sekjen gerakan nasional anti-narkotika (granat...

3
Edisi 07 >< Februari 2012 SOSOK M eski aparat terus melakukan pengungkapan dan penangkapan, kejahatan terhadap peredaran narkoba terin- dikasi terus meningkat. “Setiap hari aparat melakukan pengungkapan dan penangkapan, namun narkoba masih ada dan terus meningkat,” kata Sek- jen Gerakan Nasional Anti-Narkotika, Brigjen (Purn) Ashar Suryobroto. Meningkatnya jumlah korban setiap tahun, seharusnya menjadi alarm peringatan bagi segenap anak bangsa. Menjadi penting bunyi peri- ngatan itu tersosialisasikan. “Bantu- an berupa pikiran, tenaga, dan infor- masi menjadi alat yang ampuh untuk menghadang peredaran,” kata Ashar. Data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional (BNN) menye- butkan, hingga tahun 2006 sebanyak 15.000 orang menjadi korban. Itu berarti rata-rata 41 orang menjadi korban setiap harinya. Tahun 2008, berdasarkan data BNN, ada sekitar 3,2 juta hingga 3,6 juta pemakai narkoba. Itu berarti 1,99 persen penduduk merupakan pemakai. Tahun 2010 jumlah pemakai naik 2,2 persen, dan meningkat lagi pada tahun 2011 meningkat menjadi 3,8 juta. BNN memprediksi tahun 2015 jumlah pemakai akan mencapai 5 hingga 6 juta jiwa. “80 persen pema- kai adalah generasi muda,” kata Ashar. Keberadaan aparat disemua lini yang menjadi celah masuk dan bere- darnya narkoba sudah cukup. Kebe- radaan aparat, walau dirasa cukup, tidak akan berjalan baik tanpa kesa- daran masyarakat untuk tidak meng- gunakan narkoba. “Pasar narkoba di Indonesia itu tinggi, tidak heran jadi incaran sindikat narkoba,” tegasnya. Bila permintaan menurun, lanjut- nya, suplai juga berkurang atau hilang. Hampir di semua tempat di Indonesia tak ada yang luput dari peredaran. Disinyalir tidak ada yang tempat yang benar-benar bersih, dari Aceh sampai Papua. Indonesia memang memiliki aspek komersial yang tinggi dilihat dari jumlah penduduk yang tinggi. Ashar menilai banyak sebab ke- tergantungan seseorang menggu- nakan narkoba. “Banyak yang bilang karena frustasi, broken home, dan sebagainya tapi itu klise dan teoritis. Dan penyebab utamanya adalah pen- jahat selalu mencari keuntungan dan korban. Ini soal bisnis,” terangnya. Satu-satunya jalan untuk mem- bendung masalah narkoba adalah dengan membentengi semua anak bangsa. Dengan jalan ini pasar narkoba menjadi hilang. “Kita harus menyelamatkan anak-anak sejak dari rumah, start from home. Karena di rumah anak-anak itu milik kita dan diluar itu milik hantu,” katanya. Keluarga dan masyarakat men- jadi pendukung utama pemberan- tasan narkoba. Karena semua lapisan masyarakat harus aktif melawan dan tidak sekedar bertahan. Salah satu- nya adalah melakukan doktrinisasi terhadap anak-anak sejak dini de- ngan mengatakan narkoba itu haram. Ashar mencontohkan program nyata seperti pelatihan untuk melatih lingkungan. Program ini pada masa orde baru sukses dilakukan melalui Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Program yang dicanangkan Prof. Haryono Suyono dinilai sukses dalam mencanangkan program dua anak alias KB untuk menghambat ledakan penduduk. Keterlibatan masyarakat hingga saat ini memang masih terbilang rendah. Kampanye anti-narkotika yang selama ini digalakan tidak juga mampu menggerakan masyarakat untuk menjadi sadar anti-narkoba. Menurut Ashar, kampanye nar- koba yang selama ini didengungkan tidak bisa dibilang gagal. “Hanya presentase keberhasilan saja yang kecil,” katanya. Salah satu peran serta masyarakat yang efektif ditunjukan oleh salah satu Universitas Widya Dharma, Klaten, Jawa Tengah. Peran kampus ini terbilang aktif melawan. Saban Jumat dan Sabtu semua mahasiswa meng- gunakan baju seragam anti narkoba. “Ini kerjasama dengan Granat,” terang Ashar. Inilah perang terbuka yang dicanangkan dari dalam kampus. Sayangnya belum diikuti di aras nasional. Permintaan untuk memasukan anti-narkoba menjadi salah satu materi kurikulum belum terlaksana. (Lui) Brigjen (Pol) Purn H. Ashar Suryobroto, M.Si, Sekjen Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat) “Selamatkan Anak-Anak Sejak dari Rumah” Kejahatan narkotika setiap tahun meningkat. Bangsa ini kewalahan menghadapi masuk sekaligus beredarnya barang haram ini. Dan 60 persen narkoba berasal dari luar negeri. 44

Upload: buithien

Post on 09-Aug-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sekjen Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat ...granat.or.id/wp-content/uploads/2012/03/MN-Edisi-November-A.pdfSetelah dilakukan pemeriksaan di la-boratorium, terbukti heroin kualitas

Edisi 07 >< Februari 2012

SOSOK

Meski aparat terus melakukanpengungkapan danpenangkapan, kejahatan

terhadap peredaran narkoba terin-dikasi terus meningkat. “Setiap hariaparat melakukan pengungkapan danpenangkapan, namun narkoba masihada dan terus meningkat,” kata Sek-jen Gerakan Nasional Anti-Narkotika,Brigjen (Purn) Ashar Suryobroto.

Meningkatnya jumlah korbansetiap tahun, seharusnya menjadialarm peringatan bagi segenap anakbangsa. Menjadi penting bunyi peri-ngatan itu tersosialisasikan. “Bantu-an berupa pikiran, tenaga, dan infor-masi menjadi alat yang ampuh untukmenghadang peredaran,” kata Ashar.

Data yang dihimpun BadanNarkotika Nasional (BNN) menye-butkan, hingga tahun 2006 sebanyak15.000 orang menjadi korban. Ituberarti rata-rata 41 orang menjadikorban setiap harinya.

Tahun 2008, berdasarkan dataBNN, ada sekitar 3,2 juta hingga 3,6juta pemakai narkoba. Itu berarti 1,99persen penduduk merupakan pemakai.

Tahun 2010 jumlah pemakai naik2,2 persen, dan meningkat lagi padatahun 2011 meningkat menjadi 3,8juta. BNN memprediksi tahun 2015jumlah pemakai akan mencapai 5hingga 6 juta jiwa. “80 persen pema-kai adalah generasi muda,” kata Ashar.

Keberadaan aparat disemua lini

yang menjadi celah masuk dan bere-darnya narkoba sudah cukup. Kebe-radaan aparat, walau dirasa cukup,tidak akan berjalan baik tanpa kesa-daran masyarakat untuk tidak meng-gunakan narkoba. “Pasar narkoba diIndonesia itu tinggi, tidak heran jadiincaran sindikat narkoba,” tegasnya.

Bila permintaan menurun, lanjut-nya, suplai juga berkurang atau hilang.Hampir di semua tempat di Indonesiatak ada yang luput dari peredaran.Disinyalir tidak ada yang tempat yangbenar-benar bersih, dari Aceh sampaiPapua. Indonesia memang memilikiaspek komersial yang tinggi dilihat darijumlah penduduk yang tinggi.

Ashar menilai banyak sebab ke-tergantungan seseorang menggu-nakan narkoba. “Banyak yang bilangkarena frustasi, broken home, dansebagainya tapi itu klise dan teoritis.Dan penyebab utamanya adalah pen-jahat selalu mencari keuntungan dankorban. Ini soal bisnis,” terangnya.

Satu-satunya jalan untuk mem-bendung masalah narkoba adalahdengan membentengi semua anakbangsa. Dengan jalan ini pasarnarkoba menjadi hilang. “Kita harusmenyelamatkan anak-anak sejak dari

rumah, start from home. Karena dirumah anak-anak itu milik kita dandiluar itu milik hantu,” katanya.

Keluarga dan masyarakat men-jadi pendukung utama pemberan-tasan narkoba. Karena semua lapisanmasyarakat harus aktif melawan dantidak sekedar bertahan. Salah satu-nya adalah melakukan doktrinisasiterhadap anak-anak sejak dini de-ngan mengatakan narkoba itu haram.

Ashar mencontohkan programnyata seperti pelatihan untuk melatihlingkungan.

Program ini pada masa orde barusukses dilakukan melalui BadanKependudukan Keluarga BerencanaNasional (BKKBN). Program yangdicanangkan Prof. Haryono Suyonodinilai sukses dalam mencanangkanprogram dua anak alias KB untukmenghambat ledakan penduduk.

Keterlibatan masyarakat hinggasaat ini memang masih terbilangrendah. Kampanye anti-narkotikayang selama ini digalakan tidak jugamampu menggerakan masyarakatuntuk menjadi sadar anti-narkoba.

Menurut Ashar, kampanye nar-koba yang selama ini didengungkantidak bisa dibilang gagal. “Hanyapresentase keberhasilan saja yangkecil,” katanya.

Salah satu peran serta masyarakatyang efektif ditunjukan oleh salah satuUniversitas Widya Dharma, Klaten,Jawa Tengah. Peran kampus initerbilang aktif melawan. Saban Jumatdan Sabtu semua mahasiswa meng-gunakan baju seragam anti narkoba.

“Ini kerjasama dengan Granat,”terang Ashar. Inilah perang terbuka yangdicanangkan dari dalam kampus.Sayangnya belum diikuti di arasnasional. Permintaan untuk memasukananti-narkoba menjadi salah satu materikurikulum belum terlaksana. (Lui)

Brigjen (Pol) Purn H. Ashar Suryobroto, M.Si,Sekjen Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat)

“Selamatkan Anak-AnakSejak dari Rumah”

Kejahatan narkotika setiaptahun meningkat. Bangsa inikewalahan menghadapimasuk sekaligus beredarnyabarang haram ini. Dan 60persen narkoba berasal dariluar negeri.

44

Page 2: Sekjen Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat ...granat.or.id/wp-content/uploads/2012/03/MN-Edisi-November-A.pdfSetelah dilakukan pemeriksaan di la-boratorium, terbukti heroin kualitas

Edisi 07 >< Februari 2012

lalu mengeluarkan kotak yang di-bungkus kertas berwarna coklat. “Inibarangnya. Beratnya 1 kg,” katanyasambil menimbang-nimbang di de-pan tamunya. Tertera angka 999 dia-tas bungkusan itu yang segera di-masukan (disembunyikan) saat roomservice datang.

“Harganya tiga juta,” kepada ta-mu setelah room service keluar. “Ka-lau bisa jangan segitu, dikurangilah,”kata sang tamu.

Saat tawar menawar dilakukanpintu kamar didobrak dari luar. Tigaorang pria yang mengaku polisi dariKomando Daerah Kota atau KomdakVII Jaya (sekarang Polda MetroJaya) menodongkan pistol. Keem-patnya tak bereaksi saat bungkusancoklat itu dirampas. Polisi mencu-rigai keempatnya sedang melakukantransaksi narkoba jenis heroin.

“Waktu itu kami sempat was-wasbarang itu bukan heroin,” kata Brig-jen Pol (Purn) H. Ashar Suryobroto,M.Si saat itu berpangkat Kapten(kini Ajun Komisaris Polisi).

Setelah dilakukan pemeriksaan di la-boratorium, terbukti heroin kualitas ter-baik. Tersangka lalu diserahkan ke Kom-dak VII Jaya untuk proses lebih lanjut.

Ini adalah sepenggal kisah peng-

ungkapan heroin di Hotel Indonesiapada Juli 1974 seperti dituturkanBrigjen Pol (purn) Ashar Suryobroto.“Kami menggunakan teknik undercover buy,” ujarnya.

Bersama dua perwira menengahdari Komdak, Kapten Pol Thalib Hu-sein dan Kapten Pol Eko Suwarno,saat itu menjabat Kepala Sub-seksiNarkotika Komdak. Kapten Pol AsharSuryobroto adalah Komandan BadanKeamanan Hotel Indonesia. Satuorang lagi dari seksi narkotika.“Waktu itu ada informasi tentang ma-suknya 1 kg heroin, karena itu sayacoba giring penjualnya untuk transak-si di Hotel Indonesia,” kenang Ashar.

Digunakannya Hotel Indonesiasebagai tempat transaksi karena hotelini merupakan hotel terbesar di Ja-karta, saat itu. “Transaksi heroin 1kg pasti dengan harga mahal karenaitu tempatnya juga harus bonafidesupaya penjual tidak curiga,” tutur-nya mengenang.

Penungkapan itu merupakan re-kayasa untuk menjebak penjual.Pembelinya adalah polisi yang me-nyamar, Letnan Satu (kini InspekturSatu) Amsar Adam bersama YakubRumahlaeselan, anggota keamananHotel Indonesia. “Room service juga

Kamar 332 Hotel Indonesia itutertutup rapat. Nyaris takterlihat tanda-tanda kehidu-

pan. Lorong diselasar pun tampak se-pi. Hanya sesekali tampak penghunidan petugas hotel melintas. Maklum-lah, semua penghuni hotel menguta-makan kenyamanan dan ketenangan.Mereka membutuhkan privacy, se-perti yang ditawarkan pihak hotel.

Jarum jam sudah menunjukanpukul 15.00 Wib. Matahari Jakartamasih bersinar terang dan lalu lintasmasih lengang. Di kamar itu, duaorang pria bercakap-cakap saat pintudiketuk dari luar. Saat pintu terbuka,nampak dua orang yang lama di-tunggu muncul membawa satu kopercoklat. Setelah basa-basi sebentarseraya menawarkan minuman, tamuitu masuk pada tujuan pertemuan.

“Barangnya dibawa?” katanya.“Ada,” jawab dua orang itu sambilmengeluarkan jam dinding.

Itu bukan sembarang jam din-ding. Salah satu dari pemilik jam din-ding membuka bagian belakang jam,

Tahun 1974, Heroin Sudah Masuk JakartaNarkoba di Indonesia bukanbarang baru. Polisi pertamakali mengungkap keberadaanheroin seberat 1 Kg padatahun 1974.

45

Page 3: Sekjen Gerakan Nasional Anti-Narkotika (Granat ...granat.or.id/wp-content/uploads/2012/03/MN-Edisi-November-A.pdfSetelah dilakukan pemeriksaan di la-boratorium, terbukti heroin kualitas

Edisi 07 >< Februari 201246

petugas hotel yang sudah dilatihsingkat,” kata Ashar.

Seorang yang sejak awal me-nemani penjual juga petugas hotelngaku dari Hongkong dan diberi“kursus” singkat. “Dia petugas HotelIndonesia yang berwajah Tionghoajadi cocok sekali,” kata Ashar.

Masuknya polisi, ditentukan ber-dasarkan kode dari room service. Se-mentara room service mendapatkankode dari polisi yang menyamarmenjadi pembeli. “Kalau pembelimenjatuhkan korek api, barang sudahdiperlihatkan. Waktu itu kan belumada handphone,” kenangnya.

Tugas Kapten Ashar, bukan seca-ra khusus menangani narkoba. OlehKapolri, Ashar ditempatkan sebagaiKepala Badan Keamanan alias chiefsecurity, yang sejajar dengan kepaladepartemen dan setingkat Polsek.

Tugasnya melakukan pengama-nan terhadap hotel, tidak saja kepadatamu hotel tetapi juga kepada petu-gas hotel. Tugas itu, meneruskan tu-gas seniornya, Mayor (kini Komi-saris Polisi) Banurusman Astro-soe-mitro (mantan Kapolri).

Saat itu, hotel di Jakarta masih se-dikit. Polri menjalin kerjasama de-ngan Perhimpunan Hotel RepublikIndonesia (PHRI). Pengamananterhadap hotel baik dari luar maupun

dari dalam mendorong terlaksananyakerjasama tersebut.

Juga saat itu belum ada UU Nar-kotika. Kekuatan hukum hanya ber-dasarkan Inpres No 6 Tahun 1971 ten-tang peredaran dan penggunaan uangpalsu, penggunaan narkotika, dansebagainya. Penanganannya jugamasih berada di bawah Badan Kea-manan dan Intelejen Negara(BAKIN). “Itupun berada dibawahBidang Sosial dan Politik,” lanjutnya.

Hasil analisis penangkapan itu,Indonesia digunakan menjadi negaratransit. Heroin yang masuk berasal darigolden triangle di segitiga antaraThailand, Burma, dan Laos yang dikirimkembali ke negara-negara lain.Konsumen di Indonesia sendiri masihseputar turis yang datang dari luar negeri.

Penangkapan itu, menurut Ashar,menjadi sirine darurat peredarannarkotika. Hal ini mencoreng wajahIndonesia yang sedang gencar meng-kampanyekan Sapta Pesona. Sebuahpromosi untuk menggalakan wisatadi Indonesia ketika itu. Pengung-kapan 1 kg heroin tahun 1974 itu bisadikatakan menjadi pengungkapanbesar pertama di Indonesia.

Analisis ini kemudian terbukti.Beberapa tahun setelah pengungkapanini, polisi kembali berhasil mengungkap6 Kg heroin di akhir tahun 1970an dan

SOSOK

datang dari lokasi yang sama di goldentriangle. “Waktu itu dipimpin oleh NanaPermana,” kata Ashar.

Dugaan sindikat hendak meli-batkan Indonesia terbukti kembalipada tahun berikutnya. Tahun 1998,Indonesia sudah tidak lagi sebagainegara transit, tapi sebagai negaratujuan. Dan sejak tahun 2000 ter-indikasi sebagai negara produsen.

Menurutnya, merasuknya narko-ba bagi kalangan masyarakat di Indo-nesia melalui trend dan gaya hidup.Seolah gaya hidup menggunakannarkotika menjadi acuan untukmenampilkan diri ditengah khalayak.

Akhirnya ini meningkatkanpermintaan narkoba berbagai jenis.Ada demand yang memadai bagibisnis narkoba dan ditunjang dengansuplai yang tidak kalah memadainya.“Narkoba mudah masuk keIndonesia,” kata Ashar.

Dia menenggarai ada grand de-sign yang juga dibuat musuh-musuhekonomi Indonesia. Targetnya mem-buat lemah bangsa ini. Besarnya ne-geri ini ditambah kekayaan yang me-limpah, dan jumlah penduduk yangbesar menjadi momok bagi negara-negara tetangga. “Karena itu, olehmereka, Indonesia tidak boleh pintardan kuat. Ada indikasi kita dilemah-kan,” paparnya. (Lui)