sejarah perkembangan pemikiran ketuhanan

Upload: muhamad-sofi-mubarok

Post on 14-Oct-2015

135 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Article about Islamic theological.

TRANSCRIPT

18

SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN KETUHANAN

PendahuluanSejak zaman purba kala, sebelum manusia mengenal ilmu pengetahuan, indikasi tentang pencarian Tuhan yang berkuasa dibalik adanya alam telah ada. Manusia senantiasa bertanya tentang siapa di balik adanya alam semesta ini. Apakah alam semesta terjadi dengan sendirinya atau ada kekuatan lain yang mengatur alam semesta. Bertitik-tolak dari keinginan manusia untuk mengetahui keberadaan alam semesta ini, maka manusia mencoba mengkajinya sesuai dengan kemampuan akal yang dimilikinya. Berdasarkan hasil dari kajian-kajian yang dilakukan, manusia sejak jaman primitif sudah mempercayai adanya kekuatan lain di luar diri manusia yakni Tuhan.

Namun, kepercayaan kepada adanya Tuhan berbeda-beda. Hal ini disebabkan perbedaan tingkat kemampuan akal manusia. Pada dasarnya keberadaan Tuhan sangat erat hubungannya dengan alam nyata. Dalam hal ini dapat dilihat pada alam semesta dan segala isinya. Makhluk di dunia ini terbagi kepada dua macam, yaitu pertama, makhluk yang menerima hayat dari Tuhan seperti manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan, kedua hanya menerima bentuk penciptaan saja seperti pada benda-benda yang tidak bernyawa. Dalam penciptaan manusia Tuhan memberikan intuisi dan akal, intuisi berguna sebagai cara untuk memenuhi kebutuhannya, dan akal sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebut, akan tetapi intuisi dan akal belum dapat mencapai petunjuk yang benar tentang keberadaan Tuhan tanpa adanya tuntunan wahyu. Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mutazilah, (Jakarta: UI Press, 2004), hal. 31-33 Dalam sejarah perkembangan pemikiran ketuhanan, manusia mengalami perkembangan kepercayaan tentang Tuhan, sebagaimana yang terjadi pada perkembangan ilmu dan teknologi. Fitrah manusia pada dasarnya memerlukan kepercayaan. Kepercayaan ini akan melahirkan tata nilai guna menopang budaya hidupnya. Nilai-nilai tersebut kemudian melembaga dalam tradisi yang diwariskan secara turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya, tradisi sangat sulit berubah dan walaupun berubah sangat lambat. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, (Jakarta: Rajawali Pres, 2009), hal. 55 Pengaruh dari tradisi ini, menimbulkan asumsi yang menganggap bahwa walaupun kita sekarang berada dalam dunia yang berubah total dan memiliki pandangan dunia yang sepenuhnya berbeda, manusia sejak dahulu senantiasa berpikir tantang kekuatan gaib yang dianggap Tuhan, sama persis yang seperti yang kita alami saat ini, dengan proses berpikir yang berbeda. Akan tetapi terlepas dari kecemerlangan ilmiah dan teknologi saat ini, pemikiran keagamaan kita sungguh belum berkembang, bahkan masih ada yang primitif. Karen Armstrong, The Case For God: What Religion Really Means, Masa DepanTuhan: Sanggahan Terhadap Fundamentalisme da Ateisme, (Bandung: Mizan, 2009), hal. 10 Manusia pada dasarnya merasakan kerinduan mutlak, dan berupaya sekuat tenaga untuk memelihara tentang perasaan transenden ini dengan ritual-ritual kreatif. Karena manusia secara filosofis selain memiliki kesadaran diri dan akal juga memiliki jiwa yang independen yang bersifat spiritual. Sifat spiritual dari akal dan jiwa manusia ini yang menjadi survival atau kelestarian jiwa setelah kematian, untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan. Pernyataan ini sama dengan filsafat yang berkaitan dengan evolusi yang digambarkan oleh saintis seperti Darwin atau sebagai konsekuensi dari hukum mekanika yang disebut sebagai seleksi alamiah yang independen oleh Jalaludin an-Rumi, di mana eksistensi manusia di muka bumi ini sebagai konsekuensi dari daya tarik agen eksternal yaitu Tuhan. Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epistimologi Islam, (Bandung: Mizan, 2003), hal.13-14 Tuhan merupakan wujud tertinggi, kepribadian ilahi, yang menciptakan dunia dan segala sesuatu yang ada di dalamnya. Karen Armstrong, The Case For God: What Religion Really Means, hal. 9 Dalam sejarah perkembangan kepercayaan manusia, Tuhan digambarkan sangat dekat dengan alam. Misalnya Tuhan sering digambarkan sebagai yang bertanggung jawab atas turunnya hujan, Tuhan yang menghidupkan bumi yang mati, memancar air dari dalamnya dan menumbuhkan bermacam-macam kebun buah dan bunga. Semua ini digambarkan oleh agama sebagai hasil langsung kerja Tuhan. Akan tetapi perspektif tentang Tuhan dari satu masa dengan masa berikutnya mengalami perkembangan, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan pemikiran dan pengetahuan manusia. Secara fitrah manusia merupakan makhluk yang memiliki kemampuan beragama. Bukti yang menunjukkan bahwa manusia merupakan makhluk yang berpotensi untuk bertuhan dapat dilihat dari bukti historis dan antropologi. Semua aktivitas manusia yang bersangkutan dengan religi berdasarkan atas suatu getaran jiwa, yang biasa disebut dengan emosi keagamaan atau religius emotion. Emosi keagamaan sepeti ini biasanya banyak dialami setiap manusia, walaupun getaran emosi itu hanya berlangsung beberapa detik saja. Emosi religi inilah yang mendorong manusia meyakini bahwa suatu benda, tindakan atau gagasan mendapat nilai keramat atau sacret value dan dianggap keramat. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineke Cipta, 1990), hal. 376 Melalui bukti-bukti tersebut, kita mengetahui bahwa manusia primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenai Tuhan, ternyata mempercayai adanya Tuhan yang mereka percayai terbatas pada daya khayal dan kemampuan akalnya. Pada masa primitif ini, manusia mempercayai benda-benda alam yang dipercaya memiliki kesan misterius dan mengagumkan. kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia memiliki potensi bertuhan. Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004), hal 19Kepercayaan kepada Tuhan merupakan dasar utama dalam paham keagamaan. Tiap agama berdasarkan atas kepercayaan pada sesuatu kekuatan gaib. Suatu kekuatan gaib bisa disebut Tuhan, sehingga konsep ketuhanan banyak sekali kita kenal seperti dinamisme, animisme, politeisme, henoteisme dan monoteisme. Juhaya S. Praja, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, (Jakarta: Kencana, 2008), hal.54 Dalam makalah ini akan dibahas pancang lebar tentang sejarah perkembangan kepercayaan ketuhanan tersebut.

Pengertian Tuhan dan KetuhananMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tuhan adalah sesuatu yang diyakini, dipuja, disembah oleh manusia, sebagai yang Maha Kuasa, Maha Perkasa dan lain sebagainya. Sedangkan ketuhanan adalah sifat keadaan Tuhan atau segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1993), hal. 965 Istilah ketuhanan muncul setelah ahli pikir mengemukakah kesimpulan bahwa paham ketuhanan bukan hanya dogma belaka, atau kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui akal, melainkan kepercayaan yang berakar pada pengetahuan yang benar, yang dapat diuji dengan logika akademis. Tegasnya, ketuhanan adalah kebenaran logis yang dapat dibuktikan dengan logika. Hamzah Yaqub, Filsafat Agama; Titik Temu Antara Akal dan Wahyu, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992), hal. 9

Kata Tuhan umumnya dipakai untuk merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural yang dapat mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Hal ini dapat digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-konsep yang mirip, misal sebuah bentuk energi atau kesadaran yang merasuki seluruh alam semesta, di mana keberadaan-Nya membuat alam semesta ada; sumber segala yang ada; kebajikan yang terbaik dan tertinggi dalam semua makhluk hidup. http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan. didownload pada tangal 15 maret 2012 Istilah Tuan banyak mempunyai kedekatan makna dengan kata Tuhan, dimana Tuhan merupakan majikan atau juragannya alam semesta. Tuhan punya hamba sedangkan Tuan punya sahaya atau budak. Kata Tuhan disebutkan lebih dari 1000 kali dalam Al-Qur'an, sementara di dalam Alkitab kata Tuhan disebutkan sebanyak 7677 kali. ibidMenurut Ibnu Taimiyah Tuhan ialah segala yang dipuja dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapannya, takut, dan mengharapkannya, kepadanya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa, dan bertawakal kepadanya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan dari padanya, dan menimbulkan ketenangan di saat mengingatnya dan terpaut cinta kepadanya.http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-keTuhanan-dalam-islam/.Didownload tanggal 15 maret 2012Aristoteles mendefinisikan Tuhan sebagai penggerak alam. Tuhan berdiri sendiri,tidak dilahirkan, tidak pernah berubah dan tidak pernah berakhir dan bersifat abadi. Pada puncak hierarki keyakinan, menurut Aristoteles terdapat penggerak yang tidak digerakkan, yang diidentifikasi sebagai Tuhan. Tuhan merupakan wujud murni, dengan demikian abadi, tidak berubah dan spiritual. Menurutnya Tuhan adalah akal murni pada saat yang sama merupakan yang berpikir dan yang dipikirkan sekaligus, terlibat waktu abadi untuk berkontemplasi tentang dirinya sendiri. Karm Armstrong, A History Of Got: The 4000 Year Quest of Yudaism, Christianity and Islam, Sejarah Tuhan: Kisah pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam Selama 4000 Tahun, (Bandung: Mizan, 2004), hal.70 Aristoteles percaya bahwa akal manusia bersifat Ilahi dan kekal. Akal menghubungkan manusia dengan dewa-dewa dan memberi mereka kemampuan untuk menyerap kebenaran tertinggi. Karen Armstrong, The Case For God: What Religion Really Means, hal.148 Sedangkan alam menurutnya memiliki potensi untuk melakukan perubahan, sedangkan potensi alam untuk merealisasikan perubahan adalah untuk mencapai tujuan yaitu actus purus atau Tuhan. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat I, (Yokyakarta: Kanisius, 2005), hal. 51Plato berpendapat bahwa jiwa adalah sepenggal keilahian, unsur yang terlepas darinya terpenjara dalam tubuh, tetapi mampu kembali meraih status keilahiannya dengan cara penyucian daya nalar pikiran. Karm Armstrong, A History Of Got, hal. 68 Dalam filsafat teologi Thomas Aquinas, Tuhan diidentikkan dengan pemakaian makna essential (hakikat) dan existential(eksistensi). Menurut Thomas Tuhan adalah aktus yang paling umum dan aktus purus (aktus murni). Tuhan sempurna dan tidak perkembangan. Dalam teologi naturalis, Thomas menyatakan bahwa manusia mampu mengenal Tuhan dengan kemampuan akal, walaupun terkadang keyakinan tersebut tidak menyelamatkan. Dengan akal manusia dapat mengetahui bahwa Tuhan ada dan mengetahui beberapa sifat Tuhan. Pengetahuan tentang Tuhan dapat diketahui setelah mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan manusia dan alam, maka menurutnya pembuktian tentang adanya Tuhan dapat dilakukan secara a posteriori. Hamzah Yaqub, Filsafat Agama; Titik Temu Antara Akal dan Wahyu, hal.51-53Setelah mengemukakah beberapa definisi tentang Tuhan di atas, ditemukan bahwa sejak zaman klasik telah muncul teori-teori tentang Tuhan. Teori ini muncul, ketika para penjelajah dari suku ke suku lain atau tempat lain mengadakan perjalanan dan mendapati Tuhan yang berbeda dengan Tuhan yang dimiliki tempat asalnya. Sejarawan Yunani kuno, Herodotus (484-425), dalam perjalanannya ke Mesir menjelaskan bahwa dewa Amon dan Horus yang dianut masyarakat Mesir sama dengan Zeus dan Apollo yang diyakini masyarakat Yunani. Maka dapat dikatakan bahwa yang dikemukakan Herodotus merupakan teori umum paling awal tentang Tuhan. Begitu juga dengan Euhemesus (330-260) yang berpendapat bahwa dewa-dewa yang ada dalam sejarah pada awalnya adalah orang-orang penting dan terkenal kemudian disembah oleh pengikutnya setelah orang tersebut meninggal. Senada dengan pendapat di atas, para filosof Stoic berpendapat bahwa dewa-dewa adalah personifikasi langit, laut, dan kekuatan alam. Setelah memperhatikan agama-agama yang ada pada saat itu, para filosof kemudian secara intensif mencoba mengidentifikasi kekuatan tadi menjadi keyakinan beragama. Pada agama samawi; Yahudi, Islam dan Kristen, Tuhan merupakan Tuhan yang esa, yaitu tuhan yang disebut dan diajarkan melalui wahyu. Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, (Yokyakarta: Ircisod, 2011), hal. 13 Banyak tafsir tentang Tuhan yang bertentangan satu sama lain. Meskipun kepercayaan tentang Tuhan ada dalam semua kebudayaan dan peradaban, tetapi definisinya berbeda-beda. Berangkat dari pengertian Tuhan seperti tersebut di atas, maka dalam dinamisme, kekuatan gaib yang misterius adalah Tuhan. Dalam Animisme, ruh adalah Tuhan. Dalam politeisme; Indra, Vitra dan Varuna dalam agama Veda adalah Tuhan. Brahma, Wisnu dan Syiwa dalam agama Hindu adalah Tuhan. Osiris, Isis dan Herus dalam agama Mesir Kuno adalah Tuhan. Al-Latta, al-Uzza dan Manata dalam agama Arab Jahiliah adalah Tuhan. Dalam agama Kristen, Allah Tritunggal adalah Tuhan dan dalam agama Islam Allah SWT adalah Tuhan. Jadi pengertian tentang Tuhan mempunyai banyak persepsi, sebanyak agama yang ada di dunia ini dan yang dianut manusia.

Sejarah Pemikiran Manusia Tentang Konsep KetuhananDalam sejarah kepercayaan manusia yang sudah ribuan tahun yang lalu, tercatat beberapa sistem kepercayaan pada alam gaib. Konsep Ketuhanan menurut akal manusia didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin.

Sistem kepercayaan yang berkembang ini, dirumuskan dalam dua teori, yaitu teori evolusionisme berasal dari kata evolusi yang berarti perkembangan. Dalam filsafat, evolusi ditafsirkan sebagai perubahan dari satu keadaan kepada keadaan yang lebih baik secara berlahan-lahan. Hamzah Yaqub, Filsafat Agama; Titik Temu Antara Akal dan Wahyu, hal.75 Evolusi dalam konsep pemikiran ketuhanan adalah teori yang mengatakan bahwa kepercayaan manusia pada awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju pada kepercayaan yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan kemajuan dan peradaban. Teori ini dipelopori oleh Edward Burnetty Taylor (1832-1917) dan James George Frazer (1854-1941). Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hal.30 Teori ini mirip dengan teori evolusi Darwin, yakni perkembangan alam dan sosial berkembang dari bentuk yang lebih rendah menuju bentuk yang lebih tinggi dan sempurna; dari yang sederhana menjadi yang lebih kompleks. Sistem kepercayaan manusia yang paling primitif adalah dinamisme dan yang paling tinggi monoteisme. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 56DinamismePerkataan dinamisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu dunamos, sedangkan dalam bahasa Inggris berarti dynamic dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan arti kekuatan, daya, atau kekuasaan. Definisi dinamisme memiliki arti tentang kepercayaan terhadap benda-benda di sekitar manusia yang diyakini memiliki kekuatan gaib.

Dalam paham ini diyakini bahwa benda-benda tertentu mempunyai kekuatan gaib dan berpengaruh pada kehidupan manusia sehari-hari. Kekuatan gaib itu ada yang bersifat baik dan ada yang bersifat jahat. Kekuatan yang berada dalam zat suatu benda diyakini mampu memberikan manfaat atau bahaya. Kesaktian itu bisa berasal dari api, batu-batuan, air, pepohonan, binatang, atau bahkan manusia sendiri. Dinamisme lahir dari rasa kebergantungan manusia terhadap daya dan kekuatan lain yang berada di luar dirinya. Setiap manusia akan selalu merasa butuh dan harap kepada zat lain yang dianggapnya mampu memberi pertolongan dengan kekuatan yang dimilikinya. Manusia mencari zat lain yang akan disembah dan merasa tenang jika berada di samping zat itu. Sebagai contoh, ketika manusia mendapatkan bahwa api memiliki daya panas, maka ia akan menduga bahwa api yang paling berhak disembah karena api telah memberikan pertolongan kepada mereka ketika mereka merasa dingin. Mereka mengira bahwa api memiliki kekuatan misteri yang tidak mungkin dimiliki oleh manusia sehingga menyembahnya. Dari sini muncul kepercayaan, bahwa setiap benda yang ada di sekeliling manusia mempunyai kekuatan gaib yang misterius melebihi kekuatan manusia. Masyarakat yang menganut kepercayaan ini memberi berbagai nama bagi kekuatan gaib tersebut; orang Malaysia menyebut mana, orang Jepang kami, orang India hari dan shakti, orang Piqmi di Afrika menyebut audoh. Dalam sejarah ilmu perbandingan agama, kekuatan gaib ini biasanya disebut mana. Dalam bahasa Indonesia disebut tuah. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 58-59Mana adalah kekuatan yang tersembunyi yang ada pada benda atau manusia. Mana mempunyai lima sifat, yaitu 1)berkekuatan, 2)tidak dapat dilihat, 3)tidak mempunyai tempat yang tetap, 4) pada dasarnya tidak mesti baik dan tidak juga buruk, 5)terkadang bisa dikontrol, terkadang tidak bisa dikontrol. ibid Maka mana terdapat pada berbagai benda dan manusia, tetapi mana tidak tetap. Artinya, suatu benda atau manusia tidak selamanya mempunyai mana. Mana bisa hilang dari benda atau manusia yang mempunyai mana sebelumnya, dan di lain sisi mana bisa muncul pada benda yang tidak ada mana sebelumnya. Kepercayaan orang pada saat itu, benda yang mempunyai mana, tidak lagi menimbulkan efek magis berarti mana telah pergi dari benda itu, demikian sebaliknya benda yang awalnya tidak mempunyai efek tiba-tiba mendatangkan efek magis yang menarik perhatian, maka mana telah datang pada benda tersebut.Mana pada manusia diidentikkan pada seseorang yang mampu menguasai dan mendapat kedudukan terhormat dalam masyarakat. Karena itu bagi seseorang yang mempunyai mana, sangat diharapkan agar kekuatannya digunakan untuk menolong masyarakat. Namun tidak jarang juga mana digunakan untuk hal-hal yang mendatangkan bahaya.Menurut Russel kenyataan dalam mempercayai kekuatan gaib yang ada pada manusia memiliki empat ciri, yaitu 1) menghargai wawasan (insight) atau intuisi di atas pengetahuan (akal) , 2) percaya pada kesatuan (unity), yakni kecenderungan monistik, 3)menolak realitas waktu dan menegaskan keabadian, 3) percaya bahwa kejahatan adalah penampakan. Richard King, Orientalsm and Religion Poskolonial Theory, India and the Mistic East; Agama, Orientalisme, dan Poskolonialisme, (Yokyakarta: Qalam, 1999), hal.58Tujuan manusia mempercayai kekuatan gaib dalam paham dinamisme ini adalah untuk memperoleh mana sebanyak mungkin. Semakin banyak mana seseorang semakin terjamin keselamatannya. Sebaliknya semakin berkurang mana semakin mudah mendapat bahaya. Mereka juga meyakini bahwa kekuatan gaib pada benda-benda itu bukan merupakan tujuan. Tetapi apa yang ada dibalik benda yang menjadi tujuan. Karena itu, benda-benda tersebut hanya merupakan simbol untuk mengantarkan mereka pada tujuan yang diinginkan.AnimismeKata animisme berasal dari bahasa latin, yaitu anima yang berarti jiwa atau roh. Paham animisme adalah paham yang meyakini bahwa benda baik yang bernyawa atau tidak bernyawa mempunyai roh atau jiwa. Masyarakat primitif menganggap bahwa semua alam dipenuhi oleh roh-roh yang sangat banyak. Roh yang diyakini itu tidak hanya ada pada manusia dan binatang tetapi juga ada pada benda mati seperti tulang, batu dan keris. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 61-62

Pengertian roh dalam masyarakat primitif berbeda dengan pengertian roh dalam paham masyarakat modern. Masyarakat primitif belum bisa membayangkan roh yang bersifat inmateri. Menurut mereka roh terdiri dari materi yang sangat halus. Sifat dari roh mempunyai bentuk, umur, dan mampu makan. Selain itu roh juga mempunyai kekuatan dan kehendak, merasa senang dan susah. Roh juga dapat mengembara ke segala penjuru tanpa tujuan. Menurut kepercayaan ini, agar manusia tidak terkena efek negatif dari roh-roh tersebut, manusia harus menyediakan kebutuhan roh. Saji-sajian yang sesuai dengan saran dukun adalah salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan roh. Sigmund Freud psikolog sekuler, mengatakan bahwa animisme menjelaskan konsep-konsep psikis teori tentang keberadaan spiritual secara umum. Animisme sebenarnya berasal dari wawasan bangsa-bangsa primitif yang luar biasa tentang alam semesta dan dunia. Bangsa-bangsa primitif menempati dunia bersama-sama dengan banyak roh. Mereka mampu menjelaskan keterkaitan proses gerakan alam dengan gerakan roh-roh. Mereka juga memercayai bahwa manusia juga mengalami animasi. Manusia memiliki jiwa yang bisa meninggalkan tempatnya dan memasuki makhluk lain. Karena itulah, manusia bisa menjelaskan mengenai mimpi, meditasi, atau alam bawah sadar. Animisme adalah suatu sistem pemikiran yang tidak hanya memberikan penjelasan atas suatu fenomena saja, tetapi memungkinkan manusia memahami keseluruhan dunia. Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion, hal. 101 Menurut filosof lain seperti Tylor dan Comte, mereka menyebutkan bahwa animisme adalah tahap pertama pembentukan agama. Dalam istilah mereka, peradaban itu dimulai dengan adanya pemikiran animisme, kemudian berkembang menjadi agama. E.B. Tylor menyatakan bahwa agama primitif yang timbul dari paham animisme harus melalui empat tahap. Tahap pertama, masyarakat primitif menghayalkan ada hantu jiwa (ghost-soul) orang mati yang dapat mengunjungi dan mengganggu orang hidup. Tahap kedua, jiwa atau roh tersebut menampakkan wujudnya. Tahap ketiga, timbul kepercayaan pada masyarakat segala sesuatu mempunyai jiwa atau roh. Tahap keempat, dari jiwa atau roh tersebut ada yang mengagumkan seperti pohon yang sangat besar atau batu yang aneh, maka semua itu disembah karena dipercaya mempunyai roh atau jiwa. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 63 Dalam pandangan Tylor, manusia memiliki substansi yang sama yaitu keinginan untuk mengetahui keberadaan di sekitarnya. Manusia primitif berusaha memahami dan menjelaskan berbagai fenomena-fenomena yang aneh dan suara-suara yang dahsyat melalui pemikirannya. Tentunya, pengetahuan yang mereka maksudkan bukan sekedar menyaksikan suatu fenomena yang aneh atau mendengarkan suara yang dahsyat, tapi pengetahuan itu dihasilkan dan dijadikan sebagai pandangan. Misal, jika sekedar mendengar petir, maka hal ini tidak bisa disebut sebagai pengetahuan. Tapi, mendengar petir dan meyakininya sebagai murka dari zat tertentu, maka hal ini yang disebut sebagai pengetahuan dan kepercayaan. Jadi kepercayaan merupakan sikap mental yang menganggap bahwa sesuatu itu benar.Namun kepercayaan animisme tidak tersistematis dan absolut. Roh-roh yang ada di alam berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena itu mereka tidak hanya fokus pada wujud yang mutlak, tetapi sangat relatif dalam tindak tanduk dan cara berpikir. Sebab, bisa jadi satu waktu benda ditakuti dan disembah dan di waktu yang lain tidak ditakuti dan disembah lagi karena dianggap tidak mempunyai roh dan kekuatan gaib. Ibid. Hal 64Politeisme

Kata politeisme itu terdiri dari poli yang berasal dari kata Bahasa Yunani yang berarti banyak, dan teisme dari kata Yunani yang berarti Tuhan. Politeisme adalah kepercayaan bahwa ada banyak dewa atau Tuhan. http://id.wikipedia.org/wiki/Politeisme. didownload tanggal 15 maret 2012 Politeisme dapat dikatakan sebagai pandangan teistik paling dominan dalam sejarah.Politeisme merupakan tahap perkembangan dari paham animisme. Pada paham animisme dipercayai bahwa semua benda dan manusia mempunyai roh, kemudian sekian banyak dari roh tersebut diyakini ada yang paling kuat dan menimbulkan pengaruh pada alam. Roh dari benda atau manusia yang dianggap paling kuat itu, kemudian dijadikan simbol penyembahan dan peribadatan. Roh yang menjadi simbol penyembahan tersebut akhirnya diambil fungsinya dan diberi nama dewa. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 67 Roh yang tertinggi, baik yang berasal dari benda atau manusia meningkat menjadi dewa dan Tuhan. Perbedaan roh dan dewa adalah perbedaan derajat kekuasaan dan kedudukan, sedangkan fungsinya sama. Dewa lebih berkuasa, lebih tinggi, dan lebih mulia serta penyembahannya lebih umum daripada roh. Roh dianggap tidak sekuasa dan semulia dewa dan penyembahannya terbatas pada satu atau beberapa keluarga. Penyembahan roh yang teratur dengan cara tertentu bisa meningkat menjadi dewa. Dewa-dewa tersebut sangat banyak, sesuai dengan tugas masing-masing.Kepercayaan paham politeisme terhadap benda, berbeda dengan paham dinamisme. Dalam paham dinamisme alam yang memiliki kekuatan lebih dari kekuatan manusia disembah dan ditakuti, seperti matahari dan arus sungai. Tetapi dalam politeisme kepercayaan tersebut tidak lagi kepada benda tersebut, tetapi abstraksi dan fungsi benda itu yang disembah dan ditakuti. Oleh karena itu muncul kepercayaan terhadap berbagai dewa sesuai fungsi masing-masing.Dewa-dewa dalam politeisme ini pada awalnya mempunyai kedudukan yang sama. Tetapi lama kelamaan antara satu dewa dan dewa yang lain lebih mulia daripada dewa yang lain. Misalnya dalam agama Veda ada terdapat banyak dewa, namun ada tiga dewa yang paling dimuliakan yaitu Indra (dewa kekuatan ganas di alam, seperti petir dan hujan), Mithra (dewa cahaya), Varaona ( dewa ketertiban alam), maka mereka dianggap lebih tinggi dari dewa Prithivi (dewa bumi), surya (dewa matahari), dan agni (dewa api). Ibid, hal. 68 Dalam paham politeisme, terdapat tiga dewa yang lebih mulia dari dewa-dewa lainnya, baik dari segi kedudukan, perhatian dan pujaan. Ketiga dewa itu, seperti Brahmana, Wisnu, dan Syiwa dalam agama Hindu; dalam agama Mesir Kuno dikenal dengan Osiris dengan istrinya Isis dan anaknya Herus; dan dalam agama Arab Jahiliyah dikenal dengan al-Lata, al-Uzza, dan Manata.Selain itu, paham politeisme meyakini ada satu dari dewa-dewa itu yang meningkat di atas segala dewa yang lain, seperti Brahmana dalam agama Hindu, Zeus dalam agama Yunani Kuno, Yupiter dalam agama Romawi, dan Amor dalam agama Mesir Kuno. Paham ini belum menunjukkan pengakuan terhadap satu Tuhan, tetapi baru pada pengakuan dewa terbesar di antara dewa yang banyak. Paham ini belum meningkat menjadi paham monoteisme, tetapi masih berada pada paham politeisme.Dalam paham politeisme ini, terdapat problem pertentangan tugas antara satu dewa dengan yang lain. Karena setiap dewa tidak selamanya melakukan kerja sama. Misalnya dewa kemarau bertentangan dewa hujan. Selain itu, dewa menurut paham politeisme bisa bertambah dan berkurang. Seorang politeis apabila melihat sesuatu yang aneh dan misterius dapat saja mendewakannya. Demikian juga benda atau kejadian yang misterius dan tidak berpengaruh dalam kehidupan, dianggap dewa atau Tuhan tersebut telah pergi dan digantikan dewa yang lain. Ibid. Hal. 70HenoteismeDalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian Henoteisme adalah keyakinan pada satu Tuhan tanpa mengingkari ada dewa lain atau makhluk halus lainnya. Henoteisme mengakui satu Tuhan untuk satu bangsa, dan bangsa-bangsa lain mempunyai Tuhannya sendiri-sendiri. Henoteisme mengandung paham Tuhan nasional.

Paham Tuhan utama dalam satu agama dapat meningkat menjadi paham Tuhan nasional atau Tuhan untuk satu bangsa. Satu Tuhan dalam paham ini, belum termasuk monoteisme, karena paham tersebut masih mengakui Tuhan agama-agama lain dan bangsa lain yang berbeda dengannya. Tuhan dalam hal ini, diumpamakan seperti presiden yang memiliki keistimewaan di antara dewa-dewa lain. Biasanya Tuhan ini digunakan untuk mempersatukan bangsa dan memperkuat jiwa nasionalisme.Paham tersebut dianut oleh ummat agama Yahudi. Yahwe adalah Tuhan agama Yahudi dan merupakan Tuhan nasionalnya, tetapi bukan Tuhan bagi sekalian alam. Pada waktu masyarakat Yahudi masih pada tahap animisme mereka menyembah roh dan para dewa kemudian datang Tuhan dari bukit Sinai yang bernama Yahwe. Maka Yahwe dianggap Tuhan nasional menghilangkan Tuhan-Tuhan yang lain. Harun Nasution, Falsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), hal. 32Yahwe dianggap Tuhan yang mengalahkan dewa-dewi timur tengah dan kemudian menjadi satu-satunya Tuhan. Kemenangan yang diraih Yahwe dilalui dengan cara susah payah dan penderitaan dan melibatkan kekerasan dan konfrontasi, hal ini memperlihatkan bahwa agama baru dengan Tuhan yang esa Tidak datang dengan cara yang mudah kepada orang Israil. Yahwe tampak tidak mentransendensikan Tuhan-tuhan yang lebih tua dengan cara yang damai dan alamiyah. Yahwe melawan habis semua Tuhan dan mengalahkannya. Riwayat ini dapat dilihat dalam Mazmur 82, Yahwe membuat ketentuan tentang kepemimpinan majelis suci yang memainkan peran penting dalam mitos kaum Babilonia dan Kanaan yang berbunyi Yahweh mengambil posisi dalam majelis suci untuk membuat keputusan di kalangan para Tuhan. Karm Armstrong, A History Of Got, hal. 85Paham teologi agama Yahudi yang menonjolkan Tuhan yang bersifat nasionalisme, menimbulkan rasa sombong dalam diri mereka. Karena mereka menganggap bahwa mereka merupakan bangsa yang paling mulia di antara bangsa lain dan Tuhan Yahwe merupakan Tuhan yang paling kuat di antara Tuhan-tuhan bangsa lain. Jadi mereka mengakui Tuhan bangsa lain, tetapi tidak sederajat dengan Tuhan Yahwe yang lebih tinggi. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 73MonoteismeMonoteisme berasal dari kata Yunani monon yang berarti tunggal dan Theos yang berarti Tuhan adalah kepercayaan bahwa Tuhan adalah satu atau tunggal dan berkuasa penuh atas segala sesuatu. Monoteisme hanya mengakui satu Tuhan untuk seluruh bangsa dan bersifat internasional.

Monoteisme dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: Sidi Gazalba, Asas Agama Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 39 Monoteisme praktis adalah kepercayaan yang tidak mengingkari dewa-dewa lain, tetapi hanya satu Tuhan saja yang disembah dan dipuja. Monoteisme spekulatif adalah kepercayaan yang terbentuk karena bermacam gambaran dewa-dewa lebur menjadi satu gambaran yang akhirnya dianggap sebagai satu-satunya dewa. Monoteisme teoritis ialah paham yang mempercayai bahwa Tuhan itu Esa dalam teori, tetapi dalam praktek dipercayai lebih dari satu Tuhan. Terakhir monoteisme murni adalah paham yang menyatakan bahwa Tuhan itu Esa dalam jumlah dan sifat, dalam teori dan praktek, dan dalam pemikiran dan penghayatan.

Agama wahyu, seperti Islam, Kristen dan Yahudi ditinjau dari konsep kepercayaan pada dasarnya merupakan agama monoteisme. Namun ditinjau dari perkembangannya kepercayaan agama Kristen dan Yahudi terjadi revolusi kepercayaan, sehingga terjadi paham henoteisme di kalangan bangsa Yahudi. Di mana mereka menganggap Yahwe merupakan Tuhan yang berkuasa hanya pada bangsa mereka saja dan dianggap lebih berkuasa dari Tuhan-tuhan lain. Namun kepercayaan bangsa Yahudi kembali pada paham monoteisme di mana Yahwe dianggap Tuhan pencipta semesta alam dan Tuhan seluruh manusia sebagai mana dalam kitab Yasea 44/6 mengatakan Aku yang pertama dan aku yang terakhir tiada Tuhan selain Aku. Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, hal. 74 Demikian juga agama Kristen, menurut keyakinan rohaniawan kristen pada masa awal pertumbuhan gereja, mereka meyakini bahwa Tuhan mengejawantahkan diri dalam pribadi manusia Yesus Kristus. Kemudian dalam perkembangan kepercayaannya mengakui trinitas dalam wujud Tuhan. Yaitu mengakui adanya Tuhan bapa, Tuhan anak dan bunda Maria, tetapi dalam perwujudannya mereka menganggap Tuhan ini merupakan satu kesatuan yang utuh. Sebagaimana disebutkan pada kitab agama Kristen kesaksian bahwa Yesus adalah Allah. Di dalam Ibrani 1:8 berbunyi Tentang Anak Ia berkata: "Takhta-Mu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu adalah tongkat kebenaran. Jelas sekali bahwa Anak, yaitu Yesus Kristus, disebut sebagai Allah oleh Bapa. Jadi, Alkitab mencatat sang Anak menyebut Bapa sebagai Allah, dan juga mencatat bahwa sang Bapa menyebut Anak sebagai Allah. Inilah bukti dari Tritunggal. Artikel : Dr. Steven E. Liauw, Saksi Yehovah: Politeisme Terselubung, Graphe International Theological Seminary Kepercayaan agama kristen ini, dapat digolongkan pada monoteisme teoritis.Konsep monoteisme praktis dapat dilihat dari perkembangan kepercayaan agama Hindu. Periode pertama agama Hindu merupakan agama yang bersifat politeisme yakni mengakui banyak dewa. Pada periode kedua berkembang menjadi monoteisme-politeisme, di mana semua dewa dilihat berpusat pada satu Tuhan, kepercayaan ini merupakan bentuk hinduisme yang berkembang di India dan negara lain. Konsep seperti ini merupakan konsep monoteisme praktis, masih mengakui ada dewa-dewa lain, tetapi fokus penyembahan hanya pada satu Tuhan. Konrad Kebung, Filsafat Berfikir Orang Timur; Indonesia, Cina dan India, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), hal.113 Secara konsep agama Islam dianggap sebagai agama monoteisme murni. Disebabkan Islam menitikberatkan pada zat Tuhan yang murni keesaannya. Keesaan Tuhan dalam Islam bukan genus (kumpulan) karena genus mengandung arti banyak. Genus adalah kumpulan dari benda-benda. Tuhan juga bukan spesies, karena bukan termasuk dari bagian-bagian benda. Allah tidak tersusun dari materi atau sebab yang tersusun dari materi karena bentuk adalah benda yang ada di alam. Dia menggerakkan alam tetapi tidak digerakkan. Allah adalah yang benar pertama dan benar tunggal. Agama Islam secara historis tidak dapat digolongkan sebagai akhir kepercayaan suatu bangsa. Sebab perkembangan kepercayaan dari paham dinamisme sampai monoteisme tidak dialami dalam agama Islam. Karena agama Islam secara dasar dari awal turunnya merupakan agama monoteisme. Hanya saja kalangan bangsa Arab, tempat turunnya agama Islam ketika itu menganut paham politeisme. Teori kedua adalah teori Revolusionisme berasal dari kata revolution yang bermakna perubahan yang dilaksanakan dengan jalan mengesampingkan asas-asas lama yang diganti dengan asas-asas baru secara cepat dan radikal. Dengan demikian revolusi membawa penggantian dari nilai-nilai yang berlaku. Hamzah Yaqub, Filsafat Agama; Titik Temu Antara Akal dan Wahyu, hal.75 Teori ini dipelopori oleh Andrew Lang (1898) yang menekankan adanya monoteisme dalam masyarakat primitif. Menurut Andrew Lang orang-orang yang berbudaya rendah, pada dasarnya telah meyakini monoteisme seperti orang-orang Kristen. Mereka mempunyai kepercayaan pada wujud yang Agung dan sifat-sifat yang khas terhadap Tuhan mereka, yang tidak diberikan kepada wujud yang lain. http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-keTuhanan-dalam-islam. didownload tanggal 15 maret 2012Teori ini juga dipopulerkan oleh Wilhelm Schmidt dalam The Origin of the Idea of God yang terbit pada tahun 1912. Schmidt mengatakan bahwa telah ada suatu monoteisme primitif sebelum manusia menyembah banyak dewa. Pada awalnya mereka mengakui hanya ada satu Tuhan tertinggi, yang telah menciptakan dunia dan menata urusan manusia dari kejauhan. Kepercayaan terhadap satu Tuhan tertinggi masih terlihat dalam agama suku pribumi Afrika. Mereka mengungkapkan kerinduan terhadap Tuhan lewat doa ,tetapi kehadiran Tuhan dalam kehidupan mereka tidak pernah tampil dalam gambaran, sehingga mereka menganggap Tuhan telah pergi. Para antropolog berasumsi bahwa Tuhan sangat jauh dan mulia sehingga digantikan oleh roh yang lebih rendah dan Tuhan-tuhan yang lebih mudah dijangkau. Karm Armstrong, A History Of Got, hal. 27 Maka pada dasarnya kepercayaan manusia pertama adalah monoteisme, tetapi karena perjalanan hidup manusia, maka kepercayaan tersebut menjadi kabur dan dimasuki kepercayaan animisme dan politeisme. Pada akhirnya tidak ada lagi kepercayaan terhadap Tuhan yang maha Esa.Dengan lahirnya teori Andrew dan Lang Wilhelm Schmidt, maka teori evolusionisme mulai memudar, kemudian sarjana-sarjana agama terutama di Eropa Barat mulai menantang evolusionisme dan memperkenalkan teori baru untuk memahami sejarah agama. Mereka menyatakan bahwa ide tentang Tuhan tidak datang secara evolusi, tetapi dengan revolusi. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan pada penyelidikan terhadap berbagai kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat primitif. Dalam penyelidikan tersebut didapatkan bukti-bukti bahwa asal-usul kepercayaan masyarakat primitif adalah monoteisme dan monoteisme adalah berasal dari ajaran wahyu Tuhan

Kesimpulan

berdasarkan uraian sejarah perkembangan pemikiran ketuhanan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa manusia merupakan makhluk spiritual. Dalam perkembangan kehidupannya secara nyata manusia mencari sesuatu yang berkuasa di luar dirinya yang dianggap sebagai Tuhan. Banyak definisi tentang Tuhan, sesuai dengan pengalaman spiritual orang yang mendefinisikan, namun kata Tuhan umumnya dipakai untuk merujuk kepada suatu Zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya. Teori yang berkembang dari sistem kepercayaan manusia ada dua macam, yaitu teori evolusionisme adalah teori yang mengatakan bahwa kepercayaan manusia pada awalnya sangat sederhana dan bersahaja menuju pada kepercayaan yang lebih tinggi sesuai dengan perkembangan kemajuan dan peradaban. Sistem kepercayaan ini dimulai dari percaya pada benda yang memiliki kekuatan gaib (dinamisme), kemudian benda itu mempunyai roh (animisme), kemudian roh itu disembah secara teratur sehingga menjadi dewa (politeisme), kemudian dewa itu merupakan Tuhan yang menguasai satu bangsa (henoteisme) kemudian fungsi dewa itu merupakan Tuhan yang paling mulia dan paling tinggi dan satu-satunya disembah (monoteisme).Teori kedua adalah teori Revolusionisme dipopulerkan oleh Andrew Lang dan Wilhelm Schmidt dalam The Origin of the Idea of God yang terbit pada tahun 1912. Schmidt mengatakan bahwa telah ada suatu monoteisme primitif sebelum manusia menyembah banyak dewa.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, Karen, The Case For God: What Religion Really Means, Masa DepanTuhan: Sanggahan Terhadap Fundamentalisme da Ateisme, Bandung: Mizan, 2009.

----------------------, A History Of Got: The 4000 Year Quest of Yudaism, Christianity and Islam, Sejarah Tuhan: Kisah pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam Selama 4000 Tahun, Bandung: Mizan, 2004.

Bakhtiar, Amsal, Filsafat Agama, Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia, Jakarta: Rajawali Pres, 2009.

Gazalba, Sidi, Asas Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975.

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat I, Yokyakarta: Kanisius, 2005.

Kartanegara, Mulyadhi, Pengantar Epistimologi Islam, Bandung: Mizan, 2003.

Kebung, Konrad, Filsafat Berfikir Orang Timur; Indonesia, Cina dan India, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.

King Richard, Orientalsm and Religion Poskolonial Theory, India and the Mistic East; Agama, Orientalisme, dan Poskolonialisme, Yokyakarta: Qalam, 1999.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta: PT Rineke Cipta, 1990.

L. Pals, Daniel, Seven Theories of Religion, Yokyakarta: Ircisod, 2011.

Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mutazilah, Jakarta: UI Press, 2004.

--------------------, Falsafat Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1991.

Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2004.

S. Praja, Juhaya, Aliran-aliran Filsafat dan Etika, Jakarta: Kencana, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993.

Yaqub, Hamzah, Filsafat Agama; Titik Temu Antara Akal dan Wahyu, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1992.

Artikel: Dr. Steven E. Liauw, Saksi Yehovah: Politeisme Terselubung, Graphe International Theological Seminary

http://agungsukses.wordpress.com/2008/07/24/konsep-keTuhanan-dalam-islam. didownload tanggal 15 maret 2012.

http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan. didownload pada tangal 15 maret 2012.

http://id.wikipedia.org/wiki/Politeisme. didownload tanggal 15 maret 2012.