sekolah tinggi filsafat theologi...

20
Bank: 1.BCA Matraman LEMBAGAPI TEOLOGI No.342 302 2635 2.BankMANDlRI Cikini(LEMBAGAPERGURUANTINGGITEOLOGI),No.123000 5625 431 Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta tI~'~i .. 1~1(- ~ ~--'- VI _/ - ' .-~ .. - : Septemmy-Eucharistia Lakawa. Th.n. 'LI\, Jakarta, 31 Januari 2020 untuk menjadi pembicara dalam Pembinaan Warga [emaat GPIB Harapan Kasih Bekasi dengan tema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan dalam 3x pertemuan pada 8, 15, dan 22 Februari 2020. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. [abatan Agustinus Setiawidi, Th.D. Dosen tetap dan Wakil Ketua 1 Bidang Akademik STFT Jakarta Nama Menindaklanjuti permohonan dari GPIB Harapan Kasih, maka Pemimpin Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan: SURATTUGAS No. : 065a/Ketua/I/2020 Hal : Penugasan Mewakili STFT Jakarta [alan Proklarnasi 27 Jakarta 10320, Indonesia Tel. +62-21-3904237 Fax. +62-21-3906096 Email: [email protected] http://www.sttjakarta.ac.id/ SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTA (SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA) IAKARTA

Upload: others

Post on 03-Nov-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Bank: 1.BCA Matraman LEMBAGAPI TEOLOGI No.342 302 26352.BankMANDlRI Cikini(LEMBAGAPERGURUANTINGGITEOLOGI),No.123 000 5625 431

Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta

tI~'~i ..1~1(-~ ~--'-VI _/- ' .-~..- :

Septemmy-Eucharistia Lakawa. Th.n.'LI\,

Jakarta, 31 Januari 2020

untuk menjadi pembicara dalam Pembinaan Warga [emaat GPIB Harapan Kasih Bekasi

dengan tema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan dalam 3x pertemuan pada 8,

15, dan 22 Februari 2020. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana

mestinya.

[abatan

Agustinus Setiawidi, Th.D.

Dosen tetap dan Wakil Ketua 1 Bidang Akademik STFT Jakarta

Nama

Menindaklanjuti permohonan dari GPIB Harapan Kasih, maka Pemimpin Sekolah Tinggi

Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan:

SURATTUGAS

No. : 065a/Ketua/I/2020

Hal : Penugasan Mewakili STFT Jakarta

[alan Proklarnasi 27Jakarta 10320, IndonesiaTel. +62-21-3904237Fax. +62-21-3906096Email: [email protected]://www.sttjakarta.ac.id/

SEKOLAH TINGGI FILSAFATTHEOLOGI JAKARTA(SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA)IAKARTA

Page 2: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Perkembangan hermeneutika modernzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Pendekatan Schleiermacher terhadap hermeneutika umum sampai batas

tertentu menjadi sebuah solusi untuk menghadapi kebuntuan dalam penafsiran

alkitabiah yang disebabkan oleh baik Ortodoksi Prostestan, yang menekankan

ketidakbersalahan harfiah (literal innerrancy) dari Alkitab (dan karena itu

berusaha mengupayakan eksegese literal yang murni dan objektif maupun oleh

praktik di Iingkungan Gereja Katolik yang menjadikan penafsiran alkitabiah

pernyataan-pernyataan dogmatis yang tidak bisa diu bah. Penafsiran alegoris

tidak dipakai oleh Schleiermacher. Sejalan dengan itu, keyakinan bahwa teks­

teks alkitabiah merupakan hasil inspirasi ilahi tidak lagi dipertahankan untuk

menafsirkannya secara ilmiah dan kritis. Schleiermacher menuntut agar

prinsip-prinsip pemahaman manusiawi diterapkan dalam semua teks; karena

itu, tidak ada lagi otoritas di luar tekszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(extratextual authority)

Akibat dari pengaruh Schleiermacher, pemikiran hermeneutika telah

berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin filsafat

umum, dan (2) hermeneutika sebagai sub-disiplin dari sejumlah ilmu

kemanusiaan yang memiliki kepentingan hermeneutis tertentu, misalnya studi­

studi teologi dan hukum. Namun demikian, masing-masing tingkat dari

perkembangan hermeneutis ini saling mempengaruhi. Secara khusus, hal yang

menguntungkan akibat ketegangan antara hermeneutika filosofis dan

hermeneutika alkitabiah adalah munculnya sejumlah diskusi tentang topik­

topik penting seperti: hakikat teks itu sendiri, peran dan tindakan pernbaca,

otoritas dari kelompok pembaca tertentu atas teks, karakter so sial dari seluruh

penafsiran dan hubungan antara teori dan praksis.

Awal perkembangan - Friedrich Schleiermacher

Sejak awal kegiatan penafsiran Kitab Suci di kalangan Yahudi dan Kristen

perdana sampai dengan awal abad ke-19, sejarah hermeneutika sangat identik

dengan diskusi metodologis dan perkembangan eksegese alkitabiah, Namun, di

bawah pengaruh Friedrich Scheleiermacher (1768-1834) hermeneutika

memasuki tahap baru. fa membedakan denganzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAta jarn antara prinsip-prinsip

umum hermeneutika dan kepentingan-kepentingan hermeneutika partikular,

misalnya hermeneutika alkitabiah. Secara umurn, hermeneutika dipahami

sebagai seni atau ketrampilan memahami setiap teks, apapun jenisnya. Menurut

Schleierrnacher, penafsiran alkitabiah tidak boleh bertentangan dengan prinsip­

prinsip hermeneutika umum; dua hal penting yang mutlak ada dalam setiap

kegiatan penafsiran adalah: (1) penafsiran gramatikal (yakni, pemahaman

pembaca atas konvensi linguistik dan kekhususan gaya penulisan teks) dan (2)

penafsiran psikologis atau teknis (pengambilalihan makna dari keseluruhan

teks oleh pembaca).

Hermeneutika Modern

1zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1

Page 3: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Hans-Georg Gadamer

Pendekatan yang ia pakai dalam hermeneutika filosofis terkait erat dengan

usahanya untuk menjelaskan cara yang di dalamnya kebenaran mewujudkan

dirinya dalam tindak memahamizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(act of understandinq]. Dengan kata lain,

Gadamer tidak terlalu tertarik dengan membuat penelitian atau program yang

terinci tentang penafsiran teks; sebaliknya ia ingin menyelidiki struktur dari

semua pemahaman. Menurutnya, pemahaman tidak pernah menghasilkan

hubungan manusiawi yang benar-benar objektif ataupun subjektif dengan

'objek' tertentu; sebaliknya, pemahaman tersebut justru berpartisipasi dalam

apa yang sedang dipahami atau ditafsirkan, yakni berpartisipasi dalam sejarah

efek dari sebuah teks (atau karya seni). Proses pemahaman itu sendiri pada

awalnya dimotori oleh prasangka-prasangka kita (prejudices): kita selalu

memiliki suatu pengetahuan/pengertian/pemahaman awal tentang apa yang

kita hadapi secara menyeluruh, akan tetapi apa yang kita miliki itu secara

progresif ditantang oleh aksi/tindak pemahaman yang lebih terinci. Fenomena

inilah yang dimaksudkan dengan istilah 'lingkaran hermeneutis' (hermeneutical

circle). Bagi Gadamer, tujuang dari memahami (understanding) mencakup baik

itu fusi dari horison-horison (misalnya, fusi antara horison-horison pembaca

dan teks tertentu) maupun aksi/tindak memasuki tradisi dari teks tertentu

yang menjadi representasL Gadamer tampaknya sangat kuatir dengan peran

Martin Heidegger (1889-1976)

Secara khusus, analisisnya tentang 'lingkaran hermeneutika' (the hermeneutical

circle) dan tentang peran dari praanggapan dalam setiap tindak pemahaman,

mendorong minat baru dalam prinsip-prinsip hermeneutis yang mengatur

setiap aksi/tindakan dalam menafsir teks. Pemikiran hermeneutis Heidegger

memberi pengaruh yang kuat kepada para filsuf modern, seperti Hans-Georg

Gadamer dan Paul Ricoeur, begitu juga kepada para teolog, seperti Rudolf

Bultmann, Gerhard Ebeling, dan David Tracy. Dengan demikian, Heidegger

memainkan peran penting dalam perkembangan hermeneutika modern sarna

seperti yang telah dilakukan oleh Schleiermacher.

Edmund Husserl (1859-1938)

Di satu sisi, dia banyak membuat refleksi tentang bagaimana makna/arti

(meaning) dihasilkan dalam bahasa - jadi, menemukan kembali apa pernah

menjadi keprihatinan utama Schleiermacher; di sisi lain, melalui penelitian dini

dari Martin Heidegger (1889-1976) tentang kondisi-kondisi eksistensial dari

usaha manusia untuk menemukan makna yang otentik, Husserl menekankan

kembali hakikat mendasar dari hermeneutika bagi semua pemikiran filosofis.

Wilhelm Dilthey (1833-1911)

Pengikut Schleiermacher ini menyatakan bahwa herrneneutika adalah ilmu

yang menjadi pondasi dari semua ilmu kemanusiaan (human sciences). la

menekankan pentingnya membahas persoalan-persoalan epistemologis dari

hermeneutika, mengingat pada masanya hermeneutika ilrnu-ilmu kemanusiaan

harus menghadapi tumbuhnya kesadaran historis, dan karena itu ia

memperiuas bidang atau cakupan dari herrneneutika filosofis. Semen tara

hermeneutika Schleiermacher lebih disibukkan dengan penafsiran atas ujaran

manusia (lisan dan tertulis), tujuan dari hermeneutika Dilthey adalah

bagaimana memahami seluruh pengalaman man usia.

2zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1

Page 4: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Hermeneutika modern dan penafsiran alkitabiahzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Pembedaan antara hermeneutika umum dan hermeneutika khusus, misalnya

penafsiran alkitabiah, terbukti sangat berharga bagi keduanya, sebagainya

dibuktikan dalam perkembangan mutakhir dari interpretasi alkitabiah. Diskusi

tentang prinsip-prinsip hermeneutika umum telah membantu penafsiran

alkitabiah untuk menilai dengan lebih baik berbagai kemungkinan dan

keterbatasan di lingkup sendiri. Alhasil, hakikat dan kemajemukan interpretasi

alkitabiah dapat dipahami sebagai kondisi-kondisi hermeneutis yang tidak bisa

dihindari. Wawasan semacam ini dengan [elas menantang setiap usaha

hermeneutis yang berharap bahwa adazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAsebuah cara membaca kita suci yang

mutlak dan otoritatif; sejaJan dengan itu, tantangan juga dihadapi oleh mereka

yang mengandalkan penafsiran pada doktrin atau ajaran bahwa Alkitab tidak

bisa salah. Bagaimanapun juga, jika konsekuensi-konsekuensi sosial dan

gerejawi yang lebih utuh atas retleksi-retleksi hermeneutis mulai dihargai oleh

jemaat-jemaat Kristen (Barat), studi akademis atas teks-teks alkitabiah justru

Dengan demikian, minat atau fokus pada kegiatan yang menghasilkan makna

tetap mendominasi diskusi hermeneutis sampai saatzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAin t, meskipun sekarang

perhatian lebih diarahkan kepada persoalan-persoalan jenis (genre) teks dan

gaya penulisan teks (band. literary criticism dan teori-teori tentang gaya

penulisan).

Belakangan ini, diskusi hermeneutis berfokus pada tekstualitas dari teks-teks,

misalnya, hakikat dari teks itu sendiri (band. text-linguistics), dan pada kegiatan

membaca itu sendiri (band. Reader-Response Criticism). Pertanyaan yang

diajukan dalam hal ini adalah: apakah teks adalah yang ut.una d.ilam

menentukan kegiatan mernbaca atau [ustru pernbacalah [atau kornunitas dari

pembaca] yang mcnentukan makna at,111 arri sebuah teks?

Haberrnas menganalisis peristiwa-peristiwa dari komunikasi yang secara

sistematis terdistorsi, sehingga sepertinya tidak mungkin ada kebenaran yang

dapat diungkapkan. Sementara itu, Ricoeur, yang justru tertarik dengan

interpretasi teks (tidak seperti Gadamer), mengoreksi dan menambahkan

program hermeneutika Gadamer dengan menekankan pentingnya dimensi

metodologis dalam seluruh kegiatan penafsiran. Ricoeur sepakat dengan

Gadamer bahwa pernahaman kita pada awalnya digerakkan oleh sejurnlah

prasangka atau dugaan kita yang dipakai untuk memahami makna atau arti

yang utuh dari sebuah teks. Akan tetapi, pemahaman awal ini harus divalidasi

oleh prosedur-prosedur penjelasan yang mendalam yang mungkin akan

membawa kita kepada pemaharnan yang lebih kritis dari apa yang sudah

dihasilkan. Bagi Ricoeur, metode bukanlah musuh bagi perna haman, melainkan

penolong yang memang diperlukan. Itulah sebabnya, ia dengan terbuka

menyambut sumbangan analisis teks strukturalis, meskipun ia juga

memperingatkan akan bahaya pemaksaan kehendak dari ideologi-ideologi

strukturalis dalam upaya memahami (teks atau media lain).

pembaca yang terlalu besar dalam memahami teks yang dibaca sehingga ia

tidak percaya kepada semua pretensi objektivis. Dalam hal ini, Gadamer

mungkin mengabaikan kebutuhan akan koreksi metodologis dalam tindak

memahami. Kebutuhan inilah yang dilihat oleh Jiirgen Habermas dan Paul

Ricoeur.

3zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1

Page 5: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Kedua, Gadamer dan Ricoeur merupakan dua filsufyang akhir-akhir ini

memengaruhi para pakar biblika, khususnya di Eropa dan Amerika Utara.

Mereka berdua mengajak kita untuk membaca teks-teks alkitabiah sebagai

karya, bukan sebagai akumulasi dari kalimat-kalimat individual. Lebih dari itu,

dengan menekankan potensi menyingkap-kebenaranzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(truth-disclosing

potentials, keduanya menunjukkan kepada kita kualitas transformatif dari

penafsiran yang dilakukan atas teks-teks tersebut. Dengan dernikian, membaca

teks-teks alkitabiah tidak dapat dipahami sebagai kegiatan atau aktivitas yang

netral; sebaiknya aktivitas seperti ini dengan sendirinya ambil bagian dalam

sejarah efektif dari teks-teks tersebut. Alhasil, interpretasi alkitabiah dapat

Bultmann terkenal dengan program demitologisasi, yang bertujuan

menerjemahkan ke dalam horison modern atau dunia masa kini perikop atau

cerita alkitabiah yang mencerrninkan pandangan dunia masa lalu, dan karena

itu tidak lagi mampu untuk menantang pemahaman diri dari pembaca modern.

[adi, sesungguhnya Bultmann tidak mengajak kita untuk mengabaikan bagian­

bagian mitologis dari Alkitab, namun mendesak kita untuk menafsirkannya.

Namun demikian, acap kali interpretasi eksistensial Bultmann atas sejumlah

teks PB cenderung menjadi sebuah pandangan reduksionis, khususnya jika

teks-teks tersebut dianggap sebagai contoh-contoh untuk transformasi

individual ketimbang kelompok, dan dianggap tidak mengacu kepada peristiwa­

peristiwa yang melahirkan iman Kristen.

Pertama, tanggapan Bultmann atas hermeneutika eksistensial Heidegger secara

siginifikan telah mentransformasi pemahaman diri sendiri tentang interpretasi

alkitabiah, meskipun transformasi seperti ini juga menuai protes dari Karl Barth

dan para pengikutnya. Baik Barth maupun Bultmann sepakat bahwa penafsiran

alkitabiah harus lebih dari sekadar menjadi analisis yang sungguh-sungguh

historis dan filologis; keduanya menekankan respons iman yang muncul akibat

pengaruh teks-teks tersebut sebagai persoalan utama dalam penafsiran

alkitabiah. Akan tetapi, jika Barth menganggap refleksi atas sejumlah

praanggapan filosofis dari penafsiran alkitabiah sebagai pemaksaan yang tidak

sah atas teks-teks terse but, Bultmann dan para pakar yang lain yang

mengikutinya yang memperkenalkan 'The New Hermeneutic' Cantara lain,

Gerhard Ebeling, Ernst Fuchs, Robert Funk, dan James M. Robinson)

mengganggap refleksi ini sebagai fondasi yang diperlukan bagi setiap eksegese

alkitabiah modern dan bertanggung jawab.

Bultmann sendiri menerima analisis Heidegger tentang lingkaran hermeneutis

dan menekankan pentingnya kesadaran bahwa eksegese tanpa praanggapan

tidak pernah mungkin ada. Lebih dari itu, ia mengikuti keprihatinan dan bahasa

eksistensialis dengan menekankan bahwa kegiatan memahami teks alkitabiah

harus menjadi sebuah tindakan dari keputusan eskatologis bagi kehidupan

otentik orang Kristen.

telah lama dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan dalam

hermeneutika filosofis. Dalam abad ke-19, para penafsir biblika, yang mengikuti

Lessing dan Schleiermacher, telah secara positif menanggapi pemahaman yang

baru tentang sejarah dan kesadaran yang tumbuh cepat akan perkembangan

bentuk-bentuk sastra (band. sejarah metode historis-kritis). Dalam abad ke-20

sejauh ini kita dapat membedakan dua tahap dalam hal sambutan atau

penerimaan atas hermeneutika filosofis oleh para penafsir biblika.

4zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1

Page 6: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Terkait penerimaan hermeneutika Ricoeur, kepakaran biblika sekarang ini lebih

sering terlibat dalam diskusi-diskusi yang membahas persoalan-persoalan jenis

sastra dan gaya sastra dan peran mereka dalam proses pembacaan, dan banyak

hal bermanfaat telah dihasilkan. Sementara itu, diskusi tentang etika membaca

baru mulai diminati, baik dalam hermeneutika filosofis maupun dalam

penafsiran alkitabiah. Bagaimanapun juga, tampaknya perkembangan yang

terakhir ini akan menekankan lebih jauh lagi kebutuhkan para pakar biblika

untuk berpartisipasi dalam diskusi hermeneutis masa kini.

berlangsung hanya jika ia secara kritis berupaya untuk menghubungkan diri

dengan apa yang teks-teks ini bicarakan, yakni dengan referensi-referensi

teologis mereka (teks-teks terse but). M enurut Ricoeur, kritik filologis, historis

dan literer, dan juga cara-cara lain yang dipakai untuk menjelaskan teks-teks

akan menambahkan sesuatu kepada pemahaman kita, akan tetapi tidak bisa

menggantikan pemahaman itu sendiri. Jadi, tampaknya hermeneutika modern

menekankan kembali tuntutan akan sebuah teologi biblika yang memadai.

5zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1

Page 7: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Agustinus Setiawidi, Th. D.

Pada tanggal8 Februari 2020 saya telah menyampaikan ceramah dalam sebuah seminar bertema

"Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan oleh rnajelis GPIB [ernaat Harapan Kasih.

Seminar ini dilaksanakan dalam kerangka membekali para penetua (60 orang secara

keseluruhan) di jernaat GPIBHarapan Kasih untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan

menafsir Alkitab. Keterampilan tersebut diharapkan akan membantu mereka dalam

melaksanakan tugas masing-masing.

Seminar berlangsung dalam dua tahap: (1) penyampaian materi tentang hermeneutika dan (2)

diskusijtanya jawab. Dari tahap kedua, tampak bahwa pada umumnya para peserta dapat

memahami materi yang disampaikan. Bahkan, beberapa pertanyaan kritis mempertajam

sejurnlah hal yang telah disampaikan.

LAPORAN HASIL KEGIATAN

Seminar "Teknik Menafsir Alkitab" - Hermeneutika Modern

(GPIB [emaat Harapan Kasih)

Page 8: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

1. Metode Historis-Kritis

Metode ini adalah metode standard yang dipelajari oleh mereka yang belajar teologi di

bangku akademik. Penafsiran akademik dapat diidentikan dengan metode historis-kritis.

Dalam sejarahnya, pendekatan ini telah mengalami pengembangan sedemikian rupa

sehingga muncul sejumlah sub pendekatan dan pendekatan personal yang

memanfaatkannya. Karakteristik dari pendekatan historis-krttis adalah objektivitas:

penafsir sedapat mungkin harus mengambil jarak dengan apapun yang menjadi penilaian

pribadizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(personal judgement), dan sebaliknya dengan rendah hati mendekatkan diri

dengan dunia penulis Alkitab yang mungkin asing baginya. Penafsir harus menjadi

advokat dari penulis teks. Sebelum masuk ke dalam sumur masa lalu, penafsir harus

membebaskan diri dari semua hal yang menyangkut eksistensi masa kininya; pasalnya,

dogma atau nilai-nilai moral hanya akan membuat pudar dan menghalangi pemahaman

tentang kebenaran historis. Peristiwa-peristiwa alkitabiah dan historis harus dihormati

dalam keunikan mereka dan penafsir tidak boleh menarik kesimpulan langsung apapun

dari masa lalu ke masa kini. Garis sejarah harus diterima sebagai fakta. Penafsir tidak

hanya harus kritis terhadap penerapan-penerapan yang naif dari teks yang ditafsirkan, ia

juga harus secara kritis bertanya apakah teks itu sendiri melaporkan fakta-fakta historis

dengan benar. Eksegese diperlukan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan ilmu­

ilmu historis seperti ilmu sejarah, sosiologi, studi perbandingan agama, dan arkeologi.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Tujuan dari pendekatan ini adalah: menemukan kembali makna/pesan asli dari teks

pada waktu ditulis. Prinsip dari pendekatan ini adalah: memahami Alkitab ada/ah

memahami maksud asli penulis dalam dunianya. Prinsip ini diterapkan dengan

memanfaatkan sejumlah perangkat yang diambil alih dan dipakai oleh disiplin-disiplin

historis-filologis.

a. Alkitab dipahami sebagai teks yang diturunalihkan dengan cara disalin; alhasil, muncul

berbagai variasi teks sebagai hasil dari tradisi tekstual, yang tidak seragam. Terjemahan­

terjemahan yang ada tidak seragam (misalnya, terjemahan dalam bahasa Aram, Yunani,

Siria, Latin, dlsb.). Dalam hal ini, pendekatan historis-kritis memanfaatkan kritisisme

tekstual (textual criticism) untuk menentukan teks yang paling tua yang menjadi basis dari

teks-teks terjemahan yang lain. Contoh: Keluaran 3:14 (MT: 'I am who I am'. LXX: 'I am

the being'. Targum: I am the God, who created heaven and earth. Dalam hal ini standar

yang dipakai adalah lectio brevior probabilior and lectio difficilior probabilior (semakin

pendek/singkat sebuah teks, semakin mendekati teks yang asli). Teks Yunani

menghubungkan Allah di semak duri yang terbakar dengan pertanyaan ontologis tentang

Allah, untuk lebih menarik perhatian pembaca Yunani. Teks Aram menyederhanakan teks,

dengan menempatkan Allah pencipta yang universal dalam semak duri yang terbakar.

Selanjutnya, pendekatan ini melibatkan kritisisme literer (literary criticism) untuk

menentukan apakah sebuah teks merupakan unit yang berdiri sendiri atau bagian dari

komposisi dari lapisan-Iapisan redaksional yang berbeda-beda. Dalam studi Perjanjian

Lama, contoh yang paling baik adalah bagaimana teks-teks itu dibedakan menurutsumber-sumbernya (J, E, 0, P, dlsb.). Contoh: Kisah Air Bah (Kej. 6:5-8:22) yang

mengandung sejumlah doublings (narasi ganda yang memberikan informasi berbeda).Menurut Kejadian 6:19 sepasang-sepasang; menurut 7:2 tujuh pasang. Menurut 7:12, air

bah berlangsung selama 40 hari, sedangkan menurut 7:24, 150 hari.Berikutnya, pendekatan historis-kritis memanfaatkan sejarah penurunalihan lisan (Ing., the

history of oral transmission; Jer. Oberlieferungsgeschichte). Contoh: tradisi-tradisi Elia

PENDEKATAN DENGAN FOKUS PENGARANG DAN DUNIANYA

Kemajemukan pendekatan masa kini atas penafsiran Alkitab

Manfred Deming, Contemporary Biblical Hermeneutics. An Introduction. 2006. An

Introduction. Aldershot: Ashgate.

Page 9: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

dalam 1 Raja-raja 17zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAsId 2 Raja-raja, yang memperlihatkan pergantian yang aneh tentang

siapa yang harus dihadapi oleh Elia; dari raja, seluruh umat, para nabi Baal, sampai Ratu

Izebel. Tampaknya ada tradisi asli yang diturunalihkan secara lisan, yaitu: Ahab sebagai

oponen Elia selama masa pemerintahannya (kl. 874-835). Selanjutnya oleh transmisi

tradisi oral musuh Elia berturut-turut adalah: Ratu Izebel, menyusul pemerintahan singkat

Ahazia (kl. 853-852), yang memerintah dalam kapasitas sebagai Ibunda sang Raja (kl.

852-842) dan menjadi pelindung dari ibadah Baal. Akhirnya, umat Israel menjadi musuh

bersama terhadap Elia.

Kritisisme redaksi (redaction criticism ) juga dipakai oleh pendekatan historis-kritis. Kritik ini

dibangun di atas kritisisme literer dan sejarah penurunalihan lisan. Jika kritisisme literer

berfokus pada penguraian (dissection) teks-teks atas sumber-sumber yang menghasilkan

teks-teks tersebut, kritisisme redaksi berfokus pada kombinasi dari beberapa teks dan

menganalisis hal-hal yang terkait dengan teologi dan linguistik. Menurut kritisisme ini, bisa

saja dua unit teks dari kitab atau bagian yang berbeda berasal dari satu sumber dan

menawarkan tema teologis dan bahasa yang sama. Contoh: Yeremia yang selama ini

dianggap memiliki kedekatan dengan Ulangan, khususnya dalam ujaran prosa. Pendapat

lama mengatakan bahwa Yeremia terlibat dalam penulisan Ulangan. Tetapi, W. Thiel,

berpendapat bahwa redaksi deuteronomistis justru dapat dilihat dalam keseluruhan Kitab

Yeremia, begitu juga dalam kitab-kitab nabi lainnya. Sebagai contoh, Yeremia yang otentik

memberitakan kemustahilan pertobatan dan hukuman ilahi yang tak terelakkan atas

Yehuda (13:23; 4:22; 6:10). Akan tetapi, redaktor deuteronomistis menafsirkan-ulang

teologi yang radikal ini sebagai alat pedagogis untuk membangunkan dan menyadarkan

Israel (Yer. 18:7, band. 26:3; 36:3). Dalam hal ini maksud dari Yeremia yang ash diubah

secara drastis.

Sejak pertengahan abad ke-20, sejarah bentuk (form history) yang sangat menekankan

konteks sosial dari teks mulai dimanfaatkan oleh pendekatan historis-kritis. Apa yang

dikenal sebagai 'Sitz im Leben' dari teks, dalam hal ini, sesungguhnya mengacu kepada

fungsi kehidupan-nyata dari teks tersebut yang menjadi alat bantu dalam memahami

interaksi antara bentuk linguistik dan makna sosial. Dengan demikian, sejarah bentuk

menaruh minat pada kontekstualisasi atas teks-teks dalam latar belakang sosial tertentu.

Contoh: Mazmur-mazmur ditulis dalam latar belakang liturgis tertentu, dan memiliki makna

sosiologis sesuai dengan konteks masing-masing: penobatan raja (Mzm. 2); ibadah­

ibadah ratapan selama masa pembuangan (Mzm. 137); ibadah-ibadah ucapan syukur di

malam hari di tempat terbuka (Mzm. 8); ibadah-ibadah renungan untuk mereka yang

terbaring sakit, jauh dari Bait Suci, dilayankan oleh para pemimpin khusus keagamaan

(Mzm. 22), ibadah-ibadah malam untuk kepentingan politis, dihadiri oleh mereka dari

warga kelas bawah sebagai protes terhadap kemapanan (Mzm. 12) dlsb.

Sementara itu, sejarah tradisi (tradition history) dipakai oleh pendekatan historis-kritis

untuk mencari ide-ide dan jejaring-jejaring tematis dalam Alkitab, mempelajari isi dan

interaksi teologis. Dengan demikian, dari perspektif pendekatan ini, pemahaman adalah

jejaring (understanding is networking). Contoh: Imamat 16 yang menjabarkan ritus hari

besar pendamaian. Dengan menumpangkan tangan ke atas salah seekor kambing, imam

mengakui dosa Israel. Secara metafora, kambing yang dilepas membawa (baca:

membuang) dosa Israel ke padang gurun (1m.16:21). Kambing yang lain dan seekor

lembu muda dikorbankan; darah keduanya membersihkan Israel dari dosa. Sampai saat

ini tidak ada kesepakatan tentang penafsiran atas ritus ini. Kemungkinan besar, ritus iniingin menawarkan teologi tentang pemberian hidup melalui (hewan) pengganti. Dalam

ritus penumpangan tangan, hewan tersebut diibaratkan orang yang melaksanakan ritual.

Umat yang telah kehilangan hidup mereka karena dosa diperkenankan hidup kembali

tanpa dosa karena kurban tersebut. Dengan penebusan ini, anugerah Allah memberikan

keselamatan sehingga umat manusia dapat hidup lagi meskipun telah melakukan dosa

dan pelanggaran. Teologi kurban dan penebusan yang rumit ini dipindahkan ke dalam

Page 10: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

2. Metode Sosiologi Historis

Pendekatan ini dipengaruhi oleh Karl Marx dan Friedrich Engels yang menekankan

bahwa: teks-teks yang dihasilkan selalu dipengaruhi oleh kondisi ekonomis dan bahwateks-teks itu sendiri mempengaruhi situasi politik dan ekonomi, entah menciptakan

kestabilan, entah menantangzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAstatus quo. Menurut pendekatan ini, para penulis teks tidakpernah netral, bahkan seandainya mereka mengklaim diri demikian. Contoh: Oekalog

yang memuat sejumlah larangan (KelzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA2/1 UI. 5). Larangan untuk tidak mengingini milik

orang lain, tampaknya lahir dari kepentingan mereka yang memiliki status sosial tertentu,

yakni mereka yang memiliki kekayaan dan merasa perlu untuk mengamankan harta

miliknya dengan aturan yang harus ditaati bersama. Perintah untuk menghormati orangtua

kemungkinan besar dibuat oleh kelompok sosial yang para anggotanya adalah mereka

yang telah berumur, memiliki anak yang telah dewasa dan mandiri tetapi yang terancam

tidak mendapat perhatian, terutama secara ekonomis. Dalam hal ini, kita dapat memahami

mengamati perintah ini dibuat, yakni untuk memastikan bahwa mereka tidak diterlantarkan

oleh anak-anak mereka. Jika pendekatan sosiologi historis yang dipakai, jelaslah bahwa

kita diperhadapkan pada penulis yang memiliki kepentingan tertentu.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pendekatan ini, misalnya: apakah struktur darimasyarakat yang telah menghasilkan teks yang kita baca? Bagaimana struktur ini

mengatur orang dalam dan orang luar/asing? Bagaimana produksi/hasil bumi danperdagangan dikelola? Bagaimana keuntungan didistribusikan? Sistem perpajakan seperti

apa yang berlaku? Pada akhirnya, pertanyaan yang menentukan bagi pendekatan

sosiologi historis adalah: Siapakah yang mendapat keuntungan secara politis dan

ekonomis dalam teks yang kita baca dan tafsirkan? Karena itu seorang penafsir harus jelizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Kelemahan

Pendekatan ini menuntut ketrampilan dan kemahiran yang terlalu banyak dan spesifik.

Dalam batas tertentu, historis-kritis berarti ketidakamanan dalam usaha menafsir secara

akademis, karena banyak hal harus diperhitungkan. Bukan hanya anggota jemaat biasa,

yang biasanya disebut kaum awam (la ity), para teolog yang mengambil spesialisasi bukan

biblika pun akan menghindari pendekatan seperti ini. Akibatnya, pendekatan ini mendapat

julukan sebagai pendekatan para elit biblika. Lagi pula, nyaris tidak mungkin untuk

mengomunikasikan apa yang dilakukan oleh mereka yang menerapkan pendekatan

historis-kritis kepada jemaat.

Kekuatan

Pendekatan historis-kritis telah menggali begitu banyak informasi baru tentang Alkitab.

Pendektan ilmiah terhadap teks-teks alkitabiah ini memang memenuhi tuntutan zaman

yang modern dan rasionalistis. Karena bebas dari ikatan-ikatan dogmatis, pendekatan ini

menyelidiki Alkitab dengan perangkat ilmiah-akademis. Pendekatan historis-kritis telah

membuka mata setiap orang yang ingin menafsir teks-teks Alkitab, bahwa baik PL

maupun PB dibentuk oleh sebuah proses panjang atas perkembangan tradisi tertentu.

Memahami proses ini akan sangat membantu kita dalam memahami teks yang kita baca

dan tafsirkan. Dengan melakukan analisis historis-kritis atas teks kita akan dapat

mengetahui keberagaman konsep teologis di dalam Alkitab itu sendiri, sehingga kita dapat

melindungi teks-teks itu dari simplifikasi dogmatis dan menekankan kedalaman dan

keluasan Firman Allah. Pendekatan historis-kritis secara khusus melindungi Alkitab dari

usaha memonopoli Alkitab yang dilakukan oleh gerakan fundamentalis.

Yesaya 53 menjadi penderitaan seorang manusia; 'Sesungguhnya penyakit kitalah yang

ditanggungnya, .... (53:4f.10). Ide dasar ini, sebagai tradisi yang berkembang, kemudian

dipakai dalam PB untuk menafsirkan penderitaan dan kebangkitan Kristus, begitu juga

Ekaristi (Mat. 8:17; 26:28; 27:12,38; Rom. 4:25; 1 Pet. 2:21-25).

Page 11: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Dengan kata lain, makna ditentukan oleh pertemua dua horizon: teks dan konteks

pembaca. Pendekatan ini sangat memperhitungkan konteks pembaca dan memiliki visi

untuk mengubah konteks. Beberapa contoh dari pendekatan ini, antara lain: tafsir

pembebasan, tafsir feminis, dan berbagai tafsir yang memperjuangkan kaum marjinal.

PENDEKATAN DENGAN FOKUS PEMBACA DAN DUNIANYA

Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan-pendekatan sebelumnya. Jika pada kedua

pendekatan pertama, makna teks berasal dari teks itu sendiri, maka pendekatan dengan

fokus pembaca dan dunianya menarik pesan atau makna teks dari teks dan konteks

pembaca.

terhadap fakta bahwa agama dapat berfungsi secara ideologis entah untuk mengokohkan

status quo, entah sebaliknya, untuk menawarkan ide-ide revolusioner, dan untuk itu dalam

tafsirannya ia harus memperlihatkan kritisisme ideologis. Penafsir harus membuktikan

bahwa ideologi yang dipromosikan oleh penulis kitab tertentu bersifat 'relatif karena

ideologi itu terkait erat dengan kepentingan-kepentingan sosial tertentu. Bagaimanakah

seandainya ideologi sosiologis tertentu itu ditafsirkan dari sudut pandang yang lain, atau

bahkan dari sudut pandang Allah; dan apakah konsekuensi dari tafsiran alternatif itu?zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

-,

Page 12: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Agustinus Setiawidi, Th. D.

Jakarta, 15 Februari 2020

Pada tanggal 15 Februari 2020 saya telah menyampaikan ceramah dalam sebuah seminar

bertema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan oleh majelis GPIB [ernaat Harapan

Kasih. Seminar ini dilaksanakan dalam kerangka membekali para penetua (60 orang secara

keseluruhan) di jemaat GPIBHarapan Kasih untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan

menafsir Alkitab. Keterampilan tersebut diharapkan akan membantu mereka dalam

melaksanakan tugas masing-masing.

Seminar berlangsung dalam dua tahap: (1) penyampaian materi tentang kemajemukan

pendekatan tafsir dan (2) diskusi/tanya jawab. Dari tahap kedua, tampak bahwa pada umumnya

para peserta dapat memahami materi yang disampaikan. Bahkan, beberapa pertanyaan kritis

mempertajam sejumlah hal yang telah disampaikan.

LAPORAN HASIL KEGIATAN

Seminar "Teknik Menafsir Alkitab" - Kemajemukan Pendekatan Tafsir

(GPIB [emaat Harapan Kasih)

Page 13: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Nubuat-nubuat

ditempatkan

ketika mereka

mereka bukan

atau di ruang

Alkitab kita yang terdiriatas PerjanjianLama dan PerjanjianBarudapat diibaratkan sebagai

sebuah koleksiperpustakaan.Didalamnya terdapat berbagai jenissastra.Sayasependapat

dengan sejumlah pakar penafsir yang menggarisbawahi pentingnya mengetahuizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAjenis

sastra dari teksyang kitaakan baca dan tafsirkan.Sebuahkisahtidak bisaditafsirkansebagai

aturan, ketetapan atau hukum (meskipun di dalam narasi tersebut aturan atau hukum

tertentu disebut atau disinggung).

Alkitab - Koleksi Beragam Jenis Sastra

Sejakdahulu, umat yang membaca Kitab Sud, mencoba mengerti atau memahami apa

yang dibacanya.

Hlipussegerake situdan mendengar side-sideitu sedang membaca kitab nabi Yesaya.Kata

Filipus:"Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?" Jawabnya: "Bagaimanakah aku dapat

mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?" Lalu ia meminta Hlipusnaik dan duduk

di sampingnya [Kis.8:30-31;LAI).

Ezramembuka kitab itu di depan mata seluruhurnct. ... Bagian-bagian dari pada kitab itu.

yakni Taurat Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan,

sehingga pembacaan dimengerti [Neh.8:6-9);

Alkitab menceritakan bahwa tantangan untukbisamengertidan memahami teks-tekssakral

sudah menjadi pengalaman umat sejakdahulu:

Pendahuluan

Agustinus Setiawidi

BAGAIMANA MENGERTI DAN MEMAHAMI TEKSALKITAB

para nabi harus

pada konteks historis

disampaikan. Nubuat

ramalan di siang bolong

hampa - bukan pula

ramalan keberuntungan atau

nasib baik seseorang. Himne, pujian,

doa juga harus dipahami sebagai

ekspresi iman pribadi atau komunitas

yang sangat intim dalam konteks

tertentu, sehingga belum tentu

dapat diterapkan begitu saja kepada setiap orang yang membacanya. Singkat keto.

Alkitab mengandung sejumlah jenis sastra/tulisan yang harus kita posisikan di tempatnya

masing-masing, tidak dicampur-aduk. Dengan setia kepada jenis sastra ini. menurut hemat

seve. penafsir bisa bersikapzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAfa ir terhadap firman Tuhanyang memang ditulis dalam jenis

Page 14: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Sebagaimana tela h disinggung di atas, menurut para ahli, kegiatan menafsir teks alkitabiah,

dalam hal ini Tanakh (Perjanjian Lama), berlangsung ketika Ezra membacakan bagian

tertentu dalam Taurat. Para pendengarnya adalah orang-orang yang tidak lagi mudah

mengerti apa yang dibaca oleh Ezra.Itulah sebabnya, ia horus memberi penjelasan (boca:

menafsirkan teks yang dibaca) agar para pendengar memahami teks Kitab Suci yang

mereka dengar. Teks Kitab Suci sejak awol memang horus ditafsir karena para pendengar,

pembaca. dan penafsir adalah orang-orang yang hidup dalam rentang waktu yang teruszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

M enear; M akna dari Teks Kitab Suci

Apa yang harus diperhatikan dalam usaha memahami teks Alkitab?

Bagan di bawah ini memperlihatkan empat komponen yang terlibat dalam kegiatan

menafsir Kitab Suci. Bagan ini memperlihatkan b ahwa: (1) teks-teks atau kitab-kitab dalam

Kitab Suci; (2) topik, terno. atau subjek percakapan; (3) pengarang, penulis, atau redaktur;

dan (4) pembaca atau penafsir Alkitab, memiliki dunianya masing-masing. Kitab Suci yang

kita miliki adalah sebuah karya yang sangat kompleks. Jika kita menyadari kompleksitas ini.

maka sudah sepatutnya kita harus menafsir dengan serius. teliiti. bertanggung jawab, dan

kerendahan hati. Firman Allah yang tertulis itu memang sangat kompleks, kaya, dan tidak

akan pernah habis untuk ditafsir.

sastra yang berbeda-beda, dan tidak menyamaratakan semua teks alkitabiah sebagai

perintah yang harus ditaati atau dilakukan.

Page 15: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

bergerak maju, di mana perubahan dan berbagai dinamika terus berlangsung. Apa yang

sudah menjadi jelas bagi nenek moyang kita, belum tentu jelas bagi anak-cucu kita.

Tujuan menafsir sejak awol adalah memahami apa yang dimaksudkan oleh teks (yang ditulis

oleh penulisnya). Dengan kata lain, menafsir berarti menghindari berbagai penghalang agar

maksud teks yang ditulis oleh penulisnya dapat ditangkap dengan benar (tidak gagal

paham). Sampai pada periode tertentu - soya sendiri masih mengalami ketika belajar dizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAsnJakarta pada stratumS1- pada umumnya para dosen mengajarkan bahwa menafsirberarti

memahami maksud penulis teks. Karena itu. memahami latar belakang sejarah teks yang

kita boca menjadi kunci untuk menghindari salah paham. Ketika Paulus menulis surct­

suratnya kepada jemaat-jemaat perdana, ia tentu menulis untuk tujuan tertentu. Tugas

penafsir adalah mencoba menangkap apa sebenarnya yang dimaksudkan oleh Paulus

dalam surat-suratyang dikirimnyakepada jemaat-jemaat tersebut.

Dengan perspektifmenafsirseperti itu - mencari maksudasli penulis- tidak mengherankan

jika pada akhirnya (sederatau tidak sadar) makna tekshanya satu,yaitu makna atau pesan

sesuaidengan apa yang ada di dalam hati dan pikiron penulis teks.Sungguh merupakan

pekerjaan yang tidak mudah. Semangat untuk mencari makna tunggal dari setiap teks

alkitabiah yang dibaca dan ditafsirkan berangsur-angsur mengalami kemunduron.

Sejarahnyapanjang. Tetapi,kita dapat menyingkatnyasebagai berikut.

Sekitar 1970-anmuncul kesadaran di kalangan teolog-teolog di Asia,Afrika, Amerika Latin

(yang mewarisi kekristenan Barat) untuk beroni melakukan pembacaan dan penafsiron

Alkitab secara mandiri.Kalauselama inipara teo log Barot lah yang menentukan makna teks

yang ditafsirkan,maka sejak periode tersebut di ctos. para teo log Asia mulai berani untuk

melakukan penafsiran berdasarkan sudut pandang dan konteks masing-masing.Sejumlah

ahli menamai periode ini sebagai periode pascakolonialzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(postcolonia l). Kegiatan menafsir

Alkitab setelah periode iniditandai dengan munculnya kelompok-kelompokyang selama ini

dianggap "tidak perlu didengar" (kaum perempuan, buruh, kaum marginal, dlsb.) untuk

tampil memperdengarkan "suara" mereka melalui tafsir atas Alkitab yang selama ini

sebelumnya menjadi monopoli teolog Barat.

Maka muncullah sebuah pendekatan khas yang sangat menekankan pentingnya peron

pembaca di dalam menemukan makna atau pesan teks alkitabiah bagi konteks dan

pergumulan masa kini.Setiapkelompok atau kalangan sekarangdapat menyuarokansuara

yang berbeda-beda atas teks yang soma. Alhasil,pertanyaan: apakah arti (tunggal) dari

teks yang kita boca, kini menjadi tidak relevan. Begitu juga dengan pertanyaan serupa:

Manakah tafsiran yang benar atas teks alkitabiah yang kita boca? Pertanyaannya harus

diubah: Apakah makna atau pesan teks alkitabiah untuk masing-masingkelompok atau

individu? Akhirnya tidak satu penafsiran yang benar. Yang ada adalah penafsiran yang

berbeda-beda.

Page 16: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Karena itu, penting bagi kita untuk menentukan terlebih dahulu tujuan dari penafsiranyang

kita lakukan.

Lingkaranutuh ingin memperlihatkan bahwa semua pendekatan adalah alat atau instrumen

yang dipakai untuk menafsirkanteks.Dengan kata lain, metode atau pendekatan bukanlah

tujuan dari kegiatan menafsir.

Bagan di atas merupakan usaha dari Oeming (dengan sedikit revisi dari soya) untuk

memperlihatkan bahwa ada empat pendekatan atau cora menafsirKitab Suci.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

Beragam P endekatan M enafsir Alkitab

Page 17: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

KONFESIONAL ' PENULIS TEKS PEMBACA

Realitas di Belakang Oi Belakang TekszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAo: Oalam Teks Oi Oepan TeksTeks

Makna -7 Teks Makna -7 Teks Makna -7 Teks Makna -7 Teks danPembaca

Interpretasi Historis-Krifis Linguistik-Strukturalis Sejarah Efek

Oogmatis

Interpretasi Sosiologi Historis KritikSastra (Baru) Eksegese Psikologis

Fundamentalis

Interpretasi Psikologi Historis Interpretasi Kanonik EksegeseSimbolis

Eksistensial

Penulisdan

dunianya

Pembaca

dan

dunianya

- - - - - - - -.-.-.- - -.-.-.- - -.-.-._..,.,...-.-~--.... - - ..,_ -_

Pendulum Pendekatan Alkitab - dari permulaan sampai masa kini

Page 18: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Waltke. Bruce K.2013.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBATheDance between God and Humanity. Reading the Bible Today as

the People of God. Grand Rapids.Michigan: William B.Eerdmans.

Oeming. Manfred. 2006.Contemporary Biblical Hermeneutics.An Introduction. Terj.Joachim

Vette. Aldershot: Ashgate.

Sugirtharajah. R.S.(peny.). 1991.Voices from the Margin. Interpreting the Bible in the Third

World. London: SPCK.

Jobling. D.. Pippin. T.. Schleifer, R. (peny.). 2001. The Postmodern Bible Reader. Oxford:

Blackwell Pub.

ReferensizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA

O i S ini Kita Sekarang Berada

..

E~~~;ges€l.Ferninis

Teologi. Pembebasan

. Eksegese sebagai ' Bibliodrama

Ujar-Tindakan dan.

Kata-Tindakan

Arkeologi Baru

"

Page 19: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Agustinus Setiawidi, Th. D.

Jakarta, 22 Februari 2020

~

Pada tanggal 22 Februari 2020 saya telah menyampaikan ceramah dalam sebuah seminar

bertema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan oleh majelis GPIB [ernaat Harapan

Kasih. Seminar ini dilaksanakan dalam kerangka membekali para penetua (60 orang secara

keseluruhan) di jemaat GPIBHarapan Kasih untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan

menafsir Alkitab. Keterampilan tersebut diharapkan akan membantu mereka dalam

melaksanakan tugas masing-masing.

Seminar berlangsung dalam tiga tahap: (1) penyampaian materi tentang menafsir Alkitab

menurut jenis sastra; (2) pembahasan tafsir yang telah dibuat oleh para peserta; dan (3)

diskusi/tanya jawab. Dari tahap kedua dan ketiga, tampak bahwa pada umumnya para peserta

dapat memahami materi yang disampaikan dan dapat mempraktikkan teori-teori yang telah

diberikan. Sejumlah tafsir memperlihatkan bahwa jemaat pun dapat berpikir kritis sebagaimana

yang dilakukan para teolog.

Seminar "Teknik Menafsir Alkitab" - Menafsir Teks-teks A1kitab menurut [enis Sastra

(GPIB [emaatHarapan Kasih)

LAPORAN HASIL KEGIATAN

.'

Page 20: SEKOLAH TINGGI FILSAFAT THEOLOGI JAKARTArepository.stftjakarta.ac.id/wp-content/uploads/...GPIB-Harapan-Kasi… · berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin

Pdt. Darius

Demikianlah kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.Tuhan Yesus Memeberkati!!

: GPIB Jemaat "Harapan Kasih' Bekasi: Teknik Menafsir Alkitab

TempatMateri

Hari/Tanggal : Sabtu, 8, 15,22 Februari 2020Waktu : 10.00 = 12.00WIB

Salam Sejahtera,Pelaksana Harian Majelis Jemaat GPIB "Harapan Kasih" Bekasi, mengucapkan terimakasih kepadaBapak. Agustinus Setiawidi, Th.D - Dosen STFT Jakarta yang telah menjadi pembicara dalampelaksanaan Kelas Alkitab Tahap II pada:

Kepada Yth.Bapak. Agustinus Setiawidi, Th.DDosen STFT JakartaDiTempat

: Ucapan Terimakasih

Harapan Jaya II Blok E RW.019 KelHarapan Jaya - Bekasi Utara. 17124TelplFax: (021) 8851310/ Pastori: (021) 88852128

Rekening Bank Mandiri Cabang Pulo Gadung No. Rek: 125-009-300-1220

GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARATG.P.I.B

.JEMAAT HARAPAN KASIH

Bekasi, 6 Juli 2020: 067/MJ-HKlVII/2020NomorLampPerihal