi

Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinis yang sering dijumpai dalam praktek praktis sehari-hari. Di Indonesia diperkirakan 30% kasus pada praktek umum dan 60% pada praktek spesialis merupakan kasus dispepsia. Di Amerika, prevalensi dispepsia sekitar 25%, tidak termasuk pasien dengan keluhan refluks. Insiden pastinya tidaklah terdokumentasi dengan baik, tetapi penelitian di Skandinavia menunjukkan dalam 3 bulan, dyspepsia berkembang pada 0,8% pada subyek tanpa keluhan dispepsia sebelumnya. Prevalensi keluhan saluran cerna menurut suatu pengkajian sistematik atas berbagai penelitian berbasis populasi (systematic review of population-based study) menyimpulkan angka bervariasi dari 11-41%. Jika keluhan terbakar di ulu hati dikeluarkan maka angkanya berkisar 4-14%.

Dispepsia masih menimbulkan masalah kesehatan karena merupakan masalah kesehatan yang kronik dan memerlukan pengobatan jangka panjang sehingga meningkatkan biaya perobatannya. Walaupun gejalanya hanya singkat dan dapat diobati sendiri oleh pasien tanpa berobat ke dokter. Dispepsia terjadi pada hampir 25% (dengan rentang 13%-40%) populasi tiap tahun tetapi tidak semua pasien yang terkena dispepsia akan mencari pengobatan medis.

4.4 Menjelaskan Klasifikasi

Sindroma dispepsia ini biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan, yang sifatnya hilang timbul atau terus-menerus. Karena banyaknya penyebab yang menimbulkan kumpulan gejala tersebut, maka sindroma dispepsia dapat diklasifikasian menjadi (1) dispepsia organik dan (2) dispepsia non-organik atau dispepsia fungsional.

a. Dispepsia organik

Page 17: Skenario 1 GIT

Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun. Istilah dispepsia organik baru dapat digunakan bila penyebabnya sudah jelas, antara lain:

1. Dispepsia tukak (ulcer-like dyspepsia). Keluhan penderita yang sering diajukan adalah rasa nyeri di ulu hati. Berkurang atau bertambahnya rasa nyeri ada hubungannya dengan makanan, pada tengah malam sering terbangun karena nyeri atau pedih di ulu hati. Hanya dengan pemeriksaan endoskopi dan radiologi dapat menentukan adanya tukak lambung atau di duodenum.

2. Dispepsia bukan tukak. Mempunyai keluhan yang mirip dengan dispepsi tukak. Biasa ditemukan pada gastritis, duodenitis, tetapi pada pemeriksaan endoskopi tidak ditemukan tanda-tanda tukak.

3. Refluks gastroesofageal. Gejala yang klasik dari refluks gastroesofageal yaitu rasa panas di dada dan regurgitasi asam, terutama setelah makan. Bila seseorang mempunyai keluhan tersebut disertai dengan keluhan sindroma dispepsia lainnya, maka dapat disebut sindroma dispepsia refluks gastroesofageal.

4. Penyakit saluran empedu. Sindroma dispepsi ini biasa ditemukan pada penyakit saluran empedu. Rasa nyeri dimulai dari perut kanan atas atau di ulu hati yang menjalar ke punggung dan bahu kanan.

5. Karsinoma. Karsinoma dari saluran cerna sering menimbulkan keluhan sindroma dispepsia. Keluhan yang sering diajukan adalah rasa nyeri di perut, kerluhan bertambah berkaitan dengan makanan, anoreksia, dan berat badan yang menurun.

6. Pankreatitis. Rasa nyeri timbulnya mendadak, yang menjalar ke punggung. Perut dirasa makin tegang dan kembung. Di samping itu, keluhan lain dari sindroma dispepsi juga ada.

7. Dispepsia pada sindroma malabsorbsi. Pada penderita ini—di samping mempunyai keluhan rasa nyeri perut, nausea, anoreksia, sering flatus, kembung—keluhan utama lainnya yang mencolok ialah timbulnya diare profus yang berlendir.

8. Dispepsia akibat obat-obatan. Banyak macam obat yang dapat menimbulkan rasa sakit atau tidak enak di daerah ulu hati tanpa atau disertai rasa mual, dan muntah, misalnya obat golongan NSAID (non steroid anti inflammatory drugs), teofilin, digitalis, antibiotik oral (terutama ampisilin, eritromisin), alkohol, dan lain-lain. Oleh karena itu, perlu ditanyakan obat yang dimakan sebelum timbulnya keluhan dispepsia.

9. Gangguan metabolisme. Diabetes melitus dengan neuropati sering timbul komplikasi pengosongan lambung yang lambat, sehingga timbul keluhan nausea, vomitus, perasaan lekas kenyang. Hipertiroidi mungkin menimbulkan keluhan rasa nyeri di perut dan vomitus, sedangkan hipotiroidi menyebabkan timbulnya hipomoltilitas lambung. Hiperparatiroidi mungkin disertai rasa nyeri di perut, nausea, vomitus, dan anoreksia.

b. Dispepsia non-organik/fungsional

Dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik, tetapi merupakan kelainan dari fungsi saluran makanan. Yang termasuk dispepsia fungsional adalah:

1. Dispepsia dismotilitas (dismotility-like dyspepsia)Pada dispepsia dismotilitas, umumnya terjadi gangguan motilitas, di antaranya: waktu pengosongan lambung

lambat, abnormalitas kontraktil, abnormalitas mioelektrik lambung, refluks gastroduodenal. Penderita dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi asam lambung yang meningkat.

Kelainan psikis, stres, dan faktor lingkungan juga dapat menimbulkan dispepsia fungsional. Hal ini dapat dijelaskan kembali pada faal saluran cerna pada proses pencernaan yang mendapat mengaruh dari nervus vagus. Nervus vagus tidak hanya merangsang sel parietal secara langsung, tetapi memungkinkannya efek dari antral gastrin dan rangsangan lain dari sel parietal. Dengan melihat, mencium bau, atau membayangkan suatu makanan saja sudah terbentuk asam lambung yang banyak, yang mengandung HCl dan pepsin.

Dispepsia fungsional :

1. Tipe seperti ulkus

Yang lebih dominan adalah nyeri epigastrik. Pasien memperlihatkan gejala seperti ulkus kronik. Gejala khasnya, nyeri terlokalisasi di epgastrium, sembuh setelah makan ataupun pemberian antasida, timbul sebelum makan ataupun ketika lapar. Pasien juga dapat terbangun di malam hari karena nyerinya. Nyeri ulcer-like dyspepsia timbul periodik dengan relaps dan remisi.

Page 18: Skenario 1 GIT

2. Tipe seperti dismotilitas.

Yang lebih dominan adalah kembung,mual,muntah,rasa penuh,cepat kenyang. Gejala karakteristiknya, rasa tidak nyaman yang diperburuk oleh makanan, rasa cepat kenyang, mual, muntah, dan kembung di abdomen atas. Ketiga, dispepsia nonspesifik atau campuran. Tipe ini timbul akibat kritik terhadap pembagian dispesia fungsional berdasarkan gejala yang dominan karena banyaknya laporan tumpang tindih gejala antar subgrup.

3. Tipe non spesifik

Tidak ada keluhan yang khas dan dominan

4.5 Menjelaskan Patofisiologi dan Patogenesis

4.6 Menjelaskan Manifestasi Klinis

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulkus-like dyspepsia) Gejala: nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid, nyeri saat lapar dan nyeri episodic.

Page 19: Skenario 1 GIT

2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia) Gejala: mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan, mual, muntah dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan.

3. Dispepsia non spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)

4.7 Menjelaskan Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya nyeri, nyeri tekan epigastrik atau distensi abdominal. Bising usus mungkin tidak ada.

Kriteria diagnostik Roma III untuk dispepsia fungsional

Dispepsia fungsionalKriteria diagnostik terpenuhi* bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:

1. Salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah ini:a. Rasa penuh setelah makan yang mengganggub. Perasaan cepat kenyangc. Nyeri ulu hatid. Rasa terbakar di daerah ulu hati/epigastrium

2. Tidak ditemukan bukti adanya kelainan struktural yang menyebabkan timbulnya gejala (termasuk yang terdeteksi saat endoskopi saluran cerna bagian atas [SCBA])

* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.

a. Postprandial distress syndrome

Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 2 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:1. Rasa penuh setelah makan yang mengganggu, terjadi setelah makan dengan porsi biasa, sedikitnya

terjadi beberapa kali seminggu2. Perasaan cepat kenyang yang membuat tidak mampu menghabiskan porsi makan biasa, sedikitnya

terjadi beberapa kali seminggu* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.

Kriteria penunjang1. Adanya rasa kembung di daerah perut bagian atas atau mual setelah makan atau bersendawa yang

berlebihan2. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom nyeri epigastrium.

b. Epigastric pain syndrome

Kriteria diagnostik* terpenuhi bila 5 poin di bawah ini seluruhnya terpenuhi:1. Nyeri atau rasa terbakar yang terlokalisasi di daerah epigastrium dengan tingkat keparahan

moderat/sedang, paling sedikit terjadi sekali dalam seminggu2. Nyeri timbul berulang3. Tidak menjalar atau terlokalisasi di daerah perut atau dada selain daerah perut bagian atas/epigastrium4. Tidak berkurang dengan BAB atau buang angin5. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria diagnosis kelainan kandung empedu dan sfi ngter Oddi

* Kriteria terpenuhi bila gejala-gejala di atas terjadi sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala timbul sedikitnya 6 bulan sebelum diagnosis.

Page 20: Skenario 1 GIT

Kriteria penunjang :1. Nyeri epigastrium dapat berupa rasa terbakar, namun tanpa menjalar ke daerah retrosternal2. Nyeri umumnya ditimbulkan atau berkurang dengan makan, namun mungkin timbul saat puasa3. Dapat timbul bersamaan dengan sindrom distres setelah makan.

Pemeriksaan Penunjang

Pada dasarnya, langkah pemeriksaan penunjang diagnostik adalah untuk mengeksklusi gangguan organik atau biokimiawi. Pemeriksaan laboratorium (gula darah, fungsi tiroid, fungsi pancreas, dan sebagainya), radiologi (barium meal, USG), dan endoskopi merupakan langkah yang paling penting untuk eksklusi penyebab organik ataupun biokimiawi. Untuk menilai patofisiologinya, dalam rangka mencari dasar terapi yang lebih kausatif, berbagai pemeriksaan dapat dilakukan, walaupun aplikasi klinisnya tidak jarang dinilai masih kontroversial. Misalnya pemeriksaan pH-metri untuk menilai tingkat sekresi asam lambung; manometri untuk menilai adanya gangguan fase III migrating motor complex (MMC); elektrogastrografi, skintigrafi, atau penggunaan pellet radioopaq untuk mengukur waktu pengosongan lambung, Helicobacter pylori, dan sebagainya.

a. Laboratorium. Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah, urine, dan tinja secara

rutin. Dari pemeriksaan darah, bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak, berarti kemungkinan pasien menderita malabsorbsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya diperiksa asam lambungnya.

b. Radiologis. Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran cerna. Setidak-

tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran cerna bagian atas dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal, akan tampak peristaltik di oesophagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang meninggi, serta sering menutupnya pylorus sehingga sedikit barium yang masuk ke intestinal. Pada tukak, baik di lambung maupun di duodenum, akan terlihat gambaran yang disebut niche, yaitu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin.

c. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi dari saluran cerna bagian atas akan banyak membantu menentukan

diagnosis. Yang perlu diperhatikan adalah ada-tidaknya kelainan di oesophagus, lambung, duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna mukosa, lesi, tumor (jinak atau ganas).

d. Ultrasonografi (USG) Merupakan sarana diagnostik yang non-invasif. Akhir-akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk

membantu menentukan diagnostik dari suatu penyakit, apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat digunakan setiap saat, dan pada kondisi pasien yang berat sekalipun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan kelainan di tractus biliaris, pancreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada dugaan di oesophagus dan lambung.

4.8 Menjelaskan Diagnosis

Anamnesaa. Nyeri ulu hatib. Penurunan berat badanc. Nyeri tekan epigastrium

Page 21: Skenario 1 GIT

4.9 Menjelaskan Diagnosis Banding

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

Umumnya, penderita penyakit ini sering melaporkan nyeri abdomen bagian atas epigastrum/ulu hati yang dapat ataupun regurgitasi asam. Kemungkinan lain, irritable bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri abdomen (perut) yang rekuren, yang berhubungan dengan buang air besar (defekasi) yang tidak teratur dan perut kembung.

Penyakit jantung iskemik

Umumnya sering memberi keluhan nyeri ulu hati, panas di dada, perut kembung, perasaan lekas kenyang. Penderita infark miokard dinding inferior juga sering memberikan keluhan rasa sakit perut di atas, mual, kembung, kadang-kadang penderita angina mempunyai keluhan menyerupai refluks gastroesofageal.

Penyakit vaskular kolagen

Terutama pada sklerodema di lambung atau usus halus, akan sering memberi keluhan sindroma dispepsia. Rasa nyeri perut sering ditemukan pada penderita SLE, terutama yang banyak mengkonsumsi kortikosteroid.

4.10 Menjelaskan Komplikasi

a. Perdarahanb. Kanker lambungc. Muntah darahd. Ulkus peptikum

Penderita sindroma dispepsia selama bertahun-tahun, dapat memicu adanya komplikasi yang tidak ringan. Salah satunya komplikasi Ulkus Peptikum, yaitu luka di dinding lambung yang dalam atau melebar, tergantung berapa lama lambung terpapar oleh asam lambung. Bila keadaan Ulkus Peptikum ini terus terjadi, luka akan semakin dalam dan dapat menimbulkan komplikasi pendarahan saluran cerna yang ditandai dengan terjadinya muntah darah. Muntah darah ini sebenarnya pertanda yang timbul belakangan. Awalnya penderita pasti akan mengalami buang air besar berwarna hitam terlebih dulu. Yang artinya sudah ada perdarahan awal.Tapi komplikasi yang paling dikuatirkan adalah terjadinya kanker lambung yang mengharuskan penderitanya melakukan operasi.

4.11 Menjelaskan Penatalaksanaan

1. DietetikTidak ada dietetik baku yang menghasilkan penyembuhan keluhan secara bermakna. Prinsip dasar

menghindari makanan pencetus serangan merupakan pegangan yang lebih bermanfaat. Makanan yang merangsang, seperti pedas, asam, tinggi lemak, kopi sebaiknya dipakai sebagai pegangan umum secara proporsional dan jangan sampai menurunkan/mempengaruhi kualitas hidup penderita. Bila keluhan cepat kenyang, dapat dianjurkan untuk makan porsi kecil tapi sering dan rendah lemak.

2. Medikamentosa

A. Antasid

Antasid ialah obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna untuk menghilangkan nyeri tukak peptik. Antacid tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan oleh lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktivitas pepsin. Mula kerja antacid sangat bergantung pada kelarutan dan kecepatan netralisasi asam. Sedangkan kecepatan pengosongan lambung sangat menentukan masa kerjanya. Semua antacid

Page 22: Skenario 1 GIT

meningkatkan produksi HCl berdasarkan kenaikan pH yang meningkatkan aktivitas gastrin. Antacid dibagi dalam 2 golongan, yaitu :

1. Antasid sistemik

Antasid sistemik diabsorpsi didalam usus halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosis metabolic.

a. Natrium Bikarbonat

Natrium bikarbonat cepat menetralkan HCl lambung karena daya larutnya tinggi. Karbondioksida yang terbentuk dalam lambung akan menimbulkan sendawa. Distensi lambung dapat terjadi, dan dapat menimbulkan perforasi. Selain dapat menimbulkan alkalosis metabolic, obat ini juga dapat menyebabkan retensi natrium dan edema.

2. Antasid non-sistemik

Antasid non-sistemik hampir tidak diabsorpsi dalam usus sehingga tidak menimbulkan alkalosis metabolik.a. Aluminium Hidroksida (Al(OH)3)

Daya menetralkan asam lambungnya lambat, tetapi masa kerjanya lebih panjang. Al(OH)3 dan sediaan Al lainnya bereaksi dengan fosfat membentuk aluminium fosfat yang sukar diabsorpsi di usus kecil, sehingga ekskresi fosfat melalui urin berkurang sedangkan melalui tinja bertambah. Ion aluminium dapat bereaksi dengan protein sehingga bersifat astrigen. Antasid ini mengadsorbsi pepsin dan menginaktivasinya. Efek samping Al(OH)3 yang utama adalah konstipasi. Ini dapat diatasi dengan memberikan antacid garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi. Gangguan absorpsi fosfat dapat terjadi sehingga menimbulkan symbol deplesi fosfat disertai osteomalasia. Aluminium hidroksida digunakan untuk mengobati tukak peptik, nefrolitiasis fosfat dan sebagai adsorben pada keracunan.

b. Kalsium Karbonat

Kalsium karbonat merupakan antasid yang efektif, karena mula kerjanya cepat, maka kerjanya lama dan daya menetralkan asamnya cukup tinggi. Kalsium karbonat dapat menyebabkan konstipasi, mual, muntah, perdarahan saluran cerna dan disfungsi ginjal dan fenomena acid rebound. Fenomena tersebut bukan berdasar daya netralisasi asam, tapi merupakan kerja langsung kalsium di antrum yang mensekresi gastrin yang merangsang sel parietal yang mengeluarkan HCl. Sebagai akibatnya, sekresi asam pada malam hari akan sangat tinggi yang akan mengurangi efek netralisasi obat ini. Efek serius yang dapat terjadi adalah hiperkalsemia, kalsifikasi metastatic, alkalosis, azotemia.

c. Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2) :

Magnesium hidroksida digunakan sebagai katartik dan antacid. Obat ini praktis tidak larut dan tidak efektif sebelum obat ini bereaksi dengan HCl membentuk MgCl2. Magnesium hidroksida yang tidak bereaksi akan tetap berada dalam lambung dan akan menetralkan HCl yang disekresi belakangan sehingga masa kerjanya lama. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak diabsorpsi, tetap berada dalam usus dan akan menarik air.

d. Magnesium Trisilikat

Silikon dioksid berupa gel yang terbentuk dalam lambung diduga berfungsi menutup tukak. Sebanyak 7% silica dari magnesium trisilikat akan diabsorpsi melalui usus dan diekskresi dalam urin. Silica gel dan magnesium trisilikat merupakan adsorben yang baik; tidak hanya mengadsorpsi pepsin tapi juga protein dan besi dalam makanan. Dosis tinggi magnesium trisilikat menyebabkan diare. Banyak dilaporkan terjadinya batu silikat setelah penggunaan kronik magnesium trisilikat.

B. Obat penghambat sekresi asam lambung I. Penghambat pompa proton (PPI)

Page 23: Skenario 1 GIT

Obat ini bekerja di proses akhir produksi asam lambung, lebih distal dari AMP. Saat ini yang digunakan di klinik adalah omeprazol, esomeprazol, lansoprazol, rabeprazol, dan pantoprazol. Penghambat pompa proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorpsi dan masuk ke sirkulasi sitemik obat ini akan berdifusi ke sel parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar dan mengalami aktivasi disitu menjadi bentuk sulfonamide tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfihidril enzim H+K+

ATPase (pompa proton) dan berada di membrane apical sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri parut, konstipasi, dan diare. Dilaporkan pula terjadi myopati subakut, artralgia, sakit kepala dan ruam kulit.

Farmakodinamik: Penghambat pompa proton adalah prodrug yang memebutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik, obat ini akan berdifusi ke parietal lambung, terkumpul di kanalikuli sekretoar, dan mengalami aktivasi di situ membentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan gugus sulfhidril enzim H+, K+, ATP-ase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran sel parietal. Ikatan ini mengakibatkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung berhenti 80%-95% setelah penghambatan pompa poroton tersebut.

Penghambatan berlangsung lama antara 24-48 jam dan dapat menurunkan sekresi asam lambung basal atau akibat stimulasi, terlepas dari jenis perangsangnya histamin, asetilkolin, atau gastrin. Hambatan ini sifatnya irreversibel, produksi asam kembali dapat terjdai 3-4 hari pengobatan dihentikan.

Farmakokinetik: Penghambat pompa proton sebaiknya diberikan dalam sediaan salut enterik untuk mencegah degradasi zat aktif tersebut dalam suasana asam. Sediaan ini tidak mengalami aktivasi di lambung sehingga bio-availabilitasnya labih baik. Tablet yang dipecah dilambung mengalami aktivasi lalu terikat pada berbagai gugus sulfhidril mukus dan makanan. Bioalvailabilitasnya akan menurun sampai dengan 50% karena pengaruh makanan. Oleh sebab itu, sebaiknya diberikan 30 menit setelah makan.

Obat ini mempunyai masalah bioalvailabilitas, formulasi berbeda memperlihatkan persentasi jumlah absorbsi yang bervariasi luas. Bioalvailabilitas yang bukan salut enterik meningkat dalam 5-7 hari, ini dapat dijelaskan dengan berkurangnya prosuksi asam lambung setelah obat bekerja. Obat ini dimetabolisme di hati oleh sitokrom P 450 (CYP), terutama CYP2P19 dan CYP3A4.

Indikasi: Indikasi obat ini sama dengan AH2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom Zollinger-Ellison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik pada AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu.

Efek samping: Efek samping yang umum terjadi adalah mual, nyeri perut, konstipasi, flatulence, dan diare. Dilaporkan pula terjadi miopati subakut, atralgia, sakit kepala, dan ruam kulit.

Sediaan dan posologi: Omeprazol tersedia dalam bentuk kapsul 10 mg dan 20 mg, diberikan 1 kali/hari selama 8 minggu. Esomeprazol tersedia dalam bentuk salut enterik 20 mg dan 40 mg, serta sediaan vial 40 mg/10 ml. Pantoprazol tersedia dalam bentuk tablet 20 mg dan 40 mg.

II. Sucralfate.

Cara kerjanya adalah dengan membentuk selaput pelindung di dasar ulkus untuk mempercepat penyembuhan. Sangat efektif untuk mengobati ulkus peptikum dan merupakan pilihan kedua dari antasid. Sucralfate diminum 3-4 kali/hari dan tidak diserap ke dalam darah, sehingga efek sampingnya sedikit, tetapi bisa menyebabkan sembelit.

III. Antagonis H2.

Contohnya adalah cimetidine, ranitidine, famotidine dan nizatidine. Obat ini mempercepat penyembuhan ulkus dengan mengurangi jumlah asam dan enzim pencernaan di dalam lambung dan duodenum. Diminum 1 kali/hari dan beberapa diantaranya bisa diperoleh tanpa resep dokter. Pada pria cimetidine bisa menyebabkan

Page 24: Skenario 1 GIT

pembesaran payudara yang bersifat sementara dan jika diminum dalam waktu lama dengan dosis yang tinggi bisa menyebabkan impotensi.

Perubahan mental (terutama pada penderita usia lanjut), diare, ruam, demam dan nyeri otot telah dilaporkan terjadi pada 1% penderita yang mengkonsumsi cimetidine. Jika penderita mengalami salah satu dari efek samping tersebut diatas, maka sebaiknya cimetidine diganti dengan antagonis H2 lainnya. Cimetidine bisa mempengaruhi pembuangan obat tertentu dari tubuh (misalnya teofilin untuk asma, warfarin untuk pembekuan darah dan phenytoin untuk kejang).

C. Obat yang meningkatkan pertahanan mukosa lambung

Sulkralfat

Senyawa aluminium sukrosa sulfat ini membentuk polimer mirip lem dalam suasana asam dan terikat pada jaringan nekrotik tukak secara selektif. Sulkralfat hampir tidak diabsorpsi secara sistemik. Obat yang bekerja sebagai sawar terhadap HCl dan pepsin ini terutama efektif terhadap tukak duodenum. Karena suasana asam perlu untuk mengaktifkan obat ini, maka pemberian bersama AH2 atau antasid menurunkan biovailabilitas. Efek samping yang tersering adalah konstipasi. Karena sulkralfat mengandung aluminium, penggunaannya pada pasien gagal ginjal harus hati-hati.

D. Antibiotik Untuk H. pyloriTerdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang paling sering digunakan adalah

kombinasi dari antibiotik dan penghambat pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan meningkatkan efektifitas antibiotik.

Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya meningkatkan efektifitas.

Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.

A. Terapi lini pertama

Urutan Prioritas:

a. PPI + amoksisilin + kklaritromisinb. PPI + metronidazol + klaritromisinc. PPI + metronidazol + tetrasiklin

Pengobatan dilakukan selama satu minggu.

B. Terapi lini kedua atau terapi kuadrupel

Terapi lini kedua dilakukan jika terdapat kegagalan pada lini pertama. Kriteria gagal adalah 4 minggu pasca terapi, kuman H.pylori tetap positif berdasarkan pemeriksaan UBT/HpSA atau histopatologi.

Urutan prioritas:

a. Collodial bismuth subcitrate + PPI + amoksisilin + kklaritromisinb. Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + klaritromisin

Page 25: Skenario 1 GIT

c. Collodial bismuth subcitrate + PPI + metronidazol + tetrasiklin

Bila terapi lini kedua gagal sangat dianjurkan pemeriksaan kultur dan resistensi H.pylori dengan media transport MIU.

E. Prokinetik Yang termasuk obat golongan ini adalah bathanecol, metoklopramid, domperidon, cisapride.

a. BathanecolTermasuk obat kalinomimetik yang menghambat asetilkolin esterase. Obat ini dipakai untuk mengobati penderita dengan refluks gastroesophageal, makanan yang dirasa tidak turun, transit oesophageal yang melantur, gastroparesis, kolik empedu. Efek sampingnya cukup banyak, terutama pada aksi parasimpatis sistemik, di antaranya adalah sakit kepala, mata kabur, kejang perut, nausea dan vomitus, spasme kandung kemih, berkeringat. Oleh karena itu, obat ini mulai tidak digunakan lagi.

F. MetoklopramidSecara kimia, obat ini ada hubungannya dengan prokainamid yang mempunyai efek anti-dopaminergik dan kolinomimetik. Jadi, obat ini berkhasiat sentral maupun perifer. Khasiat metoklopramid antara lain:

- meningkatkan pembedaan asetilkolin dari saraf terminal postganglion kolinergik,- merangsang reseptor muskarinik pada asetilkolin, dan- merupakan reseptor antagonis dopaminJadi, dengan demikian, metoklopramid akan merangsang kontraksi dari saluran cerna dan mempercepat pengosongan lambung.

Efek samping yang ditimbulkan oleh obat ini antara lain reaksi distonik, iritabilitas atau sedasi, dan efek samping ekstrapiramidal karena efek antagonisme dopamin sentral dari metoklorpamid. Pemberian dosis tinggi pada anak dapat menyebabkan hipertonis dan kejang.

G. DomperidonDomperidon merupakan derivat benzimidazol. Karena domperidon merupakan antagonis dopamin perifer dan tidak menembus sawar darah otak, maka tidak mempengaruhi reseptor dopamin saraf pusat, sehingga mempunyai efek samping yang rendah daripada metoklopramid.

Pemberian obat ini akan meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah sehingga mencegah terjadinya refluks gastroesophagus. Obat ini akan meningkatkan koordinasi antroduodenal, dan memperbaiki motilitas lambung yang sedang terganggu, yaitu dengan jalan meningkatkan kontraktiliitas serta menghambat relaksasi lambung sehingga pengosongan lambung akan lebih cepat.

Domperidon bermanfaat untuk pengobatan dispepsia yang disertai masa pengosongan yang lambat, refluks gastroesophagus, anoreksia nervosa, gastroparesis. Demikian pula bermanfaat sebagai obat antiemetik pada penderita pasca-bedah, bahkan efektif sebagai pencegah muntah pada penderita yang mendapat kemoterapi.

Efek sampingnya lebih rendah daripada metoklopramid, yaitu mulut kering, kulit gatal, diare, pusing. Pada pemberian jangka panjang atau dosis tinggi, efeknya akan meningkatkan sekresi prolaktin, dan dapat menimbulkan ginekomasti pada pria, serta galaktore dan amenore pada wanita.

H. CisaprideCisapride merupakan derivat benzidamide dan tergolong obat prokinetik baru yang

mempunyai khasiat memperbaiki motilitas seluruh saluran cerna. Obat ini mempunyai spektrum yang luas.

Page 26: Skenario 1 GIT

Pada penderita dengan dispepsia, dimana sering terjadi gangguan motilitas pada saluran cerna bagian atas, obat ini bermanfaat untuk memperbaiki. Hal ini disebabkan karena cisapride meningkatkan tonus sphincter oesophagus bagian bawah, peristaltik oesophagus, dan pengosongan oesophagus. Di samping itu, akan meningkatkan peristaltik antrum, memperbaiki koordinasi gastro-duodenum dan mempercepat pengosongan lambung. Manfaat cisapride pada saluran cerna bagian bawah yaitu akan merangsang aktivitas motorik usus halus dan kolon sehingga mempercepat transit di sini. Jadi, obat ini juga bermanfaat pada pseudo-obstruksi usus kronis idiopatik, pada penderita konstipasi karena paraplegia, dan pemakai obat laxatif yang menahun. Efek samping yang ditimbulkannya yaitu borborigmi, diare, dan rasa kejang di perut yang sifatnya sementar.

4.12 Menjelaskan Pencegahan

A. Pencegahan Primer (Primary Prevention) Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko dispepsia bagi individu yang belum

ataupun mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat, promosi kesehatan (Health Promotion) kepada masyarakat mengenai :

a.Modifikasi pola hidup dimana perlu diberi penjelasan bagaimana mengenali dan menghindari keadaan yang potensial mencetuskan serangan dispepsia.

b.Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap bersih, perbaikan sosioekonomi dan gizi dan penyediaan air bersih.

c.Khusus untuk bayi, perlu diperhatikan pemberian makanan. Makanan yang diberikan harus diperhatikan porsinya sesuai dengan umur bayi. Susu yang diberikan juga diperhatikan porsi pemberiannya.

d.Mengurangi makan makanan yang pedas, asam dan minuman yang beralkohol, kopi serta merokok.

B. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention) Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera (Early Diagmosis and

Prompt Treatment).

a.Diagnosis Dini (Early Diagnosis)

Setiap penderita dispepsia sebaiknya diperiksa dengan cermat. Evaluasi klinik meliputi anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik, laboratorik serta pemeriksaan penunjang yang diperlukan, misalnya endoskopi atau ultrasonografi.

C. Pencegahan Tertier

a. Rehabilitasi mental melalui konseling dengan psikiater, dilakukan bagi penderita gangguan mental akibat tekanan yang dialami penderita dispepsia terhadap masalah yang dihadapi.

b.Rehabilitasi sosial dan fisik dilakukan bagi pasien yang sudah lama dirawat di rumah sakit agar tidak mengalami gangguan ketika kembali ke masyarakat.

4.13 Menjelaskan Prognosis

Dispepsia fungsional yang ditegakkan setelah pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai prognosis yang baik.

Page 27: Skenario 1 GIT

Epidemiologi

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan -peptein (pencernaan). Berdasarkan konsensus International Panel of Clinical Investigators, dispepsia didefi nisikan sebagai rasa nyeri atau tidak nyaman yang terutama dirasakan di daerah perut bagian atas, sedangkan menurut Kriteria Roma III terbaru, dispepsia fungsional didefi nisikan sebagai sindrom yang mencakup satu atau lebih dari gejala-gejala berikut: perasaan perut penuh setelah makan, cepat kenyang, atau rasa terbakar di ulu hati, yang berlangsung sedikitnya dalam 3 bulan terakhir, dengan awal mula gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum diagnosis.

Dispepsia merupakan keluhan klinis yang sering dijumpai dalam praktik klinis seharihari. Menurut studi berbasiskan populasi pada tahun 2007, ditemukan peningkatan prevalensi dispepsia fungsional dari 1,9%pada tahun 1988 menjadi 3,3% pada tahun 2003. Istilah dispepsia sendiri mulai gencar dikemukakan sejak akhir tahun 1980-an, yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala (sindrom) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa, regurgitasi, dan rasa panas yang menjalar di dada. Sindrom atau keluhan ini dapat disebabkan atau didasari oleh berbagai penyakit, tentunya termasuk juga di dalamnya penyakit yang mengenai lambung, atau yanglebih dikenal sebagai penyakit maag.

Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh kunjungan ke sarana layanan kesehatan primer.Bahkan, sebuah studi tahun 2011 di Denmark mengungkapkanbahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia ternyata telah terinfeksi H. pyloriyang terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Sudoyo, Aru W., Bambang Setyohadi, dkk., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed. 4, Interna Publishing. Jakarta.

Gunawan, Gan Sulistia. 2009. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Balai Penerbit FKUI. Jakarta