perkembangan pemikiran tentang kalender islam

21
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM INTERNASIONAL * Syamsul Anwar * * A. Pendahuluan Dunia Islam telah mengenal banyak kelender, akan tetapi kalender- kalender itu lebih merupakan kalender lokal yang hanya cocok bagi daerah untuk mana ia dibuat. Memang ada suatu kalender Islam yang dapat dianggap bersifat internasional, yaitu kalender hisab urfi. Kalender ini merupakan sistem penanggalan yang tertua dalam sejarah Islam dan digunakan secara luas bahkan hingga saat ini. Akan tetapi kalender ini juga banyak memiliki kelmahan baik secara teknis maupun dari segi kesesuaiannya dengan Sunnah Nabi saw sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian lain. 1 Ketiadaan kalender komprehensif dan terunifikasi di kalangan umat Islam menyebabkan Dunia Islam mengalami semacam kekacauan pengorganisasian waktu. Hal ini tampak sekali dalam kenyataan bahwa untuk hari raya idul fitri atau idul adha misalnya bisa terjadi perbedaan yang mencapai empat hari. Idul fitri tahun lalu (1428 H), misalnya, jatuh pada hari yang bervariasi sejak dari hari Kamis, Jumat, Sabtu hingga hari Ahad. Menyadari kenyataan ini dan sebagai upaya menyatukan sistem waktu dalam dunia Islam, para ahli di bidang ini telah mulai melakukan riset dan pengkajian untuk menemukan suatu bentuk kalender Islam internasional yang bersifat unifikasi. Pioner dalam arah ini dapat disebut nama Mohammad Ilyas dari Malaysia yang telah mewakafkan seluruh kehidupan ilmiah untuk bidang ini. Diakui bahwa upaya tersebut hingga hari ini memang belum mencapai kesepakatan bulat, karena masih terdapat beberapa hal prinsipil yang harus didiskusikan dan disepakati. Akan tetapi paling tidak sudah terdapat gerak yang semakin mendekat kepada titik temu bersama. Bagaimana usulan-usulan yang muncul dan sejauhmana kemajuan yang telah dicapai dalam bidang ini akan coba disajikan dalam tulisan ini. Namun pembicaraan akan didahului dengan uraian tentang arti penting kalender dalam agama dan peradaban Islam dan permasalahannya. * Makalah disampaikan pada Musyawarah Ahli Hisab dan Fikih Muhammadiyah, Yogyakarta 21-22 Jumada£-¤±niah 1429 H / 25-26 Juni 2008. * * Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah periode 2000-2005 dan Majerlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah periode 2005-2010. 1 Mengenai ini lihat Syamsul Anwar, “Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan dengan Sunnah Nabi saw,” http://www.muhammadiyah.or.id/downloads/almanak_hijriah.pdf>.

Upload: dinhkiet

Post on 14-Jan-2017

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM INTERNASIONAL*

Syamsul Anwar* *

A. Pendahuluan Dunia Islam telah mengenal banyak kelender, akan tetapi kalender-kalender itu lebih merupakan kalender lokal yang hanya cocok bagi daerah untuk mana ia dibuat. Memang ada suatu kalender Islam yang dapat dianggap bersifat internasional, yaitu kalender hisab urfi. Kalender ini merupakan sistem penanggalan yang tertua dalam sejarah Islam dan digunakan secara luas bahkan hingga saat ini. Akan tetapi kalender ini juga banyak memiliki kelmahan baik secara teknis maupun dari segi kesesuaiannya dengan Sunnah Nabi saw sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian lain.1 Ketiadaan kalender komprehensif dan terunifikasi di kalangan umat Islam menyebabkan Dunia Islam mengalami semacam kekacauan pengorganisasian waktu. Hal ini tampak sekali dalam kenyataan bahwa untuk hari raya idul fitri atau idul adha misalnya bisa terjadi perbedaan yang mencapai empat hari. Idul fitri tahun lalu (1428 H), misalnya, jatuh pada hari yang bervariasi sejak dari hari Kamis, Jumat, Sabtu hingga hari Ahad. Menyadari kenyataan ini dan sebagai upaya menyatukan sistem waktu dalam dunia Islam, para ahli di bidang ini telah mulai melakukan riset dan pengkajian untuk menemukan suatu bentuk kalender Islam internasional yang bersifat unifikasi. Pioner dalam arah ini dapat disebut nama Mohammad Ilyas dari Malaysia yang telah mewakafkan seluruh kehidupan ilmiah untuk bidang ini. Diakui bahwa upaya tersebut hingga hari ini memang belum mencapai kesepakatan bulat, karena masih terdapat beberapa hal prinsipil yang harus didiskusikan dan disepakati. Akan tetapi paling tidak sudah terdapat gerak yang semakin mendekat kepada titik temu bersama. Bagaimana usulan-usulan yang muncul dan sejauhmana kemajuan yang telah dicapai dalam bidang ini akan coba disajikan dalam tulisan ini. Namun pembicaraan akan didahului dengan uraian tentang arti penting kalender dalam agama dan peradaban Islam dan permasalahannya.

* Makalah disampaikan pada Musyawarah Ahli Hisab dan Fikih Muhammadiyah,

Yogyakarta 21-22 Jumada£-¤±niah 1429 H / 25-26 Juni 2008. * * Ketua Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam PP Muhammadiyah

periode 2000-2005 dan Majerlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah periode 2005-2010. 1 Mengenai ini lihat Syamsul Anwar, “Almanak Berdasarkan Hisab Urfi Kurang Sejalan

dengan Sunnah Nabi saw,” http://www.muhammadiyah.or.id/downloads/almanak_hijriah.pdf>.

Page 2: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

2

B. Arti Penting Pembuatan Kalender dan Permasalahannya “Kalender adalah suatu sistem waktu yang merefleksikan daya lenting dan kekuatan suatu peradaban.”2 Pengorganisasian waktu yang merupakan salah satu fungsi utama kalender amatlah penting dalam kehidupan manusia dan agama Islam menambah arti penting itu dengan mengaitkan permasalahannya kepada pelaksanaan berbagai bentuk ibadah.3 Sebagai demikian kehadiran kalender yang akurat dan komprehensif merupakan suatu “tuntutan peradaban” (civilizational imperative) 4 dan sekaligus merupakan syarat bagi suatu peradaban untuk tetap eksis dan berkembang.5 Pentingnya arti kehadiran suatu kalender yang akurat dan komprehensif tidak perlu mendapat penegasan lagi. Jelas bahwa gaibnya kalender semacam itu akan mengakibatkan masyarakat kehilangan kemampuan untuk membuat perencanaan ke depan, mengelola bisnis, dan kacaunya penyelanggaraan momen-momen keagamaan karena tidak adanya sistem waktu yang pasti. Di dalam al-Quran terdapat penekanan arti penting pengorganisasian waktu secara keseluruhan yang harus dilakukan dengan cermat, dan bilamana diabaikan akan mengakibatkan kerugian (Q 103:1-3). Akan tetapi Allah tidak hanya memperingatkan arti penting pengorganisasian waktu saja, melainkan juga memberi petunjuk pokok bagaimana pengorganisasian waktu melalui kalender itu dilakukan. Dalam hal ini al-Quran menegaskan bahwa bulan itu di sisi Allah jumlahnya adalah 12 bulan dalam satu tahun dan tidak boleh dilakukan interkalasi sebagaimana dilakukan di zaman Jahiliah (Q 9: 36-37). Al-Quran juga memberikan bimbingan agar menggunakan gerak benda-benda langit, khususnya Bulan dan matahari, sebagai dasar pengorganisasian waktu. Dalam hubungan ini Allah menegaskan bahwa matahari dan Bulan dapat dihitung geraknya (Q 55: 5) dan perhitungan gerak kedua benda langit itu berguna untuk menentukan bilangan tahun dan perhitungan waktu (Q. 10: 5). Gerak (semu) matahari6 digunakan untuk menentukan waktu dalam hari, sementara gerak Bulan digunakan untuk menentukan satuan waktu (bulan) dalam tahun.

2 Ilyas, The Quest for a Unified Islamic Calendar (Penang, Malaysia: International

Islamic Calendar Programme, 2000), h. 15. 3 ‘Abd ar-R±ziq, at-Taqw³m al-Qamar³ al-Isl±m³ al-Muwa¥¥ad (Rabat: Marsam, 2004), h.

11. 4 Al-Alwani, “The Islamic Lunar Calendar as a Civilizational Imperative,” dalam Ilyas

dan Kabeer (ed.), Unified World Islamic Calendar: Shari‘a, Science and Globalization (Penang, Malaysia: International Islamic Calendar Programme, 2001), h. 9.

5 Qas−m, “Khu¯uw±t f³ °ar³q ¦all Musykilat at-Taqw³m al-Isl±m³,”<http://www.amastro.ma/ articles/art-nq.pdf>, h. 2, akses 21-05-2008.

6 Dikatakan gerak semu karena matahari sebenarnya tidak bergerak, melainkan bumi lah yang berputar pada sumbunya dari barat ke timur sehingga terlihat matahari bergerak dari timur ke barat.

Page 3: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

3

Beberapa penulis, dengan agak menyesal, menyatakan bahwa kaum Muslimin tampaknya kurang menangkap semangat dari kitab suci mereka dan tidak berusaha meneruskan langkah dari garis yang telah ditunjukkan oleh al-Quran dan Sunnah Nabi saw. Hal ini memberikan kesan seakan peradaban Islam “tidak mengenal konsep waktu selain dalam bentuk metafisik sebagai tercermin dalam pandangan Ibn ¦azm (w. 456/1064) yang mengatakan bahwa waktu adalah suatu yang ilusi: masa lalu telah lewat, sementara masa datang belum hadir, dan masa kini tidak lain hanya saat yang tidak lebih dari satu kerdipan mata.”7 Ada beberapa problem yang dihadapi dalam masalah ini, antara lain adalah bahwa umat Islam lebih banyak mencurahkan perhatiannya terhadap masalah bagaimana menentukan awal bulan Islam (kamariah). Pada hal sesungguhnya masalah penentuan awal bulan kamariah itu hanyalah salah satu saja dari keseluruhan problem pengorganisasian waktu melalui suatu bentuk kalender. Penyelesaian masalah metode penentuan awal bulan tidaklah dengan sendirinya menyelesaikan keseluruhan permasalahan. Selain dari cara menentukan awal bulan, dalam pembuatan kalender harus pula dipikirkan masalah pendefinisian hari: di mana dan kapan hari itu dimulai menurut kalender Islam. Selama ini dalam kehidupan sivil, umat Islam mengikuti konsep hari yang berlaku secara internasional, yaitu hari dimulai pada pukul 00.00 (tengah malam) dan berakhir pada waktu yang sama pada malam berikutnya, dan hari itu dimulai dari Laut Pasifik, tepatnya pada garis bujur 180º.

Dalam fikih, menurut jumhur fukaha (ahli hukum Islam), hari dimulai

sejak terbenamnya matahari. Hal ini terlihat dalam hal waktu wajibnya membayar zakat fitrah (waktu jatuh tempo zakat fitrah), yaitu sejak mulainya hari idul fitri dalam hal ini sejak terbenamnya matahari akhir Ramadan. Oleh karena itu orang yang meninggal sebelum terbenamnya matahari akhir Ramadan tidak dikenai kewajiban zakat fitrah. Begitu pula bayi yang lahir atau orang yang masuk Islam sesudah matahari akhir Ramadan terbenam tidak dikenai zakat fitrah karena ia tidak lagi mengalami Ramadan yang menjadi penyebab ia wajib membayar zakat fitrah. Sebaliknya orang yang meninggal sesudah terbenamnya matahari akhir Ramadan dan bayi yang lahir atau orang masuk Islam sebelum terbenamnya matahari akhir Ramadan wajib membayar zakat fitrah karena mereka mengalami Ramadan dan saat berakhirnya Ramadan dengan terbenamnya matahari, maka zakat fitrah menjadi jatuh tempo bagi mereka.

Di lain pihak fukaha Hanafi berpendapat bahwa hari itu dimulai dari sejak terbit fajar sehingga oleh karena itu waktu jatuh temponya (waktu wajibnya) zakat fitrah adalah sejak mulainya hari idul fitri, yaitu sejak terbit fajar.

7 Qas−m, al-‘Atb³ dan Mizy±n, I£b±t asy-Syuh−r al-Hil±liyyah wa Musykil±t at-Tauq³t al-

Isl±m³: Dir±sah Falakiyyah wa Fiqhiyyah (Beirut: D±r a¯-°al³‘ah li a¯-°ib±‘ah wa an-Nasyr, 1977), h. 11.

Page 4: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

4

Konsekuensinya orang yang meninggal sesudah matahari akhir Ramadan terbenam dan sebelum terbit fajar idul fitri atau bayi yang lahir serta orang yang masuk Islam sesudah terbit fajar semuanya tidak dikenai kewajiban zakat fitrah. Sebaliknya orang yang dikenai zakat fitrah adalah yang meninggal sesudah mulainya hari idul fitri, yakni sesudah terbitnya fajar hari itu. Begitu pula orang yang lahir atau masuk Islam masih di bulan Ramadan dan sebelum mulainya hari idul fitri, yakni sebelum terbit fajar hari itu, dikenai zakat fitrah. Dasar pandangan fukaha Hanafi ini adalah hadis Nabi saw bahwa beliau bersabda, “Puasamu adalah hari kamu berpuasa dan fitrahmu adalah hari kamu beridul fitri.”8 Bagi mereka hari itu dimulai saat fajar.9 Di zaman modern masyarakat yang mengikuti faham bahwa hari dimulai sejak terbit fajar adalah masyarakat Muslim kontemporer di Libia. Untuk Zulhijah 1428 H tahun lalu, negara ini memasuki tanggal 1 Zulhijah 1428 H pada hari Senin 10 Desember 2007, karena konjungsi terjadi malam Senin sebelum fajar, yakni sebelum mulainya hari baru. Masalah penentuan hari ini penting dalam pembuatan kalender. Beberapa pakar telah mendiskusikan masalah ini, namun masih belum mencapai titik temu.10 Selain itu masalah lain terkait pembuatan kalender Islam internasional adalah penentuan suatu garis tanggal. Di dunia sekarang berlaku Garis Tanggal Internasional (International Date Line) yang menentukan di mana dan kapan suatu tanggal dan hari dimulai. Garis ini, seperti telah disinggung terdahulu, terletak di Laut Pasifik pada garis bujur 180º. Garis ini tidak lurus mengikuti garis bujur itu dari utara ke selatan, melainkan pada tempat tertentu membelok. Belokan yang paling mencolok adalah ketika melewati Kepulauan Kiribati. Sebelum tahun 1995, kepulauan ini dibelah dua oleh Garis Tanggal Internasional (GTI) dan pada masing-masing bagian berlaku waktu yang berbeda. Akan tetapi sejak tahun 1995, GTI ini dibelokkan ke arah timur kepulauan tersebut hingga mencapai titik ujung pada posisi 151º BB dan 10º LS, dan pada titik ujung ini berlaku waktu +14 WU (Waktu Internasional / GMT).

Beberapa waktu yang lalu, astronom Muslim dari kawasan Asia Tenggara

(Malaysia), Mohammad Ilyas, mengusulkan apa yang ia sebut Garis Tanggal Kamariah Internasional (International Lunar Date Line / ILDL). Garis tanggal

8 Hadis diriwayatkan oleh ad-D±raqu¯n³ dan Is¥±q Ibn Rahawaih; diriwayatkan juga oleh Ab− D±w−d dan al-Baihaq³ dengan lafal yang sedikit berbeda. Lihat ad-D±raqu¯n³, Sunan ad-D±raqu¯n³ (Beirut: D±r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.), II: 144; dan Is¥±q Ibn Rahawaih, Musnad Is¥±q Ibn Rahawaih (Madinah: Maktabat al-´m±n, t.t.), h. 429.

9 Al-K±s±n³, Bad±’i‘ a¡-¢an±’i‘ f³ Tart³b asy-Syar±’i‘, cet. ke-2 (Beirut: D±r al-I¥y±’ at-Tur±£ al-‘Arab³, 1419/1998), II: 206.

10 Lihat misalnya tulisan Jam±ludd³n ‘Abd ar-R±ziq, “Bid±yat al-Yaum wa Bid±yat al-Lail wa an-Nah±r,” <www.amastro.ma/articles/art-debjour.pdf>, akses 21-05-2008; Abs³m dan al-Khanj±r³, “Waqt al-Fajr ka Bid±yat al-Yaum,” <http://www.amastro.ma/articles/art-ks3.pdf>, akses 21-05-2008.

Page 5: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

5

usulan Ilyas ini berubah-ubah sesuai dengan perubahan tampakan hilal pada saat visibilitas pertama setiap bulan.11 Persoalannya adalah perlukah umat Islam membuat suatu garis tanggal baru dan kalau memang perlu bagaimana garis tanggal tersebut? Masalah ini juga perlu dipecahkan dalam pembuatan kalender internasional Islam. Beberapa masalah lain yang perlu didiskusikan dalam rangka membentuk kalender Islam internasional adalah prinsip transfer imkanu rukyat, prinsip satu hari satu tanggal, dan kaidah hisab kalender. Kembali kepada masalah penentuan awal bulan, persoalan ini memang telah banyak mendapat perhatian dan pembahasan dari para ulama dan para ahli sejak zaman klasik. Namun belum dapat dicapai suatu titik temu. Boleh dikatakan bahwa kebanyakan umat Islam, baik ulama (terutama yang kurang memiliki pengetahuan hisab) maupun orang awam, menganut faham bahwa penentuan awal bulan harus dilakukan dengan berdasarkan kepada rukyat. Tidak kurang Organisasi Konferensi Islam yang memutuskan wajib menetapkan awal bulan berdasarkan rukyat, sedangkan hisab hanya digunakan sebagai alat bantu saja.12 Dalam Bab III yang lalu telah dikemukakan bahwa tidak mungkin menyusun suatu sistem kalender terpadu bilamana penyusunan itu berdasarkan rukyat karena terbatasnya tampakan hilal di muka bumi pada saat visibilitas pertama. Oleh karena itu dalam upaya pembuatan kalender Islam yang bersifat internasional sekarang terdapat dua kecenderungan pokok: pertama, kecenderungan kepada kalender zonal dan kedua, kecenderungan kepada kalender unifikasi. Kalender zonal masih bervariasi lagi dalam menentukan jumlah zonanya.

Kalender zonal ini membagi-bagi bumi menjadi zona-zona kalender. Ada yang membagi bumi kepada empat zona atau tiga zona di mana pada masing-masing zona berlaku tanggal sendiri yang mungkin sesuai atau tidak sesuai dengan tanggal pada zona lain. Ada pula yang membagi bumi menjadi dua zona tanggal saja (kalender bizonal). Kalender bizonal membagi bumi menjadi zona timur yang meliputi benua Asia, Eropa, Afrika dan Australia di mana dunia Islam termasuk di dalamnya, dan zona barat yang meliputi benua Amerika. Pada masing-masing zona ini berlaku tanggal masing-masing yang pada bulan tertentu mungkin sama dengan tanggal pada zona lainnya dan pada bulan lain mungkin juga berbeda. Yang mendorong pembuatan kalender zonal ini adalah keinginan kuat untuk mempertahankan prinsip rukyat. Berhubung rukyat tidak dapat mengkaver seluruh permukaan bumi pada saat tampakan pertama hilal, maka oleh karena itu dunia dibagi ke dalam sejumlah zona tanggal agar masing-masing zona itu memasuki bulan kamariah baru sesuai dengan rukyat yang

11 Lihat beberapa tulisan Mohammad Ilyas, misalnya, The Quest for a Unified Islamic

Calendar (Penang, Malaysia: International Islamic Calendar Programme, 2000), h. 15; dan A Modern Guid to Astronomical Calculations of Islamic Calendar, Times & Qibla (Kuala Lumpur: Berita Publishing Sdn. Bhd., 1984), h. 115 dst.

12 Keputusan Lembaga Fikih Islam Organisasi Konferensi Islam dalam putaran Muktamar III di Aman, Yordania, Safar 1407 H / Oktober 1986, angka 2.

Page 6: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

6

terjadi (walaupun rukyatnya bukan rukyat langsung melainkan telah ditransfer).13 Sementara itu kalender terpadu (unifikasi) menghendaki prinsip “satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari di seluruh dunia”. Oleh karena itu kalender ini tidak memberikan arti penting besar terhadap penggunaan rukyat sebagai dasar penetapan awal bulan. Yang penting adalah adanya kaidah hisab yang pasti dan mudah untuk kalender, sebagaimana akan dijelaskan di belakang.

C. Beberapa Alternatif Pikiran tentang Kalender Islam Terdahulu telah disinggung bahwa secara umum usulan kalender hijriah internasional yang ada dapat dipilah menjadi dua kelompok, yaitu (1) kalender zonal, dan (2) kalender terpadu (unifikasi). Berikut ini akan dikemukakan usulan-usulan sistem kalender dimaksud. Namun sebelumnya pertama-tama akan diberikan terlebih dahulu beberapa gambaran mengenai Kalender Ummul Qura, karena kalender ini selalu diklaim sebagai dasar pijak pembuatan kalender internasional oleh beberapa kalender lain. 1. Kalender Ummul Qura Kalender Ummul Qura adalah kalender resmi yang digunakan oleh pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Kalender ini dipersiapkan oleh Institut Penelitian Astronomi dan Geofisika di bawah King Abdulaziz City for Science and Technology (KACST) berdasarkan terori modern astronomi tentang matahari dan Bulan. Kalender ini digunakan untuk keperluan-keperluan sivil saja dan tidak digunakan untuk menentukan hari-hari keagamaan penting seperti Ramadan, idul fitri dan idul adha. Khusus untuk ketiga momen agama ini kewenangan penentuannya berada di tangan Majlis al-Qa«±’ al-A‘l± (Majlis Yudisial Agung) berdasarkan prinsip rukyat. Sering kali Majlis ini menetapkan awal ketiga bulan itu berbeda dengan yang tercantum dalam Kalender Ummul Qura. Majlis al-Qa«±’ al-A‘l± sendiri juga menggunakan Kalender Ummul Qura untuk kepentingan administrasi dan sivil lainnya. Kalender Ummul Qura diikuti oleh banyak juga masyarakat Muslim di luarArab Saudi. Beberapa negara tetangga dari kerajaan minyak ini, seperti Qatar dan Bahrain, menggunakan kalender ini. Begitu pula masyarakat Muslim di negara-negara non Islam cenderung mengikuti kalender ini seperti di mesjid-mesjid yang didirikan dengan dana dari Arab Saudi. Dalam software komputer modern, Kalender Ummul Qura menjadi kalender hijriah default dalam setting Arab Microsoft Vista.14

13 Misalnya ditransfer dari Maroko (ujung barat Dunia Islam) ke Indonesia (ujung timur Dunia Islam) yang jaraknya 7 jam, dalam arti bila bulan telah terukyat di Maroko, maka rukyat itu ditransfer dan berlaku bagi orang Indonesia, sehingga karena itu kedua negara itu memasuki bulan kamariah baru pada hari yang sama.

14 Aslaksen, “The Umm al-Qura Calendar of Saudi Arabia,” <http://www.phys.uu.nl/ ~vgent/islam/ummalqura.htm>, akses 19-01-2008.

Page 7: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

7

Kalender ini merupakan pelanjut dari dua kalender sebelumnya, yaitu Kalender Najd dan Kalender Kerajaan Arab Saudi. Kedua kalender ini dipadukan dan diberi nama Kalender Ummul Qura.15 Sebelum mencapai bentuk final seperti sekarang Kalender Ummul Qura telah mengalami perubahan-perubahan prinsip. Menurut Zak³ al-Mu¡¯af± dan Y±sir Ma¥m−d ¦±fi§, keduanya dari Pusat Ilmu dan Teknologi Raja Abdulaziz (King Abdulaziz City for Science and Technology), kalender ini telah mengalami empat tahap perkembangan:

a. Fase pertama, sejak tahun 1370/1950 hingga tahun 1392/1972. Pada fase ini digunakan prinsip bahwa bulan kamariah baru dimulai (pada keesokan hari) apabila menurut perhitungan hilalnya pada tanggal 29 bulan berjalan berada di atas ufuk pada ketinggian 9º pada saat matahari tenggelam (tidak ada keterangan apakah ketinggian dimaksud adalah di ufuk Mekah atau Riyad).16

b. Fase kedua, sejak tahun 1393/1973 hingga tahun 1419/1998. Pada fase ini digunakan prinsip pembuatan kalender bahwa apabila terjadi konjungsi pada tanggal 29 bulan berjalan sebelum pukul 00:00 (tengah malam) menurut Waktu Universal (GMT), maka malam itu dan keesokan harinya adalah bulan baru. Prinsip ini menimbulkan masalah karena beda waktu tiga jam antara Arab Saudi dan Greenwich mengakibatkan bisa terjadi bahwa bulan baru di Mekah telah mulai pada hal belum terjadi konjungsi. Misalnya konjungsi terjadi pukul 21:00 WU, maka di Mekah adalah pukul 00:00 dan saat itu matahari sudah tenggelam.

c. Fase ketiga, sejak tahun 1419/1998 hingga tahun 1422/2002. Pada fase ini digunakan prinsip bulan terbenam setelah terbenamnya matahari (moonset after sunset) di kota mulia Mekah dan pada fase ini untuk pertama kalinya digunakan koordinat Kakbah guna membuat kalender. Prinsip ini juga masih membawa kemusykilan karena bisa saja bulan terbenam sesudah terbenamnya matahari, namun pada saat terbenamnya matahari konjungsi belum terjadi, sehingga berakibat memasuki bulan baru pada saat belum terjadi ijtimak. Sebagai contoh adalah kasus bulan Rajab 1424 H (27-08-2003). Konjungsi terjadi hari Rabu 27-08-2003 pada pukul 20:26 waktu Mekah. Matahari pada hari itu terbenam pukul 18:45 dan bulan terbenam 8 menit kemudian, yakni pukul 18:53. Di sini bulan terbenam sesudah terbenamnya matahari, namun saat itu belum terjadi konjungsi.

d. Fase keempat, sejak 1423/2003 hingga sekarang. Pada fase ini digunakan prinsip yang berdasarkan kepada dua kriteria, yaitu (1) pada tanggal 29 bulan berjalan telah terjadi konjungsi (meskipun hanya beberapa detik) sebelum terbenamnya matahari, dan (2) bulan terbenam

15 Q±«³, “Dir±sah Falakiyyah Muq±ranah li Yaumai ad-Dukh−l ar-Rasm³ wa al-Falak³ li

Syahr Rama«±n f³ al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘−diyyah li al-Fatrah 1380-1425 H,” dalam AACII, h. 98-99 (teks Arab).

16 Menurut ‘Abd al-Mun‘im Q±«³, fase ini sejak 1346/1927. Lihat ibid.

Page 8: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

8

sesudah terbenamnya matahari (bulan di atas ufuk saat matahari terbenam). Apabila kedua kriteria ini terpenuhi, maka malam itu dan keesokan harinya adalah bulan baru.17

Kriteria pada fase keempat dari Kalender Ummul Qura ini sama dengan kriteria bulan baru dalam hisab hakiki wujudul hilal yang telah lama digunakan di lingkungan Muhammadiyah. Dalam Muhammadiyah kriteria bulan baru ada tiga, yaitu (1) telah terjadi konjungsi (ijtimak), (2) konjungsi terjadi sebelum matahari terbenam, dan (3) pada saat terbenamnya matahari bulan berada di atas ufuk.18 Kalender Ummul Qura ini dijadikan dasar pijak oleh Jam±ludd³n ‘Abd ar-R±ziq untuk membuat suatu kalender terpadu yang ia namakan Kalender Kamariah Islam Terpadu dan dinamakannya juga Kalender Ummul Qura Revisi.

2. Kalender-kalender Zonal a. Kalender Ilyas

Upaya pertama kali untuk membuat suatu sistem kalender kamariah yang bersifat internasional di zaman modern adalah usaha yang dilakukan oleh astronom Muslim dari Malaysia, Mohammad Ilyas, sejak dekade ke-8 abad lalu. Ia menulis dan mengedit sejumlah buku untuk tujuan ini.19 Kalender usulan Mohammad Ilyas ini didasarkan kepada dua hal:

1) hisab imkanu rukyat, yang sekaligus berfungsi untuk menemukan, 2) Garis Tanggal Kamariah Internasional (International Lunar Date Line).

Hisab imkanu rukyat Ilyas menggunakan kriteria yang merupakan kombinasi dua parameter, yaitu parameter ketinggian relatif geosentrik (geocentric relative altitude) dan parameter azimut relatif (ralative azimuth) dan dalam hisab ini hanya ada satu kategori imkanu rukyat, rukyat dengan mata telanjang saja.20 Hisab imkanu rukyat dilakukan tidak hanya pada tempat tertentu, melainkan secara global. Hisab dilakukan di berbagai tempat di muka bumi untuk menemukan titik imkanu rukyat. Misalnya hisab dimulai dari garis

17 Zak³ al-Mu¡¯af± dan Y±sir Ma¥m−d ¦afi§, “Taqw³m Umm al-Qur± at-Taqw³m al-

Mu‘tamad f³ al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘−diyyah,” <http://www.icoproject.org/pdf/almostafa_ Hafize_2001.pdf>, akses 20-09-2007.

18 Oman Fathurahman, “Kalender Muhammadiyah: Konsep dan Implementasinya,” makalah untuk Musyawarah Ahli Hisab Muhammadiyah, Yogyakarta, 29-30 Juli 2006, h. 9.

19 Di antaranya New Moon’s Visibility and International Islamic Calendar for The Asia-Pacific Region, 1407 H – 1421 H (Islamabad-Kuala Lumpur: OIC dan RISEAP, 1414/1994); Unified World Islamic Calendar: Shari‘a, Science and Globalization (Penang, Malaysia: International Islamic Calendar Programme, 2001); di samping yang disebutkan pada catatan kaki no. 8.

20 Dikutip oleh ‘Audah, “At-Taqw³m al-¦ijr³ al-‘²lam³,” <http://www.icoproject.org/pdf/ 2001_UHD.pdf>, (diperbaharui Januari 2007), h. 2, akses 21-05-2008.

Page 9: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

9

lintang 0º guna menemukan titik visibilitas hilal pertama. Kemudian dilakukan hisab pada garis lintang berikutnya ke utara dan ke selatan dengan interval 5º sampai 15º guna menemukan titik imkanu rukyat. Bilamana itu semua telah selesai dilakukan dan telah ditemukan titik-titik imkanu rukyat, maka titik-titik visibilitas pertama rukyat itu dihubungkan satu sama dengan sebuah garis, sehingga akan ditemukan suatu garis lengkung (parabolik) yang lengkungannya menjorok ke timur. Garis itu akan memisahkan dua kawasan bumi: kawasan sebelah barat garis dan kawasan sebelah timur. Kawasan sebelah barat adalah kawasan yang mungkin bisa merukyat hilal dan kawasan sebelah timur adalah kawasan yang tidak mungkin terjadi rukyat, dengan suatu catatan bahwa garis itu tidak bersifat eksak. Garis itulah yang disebut dengan Garis Tanggal Kamariah Internasional (GTKI).21 Seperti halnya Garis Tanggal Internasional (yang berlaku sekarang), GTKI berfungsi menjadi batas tanggal kamariah, dalam arti kawasan sebelah barat garis memasuki bulan baru, sementara kawasan sebelah timur yang belum dapat melakukan rukyat belum mulai bulan baru. Karena tampakan hilal yang tidak tetap setiap bulan, maka GTKI ini muncul secara berpindah-pindah dari bulan ke bulan. Garis ini, apabila membelah dua suatu negara, dapat ditarik ke arah timur sesuai dengan batas negara bersangkutan. Atas dasar GTKI ini, Mohammad Ilyas merumuskan suatu kalender Islam internasional, namun bersifat zonal, dan membagi bumi ke dalam tiga zona tanggal, yaitu zona Asia-Fasifik, zona Eropa, Asia Barat dan Afrika, dan zona Amerika. Kalender Mohammad Ilyas ini dipromosikan oleh suatu badan dari University of Science Malaysia yang disebut International Islamic Calendar Programme. Kesulitan dengan GTKI dari Mohammad Ilyas ini adalah sifat tidak tetap dan berpindah-pindahnya garis tanggal tersebut setiap bulan. Pertanyaan yang timbul sehubungan dengan GTKI ini adalah apakah garis tersebut hanya membatasi tanggal saja atau juga berlaku untuk mendefinisikan hari. Kalau hanya berlaku untuk membatasi tanggal saja (dan ini yang dapat difahami dari tulisan-tulisan Mohammad Ilyas), maka pada bulan tertentu akan terjadi akibat berupa adanya dua tanggal hijriah berbeda untuk satu hari yang sama. Apabila GTKI dijadikan juga dasar untuk mendefinisikan hari, akibatnya adalah bahwa di dunia akan terdapat dua hari yang berbeda: hari yang didefinisikan menurut GTI dan hari menurut GTKI. Ini akan lebih banyak menimbulkan problem daripada menyelesaikan problem. b. Konsep Kalender Usulan Qas−m dkk (1993 dan 1997) Konsep lain kalender kamariah internasional adalah usulan Qas−m, al-‘Atb³ dan Mizy±n dalam buku bersama mereka yang diterbitkan dengan judul I£b±t asy-Syuh−r al-Hil±liyyah wa Musykilat at-Tauq³t al-Isl±m³.22 Menurut

21 Mohammad Ilyas, “Science of New Moon’s Visibility, International Islamic Calendar and Future Research Process,” dalam Ilyas dan Kabeer (ed.), Unified Islamic World Calendar, h. 24-25.

22 Lihat catatan kaki no. 6.

Page 10: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

10

Qas−m, buku ini merupakan karya ilmiah pertama dalam bahasa Arab pada zaman modern yang menyajikan hasil-hasil kajian ilmiah modern menggenai masalah kalender secara kritis dan rinci. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa persoalan kita tidak hanya berkutat di sekitar masalah rukyat belaka, meskipun buku ini sendiri melakukan kajian rinci menyangkut hal ini, tetapi persoalan kita lebih luas, yaitu menyangkut juga bagaimana membangun sistem penjadwalan waktu yang sesuai dengan kaidah syariah. Di samping itu buku ini juga menyajikan sisi fikih dari permasalahan. Berangkat dari analisis astronomi dan sekaligus fikih, buku ini coba membuat suatu usulan kalender kamariah internasional. Kalender yang diusulkan didasarkan kepada pembagian kawasan dunia menjadi empat zona tanggal sebagai berikut:

1) zona pertama dari posisi 150º BT hingga 75º BT, yang meliputi Asia Selatan, Timur dan Tenggara (India, Cina, Indonesia, Malaysia dst,);

2) zona kedua dari posisi 75º BT hingga 30º BT, yang meliputi Jazirah Arab, Syam, Iran, Afganistan, bekas republik-republik Sovyet dan Rusia;

3) zona ketiga dari posisi 30º BT hingga 15º BB, yang meliputi Afrika dan Eropa; dan

4) zona keempat dari posisi 45º BB hingga 120º BB, yang meliputi Amerika Utara dan Amerika Selatan.23

Garis-garis yang membatasi keempat zona di atas sekaligus merupakan garis-garis batas tanggal kamariah. Karena ada empat garis yang membatasi empat zona, maka berarti ada empat garis batas tanggal, yang berfungsi secara bergantian setiap bulan sesuai dengan tempat di mana pertama kali terjadi visibilitas hilal. Pada setiap zona tanggal disatukan, namun tanggal bisa berbeda antara satu zona dengan zona lain. Apabila hilal terukyat pada zona pertama berdasarkan model yang dikemukakan oleh Schaefer,24 maka seluruh zona akan memulai bulan baru secara serentak dan garis batas tanggalnya adalah garis batas timur zona pertama. Akan tetapi apabila visibilitas hilal terjadi pada zona kedua, maka zona pertama mulai bulan baru terlambat satu hari dari zona-zona lainnya dan batas antara zona kedua dan pertama menjadi garis batas tanggal. Apabila hilal terlihat pertama kali pada zona ketiga, maka zona kedua dan pertama mulai bulan baru terlambat satu hari dari zona ketiga dan keempat dan batas antara zona ketiga dan zona kedua menjadi garis batas tanggal. Begitulah seterusnya. Pertanyaan yang timbul sehubungan dengan usulan ini adalah bahwa kalender ini tidak menyatukan, melainkan membagi dunia ke dalam sejumlah zona. Di samping itu pembagian zona tersebut tampak agak arbitrer dan tidak

23 Qas−m, al-‘Atb³ dan Mizy±n, op. cit., h. 82 dan 119-120. Dalam tulisan lebih

kemudian Qas−m merevisi atau memperbaiki angka-angka bujur di atas. 24 Schaefer, “Visibility of the Lunar Crescent,” Quarterly Journal of the Royal

Astronomical Society, 29: 511-523, dimuat juga pada <http://www.icoproject.org/pdf/ schaefer_1988.pdf>.

Page 11: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

11

komprehensif, karena masih ada kawasan bumi yang tidak masuk ke dalam salah satu zona di atas, yaitu kawasan seluas 80º, yaitu posisi 150º BT ke timur melwati GTI hingga 120º BB. c. Kalender Qas−m-‘Audah Belakangan Qas−m (2006) mengajukan usul kalender lebih baru dengan prinsip bagaimana menyesuaikan jadwal penanggalan pada kalender dengan kemungkinan rukyat. Qas−m menamakan kalender ini dengan “Kalender Qas−m-‘Audah,” karena mengambil prinsip bizonal dan kriteria imkanu rukyat dari ‘Audah. Oleh karena itu pilihannya masih pada model kalender zonal dengan membagi dunia menurut zona-zona tanggal. Prinsip kalender usulan baru ini adalah:

1) dunia dibagi menjadi dua zona, yaitu zona barat yang meliputi Benua Amerika dan zona timur yang meliputi bagian dunia lainnya;

2) bulan kamariah baru dimulai di kedua zona itu pada hari berikutnya apabila konjungsi terjadi sebelum fajar di Mekah;

3) bulan kamariah baru dimulai pada hari berikutnya di zona barat dan ditunda sehari pada zona timur apabila konjungsi terjadi antara fajar di Mekah dan pukul 12:00 WU.25

Apabila diingat bahwa selisih antara waktu Mekah dan waktu universal (WU) adalah 3 jam, maka bila fajar terbit di Mekah sekitar pukul 04:30 pagi, maka itu sama dengan pukul 01:30 WU. Dengan demikian tampak bahwa rumusan kalender Qas−m-‘Audah yang dibuat oleh Ni«±l Qas−m ini bisa dirumuskan: (1) apabila konjungsi terjadi antara pukul 12:00 WU (tengah hari) dan sekitar pukul 01:30 WU (tengah malam), maka di seluruh dunia bulan baru dimulai pada hari berikutnya, dan (2) apabila konjungsi terjadi antara sekitar pukul 01:30 WU (tengah malam) dan pukul 12:00 WU (tengah hari), maka bulan baru kamariah dimulai pada hari berikutnya di zona barat dan ditunda sehari di zona timur. Kaidah kalender ini nampaknya mengambil kaidah Jam±ludd³n (yang akan dijelaskan di belakang) dengan sedikit modifikasi, kemudian diterapkan kepada kalender berdasarkan prinsip bizonal. Perbedaannya adalah bahwa dalam kalender Jam±ludd³n yang akan dijelaskan kemudian waktu tengah malam itu adalah pukul 00:00, sementara dalam kalender Qas−m-‘Audah waktu tengah malam WU itu adalah sekitar pukul 01:30 WU sesuai dengan saat terbit fajar di Mekah. Bila Jam±ludd³n menerapkan kaidah ini terhadap kalender unifikasi, maka Qas−m menerapkannya terhadap kalender bizonal. Berhubung kaidah kalender seperti ini diambil oleh Jam±ludd³n dari kaidah Kalender Ummul Qura (tahap 2), maka karena itu Qas−m menyatakan bahwa kalender ini adalah revisi terhadap

25 Qas−m, “²khir al-Muqtara¥±t li ¦all Musykilat at-Taqw³m al-Isl±m³,” dalam AACII, h. 94 (teks Arab); ‘Audah, “Ta¯b³q±t Tikn−l−jiy± al-Ma‘l−m±t li I‘d±d Taqw³m Hijr³ ‘²lam³,” makalah untuk The Internasional Symposium “Towards a Unified International Islamic Calendar,” diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, 4-6 September 2007, Jakarta, h. 6.

Page 12: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

12

Kalender Ummul Qur±, seperti halnya kalender Jam±ludd³n juga revisi terhadap Kalender Ummul Qura. Kalender ini berupaya untuk menyesuaikan permulaan bulan baru dengan terjadinya kemungkinan rukyat di suatu tempat di dunia. Akan tetapi kelemahannya adalah pertama, berdasarkan penelitian kemungkinan rukyat, dimungkinkan terjadi bahwa Bulan telah muncul, namun kalender ini belum memulai bulan baru dan kedua tidak menyatukan, melainkan membagi dunia terpecah dalam dua zona tanggal.

d. Kalender Hijriah Universal

Dengan Kalender Hijriah Universal dimaksudkan suatu sistem kalender yang dibuat oleh Komite Hilal, Kalender dan Mawaqit di bawah organisasi Arab Union for Astronomy and Space Sciences (AUASS) di mana salah seorang pendirinya adalah Ir. Mu¥ammad Syaukat ‘Audah. Kalender ini pertama kali diperkenalkan dalam Konferensi Astronomi Islam II yang diselenggaraan oleh AUASS di Amman, Yordania, tahun 2001.26 Kalender ini mengalami beberapa perkembangan. Ketika diintrodusir pertama kali dalam Konferensi Astronomi Islam II, 2001, kalender ini merupakan kalender bizonal berdasarkan prinsip imkanu rukyat dengan kriteria imkanu rukyat yang dikembangkan oleh Yallop. Kemudian dikembangkan menjadi kalender trizonal dengan dasar kriteria imkanu rukyat yang sama. Kemudian setelah ‘Audah merumuskan kriteria imkanu rukyat baru, kalender ini menggunakan kriteria ‘Audah tersebut. Dengan berjalannya waktu dan berkembangnya diskusi kalender Islam internasional, kalender ini dikembalikan kepada bentuk semula, yaitu kalender bizonal berdasarkan kriteria imkanu rukyat ‘Audah.27 Kalender ini sekarang menjadi kalender resmi AUASS; selain itu digunakan secara resmi oleh dua negara, yaitu Yordania dan Aljazair.28 Kaidah pokok yang menjadi landasan dari Kalender Hijriah Universal ini adalah dua prinsip pokok berikut:

1) bahwa bumi dibagi menjadi dua zona tanggal, sebagai berikut: a) Zona Kalender Hijriah Timur, yang meliputi kawasan dari garis 180º

BT ke arah barat hingga 20º BB, yang mencakup empat benua (Australia, Asia, Afrika dan Eropa) dan dunia Islam seluruhnya termasuk di dalamnya;

b) Zona Kalender Hijriah Barat, yang meliputi kawasan dari posisi 20º BB hingga mencakup kawasan barat Amerika Utara dan Amerika Selatan;

26 “Universal Hejric Calendar (UHC),” <http://www.icoproject.org/uhc.html>, akses 31-

12-2007. 27 ‘Audah, Ta¯b³q±t, h. 7. 28 “Universal Hejric Calendar (UHC).”

Page 13: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

13

2) bulan baru dimulai pada keesokan hari di masing-masing zona bila pada tanggal 29 sore bulan berjalan dimungkinkan terjadi rukyat di daratan zona bersangkutan, baik dengan mata telanjang maupun dengan teleskop, berdasarkan kriteria imkanu rukyat ‘Audah.29

Kriteria imkanu rukyat ‘Audah ini merupakan kombinasi dua parameter, yaitu (1) lebar hilal (crescent’s width, samk al-hil±l) dan (2) busur rukyat (arc of vision, qaus ar-ru’yah) yang dituangkan dalam suatu rumus (daftar) yang menggambarkan tingkat-tingkat imkanu rukyat.30 Ada lima kategori imkanu rukyat dalam kriteria ‘Audah, yaitu:

1) rukyat dengan mata telanjang secara mudah, 2) rukyat dengan alat optik, tetapi dapat juga dengan mata telanjang

dengan sedikit sukar, 3) rukyat dengan alat optik, 4) rukyat tidak mungkin, dan 5) rukyat mustahil.31

Kalender Hijriah Universal memegangi tiga kategori rukyat pertama yang terjadi di daratan. Apabila di daratan dari masing-masing zona terjadi rukyat menurut salah satu dari tiga kategori pertama, maka bulan baru dimulai keesokan harinya. Perlu diketahui bahwa berdasarkan dua kaidah kalender di atas, tanggal akan dimulai pada hari yang sama apabila visibilitas hilal terjadi di daratan Zona Timur, karena Zona Barat selalu mengikuti Zona Timur dan Bulan bergerak dari timur ke barat dengan semakin meninggi di mana apabila hilal terlihat di Zona Timur, otomatis terlihat pula di Zona Barat. Akan tetapi apabila pada tanggal 29 bulan berjalan visibilitas pertama hilal terjadi di Zona Barat, seperti halnya bulan Syawal 1428 H tahun lalu di mana hilalnya terlihat pertama kali sore Kamis 11-10-2007 di Zona Barat, dan tidak terlihat di Zona Timur, maka akan terjadi perbedaan memulai bulan baru. Dalam keadaan seperti itu Zona Barat memasuki bulan baru lebih dahulu dan tanggal baru tertunda sehari di Zona Timur. Menurut Kalender Hijriah Universal Zona Timur, 1 Syawal 1428 H jatuh hari Sabtu tanggal 13-10-2007 karena hilal tidak terlihat di zona itu pada hari Kamis 11-10-2007. Akan tetapi Kalender Hijriah Zona Barat menjatuhkannya pada hari Jumat tanggal 12 Oktober 2007, karena hilal terlihat di zona

29 Ibid. 30 Mengenai rumus (daftar) tersebut ‘Audah, “Mi‘y±r Jad³d li Ru’yat al-Hil±l,” AACII, h.

22 (teks Arab); untuk versi Inggris lihat Odeh, “New Criterion for Lunar Crescent Visibility,” Experimental Astronomy, No. 18 (2004), h. 43; dimuat juga dalam situs ICOP <http://www.icoproject.org/pdf/2006_cri.pdf>, h. 43, akses 21-05-2008.

31 Perbedaan antara rukyat tidak mungkin dengan rukyat mustahil adalah bahwa rukyat tidak mungkin menggambarkan posisi Bulan positif di atas ufuk saat terbenamnya matahari, namun masih rendah sehingga tidak mungkin dirukyat. Sedangkan rukyat mustahil menggambarkan posisi Bulan masih di bawah ufuk saat matahari terbenam.

Page 14: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

14

bersangkutan pada hari Kamis 11-10-2007.32 Selain itu perlu diketahui, bahwa hilal harus terukyat di daratan, sekalipun rukyatnya hanya dengan alat optik. Apabila hilal terlihat hanya dari lautan dan tidak dapat dilihat dari daratan manapun, maka dipandang belum terukyat. Kelemahan Kalender Hijriah Universal adalah sama dengan kelemahan seluruh kalender zonal, yakni mengorbankan kesatuan dan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia, demi mempertahankan rukyat. Sesungguhnya bukan rukyat faktual yang dipertahankan, melainkan adalah rukyat yang diperkirakan terjadi (imkanu rukyat). Selain itu juga kalender zonal ini akan menimbulkan perbedaan tanggal 9 Zulhijah pada tahun tertentu sehingga menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah bagi orang di Zona Barat.

3. Kalender Unifikasi Usul untuk kalender hijriah yang ingin menyatukan seluruh dunia pertama kali digagas oleh Jam±ludd³n ‘Abd ar-R±ziq dari Maroko. Ia menamakan kalender usulannya at-Taqw³m al-Qamar³ al-Isl±mi al-Muwa¥¥ad (Kalender Kamariah Islam Unifikasi (Terpadu). Upaya Jam±ludd³n ini memang dapat dikatakan sebagai suatu proyek yang amat ambisius karena ingin menyatukan seluruh dunia dalam satu sistem penjadwalan waktu yang terpadu (terunifikasi) dengan prinsip “satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari di seluruh dunia.” Hal ini berangkat dari keprihatinan Jam±ludd³n atas kenyataan bahwa dalam dunia Islam sering terjadi satu tanggal meliputi beberapa hari seperti tanggal 1 Syawal 1428 H tahun lalu yang jatuh pada empat hari berlainan, sejak hari Kamis, Jumat, Sabtu hingga Ahad di berbagai belahan bumi. Sebaliknya hari Jumat 12 Oktober 2007 tahun lalu diberi empat tanggal berbeda di berbagai tempat: 2 Syawal, 1 Syawal, 30 Ramadan, dan 29 Ramadan. Kalendender Jam±ludd³n ini merupakan upaya pembuatan sistem penjadwalan waktu Islam terkini yang paling komprehensif. Untuk tujuan ini ia telah melakukan riset dalam waktu yang lama dan melakukan pengujian terhadap 600 bulan kamariah ke depan (dari tahun 1421 H hingga 1470 H). Hasil penelitiannya dituangkan dalam bukunya dengan judul at-Taqw³m al-Qamar³ al-Isl±m³ al-Muwa¥¥ad (Calendarier Lunaire Islamique Unifié),33 dan dalam berbagai artikel. Menurut Jam±ludd³n ada tiga prinsip dasar yang harus diterima untuk dapat membuat suatu kalender kamariah internasional. Ketiga prinsip dimaksud

32 Lihat lampiran kalender bersangkutan dalam ‘Audah, “at-Taqw³m al-Hijr³ al-‘Alam³,”

<http://www.icoproject.org/pdf/2001_UHD.pdf> (diperbaharui Januari 2007), h. 8-11, akses 21-05-2008.

33 Jam±ludd³n ‘Abd ar-R±ziq, at-Taqw³m al-Qamar³ al-Isl±m³ al-Muwa¥¥ad (Rabat: Marsam, 2004).

Page 15: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

15

adalah pertama, prinsip hisab. Hal itu adalah karena kita tidak mungkin membuat suatu kalender dengan rukyat, karena kalender harus dibuat untuk waktu jauh ke depan dan sekaligus harus dapat menentukan tanggal di masa lalu secara konsisten. Penolakan terhadap hisab berarti pembubaran seluruh upaya penyusunan kalender. Kedua, prinsip transfer rukyat, yaitu apabila terjadi rukyat di kawasan ujung barat (hilal semakin ke barat semakin mudah dirukyat), maka rukyat itu ditransfer ke timur untuk diberlakukan bagi kawasan ujung timur, meskipun di situ belum mungkin rukyat, dengan ketentuan kawasan ini telah mengalami konjungsi sebelum pukul 00.00 waktu setempat, kecuali kawasan GMT + 14 jam [Kiribati bagian timur], terhadapnya berlaku konjungsi sebelum fajar (tempat pertama di dunia yang mengalami terbit fajar). Ketiga, penentuan permulaan hari. Banyak pendapat menegenai kapan hari dimulai. Umumnya dipegangi pendapat bahwa hari dimulai sejak terbenamnya matahari. Namun ada pula pendapat bahwa hari dimulai sejak terbit fajar.34 Dalam perdebatan ini Jam±ludd³n berpendapat bahwa kita harus menerima konvensi dunia tentang hari, yaitu dimulai sejak tengah malam di garis bujur 180º. Menurut Jam±ludd³n adalah mustahil untuk menjadikan terbenamnya matahari atau terbit fajar sebagai permulaan hari dan sistem waktu. Ada tiga alasan yang manjadi dasar pertimbangan dalam hal ini. Alasan pertama, gurub dan terbit fajar pada tempat tertentu berubah-ubah dan tidak ajeg dari satu hari ke hari lain. Alasan kedua, waktu gurub dan terbit fajar itu terkait dengan lokasi tertentu sehingga sistem waktu seperti itu tidak dapat diberlakukan secara umum ke seluruh negeri. Alasan ketiga, waktu-waktu ibadat tidak terpengaruh oleh penggunaan sistem waktu internasional dan konsep malam dan siang bagi kewajiban puasa melampauai konsep hari. Apabila kita menganggap permulaan yuridis dari bulan Ramadan adalah pada pukul 00.00 hari Ahad, misalnya, maka hal itu tidaklah berarti adanya suatu pertentangan atau kontradiksi dengan kita memulai salat tarawih sesudah matahari terbenam.35 Ada tujuh syarat yang harus diupayakan terpenuhi oleh suatu kalender untuk menjadi kalender kamariah internasional unifikasi, meskipun harus ada beberapa perkecualian. Syarat-syarat dimaksud adalah:

(1) syarat “kalender”, yaitu memposisikan hari dalam aliran waktu secara tanpa kacau dengan prinsip “satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari di seluruh dunia,” dan jangan sampai terjadi satu hari dua tanggal atau lebih dan sebaliknya;

(2) syarat bulan kamariah, yaitu berdasarkan peredaran faktual Bulan (qamar) di langit;

34 Abs³m dan al-Khanj±r³, op. cit. 35 Jam±ludd³n ‘Abd ar-R±ziq, “Bidayat al-Yaum,” h. 1-2; idem., “At-Taqw³m al-Isl±m³:

al-Muq±rabah asy-Syum−liyyah,” makalah disampaikan pada The International Symposium “Towards A Unified International Islamic Calendar,” diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tadid PP Muhammadiyah, Jakarta, 4-6 September 2007, h. 8.

Page 16: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

16

(3) syarat kelahiran Bulan, yaitu tidak boleh masuk bulan baru sebelum kelahiran Bulan (konjungsi), karena itu berarti memasuki bulan baru sementara Bulan di langit belum menggenapkan putaran sinodisnya, khususnya bagi kawasan ujung timur, kecuali zona waktu GMT + 14 jam, yaitu bagian Kepulauan Kiribati yang terketak di sebelah timur Garis Tanggal Internasional sebelum tahun 1995, dan yang di sana terletak titik K [φ = 10° LS dan λ = 151° BB, ada pembelokan garis tanggal] yang menandai tempat pertama terbit fajar setiap hari di dunia;

(4) syarat imkanu rukyat, yaitu untuk masuk bulan baru hilal harus mungkin terlihat, khususnya bagi kawasan ujung barat yang memiliki peluang pertama rukyat,

(5) syarat tidak boleh menunda masuk bulan baru ketika hilal telah terlihat secara jelas dengan mata telanjang;

(6) syarat penyatuan, yaitu berlaku di seluruh dunia secara terpadu tanpa membagi-bagi bumi ke dalam sejumlah zona;

(7) syarat globalitas, yaitu bahwa sistem waktu yang diterapkan sejalan dengan kesepakatan dunia tentang waktu.36

Lebih lanjut hal yang amat penting dalam Kalender Kamariah Islam Unifikasi usulan Jam±ludd³n ini adalah kaidah hisab kalender. Menurut Jam±ludd³n suatu kalender harus didasarkan kepada suatu kaidah hisab yang sederhana, dalam arti mudah diterapkan; pasti, dalam arti tidak bersifat probabilitas; dan konsisten, dalam arti tidak diintervensi oleh campur tangan manusia. Kaidah seperti itu diperoleh dari suatu pendekatan global terhadap gerak Bulan dalam kaitannya dengan apa yang oleh Jam±ludd³n disebut sebagai “Hari Universal” dan diilhami oleh Kalender Ummul Qura (tahap 2), sehingga kalender unifikasi ini oleh perancangnya disebut pula Kalender Ummul Qura Revisi. Dengan Hari Universal dimaksudkan lama (durasi) waktu suatu hari dari pukul 00:00 hingga pukul 00:00 berikutnya di seluruh dunia, tidak pada lokasi tertentu. Memang bilamana kita berada di lokasi tertentu, misalnya di kota Yogyakarta atau kota lainnya, maka kita mengalami suatu hari hanya 24 jam lamanya. Akan tetapi durasi waktu dari Hari Universal di seluruh dunia adalah 48 jam. Hari Jumat, misalnya, di seluruh dunia lamanya adalah 48 jam. Hari Jumat itu mulai pada garis bujur 180º BT pada pukul 00:00 (waktu setempat) dan berakhir pada garis bujur 180º BB (kedua garis bujur ini berdempet) pada pukul 00:00 waktu setempat malam Sabtu. Lama waktu tersebut adalah 48 jam. Untuk mudah memahaminya mari kita hitung secara sederhana. Dari pukul 00:00 waktu setempat di zona WU +12 jam hingga pukul 12:00 siang hari Jumat saat orang di zona waktu +12 jam (zona ujung timur) melakukan salat Jumat di tempat yang sama, lamanya waktu (bumi berputar pada sumbunya) adalah 12 jam. Kemudian bumi terus berputar sebesar 15º (1 jam) sehingga

36 Idem., At-Taqw³m al-Qamar³ al-Isl±m³ al-Muwa¥¥ad, h. 22-24; dan “At-Taqw³m al-

Isl±m³,” h. 15-17.

Page 17: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

17

waktu salat Jumat (pukul 12:00) masuk di zona waktu universal + 11 jam. Begitulah bumi berputar terus sebesar 15º (1 jam) melewati keseluruhan 24 zona waktu orang mengerjakan salat Jumat di seluruh dunia sampai putaran bumi pada garis bujur 180º BB (yang juga adalah garis bujur 180º BT) di mana matahari melintas di atas garis itu, dan putaran melewati 24 zona waktu itu adalah 24 jam lamanya. Kemudian lama waktu dari pukul 12.00 pada zona waktu universal – 12 jam (zona waktu ujung barat) hingga berakhirnya hari Jumat di zona waktu yang sama tengah malam Sabtu adalah 12 jam. Jadi 12 jam dari tengah malam Jumat hingga siang Jumat ditambah 24 jam perputaran bumi saat di mana orang mengerjakan salat Jumat di seluruh dunia sejak dari garis bujur 180º BT hingga 180º BB dan ditambah lagi 12 jam sejak siang Jumat hingga tengah malam Sabtu di zona ujung barat jumlahnya adalah 48 jam. Jadi hari Jumat itu di seluruh dunia berlangsung 48 jam dan itulah yang disebut Hari Universal. Sama dengan hari Jumat adalah hari-hari lainnya. Ciri dari Hari Universal itu adalah bahwa permulaan Hari Universal berikutnya tidak pada saat berakhirnya Hari Universal sebelumnya, melainkan pada pertengahannya. Bertitik tolak dari kosep Hari Universal ini, Jam±ludd³n merumuskan kaidah hisab untuk Kalender Kamariah Islam Unifikasi usulannya sebagai berikut:

Apabila waktu konjungsi sama atau lebih besar dari pukul 00:00 dan lebih kecil dari pukul 24:00 dari suatu Hari Universal, maka awal bulan kamariah baru jatuh pada Hari Universal berikutnya.37

Rumusan ini, karena berangkat dari konsep Hari Universal yang tidak dengan cepat dapat difahami terutama oleh mereka yang tidak terbiasa dengan diskursus semacam ini, terasa agak sukar difahami. Dalam tulisan sebelumnya, Jam±ludd³n membuat rumusan kaidah hisab kalendernya dengan formulasi yang lebih mudah dan cepat difahami, tetapi isinya sama, dengan bertitik tolak dari konsep hari biasa, yaitu:

1. Apabila J lebih besar dari atau setara dengan 00.00 WU dan lebih kecil dari 12.00 WU, maka tanggal 1 bulan baru adalah H + 1.

2. Apabila J lebih besar dari atau setara dengan 12.00 WU dan lebih kecil dari 24.00 WU, maka tanggal 1 bulan baru adalah H+2.38

Kaidah hisab kalender ini sama dengan kaidah hisab kalender terdahulu, hanya formulasinya saja yang berbeda. Arti kaidah hisab ini adalah bahwa apabila konjungsi terjadi antara pukul 00:00 WU dan sebelum pukul 12:00 WU, maka bulan kamariah baru dimulai keesokan hari konjungsi. Akan tetapi apabila konjungsi terjadi antara pukul 12:00 WU dan sebelum pukul 24:00 WU, maka bulan baru dimulai lusa hari konjungsi. Dengan kata lain, apabila konjungsi

37 Idem., “at-Taqw³m al-Islam³,” h. 14. 38 Idem., at-Taqw³m al-Qamar³ al-Isl±m³ al-Muwa¥¥ad, h. 90. J = jam konjungsi; H =

hari.

Page 18: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

18

terjadi pada periode pagi, maka bulan baru mulai keesokan harinya; dan apabila konjungsi terjadi pada periode petang, maka bulan baru mulai lusa. Pukul 00:00 WU hingga menjelang 12:00 WU merupakan periode pagi, dan pukul 12:00 WU hingga menjelang pukul 24:00 WU merupakan periode petang. Sebagai contoh, konjungsi jelang Syawal 1428 H tahun lalu terjadi pukul 05:02 WU (periode pagi) hari Kamis 11-10-2008. Oleh karena itu menurut kaidah hisab kalender Jam±ludd³n 1 Syawal di seluruh dunia jatuh keesokan hari konjungsi, yaitu hari Jumat 12-10-2008. Contoh lain adalah Zulhijah 1428 H tahun lalu juga. Konjungsi jelang awal Zulhijah terjadi hari hari Ahad 9 Desember 2007 pukul 17:40 WU (periode petang). Sesuai kaidah hisab kalender Jam±ludd³n, maka tanggal 1 Zulhijah 1428 H di seluruh dunia jatuh lusa hari konjungsi, yaitu hari Selasa 11-12-2008. Kembali kepada 7 syarat di atas dalam kaitannya dengan kaidah hisab kalender, perlu diperhatikan bahwa terhadap syarat ketiga dan juga syarat kelima perlu dibuat pengecualian. Pengecualian terhadap syarat ketiga adalah karena kenyataan bahwa Negara Kiribati di Pasifik yang terletak pada posisi antara 170º BT dan 150º BB serta posisi 5º LU dan 10º LS sejak 1 Januari 1995 membelokkan Garis Tanggal Internasional (GTI) ke timur negeri itu sejauh kurang lebih 29º sehingga GTI ketika melewati Kepulauan Kiribati tidak lagi lurus, melainkan membelok dan menjorok jauh ke timur. Semula, sebelum tahun 1995, GTI lurus dan karena itu membelah dua negeri tersebut di mana bagian baratnya masuk zona waktu WU + 12 jam (zona waktu ujung timur) dan bagian timurnya masuk zona WU – 12 jam (zona waktu ujung barat). Jadi dalam satu wilayah negara ada dua hari yang berbeda, yakni bila di bagian barat harinya adalah Kamis, umpamanya, maka di bagian timur baru hari Rabu. Untuk mengatasi kesukaran yang timbul karena adanya dua hari berbeda dalam satu wilayah negara, maka seluruh wilayah Kiribati dimasukkan ke dalam zona waktu ujung timur, sehingga karenanya ada tambahan baru zona waktu, yaitu zona waktu WU +13 jam untuk Kiribati bagian tengah dan zona waktu WU + 14 bagi Kiribati bagian timur. Sementara Kiribati bagian barat zona waktunya adalah WU + 12 jam.39 Akibat perubahan zona waktu dan pembelokan GTI ini terhadap kaidah hisab kalender Jam±ludd³n adalah bahwa apabila konjungsi terjadi terjadi pada pukul 24:00 dari Hari Universal, maka bagian tengah dan timur Kiribati akan memasuki bulan kamariah baru sebelum kelahiran hilalnya. Sedangkan apabila konjungsi terjadi pada pukul 23:00 dari Hari Universal, maka bagian timur memasuki bulan baru pada saat hilalnya belum lahir. Sedangkan untuk syarat kelima, yaitu tidak boleh menunda masuk bulan baru apabila hilal sudah terlihat secara jelas, maka dari 600 bulan (50 tahun) yang telah diuji (dengan kriteria imkanu rukyat ‘Audah), maka ada dua bulan

39 Lihat situs-situs tentang Kiribati, a.l. http://www.infoplease.com/ipa/A0107682. html>

dan <http://www.infoplease.com/ce6/world/A0827764.html>.

Page 19: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

19

yang tidak memenuhi syarat ini karena untuk dua bulan tersebut masuk bulan baru menurut kaidah kalender terlambat satu hari dari semestinya sesuai dengan kenyataan imkanu rukyat. Dua bulan dimaksud adalah (1) Zulhijah 1425 H dan (2) Jumadal Ula 1429 H. Konjungsi jelang Zulhijah 1425 H terjadi pukul 12:04 WU hari Senin 10-01-2005 atau pukul 00:04 hari Selasa 11-01-2005 menurut zona waktu ujung timur (WU + 12 jam). Menurut kaidah hisab kalender, masuk bulan baru (1 Zulhijah 1425 H) adalah hari Rabu. Kalau masuk bulan baru hari Selasa, akibatnya zona ujung timur memasuki bulan baru sebelum terjadi konjungsi. Akan tetapi hisab imkanu rukyat menunjukkan bahwa sore Senin hilal mungkin dilihat pada suatu kawasan kecil di tepi garis 180º BB, yang mewajibkan masuk awal bulan baru Zulhijah bagi seluruh dunia pada hari Selasa 11-01-2005. Menyangkut bulan Jumadal Ula 1429 H, konjungsi jelang awalnya terjadi pada hari Selasa 06-05-2008 pukul 00:19 waktu zona ujung timur, atau hari Senin 05-05-2008 pukul 12:19 WU. Menurut kaidah hisab kalender, awal bulan baru Jumadal Ula jatuh pada hari Rabu 07-05-2008. Akan tetapi menurut hisab imkanu rukyat, pada hari Senin sore dimungkinkan terjadi rukyat pada suatu kawasan kecil di tepi garis 180º BB yang mengharuskan awal bulan baru Jumadal Ula jatuh hari Selasa 06-05-2008 di seluruh dunia. Kedua kasus di atas terjadi karena waktu konjungsi sangat dekat dengan batas terjadinya pergantian hari (pukul 00:00) di zona ujung timur atau dengan batas waktu pergantian periode pagi dan petang (pukul 12:00 WU) dalam kaidah hisab kalender untuk zona waktu tengah (WU + 0 jam [GMT]). Untuk kasus pertama (bulan Zulhijah 1425 H) konjungsi terjadi hanya 4 menit sesudah jam 00:00 di zona ujung timur atau sesudah pukul 12:00 WU. Pada saat jam menunjukkan pukul 00:04 waktu ujung timur (WU + 12) hari Selasa (11-01-2005) di zona tengah jam baru pukul 12:04 tengah hari hari Senin dan pukul 00:04 tengah malam malam Senin di zona ujung barat (WU – 12 jam). Itu artinya bahwa bila matahari terbenam katakanlah pukul 18:00 sore di zona waktu ujung barat (WU – 12 jam), maka usia Bulan akan mencapai 18 jam kurang 4 menit saat matahari sore Senin terbenam di zona ujung barat (WU – 12 jam). Di sinilah letak masalahnya, karena pada sore Senin itu dimungkinkan hilal terukyat di zona ujung barat, sebab hilal mungkin terlihat dalam usia kurang dari 18 jam. Rekord usia terkecil hilal saat terlihat adalah 15 jam 01 menit yang terlihat di Collins Gap oleh John Pierre 25-02-1990.40 Jadi semakin banyak konjungsi terjadi mepet dengan pukul 12:00 WU (00:00 WU + 12 jam), maka semakin banyak kemunkinan penyimpangan kaidah kalender. Untuk 50 tahun ke depan (sejak 1421 H s/d 1470 H), ada dua kasus. Untuk tahun-tahun sesudah 1470 H, masih perlu dilakukan penelitian apakah ada penyimpangan seperti ini atau tidak, dan jika ada barapa banyak.

40 “World Record Crescent Observations,” <http://www.icoproject.org/record.html#

naked>, akses 22-12-2007.

Page 20: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

20

Oleh Jam±ludd³n kasus seperti ini dipandang sebagai perkecualian dan jumlahnya amat kecil, hanya 2/600 atau 0,34 % paling tidak hingga 1470 H (untuk 600 bulan ke depan dari 1421 H). Jadi bilamana konjungsi terjadi pada waktu yang sangat mepet dengan pukul 00:00 di zona ujung timur atau pukul 12:00 di zona tengah (WU + 0 jam), maka terbuka peluang terjadinya kemungkinan penyimpangan dari kaidah hisab kalender atau terjadinya ketidakkonsistenan kaidah kalender. Para pendukung kalender zonal menganggap dua hal di atas sebagai aspek kelemahan kalender unifikasi. Konsep kalender Jam±ludd³n ini diikuti oleh beberapa tokoh dan organisasi Islam. Terinspirasi oleh gagasan Jam±ludd³n, Khalid Shaukat dari Amerika Serikat mengemukan kaidah yang sama di mana ia mengatakan,

1. Titik acu paling logis untuk menentukan kalender kamariah Islam global adalah Garis Tanggal Internasional;

2. Apabila kelahiran Bulan terjadi antara pukul 00:00 WU dan pukul 12:00 WU, maka bulan baru Islam dimulai di seluruh dunia pada hari itu sejak terbenam matahari;

3. Apabila kelahiran Bulan terjadi antara pukukl 12:00 dan pukul 23:59 WU, maka bulan baru Islam dimulai di seluruh dunia pada hari berikutnya sejak terbenam matahari.41

Pertemuan Ahli untuk Pengkajian Masalah Penentuan Bulan Kamariah di Kalangan Muslim (Ijtim±‘ al-Khubar±’ li Dir±sat Mau«−‘ ¬ab¯ Ma¯±li‘ asy-Syuh−r ‘inda al-Muslim³n) yang berlangsung di Maroko tanggal 9-10 Desember 2006 merekomendasikan kaidah hisab kalender yang sama seperti dikemukakan oleh Jam±ludd³n. Majlis Fikih Amerika Utara (Fiqh Council of North America / FCNA) juga mengadopsi kaidah hisab kalender Jam±ludd³n dan menegaskan,

1. Hisab digunakan untuk menentukan awal bulan baru Islam dengan mempertimbangkan imkanu rukyat di suatu tempat di dunia.

2. Untuk menentukan suatu kalender kamariah Islam, digunakan titik acuan konvensional, yaitu Garis Tanggal Internasional dan Greenwich Mean Time (GMT).

3. Bulan baru kamariah Islam mulai pada waktu terbenamnya matahari pada hari di mana konjungsi terjadi sebelum pukul 12:00 tengah hari GMT. Jika konjungsi terjadi sesudah pukul 12:00 WU, maka bulan baru mulai pada saat terbenam matahari pada hari berikutnya.42

Perubahan yang dibuat oleh Khalid Shaukat dan FCNA terhadap kaidah

41 Shaukat, “Suggested Global Islamic Calendar,” makalah untuk “The Experts’ Meeting

to Study the Subject of Lunar Moths’ Calculation among Muslims,” Rabat 9-10 Desember 2006, dimuat dalam <http://www.amastro.ma/articles/art-ks3.pdf>, h. 4, akses 21-05-2008.

42 Dimuat dalam appendix tulisan Louay Safi, “Reading, Sighting and Calculating: From Moon Singting to Astronomical Calculation,” <http://lsinsight.org/articles/Current/Hilal.pdf>, h. 13, akses 21-05-2008.

Page 21: PERKEMBANGAN PEMIKIRAN TENTANG KALENDER ISLAM

21

hisab Kalender Kamariah Islam Unifikasi Jam±ludd³n adalah bahwa hari dalam bulan kamariah dimulai saat terbenamnya matahari, sementara menurut Jam±ludd³n sejak tengah malam sesuai dengan sistem waktu internasional. D. Catatan Penutup Terdahulu telah dikemukakan perkembangan upaya mencari bentuk kalender Islam internasional. Sejauh ini terdapat dua pandangan besar, yaitu pertama, yang mengemukakan gagasan kalender zonal yang membagi dunia kepada sejumlah zona tanggal di mana bisa terjadi perbedaan tanggal kamariah pada zona yang satu dengan yang lain. Kelemahan kalender ini adalah tidak mengakomodasi kenyataan globalisasi yang dialami dunia kita sekarang di mana seharus dalam dunia global sekarang di seluruh dunia seharusnya berlaku satu tanggal terpadu. Selain itu dapat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah dalam hal terjadi perbedaan tanggal untuk bulan Zulhijah antara satu zona di mana Mekah berada dengan zona lainnya. Kedua, sistem kalender unifikasi (terpadu) yang berupaya menyatukan seluruh dunia dalam satu tanggal di bawah prinsip “satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari di seluruh dunia.” Kalender ini dapat menghindarkan problem pelaksanaan puasa Arafah karena tidak akan terjadi perbedaan tanggal lantaran di seluruh dunia hanya ada satu tanggal yang sama. Kelemahannya adalah bahwa apabila konjungsi terjadi mepet waktunya dengan pukul 12:00 WU atau pukul 00:00 waktu zona ujung timur, dimungkinkan (meskipun tidak selalu) terjadi ketidakcocokan dengan kaidah hisab.

- o0o -