sejarah perkembangan aliran dan pemikiran teologi dalam islam

26
SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN DAN PEMIKIRAN TEOLOGI DALAM ISLAM 1 A. Pendahuluan Secara harfiah, kata teologi terdiri dari teo atau teos yang berarti Tuhan dan logi atau logos yang berarti pengetahuan, paham, atau pembicaraan. Jadi teologi mengandung arti pengetahuan, paham, atau pembicaraan tentang Tuhan. Teologi bisa diartikan juga dengan ilmu yang membicarakan tentang hal- hal yang berkaitan dengan ketuhanan atau ilmu ketuhanan. 2 Teologi Islam merupakan suatu ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar atau pokok dari suatu agama yaitu agama Islam. Kita sebagai orang Islam harus mengetahui betul pokok-pokok ajaran agama Islam karena itu sangat perlu untuk mempelajari teologi Islam agar iman dan aqidah kita kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran agama selain Islam. Pada makalah ini akan membahas tentang sejarah timbulnya aliran teologi dalam Islam, pemikiran teologi kontemporer, perbedaan teologi dan pentingnya toleransi, dan kembali kepada aqidah Islam. Timbulnya teologi dalam Islam berawal dari wafatnya Nabi Muhammad SAW pada tanggal 8 Juni 632 M yang mana melahirkan suatu perjuangan keagamaan dan politik dalam masyarakat Islam yang kemudian mengakibatkan timbulnya perpecahan di kalangan umat Islam sendiri. B. Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Dalam Islam 1 Nama: Fiki Amaliyya, 4E. Bahasa Inggris, Kelompok 11. 2 Drs. H. Achmad Gholib, MA, Teologi dalam Perspektif Islam (Jakarta, UIN Press, 2005), 5.

Upload: fiki-amaliyya

Post on 12-Aug-2015

1.336 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

Aqidah

TRANSCRIPT

Page 1: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

SEJARAH PERKEMBANGAN ALIRAN DAN PEMIKIRAN

TEOLOGI DALAM ISLAM1

A. Pendahuluan

Secara harfiah, kata teologi terdiri dari teo atau teos yang berarti Tuhan dan logi atau

logos yang berarti pengetahuan, paham, atau pembicaraan. Jadi teologi mengandung arti

pengetahuan, paham, atau pembicaraan tentang Tuhan. Teologi bisa diartikan juga dengan

ilmu yang membicarakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan atau ilmu

ketuhanan.2 Teologi Islam merupakan suatu ilmu yang membahas ajaran-ajaran dasar atau

pokok dari suatu agama yaitu agama Islam. Kita sebagai orang Islam harus mengetahui betul

pokok-pokok ajaran agama Islam karena itu sangat perlu untuk mempelajari teologi Islam

agar iman dan aqidah kita kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh ajaran-ajaran agama

selain Islam. Pada makalah ini akan membahas tentang sejarah timbulnya aliran teologi

dalam Islam, pemikiran teologi kontemporer, perbedaan teologi dan pentingnya toleransi, dan

kembali kepada aqidah Islam. Timbulnya teologi dalam Islam berawal dari wafatnya Nabi

Muhammad SAW pada tanggal 8 Juni 632 M yang mana melahirkan suatu perjuangan

keagamaan dan politik dalam masyarakat Islam yang kemudian mengakibatkan timbulnya

perpecahan di kalangan umat Islam sendiri.

B. Sejarah Timbulnya Aliran Teologi Dalam Islam

Seperti yang dijelaskan pada sebelumnya bahwa timbulnya aliran teologi pada agama

Islam berawal dari wafatnya Nabi Muhammad SAW dan juga berawal dari permasalahan

persoalan-persoalan politik. Tetapi persoalan politik ini meningkat menjadi persoalan

teologi.3 Umat Islam kehilangan pemimpin yang dapat menyelesaikan segala persoalan-

persoalan yang dihadapi mereka. Nabi Muhammad SAW selain menjadi seorang Nabi dan

Rasul Allah juga menjadi seorang kepala Negara. Maka ketika Nabi Muhammad SAW wafat,

masyarakat Madinah sibuk memikirkan pengganti beliau untuk mengepalai Negara yang baru

lahir itu. Timbullah soal khilafah yang sebagaimana kita ketahui yang mana dipercayakan

1 Nama: Fiki Amaliyya, 4E. Bahasa Inggris, Kelompok 11.2 Drs. H. Achmad Gholib, MA, Teologi dalam Perspektif Islam (Jakarta, UIN Press, 2005), 5.3 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta, UI Press, 2002), 3.

Page 2: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

kepada sahabat beliau, yaitu Abu Bakar Shiddiq (632-634 M), Umar bin Khattab (634-644

M), Utsman bin Affan (644-656 M), dan Ali bin Abi Thalib (656-661 M).4

Timbulnya permasalahan-permasalahan di bidang politik terjadi pada masa khalifah

Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Pada masa khalifah Utsman bin Affan, beliau

banyak mengangkat pejabat-pejabat di masa khalifahnya dari keluarga dekatnya. Kebijakan

politik Utsman yang mengangkat sanak keluarga ini menimbulkan rasa tidak simpatik

terhadap dirinya. Setelah melihat sikap dan tindakan yang kurang tepat itu, para sahabat yang

semula menyokong Utsman kini mulai menjauh darinya. Sementara itu perasaan tidak senang

muncul pula di daerah-daerah, terutama di Mesir. Sebagai reaksi tidak senang atas

dijatuhkannya Umar ibn al-Ash dari jabatan gubernur untuk digantikan oleh Abdullah ibn

Sa’ad ibn Abi Sarah, salah seorang keluarga Utsman, sekitar 500 orang berkumpul dan pergi

menuju Madinah untuk melakukan aksi protes. Kehadiran para pelaku aksi protes ini

akhirnya berakibat fatal bagi diri Utsman, lalu ia terbunuh oleh para pemuka aksi protes

tersebut.5

Setelah Utsman wafat, Ali bin Abi Thalib menggantikan beliau menjadi khalifah

berikutnya. Akan tetapi Ali banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang ingin

menjadi khalifah juga, salah satunya yaitu Talhah dan Zubeir dari Mekkah. Tantangan ini

akhirnya bisa dipatahkan melalui Perang Jamal pada tahun 656 M, Talhah dan Zubeir pun

mati terbunuh. Sebagaimana halnya Talhah dan Zubeir, Mu’awiyah tidak mengakui Ali

sebagai khalifah. Mu’awiyah merupakan Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman bin

Affan. Selain itu, Ali juga dituduh atas terlibatnya pembunuhan Utsman bin Affan karena

anak angkatnya, Muhammad bin Abi Bakar,6 dituduh terlibat, akan tetapi yang kemudian

diangkat menjadi gubernur di Mesir. Pemberontakan ini akhirnya menjadi sebuah peperangan

yang disebut Perang Shiffin.

Dalam pertempuran yang terjadi antara kedua golongan ini di Siffin, tentara Ali berhasil

mendesak tentara Mu’awiyah sehingga mereka sudah hampir kalah dan bersiap-siap untuk

meninggalkan medan pertempuran. Tetapi tangan kanan Mu’awiyah, Amr bin Ash yang

terkenal sebagai orang licik minta berdamai dengan mengangkat al-Quran keatas. Lalu Ali

pun menerima tawaran damai itu melalui arbitrase (tahkim). Untuk melaksanakan tahkim

4 Bunyamin (dkk), Aqidah untuk Perguruan Tinggi (Jakarta, UHAMKA Press, 2012), 239.5 Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT PUSTAKA ANTARA, 1996), 2.6 Bunyamin (dkk), op. cit., 240.

Page 3: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

tersebut, maka ditunjuklah wakil dari masing-masing pihak, yaitu Amr bin Ash mewakili

pihak Mu’awiyah dan Abu Musa Al-Asy’ari dari pihak Ali bin Abi Thalib. Kedua wakil

pelaksana tahkim ini sebenarnya telah bersepakat untuk menjatuhkan kedua pemuka yang

sedang bertikai, Ali dan Mu’awiyah. Ketika hasil tahkim akan diumumkan, Amr bin Ash

mempersilahkan Abu Musa bin Al-Asy’ari, sebagai yang lebih tua, untuk tampil lebih dulu

dan mengumumkan kepada masyarakat apa yang telah mereka sepakati, yaitu menjatuhkan

Ali dan Mu’awiyah. Akan tetapi berbeda halnya dengan Amr bin Ash, dia berkhianat dan

melenceng dari kesepakatan tersebut. Dia hanya menyepakati atas keputusan menjatuhkan

Ali dan menolak menjatuhkan Mu’awiyah bahkan langsung membaiatnya sebagai khalifah

pengganti Utsman.7

Sementara itu, di barisan Ali terdapat sekelompok orang yang tidak setuju dengan

tindakan dan kebijaksanaan Ali yang menerima tawaran dari Mu’awiyah. Mereka

memandang bahwa tahkim tersebut tidak dapat diputuskan oleh manusia melainkan oleh

hukum-hukum Allah. Karena mereka menganggap bahwa Ali telah melakukan dosa besar,

maka mereka menyatakan untuk keluar dari barisan Ali dan membentuk kelompok sendiri .

Kelompok ini kemudian terkenal dengan nama Khawarij, kelompok yang keluar dari barisan

Ali.8 Kelompok ini menentang Ali sekaligus Mu’awiyah.

Dari persoalan-persoalan politik yang sudah dijelaskan sebelumnya kemudian berubah

menjadi persoalan teologi. Timbul persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir.

Khawarij menganggap Ali, Mu’awiyah, Amr ibn Ash, Abu Musa Al-Asy’ari dan lain-lain

yang telah menerima tahkim adalah kafir.9 Setelah muncul aliran dari Khawarij, berturut-turut

muncul aliran-aliran teologi yang lain seperti Murji’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, Maturidiyah,

Jabariyah, Qadariyah, dan Syi’ah.

1. Aliran Khawarij

Secara etimologis, kata Khawarij berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti

keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Sedangkan secara terminologi adalah kelompok

atau aliran yang berasal dari Ali bin Abi Thalib yang keluar dari barisan karena

ketidaksepahaman pendapat terhadp keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim)

7 Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT PUSTAKA ANTARA, 1996), op. cit., 3-4.8 Ibid., 4.9 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta, UI Press, 2002), op. cit., 8.

Page 4: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

kelompok pemberontak Mu’awiyah dalam perihal khilafah.10 Imam mereka adalah Abdullah

bin Abdul WahabAl-Rasyidi. Golongan ini berpendapat11 :

a) Pemuka-pemuka yang terlibat dalam arbitrase (tahkim) telah terlibat melakukan tipu

muslihat terhadap umat Islam, artinya mereka telah melakukan dosa besar.

b) Mereka yang telah melakukan dosa besar adalah kafir.

c) Dan orang-orang kafir yang merusak Islam harus dibunuh.

Aliran Khawarij ini kemudian terpecah belah menjadi banyak golongan/subsekte karena

perbedaan paham dalam soal keagamaan diantara mereka sendiri. Golongan-golongannya

antara lain12 :

a) Al- Muhakkimah

Mereka ini adalah golongan Khawarij asli yang keluar dari pendukung Ali setelah terjadi

peristiwa tahkim. Dengan beranggotakan 12.000 orang mereka berkumpul di Hurairah,

sebuah desa yang terletak di dekat Kufah, mendirikan negara sendiri dan memilih Abd Allah

ibn Wahab Al-Rasyidi sebagai imam mereka. Menurut mereka Ali, Mu’awiyah, Amr bin

Ash, dan Abu Musa Al-Asy’ari serta orang yang terlibat dan menyetujui tahkim telah

bersalah dan menjadi kafir.

b) Al-Zariqah

Mereka adalah pengikut Nafi’ ibn Al-Zaraq. Golongan ini merupakan golongan yang

terbesar, berjumlah lebih dari 20.000 orrang, paling terkenal dan memiliki pengikut-pengikut

yang kuat. Daerah kekuasan mereka terletak di perbatasan Irak dengan Iran. Golongan ini

mempunyai sikap yang radikal, pelaku dosa besar tidak lagi disebut sebagai kafir, tetapi

musyrik, yaitu suatu dosa besar yang dalam Islam sudah tak terampuni lagi. Musyrik juga

digunakan pada semua orang yang tak sepaham dengan mereka bahkan juga orang yang

sepaham dengan mereka tetapi tidak mau hijrah ke daerah mereka juga termasuk musyrik.

c) Al-Najdah

Nama kelompok ini diambil dari nama pimpinan mereka yaitu Najdah ibn Amir. Mereka

mempunyai pandangan lebih moderat dibanding Al-Azariqah. Mereka tidak menghukum

10 Drs. H. Achmad Gholib, MA, op. cit., 47.11 Bunyamin (dkk), op. cit., 244.12 Drs. H. Achmad Gholib, MA, op. cit., 51.

Page 5: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

kafir pada pengikutnya yang tidak ikut berhijrah. Tentang konsep khilafah, mereka

berpendapat bahwa mengangkat pemimpin bukan kewajiban Syar’I, tapi hanyalah untuk

kemaslahatan. Ini berarti umat Islam tidak perlu saling mewasiatkan kebenaran. Nampaknya

konsep golongan ini hampir menyerupai konsep komunisme tentang negara.

d) Al-Ajaridah

Mereka adalah para pengikut Abd Al-Karim bin Ajrad. Diantara ajaran mereka adalah

bahwa orang-orang Khawarij boleh tidak berperang apabila mereka bertaqwa, hal ini berbeda

dengan konsep Azariqah yang berkewajiban jihad terus menerus. Golongan ini tidak

mewajibkan pengikutnya untuk hijrah dari daerah para penentang mereka. Menurut mereka

harta para penentang tidak halal, kecuali pemiliknya terbunuh dan tidak akan dibunuh orang

yang tidak ikut berperang.

e) Syafariyah

Golongan ini dipimpin oleh Ziyad ibn Asyfar. Ajaran mereka mengenai pelaku dosa

besar berbeda dengan ajaran Azariqah. Menurut mereka bahwa bagi para pelaku dosa yang

sudah ada ketetapan hukumnya di dunia tidak dihukum kafir, seperti pelaku zina, qadhaf, dan

pencuri. Sedangkan yang tidak ada ketetapan hukumnya, maka pelakunya dihukum kafir.

f) Al-Ibadiyah

Inilah golongan yang paling moderat, ajaran-ajarannya lebih dekat kepada Jama’ah

Islamiyah dan dalam pendiriannya mereka jauh dari sikap ekstrimitas. Nama Ibadiyah

dinisbahkan kepada pemimpin mereka yang bernama Abd Allah ibn Ibad. Diantara ajaran-

ajaran mereka adalah : orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka tidak musyrik dan

tidak mukmin. Mereka menyebutnya kafir nikmat bukan kafir dalam pengertian aqidah,

karena orang-orang Islam yang tidak sepaham tidak kafir terhadap Allah, yang kedua darah

orang kafir nikmat haram ditumpahkan, kecuali kelompok tentara pemerintah yang bukan

dari golongan mereka, yang ketiga rampasan perang dari kaum muslimin tidak halal kecuali

kuda dan senjata sedangkan emas dan perak harus dikembalikan, dan yang keempat mereka

membolehkan kesaksian orang kafir nikmat dan boleh juga mengadakan hubungan

perkawinan dan warisan.

2. Aliran Murji’ah

Nama Murji’ah diambil dari bahasa Arab arja’a, yang berarti menangguhkan,

mengakhirkan, dan juga memberi pengharapan. Murji’ah merupakan golongan yang

menunda keputusan orang-orang Islam yang berselisih, berperang, dan menumpahkan darah

Page 6: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

hingga terjadinya hari kiamat, hanya Allah lah yang menentukan keputusan/hukum tersebut.

Mereka tidak mau memutuskan siapa diantara mereka yang benar dan siapa pula yang salah.

Mereka tidak mengambil keputusan sekarang juga di dunia ini dengan menghukum pelaku

dosa besar menjadi kafir yang tidak akan masuk surga. Bagi mereka pelaku dosa besar masih

akan masuk surga. Ajaran mereka dengan demikian memberi pengharapan bagi pelaku dosa

besar untuk diberi ampun oleh Tuhan dan seterusnya masuk surga.13 Secara garis besar,

faham Murji’ah terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu14 :

Golongan Moderat, yaitu golongan yang berpendapat bahwa orang mukmin yang

melakukan dosa besar tidak menjadi kafir serta tidak akan kekal di dalam neraka. Jika

Allah mengampuni dosa-dosanya ia akan langsung masuk surga. Akan tetapi jika Allah

tidak mengampuni ia akan masuk neraka untuk sementara waktu dan pada akhirnya akan

masuk surga.

Golongan ekstrem, yang terbagi menjadi 2 sub sekte :

i. Sub-sekte yang menyatakan bahwa iman adalah ucapan dengan lisan. Oleh karena itu,

seseorang yang mengucapkan kata-kata iman dengan lisannya sudah menjadi orang

mukmin dan kelak akan menjadi penghuni surga, meskipun hatinya memiliki

keyakinan kafir.

ii. Sub-sekte yang menyatakan bahwa iman adalah keyakinan dalam hati. Oleh karena

itu, seseorang yang hatinya beriman sudah menjadi mukmin dan kelak akan

menempati surge meskipun lisannya mengucapkan kata-kata kufur tanpa bermaksud

melakukan taqiyah, menyembah berhala, memeluk agama Yahudi atau Nasrani dsb.

Jika orang tersebut wafat, ia mati dalam keadaan beriman yang sempurna dan akan

menempati surga.

3. Aliran Mu’tazilah

Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang artinya berpisah, memisahkan diri atau

menjauhi. Mu’tazilah atau mu’tazilin berarti orang-orang yang memisahkan atau

menyisihkan diri. Menurut arti ini, semua orang yang memisahkan atau menyisihkan diri dari

jama’ah disebut mu’tazilah atau mu’tazilin.15 Pemimpin golongan ini adalah Washl bin Atha.

Sebutan lain yang diberikan orang kepada kaum Mu’tazilah adalah qadariyah, karena mereka

13 Ibid., 57-58.14 Ibid., 62.15 Drs. Abdul Aziz Dahlan, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT. Beunebi Cipta, 1987), 66.

Page 7: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

menganut paham itu dalam masalah perbuatan manusia dalam kaitannya dengan takdir

Tuhan. Juga diberi orang sebutan jahmiyyah, karena mereka pada dasarnya sepaham dengan

Jaham bin Shafwan berkenaan dengan masalah sifat Tuhan. Golongan Mu’tazilah berpegang

kepada 5 ajaran pokok yang disebut al-usul al-khamsah, yaitu16 :

a) At-tauhid, merupakan ajaran terpenting dari Mu’tazilah. Golongan ini berusaha secara

maksimal untuk mensucikan Tuhan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi nilai ke-

Maha Esa-an Tuhan.

b) A-‘Adl, yang berarti “keadilan” Tuhan. Konsep ini mengandung arti bahwa Tuhan selalu

melakukan perbuatan yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk. Tuhan juga

tidak akan meninggalkan sesuatu yang wajib dikerjakannya. Apabila ternyata ada sesuatu

yang terjadi di alam ini yang tampaknya seperti sesuatu yang tidak baik, tentu di balik

kejadian tersebut ada hikmah yang baik pula, sebab Tuhan sama sekali tidak

menghendaki yang buruk.

c) Al-Wa’d wa Al-Wai’d, Tuhan Maha Adil dan Bijaksana. Karena itu, Tuhan tidak akan

menyalahi janji-Nya. Janji Tuhan berupa pahala dan ancaman Tuhan berupa siksa.

Demikian pula dengan penerimaan taubat nasuha dari orang yang bertaubat atas

kesalahan yang dilakukannya.

d) Al-Manzilah bain Al-Manzilatain, berarti di antara dua posisi. Yang dimaksud disini

ialah di antara mukmin dan kafir, bukan di antara dua tempat, surga dan neraka.

Menurut ajaran ini, orang yang melakukan dosa besar tidak kafir, karena masih percaya

kepada Tuhan dan Nabi Muhammad; tetapi tidak pula mukmin karena imannya tidak

sempurna. Wasil menyebut orang yang melakukan dosa besar itu sebagai fasik, dalam

arti tidak mukmin dan tidak pula kafir.

e) Al-‘Amr bi Al-Ma’ruf wa Al-Nahy ‘an Al-Munkar, ajaran Mu’tazilah yang kelima ini

lebih menitikberatkan aspek fikih ketimbang teologi. Menurut ajaran ini, Al-‘Amr bi Al-

Ma’ruf wa Al-Nahy ‘an Al-Munkar adalah wajib dilakukan oleh orang yang beriman.

4. Aliran Asy’ariyah

Asy’ariyah adalah paham teologi atau golongan yang dinisbahkan kepada Abu Hasan Ali

bin Ismail Al-Asy’ari. Asy’ari ini diahirkan di Basrah, besar dan wafat di Baghdad. Pada

mulanya ia adalah murid Al-Jubbai, dan menjadi tokoh terkemuka dalam golongan

16 Harun Nasution, Sejarah Pemikiran dalam Islam (Jakarta, PT PUSTAKA ANTARA, 1996), op. cit., 68-74.

Page 8: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

Mu’tazilah. Karena ia mempunyai kemampuan yang tinggi, sering diberi tugas oleh Jubbai

untuk terjun dalam perdebatan menentang lawan-lawan Mu’tazilah, lalu ia keluar dari

Mu’tazilah pada umur 40 tahun dan menyusun suatu teologi yang bertentangan dengan

Mu’tazilah. Paham-paham teologi ini antara lain17 :

a) Tuhan mempunyai sifat-sifat, dan Tuhan tidak mungkin mengetahui dengan zat-Nya

sebab apabila Tuhan mengetahui dengan zat-Nya ini berarti zat-Nya adalah pengetahuan

dan Tuhan sendiri adalah pengetahuan. Sedangkan Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm),

tetapi Ia adalah yang Mengetahui (‘Alam).

b) Al-Quran bersifat qadim, dan tidak diciptakan oleh Allah SWT. Asy’ari berpendapat jika

Al-Quran diciptakan, maka untuk penciptaan itu perlu kata kun (jadilah), dan untuk

terciptanya kun itu perlu kata kun yang lain, dan begitulah seterunya sehingga perlu

rentetan kata-kata kun yang tidaak berkesudahan. Ini tidak mungkin dan karena itu tak

mungkin Al-Quran sebagai kalam Allah yang diciptakan.

c) Allah dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat nanti. Menurut golongan ini yang tidak

dapat dilihat hanyalah yang tidak mempunyai wujud. Yang mempunyai wujud mestilah

dapat dilihat.

d) Perbuatan manusia diciptakan oleh Allah SWT bukan manusia sendiri. Untuk

menggambarkan hubungan perbuatan manusia dengan kehendak dan kekuasaan mutlak

Allah, Asy’ari menggunakan istilah kasab (perolehan). Yang dimaksud dengan kasab

disini adalah “berbarengnya kekuasaan manusia dengan perbuatan Tuhan”.

e) Allah memiliki wajah, tangan, mata, dan sebagainya (antropomorfisme). Asy’ariyah

berpendapat bahwa Tuhan bertahta di ‘Arsy, mempunyai makna, tangan, dan mata; tetapi

tidak dapat ditentukan bagaimana (bila kaifa).

f) Allah memiliki kehendak dan kekuasaan mutlak, dan tidak wajib bagi-Nya untuk

melakukan sesuatu terhadap makhluk-Nya, dan seterusnya. Hal ini bertentangan dengan

paham Mu’tazilah yaitu Tuhan wajib berbuat adil, wajib memasukkan orang yang baik

ke dalam surga dan wajib memasukkan orang berdosa ke dalam neraka. Sedangkan

Asy’ari berpendapat bahwa tidak ada satupun yang wajib bagi Tuhan. Tuhan adalah

berkuasa mutlak.

17 Ibid., 92-98.

Page 9: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

5. Aliran Maturidiyah

Maturidiyah adalah aliran teologi atau golongan yang dinisbahkan kepada Abu Mansur

Al-Maturidi. Tokoh ini lahir di Maturidi, Samarkand. Kelompok Al-Maturidiyah ini

kemudian terpecah menjadi dua golongan, yaitu golongan Samarkand di bawah pimpinan Al-

Maturidi sendiri, yang lebih dekat dengan Mu’tazilah. Golongan yang kedua adalah golongan

Bukhara di bawah pimpinan Al-Bazdawi yang pahamnya lebih dekat kepada Asy’ariyah.

Berikut paham-paham teologi Maturidiyah yang sepaham dengan teologi Asy’ariyah18 :

a) Orang mukmin yang melakukan dosa besar masih tetap mukmin, dan soal dosa besarnya

akan ditentukan Allah nanti di akhirat.

b) Allah mempunyai sifat, dan mustahil bagi Allah mengetahui dengan zat-Nya.

c) Al-Quran bukan makhluk, ia qadim dan tidak diciptakan Allah.

d) Menolak paham adanya posisi menengah (al-manzilah baina manzilatain).

Dalam beberapa hal pendapat Maturidiyah berbeda dengan golongan Asy’ariyah, dan

sepaham dengan golongan Mu’tazilah, seperti :

a) Kehendak dan perbuatan manusia diwujudkan oleh manusia sendiri tidak ada campur

tangan Allah SWT.

b) Allah SWT terikat dengan janji dan ancaman-Nya terhadap manusia sehingga Allah

berkewajiban melaksanakan janji dan ancaman-Nya itu.

c) Allah SWT tidak mempunyai bentuk jasmani (materi) seperti wajah, tangan, dan

sebagainya.

6. Aliran Jabariyah

Jabariyah berasal dari kata jabara, berarti memaksa atau terpaksa. Menurut paham ini,

manusia tidak kuasa atas sesuatu. Manusia mengerjakan perbuatannya dengan keadaan

terpaksa. Dalam istilah Inggris, paham ini disebut fatalism atau predestination. Perbuatan-

perbuatan manusia telah ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar Tuhan. Aliran ini

dimunculkan oleh Ja’d bin Dirham, dan kemudian disyiarkan dan dikembangkan oleh Jahm

bin Sofwan di Khurasan. Paham-paham golongan ini adalah sebagai berikut19 :

18 Bunyamin (dkk), op. cit., 248-249.19 Ibid., 250.

Page 10: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

a) Kehendak dan perbuatan manusia diciptakan Allah SWT dalam diri manusia seperti

gerak yang diciptakan Allah dalam benda-benda mati.

b) Manusia itu lemah, tidak berdaya, tidak berkehendak, tidak mempunyai pilihan untuk

berbuat sesuatu, dan tidak mempunyai kekuasaan sendiri.

c) Perbuatan manusia itu ditakdirkan Allah sejak azali, jadi manusia berbuat sesuatu itu

dipaksa dan digerakkan Allah SWT, seperti wayang digerakkan dalangnya.

d) Manusia melakukan sesuatu itu hanya kiasan saja, karena dipaksakan Allah. Atas dirinya

seperti manusia melaksanakan kewajiban, menerima pahala, atau menerima siksa.

7. Aliran Qadariyah

Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara yang artinya berkuasa atau berkemampuan.

Menurut golongan ini manusia dalam menentukan perbuatannya memiliki kebebasan

kekuasaan. Perbuatannya tersebut diwujudkan atas kehendak dan dayanya sendiri. Paham

Qadariyah ini dicetuskan oleh Ma’bad Al-Juhani dan Ghailan Al-Dimasyqi. Paham-paham

ini antara lain20 :

a) Manusia mempunyai daya / tenaga yang diciptakan Allah SWT dan diberikan kebebasan

untuk menggunakan atau memanfaatkannya.

b) Manusia dengan akalnya mempunyai kehendak dan kebebasan sendiri dalam

mewujudkan perbuatan-perbuatannya, tanpa adanya campur tangan Allah SWT.

c) Manusia dengan akalnya bebas dalam bertingkah laku, ia dapat berbuat baik atau berbuat

jahat atas kemauan dan kehendaknya sendiri, dan sebagainya.

8. Aliran Syi’ah

Syi’ah berasal dari bahasa Arab sya’a – syi’atun, yang berarti pengikut, pendukung,

kelompok, golongan, atau partai. Golongan Syi’ah semula adalah segolongan umat Islam

pengikut dan pendukung Ali bin Abi Thalib. Kemudian, dalam paham spiritual dan

keagamaan (teologi) golongan ini selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad SAW

yang disebut Ahlul-Bait. Pendiri golongan Syi’ah antara lain orang yang paling berhak

menjadi khalifah sesudah Nabi Muhammad SAW wafat adalah Ali bin Abi Thalib, dan

20 Ibid., 251-252.

Page 11: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

selanjutnya anak-cucu Nabi Muhammad SAW dari keturunan Ali dan Fathimah (putri Nabi).

Paham-paham golongan ini antara lain21 :

a) At-Tauhid, yakni keyakinan kepada kemaha-esaan Allah SWT.

b) An-Nubuwah, yakni keyakinan keada kenabian Nabi Muhammad SAW.

c) Al-Imamah, yakni keyakinan kepada Imam dari Ahlul-Bait sebagai pemimpin umat

Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat.

d) Al-‘Adalah, yakni keyakinan kepada adanya keadilan Allah SWT.

e) Al-Ma’ad, yakni keyakinan kepada adanya kehidupan akhirat.

C. Pemikiran Teologi Kontemporer dan Perdebatan Tentang Hal-Hal

Teologis

Masa modern/kontemporer tidak hanya ditandai dengan kemajuan pemikiran di bidang

ilmu pengetahuan dan teknologi yang membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan

manusia, tetapi juga pemikiran modern / kontemporer mempengaruhi pemikiran keagamaan

dalam berbagai aspeknya, termasuk dalam pemikiran teologi dalam Islam. Berikut beberapa

pemikiran teologi kontemporer serta pemikirannya :

1. Muhammad Abduh22

Muhammad Abduh dilahirkan pada tahun 1849 di desa Mahallat Nasr, Mesir. Ayahnya

Abduh bin Hasan Khairullah berasal dari Turki, sedangkan ibunya, Junainah, keturunan Arab

yang silsilahnya sampai kepada Umar bin Khattab. Corak pemikiran teologi Islam yang

dikemukakan Muhammad Abduh cenderung rasional. Masalah-masalah klasik dalam teologi

Islam seperti tentang sifat-sifat Allah, antropomorpisme, keadilan Allah, kehendak dan

kekuasaan Allah, dan lain-lain tidak banyak di-singgung dalam pemikirannya. Pemikiran

Muhammad Abduh tentang Islam antara lain :

a) Agama (wahyu Al-Quran) tidak bertentangan dengan akal, dalam banyak hal ayat-ayat

Al-Quran memerintahkan manusia untuk menggunakan akal pikirannya tentang rahasia-

rahasia Allah SWT dan alam semesta ciptaan-Nya.

21 Ibid., 256-257.22 Ibid., 263-264.

Page 12: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

b) Al-Quran melarang manusia berbuat taqlid (ikut-ikutan) pada pendapat ulama-ulama

terdahulu tanpa melakukan ijtihad, karena hal ini akan membawa kebekuan berpikir dan

kesesatan.

c) Ijtihad bagi umat Islam selalu terbuka untuk menemukan ilmu-ilmu pengetahuan baru

dan teknologi, karena dengan iptek itu manusia akan maju dan berperadaban.

2. Sayyid Ahmad Khan23

Sayyid Ahmad Khan lahir di New Delhi India pada tahun 1817 dan menurut keterangan

berasal dari keturunan Husain, cucu Nabi Muhammad SAW melalui Fatimah dan Ali. Di

masa mudanya ia belajar ilmu agama dari neneknya, Sayyid Hadi, seorang pembesar istana di

zaman Alamghir II. Ia belajar bahasa Persia, bahasa Arab, dan suka membaca buku ilmu

pengetahuan yang lainnya. Sejalan dengan keyakinannya, corak pemikiran yang rasional dan

hukum alam, Ahmad Khan hanya mau mengambil Al-Quran sebagi pedoman dalam Islam. Ia

tidak mau memikirkan otoritas hadis dan fiqh, karena itu hanya sebagai pembantu penjelasan

Al-Quran saja. Pemikiran Ahmad Khan tentang teologi Islam antara lain :

a) Agama (wahyu Al-Quran) tidak bertentangan dengan akal. Walaupun kekuatan dan

kemampuan akal itu terbatas dan tidak segala-galanya.

b) Ia yakin bahwa agama Islam itu paling sesuai dengan hukum alam, karena hukum alam

adalah ciptaan Allah SWT.

c) Ia menentang keras paham taqlid (ikut-ikutan). Dengan kekuatan dan kemampuan

akalnya, manusia bebas berijtihad untuk menentukan kehendak dan melakukan

perbuatan-perbuatannya.

3. Muhammad Iqbal24

Muhammad Iqbal dilahirkan di Sialkot India. Ia berasal dari keluarga golongan

menengah di Punjab. Masa anak-anak sampai remaja dihabiskan di Sialkot. Ia belajar agama,

bahasa Arab, dan bahasa Persia di sebuah maktab di bawah asuhan Mir Hasan. Paham

dinamisme Islam yang dikemukakan Muhammad Abduh melahirkan ide-ide pemikiran

modernisasi Islam di India, yang berpandangan bahwa umat Islam India harus mempunyai

negara tersendiri yang terbebas dari penajajhan Inggris, dan terlepas dari genggaman

23 Ibid., 265-266.24 Ibid., 266-268.

Page 13: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

kekuasaan Hindu di India. Pemikiran-pemikiran Muhammad Iqbal dalam paham teologi

Islam antara lain :

a) Teologi Islam sebagai ilmu yang berdimensi keimanan berdasar pada esensi tauhid yang

universal.

b) Dalam membuktikan eksistensi (wujud) Tuhan ia menolak argumentasi kosmologis,

antropologis, dan teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi (wujud) Tuhan.

c) Menurutnya, manusia hidup untuk mengetahui jati dirinya serta menguatkan dan

mengembangkan bakat-bakatnya.

d) Al-Quran menampilkan ajaran tentang kebebasan ego kemanusiaan yang bersifat aktif

dan dinamis. Manusia diberikan kebebasan memilih, entah kecenderungan

membangkang / mengikuti ajarannya.

e) Menurutnya, surga dan neraka adalah keadaan bukan tempat. Surga adalah kegembiraan

karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai bisikan dan dorongan menu

kehancuran, sedangkan neraka adalah api Allah SWT yang menyala-nyala dan

membubung tinggi di hati manusia yang membangkang.

4. Hasan Hanafi25

Hasan Hanafi dilahirkan dari keluarga musisi pada tanggal 13 Februari 1935 M di Kairo

Mesir. Pada tahun 1949 M ia tamat pendidikan dasar di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha

Kairo, lalu pada tahun 1952 M ia masuk Universitas Kairo, dan tahun 1956 M ia mendapat

gelar Sarjana Muda. Strata satu sampai mendapat gelar doctor ia selesaikan di Sorbone

University Perancis. Kritik Hasan Hanafi terhadap teologi Islam klasik (tradisional) ialah

teologi klasik itu lahir dalam konteks sejarah yakni ketika inti ajaran Islam yaitu sistem iman

terhadap transendensi Tuhan diserang oleh pemikiran budaya lama, maka diperlukan

perubahan pemikiran teologi tersebut sesuai dengan perubahan konteks yang terjadi ketika

itu. Ia memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni yang hadir dalam kehampaan

sejarah, melainkan refleksi konflik-konflik sosial politik. Agar teologi itu berfungsi dan

bermanfaat bagi manusia masa kini, maka perlu melakukan rekonstruksi dan revisi. Adapun

langkah-langkahnya sebagai berikut :

a) Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas di tengah-tengah pertarungan global

antara berbagai ideologi.

25 Ibid., 268-269.

Page 14: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

b) Pentingnya teologi baru ini bukan semata-mata pada sisi teoritisnya melainkan juga

terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi sebagai

gerakan dalam sejarah.

c) Kepentingan teologi yang bersifat praktis yaitu secara nyata diwujudkan dalam realita

melalui realisasi tauhid dalam Islam.

5. Harun Nasution26

Harun Nasution dilahirkan pada tanggal 23 September 1919 di Pemantang Siantar,

ayahnya bernama Abdul Jabbar Ahmad, seorang ulama Mandailing, Tanah Bato, Tapanuli

selatan. Harun Nasution termasuk figur yang unik, unik karena meskipun dalam melontarkan

pikiran gagasan, dan ide-ide pembaharuannya ia tampak lebih liberal dan rasional, akan tetapi

dalam kehidupan pribadinya sehari-hari ia sangat sufistik dalam arti di dalam kehidupan

sehari-harinya ia selalu mengenal dan mendekatkan diri kepada Allah. Pemikiran-pemikiran

Harun Nasution dalam paham teologi Islam antara lain :

a) Agama rasional sebagai landasan bagi pandangan dunia dan moral. Maksudnya adalah

bahwa pilihan moral tidak selamanya mengasaskan kepada wahyu, akan tetapi juga

kepada akal agamis yang berdaya, yang mampu membedakan yang baik dan yang buruk.

b) Budaya rasional sebagai landasan bagi pengembangan pendidikan dan ilmu. yang

dimaksudkan adalah di dalam pengembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan harus

dilandaskan pada kerja budaya yang ditopang oleh nalar sehat.

c) Teknologi rasional sebagai landasan bagi pembaharuan umat, yaitu dimaksudkan untuk

mengajak umat Islam agar selalu kritis ketika hendak memulai membangun satu langkah

reformatif sekaligus menggagas upaya pembangunan bangsa.

d) Masyarakat rasional sebagai landasan bagi aspirasi sosial-politik dan hubungan, yaitu di

dalam kehidupan berbangsa hendaklah bersama-sama memfungsikan nalar untuk duduk

bersama saling menghargai, baik antar sesama agama maupun beda agama.

D. Perbedaan Teologis dan Pentingnya Toleransi

Faktor yang menyebabkan munculnya aliran dalam teologi Islam adalah adanya

perbedaan dalam menempatkan kedua sumber tersebut sebagai dasar pengetahuan. Pada satu

sisi, penekanan pada kekuatan akal yang berlebihan menjadikan hilangnya fungsi dalil naqli

26 Drs. H. Achmad Gholib, MA, op. cit., 156-170.

Page 15: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

sebagai rujukan pertama, dan menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan yang utama.

Pandangan ini menimbulkan adanya aliran yang bersifat liberal atau rasional. Pada sisi lain,

penempatan dalil naqli sebagai sumber utama pengetahuan telah mengikis fungsi akal. Dalam

hal ini, akal diyakini memiliki keterbatasan, sedangkan dalil naqli dapat memberikan

informasi dimana akal tidak sanggup mencapainya. Pandangan ini menimbulkan aliran yang

bersifat tradisional, karena memberikan peran yang kecil terhadap akal.

Dalam perbedaan teologi Islam ini, sangatlah dibutuhkan toleransi dalam bentuk saling

menghormati satu sama lain. Saling menghargai dan menghormati dalam iman dan keyakinan

adalah konsep Islam yang amat komprehensif. Konsekuensi dari prinsip ini adalah lahirnya

spirit taqwa dalam beragama. Karena taqwa kepada Allah melahirkan rasa persaudaraan

universal di antara umat manusia. Seharusnya seorang muslim tidak perlu merasa menjadi

hakim penentu untuk kemudian menilai atau menghakimi orang yang berbeda keyakinan

dengan dirinya. Dengan kata lain harus ada kerendahan hati bagi setiap muslim untuk

menyerahkan kebenarannya hanya kepada Allah karena hakekat kebenaran hanyalah milik

Allah. Selain itu, setiap muslim tidaklah saling bertikai/mempertentangkan siapa yang paling

benar. Mereka harus bertoleransi dan menghormati terhadap perbedaan, karena perbedaan itu

adalah rahmat.

E. Kembali Kepada Aqidah yang Sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah

Allah SWT berfirman :

59. Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di

antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah

ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada

Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.

(QS. An-Nisaa’ : 59)

Page 16: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

Dari ayat Al-Quran diatas menjelaskan bahwasanya setiap muslim jika mendapatkan

perbedaan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah permasalahan tersebut kepada Al-

Quran dan sunnah. Maksud Al-Quran disini ialah firman Allah yang diturunkan kepada

Rasulullah SAW melalui malaikat Jibril dengan menggunakan lafadz bahasa Arab, menjadi

undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk

melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah sedangkan sunnah ialah segala bentuk

ucapan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum

Islam.

Selain itu di dalam konteks perbedaan aliran teologi Islam, setiap muslim seharusnya

kembali kepada keyakinan paham mengesakan Tuhan (tauhid) yang dalam ilmu kalam

disebut paham monoteisme, adalah Aqidah Islam yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan

Sunah. Tauhid berfungsi sebagai dasar dalam kehidupan seorang muslim baik dalam

kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat.27 Tauhid juga berfungsi

mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah SWT, seperti

berbuat zalim sesama manusia, keji dan munkar, hasut, dengki, dan sebagainya. Maka dari

itu, walaupun banyaknya perbedaan aliran teologi Islam seharusnya setiap muslim jika

dihadapi suatu permasalahan entah dari segi kehidupan, agama, kemasyarakatan seharusnya

kembali merujuk kepada Al-Quran dan Sunnah.

Daftar Pustaka

Gholib, Achmad, Teologi dalam Perspektif Islam, UIN Press, Jakarta, 2005.

Nasution, Harun, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press,

Jakarta, 2002.

27 Bunyamin (dkk), op. cit., 270-272.

Page 17: Sejarah Perkembangan Aliran Dan Pemikiran Teologi Dalam Islam

Nasution, Harun, Sejarah Pemikiran dalam Islam, PT PUSTAKA ANTARA, Jakarta,

1996.

Bunyamin (dkk), Aqidah untuk Perguruan Tinggi, UHAMKA Press, Jakarta, 2012.

Dahlan, Drs. Abdul Aziz, Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam, PT. Beunebi,

Cipta, Jakarta, 1987.