pemikiran ketuhanan driyarkara - digilib.uin-suka.ac.iddigilib.uin-suka.ac.id/3332/1/bab i,v, daftar...
TRANSCRIPT
PEMIKIRAN KETUHANAN NICOLAUS DRIYARKARA, SJ.
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Filsafat Islam (S. Fil. I)
Oleh:
M. Rohman Ziadi 02510977
JURUSAN AQIDAH DAN FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
2009
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga FM-UINSK-BM-05-07/R0
Dr. H. Zuhri, S.Ag M.Ag Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga NOTA DINAS Hal : Skripsi
Saudara M. Rohman Ziadi Lamp : 4 eksemplar
Kepada: Yth. Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Di Yogyakarta
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, meneliti dan mengoreksi serta menyarankan perbaikan seperlunya, maka kami selaku pembimbing berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama : M. Rohman Ziadi NIM : 02510977 Judul : Pemikiran Ketuhanan Nicolaus Driyarkara, SJ.
sudah dapat diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana strata satu dalam jurusan Aqidah dan Filsafat pada Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Dengan ini kami mengharap agar skripsi tersebut di atas dapat segera dimunaqosahkan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Yogyakarta, 15 Juni 2009
Pembimbing
Dr. H. Zuhri, S.Ag, M.Ag. NIP.197007112001121001
Persembahan
Ku persembahkan skripsi ini sebagai wujud pengabdianku pada-Mu
Allah, juga baktiku kepada orang tuaku, ibu yang selama ini telah
banyak melimpahkan curahan kasih sayang, dan untaian doa yang selalu
mengiringi setiap langkahku dalam mencari makna kehidupan ini.
Almarhum bapak ku tersayang, kamu telah menunjukkan pada kami
anak-anakmu bagaimana menjadi pemimpin keluarga yang baik, bapak
ku, kamu terlalu dini membiarkan kami (ibu & anak-anakmu)
melanjutkan jalan setapak tanpa bapak namun bapak harusnya tahu kalau
ibu berhasil menuntun kami setapak demi setapak walaupun dalam
pesakitan. Almarhum-almarhumah kakek-nenek, dan teman-temanku
(semoga kalian berada pada tempat yang layak disisinya). Guru-guru ku
yang telah mencurahkan segala ilmu yang dimilikinya, semenjak SD
sampai perguruan tinggi yang telah terukir di hati dan akan menjadi
perhiasan sepanjang perjalanan hidupku. Kakak-kakak dan adikku
tersayang dan sahabat-sahabatku di masa lalu, sekarang maupun di masa
datang, terimakasih atas semua dukungan yang telah kalian berikan
dalam daku mengarungi jalan hidup penuh liku ini dan terakhir,
kupersembahkan skripsi ini untuk dia yang pernah temani jasadku, yang
telah mengajarkan arti sebuah pengabdian dan keikhlasan. Ku lepas
kepergianmu dengan tulus, setulus doa yang pernah kau panjatkan
untukku, andai ku tahu kau tak inginkan aku, semoga baktimu pada
orang tua, dia, mereka menjadi wahana untuk menggapai ridho Illahi.
iv
Motto :
تفكروا فى خلق اهللا وال تفكروا فى ذات اهللا
“Berfikirlah tentang ciptaan Tuhan dan janganlah berfikir tentang
Tuhan”
Allah adalah cahaya langit dan bumi.
Perumpamaan cahaya-nya adalah ibarat miskat.
Dalam miskat itu ada pelita.
Pelita itu dalam kaca.
Kaca itu laksana kaca berkilau.
Dinyalakan dengan minyak pohon yang diberkati.
Pohon zaitun yang bukan ditimur atau dibarat.
Yang minyaknya hamper-hampir menyala dengan sendirinya,
Walaupun tiada api menyentuhnya.
Cahaya di atas cahaya !
Allah menuntun kepada cahaya-nya, dan
Allah membuat perumpamaan bagi manusia.
Sesungguhnya Allah maha mengetahui segalanya.
(Qs. An-nur: 35)
v
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan skripsi ini
berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Departemen Agama dan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia tertanggal 10 September 1987
Nomor: 155/1987 dan 0543 b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Keterangan
Alif Tidak dilambangkan Tidak dilambangkan ا
Ba B Be ب
Ta T Te ت
S| Es (dengan titik di atas) S|a ث
Jim J Je ج
H{a H{ Ha (dengan titik di bawah) ح
Kha Kh Ka dan Ha خ
Dal D De د
Z|al Z| Ze (dengan titik di atas) ذ
Ra R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy Es dan Ye ش
S{ad S{ Es (dengan titik di bawah) ص
D{ad D{ De (dengan titik di bawah) ض
T{a T{ Te (dengan titik di bawah) ط
vi
Z{a Z{ Zet (dengan titik di bawah) ظ
Ain ‘ Koma terbalik di atas‘ ع
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Waw W We و
Ha H Ha ه
Hamzah ’ Apostrof (tetapi tidak dilambangkan apabila terletak di awal kata)
ء
Ya Y Ye ي
B. Konsonan Rangkap karena Syaddah ditulis rangkap
ditulis Muta‘addidah متعددة
ditulis ‘Iddah عدة
C. Ta Marbu>t}ah di akhir kata
1. Apabila dimatikan, maka ditulis h
ditulis H{ikmah حكمة
ditulis Jizyah جزية
vii
(Ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke
dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila
dikehendaki lafal aslinya).
2. Apabila diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah,
maka ditulis dengan h
’<ditulis Kara>mah al-Auliya آرامة األولياء
3. Apabila ta marbu>t}ah hidup atau dengan harakat, fathah, kasrah dan
dammah ditulis t
}ditulis Zaka>t al-Fitr زآاة الفطر
D. Vokal Pendek
-------- Fath}ah} ditulis a
-------- Kasrah ditulis i
-------- Dammah ditulis u
E. Vokal Panjang
1. Fath}ah} + alif ditulis a>
ditulis Ja>hiliyah جاهلية
2. Fath}ah{ + ya mati ditulis a>
<ditulis Tansa تنـسى
3. Kasrah + ya mati ditulis i>
ditulis Kari>m آـر يم
4. D}ammah + wawu mati ditulis u>
{ditulis Furu>d فروض
viii
F. Vokal Rangkap
1. Fath}ah} + ya mati ditulis ai
ditulis Bainakum بينكم
2. Fath}ah} + wawu mati ditulis au
ditulis Qaul قول
G. Vokal Pendek yang Berurutan dalam Satu Kata Dipisahkan dengan Apostrof
ditulis A’antum أأنتم
ditulis U‘iddat أعدت
ditulis La’in syakartum لئن شكـرتم
H. Kata Sandang Alif +Lam
1. Apabila diikuti huruf Qamariyyah
ditulis al-Qur’a>n القرآن
ditulis al-Qiya>s القياس
2. Apabila diikuti huruf Syamsiyyah,maka ditulis dengan menggunakan huruf
Syamsiyyah yang mengikutinya, serta menghilangkan huruf l (el) nya
’<ditulis as-Sama السماء
ditulis asy-Syams الشمس
I. Penulisan Kata-kata dalam Rangkaian Kalimat
ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
{ditulis Zawi al-Furu>d ذوى الفروض
ditulis Ahl as-Sunnah أهل السنة
ix
Kata Pengantar
Segala puji dan syukur buat Allah. Karena rahmat dan hidayah-Nyalah,
penulis dapat menuntaskan studi. Salawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa risalah terang dan kesejatian
bagi seluruh insan.
Tujuh tahun sudah penulis menempuh studi di jurusan Aqidan dan
Filasafat. Namun, lama dan sebentarnya waktu, bukan menjadi soal serius bagi
sebuah upaya pencarian ilmu. Ilmu menuntut kesadaran moral dan kesejatian hidup.
Selesainya penulisan karya sederhana dan mudah-mudahan bermakna ini penulis
haturkan terimakasih dan penghargaan sedalam-dalamnya kepada:
1. Ibu Dr. Sekar Ayu Aryani, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, beserta jajaran pejabat dan stafnya.
2. Bapak Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat Bapak Fachruddin Faiz, M.Ag. dan
Bapak DR. H. Zuhri S.Ag. M.Ag. selaku Sekretaris Jurusan, penasehat akademik
sekaligus pembimbing yang telah sangat banyak mencurahkan waktunya untuk
membantu penyelesaian skripsi ini, saran serta masukan yang diberikan tak bisa
penulis ganti dengan apapun. Terimakasih atas kesabarannya membimbing
sehingga skripsi ini rampung.
3. Bapakku (alm.), Bundaku, K’ Omy, K’ Hayyi dan Atsmar Fuady yang selalu
menjadi cermin dan motivasi hingga selesainya penulisan skripsi ini.
4. K’ Omi, sungguh yang engkau berikan, pesan moral, bantuan material rasanya
tak mampu ku balas. Kakak Hayyi ku, yang hingga detik ini terus dan belum
x
menghentikan langkahnya mencarai celah-celah yang mungkin dilalui, diammu
menjadi cambuk untukku dalam melawan rasa malas dan bosan dalam menjalani
sisa-sisa hidupku.
5. Saudara-saudara ku terkasih, K’hilman, Rizal SH, Muzawwir Holik, Iwan
Muliawan, Kharisma, Wawan, serta saudara-saudara ku yang tak bisa penulis
sebutkan namanya satu-persatu. Kalian selalu berada dihati penulis, tak tahu
mesti bilang apa untuk membalas kebaikan kalian.
6. Kawan-kawanku K’ Young selaku sesepuh, Danni (bangun bro, cukup tidurnya,
ternyata dunia berputar dan waktu terus merambat), Ahyaruddin (Ayeng), Taufik
(Muhammad), Farid, Azmul, dan kawan-kawan ku dimasa dulu, thanks buat
semua yang pernah kalian berikan, banyak sekali andil kalian semasa penulis
berada dijogja. Sahabat-sahabat ku dimasa kini, Subhan, Zikri, Marcus Gerrard,
Reey, Terasne, Zar, Lan, Holidi, Ucup, Donni, Agung, Rini, Sekar, Evi, (teman
ku dimasa lalu yang muncul lagi dimasa kini), dan semua yang sempat menjadi
temanku yang tak mampu lagi kusebut namanya, terimakasih berat untuk semua
yang kalian berikan pada penulis, banyak sekali pelajaran yang penulis dapat dari
kalian.
Penulis sadar bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan, oleh
karenanya, penyampaian saran, kritik dan masukan akan sangat berharga dan
penyusun senantiasa mengharapkannya.
Yogyakarta, Juli 2009 Penyusun,
(M. Rohman Ziadi)
xi
ABSTRAK
Membicarakan tentang Tuhan, cenderung dipahami secara terpisah antara satu dimensi dengan dimensi yang lain. Telaah dimensi teologis cenderung mengabaikan perspektif-perspektif yang berkembang di masyarakat dan pola-pola nalar yang berkembang di filsafat. Hal sama juga terjadi pada dimensi atau pada hal yang sebaliknya. Kecenderungan seperti itu jika dirunut pada akar sejarahnya telah terjadi semenjak munculnya agama-agama di dunia. Ketidakakuran kelompok teologis, para filosof dan para fuqaha/ulama fiqih dalam memahami konsep ketuhanan menunjukkan bahwa masing-masing konsep dipahami secara dikotomistik (terpisah). Hal yang sama juga terjadi dikalangan Kristiani meskipun dalam pola dan tensi yang berbeda-beda.
Kondisi diatas menjadi keprihatinan banyak pihak, salah satu diantara mereka adalah Driyarkara. Sebagai seorang alumni Serikat Jesuit (yang menghasilkan para pastor) tentu mendapat banyak pemahaman serta doktrin-doktrin tentang ketuhanan dalam perspektif teologi. Namun, perjalanan Driyarkara tidak sampai disitu saja. Dia juga mengkaji konsep ketuhanan di dalam Kristen secara filosofis melalui forum-forum ilmiah. Pada tahap selanjutnya sebagai seorang imam, Driyarkara juga harus melayani umat dimana didalamnya termasuk juga menafsirkan konsep-konsep ketuhanan untuk kepentingan praksis masyarakat. Ketiga dimensi diatas dipahami oleh Driyarkara secara integratif dan interkonektif. Itulah sisi penting yang mendorong peneliti untuk menelaah pemikiran tentang konsep ketuhanan Driyarkara secara mendalam. Penelitian ini adalah penelitian pemikiran tokoh. Sebagai penelitian dengan pola kualitatif, maka metode filsafat merupakan pendekatan yang tepat. Inti pendekatan filsafat adalah upaya-upaya komprehensif (menyeluruh) dengan refleksi secara mendalam atas gagasan-gagasan tentang ketuhanan menurut Driyarkara, sebagaimana tertuang dalam tulisannya yang tersusun dalam Karya Lengkap Driyarkara. Secara khusus peneliti juga menggunakan perspektif-perspektif tentang ketuhanan yang telah didiskusikan oleh para filosof pada umumnya. Penelitian ini menemukan satu pola pemikiran ketuhanan usungan Driyarkara yang selama ini masih dipahami secara dikotomik berubah menjadi sebuah pemikiran tentang ketuhanan yang integratif dan interkonektif sebagaimana digagas oleh Driyarkara dalam tulisan-tulisannya. Hal itu sebagaimana yang telah penulis temukan dalam eksplorasi awal yang telah dilakukan.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ................................................... ii
NOTA DINAS ................................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... v
HALAMAN MOTTO ..................................................................................... vi
HALAMAN TRANSLITERASI .................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... xi
ABSTRAK ...................................................................................................... xiii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan ............................................... 9
D. Telaah Pustaka ........................................................................... 9
E. Metode Penelitian ...................................................................... 11
F. Sistematika Pembahasan ............................................................ 14
BAB II BIOGRAFI NICOLAUS DRIYARKARA, SJ.
A. Biografi Nicolaus Driyarkara ................................................... 17
1. Driyarkara: Sosok Ilmuwan yang Sederhana ...................... 17
2. Karya dan Pemikiran Driyarkara ......................................... 19
BAB III PEMIKIRAN KETUHANAN BAGI DRIYARKARA
A. Perspektif Teologis .................................................................... 24
B. Perspektif Sosial Kemasyarakatan ............................................. 32
C. Perspektif Kefilsafatan ............................................................... 42
xiii
BAB IV MEMAHAMI LEBIH DALAM PEMIKIRAN DRIYARKARA
TENTANG KETUHANAN
A. Analisis Pemikiran ..................................................................... 52
B. Implikasi Pemikiran ................................................................... 58
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 65
B. Saran ........................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
CURRICULUM VITAE
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Konsep ketuhanan sebagai objek kajian disiplin filsafat sering dianggap
sebagai suatu kajian yang sulit dan rumit. Bahkan teks-teks tentang konsep
ketuhanan masih langka, apalagi yang berbahasa Indonesia. Oleh karena itu
mengkaji bidang tersebut ke dalam belantara metafisika harus benar-benar
menyiapkan modal keilmuan yang tidak sedikit. Tradisi berfilsafat tentang kajian
Tuhan dan ketuhanan sendiri sebenarnya dapat ditelusuri mulai dari masa Yunani
kuno seperti Thales1, Plato dan Aristoteles2 yang masih menggunakan baju kajian
metafisika.
Melalui perantara tradisi neoplatonisme yang di antara salah satu
tokohnya adalah Plotinus, kajian tentang konsep ketuhanan sampai ke era
kejayaan filsafat Islam. Di kalangan filosof Islam juga terdapat para filosof yang
menelaah tentang konsep ketuhanan melalui kajian metafisika sebagai pintu
masuknya. Di antara tokoh filsafat tersebut adalah Al-Kindî (w.252/866) yang
sering disebut sebagai filosof pertama dalam Islam yang juga menyibukkan diri
dalam tradisi metafisika. Salah satu tema kajiannya adalah masalah ketuhanan.
1 Thales adalah filosof pertama yang menyibukkan diri dengan realitas sebagaimana
adanya. Ia mengklaim bahwa sumber segala sesuatu adalah air, tanah mengapung di atas air dan segala sesuatu di atasnya dibuat dari air. Pendapatnya ini merupakan langkah yang menentukan dalam sejarah filsafat Barat yaitu membongkar pola pikir mistis dengan mendeskripsikan realitas sebagaimana adanya. Dikotomi realitas yang dianut Thales ini kemudian menjadi asumsi dasar sebuah gagasan tentang ketuhanan. Lihat Donny Gahral Adian, Matinya Metafisika Barat (Jakarta : Komunitas Bambu, 2001), hlm. 2.
2 Sementara Plato dan Aristoteles sebenarnya belum secara tegas menamakan disiplin yang mereka kembangkan sebagai konsep ketuhanan tapi lebih pada metafisika. Gagasan terpenting dalam metafisika Plato adalah gagasan tentang teori dua dunia. Ibid., hlm. 11. Lihat juga Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, cet. ke-23 (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 41-42.
1
2
Kemudian pasca al-Kindî, bermunculan filosof-filosof lain, seperti al-Fârâbî
(w.339/950), Ibnu Sina (w.428/1037), Ibnu Rusyd (w.598/ 1198), Mulla Shadra
(w.1050/1641), termasuk juga ar-Râzî. Kemudian di era modern muncul nama
seperti ‘Allamah Thabathaba’i (w.1981), seorang filosof Islam tradisional yang
berpengaruh di Iran. Dalam kajian metafisika tersebut, biasanya para filosof
Muslim menyibukkan diri pada upaya menetapkan adanya Tuhan, bertumpu pada
argumen rasional, hubungan dzat Tuhan dengan sifat-sifat-Nya, hubungan Tuhan
dengan manusia, hakikat Qadha‘ dan Qadar Tuhan, serta hakikat kejahatan dan
hubungannya dengan Tuhan.3
Gambaran atas bagaimana konsep-konsep ketuhanan di atas
sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan pola-pola gagasan yang berkembang di
kalangan para teolog Kristiani. Kedekatan pola gagasan tersebut disebabkan
kesamaan prinsip dasar tentang monoteisme dan baik Islam maupun Kristen
tradisi berfilsafat sesungguhnya bersumber atau terinspirasi dari tradisi filsafat
Yunani. Prinsip monoteisme adalah prinsip bahwa Tuhan sebagai pencipta dan
pengatur segala yang ada adalah Tuhan yang satu. Sementara tradisi filsafat
Yunani sampai di kalangan Kristiani semenjak kejayaan Romawi Kuno pada abad
kedua masehi di mana pada waktu itu tradisi kefilsafatan yang berkembang di
masyarakat mendapat tanggapan dan pembenaran yang dilakukan oleh para teolog
Kristen. Di samping berasal dari filsafat Yunani, gagasan tentang ketuhanan di
kalangan agama sebenarnya banyak dipengaruhi pola oleh proses dialektikanya
3 Achmad Muchaddam Fahham, Tuhan dalam Filsafat Allamah
Thabathaba’I, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 1-3, lihat juga Harun Nasution, Falsafat & Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), hlm. 22.
3
dengan konsep ketuhanan yang diusung oleh agama lain. Intinya pengkajian akan
Tuhan tak lepas dari dua masalah atau pendekatan, yaitu masalah sains, disini
mempertanyakan keberadaan Tuhan dengan mengandalkan rasio dan masalah
makna sebagai upaya pencarian atau tafsir manusia atas sifat-sifat dzat Tuhan
secara terus-menerus.4
Sejak masa Thomas Aquinas, beberapa penulis Katolik berpandangan
bahwa Tuhan, sebagai sebab Utama, bertindak melalui sebab-sebab sekunder,
yang diselidiki oleh sains. karena kedua jenis sebab ini beroperasi pada tingkat
yang sangat berbeda, analisis ilmiah dapat dilakukan secara mandiri, tanpa
merujuk pada teologi, seperti yang didukung oleh independensi. Tinjauan ilmiah
secara intrinsik bersifat lengkap, tanpa celah-celah yang dapat dicampurtangani
Tuhan. Sementara itu, para teolog dapat mengatakan bahwa Tuhan memelihara
dan mengatur seluruh kejadian di alam. Kausalitas primer mewakili aras
penjelasan (order of explanation) yang berbeda dalam menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang sangat berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
oleh saintis berkaitan dengan hubungan-hubungan diranah alami.5
Argumen tentang ketuhanan menurut Thomas Aquinas, ia telah
menunjukkan bahwa ada (1) penggerak pertama yang tak digerakkan, (2) sebab
efisien pertama dari semua yang eksis, (3) sebuah wujud tetap yang ultimat, (4)
sebuah sumber ultimat dari wujud dan semua kesempurnaan, dan (5) sebuah
intelijensi yang mengatur alam semesta. Lebih dari itu, Thomas beranggapan
4 Hikmat Darmawan, Tuhan Tak Sembunyi : Mencari Agama Untuk Zaman Baru,
(Bandung: Mizan, 2005), hlm. 148. 5 Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan, pent. E.R. Muhammad (Bandung: Mizan, 2002),
hlm. 205-206.
4
bahwa setiap argumen menunjuk pada eksistensi sebuah realitas tunggal, sebuah
wujud yang akan diakui manusia sebagai Tuhan. Perlu dicatat bahwa dalam
konteks pembuktian itu sendiri, Thomas tidak banyak menegaskan validitas ide
bahwa semua argumen tersebut menunjuk pada Tuhan yang satu. Namun,
pembicaraan terakhir Thomas menjelaskan pertimbangannya mengenai hal ini.
Dengan bergerak dari kesimpulan argumen yang ketiga, yakni bahwa ada sebuah
wujud tetap yang ultimat dan bahwa manusia akan mengakui wujud ini sebagai
Tuhan, Thomas menyatakan bahwa sifat-sifat yang dikemukakan dalam
kesimpulan dari semua argumen yang lain akan terletak dalam sebuah wujud
tunggal yang bersifat tetap dan ultimat, yang terdapat dalam bukti ketiga. Maka,
semua argumen dapat dianggap menunjuk pada Tuhan yang esa.6
William Stoeger, seorang ilmuan Jesuit, mengatakan bahwa Tuhan
bertindak melalui hukum alam sebagai instrumen untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki-Nya. ”Jika kita menempatkan hal ini dalam konteks evolusi ... kita
dapat menerima tindakan kreatif Tuhan yang berwujud melalui penyingkapan
potensialitas-potensialitas alam dan kemunculan malar dalam bentuk kebaruan,
swaatur, kehidupan, pikiran, dan jiwa. Tujuan Tuhan ditubuhkan melalui
potensialitas alam, tetapi Tuhan senantiasa menjaga sistem keseluruhan dan
mempertahankan keberadaannya. Tanpa Tuhan, seluruh sistem di alam ini akan
berhenti mengada.
Ada tiga keyakinan yang melandasi posisi Stoeger. Pertama, kita harus
menghormati integritas tata ciptaan. Tidak ada celah-celah ditatanan alam, dan
6 John K. Roth, Persoalan-persoalan Filsafat Agama, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2003), hlm. 131-132.
5
tidak diperlukan campur tangan untuk munculnya kehidupan atau kesadaran.
Ketidakpastian kuantum bukanlah celah kosong yang harus diisi oleh Tuhan.
Hukum alam merupakan pola-pola keteraturan, tetapi pola-pola itu tidak
meniscayakan determinisme yang kaku. Kedua, transendensi Tuhan dan kelainan
(otherness) radikal harus diakui. Tuhan bukanlah sebab yang dapat disetarakan
dengan sebab-sebab yang lain, melainkan merupakan wujud abadi di dunia-lain
yang masih misteri bagi manusia. Ketiga, penciptaan manusia merupakan inti
tujuan Tuhan, dan Tuhan dapat menggunakan cara-cara pewahyuan yang
istimewa kepada manusia, terutama melalui pribadi Kristus dan pengalaman kita
melalui pengampunan dan rekonsiliasi. Bagi Stoeger, adalah mungkin bahwa
Tuhan menyampaikan informasi khusus secara langsung dalam kehidupan
manusia.7
Dalam filsafat proses, Tuhan merupakan sumber keteraturan dan juga
sumber kebaruan. Tuhan menyatakan kemungkinan-kemungkinan baru kepada
dunia, tetapi juga meninggalkan alternatif-alternatif yang terbuka, menunjukkan
respon entitas-entitas di dunia. Sebagai sumber kebaruan, Tuhan hadir dalam
setiap interioritas dari setiap peristiwa ketika ia terkuak, tetapi Tuhan tidak pernah
secara eksklusif menentukan keluarannya. Ini merupakan Tuhan yang penuh
persuasi, alih-alih Tuhan Yang Pemaksa. Bagi teolog-proses Kristiani –yang
menganut teologi biblikal dan sekaligus filsafat proses –Tuhan bukanlah penguasa
7 Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan, penj. E.R. Muhammad (Bandung: Mizan, 2002),
hlm. 205-206.
6
yang maha kuasa, tetapi Pemimpin dan Pengilham komunitas wujud yang saling
bergantung.8
Pandangan-pandangan atas konsep Tuhan di atas tentu saja mengilhami
generasi-generasi berikutnya, seperti Driyarkara. Secara tradisional Driyarkara
mendapatkan pengetahuan tentang Tuhan dari bangku pendidikan para calon
imam. Melalui studi-studi teologi Driyarkara lebih lanjut mengkaji ketuhanan
dalam ranah filsafat dengan mengkaji pemikiran Melebranche.
Driyarkara mengagumi pemikiran Melebranche sangat mendalam, yang
digerakkan oleh kepeduliannya yang serius pada kebenaran sejati sampai
kepengakuan akan tendensi filsafat yang mengarah pada Allah, sang sumber
inteligibilitas sendiri. Argumentasinya mengenai epistemologi atau kritika sebagai
pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan (mengenai eksistensi Allah)
mengalami kendala karena dalam filsafat ia menggunakan konsep ”partisipasi”,
sementara dalam telaah formalnya ia tidak pernah menjelaskan konsep ini secara
sistematik. ”partisipasi” dalam uraian Melebranche, merupakan cara manusia
berpengetahuan (cognitio) yang kebenarannya terjamin karena boleh dikata
”mendompleng” pengetahuan Ilahi sendiri. Hal ini dimungkinkan karena sebagai
ciptaan, manusia mempunyai kesatuan dengan Allah, memang sejauh Allah
mengizinkan pengetahuan itu melalui pewahyuan. Akan tetapi karena
Malebranche sebagai penganut rasionalisme atau idealisme menyangkal dengan
keras adanya hubungan langsung antara jiwa dan materi, maka juga pengetahuan
dengan objeknya, pemahaman seperti itu akan mempunyai implikasi yang sulit
8 Ian G. Barbour, Juru Bicara Tuhan., hlm. 227.
7
diterima menyangkut eksistensi Allah. Padahal bukankah tujuan pengetahuan
yang terakhir adalah pengakuan adanya Allah? Dengan kata lain, epistemologi
Melebranche berlawanan dengan ontologinya. Itulah kerisauan Driyarkara.
Malebranche dalam wacana filsafat dewasa ini, terutama juga di
Indonesia, merupakan tokoh yang tidak banyak dikenal selain sebagai bagian dari
sejarah filsafat masa lampau, terutama rasionalisme. Oleh karena itu, pemilihan
topik ini sebagai bahan disertasi hanya bisa dibayangkan berkenaan dengan
relevansinya pada waktu itu, terutama juga dalam lingkup pemikiran Kristiani,
dimana Driyarkara praktis memperoleh seluruh pendidikannya. Dibandingkan
dengan empirisme dan kemudian juga positivime, yang menjadi dasar
perkembangan teologi dan ilmu pengetahuan modern, rasionalisme dan kemudian
juga idealisme rupanya lebih banyak dianut oleh kalangan pemikir gerejani pada
waktu itu karena lebih mudah dikaitkan dengan pemikiran teologis daripada
empirisme. Akan tetapi, rasionalisme sejak Descartes dan selanjutnya mempunyai
kelemahan besar karena mengabaikan materi dan pengalaman-pengalaman
konkret sampai pada pemisahan tegas antara rasio atau roh dari materi yang
berakibat munculnya pemikiran dualisme. Inilah upaya kritis yang dilakukan
Driyarkara dalam disertasinya untuk membersihkan rasionalisme dari dualisme
yang dianut Malebranche.
Kritik terhadap pemikiran dualisme ini berlanjut dan seringkali muncul
seperti kita lihat dalam karangan-karangan Driyarkara di kemudian hari, terutama
juga dalam filsafat manusianya. Kiranya penelitiannya yang kritis tentang
pemikiran Malebranche dan latar belakang rasionalismenya ini memberi bekal
8
yang cukup banyak untuk telaah kritis lainnya yang dilakukan Driyarkara
dikemudian hari. Hanya dalam arti inilah agaknya gagasan-gagasan di atas bisa
dianggap berguna baginya dan untuk tulisan-tulisan selanjutnya.9
Setelah kembali ke Indonesia Driyarkara memulai menafsirkan konsep-
konsep teologisnya, hal itu diapresiasikan Driyarkara melalui berbagai cara,
seperti esai-esai yang ia tulis dalam majalah Basis, intinya gagasan-gagasan
tersebut, penulis yakin memiliki karakteristik yang berbeda dengan pola gagasan-
gagasan sebelumnya. Dengan meninjau bahasa Huijbers, Driyarkara berusaha
memahami Tuhan sebagai upaya untuk selalu mengerti manusia dalam hidup.10
Dengan demikian telaah tentang ketuhanan dalam konteks kemanusiaan penting
karena fakta menunjukkan bahwa dimensi religius dan gagasan-gagasan tentang
Tuhan tidak bisa dilepaskan dari persoalan dunia atau kehidupan sehari-hari.11 Di
Indonesia, yang menjadi masalah bukan ketuhanan, melainkan bagaimana
ketuhanan dapat dihayati dengan cara yang tidak bertentangan dengan
kemanusiaan yang adil dan beradab.12
Berdasarkan uraian tersebut maka target dari kajian skripsi ini cukup
sederhana, yaitu berusaha melakukan penelusuran terhadap konsep ketuhan yang
dikembangkan oleh Driyarkara secara integratif melalui beberapa karyanya yang
9 A. Sudiarja SJ. (dkk.), Karya Lengkap Driyarkara, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm.
1387-1388. 10 Theo Huijbers, Mencari Allah : Pengantar Ke dalam Filsafat Ketuhanan, (Yogyakarta:
Kanisius, 1992), hlm. 332. 11 Louis Leahy, Masalah Ketuhanan Dewasa Ini, Terj. P.W. Suleman & Purnomo; ed. Ke-
2. : L’ Homme et I’ Absolu, 1978 : Manusia di Hadapan Allah, (Yogyakarta: Kanisius, 1982), hlm. 140.
12 Fran Manis Suseno, Menalar Tuhan, (Yogyakarta, Kanisius, 2006), hlm. 13.
9
telah ia tulis baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Jawa, dalam buku
maupun dalam jurnal atau makalah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut, apa dan bagaimana
sesungguhnya gagasan tentang pemikiran ketuhanan menurut Driyarkara dan apa
implikasinya dalam konteks kekinian?
C. Tujuan Penelitian dan Kegunaan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pemikiran Driyarkara
tentang konsep ketuhanan. Setelah mendapatkan titik terang dari permasalahan
tersebut, kemudian penulis akan memaknainya sehingga ditemukan manfaat bagi
wacana kekinian. Manfaat dan kegunaan penelitian ini adalah:
1) Sebagai upaya melihat kemungkinan reaktualisasi terhadap pemikiran
Driyarkara tentang konsep ketuhanan.
2) Sebagai kontribusi wacana bagi penelitian sejenis khususnya, dan umumnya
bagi perkembangan pemikiran Islam. Secara akademisi penelitian ini
diharapkan bisa digunakan untuk melengkapi persyaratan kelulusan jenjang
strata satu pada jurusan Aqidah dan Filsafat Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
D. Telaah Pustaka
Penulis belum menemukan sebuah kajian yang representatif terhadap
kajian pemikiran Driyarkara. Ada beberapa karya kecil yang penulis temukan
tentang Driyarkara, terutama dalam pemikiran filsafatnya. Di antaranya adalah
10
tulisan Alex Lanur. Menurut Lanur, pemikiran filsafat manusia Driyarkara
memfokuskan pada pemahaman tentang konsep manusia sebagai mahluk sosial
yang selalu dalam proses mengada. Dalam proses mengada itulah pendidikan
merupakan unsur penting yang berfungsi untuk melanjutkan eksistensinya sebagai
manusia.13 Bahkan menurut W.Y.Wartaya, dimensi eksistensilitas manusia
menjadi amat penting dalam pemikiran filsafat Driyarkara. Bagi Driyarkara,
filsafat berarti merenungkan pengalaman eksistensial dengan lingkungan, dunia,
dan manusia secara rasional, sistematis, koheren, dan radikal.14
Beberapa kajian atas Driyarkara yang peneliti temukan di atas, jelas
menunjukkan bahwa kajian-kajian di atas masih terfokus pada usaha memahami
pemikiran Driyarkara secara lebih kritis dan arif. Driyarkara menyumbangkan
pemikiran-pemikiran reflektifnya atas berbagai aspek kehidupan. Hal itu juga
tidak jauh dari apa yang direfleksikan oleh Mudji Sutrisno tentang Driyarkara.
Mudji mengakui bahwa karyanya merupakan sebuah karya yang menempatkan
Driyarkara secara lebih lengkap dan apa adanya. Namun, buku kecil yang berjudul
Driyarkara: Dialog-dialog Penjang Bersama Penulis tersebut masih sekedar
menafsir ulang kelebihan dan kekurangan pemikiran Driyarkara.15
Selain tulisan dalam bentuk artikel ada beberapa tulisan yang dihasilkan
dari penelitian, khususnya skripsi. Hasil penelitian Retno Handayani P,
mahasiswa jurusan filsafat Universitas Gadjah Mada, menyimpulkan bahwa
pemikiran Driyarkara tentang manusia terfokus pada persoalan upaya
13 Alex Lanur, “Filsafat Manusia Alm. Prof. Dr. N. Driyarkara, SJ” dalam Basis, vol. 37,
(1988), hlm. 322-324. 14 W.Y. Wartaya, “Filsafat Driyarkara”, dalam Mawas Diri, vol. 3, (1989), hlm. 433-446. 15 F.X. Mudji Sutrisno, Driyarkara: Dialog-dialog Penjang Bersama Penulis, (Jakarta:
Obor, 2000).
11
meningkatkan koalitas manusia baik secara badani maupun moral.16 Sementara
skripsi E. Eri Suprobo menulis pemikiran Driyarkara tentang kehidupan bernegara
sebagai penerapan dan pelaksanaan cinta kasih sesama manusia.17
Setelah peneliti melakukan survey dan telaah atas berbagai tulisan baik
dalam bentuk buku, hasil penelitian, maupun artikel atau makalah, peneliti Belum
menemukan hasil kajian tentang pemikiran ketuhanan Driyarkara. Oleh karena itu,
peneliti meyakini bahwa kajian tentang pemikiran ketuhanan Driyarkara masih
memiliki urgensi dan orisinilitasnya.
E. Metode Penelitian
Objek kajian dalam penelitian ini adalah pemikiran Driyarkara tentang
konsep Ketuhanan yang dibaca secara hermeneutika sehingga bisa diproyeksikan
dalam wacana kekinian, akan tetapi sebelumnya akan ditelusuri asal-usul
pemikiran teologinya yang mungkin masih awam di kalangan masyarakat filsafat.
Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan penerjemahan atas gagasan-gagasan
tentang konsep ketuhanan tersebut. Dua masalah tersebut akan menjadi tema
sentral dalam penelitian ini. Jenis penelitian adalah studi pustaka (library
research) maksudnya penelitian ini dilakukan melalui pelacakan terhadap karya-
karya ilmiah dalam berbagai dimensi baik berupa buku ataupun dalam bentuk lain
seperti makalah dan jurnal yang terkait dengan topik penelitian.
Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap; (1) tahap pengumpulan data,
(2) tahap pengolahan dan analisis data. Pada tahap pengumpulan data, akan
16 Retno Handayani P. ”Konsep Driyarkara Tentang Manusia”, Skripsi Fakultas filsafat
Universitas Gadjah Mada, 1987. 17 E.Eri Suprobo ”konsepsi Driyarkara tentang kehidupan negara sebagai pelaksana cinta
kasih manusia”, Skripsi Fakultas filsafat Universitas Gadjah Mada, 1994.
12
dibedakan sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah buku berjudul Karya Lengkap Driyarkara yang
memuat seluruh gagasan Driyarkara meski demikian tentu terdapat pandangan-
pandangan yang menjelaskan pemikiran Driyarkara di atas. Untuk itu diperlukan
sumber data pendukung (sekunder) yang memberikan ulasan pemikiran
Driyarkara tentang konsep ketuhanan.
Selanjutnya data-data tersebut akan masuk pada tahap pengolahan dan
analisis data. Tujuan analisis di dalam penelitian adalah menyempitkan dan
membatasi penemuan-penemuan hingga menjadi suatu data yang teratur serta
tersusun dan lebih berarti. Proses analisis merupakan usaha untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan perihal rumusan-rumusan dan pelajaran-pelajaran atau
hal-hal yang diperoleh dalam proyek penelitian, sehingga data yang telah tersedia
akan dipilah-pilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
membuat agar data tersebut mempunyai makna.
Kajian ini menggunakan pendekatan hermeneutik. Secara etimologis,
kata ‘hermeneutik’ berasal dari bahasa Yunani hermeneuein yang berarti
menafsirkan, maka kata benda hermeneia secara harfiah dapat diartikan sebagai
penafsiran atau interpretasi.18 Hermeneutika secara konsekuen terikat pada dua
18 Istilah Yunani tersebut biasanya dinisbahkan pada tokoh mitologis yang bernama
Hermes, seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Ia menerjemahkan pesan-pesan dari Dewa di Gunung Olympus ke dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh umat manusia, sehingga keberadaan Hermes sangatlah berarti sekali, seandainya saja terjadi kesalahpahaman tentang pesan dewa-dewa maka akibatnya akan fatal bagi umat manusia. Ia harus mampu mengubah pesan ke dalam bahasa yang dipergunakan oleh pendengarnya. Sehingga hermeneutik pada akhirnya diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti. Batasan umum ini setidaknya disetujui baik dari kalangan hermeneutik klasik maupun kalangan modern. Josef Blecher, Contemporary Hermeneutics : Hermeneutics as Methode, Philoshophy and Critique (London & New York : Routledge, 1980), hlm. 11.
13
tugas; pertama, memastikan isi dan makna sebuah kata, kalimat, teks, dsb. Kedua,
menemukan instruksi-instruksi yang terdapat di dalam bentuk-bentuk simbolis.
Sementara pada awal kemunculannya hermeneutika digunakan dalam tiga
kapasitas, (1) membantu diskusi bahasa teks (yaitu kosa kata dan tata bahasa),
yang pada akhirnya memunculkan filologi, (2) memfasilitasi eksegesis literatur
suci, (3) menuntun yurisdiksi.37 Hermeneutika kembali mencuat ke permukaan
sebagai suatu metode didengungkan oleh F. D. E. Schleirmacher, kemudian
dikumandangkan lebih luas lagi oleh penulis biografinya, yaitu Wilhelm Dilthey.
Pada zaman berikutnya hermeneutik telah diangkat oleh beberapa filsuf, seperti
Hans Georg Gadamer, Jürgen Habermas, Martin Heidegger, Paul Ricoeur,
Jacques Derrida dan beberapa filsuf lain.19 Tugas pokok hermeneutika ialah
bagaimana menafsirkan sebuah teks yang hidup di zaman dan tempat serta
suasana kultural yang berbeda. Proses penafsiran ini tidak dengan metode induksi
dan tidak pula deduksi, melainkan dengan metode alternatif yang disebut abduksi,
yaitu menjelaskan data berdasarkan asumsi dan analogi penalaran serta hipotesa-
hipotesa yang memiliki berbagai kemungkinan-kemungkinan kebenaran. Di sini
pra-konsepsi dan pra-disposisi seorang penafsir dalam memahami teks memiliki
peran yang besar dalam membangun makna.20
Dalam tradisi hermeneutika, sebuah teks menawarkan berbagai
kemungkinan untuk ditafsirkan berdasarkan sudut pandang serta teori yang
hendak dipilihnya. Kendati demikian tidak berarti hermeneutika mendukung
19 E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta : Kanisius, 1993),
hlm. 24. 20 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta
: Paramadina, 1996), hlm. 16.
14
paham relativisme dan nihilisme, melainkan justru hendak mencari pemahaman
yang benar atas teks yang hadir pada pembaca. Dengan kalimat lain hermeneutika
berusaha menemukan gambaran dari sebuah bangunan makna yang benar yang
terjadi dalam sejarah yang dihadirkan kepada kita oleh teks. Dalam prosesnya,
intuisi penafsir sangat diperlukan, disamping juga sikap curiga dan waspada agar
tidak tertipu oleh tanda atau struktur gramatika bahasa yang ada dipermukaan
sehingga mengaburkan makna yang lebih objektif.
Sebagaimana dalam kajian hermeneutika, gagasan konsep ketuhanan
Driyarkara akan ditempatkan sebagai teks yang akan dibaca secara kritis dan
mendalam. Dalam proses ini akan dijalani proses keterbukaan antara teks dan
penafsir, sehingga lahir pemaknaan yang produktif. Sehingga teks ketuhanan
Driyarkara yang mungkin sudah usang dapat menjadi milik zaman sekarang.
Selain menggunakan pendekatan hermeneutik, kajian ini juga akan menyertakan
pendekatan sejarah (historical approach) sebagai usaha pencarian asal-usul
pemikiran ketuhanan Driyarkara.
Peneliti menggunakan istilah pemikiran ketuhanan bukan filsafat
ketuhanan. Pemikiran ketuhanan adalah gagasan-gagasan tentang Tuhan dan hal-
hal yang terkait dengan ketuhanan. Sementara pemikiran filosofis tentang Tuhan
disebut Filsafat Ketuhanan. Seperti filsafat pada umumnya, begitu juga Filsafat
Ketuhanan merupakan sebuah ilmu. Melalui ilmu manusia memastikan, menata
dan menggabungkan pengetahuannya secara objektif dan sistematik. Filsafat
15
Ketuhanan memikirkan apa yang berkaitan dengan ”Tuhan” secara objektif dan
sistematik.21
F. Sistematika Pembahasan
Pembahasan masalah dalam skripsi ini akan disajikan dalam bentuk bab-
bab. Dan secara keseluruhan skripsi ini dibagi dalam lima bab, yang masing-
masing terperinci dalam sub bab secara sistematis dan saling berkaitan.
Bab pertama yang berisi tentang pendahuluan. Didalam pendahuluan
terdapat latar belakang permasalahan yang peneliti jelaskan mengapa penelitian
ini dianggap penting. Setelah latar belakang masalah, untuk mengkonsistensikan
suatu masalah, selanjutnya adalah rumusan masalah. Kemudian diikuti dengan
penelaahan pustaka, metode penelitian dan diakhiri dengan sistimatika
pembahasan.
Bab kedua berisi tentang biografi dan pemikiran keilmuan Driyarkara
secara umum. Tentang biografi, peneliti hanya mendiskripsikan secara singkat dan
mengambil hal yang terpenting saja agar tidak melenceng dari tema kajian dalam
skripsi ini.
Bab ketiga berisi tentang kajian pemikiran ketuhanan Driyarkara yang
peneliti pilah dalam tiga sub kajian. Sub kajian pertama adalah pemikiran
ketuhanan Driyarkara dalam perspektif teologis. Sub kajian kedua adalah
pemikiran ketuhanan Driyarkara dalam perspektif sosial kemasyarakat. Sub
bagian ketiga adalah pemikiran ketuhanan Driyarkara dalam perspektif
kefilsafatan.
21 Fran Magnis Suseno, Menalar TUhan, (Yogyakarta, Kanisius, 2006) hlm. 18-19.
16
Bab keempat berisi tentang analisis peneliti atas pemikiran ketuhanan
Driyarkara yang telah dijabarkan pada bab tiga. Disamping analisis, peneliti juga
melakukan telaah dengan perspektif Islam baik dalam konteks perbandingan
maupun pencarian hal-hal yang positif dari pemikiran Driyarkara tentang
ketuhanan untuk kepentingan Islam maupun masyarakat umum.
Bab kelima berisi tentang kesimpulan dan saran-saran yang peneliti
temukan dan ajukan untuk penelitian dan pengayaan keilmuan. Kesimpulan untuk
menarik intisari masalah dan penyelesaiannya dari sebuah pembahasan.
Sedangkan saran merupakan hal yang direkomendasikan perlu untuk
penyempurnaan hasil penelitian yang memerlukan perhatian lebih lanjut.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh pembahasan tentang pemikiran ketuhanan menurut
Driyarkara dengan suatu kerangka pemahaman yang telah ditetapkan sebelumnya,
maka dapat ditarik suatu kesimpulan penting yang menjadi bagian akhir dari
penelitian ini. Simpulan tersebut adalah sebagai berikut.
Pemikiran Ketuhanan bagi Driyarkara adalah rumusan gagasan tentang
Tuhan dalam berbagai perspektif. Dari telaah yang peneliti lakukan terhadap
seluruh tulisan Driyarkara atas gagasannya tentang ketuhanan, peneliti
menyimpulkan bahwa secara umum pemikiran Driyarkara tentang ketuhanan
meliputi tiga perpektif, yaitu perspektif teologis, sosiologis, dan filosofis.
Perspektif teologis mencakup gagasan-gagasan Driyarkara tentang Tuhan dan
ketuhanan dengan menggunakan unsur-unsur teologi sebagai sudut pandangnya,
perspektif sosial mencakup gagasan-gagasan Driyarkara tentang Tuhan dan
ketuhanan dengan menggunakan dimensi dan unsur-unsur sosial sebagai sudut
pandangnya, dan perspektif filsafat mencakup gagasan-gagasan Driyarkara
tentang Tuhan dan ketuhanan dengan menggunakan unsur-unsur filosofis
sebagai sudut pandangnya.
Perspektif teologis tentang ketuhanan yang diusung Driyarkara cenderung
kontekstual. Hal ini dibuktikan oleh pemikiran-pemikiran teologis Driyarkara
yang sedikit lebih menyentuh ke ranah teosofi, suatu ranah yang dalam konteks
Jawa sering diistilahkan dengan Manunggale Kawula Gusti. Gagasan-gagasan
65
66
tersebut jika diamati lebih dalam jelas nampak bahwa gagasan ketuhanan dan
ranah teologis Driyarkara lebih banyak diwarnai oleh pengaruh sistem pemikiran
dan kultur yang berkembang di masyarakatnya daripada usaha-usahanya untuk
menyampaikan gagasan-gagasan yang murni tentang ketuhanan dalam Katolik.
Karakter tersebut sangat nyambung dengan pemikiran Driyarkara berikutnya,
yaitu ketika konsep-konsep ketuhanan dideskripsikan dalam konteks dan untuk
kepentingan sosial.
Sebagai suatu sudut pandang berikutnya, perspektif sosial tentang
ketuhanan, oleh Driyarkara bukan dimaksudkan sebagai upaya mensosialkan
Tuhan, akan tetapi lebih diorentasikan pada upaya bagaimana konsepsi-konsepi
tentang ketuhanan mewarnai upaya-upaya pembentukan karakter sosial yang lebih
baik, lebih maju, dan bahkan lebih religius. Dengan demikian proses rekayasa
sosial kemasyarakatan betul-betul memiliki basis religiusitas yang kuat. Bahkan,
basis ketuhanan dan religiusitas tersebut harus menjadi satu-satunya fondasi atas
kokohnya bangunan sosial kemasyarakatan. Itulah maksud Driyarkara dalam
perspektif sosial tentang ketuhanan.
Driyarkara menjelaskan tentang persoalan ketuhanan bukan untuk
membela atau memihak pada kepentingan Tuhan. Driyarkara menjelaskan hal
tersebut untuk kepentingan upaya-upaya membangun suatu sistem dan struktur
sosial yang lebih baik. Sistem terbaik menurut Diryarkara adalah sistem yang
dibangun atas dasar atau basis ketuhanan. Dengan basis ketuhanan yang kuat,
eksistensi sosial dan diri manusia pada akhirnya mencerminkan karakter-karakter
atau sifat-sifat ketuhanan yang mulia. Bahkan, Tuhan menjadi simbol-simbol
66
67
dalam diri sosial dan diri individu. Menempatkan Tuhan sebagai simbol-simbol
dalam diri sosial dan diri individu merupakan bagian dari keterangan Driyarkara
tentang ketuhanan dalam bingkai filsafat. Keterangan atau deskripsi-deskripsi
tersebut sesungguhnya merupakan keahlian atau spesifikasi Driyarkara, namun
dalam kenyataannya justru Driyarkara banyak menghindari. Hal itu menjadi visi
dalam tulisan Driyarkara. Bagi Driyarkara suatu gagasan atau tulisan bukan untuk
kepentingan dan kepuasan diri namun justru untuk kepentingan dan kepuasan
pembacanya. Oleh karena itu gagasan-gagasan filosofis Driyarkara sangat simpel
dan bahkan cenderung simplistik.
Kajian tentang Tuhan ketika dibaca dan dibahas dalam konteks
kefilsafatan menghadirkan gagasan-gagasan yang abstrak. Itulah salah satu kritik
pemikiran yang perlu dialamatkan kepada Driyarkara. Gagasan Driyarkara dengan
demikian masih tetap filosofis dan abstrak. Ciri khas suatu telaah filosofis atas
suatu pokok persoalan adalah fokus perhatiannya pada masalah atau pernyataan-
pernyataan yang bersifat umum, general dan cenderung spekulatif. Meskipun
demikian, Driyarkara berusaha untuk menghindarinya dan bahkan ia
menggunakan karakter-karakter filosofis yang lebih sederhana, seperti tercermin
dalam perspektif personalisme dan eksistensialisme.
B. Saran
Dari simpulan yang peneliti paparkan di atas, ada beberapa saran dan atau
rekomendasi yang dapat ditularkan dari penelitian ini. Pertama, studi-studi
ketuhanan selama ini cenderung berjalan sendiri-sendiri menurut bidang kajiannya
masing-masing. Driyarkara mencoba menghadirkan gagasan-gagasan ketuhanan
67
68
tidak semata dengan menggunakan perspektif teologis namun juga perspektif
sosial dan filosofis. Untuk itu, masyarakat intelektual bisa belajar dari Driyarkara.
Kedua, meskipun basis metodologinya adalah filsafat dan teologi Katolik, kajian
ketuhanan Driyarkara tidak harus terkungkung dengan acuan-acuan metodologis
tersebut, Driyarkara justru berusaha mencari nilai-nilai, perpektif, dan pemikiran
yang sesuai sehingga mudah dibaca oleh orang lain.
68
69
DAFTAR PUSTAKA
A.Sudiarja SJ. (dkk.), Karya Lengkap Driyarkara, (Jakarta: Gramedia, 2006).
Adian, Donny Gahral, Matinya Metafisika Barat (Jakarta: Komunitas Bambu, 2001).
Barbour, Ian G. Juru Bicara Tuhan, pent. E.R. Muhammad (Bandung: Mizan, 2002).
Blecher, Josef, Contemporary Hermeneutics : Hermeneutics as Methode, Philoshophy and Critique (London & New York: Routledge, 1980).
Darmawan, Hikmat, Tuhan Tak Sembunyi : Mencari Agama Untuk Zaman Baru, (Bandung, Mizan, 2005).
Dhakidae, Daniel, Cendikiawan dan Kekuasaan dalam Negara Orde Baru, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2003)
E. Sumaryono, Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1993).
F.X. Mudji Sutrisno, Driyarkara: Dialog-dialog Penjang Bersama Penulis, (Jakarta: Obor, 2000).
Fahham, Achmad Muchaddam, Tuhan dalam Filsafat Allamah Thabathaba’i (Bandung: Mizan, 2001)
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, cet. ke-23 (Yogyakarta: Kanisius, 2007)
Handayani, Retno P. ”Konsep Driyarkara Tentang Manusia”, Skripsi Fakultas filsafat Universitas Gadjah Mada, 1987.
Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina, 1996).
Lanur, Alex, “Filsafat Manusia Alm. Prof. Dr. N. Driyarkara, SJ” dalam Basis, vol. 37, (1988)
Louis, Leahy, Masalah Ketuhanan Dewasa Ini, Terj. P.W. Suleman & Purnomo; ed. Ke-2: L’ Homme et I’ Absolu, 1978 : Manusia di Hadapan Allah, (Yogyakarta, Kanisius, 1982).
Mh. Nurul Huda on 1 December 2006 Kompas, 1 Desember 2006
Nasution, Harun, Falsafat & Mistisisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1995).
Roth, John K. Persoalan-peersoalan Filsafat Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
St. Sularto dalam “Sumbangsih untuk Bangsa”, Kompas, 1 Desember 2006.
Subanar, G. Budi, dalam “Kata Pengantar”, Pendidikan Ala Warung Pojok, (Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2006)
70
Sumaryono, E. Hermeneutik Sebuah Metode Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 1993)
Suprobo, E. Eri, ”Konsepsi Driyarkara Tentang Kehidupan Negara Sebagai Pelaksana Cinta Kasih Manusia”, Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, 1994.
Suseno, Franz Magnis, Menalar Tuhan, Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Sutrisno, Mudji, “Jejak Pemikiran dan Sosok Driyarkara”, Kompas 19 Februari 2004.
Theo, Huijbers, Manusia Mencari Allah: Suatu Filsafat Ketuhanan, (Yogyakarta: Kanisius, 1982).
____________, Manusia Mencari Allah: Suatu Filsafat Ketuhanan, cet. 2, (Yogyakarta, Kanisius, 1985).
____________, Mencari Allah : Pengantar Ke dalam Filsafat Ketuhanan, (Yogyakarta: Kanisius, 1992).
Wartaya, W.Y. “Filsafat Driyarkara”, dalam Mawas Diri, vol. 3, (1989).
CURRICULUM VITAE Nama : M. Rohman Ziadi
Tempat/tanggal lahir : Pringgasela, 06 Mei 1983
NIM : 02510977
Alamat asal : Jl. Pahlawan No.10 C, Pringgasela, Lombok Timur, NTB
Alamat di Yogyakarta : Jl.Timoho, Perumahan Timoho Asri IV, No.B7C
Orang tua
Ayah : H. M. Mahyuddin HZ. (alm.)
Ibu : HJ. Raudah
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : MINW Pringgasela Th. Lulus 1996
MTSNW Pringgasela Th. Lulus 1999
SMANW Pancor Th. Lulus 2002
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta masuk Th.2002-sekarang
Yogyakarta, 15 Juni 2009
M. Rohman Ziadi