sekolah tinggi filsafat theologi...
TRANSCRIPT
Bank: 1.BCA Matraman LEMBAGAPI TEOLOGI No.342 302 26352.BankMANDlRI Cikini(LEMBAGAPERGURUANTINGGITEOLOGI),No.123 000 5625 431
Ketua Sekolah Tinggi Filsafat Theologi Jakarta
tI~'~i ..1~1(-~ ~--'-VI _/- ' .-~..- :
Septemmy-Eucharistia Lakawa. Th.n.'LI\,
Jakarta, 31 Januari 2020
untuk menjadi pembicara dalam Pembinaan Warga [emaat GPIB Harapan Kasih Bekasi
dengan tema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan dalam 3x pertemuan pada 8,
15, dan 22 Februari 2020. Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana
mestinya.
[abatan
Agustinus Setiawidi, Th.D.
Dosen tetap dan Wakil Ketua 1 Bidang Akademik STFT Jakarta
Nama
Menindaklanjuti permohonan dari GPIB Harapan Kasih, maka Pemimpin Sekolah Tinggi
Filsafat Theologi Jakarta melalui surat ini menugaskan:
SURATTUGAS
No. : 065a/Ketua/I/2020
Hal : Penugasan Mewakili STFT Jakarta
[alan Proklarnasi 27Jakarta 10320, IndonesiaTel. +62-21-3904237Fax. +62-21-3906096Email: [email protected]://www.sttjakarta.ac.id/
SEKOLAH TINGGI FILSAFATTHEOLOGI JAKARTA(SEKOLAH TINGGI TEOLOGI JAKARTA)IAKARTA
Perkembangan hermeneutika modernzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Pendekatan Schleiermacher terhadap hermeneutika umum sampai batas
tertentu menjadi sebuah solusi untuk menghadapi kebuntuan dalam penafsiran
alkitabiah yang disebabkan oleh baik Ortodoksi Prostestan, yang menekankan
ketidakbersalahan harfiah (literal innerrancy) dari Alkitab (dan karena itu
berusaha mengupayakan eksegese literal yang murni dan objektif maupun oleh
praktik di Iingkungan Gereja Katolik yang menjadikan penafsiran alkitabiah
pernyataan-pernyataan dogmatis yang tidak bisa diu bah. Penafsiran alegoris
tidak dipakai oleh Schleiermacher. Sejalan dengan itu, keyakinan bahwa teks
teks alkitabiah merupakan hasil inspirasi ilahi tidak lagi dipertahankan untuk
menafsirkannya secara ilmiah dan kritis. Schleiermacher menuntut agar
prinsip-prinsip pemahaman manusiawi diterapkan dalam semua teks; karena
itu, tidak ada lagi otoritas di luar tekszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(extratextual authority)
Akibat dari pengaruh Schleiermacher, pemikiran hermeneutika telah
berkembang menjadi dua tingkat: (1) hermeneutika sebagai disiplin filsafat
umum, dan (2) hermeneutika sebagai sub-disiplin dari sejumlah ilmu
kemanusiaan yang memiliki kepentingan hermeneutis tertentu, misalnya studi
studi teologi dan hukum. Namun demikian, masing-masing tingkat dari
perkembangan hermeneutis ini saling mempengaruhi. Secara khusus, hal yang
menguntungkan akibat ketegangan antara hermeneutika filosofis dan
hermeneutika alkitabiah adalah munculnya sejumlah diskusi tentang topik
topik penting seperti: hakikat teks itu sendiri, peran dan tindakan pernbaca,
otoritas dari kelompok pembaca tertentu atas teks, karakter so sial dari seluruh
penafsiran dan hubungan antara teori dan praksis.
Awal perkembangan - Friedrich Schleiermacher
Sejak awal kegiatan penafsiran Kitab Suci di kalangan Yahudi dan Kristen
perdana sampai dengan awal abad ke-19, sejarah hermeneutika sangat identik
dengan diskusi metodologis dan perkembangan eksegese alkitabiah, Namun, di
bawah pengaruh Friedrich Scheleiermacher (1768-1834) hermeneutika
memasuki tahap baru. fa membedakan denganzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAta jarn antara prinsip-prinsip
umum hermeneutika dan kepentingan-kepentingan hermeneutika partikular,
misalnya hermeneutika alkitabiah. Secara umurn, hermeneutika dipahami
sebagai seni atau ketrampilan memahami setiap teks, apapun jenisnya. Menurut
Schleierrnacher, penafsiran alkitabiah tidak boleh bertentangan dengan prinsip
prinsip hermeneutika umum; dua hal penting yang mutlak ada dalam setiap
kegiatan penafsiran adalah: (1) penafsiran gramatikal (yakni, pemahaman
pembaca atas konvensi linguistik dan kekhususan gaya penulisan teks) dan (2)
penafsiran psikologis atau teknis (pengambilalihan makna dari keseluruhan
teks oleh pembaca).
Hermeneutika Modern
1zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1
Hans-Georg Gadamer
Pendekatan yang ia pakai dalam hermeneutika filosofis terkait erat dengan
usahanya untuk menjelaskan cara yang di dalamnya kebenaran mewujudkan
dirinya dalam tindak memahamizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(act of understandinq]. Dengan kata lain,
Gadamer tidak terlalu tertarik dengan membuat penelitian atau program yang
terinci tentang penafsiran teks; sebaliknya ia ingin menyelidiki struktur dari
semua pemahaman. Menurutnya, pemahaman tidak pernah menghasilkan
hubungan manusiawi yang benar-benar objektif ataupun subjektif dengan
'objek' tertentu; sebaliknya, pemahaman tersebut justru berpartisipasi dalam
apa yang sedang dipahami atau ditafsirkan, yakni berpartisipasi dalam sejarah
efek dari sebuah teks (atau karya seni). Proses pemahaman itu sendiri pada
awalnya dimotori oleh prasangka-prasangka kita (prejudices): kita selalu
memiliki suatu pengetahuan/pengertian/pemahaman awal tentang apa yang
kita hadapi secara menyeluruh, akan tetapi apa yang kita miliki itu secara
progresif ditantang oleh aksi/tindak pemahaman yang lebih terinci. Fenomena
inilah yang dimaksudkan dengan istilah 'lingkaran hermeneutis' (hermeneutical
circle). Bagi Gadamer, tujuang dari memahami (understanding) mencakup baik
itu fusi dari horison-horison (misalnya, fusi antara horison-horison pembaca
dan teks tertentu) maupun aksi/tindak memasuki tradisi dari teks tertentu
yang menjadi representasL Gadamer tampaknya sangat kuatir dengan peran
Martin Heidegger (1889-1976)
Secara khusus, analisisnya tentang 'lingkaran hermeneutika' (the hermeneutical
circle) dan tentang peran dari praanggapan dalam setiap tindak pemahaman,
mendorong minat baru dalam prinsip-prinsip hermeneutis yang mengatur
setiap aksi/tindakan dalam menafsir teks. Pemikiran hermeneutis Heidegger
memberi pengaruh yang kuat kepada para filsuf modern, seperti Hans-Georg
Gadamer dan Paul Ricoeur, begitu juga kepada para teolog, seperti Rudolf
Bultmann, Gerhard Ebeling, dan David Tracy. Dengan demikian, Heidegger
memainkan peran penting dalam perkembangan hermeneutika modern sarna
seperti yang telah dilakukan oleh Schleiermacher.
Edmund Husserl (1859-1938)
Di satu sisi, dia banyak membuat refleksi tentang bagaimana makna/arti
(meaning) dihasilkan dalam bahasa - jadi, menemukan kembali apa pernah
menjadi keprihatinan utama Schleiermacher; di sisi lain, melalui penelitian dini
dari Martin Heidegger (1889-1976) tentang kondisi-kondisi eksistensial dari
usaha manusia untuk menemukan makna yang otentik, Husserl menekankan
kembali hakikat mendasar dari hermeneutika bagi semua pemikiran filosofis.
Wilhelm Dilthey (1833-1911)
Pengikut Schleiermacher ini menyatakan bahwa herrneneutika adalah ilmu
yang menjadi pondasi dari semua ilmu kemanusiaan (human sciences). la
menekankan pentingnya membahas persoalan-persoalan epistemologis dari
hermeneutika, mengingat pada masanya hermeneutika ilrnu-ilmu kemanusiaan
harus menghadapi tumbuhnya kesadaran historis, dan karena itu ia
memperiuas bidang atau cakupan dari herrneneutika filosofis. Semen tara
hermeneutika Schleiermacher lebih disibukkan dengan penafsiran atas ujaran
manusia (lisan dan tertulis), tujuan dari hermeneutika Dilthey adalah
bagaimana memahami seluruh pengalaman man usia.
2zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1
Hermeneutika modern dan penafsiran alkitabiahzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Pembedaan antara hermeneutika umum dan hermeneutika khusus, misalnya
penafsiran alkitabiah, terbukti sangat berharga bagi keduanya, sebagainya
dibuktikan dalam perkembangan mutakhir dari interpretasi alkitabiah. Diskusi
tentang prinsip-prinsip hermeneutika umum telah membantu penafsiran
alkitabiah untuk menilai dengan lebih baik berbagai kemungkinan dan
keterbatasan di lingkup sendiri. Alhasil, hakikat dan kemajemukan interpretasi
alkitabiah dapat dipahami sebagai kondisi-kondisi hermeneutis yang tidak bisa
dihindari. Wawasan semacam ini dengan [elas menantang setiap usaha
hermeneutis yang berharap bahwa adazyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAsebuah cara membaca kita suci yang
mutlak dan otoritatif; sejaJan dengan itu, tantangan juga dihadapi oleh mereka
yang mengandalkan penafsiran pada doktrin atau ajaran bahwa Alkitab tidak
bisa salah. Bagaimanapun juga, jika konsekuensi-konsekuensi sosial dan
gerejawi yang lebih utuh atas retleksi-retleksi hermeneutis mulai dihargai oleh
jemaat-jemaat Kristen (Barat), studi akademis atas teks-teks alkitabiah justru
Dengan demikian, minat atau fokus pada kegiatan yang menghasilkan makna
tetap mendominasi diskusi hermeneutis sampai saatzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAin t, meskipun sekarang
perhatian lebih diarahkan kepada persoalan-persoalan jenis (genre) teks dan
gaya penulisan teks (band. literary criticism dan teori-teori tentang gaya
penulisan).
Belakangan ini, diskusi hermeneutis berfokus pada tekstualitas dari teks-teks,
misalnya, hakikat dari teks itu sendiri (band. text-linguistics), dan pada kegiatan
membaca itu sendiri (band. Reader-Response Criticism). Pertanyaan yang
diajukan dalam hal ini adalah: apakah teks adalah yang ut.una d.ilam
menentukan kegiatan mernbaca atau [ustru pernbacalah [atau kornunitas dari
pembaca] yang mcnentukan makna at,111 arri sebuah teks?
Haberrnas menganalisis peristiwa-peristiwa dari komunikasi yang secara
sistematis terdistorsi, sehingga sepertinya tidak mungkin ada kebenaran yang
dapat diungkapkan. Sementara itu, Ricoeur, yang justru tertarik dengan
interpretasi teks (tidak seperti Gadamer), mengoreksi dan menambahkan
program hermeneutika Gadamer dengan menekankan pentingnya dimensi
metodologis dalam seluruh kegiatan penafsiran. Ricoeur sepakat dengan
Gadamer bahwa pernahaman kita pada awalnya digerakkan oleh sejurnlah
prasangka atau dugaan kita yang dipakai untuk memahami makna atau arti
yang utuh dari sebuah teks. Akan tetapi, pemahaman awal ini harus divalidasi
oleh prosedur-prosedur penjelasan yang mendalam yang mungkin akan
membawa kita kepada pemaharnan yang lebih kritis dari apa yang sudah
dihasilkan. Bagi Ricoeur, metode bukanlah musuh bagi perna haman, melainkan
penolong yang memang diperlukan. Itulah sebabnya, ia dengan terbuka
menyambut sumbangan analisis teks strukturalis, meskipun ia juga
memperingatkan akan bahaya pemaksaan kehendak dari ideologi-ideologi
strukturalis dalam upaya memahami (teks atau media lain).
pembaca yang terlalu besar dalam memahami teks yang dibaca sehingga ia
tidak percaya kepada semua pretensi objektivis. Dalam hal ini, Gadamer
mungkin mengabaikan kebutuhan akan koreksi metodologis dalam tindak
memahami. Kebutuhan inilah yang dilihat oleh Jiirgen Habermas dan Paul
Ricoeur.
3zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1
Kedua, Gadamer dan Ricoeur merupakan dua filsufyang akhir-akhir ini
memengaruhi para pakar biblika, khususnya di Eropa dan Amerika Utara.
Mereka berdua mengajak kita untuk membaca teks-teks alkitabiah sebagai
karya, bukan sebagai akumulasi dari kalimat-kalimat individual. Lebih dari itu,
dengan menekankan potensi menyingkap-kebenaranzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(truth-disclosing
potentials, keduanya menunjukkan kepada kita kualitas transformatif dari
penafsiran yang dilakukan atas teks-teks tersebut. Dengan dernikian, membaca
teks-teks alkitabiah tidak dapat dipahami sebagai kegiatan atau aktivitas yang
netral; sebaiknya aktivitas seperti ini dengan sendirinya ambil bagian dalam
sejarah efektif dari teks-teks tersebut. Alhasil, interpretasi alkitabiah dapat
Bultmann terkenal dengan program demitologisasi, yang bertujuan
menerjemahkan ke dalam horison modern atau dunia masa kini perikop atau
cerita alkitabiah yang mencerrninkan pandangan dunia masa lalu, dan karena
itu tidak lagi mampu untuk menantang pemahaman diri dari pembaca modern.
[adi, sesungguhnya Bultmann tidak mengajak kita untuk mengabaikan bagian
bagian mitologis dari Alkitab, namun mendesak kita untuk menafsirkannya.
Namun demikian, acap kali interpretasi eksistensial Bultmann atas sejumlah
teks PB cenderung menjadi sebuah pandangan reduksionis, khususnya jika
teks-teks tersebut dianggap sebagai contoh-contoh untuk transformasi
individual ketimbang kelompok, dan dianggap tidak mengacu kepada peristiwa
peristiwa yang melahirkan iman Kristen.
Pertama, tanggapan Bultmann atas hermeneutika eksistensial Heidegger secara
siginifikan telah mentransformasi pemahaman diri sendiri tentang interpretasi
alkitabiah, meskipun transformasi seperti ini juga menuai protes dari Karl Barth
dan para pengikutnya. Baik Barth maupun Bultmann sepakat bahwa penafsiran
alkitabiah harus lebih dari sekadar menjadi analisis yang sungguh-sungguh
historis dan filologis; keduanya menekankan respons iman yang muncul akibat
pengaruh teks-teks tersebut sebagai persoalan utama dalam penafsiran
alkitabiah. Akan tetapi, jika Barth menganggap refleksi atas sejumlah
praanggapan filosofis dari penafsiran alkitabiah sebagai pemaksaan yang tidak
sah atas teks-teks terse but, Bultmann dan para pakar yang lain yang
mengikutinya yang memperkenalkan 'The New Hermeneutic' Cantara lain,
Gerhard Ebeling, Ernst Fuchs, Robert Funk, dan James M. Robinson)
mengganggap refleksi ini sebagai fondasi yang diperlukan bagi setiap eksegese
alkitabiah modern dan bertanggung jawab.
Bultmann sendiri menerima analisis Heidegger tentang lingkaran hermeneutis
dan menekankan pentingnya kesadaran bahwa eksegese tanpa praanggapan
tidak pernah mungkin ada. Lebih dari itu, ia mengikuti keprihatinan dan bahasa
eksistensialis dengan menekankan bahwa kegiatan memahami teks alkitabiah
harus menjadi sebuah tindakan dari keputusan eskatologis bagi kehidupan
otentik orang Kristen.
telah lama dipengaruhi oleh perkembangan-perkembangan dalam
hermeneutika filosofis. Dalam abad ke-19, para penafsir biblika, yang mengikuti
Lessing dan Schleiermacher, telah secara positif menanggapi pemahaman yang
baru tentang sejarah dan kesadaran yang tumbuh cepat akan perkembangan
bentuk-bentuk sastra (band. sejarah metode historis-kritis). Dalam abad ke-20
sejauh ini kita dapat membedakan dua tahap dalam hal sambutan atau
penerimaan atas hermeneutika filosofis oleh para penafsir biblika.
4zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1
Terkait penerimaan hermeneutika Ricoeur, kepakaran biblika sekarang ini lebih
sering terlibat dalam diskusi-diskusi yang membahas persoalan-persoalan jenis
sastra dan gaya sastra dan peran mereka dalam proses pembacaan, dan banyak
hal bermanfaat telah dihasilkan. Sementara itu, diskusi tentang etika membaca
baru mulai diminati, baik dalam hermeneutika filosofis maupun dalam
penafsiran alkitabiah. Bagaimanapun juga, tampaknya perkembangan yang
terakhir ini akan menekankan lebih jauh lagi kebutuhkan para pakar biblika
untuk berpartisipasi dalam diskusi hermeneutis masa kini.
berlangsung hanya jika ia secara kritis berupaya untuk menghubungkan diri
dengan apa yang teks-teks ini bicarakan, yakni dengan referensi-referensi
teologis mereka (teks-teks terse but). M enurut Ricoeur, kritik filologis, historis
dan literer, dan juga cara-cara lain yang dipakai untuk menjelaskan teks-teks
akan menambahkan sesuatu kepada pemahaman kita, akan tetapi tidak bisa
menggantikan pemahaman itu sendiri. Jadi, tampaknya hermeneutika modern
menekankan kembali tuntutan akan sebuah teologi biblika yang memadai.
5zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAH ermeneutika P L 1
Agustinus Setiawidi, Th. D.
Pada tanggal8 Februari 2020 saya telah menyampaikan ceramah dalam sebuah seminar bertema
"Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan oleh rnajelis GPIB [ernaat Harapan Kasih.
Seminar ini dilaksanakan dalam kerangka membekali para penetua (60 orang secara
keseluruhan) di jernaat GPIBHarapan Kasih untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
menafsir Alkitab. Keterampilan tersebut diharapkan akan membantu mereka dalam
melaksanakan tugas masing-masing.
Seminar berlangsung dalam dua tahap: (1) penyampaian materi tentang hermeneutika dan (2)
diskusijtanya jawab. Dari tahap kedua, tampak bahwa pada umumnya para peserta dapat
memahami materi yang disampaikan. Bahkan, beberapa pertanyaan kritis mempertajam
sejurnlah hal yang telah disampaikan.
LAPORAN HASIL KEGIATAN
Seminar "Teknik Menafsir Alkitab" - Hermeneutika Modern
(GPIB [emaat Harapan Kasih)
1. Metode Historis-Kritis
Metode ini adalah metode standard yang dipelajari oleh mereka yang belajar teologi di
bangku akademik. Penafsiran akademik dapat diidentikan dengan metode historis-kritis.
Dalam sejarahnya, pendekatan ini telah mengalami pengembangan sedemikian rupa
sehingga muncul sejumlah sub pendekatan dan pendekatan personal yang
memanfaatkannya. Karakteristik dari pendekatan historis-krttis adalah objektivitas:
penafsir sedapat mungkin harus mengambil jarak dengan apapun yang menjadi penilaian
pribadizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(personal judgement), dan sebaliknya dengan rendah hati mendekatkan diri
dengan dunia penulis Alkitab yang mungkin asing baginya. Penafsir harus menjadi
advokat dari penulis teks. Sebelum masuk ke dalam sumur masa lalu, penafsir harus
membebaskan diri dari semua hal yang menyangkut eksistensi masa kininya; pasalnya,
dogma atau nilai-nilai moral hanya akan membuat pudar dan menghalangi pemahaman
tentang kebenaran historis. Peristiwa-peristiwa alkitabiah dan historis harus dihormati
dalam keunikan mereka dan penafsir tidak boleh menarik kesimpulan langsung apapun
dari masa lalu ke masa kini. Garis sejarah harus diterima sebagai fakta. Penafsir tidak
hanya harus kritis terhadap penerapan-penerapan yang naif dari teks yang ditafsirkan, ia
juga harus secara kritis bertanya apakah teks itu sendiri melaporkan fakta-fakta historis
dengan benar. Eksegese diperlukan untuk menjaga kedekatan hubungan dengan ilmu
ilmu historis seperti ilmu sejarah, sosiologi, studi perbandingan agama, dan arkeologi.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Tujuan dari pendekatan ini adalah: menemukan kembali makna/pesan asli dari teks
pada waktu ditulis. Prinsip dari pendekatan ini adalah: memahami Alkitab ada/ah
memahami maksud asli penulis dalam dunianya. Prinsip ini diterapkan dengan
memanfaatkan sejumlah perangkat yang diambil alih dan dipakai oleh disiplin-disiplin
historis-filologis.
a. Alkitab dipahami sebagai teks yang diturunalihkan dengan cara disalin; alhasil, muncul
berbagai variasi teks sebagai hasil dari tradisi tekstual, yang tidak seragam. Terjemahan
terjemahan yang ada tidak seragam (misalnya, terjemahan dalam bahasa Aram, Yunani,
Siria, Latin, dlsb.). Dalam hal ini, pendekatan historis-kritis memanfaatkan kritisisme
tekstual (textual criticism) untuk menentukan teks yang paling tua yang menjadi basis dari
teks-teks terjemahan yang lain. Contoh: Keluaran 3:14 (MT: 'I am who I am'. LXX: 'I am
the being'. Targum: I am the God, who created heaven and earth. Dalam hal ini standar
yang dipakai adalah lectio brevior probabilior and lectio difficilior probabilior (semakin
pendek/singkat sebuah teks, semakin mendekati teks yang asli). Teks Yunani
menghubungkan Allah di semak duri yang terbakar dengan pertanyaan ontologis tentang
Allah, untuk lebih menarik perhatian pembaca Yunani. Teks Aram menyederhanakan teks,
dengan menempatkan Allah pencipta yang universal dalam semak duri yang terbakar.
Selanjutnya, pendekatan ini melibatkan kritisisme literer (literary criticism) untuk
menentukan apakah sebuah teks merupakan unit yang berdiri sendiri atau bagian dari
komposisi dari lapisan-Iapisan redaksional yang berbeda-beda. Dalam studi Perjanjian
Lama, contoh yang paling baik adalah bagaimana teks-teks itu dibedakan menurutsumber-sumbernya (J, E, 0, P, dlsb.). Contoh: Kisah Air Bah (Kej. 6:5-8:22) yang
mengandung sejumlah doublings (narasi ganda yang memberikan informasi berbeda).Menurut Kejadian 6:19 sepasang-sepasang; menurut 7:2 tujuh pasang. Menurut 7:12, air
bah berlangsung selama 40 hari, sedangkan menurut 7:24, 150 hari.Berikutnya, pendekatan historis-kritis memanfaatkan sejarah penurunalihan lisan (Ing., the
history of oral transmission; Jer. Oberlieferungsgeschichte). Contoh: tradisi-tradisi Elia
PENDEKATAN DENGAN FOKUS PENGARANG DAN DUNIANYA
Kemajemukan pendekatan masa kini atas penafsiran Alkitab
Manfred Deming, Contemporary Biblical Hermeneutics. An Introduction. 2006. An
Introduction. Aldershot: Ashgate.
dalam 1 Raja-raja 17zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAsId 2 Raja-raja, yang memperlihatkan pergantian yang aneh tentang
siapa yang harus dihadapi oleh Elia; dari raja, seluruh umat, para nabi Baal, sampai Ratu
Izebel. Tampaknya ada tradisi asli yang diturunalihkan secara lisan, yaitu: Ahab sebagai
oponen Elia selama masa pemerintahannya (kl. 874-835). Selanjutnya oleh transmisi
tradisi oral musuh Elia berturut-turut adalah: Ratu Izebel, menyusul pemerintahan singkat
Ahazia (kl. 853-852), yang memerintah dalam kapasitas sebagai Ibunda sang Raja (kl.
852-842) dan menjadi pelindung dari ibadah Baal. Akhirnya, umat Israel menjadi musuh
bersama terhadap Elia.
Kritisisme redaksi (redaction criticism ) juga dipakai oleh pendekatan historis-kritis. Kritik ini
dibangun di atas kritisisme literer dan sejarah penurunalihan lisan. Jika kritisisme literer
berfokus pada penguraian (dissection) teks-teks atas sumber-sumber yang menghasilkan
teks-teks tersebut, kritisisme redaksi berfokus pada kombinasi dari beberapa teks dan
menganalisis hal-hal yang terkait dengan teologi dan linguistik. Menurut kritisisme ini, bisa
saja dua unit teks dari kitab atau bagian yang berbeda berasal dari satu sumber dan
menawarkan tema teologis dan bahasa yang sama. Contoh: Yeremia yang selama ini
dianggap memiliki kedekatan dengan Ulangan, khususnya dalam ujaran prosa. Pendapat
lama mengatakan bahwa Yeremia terlibat dalam penulisan Ulangan. Tetapi, W. Thiel,
berpendapat bahwa redaksi deuteronomistis justru dapat dilihat dalam keseluruhan Kitab
Yeremia, begitu juga dalam kitab-kitab nabi lainnya. Sebagai contoh, Yeremia yang otentik
memberitakan kemustahilan pertobatan dan hukuman ilahi yang tak terelakkan atas
Yehuda (13:23; 4:22; 6:10). Akan tetapi, redaktor deuteronomistis menafsirkan-ulang
teologi yang radikal ini sebagai alat pedagogis untuk membangunkan dan menyadarkan
Israel (Yer. 18:7, band. 26:3; 36:3). Dalam hal ini maksud dari Yeremia yang ash diubah
secara drastis.
Sejak pertengahan abad ke-20, sejarah bentuk (form history) yang sangat menekankan
konteks sosial dari teks mulai dimanfaatkan oleh pendekatan historis-kritis. Apa yang
dikenal sebagai 'Sitz im Leben' dari teks, dalam hal ini, sesungguhnya mengacu kepada
fungsi kehidupan-nyata dari teks tersebut yang menjadi alat bantu dalam memahami
interaksi antara bentuk linguistik dan makna sosial. Dengan demikian, sejarah bentuk
menaruh minat pada kontekstualisasi atas teks-teks dalam latar belakang sosial tertentu.
Contoh: Mazmur-mazmur ditulis dalam latar belakang liturgis tertentu, dan memiliki makna
sosiologis sesuai dengan konteks masing-masing: penobatan raja (Mzm. 2); ibadah
ibadah ratapan selama masa pembuangan (Mzm. 137); ibadah-ibadah ucapan syukur di
malam hari di tempat terbuka (Mzm. 8); ibadah-ibadah renungan untuk mereka yang
terbaring sakit, jauh dari Bait Suci, dilayankan oleh para pemimpin khusus keagamaan
(Mzm. 22), ibadah-ibadah malam untuk kepentingan politis, dihadiri oleh mereka dari
warga kelas bawah sebagai protes terhadap kemapanan (Mzm. 12) dlsb.
Sementara itu, sejarah tradisi (tradition history) dipakai oleh pendekatan historis-kritis
untuk mencari ide-ide dan jejaring-jejaring tematis dalam Alkitab, mempelajari isi dan
interaksi teologis. Dengan demikian, dari perspektif pendekatan ini, pemahaman adalah
jejaring (understanding is networking). Contoh: Imamat 16 yang menjabarkan ritus hari
besar pendamaian. Dengan menumpangkan tangan ke atas salah seekor kambing, imam
mengakui dosa Israel. Secara metafora, kambing yang dilepas membawa (baca:
membuang) dosa Israel ke padang gurun (1m.16:21). Kambing yang lain dan seekor
lembu muda dikorbankan; darah keduanya membersihkan Israel dari dosa. Sampai saat
ini tidak ada kesepakatan tentang penafsiran atas ritus ini. Kemungkinan besar, ritus iniingin menawarkan teologi tentang pemberian hidup melalui (hewan) pengganti. Dalam
ritus penumpangan tangan, hewan tersebut diibaratkan orang yang melaksanakan ritual.
Umat yang telah kehilangan hidup mereka karena dosa diperkenankan hidup kembali
tanpa dosa karena kurban tersebut. Dengan penebusan ini, anugerah Allah memberikan
keselamatan sehingga umat manusia dapat hidup lagi meskipun telah melakukan dosa
dan pelanggaran. Teologi kurban dan penebusan yang rumit ini dipindahkan ke dalam
2. Metode Sosiologi Historis
Pendekatan ini dipengaruhi oleh Karl Marx dan Friedrich Engels yang menekankan
bahwa: teks-teks yang dihasilkan selalu dipengaruhi oleh kondisi ekonomis dan bahwateks-teks itu sendiri mempengaruhi situasi politik dan ekonomi, entah menciptakan
kestabilan, entah menantangzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAstatus quo. Menurut pendekatan ini, para penulis teks tidakpernah netral, bahkan seandainya mereka mengklaim diri demikian. Contoh: Oekalog
yang memuat sejumlah larangan (KelzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA2/1 UI. 5). Larangan untuk tidak mengingini milik
orang lain, tampaknya lahir dari kepentingan mereka yang memiliki status sosial tertentu,
yakni mereka yang memiliki kekayaan dan merasa perlu untuk mengamankan harta
miliknya dengan aturan yang harus ditaati bersama. Perintah untuk menghormati orangtua
kemungkinan besar dibuat oleh kelompok sosial yang para anggotanya adalah mereka
yang telah berumur, memiliki anak yang telah dewasa dan mandiri tetapi yang terancam
tidak mendapat perhatian, terutama secara ekonomis. Dalam hal ini, kita dapat memahami
mengamati perintah ini dibuat, yakni untuk memastikan bahwa mereka tidak diterlantarkan
oleh anak-anak mereka. Jika pendekatan sosiologi historis yang dipakai, jelaslah bahwa
kita diperhadapkan pada penulis yang memiliki kepentingan tertentu.
Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh pendekatan ini, misalnya: apakah struktur darimasyarakat yang telah menghasilkan teks yang kita baca? Bagaimana struktur ini
mengatur orang dalam dan orang luar/asing? Bagaimana produksi/hasil bumi danperdagangan dikelola? Bagaimana keuntungan didistribusikan? Sistem perpajakan seperti
apa yang berlaku? Pada akhirnya, pertanyaan yang menentukan bagi pendekatan
sosiologi historis adalah: Siapakah yang mendapat keuntungan secara politis dan
ekonomis dalam teks yang kita baca dan tafsirkan? Karena itu seorang penafsir harus jelizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Kelemahan
Pendekatan ini menuntut ketrampilan dan kemahiran yang terlalu banyak dan spesifik.
Dalam batas tertentu, historis-kritis berarti ketidakamanan dalam usaha menafsir secara
akademis, karena banyak hal harus diperhitungkan. Bukan hanya anggota jemaat biasa,
yang biasanya disebut kaum awam (la ity), para teolog yang mengambil spesialisasi bukan
biblika pun akan menghindari pendekatan seperti ini. Akibatnya, pendekatan ini mendapat
julukan sebagai pendekatan para elit biblika. Lagi pula, nyaris tidak mungkin untuk
mengomunikasikan apa yang dilakukan oleh mereka yang menerapkan pendekatan
historis-kritis kepada jemaat.
Kekuatan
Pendekatan historis-kritis telah menggali begitu banyak informasi baru tentang Alkitab.
Pendektan ilmiah terhadap teks-teks alkitabiah ini memang memenuhi tuntutan zaman
yang modern dan rasionalistis. Karena bebas dari ikatan-ikatan dogmatis, pendekatan ini
menyelidiki Alkitab dengan perangkat ilmiah-akademis. Pendekatan historis-kritis telah
membuka mata setiap orang yang ingin menafsir teks-teks Alkitab, bahwa baik PL
maupun PB dibentuk oleh sebuah proses panjang atas perkembangan tradisi tertentu.
Memahami proses ini akan sangat membantu kita dalam memahami teks yang kita baca
dan tafsirkan. Dengan melakukan analisis historis-kritis atas teks kita akan dapat
mengetahui keberagaman konsep teologis di dalam Alkitab itu sendiri, sehingga kita dapat
melindungi teks-teks itu dari simplifikasi dogmatis dan menekankan kedalaman dan
keluasan Firman Allah. Pendekatan historis-kritis secara khusus melindungi Alkitab dari
usaha memonopoli Alkitab yang dilakukan oleh gerakan fundamentalis.
Yesaya 53 menjadi penderitaan seorang manusia; 'Sesungguhnya penyakit kitalah yang
ditanggungnya, .... (53:4f.10). Ide dasar ini, sebagai tradisi yang berkembang, kemudian
dipakai dalam PB untuk menafsirkan penderitaan dan kebangkitan Kristus, begitu juga
Ekaristi (Mat. 8:17; 26:28; 27:12,38; Rom. 4:25; 1 Pet. 2:21-25).
Dengan kata lain, makna ditentukan oleh pertemua dua horizon: teks dan konteks
pembaca. Pendekatan ini sangat memperhitungkan konteks pembaca dan memiliki visi
untuk mengubah konteks. Beberapa contoh dari pendekatan ini, antara lain: tafsir
pembebasan, tafsir feminis, dan berbagai tafsir yang memperjuangkan kaum marjinal.
PENDEKATAN DENGAN FOKUS PEMBACA DAN DUNIANYA
Pendekatan ini berbeda dengan pendekatan-pendekatan sebelumnya. Jika pada kedua
pendekatan pertama, makna teks berasal dari teks itu sendiri, maka pendekatan dengan
fokus pembaca dan dunianya menarik pesan atau makna teks dari teks dan konteks
pembaca.
terhadap fakta bahwa agama dapat berfungsi secara ideologis entah untuk mengokohkan
status quo, entah sebaliknya, untuk menawarkan ide-ide revolusioner, dan untuk itu dalam
tafsirannya ia harus memperlihatkan kritisisme ideologis. Penafsir harus membuktikan
bahwa ideologi yang dipromosikan oleh penulis kitab tertentu bersifat 'relatif karena
ideologi itu terkait erat dengan kepentingan-kepentingan sosial tertentu. Bagaimanakah
seandainya ideologi sosiologis tertentu itu ditafsirkan dari sudut pandang yang lain, atau
bahkan dari sudut pandang Allah; dan apakah konsekuensi dari tafsiran alternatif itu?zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
-,
Agustinus Setiawidi, Th. D.
Jakarta, 15 Februari 2020
Pada tanggal 15 Februari 2020 saya telah menyampaikan ceramah dalam sebuah seminar
bertema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan oleh majelis GPIB [ernaat Harapan
Kasih. Seminar ini dilaksanakan dalam kerangka membekali para penetua (60 orang secara
keseluruhan) di jemaat GPIBHarapan Kasih untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
menafsir Alkitab. Keterampilan tersebut diharapkan akan membantu mereka dalam
melaksanakan tugas masing-masing.
Seminar berlangsung dalam dua tahap: (1) penyampaian materi tentang kemajemukan
pendekatan tafsir dan (2) diskusi/tanya jawab. Dari tahap kedua, tampak bahwa pada umumnya
para peserta dapat memahami materi yang disampaikan. Bahkan, beberapa pertanyaan kritis
mempertajam sejumlah hal yang telah disampaikan.
LAPORAN HASIL KEGIATAN
Seminar "Teknik Menafsir Alkitab" - Kemajemukan Pendekatan Tafsir
(GPIB [emaat Harapan Kasih)
Nubuat-nubuat
ditempatkan
ketika mereka
mereka bukan
atau di ruang
Alkitab kita yang terdiriatas PerjanjianLama dan PerjanjianBarudapat diibaratkan sebagai
sebuah koleksiperpustakaan.Didalamnya terdapat berbagai jenissastra.Sayasependapat
dengan sejumlah pakar penafsir yang menggarisbawahi pentingnya mengetahuizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAjenis
sastra dari teksyang kitaakan baca dan tafsirkan.Sebuahkisahtidak bisaditafsirkansebagai
aturan, ketetapan atau hukum (meskipun di dalam narasi tersebut aturan atau hukum
tertentu disebut atau disinggung).
Alkitab - Koleksi Beragam Jenis Sastra
Sejakdahulu, umat yang membaca Kitab Sud, mencoba mengerti atau memahami apa
yang dibacanya.
Hlipussegerake situdan mendengar side-sideitu sedang membaca kitab nabi Yesaya.Kata
Filipus:"Mengertikah tuan apa yang tuan baca itu?" Jawabnya: "Bagaimanakah aku dapat
mengerti, kalau tidak ada yang membimbing aku?" Lalu ia meminta Hlipusnaik dan duduk
di sampingnya [Kis.8:30-31;LAI).
Ezramembuka kitab itu di depan mata seluruhurnct. ... Bagian-bagian dari pada kitab itu.
yakni Taurat Allah, dibacakan dengan jelas, dengan diberi keterangan-keterangan,
sehingga pembacaan dimengerti [Neh.8:6-9);
Alkitab menceritakan bahwa tantangan untukbisamengertidan memahami teks-tekssakral
sudah menjadi pengalaman umat sejakdahulu:
Pendahuluan
Agustinus Setiawidi
BAGAIMANA MENGERTI DAN MEMAHAMI TEKSALKITAB
para nabi harus
pada konteks historis
disampaikan. Nubuat
ramalan di siang bolong
hampa - bukan pula
ramalan keberuntungan atau
nasib baik seseorang. Himne, pujian,
doa juga harus dipahami sebagai
ekspresi iman pribadi atau komunitas
yang sangat intim dalam konteks
tertentu, sehingga belum tentu
dapat diterapkan begitu saja kepada setiap orang yang membacanya. Singkat keto.
Alkitab mengandung sejumlah jenis sastra/tulisan yang harus kita posisikan di tempatnya
masing-masing, tidak dicampur-aduk. Dengan setia kepada jenis sastra ini. menurut hemat
seve. penafsir bisa bersikapzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAfa ir terhadap firman Tuhanyang memang ditulis dalam jenis
Sebagaimana tela h disinggung di atas, menurut para ahli, kegiatan menafsir teks alkitabiah,
dalam hal ini Tanakh (Perjanjian Lama), berlangsung ketika Ezra membacakan bagian
tertentu dalam Taurat. Para pendengarnya adalah orang-orang yang tidak lagi mudah
mengerti apa yang dibaca oleh Ezra.Itulah sebabnya, ia horus memberi penjelasan (boca:
menafsirkan teks yang dibaca) agar para pendengar memahami teks Kitab Suci yang
mereka dengar. Teks Kitab Suci sejak awol memang horus ditafsir karena para pendengar,
pembaca. dan penafsir adalah orang-orang yang hidup dalam rentang waktu yang teruszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
M enear; M akna dari Teks Kitab Suci
Apa yang harus diperhatikan dalam usaha memahami teks Alkitab?
Bagan di bawah ini memperlihatkan empat komponen yang terlibat dalam kegiatan
menafsir Kitab Suci. Bagan ini memperlihatkan b ahwa: (1) teks-teks atau kitab-kitab dalam
Kitab Suci; (2) topik, terno. atau subjek percakapan; (3) pengarang, penulis, atau redaktur;
dan (4) pembaca atau penafsir Alkitab, memiliki dunianya masing-masing. Kitab Suci yang
kita miliki adalah sebuah karya yang sangat kompleks. Jika kita menyadari kompleksitas ini.
maka sudah sepatutnya kita harus menafsir dengan serius. teliiti. bertanggung jawab, dan
kerendahan hati. Firman Allah yang tertulis itu memang sangat kompleks, kaya, dan tidak
akan pernah habis untuk ditafsir.
sastra yang berbeda-beda, dan tidak menyamaratakan semua teks alkitabiah sebagai
perintah yang harus ditaati atau dilakukan.
bergerak maju, di mana perubahan dan berbagai dinamika terus berlangsung. Apa yang
sudah menjadi jelas bagi nenek moyang kita, belum tentu jelas bagi anak-cucu kita.
Tujuan menafsir sejak awol adalah memahami apa yang dimaksudkan oleh teks (yang ditulis
oleh penulisnya). Dengan kata lain, menafsir berarti menghindari berbagai penghalang agar
maksud teks yang ditulis oleh penulisnya dapat ditangkap dengan benar (tidak gagal
paham). Sampai pada periode tertentu - soya sendiri masih mengalami ketika belajar dizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAsnJakarta pada stratumS1- pada umumnya para dosen mengajarkan bahwa menafsirberarti
memahami maksud penulis teks. Karena itu. memahami latar belakang sejarah teks yang
kita boca menjadi kunci untuk menghindari salah paham. Ketika Paulus menulis surct
suratnya kepada jemaat-jemaat perdana, ia tentu menulis untuk tujuan tertentu. Tugas
penafsir adalah mencoba menangkap apa sebenarnya yang dimaksudkan oleh Paulus
dalam surat-suratyang dikirimnyakepada jemaat-jemaat tersebut.
Dengan perspektifmenafsirseperti itu - mencari maksudasli penulis- tidak mengherankan
jika pada akhirnya (sederatau tidak sadar) makna tekshanya satu,yaitu makna atau pesan
sesuaidengan apa yang ada di dalam hati dan pikiron penulis teks.Sungguh merupakan
pekerjaan yang tidak mudah. Semangat untuk mencari makna tunggal dari setiap teks
alkitabiah yang dibaca dan ditafsirkan berangsur-angsur mengalami kemunduron.
Sejarahnyapanjang. Tetapi,kita dapat menyingkatnyasebagai berikut.
Sekitar 1970-anmuncul kesadaran di kalangan teolog-teolog di Asia,Afrika, Amerika Latin
(yang mewarisi kekristenan Barat) untuk beroni melakukan pembacaan dan penafsiron
Alkitab secara mandiri.Kalauselama inipara teo log Barot lah yang menentukan makna teks
yang ditafsirkan,maka sejak periode tersebut di ctos. para teo log Asia mulai berani untuk
melakukan penafsiran berdasarkan sudut pandang dan konteks masing-masing.Sejumlah
ahli menamai periode ini sebagai periode pascakolonialzyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA(postcolonia l). Kegiatan menafsir
Alkitab setelah periode iniditandai dengan munculnya kelompok-kelompokyang selama ini
dianggap "tidak perlu didengar" (kaum perempuan, buruh, kaum marginal, dlsb.) untuk
tampil memperdengarkan "suara" mereka melalui tafsir atas Alkitab yang selama ini
sebelumnya menjadi monopoli teolog Barat.
Maka muncullah sebuah pendekatan khas yang sangat menekankan pentingnya peron
pembaca di dalam menemukan makna atau pesan teks alkitabiah bagi konteks dan
pergumulan masa kini.Setiapkelompok atau kalangan sekarangdapat menyuarokansuara
yang berbeda-beda atas teks yang soma. Alhasil,pertanyaan: apakah arti (tunggal) dari
teks yang kita boca, kini menjadi tidak relevan. Begitu juga dengan pertanyaan serupa:
Manakah tafsiran yang benar atas teks alkitabiah yang kita boca? Pertanyaannya harus
diubah: Apakah makna atau pesan teks alkitabiah untuk masing-masingkelompok atau
individu? Akhirnya tidak satu penafsiran yang benar. Yang ada adalah penafsiran yang
berbeda-beda.
Karena itu, penting bagi kita untuk menentukan terlebih dahulu tujuan dari penafsiranyang
kita lakukan.
Lingkaranutuh ingin memperlihatkan bahwa semua pendekatan adalah alat atau instrumen
yang dipakai untuk menafsirkanteks.Dengan kata lain, metode atau pendekatan bukanlah
tujuan dari kegiatan menafsir.
Bagan di atas merupakan usaha dari Oeming (dengan sedikit revisi dari soya) untuk
memperlihatkan bahwa ada empat pendekatan atau cora menafsirKitab Suci.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
Beragam P endekatan M enafsir Alkitab
KONFESIONAL ' PENULIS TEKS PEMBACA
Realitas di Belakang Oi Belakang TekszyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBAo: Oalam Teks Oi Oepan TeksTeks
Makna -7 Teks Makna -7 Teks Makna -7 Teks Makna -7 Teks danPembaca
Interpretasi Historis-Krifis Linguistik-Strukturalis Sejarah Efek
Oogmatis
Interpretasi Sosiologi Historis KritikSastra (Baru) Eksegese Psikologis
Fundamentalis
Interpretasi Psikologi Historis Interpretasi Kanonik EksegeseSimbolis
Eksistensial
Penulisdan
dunianya
Pembaca
dan
dunianya
- - - - - - - -.-.-.- - -.-.-.- - -.-.-._..,.,...-.-~--.... - - ..,_ -_
Pendulum Pendekatan Alkitab - dari permulaan sampai masa kini
Waltke. Bruce K.2013.zyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBATheDance between God and Humanity. Reading the Bible Today as
the People of God. Grand Rapids.Michigan: William B.Eerdmans.
Oeming. Manfred. 2006.Contemporary Biblical Hermeneutics.An Introduction. Terj.Joachim
Vette. Aldershot: Ashgate.
Sugirtharajah. R.S.(peny.). 1991.Voices from the Margin. Interpreting the Bible in the Third
World. London: SPCK.
Jobling. D.. Pippin. T.. Schleifer, R. (peny.). 2001. The Postmodern Bible Reader. Oxford:
Blackwell Pub.
ReferensizyxwvutsrqponmlkjihgfedcbaZYXWVUTSRQPONMLKJIHGFEDCBA
O i S ini Kita Sekarang Berada
..
E~~~;ges€l.Ferninis
Teologi. Pembebasan
. Eksegese sebagai ' Bibliodrama
Ujar-Tindakan dan.
Kata-Tindakan
Arkeologi Baru
"
Agustinus Setiawidi, Th. D.
Jakarta, 22 Februari 2020
~
Pada tanggal 22 Februari 2020 saya telah menyampaikan ceramah dalam sebuah seminar
bertema "Teknik Menafsir Alkitab" yang diselenggarakan oleh majelis GPIB [ernaat Harapan
Kasih. Seminar ini dilaksanakan dalam kerangka membekali para penetua (60 orang secara
keseluruhan) di jemaat GPIBHarapan Kasih untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan
menafsir Alkitab. Keterampilan tersebut diharapkan akan membantu mereka dalam
melaksanakan tugas masing-masing.
Seminar berlangsung dalam tiga tahap: (1) penyampaian materi tentang menafsir Alkitab
menurut jenis sastra; (2) pembahasan tafsir yang telah dibuat oleh para peserta; dan (3)
diskusi/tanya jawab. Dari tahap kedua dan ketiga, tampak bahwa pada umumnya para peserta
dapat memahami materi yang disampaikan dan dapat mempraktikkan teori-teori yang telah
diberikan. Sejumlah tafsir memperlihatkan bahwa jemaat pun dapat berpikir kritis sebagaimana
yang dilakukan para teolog.
Seminar "Teknik Menafsir Alkitab" - Menafsir Teks-teks A1kitab menurut [enis Sastra
(GPIB [emaatHarapan Kasih)
LAPORAN HASIL KEGIATAN
.'
Pdt. Darius
Demikianlah kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.Tuhan Yesus Memeberkati!!
: GPIB Jemaat "Harapan Kasih' Bekasi: Teknik Menafsir Alkitab
TempatMateri
Hari/Tanggal : Sabtu, 8, 15,22 Februari 2020Waktu : 10.00 = 12.00WIB
Salam Sejahtera,Pelaksana Harian Majelis Jemaat GPIB "Harapan Kasih" Bekasi, mengucapkan terimakasih kepadaBapak. Agustinus Setiawidi, Th.D - Dosen STFT Jakarta yang telah menjadi pembicara dalampelaksanaan Kelas Alkitab Tahap II pada:
Kepada Yth.Bapak. Agustinus Setiawidi, Th.DDosen STFT JakartaDiTempat
: Ucapan Terimakasih
Harapan Jaya II Blok E RW.019 KelHarapan Jaya - Bekasi Utara. 17124TelplFax: (021) 8851310/ Pastori: (021) 88852128
Rekening Bank Mandiri Cabang Pulo Gadung No. Rek: 125-009-300-1220
GEREJA PROTESTAN di INDONESIA bagian BARATG.P.I.B
.JEMAAT HARAPAN KASIH
Bekasi, 6 Juli 2020: 067/MJ-HKlVII/2020NomorLampPerihal