sekularisasi ditinjau kembali 2 dp

94

Upload: budimanheryanto

Post on 14-Oct-2015

30 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

  • BAGIAN II

    Studi-studi Kasus Agama dan Politik

    101

    Democracy Project

  • 102

    Democracy Project

  • 4Teka-teki Sekularisasidi Amerika Serikat dan Eropa Barat

    TERLEPAS DARI KEKAYAAN BUKTI-BUKTI TENTANG SEKULARISASI YANG TELAHkami dokumentasikan dalam masyarakat-masyarakat pasca-industri,para kritikus dapat mengatakan bahwa kami masih tidak men -jelaskan berbagai anomali penting dalam pola-pola ini. Tantanganterkuat terhadap teori sekularisasi muncul dari para pengamatAmerika yang menyatakan bahwa klaim-klaim tentang jemaah-jemaah gereja yang terus terkikis di Eropa Barat sangat bertentangandengan kecenderungan-kecenderungan di Amerika Serikat (AS),paling tidak hingga awal 1990-an.1

    Untuk mengkaji isu-isu ini, Bagian I menggambarkan bukti-buktisistematis dan konsisten yang menunjukkan berbagai variasi dalamreligiusitas di kalangan negara-negara pasca-industri, khususnyaperbedaan-perbedaan antara Amerika dan Eropa Barat. Bab iniberfokus pada negara-negara pasca-industri yang mirip, yaknisemua masyarakat yang makmur dan demokrasi-demokrasi mapan,yang sebagian besar (namun tidak semua) memiliki suatu warisanbudaya Kristen, meskipun jelas tetap terdapat kantong penting yangmembedakan Eropa Katolik dan Protestan. Semua negara inimerupakan perekonomian-perekonomian sektor-jasa pengetahuanyang secara umum memiliki tingkat pendidikan dan kemakmuranyang mirip, serta merupakan negara-negara demokratis yang stabildan mapan.2 Kerangka ini membantu mengontrol banyak faktor

    103

    Democracy Project

  • 104 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

    yang mungkin dianggap membentuk pola-pola religiusitas, yangmemungkinkan kita untuk membandingkan mereka satu sama lain.Proses ini mempermudah kerangka komparatif yang paling mirip,dan dengan demikian membatasi, atau bahkan menghilangkan,sebagian dari berbagai faktor yang dapat menyebabkan variasi-variasi dalam perilaku keagamaan. Bab ini mengkaji apakah ASsebagaimana yang selama ini umum diyakini memang merupakansuatu pengecualian di kalangan negara-negara kaya dalam halvitalitas kehidupan spiritualnya, atau apakahseperti yang di -kemukakan BergerEropa Barat adalah pengecualian dalamsekularisasinya.3 Dengan dasar ini, Bagian II kemudian mengkajibukti-bukti untuk menguji teori-teori sekularisasi pasar keagamaan,fungsionalis, dan keamanan. Teori pasar keagamaan mempostulasi -kan bahwa kompetisi yang intens antara kelompok-kelompokkeagamaan yang saling bersaing menghasilkan gejolak aktivitas yangmenjelaskan vitalitas kehadiran para jemaah di gereja. Penjelasanfungsionalis berfokus pada merosotnya peran sosial dari institusi-institusi keagamaan, setelah berkembangnya negara kesejahteraandan sektor publik. Kami membandingkan bukti-bukti yang men -dukung penjelasan-penjelasan ini dengan teori sekularisasi ke -amanan, yang didasarkan atas modernisasi sosial, perkembanganmanusia, dan ketidaksetaraan ekonomi, yang menjadi inti buku ini.

    Membandingkan Religiusitasdi Negara-negara Pasca-Industri

    Kita dapat mulai dengan mengkaji bukti-bukti lintas-negara dalamkaitannya dengan bagaimana indikator-indikator religiusitas yangtelah kita bahas sebelumnya berlaku untuk negara-negara pasca-industri. Gambar 4.1 memperlihatkan pola dasar perilaku ke -agamaan, menunjukkan kontras-kontras penting antara kelompoknegara yang sejauh ini terbukti paling religius dalam perbandinganini, yang mencakup AS, Irlandia, dan Italia. Di ekstrem yang lain,negara-negara yang paling sekular mencakup Prancis, Denmark, danInggris. Terdapat suatu pola yang cukup serupa di antara keduaindikator perilaku keagamaan tersebut, yang menunjukkan bahwabaik bentuk partisipasi kolektif maupun individual cukup konsistendi tiap-tiap masyarakat. Oleh karena itu, meskipun agama di ASsangat khas di antara negara-negara kaya, tetap merupakan suatuhal yang menyesatkan untuk mengacu pada eksepsionalisme

  • Amerika seperti yang ditegaskan banyak pihak seolah-olah iamerupakan sebuah kasus yang menyimpang dari semua negarapasca-industri yang lain, karena kita bisa melihat berbagai ke -miripannya (AS) dengan Irlandia dan Italia.

    Kontras-kontras yang menonjol di Eropa tersebut digambarkanlebih jauh dalam Gambar 4.2, yang memetakan Eropa Utara yangsekular dibandingkan dengan bertahannya kebiasaan-kebiasaankehadiran di gereja yang lebih reguler di Eropa Selatan, sertaperbedaan-perbedaan di Eropa Tengah dan Timur yang akan dikaji

    Gambar 4.1.Perilaku Keagamaan di Negara-negara Pasca-Industri

    CATATAN: Partisipasi keagamaan: P185: Selain pernikahan, pemakaman, danpembabtisan, seberapa sering kira-kira anda menghadiri ibadah-ibadah keagamaanbelakangan ini? Lebih dari sekali seminggu, sekali seminggu, sekali sebulan, hanyapada hari raya-hari raya tertentu, sekali setahun, sangat jarang, tidak pernah atauhampir tidak pernah. Rata-rata frekuensi kehadiran dalam ibadah-ibadah keaga-maan. Frekuensi berdoa? P199: Seberapa sering anda berdoa kepada Tuhan di luaribadah-ibadah keagamaan? Apakah ... setiap hari (7), lebih dari sekali seminggu (6),sekali seminggu (5), setidaknya sekali sebulan (4), beberapa kali se tahun (3), sangatjarang (2), tidak pernah(1). Rata-rata frekuensi per masyarakat.Sumber: Survei Nilai-nilai Dunia/Survei Nilai-nilai Eropa, gabungan 1981-2001.

    Rend

    ah

    Par

    tisipa

    si ke

    agam

    aan

    T

    inggi

    Rendah Frekuensi berdoa Tinggi

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 105

    Democracy Project

    Kurang Religius

    Budaya Keagamaan

    Timur

    Protestan

    Katolik Roma ______

    Rsq = 0.8037

    Sangat Religius

  • dalam bab-bab berikutnya. Gap keagamaan Utara-Selatan di UniEropa tersebut jelas merupakan suatu teka-teki yang tidak bisadijelaskan hanya dengan proses perkembangan sosial, karena inisemua adalah negara-negara kaya. Penjelasan-penjelasan yang lebihmasuk akal mencakup kuatnya religiusitas dalam budaya-budayaProtestan dan Katolik sekarang ini, serta perbedaan-perbedaansosial dalam kesetaraan ekonomi. Kontras-kontras ini penting danjelas perlu diteliti dengan cermat.

    Kecenderungan-kecenderungandalam Sekularisasi di Eropa Barat

    Salah satu alasan bagi terdapatnya variasi-variasi lintas-negara inibisa jadi adalah bahwa sebagian besar masyarakat pasca-industri

    Gambar 4.2. Partisipasi Keagamaan di Eropa

    CATATAN: Partisipasi keagamaan: P185: Selain pernikahan, pemakaman, danpembabtisan, seberapa sering kira-kira anda menghadiri ibadah-ibadah keagamaanbelakangan ini? Lebih dari sekali seminggu, sekali seminggu, sekali sebulan, hanyapada hari raya-hari raya tertentu, sekali setahun, sangat jarang, tidak pernah atauhampir tidak pernah. Rata-rata frekuensi kehadiran dalam ibadah-ibadah ke aga-ma an. Sumber: Survei Nilai-nilai Dunia/Survei Nilai-nilai Eropa, gabungan 1981-2001.

    Partisipasi keagamaanRata-rata

    106 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 107

    Democracy Project

    telah mengalami suatu pengikisan religiusitas yang kuat selama erapasca-perang, namun kecenderungan-kecenderungan ini terjadi darititik-titik tolak yang berbeda, dalam cara-cara yang berlainan,karena warisan historis dari institusi-institusi dan budaya-budayakeagamaan di tiap-tiap masyarakat. Bagaimana nasib akhir gerejasekarang ini pada umumnya sangat mungkin bergantung pada dimana mereka mulai.

    Kami akan memperlihatkan bahwa bukti-bukti yang ada diEropa Barat secara konsisten dan jelas menunjukkan dua hal:keyakinan-keyakinan keagamaan tradisional dan keterlibatan dalamagama yang terlembagakan (i) sangat berbeda-beda dari satu negarake negara lain, dan (ii) terus-menerus mengalami kemerosotan diseluruh Eropa Barat, khususnya sejak 1960-an. Berbagai studi telahsering kali melaporkan bahwa banyak orang Eropa Barat sekarangini tidak lagi hadir di gereja secara reguler di luar waktu-waktukhusus seperti Natal dan Paskah, pernikahan dan pemakaman, suatupola yang terlihat terutama di kalangan kaum muda.4 Jagodzinskidan Dobbelaere, misalnya, membandingkan proporsi orang-orangyang hadir di gereja secara reguler (mingguan) di tujuh negaraEropa dari 1970 hingga 1991, yang didasarkan atas survei-surveiEurobarometer, dan menemukan suatu kemerosotan jemaah gerejayang dramatis selama periode ini di negara-negara Katolik yangdibandingkan (Belgia, Prancis, Belanda, Jerman Barat). Keseluruhantingkat ketidakterikatan dengan gereja mengalami peningkatan ter -besar di Prancis, Inggris, dan Belanda: Meskipun saat dan rutenyaberbeda-beda dari satu negara ke negara lain, ungkap kedua penulisitu, kecenderungan umumnya cukup stabil: dalam jangka panjang,persentase mereka yang tidak-terikat [dengan gereja] meningkat.5Berbagai studi memberikan banyak bukti yang menegaskan pola-pola kemerosotan religiusitas yang mirip yang ditemukan di banyaknegara pasca-industri yang lain.6

    Berbagai kecenderungan di beberapa dekade belakangan inimenggambarkan konsistensi proses sekularisasi tersebut terlepasdari indikator atau survei tertentu yang dipilih. Gambar 4.3 mem -perlihatkan merosotnya tingkat kehadiran reguler di gereja yangtelah terjadi di seluruh Eropa Barat sejak awal 1970-an.Kemerosotan tersebut paling kuat dan signifikan berlangsung dibanyak masyarakat Katolik, khususnya Belgia, Prancis, Irlandia,Luksemburg, Belanda, Portugis, dan Spanyol.7 Menyimpulkan,seperti yang dilakukan Greeley, bahwa agama masih relatif tidakberubah di negara-negara Katolik Eropa yang tradisional tampak

  • merupakan suatu kemenangan harapan atas pengalaman, dan sangatbertentangan dengan bukti-bukti.8 Kontras-kontras yang menonjoldalam kuatnya kebiasaan-kebiasaan untuk hadir di gereja tetap jelas,katakanlah antara angka-angka partisipasi keagamaan sekarang inidi Irlandia dan Denmark. Namun, semua kecenderungan tersebutsecara konsisten menurun. Selain itu, kemerosotan religiusitastersebut tidak secara khusus terjadi di negara-negara Eropa Barat;kehadiran reguler di gereja juga menurun selama dua dekadeterakhir di negara-negara Anglo-Amerika yang makmur sepertiKanada dan Australia.9

    Gambar 4.3. Partisipasi Keagamaan di Eropa Barat, 1970-1999

    CATATAN: Persentase populasi yang mengatakan bahwa mereka menghadiri suatupelayanan keagamaan setidaknya sekali seminggu dan garis regresi dari kecen-derungan tersebut.

    Sumber: The Mannheim Eurobarometer Trend File 1970-1999.

    Belgia Denmark Prancis Inggris

    gere

    jage

    reja

    gere

    jage

    reja

    Jerman Yunani Irlandia Itali

    Luxemburg Belanda Norwegia Portugal

    Spanyol

    tahun

    108 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 109

    Democracy Project

    Penafsiran lain atas pola-pola ini diberikan oleh mereka yangmenekankan bahwa kecenderungan-kecenderungan dalam kehadir -an di gereja menarik namun juga usang, karena religiusitas sekarangini telah berkembang dan menemukan kembali dirinya dalamberagam bentuk spiritualitas pribadi. Para pengamat seperti WadeClark Roof menyatakan bahwa keterlibatan kolektif dengan agamadalam kehidupan publik telah terkikis di Amerika di kalangangenerasi yang lebih muda. Alasan-alasan bagi hal ini antara lainadalah merosotnya status dan otoritas lembaga gereja dankependetaan tradisional, individualisasi pencarian akan spiritualitas,dan munculnya berbagai macam gerakan New Age yang berfokuspada agama yang hidup.10 Perkembangan-perkembangan ini di -contohkan oleh bangkitnya praktik-praktik spiritual alternatifseperti astrologi, meditasi, dan terapi-terapi alternatif, yang meliputiberagam brikolase keyakinan-keyakinan pribadi. Jika per kem bang -an-perkembangan yang serupa juga tampak di Eropa, akibatnyaketerlibatan publik dengan gereja bisa digantikan oleh suatupencarian pribadi atau personal akan spiritualitas dan maknahidup, yang menjadikan praktik-praktik, keyakinan-keyakinan dansimbol-simbol religiusitas kurang menonjol.11 Selain itu, di luarpola-pola kehadiran di gereja, berbagai kecenderungan dalamreligiusitas Eropa bisa dianggap sebagai sesuatu yang kompleks;Greeley, misalnya, menyatakan bahwa indikator-indikator keyakin -an subyektif di Eropa, yang dicontohkan oleh keyakinan padaTuhan atau hidup setelah mati, memperlihatkan suatu gambarancampuran selama dua dekade terakhir, dan bukan sekadar suatukemerosotan yang seragam: Di beberapa negara, agama meningkat(terutama di bekas negara-negara komunis dan khususnya Rusia); dinegara-negara lain agama merosot (terutama di Inggris, Belanda,dan Prancis); dan di beberapa negara yang lain lagi agama relatiftidak berubah (negara-negara Katolik tradisional); dan di sebagiannegara yang lain lagi (beberapa negara sosial demokratik) agamamerosot sekaligus meningkat.12 Melihat keberagaman itu, Greeleymenyarankan bahwa usaha sederhana untuk menemukan sekular -isasi hendaknya ditinggalkan, dan sebaliknya perhatian harus ber -fokus pada menjelaskan pola-pola lintas-negara tetap dan kuat,misalnya, mengapa orang-orang di Irlandia dan Italia secara kon -sisten lebih religius dibanding mereka yang hidup di Prancis danSwedia.

    Namun kami menemukan bahwa, alih-alih dalam pola-pola yangberagam, satu alasan bagi merosotnya partisipasi keagamaan selama

  • akhir abad ke-20 adalah kenyataan bahwa selama tahun-tahun inibanyak keyakinan spiritual umum memang mengalami pengikisanbesar di negara-negara pasca-industri. Dalam kenyataannya,terdapat suatu hubungan yang konsisten antara dimensi publikdan privat dari religiusitas. Hasil-hasil Greeley tersebut didasar -kan terutama pada analisa dari Program Survei Sosial Internasional,yang melakukan poling-poling opini tentang agama pada 1991 dan1998. Sayangnya, periode waktu survei ini terlalu terbatas untukmendeteksi perubahan longitudinal. Sebaliknya, di sini kami me -monitor kecenderungan-kecenderungan dalam keyakinan-keyakin -an keagamaan terhadap Tuhan dan hidup setelah mati selama 50tahun terakhir atau lebih dengan mencocokkan data survei dalampoling-poling Gallup mulai 1947 dengan data yang lebih baru dimana pertanyaan-pertanyaan yang sama diulangi lagi dalam SurveiNilai-nilai Dunia.

    Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa pada 1947, delapan darisepuluh orang percaya pada Tuhan, di mana tingkat keyakinantertinggi terungkapkan di Australia, Kanada, AS, dan Brasil. Model-model regresi tersebut memperlihatkan suatu kemerosotan dalamkeyakinan pada Tuhan yang terjadi di semua negara kecuali duanegara (AS dan Brasil). Kemerosotan itu terlihat paling tajam dinegara-negara Skandinavia, Belanda, Australia, dan Inggris. Model-model regresi itu memperlihatkan suatu penurunan negatif diseluruh rangkaian tersebut, namun melihat rangkaian poin waktuyang terbatas (tujuh paling tinggi), tidak mengejutkan bahwakemerosotan tersebut hanya terbukti signifikan secara statistik dienam negara. Tabel 4.2 memperlihatkan pola-pola yang sangatmirip bagi keyakinan pada hidup setelah mati, di mana sekali lagipengikisan religiusitas subyektif terjadi di 13 dari 19 negara di manabukti-bukti tersedia. Kemerosotan terbesar selama periode 50 tahunyang dikaji tersebut tercatat di Eropa Utara, Kanada, dan Brasil, danpengecualian-pengecualian dari pola inidi mana terjadi ke bang -kitan kembali keyakinan keagamaanhanya di AS, serta Jepang danItalia.

    Kecenderungan-Kecenderungandalam Religiusitas di AS

    Berdasarkan pola-pola Eropa ini, banyak pengamat menganggap ASsebagai negara yang berada di luar pola-pola itu (outlier), meskipun

    110 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • Tabe

    l 4.

    1.K

    eyak

    inan

    pad

    a Tu

    han

    , 194

    7-20

    01

    CA

    TATA

    N:

    Prop

    orsi

    pub

    lik y

    ang

    men

    gung

    kapk

    an k

    eyak

    inan

    pad

    a Tu

    han

    (%

    Ya)

    dal

    am 1

    9 m

    asya

    raka

    t. P

    erub

    ahan

    ad

    alah

    per

    ubah

    anda

    lam

    pro

    pors

    i dar

    i pen

    gam

    atan

    per

    tam

    a hi

    ngga

    tera

    khir

    dal

    am r

    angk

    aian

    ters

    ebut

    . Dal

    am m

    odel

    reg

    resi

    ord

    inar

    y le

    ast s

    quar

    es, t

    ahun

    sur

    utda

    lam

    ran

    gkai

    an t

    erse

    but.

    Beta

    yan

    g tid

    ak-d

    ista

    ndar

    kan

    (b.)

    mer

    ingk

    aska

    n ke

    mir

    inga

    n ga

    ris

    dan

    sign

    ifika

    nsi s

    tatis

    tik (

    Sig.

    ) da

    ri p

    erub

    ahan

    dala

    m r

    angk

    aian

    wak

    tu (

    P).

    SEM

    UA

    -10

    adal

    ah m

    ean

    rata

    -rat

    a un

    tuk

    10 n

    egar

    a ya

    ng d

    iam

    ati p

    ada

    1947

    mau

    pun

    2001

    . Su

    mbe

    r: I

    ndek

    s O

    pini

    Gal

    lup

    1947

    A

    paka

    h an

    da s

    ecar

    a pr

    ibad

    i pe

    rcay

    a pa

    da T

    uhan

    ? Y

    a/T

    idak

    /Tid

    ak T

    ahu.

    Ind

    eks

    Opi

    ni G

    allu

    p19

    68A

    paka

    h an

    da s

    ecar

    a pr

    ibad

    i per

    caya

    pad

    a Tu

    han?

    Ya

    /Tid

    ak/T

    idak

    Tah

    u. I

    ndek

    s O

    pini

    Gal

    lup

    1975

    A

    paka

    h an

    da s

    ecar

    a pr

    ibad

    i per

    caya

    pada

    Tuh

    an?

    Ya/

    Tid

    ak/T

    idak

    Tah

    u. S

    urve

    i N

    ilai-

    Nila

    i D

    unia

    /Sur

    vei

    Nila

    i-N

    ilai

    Ero

    pa19

    81-2

    001

    Apa

    kah

    anda

    per

    caya

    pad

    a Tu

    han?

    Ya

    /Tid

    ak/T

    idak

    Tah

    u. S

    umbe

    r ba

    gi p

    olin

    g-po

    ling

    Gal

    lup:

    Lee

    Sig

    elm

    an, 1

    997,

    R

    evie

    w o

    f th

    e Po

    lls:

    Mul

    tinat

    ion

    Surv

    eys

    of R

    elig

    ious

    Be-

    liefs

    , J

    ourn

    al f

    or t

    he S

    cien

    tific

    Stu

    dy o

    f R

    elig

    ion

    16(3

    ): 2

    89-2

    94.

    111

    Democracy Project

  • dalam kenyataan bukti-buktinya tetap agak ambigu. Paling tidaksampai akhir 1980-an, analisa tentang kecenderungan-ke cen derung -an dalam kehadiran di gereja yang berasal dari catatan-catatansejarah dan dari survei-survei representatif umumnya melaporkanbahwa besarnya jemaah di AS tetap stabil selama berdekade-dekade.Sebagai contoh, studi-studi yang diterbitkan selama 1980-anmenunjukkan bahwa kehadiran di gereja Protestan tidak merosotsecara signifikan di AS; dan, meskipun kehadiran tersebut merosottajam di kalangan Katolik dari 1968 hingga 1975, hal itu tidakmerosot lebih jauh di tahun-tahun berikutnya.13 Rujukan standarpertama dari organisasi Gallup yang mengukur religiusitas menemu -kan bahwa pada Maret 1939, 40% dari orang Amerika dewasamelaporkan hadir di gereja minggu sebelumnya, suatu angka yangtepat sama yang diberikan Gallup lebih dari 60 tahun kemudian(pada Maret 2003).14

    Namun berbagai kesulitan yang serius muncul dalam mendapat -kan perkiraan-perkiraan tentang kehadiran di gereja yang dapatdipercaya dari data survei. Woodberry dkk. membandingkan dataagregat tentang tingkat kehadiran di gereja di Amerika yang berasaldari penghitungan para partisipan dalam ibadah, dengan perkiraan-perkiraan yang ada tentang kehadiran di gereja yang dilaporkan-sendiri yang berasal dari survei-survei sosial. Mereka menyimpulkanbahwa angka-angka kehadiran di gereja yang dilaporkan sendiritersebut secara sistematik dan konsisten dilebih-lebihkan, yang di -sebabkan oleh bias desirabilitas sosial dalam hal kehadiran di gerejadalam budaya Amerika.15

    Berbagai studi memperlihatkan bahwa prosedur-prosedur peng -organisasian opini oleh Gallup di atas bisa jadi telah secara sis -tematis melebih-lebihkan tingkat kehadiran di gereja karenakurangnya saringan terhadap aspek desirabilitas sosial dalampengukuran kehadiran di gereja (dan dengan demikian secara taksadar memberi petunjuk para responden). Hal itu juga terjadikarena tingkat penyelesaian sampel yang tidak representatif yangdidasarkan pada jumlah yang terbatas di dalam penilponan-kembalisecara acak dan penggantian responden.16 Data yang lain mem -perlihatkan bahwa perkiraan-perkiraan ini mungkin berlebihan;sebagai contoh, Survei Pemilihan Nasional Amerika (NES), yangdilakukan setiap 2 tahun sejak akhir 1950-an, memperlihatkanbahwa kehadiran mingguan di gereja tidak pernah naik melebihi25% di AS. Selain itu, ketika NES mengubah urutan pertanyaanuntuk memastikan desirabilitas sosial dari tidak hadir di gereja,

    112 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • proporsi yang melaporkan bahwa mereka tidak pernah hadir digereja naik dari 12% menjadi 33% dan terus berada pada tingkat itudalam survei-survei berikutnya.17 Survei Sosial Umum AmerikaSerikat (GSS), yang dijalankan tiap tahun oleh NORC selama tigadekade terakhir, juga menunjukkan bahwa kehadiran di gerejamingguan di Amerika berkisar sekitar 25-30%, di mana ke -merosotan signifikan dalam kehadiran di gereja terjadi selamadekade terakhir. Menurut GSS tersebut, proporsi orang Amerikayang melaporkan bahwa mereka hadir di gereja paling tidak tiapminggu merosot menjadi seperempat dalam perkiraan terbaru,sementara pada saat yang sama proporsi yang mengatakan bahwamereka tidak pernah hadir di gereja berlipat menjadi seperlima darisemua warga Amerika (lihat Gambar 4.4).18

    Tabel 4.2. Keyakinan pada Hidup Setelah Mati, 1947-2001

    CATATAN: Proporsi publik yang mengungkapkan keyakinan pada hidup setelahmati (% Ya) dalam 19 masyarakat. Perubahan adalah perubahan dalam pro-porsi dari pengamatan pertama hingga terakhir dalam rangkaian tersebut. Rata-ratabagi delapan negara yang diamati baik pada 1941 dan pada 2001.Sumber: Data Sources: 1947-1975 Gallup Opinion Index. Apakah anda percayapada hidup setelah mati? Ya/Tidak/Tidak Tahu. S urvei Nilai-nilai Dunia/SurveiNilai-nilai Eropa 1981-2001 Apakah anda percaya pada hidup setelah mati?Ya/Tidak/Tidak Tahu. Sumber bagi poling-poling Gallup: Lee Sigelman, 1997, Re-view of the Polls: Multination Surveys of Religious Beliefs, Journal for the Scien-tific Study of Religion 16(3): 289-294.

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 113

    Democracy Project

  • Gambar 4.4. Partisipasi Keagamaan di AS, 1972-2002

    CATATAN: P: Seberapa sering anda menghadiri ibadah keagamaan? Tidakpernah/Paling tidak sekali seminggu atau lebih sering.Sumber: GSS Amerika Serikat 1972-2002 N. 43,204.

    Berbagai indikator lain juga memperlihatkan bahwa partisipasikeagamaan tradisional mungkin telah merosot di AS, paralel dengankecenderungan-kecenderungan jangka panjang yang dialami diseluruh Eropa. Sebagai contoh, poling-poling Gallup mencatatsuatu kemerosotan sedang dalam proporsi warga Amerika yangmenjadi anggota sebuah gereja atau sinagog, menurun dari sekitartigaperempat (73%) populasi pada 1937 menjadi sekitar duapertiga(65%) pada 2001. GSS memonitor identitas-identitas keagamaandalam studi-studi tahunan selama tiga dekade terakhir. Merekamenemukan bahwa proporsi warga Amerika yang adalah orangsekular, yang melaporkan bahwa mereka tidak memiliki preferensiatau identitas keagamaan, terus menaik selama 1990-an (lihatGambar 4.5). Selama dekade ini, kemerosotan terbesar terjadi dikalangan orang-orang Protestan Amerika, sementara proporsi umatKatolik dalam populasi itu tetap cukup stabil, sebagian karenamasuknya gelombang imigran Hispanik dengan keluarga-keluarga

    Paling tidak seminggu sekali atau lebih

    Tidak pernah

    Tidak pernah Seminggu sekali atau lebih

    114 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 115

    Democracy Project

    besar. Pada saat yang sama, perubahan-perubahan terjadi dikalangan kelompok-kelompok keagamaan dalam populasi ke agama -an di AS; sebagai contoh, banyak studi melaporkan bahwa jemaah-jemaah gereja evangelis baru telah memperluas keanggotaan merekadengan mengorbankan kelompok-kelompok keagamaan Protestangaris-utama seperti Gereja Metodis Bersatu, kalangan Presbi -terian, dan kalangan Episkopalian, sebagian karena perubahan-per -ubahan dalam populasi Amerika tersebut dan juga karena pola-polaimigrasi dari Amerika Latin dan Asia.19 Selain itu, bahkan ketika kitamemiliki perkiraan-perkiraan yang terpercaya tentang kehadiran digereja, Brian Wilson menegaskan bahwa sedikit hubungan yangmungkin ada antara praktik-praktik ini dan spiritualitas, misalnyaapakah kehadiran di gereja di Amerika memenuhi suatu kebutuhan

    Gambar 4.5. Identitas Keagamaan di AS, 1972-2002

    CATATAN: P: Apa preferensi keagamaan anda? Apakah Protestan, Katolik, Yahudi,atau agama lain, atau tidak beragama? Grafik di atas tidak menyertakan identitas-identitas keagamaan yang dianut oleh kurang dari tiga persen penduduk Amerika.Sumber: GSS Amerika Serikat 1972-2002 N. 43,532.

    Protestan Katolik Tidak beragama

  • akan jaringan sosial dalam komunitas-komunitas lokal, dan apakahgereja-gerja AS telah berorientasi lebih sekular.20

    Terlepas dari keseluruhan popularitas agama di AS tersebut, jugamerupakan suatu pernyataan yang berlebihan untuk mengatakanbahwa semua orang Amerika merasakan hal yang sama, karenaterdapat perbedaan-perbedaan sosial dan regional yang penting.Kalangan sekularis, misalnya, jauh lebih mungkin untuk hidup didaerah-daerah kota di Pantai Pasifik atau di Timurlaut, sertamengenyam pendidikan tinggi, lajang dan laki-laki. Sebaliknya,kalangan evangelis yang taat sangat mungkin hidup di kota-kotakecil atau daerah-daerah pedesaan, khususnya di Selatan dan Barattengah, serta berjenis kelamin perempuan dan menikah. Perbedaan-perbedaan regional ini terbukti penting bagi politik: pada pemilihanpresiden AS tahun 2000, misalnya, agama jelas merupakan alatprediksi paling kuat tentang siapa yang akan memilih George Bushdan siapa yang akan memilih Al Gore.21 Hasil pemilihan itu dengankuat mencerminkan perbedaan-perbedaan yang berakar kuat dalamopini dan nilai-nilai publik antara kalangan konservatif dan liberalmenyangkut isu-isu seperti persetujuan penggunaan hukuman mati,hak-hak reproduksi, dan homoseksualitas. Pola-pola regionaltersebut penting dan mungkin bahkan memunculkan dua budayayang berbeda di AS; sebagai contoh, Himmelfarb menyatakanbahwa satu budaya di Amerika adalah religius, puritan, berpusatpada keluarga, patriotik, dan konformis. Sementara yang satunyalagi sekular, toleran, hedonistik, dan multikultural. Menurutnya,budaya-budaya ini hadir besama dan saling menoleransi, sebagiankarena mereka menempati dunia yang berbeda.22

    Kita dapat menyimpulkan bahwa AS tetap merupakan salah satunegara paling religius dalam kelompok negara-negara kaya, besertaIrlandia dan Italia, dan seperti yang terlihat sebelumnya hal inimenjadikan Amerika salah satu negara paling religius di dunia.Pentingnya nilai-nilai ini tampak jelas dalam praktik-praktik wargaAmerika, khususnya dalam kehidupan publik (bahkan sebelumpemerintahan Bush dan 9/11), terlepas dari pemisahan tegas antaragereja dan negara. Demikian juga, nilai-nilai budaya Amerika lebihindividualistik, lebih pratriotik, lebih moralistik, dan secara kulturallebih konservatif dibanding nilai-nilai di Eropa. Meskipun demi -kian, terdapat beberapa indikator bahwa kecenderungan-kecen -derungan sekular mungkin menguat di Amerika, paling tidak selamadekade terakhir, yang mungkin membawa AS sedikit lebih dekat keopini publik di Eropa Barat.

    116 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • Menjelaskan Variasi dalam Religiusitas: Model Pasar Keagamaan

    Melihat adanya berbagai varaiasi penting dan konsisten dalamreligiusitas lintas-negara tersebut, apa yang menjelaskan hal inidengan paling baik? Teori pasar keagamaan menawarkan tantanganpaling penting dan kuat terhadap tesis sekularisasi tradisional.Penjelasan ini menyatakan bahwa faktor-faktor sisi-penawaran, ter -utama persaingan kelompok keagamaan dan peraturan negara ten -tang lembaga keagamaan, memengaruhi tingkat partisipasi keagama -an di AS dan Eropa. Seperti dibahas sebelumnya dalam pendahuluan,selama dekade terakhir banyak komentator Amerika secara antusiasmengajukan penjelasan ini, dan para pendukung utamanya termasukRoger Finke, Rodney Stark, Lawrence R. Iannaccone, William SimsBainbridge, dan R. Stephen Warner, meskipun penjelasan ini jugamendapatkan kritikan kuat.23 Teori-teori berbasis-pasar dalamsosiologi agama mengandaikan bahwa permintaan akan produk-produk keagamaan relatif konstan, yang didasarkan pada pahala-pahala akhirat yang dijanjikan oleh sebagian besar (meski tidaksemua) keyakinan.24 Tingkat-tingkat perilaku spiritual yang berbedayang tampak di berbagai negara dianggap disebabkan kurang olehpermintaan bawah ke atas melainkan lebih disebabkan oleh variasidalam tawaran keagamaan dari atas ke bawah. Kelompok-kelompok keagamaan bersaing untuk mendapatkan jemaah dengantingkat kekuatan yang berbeda. Gereja-gereja resmi dianggap sebagaimonopoli-monopoli kuat yang dengan mudah mendapatkan jemaahmereka, dan memiliki jatah pasar yang pasti karena peraturan dansubsidi negara bagi satu keyakinan tertentu yang memiliki status dankeistimewaan khusus. Sebaliknya, di mana terdapat pasar keagamaanyang bebas, persaingan yang bersemangat di antara gereja-gerejamemperluas pasokan produk-produk keagamaan, dan karena itumemobilisasi aktivisme keagamaan di kalangan publik.

    Teori tersebut mengklaim sebagai suatu generalisasi universalyang dapat diterapkan pada semua keyakinan, meskipun bukti-buktiuntuk mendukung argumen ini didapat terutama dari AS dan EropaBarat. Persemaian berbagai macam gereja di AS, seperti Metodis,Lutheran, Presbiterian, dan gereja garis-utama Episcopalian, sertaSouthern Baptist Convention, Assemblies of God, Patecostal danHoliness di kalangan kelompok-kelompok keagamaan konservatif,dianggap telah memaksimalkan pilihan dan persaingan di antaraberbagai keyakinan, dan dengan demikian memobilisasi publik

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 117

    Democracy Project

  • Amerika. Gereja-gereja Amerika dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan pasar, bergantung pada kemampuan mereka untukmenarik para pendeta dan sukarelawan, serta sumber daya finansialyang bersumber dari keanggotaan mereka. Persaingan dianggapmenghasilkan keuntungan-keuntungan tertentu, memunculkankeberagaman, merangsang inovasi, dan mendorong gereja untuksecara aktif merekrut jemaah dengan merespons permintaan-permintaan publik. Sebagai contoh, Studi Kongregasi Nasionalmenemukan bahwa gereja-gereja Amerika biasanya berusahamenarik jemaah baru dengan menawarkan beragam aktivitas sosial(atau produk) di luar layanan ibadah, termasuk pendidikan ke -agamaan, kelompok budaya dan seni, keterlibatan dalam komunitaspolitik, dan layanan-layanan kesejahteraan seperti dapur sop dankerjasama penjagaan bayi.25 Sebaliknya, seperti ditegaskan Starkedan Finke, sebagian besar negara Eropa menopang apa yang merekasebut ekonomi religius sosial, dengan subsidi negara bagi gereja-gereja resmi. Monopoli-monopoli keagamaan dianggap kuranginovatif, responsif dan efisien. Di mana kependetaan menikmatipenghasilan dan kedudukan yang pasti terlepas dari kinerja mereka,seperti di Jerman dan Swedia, hal itu dianggap akan menjadikanpara pendeta berpuas diri, malas dan lemah: ketika orang kurangmemiliki kebutuhan atau motif untuk bekerja, mereka cenderungtidak bekerja, dan ... gereja-gereja yang disubsidi dengan demikianakan menjadi malas.26 Finke dan Stark yakin bahwa jika tawarangereja diperluas di Eropa melalui deregulasi (atau pencabutansubsidi), dan jika gereja-gereja lebih berusaha keras, maka hal inibisa jadi akan memunculkan kebangkitan kembali perilaku ke -agamaan publik (Berhadapan dengan gereja gaya-Amerika, orang-orang Eropa akan merespon seperti yang dilakukan wargaAmerika).27 Pendek kata, mereka menyimpulkan, Sepanjangoraganisasi-organisasi bekerja lebih keras, mereka lebih berhasil.Apa lagi yang lebih jelas dari itu?28

    Memang, apa lagi? Namun, setelah perdebatan sengit ber -langsung pada dekade terakhir, bukti-bukti bahwa persaingan ke -agamaan memberikan suatu penjelasan yang masuk akal tentangpartisipasi keagamaan tetap kontroversial.29 Ada berbagai kritikyang bersifat teoretis dan empiris. Secara konseptual, Bryant mem-pertanyakan ketepatan model biaya-keuntungan tersebut, danpenggunaan metafor seperti pasar, produk, komoditas, danmodal, dalam analisa tentang agama.30 Dalam hal bukti-bukti,para komentator melihat berbagai kelemahan serius menyangkut

    118 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • ukuran-ukuran yang umumnya digunakan untuk menakar tingkatpersaingan keagamaan. Sebagian besar studi menggunakan IndeksHerfindahl. Ukuran ini berasal dari ilmu ekonomi di mana IndeksHerfindahl adalah suatu ukuran tentang besarnya perusahaan dalamkaitannya dengan industri dan suatu indikator tentang besarnyapersaingan di antara mereka. Ukuran itu didefinisikan sebagaijumlah hasil perkalian penguasaan pasar (market share) dari masing-masing perusahaan. Ukuran itu bisa berkisar dari 0 sampai 1,bergerak dari berbagai macam perusahaan yang sangat kecil hinggasatu produsen tunggal yang monopolistik. Dalam ilmu ekonomi,penurunan dalam Indeks Herfindahl tersebut umumnya menunjuk -kan hilangnya kemampuan perusahaan untuk mengontrol harga danmeningkatnya persaingan, sedangkan peningkatan dalam Indekstersebut mengandaikan hal yang sebaliknya. Untuk mengukurfraksionalisasi atau pluralisme keagamaan, Indeks Herfindahldihitung menurut cara yang sama sebagai satu dikurangi jumlahperkalian persentase share populasi yang hadir di gereja yangdimiliki oleh masing-masing kelompok keagamaan di dalam suatuwilayah tertentu (apakah unit analisa itu adalah komunitas lokal,kota, wilayah, atau negara).31 Indeks pluralisme keagamaan tersebutmenggambarkan kemungkinan bahwa dua individu yang dipilihsecara acak dari suatu populasi masuk ke dalam kelompok-kelompok keagamaan yang berbeda.32 Ia analog dengan IndeksPedersen tentang persaingan partai.33 Stark dan Finke menekankandua poin tentang ciri-ciri indeks ini: (1) efek plafon (ceiling effect)biasanya jelas terlihat, (2) dampak pluralisme pada partisipasi padadasarnya berbentuk kurva yang linear, sehingga pergeseran pertamadari monopoli keagamaan satu gereja ke persaingan yang lebih besardengan dua gereja atau lebih memunyai dampak penting padakehadiran di gereja, sementara efek-efek tersebut menjadi penuhpada tingkat-tingkat pluralisme berikutnya. Berbagai studi yangmenggunakan kumpulan data dan spesifikasi berbeda telahmembandingkan korelasi antara indeks pluralisme keagamaan itudan partisipasi keagamaan dalam wilayah geografis tertentu(biasanya komunitas-komunitas di AS), dan suatu koefisien regresipositif terlihat mendukung teori pasar keagamaan tersebut.

    Namun meskipun umum digunakan dalam kepustakaan,terdapat banyak kesulitan dalam hal operasionalisasi konseppersaingan keagamaan tersebut, dan persoalan ini menjadi lebihparah dalam penelitian lintas-negara. Chaves dan Gorski melakukansuatu tinjauan mendalam dan menyeluruh atas kepustakaan tersebut

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 119

    Democracy Project

  • dengan mengkaji hasil-hasil dari 193 pengujian bukti-bukti, yangdiambil dari latar geografis dan historis yang berbeda, dari suatukumpulan 26 artikel yang diterbitkan tentang pokok-persoalan ini.Mereka menyimpulkan bahwa teori tersebut kurang memilikidukungan yang konsisten, karena sebagian studi menemukankorelasi yang sigifikan antara pluralisme keagamaan dan partisipasikeagamaan, sementara sebagian yang lain gagal memunculkanhubungan apa pun.34 Studi yang paling penting oleh Voas, Olson,dan Crockett menyimpulkan bahwa hubungan-hubungan apa punyang terlihat adalah palsu, dan bahwa asosiasi yang murnimatematis antara indeks pluralisme dan angka partisipasi keagama -an tersebut dapat menjelaskan baik korelasi yang positif maupunyang negatif. Studi itu menyimpulkan bahwa tidak ada bukti-buktiyang meyakinkan dari semua studi yang ada bahwa pluralismekeagamaan, yang diukur dengan Indeks Herfindahl tersebut, me -mengaruhi angka partisipasi di gereja.35

    Unit analisa geografis yang tepat dalam literatur ini jugaproblematis. Teori sisi-penawaran awal tersebut memahami per -saingan keagamaan sebagai persaingan antara gereja-gereja yangberbeda dalam sebuah komunitas lokal tertentu, yang tergambarkanoleh peran gereja Baptis, Episcopal, dan Katolik di AS. Namun,begitu kita memperluas jangkaun perbandingan tersebut danmenjadikannya lintas-nasional, menjadi tidak jelas bagaimanapersaingan harus diukur. Sebagai contoh, apakah perbandinganutama hendaknya adalah persaingan di antara kelompok keagamaandan sekte-sekte yang berbeda, atau apakah kita harus berfokus padapersaingan di antara dan di kalangan beragam gereja, kuil, masjid,sinagog, dan pura yang mewakili semua agama besar dunia.

    Bukti-bukti apa yang mendukung argumen bahwa persaingankeagamaan yang lebih besar memunculkan kehadiran di gereja yanglebih besar di AS dibanding di Eropa Barat? Finke dan Starkememberikan banyak contoh tentang berbagai keterbatasan tertentuyang dialami oleh banyak kelompok keagamaan dan keyakinan dinegara-negara Eropa Barat. Hal ini mencakup kasus-kasuskebebasan keagamaan yang terbatas, seperti gangguan yang dialamioleh Jehovahs Witnesses di Portugis, Jerman, dan Prancis, danperaturan-peraturan hukum seperti status bebas-pajak yangmemberikan keuntungan fiskal positif bagi gereja-gereja resmi.36Namun pendekatan ini tidak sistematis, dan suatu bias sistematismungkin muncul dari pemilihan kasus tertentu. Benar bahwa ASmemperlihatkan berbagai macam gereja dan kuil dalam banyak

    120 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • komunitas, dan angka kehadiran di gereja dan religiusitas subyektifyang relatif tinggi, yang sesuai dengan teori tersebut. Namunanomali-anomali nyata dalam hubungan ini juga terlihat, khususnyatingkat kehadiran di gereja yang tinggi yang terlihat di Irlandia,Italia, Polandia, Kolombia, dan Venezuela, terlepas dari kenyataanbahwa Gereja Katolik mendominasi sebagai sebuah monopoli dinegara-negara ini.37

    Bukti-bukti lintas-negara yang lebih sistematis tersedia dalamsebuah studi oleh Iannaccone, yang membandingkan kehadiran digereja di delapan negara Eropa Barat (tidak termasuk enam budayaKatolik yang dominan) dan empat demokrasi Anglo-Amerika.Analisa regresi menemukan hubungan yang signifikan dan sangatkuat antara tingkat pluralisme keagamaan di negara-negara ini (yangdiukur dengan Indeks Herfindahl) dan tingkat partisipasi ke -agamaan (angka kehadiran di gereja mingguan).38 Namun, tetaptidak jelas mengapa keenam budaya Katolik yang dominan di EropaSelatan dan Barat tidak dimasukkan dalam perbandingan ini. Smith,Sawkins, dan Seaman membandingkan 18 masyarakat dengan ber -dasar pada survei agama dalam Program Survei Sosial Internasional(1991) dan melaporkan bahwa pluralisme keagamaan terkait secarasignifikan dengan partisipasi keagamaan reguler.39 Namun ke -pustakaan tersebut tetap terbelah menyakut isu ini karena studi-studi lintas-negara yang lain melaporkan hasil-hasil yang tidakkonsisten dengan tesis sisi-penawaran tersebut. Sebagai contoh,Verweij, Ester, dan Nauta melakukan suatu perbandingan lintas-negara dengan menggunakan Survei Nilai-nilai Eropa 1990 di 16negara. Mereka menemukan bahwa terlepas dari spesifikasi modeltersebut, pluralisme keagamaan di suatu negara tertentu, yangdiukur dengan Indeks Herfindahl itu, merupakan alat prediksi yangtidak signifikan mengenai tingkat partisipasi keagamaan, apakah halitu diukur berdasarkan angka kehadiran di gereja atau keanggotaandi gereja. Sebaliknya, tingkat regulasi negara sangat penting,demikian juga budaya keagamaan yang dominan dan tingkatmodernisasi sosial.40 Penelitian oleh Bruce, yang membandingkanreligiusitas di negara-negara Nordik dan Baltik, juga menyimpulkanbahwa kecenderungan-kecenderungan dalam ketaatan keagamaanbertentangan dengan sejumlah proposisi utama teori sisi-penawar -an.41 Bukti-bukti empiris yang mendukung tesis sisi-penawarantersebut mengalami serangan serius, karena kesimpulan-kesimpulandari sebagian besar studi oleh Stark dan Finke mengandungkesalahan pengkodean; terdapat sebuah negatif 1 dalam formula

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 121

    Democracy Project

  • tersebut dan bukan positif 1 Penggunaan Indeks Herfindahl dalamsituasi khusus ini menghasilkan artifak metodologis yang mengarahkepada pemerian dukungan atas semua kesimpulan (teori) sisi-penawaran dalam data AS.42 Meskipun demikian, terlepas darikelemahan-kelemahan penting dalam bukti-bukti empiris ini, teorisisi-penawaran memberikan suatu perspektif alternatif yang terbukabagi pengujian dengan indikator-indikator yang menghindariproblem-problem di atas.

    Dengan mengabaikan dorongan normatif yang kuat dariargumen dan konsep teori sisi-penawaran, yang berasal dari ilmuekonomi pasar bebas, proposisi-proposisi apa yang muncul daripenjelasan ini yang terbuka bagi pengujian lintas-negara yangsistematis dengan bukti-bukti empiris? Kita dapat membandingkan

    Tabel 4.3. Keamanan Manusia, Pasar Keagamaan dan Religiusitasdalam Masyarakat-masyarakat Pasca-Industri

    CATATAN: Korelasi-korelasi sederhana Pearson (R) tanpa kontrol sebelumnya dansignifikansi mereka (Sig.): *P = 0,05 level; **P = 0,01 level (2-tailed). PluralismeKeagaman: Indeks Herfindahl (lihat teks untuk pembuatan dan data tersebut)(Alesina 2000). Peraturan negara tentang agama: Skala diukur oleh Mark Chavesdan David E. Cann (1992). Indeks Kebebasan Keagamaan: Lihat Lampiran C untukdetail-detail pembuatan skala ini. Skala kebebasan keagamaan Freedom House,2001; tersedia online di: www.freedomhouse.org. Indeks Perkembangan Manusia,2001: United National Development Program, 2003, World Development Report,New York: UNDP/Oxford University Press; tersedia online di: www.undp.org.Koefisien GINI ketidaksetaraan ekonomi: WDI: Bank Dunia, World DevelopmentIndicators, 2002, Washington DC; tersedia online di: www.worldbank.org.

    122 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 123

    Democracy Project

    empat indikator yang berlainan untuk menguji model pasar ke -agamaan itu, dengan hasil-hasil yang diringkaskan dalam Tabel 4.3.Sekali lagi, salah satu indikator mungkin mengandung kelemahan,karena keterbatasan-keterbatasan data atau kesalahan pengukuran,namun jika semua hasil dari ukuran-ukuran independen tersebutmenunjuk pada arah yang umumnya konsisten, maka hal ini mem -berikan kepercayaan yang lebih besar pada hasil-hasil itu.

    Pluralisme Keagamaan

    Jika teori sisi-penawaran di atas benar, maka pluralisme keagamaandan regulasi negara tentang agama dapat dipastikan penting dalammemprediksi angka kehadiran di gereja di masyarakat-masyarakatpasca-industri: negara-negara dengan persaingan tinggi di antaraberagam gereja keagamaan pluralis, kelompok-kelompok keagama -an, dan keyakinan-keyakinan seharusnya memunyai partisipasikeagamaan tertinggi.43 Pluralisme keagamaan di sini diukurberdasarkan Indeks Herfindahl dengan menggunakan data tentangpopulasi keagamaan besar yang berasal dari EncyclopaediaBritannica Book of the Year 2001, yang telah dibahas sebelumnya,yang disusun oleh Alesina dkk.44 Indeks pluralisme keagamaantersebut dianggap sebagai indikator Herfindahl standar bagi masing-masing negara, yang memonitor fraksionalisasi dalam tiap-tiapmasyarakat, dan berkisar dari nol hingga satu. Ini adalah ukuranstandar yang digunakan oleh teoretisi-teoretisi sisi-penawaran, dandengan demikian tepat untuk menguji klaim-klaim mereka. Namun,satu kualifikasi penting harus dinyatakan berkenaan dengan unitperbandingan, karena studi ini mengukur pluralisme keagamaandalam keyakinan-keyakinan besar dunia pada level sosial, yangdiperlukan bagi penelitian lintas-negara. Meskipun demikian, hal iniberarti bahwa kita tidak bisa mengukur persaingan di antaraorganisasi-organisasi keagamaan yang mewakili beragam kelompokkeagamaan dan sekte-sekte di tingkat lokal atau regional, dan dalamkonteks AS, persaingan dipahami sebagai sesuatu yang mencermin -kan kecenderungan berbagai gereja yang bersaing dalam sebuahkomunitasapakah Baptis, Episkopal, Lutheran, atau Methodisuntuk menarik jemaah.

    Berlawanan dengan prediksi-prediksi teori sisi-penawaran,korelasi-korelasi antara pluralisme keagamaan dan perilakukeagamaan semuanya terbukti tidak signifikan dalam masyarakat-masyarakat pasca-industri, dengan distribusi yang digambarkan

  • dalam Gambar 4.6. Hasil-hasilnya tidak memberikan dukungan bagiklaim tentang suatu hubungan signifikan antara pluralismekeagamaan dan partisipasi keagamaan, dan hal ini benar terlepasdari apakah perbandingan tersebut berfokus pada frekuensikehadiran dalam layanan-layanan ibadah atau frekuensi berdoa.45Di kalangan masyarakat-masyarakat industri, AS adalah suatupengecualian dalam hal kombinasinya antara angka pluralismekeagamaan yang tinggi dan partisipasi keagamaan: teori tersebutmemang cocok dengan kasus AS, namun persoalannya adalahbahwa teori itu gagal bekerja di tempat lain. Diagram di bawah inimemperlihatkan bahwa negara-negara berbahasa Inggris yang lainmemiliki tingkat pluralisme keagamaan yang mirip, namun dinegara-negara ini jauh lebih sedikit orang yang secara teratur hadirdi gereja. Selain itu, dalam masyarakat-masyarakat Katolik pasca-industri, hubungan tersebut malah terbalik, dengan partisipasitertinggi yang ada di Irlandia dan Italia, di mana gereja menikmatimonopoli keagamaan, dibandingkan dengan Belanda dan Prancisyang lebih pluralis, di mana kebiasaan-kebiasaan hadir di gereja jauhlebih lemah. Hal ini juga bukan hanya karena perbandinganmasyarakat-masyarakat pasca-industri tersebut: perbandinganglobal di semua negara menegaskan bahwa tidak terdapat hubunganyang signifikan antara partisipasi dan pluralisme keagamaan dikalangan masyarakat-masyarakat yang lebih luas di seluruh dunia.

    Tentu saja penjelasan itu selalu dapat diperbaiki denganmenyatakan bahwa apa yang perlu diperhatikan bukannya per -saingan di antara keyakinan-keyakinan besar, karena orang-orangjarang berpindah agama secara langsung, melainkan persaingan dikalangan atau di dalam kelompok-kelompok agama tertentu, karenaorang lebih mungkin berpindah ke gereja-gereja tertentu dalamrumpun yang sangat terkait. Proposisi ini akan memerlukanpengujian pada level komunitas dengan bentuk-bentuk data yanglain, pada tingkat detail kelompok keagamaan yang lebih baikdibanding yang ada dalam sebagian besar survei sosial dan bahkandalam sebagian besar data sensus. Meskipun demikian, jika klaim-klaim teori awal itu diperbaiki, hal ini akan sangat membatasipenerapannya pada penelitian lintas-negara. Terlepas dari ke -pustakaan yang begitu luas yang mendukung teori sisi-penawaranitu, yang didasarkan pada ukuran pluralisme keyakinan danpartisipasi keagamaan yang digunakan dalam studi ini, tidak adadukungan empiris yang ditemukan di sini bagi penjelasan ini.

    124 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • Regulasi Negara dan Kebebasan Beragama

    Sebuah versi alternatif dari teori pasar keagamaan memprediksibahwa partisipasi juga akan termaksimalkan ketika terdapat suatupemisahan konstitusional yang kuat antara negara dan gereja, yangmelindungi kebebasan beragama dan beribadah serta toleransikelompok-kelompok keagamaan yang berbeda, tanpa kekanganterhadap sekte-sekte dan keyakinan-keyakinan tertentu. Ini adalahsalah satu penjelasan bagi eksepsionalisme Amerika yang di -kemukakan oleh Lipset, yang menyatakan bahwa pemisahan gerejadan negara yang telah sangat lama terjadi di AS memberi otonomiyang lebih besar bagi gereja dan memungkinkan beragamkesempatan bagi orang-orang untuk berpartisipasi dalam agama.46

    Gambar 4.6. Religiusitas dan Pluralisme

    CATATAN: Indeks Pluralisme Keagamaan (Alesina 2002). Partisipasi keagamaan:P185: Selain pernikahan, pemakaman, dan pembabtisan, seberapa sering kira-kiraanda menghadiri ibadah-ibadah keagamaan belakangan ini? Lebih dari sekali semi-nggu, sekali seminggu, sekali sebulan, hanya pada hari raya-hari raya tertentu,sekali setahun, sangat jarang, tidak pernah atau hampir tidak pernah. Rata-ratafrekuensi kehadiran dalam ibadah-ibadah keagamaan.Sumber: Survei Nilai-nilai Dunia, gabungan 1981-2001.

    Rend

    ah

    Par

    tisipa

    si ke

    agam

    aan

    T

    inggi

    Rendah Pluralisme Keagamaan Tinggi

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 125

    Democracy Project

    Budaya Keagamaan

    Timur

    Islam

    Ortodoks

    Protestan

    Katolik Roma

  • Terdapat tiga indikator untuk menganalisa hubungan ini: (i) Regulasi negara menyangkut agama diukur oleh Mark Chaves

    dan David E. Cann di 18 negara pasca-industri. Skala enam-pointersebut dikelompokkan dengan menggunakan data yang ada padaWorld Christian Encyclopedia (1982) dengan berdasar pada apakahtiap-tiap negara memiliki karakteristik-karakteristik berikut atautidak:

    Terdapat satu gereja negara yang secara resmi ditunjuk; Terdapat pengakuan resmi negara terhadap beberapa kelompok

    keagamaan, namun tidak yang lain; Negara mengangkat atau menyetujui pengangkatan para

    pemimpin gereja; Negara secara langsung membayar gaji personil gereja; Terdapat sistem pengumpulan pajak gereja; Negara secara langsung mensubsididi luar keringanan pajak

    semataoperasi, pemeliharaan, atau biaya-biaya gereja.47

    (ii) Hasil-hasil ini dapat dicek-silang dengan Indeks KebebasanAgama, yang dibahas dalam Bab 2. Indeks ini disusun denganmengkoding 20 item yang terdapat dalam Lampiran C, yang men -cakup indikator-indikator seperti peran negara dalam mensubsidigereja, kepemilikan negara atas properti gereja, syarat-syaratpendaftaran bagi organisasi-organisasi keagamaan, pengakuankonstitusional terhadap kebebasan beragama, dan pembatasanterhadap kelompok-kelompok keagamaan, kultus-kultus, atausekte-sekte tertentu. Skala 20-item tersebut distandarkan hingga100 poin, demi kemudahan penafsiran, dan kemudian dikodekansehingga skor yang lebih tinggi menggambarkan kebebasan ke -agamaan yang lebih besar.

    (iii) Terakhir, kita juga dapat membandingkan hasil-hasil darianalisa singkat tentang kebebasan keagamaan yang dihasilkan setiaptahun oleh Freedom House.48 Kriteria survei yang digunakan olehorganisasi ini mengembangkan sebuah skala tujuh-poin yangdidasarkan pada Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil danPolitik, Deklarasi PBB tentang Penghapusan Semua BentukKetidaktoleranan dan Diskriminasi Berdasarkan Agama atauKeyakinan, Konvensi Eropa tentang Hak-Hak Asasi Manusia.Survei tahunan tersebut mendefinisikan kebebasan keagamaanberdasarkan tiga komponen utama. Pertama, hal itu merujuk padakebebasan badan-badan tertentu, majelis-majelis peribadatan,

    126 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • organisasi-organisasi kemanusiaan, lembaga-lembaga pendidikan,dan sebagainya. Kedua, kebebasan keagamaan merujuk padakebebasan bagi praktik-praktik keagamaan individu tertentu, sepertiberdoa, beribadah, berpakaian, pernyataan keyakinan, dan diet.Terakhir, hal itu merujuk pada hak-hak asasi manusia secara umum,sejauh semua itu mencakup badan-badan keagamaan, individu-individu dan aktivitas-aktivitas tertentu.

    Namun, bertentangan dengan teori sisi-penawaran, hasil-hasildari korelasi-korelasi sederhana dalam Tabel 4.3 memperlihatkanbahwa tidak ada hubungan signifikan antara indikator-indikatorkebebasan keagamaan ini dan tingkat perilaku keagamaan. Selainitu, pola ini ditemukan baik dalam perbandingan negara-negarapasca-industri maupun dalam perbandingan global semua negara dimana data tersedia. Kita akan kembali mengkaji isu ini secara lebihmendetail dalam bab berikutnya, saat membandingkan religiusitasdi Eropa Tengah dan Timur, karena warisan historis dari perannegara Komunis dalam mendukung atheisme negara dan menindasgereja memberikan suatu pengujian kasus yang lebih kuat dibandingdemokrasi-demokrasi Barat. Terdapat banyak alasan mengapa orangberpikir bahwa meluasnya toleransi dan kebebasan beribadah yanglebih besar, yang mempermudah persaingan di antara lembaga-lembaga keagamaan, mungkin sangat kondusif bagi aktivitaskeagamaan yang lebih besar di kalangan publik. Namun sejauh inikumpulan bukti-bukti yang menggunakan beragam indikator gagalmendukung klaim-klaim sisi-penawaran.

    Teori-teori Fungsional dan Peran SosialInstitusi-institusi Keagamaan

    Seperti dibahas sebelumnya, penjelasan fungsionalis klasik alternatifpada awalnya berasal dari sosiologi agama mile Durkheim yangsangat berpengaruh. Bagi kaum fungsionalis, publik perlahanmeninggalkan gereja ketika masyarakat terindustrialisasi karenaproses diferensiasi dan spesialisasi fungsional, di mana peranmenyeluruh gereja dalam hal pendidikan, kesehatan, dankesejahteraan secara bertahap digantikan oleh institusi-institusi lainyang menawarkan berbagai macam layanan publik. Selama masapertengahan, misalnya, seminari-seminari melatih para pendeta,balai pengobatan, dan para ahli obat untuk merawat orang sakit,dan rumah-rumah bantuan memberikan tempat berlindung bagi

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 127

    Democracy Project

  • orang-orang miskin. Melalui pencabutan subsidi dan berkembang -nya sekolah-sekolah yang didanai negara, gereja kehilanganmonopoli pendidikan mereka dan dengan demikian juga kemampu -an mereka untuk membentuk, menanamkan, dan membiasakankaum muda pada kebiasaan-kebiasaan dan keyakinan-keyakinankeagamaan. Gereja masih tetap menjalankan sekolah dan pantiasuhan, namun karyawan mereka menjadi terdidik, bersertifikat,dan bertanggungjawab pada badan-badan profesional dan parapejabat negara yang berada di luar kontrol gereja. Universitasmenjadi tempat pengetahuan ilmiah, ketrampilan teknis, danpendidikan profesional. Dalam hal kesehatan, keyakinan-keyakinanabad pertengahan pada pengobatan magis, penyembuhan homeo -patik, dan pengobatan-pengobatan spiritual secara bertahap di -gantikan oleh kepercayaan pada rumah sakit modern, pembedahan,dan penyembuhan berdasar obat-obatan yang telah mengalamipengujian dengan berbagai eksperimen dan pengesahan oleh paraahli profesional, serta staf medis yang terdidik. Bahkan fungsi-fungsipenting lain gereja untuk menyediakan jaringan sosial dan komuni -kasi dalam komunitas-komunitas lokal, menerapkan hukumansosial, dan memelihara lembaga perkawinan dan keluarga, terkikisoleh berkembangnya saluran-saluran komunikasi massa, serta olehperubahan adat-istiadat yang mengatur hubungan tradisional dalamkeluarga, perkawinan dan pendidikan anak. Pemisahan yangsemakin kuat antara gereja dan negara di seluruh Eropa berartibahwa legitimasi dan kekuasaan otoritas-otoritas spiritual di zamanpertengahan digerogoti oleh munculnya negara legal-birokratisdalam masyarakat industri, dan kemudian oleh pemerintahan-pemerintahan yang terpilih secara demokratis.49 Sebagai akibatdiferensiasi kelembagaan di mana organisasi-organisasi alternatifmenjalankan berbagai macam fungsi dalam hal pendidikan dankesehatanmaka meskipun masih ada beberapa peran moral atauspiritual bagi gereja, peran sosial lembaga-lembaga keagamaandianggap telah sangat berkurang dalam kehidupan masyarakat.

    Jika argumen ini benar, maka partisipasi keagamaan seharusnyapaling melemah dalam masyarakat-masyarakat pasca-industri dimana peran kesejahteraan sosial lembaga-lembaga keagamaanhampir sepenuhnya digantikan oleh layanan-layanan publik bagikesehatan, pendidikan, dan keamanan sosial yang disediakan olehsektor negara, dan memang terdapat beberapa bukti yang men -dukung argumen ini.50 Untuk mengkaji bukti-bukti di sini kita bisamembandingkan persepsi publik tentang berbagai fungsi dan

    128 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • kompetensi otoritas keagamaan. Survei Nilai-nilai tersebutmenanyai orang-orang apakah setuju atau tidak setuju denganpernyataan-pernyataan berikut ini: Secara umum, apakah menurutanda otoritas keagamaan di negara anda memberikan jawaban yangmemadai terhadap...

    Persoalan dan kebutuhan moral individu. Persoalan kehidupan keluarga. Kebutuhan-kebutuhan spiritual orang-orang. Persoalan-persoalan sosial yang dihadapi negara kita sekarang

    ini.

    Ini ukuran yang tidak sempurna dari pandangan tentang perangereja, karena respons-responsnya mungkin lebih terkait dengankinerja dan kompetensi kependetaan, dan tidak mencerminkansikap terhadap peran nyata lembaga-lembaga keagamaan itu sendiri.Kompetensi dan legitimasi bisa tetap berbeda; sebagai contoh,terdapat pola-pola yang mapan menyangkut seberapa jauh publikAmerika tidak menyukai Kongres sebagai sebuah lembaga, danseberapa jauh mereka sering kali menyetujui wakil terpilih tertentudari distrik mereka sendiri. Namun jika, seperti yang diandaikanoleh kaum fungsionalis, peran kelembagaan gereja dalam masya -rakat industri maju digantikan oleh proses diferensiasi kelembagaandan munculnya negara kesejahteraan, maka kami berharap bahwapersepsi tentang peran sosial dari otoritas keagamaan akan terkikisdengan paling kuat oleh proses ini, sedangkan peran spiritual danmoralnya tetap tak tersentuh. Kita dapat menganalisa bukti-buktiitu dengan membandingkan seberapa jauh masyarakat agraris,industri, dan pasca-industri berbeda dalam hal persepsi tentangperan moral, spiritual, keluarga, dan sosial dari otoritas-otoritaskeagamaan.

    Tabel 4.4 menegaskan bahwa persepsi tentang peran otoritaskeagamaan memang paling kuat, seperti diperkirakan, dalammasyarakat-masyarakat agraris, di mana sekitar tiga perempat ataulebih publik menganggap bahwa otoritas-otoritas keagamaanmemainkan suatu peran moral, spiritual, keluarga dan sosial yangpenting. Sebaliknya, dalam masyarakat pasca-industri, antarasepertiga dan setengah dari publik setuju dengan peran moral,spiritual, dan keluarga yang penting dari gereja. Namun pada saatyang sama dukungan yang lebih kuat terungkapkan dalammasyarakat pasca-industri bagi peran otoritas-otoritas keagamaan

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 129

    Democracy Project

  • dalam menangani persoalan-persoalan sosial yang dihadapi negarakita sekarang ini (didukung oleh 58% responden) ketimbang dalamkemampuan mereka untuk menangani kebutuhan-kebutuhanspiritual masyarakat (didukung hanya oleh 34% responden). Inikebalikan dari apa yang diharapkan jika peran gereja dalam filan -tropi, pendidikan, dan kesehatan terkikis dengan paling kuat olehmodernisasi sosial, sebagaimana diklaim oleh argumen-argumenkaum fungsionalis. Ukuran-ukuran yang lebih langsung diperlukan yang mengkaji pandangan tentang legitimasi peran otoritas-otoritas keagamaan dibandingkan dengan jenis-jenis pemimpin yanglain untuk menganalisa isu ini secara lebih men dalam. Namundata yang tersedia yang digunakan di sini tampak tidak memberikandukungan langsung bagi argumen fungsionalis tersebut.

    Peran Keamanan dan Ketidaksetaraan Ekonomi

    Penjelasan-penjelasan yang telah kita ulas, baik teori pasar ke agama -an sisi-penawaran maupun argumen-argumen fungsional tradisi -onal, dengan demikian hanya memberikan wawasan yang terbatasmenyangkut keberagaman partisipasi keagamaan yang ditemukan dinegara-negara kaya. Ringkasnya, di negara-negara pasca-industritidak ada dukungan empiris yang kita kaji yang bisa menjelaskan

    Tabel 4.4. Pandangan tentang Fungsi Otoritas-otoritas Keagamaan

    CATATAN: Secara umum, apakah anda menganggap bahwa otoritas keagamaandi negara anda memberikan jawaban yang memadai terhadap.. Persoalan dan kebutuhan moral individu. Persoalan kehidupan keluarga. Kebutuhan-kebutuhan spiritual orang-orang. Persoalan-persoalan sosial yang dihadapi negara kita sekarang ini.(Ya/Tidak) Persentase yang setuju. Sumber: Data Survei Nilai-nilai Dunia, gabungan 1981-2001.

    130 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 131

    Democracy Project

    mengapa beberapa negara kaya jauh lebih religius dibanding yanglainnya, dan studi itu gagal menentukan hubungan signifikan antarapola-pola perilaku keagamaan dan indikator-indikator pluralismekeagamaan, kebebasan keagamaan, dan pandangan tentang fungsigereja. Namun, tentu saja, hal ini masih menyisakan pertanyaan bagikita yang telah kita kemukakan pada awal bab ini: mengapabeberapa masyarakat seperti AS dan Irlandia lebih religius dalamkebiasaan dan keyakinan mereka dibanding negara-negara Baratlain yang sama-sama memiliki warisan budaya Kristen?

    Jawaban kita bersandar pada argumen-argumen yang sama yangtelah kita kembangkan secara mendetail untuk menjelaskan variasi-variasi lintas-negara di seluruh dunia, yakni pola-pola keamananmanusia dan, khususnya, kondisi-kondisi ketidaksetaraan sosio-ekonomi. Apa yang penting bagi kerentanan, ketidakamanan danrisiko sosial yang kita percaya mendorong religiusitas bukan hanyatingkat sumber daya ekonomi nasional, melainkan juga distribusimereka. Berkembangnya negara kesejahteraan di negara-negaraindustri memberikan jaminan berbagai sektor publik terhadapberbagai risiko terburuk penyakit dan usia tua, kemiskinan dankemelaratan, sementara skema-skema asuransi pribadi, kerjayayasan-yayasan derma nirlaba, dan akses ke sumber-sumber dayafinansial telah membawa keamanan di negara-negara pasca-industri,dan juga mengurangi peran vital agama dalam kehidupan orang-orang. Bahkan negara-negara yang relatif makmur memilikiberbagai kantong kemiskinan lama, apakah itu para pengangguranAfrika-Amerika yang hidup di kota-kota Los Angeles dan Detroit,para pekerja kebun di Sisilia, atau Bangladesh, atau Pakistan, sertapara imigran India di Leicester dan Birmingham. Populasi-populasiyang paling berisiko di negara-negara industri antara lain kaummanula dan anak-anak, perempuan orangtua tunggal kepala rumahtangga, orang-orang cacat, tunawisma, dan para pengangguran,serta kaum minoritas etnik. Jika kita benar bahwa perasaan rentanmendorong religiusitas, bahkan di negara-negara kaya, maka hal iniseharusnya jelas dengan membandingkan tingkat-tingkat ketidak -setaraan ekonomi di seluruh masyarakat, serta dengan melihat padaseberapa jauh religiusitas paling kuat di kalangan sektor-sektormasyarakat yang lebih miskin.

    Kita dapat menganalisa distribusi sumber daya ekonomi dimasyarakat-masyarakat pasca-industri dengan membandingkankoefisien GINI, diukur oleh Bank Dunia dalam tahun terakhir yangtersedia, yang mengukur tingkat di mana distribusi pendapatan di

  • antara rumah tangga-rumah tangga dalam suatu masyarakatmenyimpang dari distribusi yang sepenuhnya setara. Koefisien GINItersebut berkisar dari kesetaraan sempurna (0) sampai ketidak -setaraan sempurna (100). Tabel 4.3 menunjukkan bahwa IndeksPerkembangan Manusia gagal memprediksikan berbagai variasidalam tingkat perilaku keagamaan di negara-negara pasca-industri.Hal ini tidak mengejutkan karena semua negara ini sangat maju.Namun tingkat ketidaksetaraan ekonomi yang diukur oleh koefisienGINI tersebut terbukti secara kuat dan signifikan terkait dengankedua bentuk perilaku keagamaan, khususnya dengan kecen derung -an untuk terlibat dalam religiusitas individual melalui berdoa.Gambar 4.7 menggambarkan hubungan ini; menurut kami,religiusitas sebagian besar warga AS sangat tinggi, karena negara inijuga merupakan salah satu masyarakat pasca-industri yang palingtidak setara, dalam perbandingan. Tingkat ketidakamanan ekonomiyang relatif tinggi dialami oleh banyak sektor dari masyarakat AS,terlepas dari kemakmuran Amerika, yang disebabkan oleh pe ne kan -an budaya pada nilai-nilai tanggung jawab pribadi, pencapaianindividu, dan kecurigaan pada pemerintahan yang gemuk, yangmembatasi peran pelayanan-pelayanan publik dan negara ke-sejahteraan untuk hal-hal dasar seperti jaminan kesehatan yangmencakup semua populasi pekerja. Banyak keluarga Amerika,bahkan di kalangan kelas menengah yang profesional, menghadapirisiko pengangguran, bahaya sakit tiba-tiba tanpa asuransi medispribadi yang memadai, kerentanan menjadi korban kejahatan, danpersoalan pembiayaan untuk perawatan jangka-panjang paramanula. Warga Amerika menghadapi kekhawatiran yang lebih besardibanding warga negara di negara-negara industri maju yang laindalam hal apakah mereka akan tercakup dalam asuransi medis,apakah mereka akan dipecat begitu saja, atau apakah mereka akandipaksa untuk memilih antara kehilangan pekerjaan mereka danmencurahkan diri mereka bagi anak baru mereka.51 Budaya ke -pengusahaan dan penekanan pada tanggung jawab pribadi telahmembawa kemakmuran besar, namun salah satu akibatnya adalahbahwa AS memiliki ketidaksetaraan pendapatan yang lebih besardibanding negara-negara industri maju yang lain.52 Berdasarkanperbandingan, terlepas dari perubahan belakangan ini, negara-negara Skandinavia dan Eropa Barat tetap merupakan sebagian darimasyarakat-masyarakat yang paling egaliter, dengan suatukumpulan layanan kesejahteraan yang sangat luas, termasukjaminan kesehatan yang menyeluruh, layanan-layanan sosial, dan

    132 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • pensiun.53 Seperti yang ditunjukkan oleh Gill dan Lundgaarde (akanterbit), tingkat pengeluaran kesejahteraan yang tinggi memper -lihatkan suatu hubungan yang sangat negatif dengan kehadiran digerejabahkan dengan mengontrol urbanisasi, kemelekhurufan,pluralisme keagamaan, dan indikator-indikator modernisasi yanglain.

    Jika argumen ini hanya bersandar pada perbandingan-perbandingan lintas-negara, maka tentu saja ini akan terlalu ter -batas, karena beragam ciri lain membedakan Eropa Barat dan AS.Namun bukti-bukti tersebut juga dapat dikaji pada tingkat individudengan melihat pada seberapa jauh distribusi pendapatan terkaitdengan perilaku keagamaan. Pola-pola dalam Gambar 4.8 mem per -lihatkan bahwa religiusitas pada tingkat individu secara sistematis

    Gambar 4.7. Religiusitas dan Ketidaksetaraan Ekonomi

    CATATAN: Seberapa sering berdoa? p199: Seberapa sering anda berdoa kepadaTuhan di luar ibadah-ibadah keagamaan? Apakah ... setiap hari (7), lebih dari sekaliseminggu (6), sekali seminggu (5), setidaknya sekali sebulan (4), beberapa kali se-tahun (3), sangat jarang (2), tidak pernah (1). Rata-rata frekuensi per masyarakat.Ketidaksetaraan ekonomi diukur dengan koefisien GINI, tahun terbaru, BankDunia 2002.Sumber: Survei Nilai-nilai Dunia, gabungan 1981-2001.

    Rend

    ah

    Seb

    erap

    a se

    ring

    berd

    oa?

    T

    inggi

    Rendah Ketidaksetaraan ekonomi Tinggi

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 133

    Democracy Project

    Budaya Keagamaan

    Timur

    Protestan

    Katolik Roma ______

    Rsq = 0.3765

  • terkait dengan distribusi kelompok-kelompok pendapat an dalammasyarakat-masyarakat pasca-industri: si miskin hampir dua kalilebih religius dibanding si kaya. Pola-pola yang mirip dapatditemukan di AS (lihat Gambar 4.9); sebagai contoh, 2/3 (66%) darikelompok pendapatan yang paling kurang mampu berdoa setiaphari, dibandingkan dengan 47% kelompok pendapatan tertinggi.

    Tidak ada satu pun indikator yang memadai pada dirinya sendiri

    Gambar 4.8. Religiusitas berdasarkan Pendapatan di Masyarakat-masyarakat Pasca-Industri

    CATATAN: Persentase publik yang berdoa setiap hari dan yang menganggap agamasangat penting berdasarkan desile kelompok pendapatan rumahtangga (meng hit-ung semua gaji, upah, pensiun, dan pendapatan-pendapatan lain, sebelum pajakdan pengurangan-pengurangan lain) dalam masyarakat-masyarakat pasca-industri.Sumber: Studi Nilai-Nilai Dunia, gabungan 1981-2001.

    134 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

    Agama sangat penting

    Berdoa setiap hari

    Berdoa setiap hari Agama sangat penting

    Rendah

    Tinggi

  • untuk menegaskan atau meyangkal tesis sekularisasi tersebut. Dankarena pilihan ukuran-ukuran dan konsep-konsep tertentu tetapterbuka untuk dipertanyakan, berbagai studi menggunakan periode-periode waktu dan kerangka perbandingan lintas-negara alternatif,dan kita sering kali kekurangan bukti-bukti jangka panjang yangakan lebih meyakinkan. Namun kumpulan bukti-bukti dalammasyarakat pasca-industri yang disajikan di sini berfungsi untuk

    Gambar 4.9. Religiusitas berdasarkan Pendapatan di AS

    CATATAN: Kecenderungan-kecenderungan linear dalam persentase publikAmerika yang berdoa setiap hari dan yang menganggap agama sangat pentingmenurut desile kelompok pendapatan rumah tangga (menghitung semua gaji, upah,pensiun, dan pendapatan-pendapatan lain, sebelum pajak dan pengurangan-pengu-rangan lain).Sumber: Studi Nilai-nilai Dunia, gabungan 1981-2001.

    TEKA-TEKI SEKULARISASI DI AMERIKA SERIKAT DAN EROPA BARAT 135

    Democracy Project

    Agama sangat penting

    Berdoa setiap hari

    Berdoa setiap hari Agama sangat penting

    Rendah

    Tinggi

  • memperkuat pola-pola lebih luas yang diberikan dalam bab-babsebelumnya. Sekularisasi bukanlah suatu proses yang deterministik,namun ia masih merupakan salah satu proses yang secara umumdapat diramalkan, dengan berdasarkan pengetahuan tentangbeberapa fakta tentang tingkat perkembangan manusia dankesetaraan sosio-ekonomi di tiap-tiap negara. Terlepas dari berbagaimacam kemungkinan faktor penjelas yang dapat dimasukkan dalamgambaran tersebutmulai dari struktur kelembagaan, pembatasan-pembatasan negara terhadap kebebasan beribadah, peran historisdari hubungan negara-gereja, hingga pola-pola persaingankelompok keagamaan dan gerejatingkat keamanan individu dansosial dalam suatu masyarakat tampak memberikan penjelasan yangpaling meyakinkan dan sederhana. Namun apakah penjelasan inimasih tetap berlaku di tempat lain, pun di dunia Muslim? Kita akanmenguji tesis ini.***

    136 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • 5Kebangkitan Agama di Eropa Pasca-Komunis?

    APAKAH PROSES MEROSOTNYA PERAN AGAMA YANG TERJADI DI NEGARA-negara pasca-Komunis mirip dengan proses sekularisasi yangdialami di Eropa Barat? Atau, seperti yang diandaikan teori sisi-penawaran, apakah pada dekade terakhir terjadi suatu kebangkitankembali religiusitas di wilayah ini, setelah runtuhnya komunisme?Kepustakaan yang ada terbelah menyangkut isu-isu ini, sebagiankarena berbagai keterbatasan bukti-bukti yang ada menjadikan sulituntuk memecahkan perdebatan ini. Seperti yang dikatakan seorangkomentator, negara-negara bekas Komunis tersebut tidak tertarikmengumpulkan statistik-statistik resmi menyangkut afiliasikeagamaan dan kehadiran di gereja selain keterangan-keteranganyang akan digunakan untuk menghancurkannya.1 Survei yangsekali-kali dijalankan selama masa Soviet tidak didasarkan padasampel-sampel nasional yang representatif. Selama periode ini,respons-respons terhadap pertanyaan-pertanyaan survei tentangreligiusitas bisa jadi juga telah tercemari oleh ketakutan akanhukuman pemerintah. Sebagai akibatnya, sebelum awal 1990-an,kita kurang memiliki survei-survei lintas-negara yang dapatdipercaya, yang memungkinkan kita untuk membandingkankecenderungan-kecenderungan jangka panjang dalam sikap danperilaku keagamaan. Di antara 27 negara Eropa pasca-Komunisyang ada sekarang ini, Hungaria merupakan satu-satunya negara

    137

    Democracy Project

  • yang dimasukkan dalam Survei Nilai-nilai Dunia 1981, meskipunGelombang kedua yang dilakukan selama awal 1990-an mencakupselusin negara pasca-Komunis; Gelombang ketiga selama per tengah -an 1990-an mencakup 22 negara, dan Gelombang keempat selama1999-2001 mencakup 14 negara. Dengan tidak adanya survei-survei representatif yang dapat dipercaya selama era Komunis yangakan memungkinkan kita untuk mengkaji kecenderungan dariwaktu ke waktu, kami berpikir bahwa cara alternatif terbaik untukmeneliti berbagai kecenderungan jangka panjang adalah mengkajisurvei-survei yang dijalankan selama 1990-an dengan menggunakanperbandingan-perbandingan generasi, yang didasarkan pada asumsibahwa sikap-sikap terhadap agama yang ditanamkan selama tahun-tahun pertumbuhan suatu generasi tertentu akan meninggalkanjejak yang mendalam pada tahun-tahun berikutnya. Jika kita me -nemukan perbedaan-perbedaan antar-generasi yang substansial dinegara-negara tertentu, semua itu mengandaikan (meskipun tidakmembuktikan) arah di mana kecenderungan-kecenderungan yangada bergerak. Di mana perbedaan-perbedaan lintas-negara yangpenting tampak, seperti perbedaan-perbedaan antara Rumania yangrelatif religius dan Estonia yang relatif sekular, maka kita perlumeneliti sebab-sebabnya pada tingkat sosial, serta mengkaji peranfaktor-faktor seperti peraturan negara tentang lembaga-lembaga ke -agamaan, dan dampak indikator-indikator perkembangan manusia.

    Perdebatan Sekularisasi versus Sisi-Penawaran

    Teori-teori sekularisasi (sisi-permintaan) dan pasar keagamaan (sisi-penawaran) telah digunakan untuk menjelaskan berbagai per kem -bangan di wilayah itu, namun studi-studi sebelumnya tidak mampumemecahkan mana yang paling didukung bukti-bukti empiris. Disatu sisi, tesis sekularisasi tradisional mengandaikan bahwareligiusitas perlahan terkikis di Eropa Tengah dan Timur dari satudekade ke dekade berikutnya, karena alasan-alasan yang sama yangberlaku dalam masyarakat-masyarakat industri yang lain. Secarakhusus, keutamaan Nilai-nilai keagamaan dan kebiasaan hadir digereja diharapkan akan terkikis saat sebuah masyarakat mengalamitransisi jangka panjang dari masyarakat agraris yang lebih miskin kenegara industri yang lebih makmur. Kebijakan-kebijakan sosial diUni Soviet menekankan perluasan negara kesejahteraan, keamanankerja, dan akses yang tersebar luas terhadap layanan-layanan publik

    138 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • dalam hal kesehatan, perumahan, bantuan bagi pengangguran,pengasuhan anak, dan pensiun. Negara menanamkam investasi yangbesar untuk memperluas akses ke sekolah-sekolah dan universitas-universitas, sehingga pada awal 1980-an tingkat partisipasi dalampendidikan tinggi di negara-negara blok Soviet hanya sedikit dibelakang negara-negara Barat.2 Represi resmi terhadap agamadiharapkan memperkuat faktor-faktor ini, meskipun dampaknyasangat berbeda dari satu negara ke negara yang lain: di Polandia,misalnya, usaha-usaha yang dipimpin Soviet untuk menindas agamabersifat kontra-produktif, yang menjadikan masyarakat Polandiauntuk memperkuat keterikatan mereka pada agama sebagai suatucara untuk memelihara identitas Polandia mereka. Setelah runtuh -nya komunisme, kecenderungan ke arah sekularisasi yang terkaitdengan pembangunan seharusnya terus berkembang di negara-negara yang mengalami transisi demokrasi yang berhasil, sepertiPolandia, Hungaria, dan Republik Ceko, dan hubungan-hubunganeksternal yang lebih aman di mana negara-negara tersebut menjaditerintegrasi ke dalam Uni Eropa dan NATO. Dalam masyarakat-masyarakat pasca-Komunis tersebut, di mana kehidupan orang-orang secara bertahap menjadi lebih aman selama akhir abad ke-20,sebuah versi sederhana dari tesis modernisasi akan menjadikan kitamengharapkan suatu hubungan yang linear antara usia dan Nilai-nilai keagamaan (seperti arti penting yang dilekatkan pada agama),serta antara usia dan partisipasi keagamaan (seperti kehadirandalam ibadah-ibadah keagamaan dan doa harian): dalam keduakasus tersebut, kami berharap menemukan bahwa kaum mudakurang religius dibanding kaum tua. Sebaliknya, agama diharapkanakan tetap kuat di kalangan kaum muda maupun tua di masyarakat-masyarakat agraris pasca-Komunis yang masih miskin dan kurangmaju (seperti Albania, Moldova, dan Azerbaijan), karena alasan-alasan yang sama yang berlaku pada masyarakat-masyarakatberpenghasilan rendah lain di seluruh dunia. Negara-negara sepertiTurkmenistan, Kazakhstan, dan Uzbekistan di Asia Tengah meng -alami kemunduran selama 1990-an, dengan perekonomian yangdicirikan oleh sejumlah besar petani, industri manufaktur berat yangrapuh, pertumbuhan negatif, kesehatan dasar yang buruk, rata-rataharapan hidup yang menurun, ketidaksetaraan sosial, dan kemiskin -an yang tersebar luas (dengan Pendapatan Kotor Nasional per kapitadi bawah $5.000 pada tahun 2000).

    Dukungan bagi tesis sekularisasi tradisional dapat ditemukandalam kepustakaan tersebut. Sebagai contoh, Need dan Evans

    KEBANGKITAN AGAMA DI EROPA PASCA-KOMUNIS? 139

    Democracy Project

  • membandingkan pola-pola religiusitas pada 1993-1994 di sepuluhmasyarakat pasca-Komunis yang mereka kelompokkan sebagaiKatolik (Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Lithuania, Slovakia)dan Ortodoks (Belarus, Bulgaria, Rumania, Rusia, dan Ukraina).Diuji dengan model-model regresi usia linear dan logged (kurvalinear), studi tersebut melaporkan bahwa angka partisipasi gerejabiasanya menunjukkan suatu pola penurunan linear ketika sese -orang berpindah dari generasi yang lebih tua ke yang lebih muda,tepat sebagaimana diandaikan oleh teori sekularisasi.3 Studi-studikasus kualitatif juga mendukung temuan-temuan ini; Borowikmenyatakan bahwa runtuhnya Uni Soviet membawa suatupergeseran radikal di Eropa Tengah dan Timur ketika posisi legalgereja berubah secara dramatis, di mana rezim-rezim yang barumengakui kebebasan beragama sebagai hak-hak asasi manusiadasar.4 Di Rusia, Belarus, dan Ukraina, jumlah orang-orang yangmenyatakan keyakinan mereka pada Tuhan dan kesetiaan merekapada tradisi Ortodoks naik dalam jangka pendek, segera setelahruntuhnya komunisme, namun studi tersebut menemukan bahwakomitmen terhadap Gereja, dan tingkat praktik keagamaan, di sanasekarang ini sama rendahnya seperti di sebagian besar masyarakatsekular Eropa Barat. Borowik menyimpulkan bahwa gambaranreligiusitas sekarang ini di negara-negara ini, di mana atheismeditanamkan selama bertahun-tahun, tetap cukup mirip dengangambaran di Eropa Barat, di mana sekularisasi berkembang secaraspontan. Kaariainen juga menyimpulkan bahwa suatu kebangkitankeagamaan yang singkat terjadi di Rusia pada awal 1990-an, namunsetelah itu situasi menjadi stabil. Pada akhir 1990-an, ia menemukanbahwa hanya satu per tiga dari populasi Rusia menganggap dirimereka sebagai orang-orang beriman, sementara mayoritas populasitetap acuh tak acuh terhadap agama. Lebih jauh, karena warisanatheis mereka, sebagian besar orang hanya memiliki pengetahuansepintas lalu tentang keyakinan-keyakinan Ortodoks umum, danbanyak orang juga percaya pada astrologi, ilmu magis, reinkarnasi,dan sebagainya. Gereja Ortodoks Rusia tersebut tetap dihormati,namun hanya minoritas orang yang menggambarkan diri merekasebagai Ortodoks. Terlepas dari jumlah gereja dan paroki yangsemakin besar di negara tersebut, Kaariainen menemukan bahwawarga Rusia pergi ke gereja kurang sering dibanding warga Eropayang lain.5 Sebagian komentator juga menegaskan bahwa bentuk-bentuk baru spiritualitas individual di luar gereja mulai tumbuh diEropa Tengah dan Timur.6

    140 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • Jika proses sekularisasi tersebut terkait dengan perkembanganmanusia dan keamanan eksistensial, seperti yang diperlihatkanbukti-bukti yang disajikan sebelumnya dalam buku ini, maka kitamungkin mengharapkan pengikisan religiusitas jangka panjang disebagian besar masyarakat pasca-Komunis lebih kompleks di -bandingkan yang diandaikan oleh versi sederhana dari teorimodernisasi. Ketika standar-standar kehidupan secara bertahap naikdi wilayah ini, hal ini akan cenderung mengikis religiusitas secarabertahap di masing-masing kelompok kelahiran, seperti yangdiandaikan oleh teori sekularisasi tradisional. Di sisi lain, merosot -nya standar-standar hidup dan hilangnya negara kesejahteraan yangterjadi selama dekade terakhir akan membuat kita mengharapkansuatu kebangkitan religiusitas jangka pendek di masyarakat-masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah, khususnya disegmen-segmen populasi yang lebih rentan seperti para manulayang hidup dengan bersandar pada uang pensiun yang semakinberkurang, sementara terjadi hiperinflasi pada makanan dan hargabahan bakar. Perasaan ketidakamanan eksistensial yang tersebar luasjuga didorong oleh pengenalan mendadak pasar bebas neo-liberal,yang menghasilkan resesi besar, yang membuat jutaan pekerja sektorpublik kehilangan pekerjaan; dan di mana tabungan-tabunganrumah tangga terancam oleh hiperinflasi (seperti di Azerbaijan danBelarus); serta di mana stabilitas politik dan kepemimpinanpemerintah dicemari oleh berbagai skandal korupsi atau krisisperbankan; dan di mana konflik etnik semakin memburuk atau dimana keamanan dalam negeri terancam oleh gerakan-gerakan pe -misahan diri, seperti yang terjadi dalam konflik Chechnya.7 Dalamkasus yang paling dramatis, pecahnya bekas republik Yugoslaviamengakibatkan pecahnya perang saudara berdarah di Bosnia-Herzegovina, memperkuat identitas-identitas etno-religius danmenonjolnya religiusitas di kalangan-kalangan Katolik, Ortodoks,dan Muslim yang hidup bersama di wilayah Balkan. Teorisekularisasi yang didasarkan pada keamanan eksistensial dengandemikian memprediksikan bahwa proses modernisasi sosial diEropa pasca-Komunis akan cenderung menghasilkan suatu ke -merosotan linear religiusitas jangka panjang dalam masing-masingkelompok kelahiran, dan bahwa transformasi bertahap ini akancenderung diimbangi oleh faktor-faktor jangka pendek yang terkaitdengan runtuhnya komunisme. Dengan demikian (1) sekularisasihanya terjadi di negara-negara Eropa Tengah dan Timur yang telahmengalami suatu proses jangka panjang perkembangan manusia dan

    KEBANGKITAN AGAMA DI EROPA PASCA-KOMUNIS? 141

    Democracy Project

  • kesetaraan ekonomi, (2) sekularisasi paling jelas terlihat di sektor-sektor sosial yang paling aman dan makmur, dan juga (3) negara-negara tertentu di wilayah itu sangat mungkin mengalami suatukebangkitan kembali religiusitas jangka pendek jika keadaan-ke -adaan setelah runtuhnya komunisme menghasilkan suatu perasaanterkikisnya keamanan eksistensial.

    Bertentangan dengan penafsiran ini, suatu rangkaian perkiraanyang sangat berbeda dihasilkan oleh teori-teori sisi-penawaran pasarkeagamaan. Bukti-bukti yang dikaji sebelumnya menghamparkansuatu keraguan serius pada kemampuan teori ini untuk menjelaskanberbagai variasi di Eropa Barat, namun sangat mungkin bahwapenjelasan ini memberikan suatu kasus yang lebih meyakinkandalam keadaan-keadaan yang berlaku di negara-negara pasca-Komunis. Teori sisi-penawaran menegaskan bahwa pola-polareligiusitas di negara-negara pasca-Komunis ditentukan oleh peranorganisasi-organisasi keagamaan yang secara aktif bersaing mem -perebutkan keyakinan dan perasaan, dan khususnya tingkatregulasi negara terhadap gereja. Selama masa Soviet, organisasi-organisasi keagamaan dikekang atau dibatasi secara kuat di sebagianbesar negara Eropa Tengah dan Timur, di mana partai KomunisTak-Bertuhan secara aktif mempromosikan keyakinan-keyakinandan praktik-praktik atheis.8 Agama tidak dihancurkan, namunsangat dibatasi di sebagian besar masyarakat ini.9 Bubarnya UniSoviet dan runtuhnya komunisme membawa suatu perubahan besardalam hubungan antara negara dan gereja, di mana kebebasanberagama mulai secara resmi diakui sebagai hak dasar manusia danberbagai macam kelompok keagamaan menjadi bebas untukbersaing memperebutkan pengikut. Jika kebijakan atheisme dibawah negara Soviet tersebut membatasi religiusitas, maka kitamungkin meng harapkan suatu pola kurva linear dari perbedaan-perbedaan usia dalam religiusitas. Kita mungkin mengharapkanuntuk menemukan suatu kurva berbentuk-U, di mana religiusitasrelatif kuat di kalangan generasi yang lebih tua yang tumbuh dalammasyarakat-masyarakat pra-Komunis, dan juga kelompok termudayang tumbuh dalam keadaan-keadaan yang lebih liberal, sementaragenerasi usia menengah akan terbukti paling kurang religius. Hal inidapat diuji dengan melihat apakah usia paling kuat terkait denganindikator-indikator religiusitas dalam bentuk linear (monoton) ataulogged (kurva linear).

    Beberapa studi telah mendeteksi dukungan bagi tesis ini; sebagaicontoh, Greeley membandingkan opini publik terhadap agama di

    142 STUDI-STUDI KASUS AGAMA DAN POLITIK

    Democracy Project

  • sembilan negara bekas Komunis, yang sebagian besar berada diwilayah Baltik dan Eropa Tengah (Rusia, Hungaria, Slovenia,Slovakia, Jerman Timur, Polandia, Latvia, Bulgaria, dan RepublikCeko), yang berasal dari analisa Program Survei Sosial Internasional1991 dan 1998.10 Greeley menemukan bahwa keyakinan-keyakinanKristen umum, sepeti kepercayaan pada Tuhan dan pada rein kar -nasi, sangat tersebar luas di wilayah ini. Ia menyatakan bahwaperbandingan-perbandingan generasi dalam hal keyakinan-keyakinan ini memperlihatkan suatu kurva linear berbentuk-U, dimana kalangan yang paling tua dan generasi pasca-1960-an lebihmungkin mengungkapkan keyakinan pada Tuhan dibandingkalangan usia menengah. Greeley menyimpulkan bahwa suatukebangkitan dalam keyakinan-keyakinan keagamaan terjadi dikalangan generasi yang lebih muda di wilayah itu, khususnya diRusia, meskipun ia mengakui bahwa hal ini, sejauh ini, tidak disertaidengan naiknya kehadiran di gereja. Dimensi-dimensi perilakureligius yang lain, termasuk afiliasi pada Gereja Ortodoks danketerlibatan dalam ibadah, tetap relatif rendah dan memperlihatkansuatu pengikisan yang jelas pada masing-masing kelompokkelahiran.11 Studi lain oleh Froese juga menyimpulkan bahwa teorisisi-penawaran tersebut sesuai dengan kasus-kasus Hungaria,Polandia, dan Jerman Timur, di mana kebangkitan keagamaan ter -jadi setelah kemerdekaan, yang menurutnya didorong oleh bangkit -nya organisasi-organisasi gereja.12

    Faktor-faktor lain yang Relevan

    Perdebatan antara para teoretisi sekularisasi (sisi-permintaan) danpara pembela teori pasar keagamaan (sisi-penawaran) sulit untukdipecahkan, sebagian karena terbatasnya data survei dari waktu kewaktu yang tersedia, namun juga karena studi-studi sebelumnyamemfokuskan diri pada periode-periode dan kerangka-kerangkaperbandingan yang berbeda. Salah satu bahaya klasik dalampendekatan studi kasus, yang berfokus pada studi-studi historistentang peran gereja dalam suatu negara tertentu seperti Polandiaatau AS adalah bahwa negara-negara tertentu dapat dipilih untukdiselaraskan dengan hampir semua teori apa pun. Studi komparatifsepuluh negara oleh Need dan Evans lebih menyeluruh, namun iadidasarkan pada survei-survei yang dilakukan selama awal 1990-an,hanya beberapa tahun setelah kemerdekaan, ketika banyak

    KEBANGKITAN AGAMA DI EROPA PASCA-KOMUNIS? 143

    Democracy Project

  • masyarakat masih berada di tengah-tengah transisi demokrasi danekonomi pasar neo-liberal. Perubahan-perubahan generasi munculterlalu lambat untuk bisa ditangkap dengan cepat. Perubahan-perubahan dalam hal Nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan keagama -an dari generasi ke generasi yang benar-benar terjadi setelahkemerdekaan akan memerlukan beberapa tahun untuk menjadijelas. Sebagian besar survei komparatif juga menganalisa religiusitasdi negara-negara Katolik Eropa Tengah, dan kurang memberikanperhatian pada perkembangan-perkembangan di Eropa Timur yangOrtodoks dan di masyarakat-masyrakat Muslim.

    Hal ini membatasi generalisasi-generalisasi yang bisa ditarikmenyangkut Eropa pasca-Komunis, karena perbedaan-perbedaantajam tampak di wilayah yang luas ini, yang secara longitudinalterentang dari Baltik hingga Selat Bering dan secara latitudinalterentang dari Artik hingga Kaukasus. Masyarakat-masyarakat diEropa Tengah dan Timur berbeda secara signifikan menyangkutberagam faktor yang mungkin dapat berlaku sebagai variabel-variabel sementara yang mengkondisikan hubungan antara usia danagama. Faktor-faktor ini mencakup pengalaman sebuah masyarakatselama transisi dan konsolidasi demokrasi, serta dalam budayareligius historisnya, lamanya kekuasaan Soviet, hubungan antaragereja dan negara di bawah Komunisme, keberhasilan penyesuaianekonominya dengan pasar bebas selama dekade terakhir, integrasi -nya ke dalam organisasi-organisasi internasional seperti NATO danUni Eropa, serta dalam tingkat homogenitas dan fraksionalisasietno-religiusnya. Setiap studi sistematis dengan demikian akan perlumenggunakan analisa multivariat untuk mengontrol berbagai faktorsementara tersebut yang dapat memengaruhi hubungan antara usiadan religiusitas.

    Masyarakat-masyarakat pasca-Komunis yang paling berhasil,seperti Polandia, Hungaria, Slovakia, Slovenia, dan Republik Ceko,telah mengembangkan demokrasi perwakilan yang s