pemikiran-pemikiran mengenai seleksi bahan …

10
PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN AJARAN ANTROPOLOGI HUKUM UNTUK PENGAJARAN PADA FAKULTAS HUKUM* oleh : T.O. Ihromi Bagi para mahasiswa khususnya pada Ca- kultas hukwn pengajaran Antropologi hu kwn merupakan suatu hal yang amat pen- ting sekali oleh karena dengan diberikan pe- lajaran tersebut, para mahasiswa (hukwn) memperoleh gambaran yang mendalam, kait, an antara hukwn sebagai suatu pedomaJi yang berlaku dengan aneka Donna yang juga berlaku dalam masyarakat yang plu- ralistis/majemuk (khususnya di Indonesia). Namun persoalannya adalah bagaimana se- harusnya pengajaran Antropologi hukwn itu diberikan. Unt uk itu, penulis dalam tulisan ini mencoba memaparkan berbagai pe- mikiran bagaimana selayaknya pengajaran Antropologi hukum itu diberikan kepada mahasiswa serta berbagai alternatiC yang di- berikan, sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan. / Akhir-akhir ini tradisi ilmiah yang sudah berkembang dalam Antrop- ologi Budaya yang sudah sangat banyak diterapkan dalam kajian ilmu hukum, yaitu menelaah bagaimana sesungguhnya hukum bekerja dalam masyarakat-masyarakat manusia (yang moderen maupun yang secara dominan dikuasai oleh tradisi atau yang berada dalam masa transisi), yang dinamakan disiplin Antropologi Hukum telah terwujud sebagai bidang ilmu yang semakin luas cakupannya. Kita sebagai sarjana hukum yang terutama meminati Antropologi Hukum dalam rangka upaya kita untuk menjadikan kajian kita mengenai hukum lebih relevan dengan permasalahan sosial yang ada di sekitar kita mempunyai kecendrungan untuk melihat Antropologi Hukum sebagai suatu cabang ilmu hukum, dan terutama menitik beratkan Antropologi Hukum dengan bidang ilmu yang biasanya kita pelajari sebagai hukum adat. Sedangkan kalau kita mencoba mengkaji bahan kepustakaan Antropologi Hukum yang telah terkumpul pada masa kini, maka akan kita Disampaikan Nasiona) Anhopologi Hukum, taoggal 7 _ 9 Januari 1991, kerja sarna Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Nethertands Council for COOperation with Indonesia In Legal Matters, di Auditorium Djoko Soetono FHUI, DEPOK. Februari /99/

Upload: others

Post on 20-Nov-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN AJARAN ANTROPOLOGI HUKUM UNTUK PENGAJARAN PADA FAKULTAS HUKUM* oleh : T.O. Ihromi

Bagi para mahasiswa khususnya pada Ca-kultas hukwn pengajaran Antropologi hu kwn merupakan suatu hal yang amat pen­ting sekali oleh karena dengan diberikan pe­lajaran tersebut, para mahasiswa (hukwn) memperoleh gambaran yang mendalam, kait, an antara hukwn sebagai suatu pedomaJi yang berlaku dengan aneka Donna yang juga berlaku dalam masyarakat yang plu­ralistis/majemuk (khususnya di Indonesia). Namun persoalannya adalah bagaimana se­harusnya pengajaran Antropologi hukwn itu diberikan. Untuk itu, penulis dalam tulisan ini mencoba memaparkan berbagai pe­mikiran bagaimana selayaknya pengajaran Antropologi hukum itu diberikan kepada mahasiswa serta berbagai alternatiC yang di­berikan, sehingga dapat tercapai tujuan yang diharapkan.

/

Akhir-akhir ini tradisi ilmiah yang sudah berkembang dalam Antrop­ologi Budaya yang sudah sangat banyak diterapkan dalam kajian ilmu hukum, yaitu menelaah bagaimana sesungguhnya hukum bekerja dalam masyarakat-masyarakat manusia (yang moderen maupun yang secara dominan dikuasai oleh tradisi atau yang berada dalam masa transisi), yang dinamakan disiplin Antropologi Hukum telah terwujud sebagai bidang ilmu yang semakin luas cakupannya. Kita sebagai sarjana hukum yang terutama meminati Antropologi Hukum dalam rangka upaya kita untuk menjadikan kajian kita mengenai hukum lebih relevan dengan permasalahan sosial yang ada di sekitar kita mempunyai kecendrungan untuk melihat Antropologi Hukum sebagai suatu cabang ilmu hukum, dan terutama menitik beratkan Antropologi Hukum dengan bidang ilmu yang biasanya kita pelajari sebagai hukum adat. Sedangkan kalau kita mencoba mengkaji bahan kepustakaan Antropologi Hukum yang telah terkumpul pada masa kini, maka akan kita

Disampaikan pada~minar Nasiona) Anhopologi Hukum, taoggal 7 _ 9 Januari 1991, kerja sarna Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Nethertands Council for COOperation with Indonesia In Legal Matters, di Auditorium Djoko Soetono FHUI, DEPOK.

Februari /99/

Page 2: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

1 Hukul11 dan Pembal1gl1l1Gl1

temukan bagaimana pesatnya perkembangan yang terjadi, bagaimana banyaknya minat para peneliti ' sehingga banyak sekali kiuya tulis yang melaporkan hasil penelitian eli berbagai pelosok b.umi. papat dibaca bagai­mana aneka pemikiran teori yang telah ciisumbangkan oleh para pemikir dalam bidang ini. Karena itu dalam upaya kita mengembangkan pengajaran dan mudah-mudahan juga penelitian Antropologi Hukum pada fakultas hukum (atau fakultas ilmu sosial atau jurusan lain yang berminat), maka kita terpaksa mengadakan pili han mengenai behan yang akan dijadikan materi dari pengajaran kita.

Saya berpendapat bahwa pilihan demikian perlu kita lakukan dengan mempertimbangkan berbagai hal. Pertama-tama, kita harus menentukan tujuan dari diberikannya mata kuliah Antropologi Hukum. Apakah kuliah Antropologi Hukum akan elidahului oleh suatu mata kuliah Antropologi Budaya adalah pula pertimbangan yang lain. Hal yang penting adalah apakah mata kuliah ini disajikan pada jumJah mahasiswa yang banyak, apakah akan berstatus mata kuliah pilihan, dan bagaimanakah tingkat penguasaan mahasiswa mengenai kajian ilmu hukum di Perguruan Tinggi.

Pad a halaman-halaman berikut kami mencoba menguraikan pemikiran kami berkenaan dengan pilihan yang kami anggap sebagai pilihan yang dapat memungkinkan tercapainya tujuan yang dirumuskan.

Kami tidak lagi mempermasalahkan apakah mata kuliah Antropologi Hukum itu memberi manfaat dalam proses belajar yang dialami oleh se­orang mahasiswa ilmu hukum (atau yang sejenisnya). Hal demikian kami asumsikan saja sebagai sesuatu yang memang menghasilkan dampak positip bagi terwujudnya peminat ilmu hukum yang i'kan berwawasan luas ter­hadap ilmu hukum.

Pertama-tama kami kira penting sekali untuk merumuskan apakah tujuan pemberian mata kuliah Antropologi Hukum pad a fakultas hukum. Saya kira suatu tujuan yang penting adalah melalui perkuliahan Antro­pologi Hukum para mahasiswa diharapkan akan dapat memperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai kaitan antara hukum sebagai pedoman berlaku dengan aneka norma lainnya yang juga menjadi pedoman yang berlaku dalam masyarakat Indonesia yang pluralist is atau majemuk.

Berkaitan dengan tukuan pert am a tadi, maka sebagai tujuan kedua saya kira penting juga untuk mengharapkan bahwa setelah selesai per­kuliahan Antropologi Hukum maka mahasiswa akan memahami secara lebih mendalam latar belakang budaya dari hukum.

Sebagai tujuan ketiga kami kira baik juga dicantumkan bahwa melalui perkuliahan Antropologi Hukum diharapkan bahwa para mahasiswa akan memahami bagaimanakah dalam kenyataan mekanisme pengendalian sosial itu terwujud, atau bagaimanakah sesungguhnya mekanisme supaya norma­norma yang berlaku dalam masyarakat termasuk hukum itu sendiri ter­nyata berfungsi sebagai pedoman berlaku. Karena dengan memahami hal ini para mahasiswa berkesempatan untuk mengkaji bagaimanakah hukum

Page 3: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

Pemikiran -pem ikiran ]

itu bekerja dalam masyarakat. Kemudian saya kira penting juga bagi mahasiswa untuk menghubungkan bahan-bahan bacaan Antropologi Hukum itu dengan dunia dan masyarakat diluar Indonesia, dan untuk mengetahui kerangka teori yang utama yang tel~h berkembang dalam kepustakaan Antropologi Hukum.

Sebagai tujuan keempat· saya kira masih dapat 'dicantumkan : supaya mahasiswa setelah selesai perkuliahan Antropologi' Hukum akan mengenal berbagai pendekatan teoritis dalam kajian terhadap hukum dari tilik tolak Antropologi. .

Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengajar Antropologi Hukum bertahun-tahun, saya merasakan bahwa sebaiknya Antropologi Hukum itu jangan diberikan sebagai mata kuliah wajib pada fakultas hukum. Saya beranggapan bahwa materi kurikulum inti dari fakultas hukum masih akan ditambah maka tujuan untuk mengintroduksikan sistem SKS dim ana sebagai materi wajib yang inti dipilihkan hal-hal yang paling pokok dan inti saja, maka akan sukar tercapai bila terjadi penambahan mata kuliah wajib. Lagi pula saya berpendapat bahwa keberhasilan dari suatu mat a kuliah seperti Antropologi Hukum di suatu fakultas yang pada umumnya akan mengandalkan diri pada kajian yang normatif yuridis erat sekali kaitannya dengan motivasi dari mahasiswa untuk mengikuti mata kuliah ini. Bila mahasiswa berminat mengikutinya maka besar kemungkinan Antropologi Hukum dapat diberikan secara memuaskan dan akan men­dorong para mahasiswa untuk sendiri mencurahkan usaha yang cukup me­nuntut energi dan perhatian.

Dengan demikian jumlah mahasiswa dalam suatu kelas juga tidak akan terlalu banyak, hal ini akan memudahkan cara mengajar yang lebih bersifat "Seminar" dimana kemungkinan penelitian kecil dapat dilakukan bersama dengan mahasiswa, namun mengenai metode pengajarannya masih akan di­uraikan secara khusus dalam bagian berikut.

Saya berpendapat bahwa sebaiknya Antropologi Hukum diberikan setelah para mahas,iswa mengikuti kuliah Antropologi Budaya, dengan demikian berbagai pengertian pokok yang telah diperkenalkan dalam Antropologi Budaya sudah dianggap telah diketahui dan diperkuliahkan mengenai materi Antropologi Hukum langsung dapat dimulai. Namun bila dalam suatu Perguruan Tinggi tertentu, penentuannya lain, yaitu Antro­pologi Hukum diberikan sebagai satu-satunya mata kuliah yang meng­hubungkan !lmu Hukum dan Antropologi Budaya maka dapat dilakukan penyesuaian dalam hal mana kuliah-kuliah pertama dipergunakan untuk memberikan pengertian-pengertian dasar dan perkenalan dengan Antro­pologi Budaya dan pad a kuliah-kuliah setelah itu barulah dimulai dengan pemberian materi Antropologi Hukum.

Kalau Antropologi Hukum, diberi sebagai mata kuliah pilihan, dan telah didahului oleh suatu mata kuliah Antropologi Budaya maka saya cenderung menyarankan bahwa para mahasiswa telah mencapai kira-kira

Febrlfari 1991

Page 4: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

4 HlIkul11 dan Pembongunan

60 SKS sebelum mengikuti Antropologi Hukum. Dalam keadaan yang demikian maka jumlah mahasiswa akan tidak

terlalu banyak dan perkuliahan dapat sedikit ban yak merupakan seminar. Berikut ini kami menyampaikan beberapa butir pemikiran mengenai rencana mata kuliah Antropologi Hukum: ' ,

I. Perkembangan Antropologi Hukum, tempatnya dalam Antropologi Budaya, cara memandang. hukum dari segi Antropologi, relevansi kajian Antropologi Hukum untuk studi hukum (6 Jam), Pada awal dari perkuliahan Antropologi Hukum itu suatu uraian pendahuluan dapat diberikan mengenai Antropologi Budaya dan Antro­pologi Hukum , Perkembangan mengapa Antropologi Hukum timbul suatu bidang perhatian khusus dapat diketengahkan. Bahan-bahan untuk bagian ini antara lain dapat diambil dari buku Antropology of Law karangan Pospisil. Untuk dapat menguraikan bagaimanakah pen­dekatan terhadap hukum dipandang dari segi Antropologi, suatu perbandingan mengenai bagaimana hukum dipandang dari segi ilmu hukum dan bagaimana pandangan dari segi Antropologi dapat diberi­kan. Dari perbandingan itu dapatlah disimpulkan bahwa kalau hukum hendak dipahami setepatnya, maka memandangnya dari segi yuridis normatif saja tidak akan menghasilkan suatu pemahaman yang men­jelaskan bagaimana hukum itu bekerja dalam kenyataan yang ada. Contoh misalnya dapat diberikan main hakim sendiri. Dalam Undang­undang jelas ada tuntutan bahwa main hakim sendiri dilarang, atau hal demikia tidak boleh dilakukan. Dalam kenyataan main hakim sendiri dalam arti bahwa seseorang yang merasak<,t!1 haknya dilanggar, lang­sung saja memberi balasan yang dia anggap wajar, merupakan tingkah laku yang tidak asing bagi warga masyarakat. Mengapa hal ini terjadi? Jadi kita dapat melihat bahwa dalam kenya­taan ada yang diikuti sebagai pedoman berlaku yang tidak selaras dengan norma hukum, Antropologi Hukum mencoba mengkaji hal-hal semacam it u. Perbuatan yang merupakan "main hakim sendiri" seperti misalnya membalas suatu tindakan yng dirasakan menghina dengan penganiaya­an sering kita baca terjadi di Madura. Pria yang merasa istrinya di­ganggu oleh pihak lain, Pria yang memperoleh pengaduan dari lstrinya bahwa ia dihina, rupanya terdorong oleh nilai budaya setempat untuk membela kehormatannya, kehormatan ' keluarganya de,ngan suatu tindakan penganiayaan. Namun ada golongan-golongan tertentu yang mempunyai perasaan bahwa tindakan semacam itu wajar. Dari segi Antropologi Hukum dicoba mengkaji apa latar belakang tindakan semacam ini. Kalau dicoba memahami latar belakangnya maka itu tidak berarti bahwa orang yang mengkaji Antropologi Hukum itu mengadakan pembenaran terhadap main hakim sendi,; itu. Yang diinginkannya adalah supaya

Page 5: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

Pemikiral1-pem ikiran 5

dalam menyelami pemikiran para pelaku main fiakim sendiri itu, supaya dipahami makna sosial yang oleh pelaku' itu berikan pada tindaknya. Kalau itu diketahui maka dapat disarankan kepada petugas yang akan mengadakan penyuluhan hukum untuk memberikim penyuluan dengan suatu pengetahuan akan latar belakang itu. Ini perlu ditekankan, karena sering ada kesalah-pahaman. Ada yang melontarkan tuduhan Antropologi .Hukum kok mempelajari hal-hal yang justru tidak boleh seperti halnya main ha-kim sendiri itu. Kami pernah memberikan ceramah mengenai Antropologi Hukum kepada para mahasiswa disalah 'satu Universitas di daerah dan kepada kami ditanyakan mengapa hal-hal yang hendak diberantas dalam hukum positif "seperti tindakan Carok di Madura" justru dibahas dalam Antropologi Hukum karena itulah periu ditekankan lagi pada mahasiswa bahwa apa-apa yang berlakau sebagai kenyataan dalam masyarakat diamati, kemudian dikaji, dan dicoba memahami makna sosial dari tindakan-tindakan warga masyarakata sehingga akan dapat dihubungkan dengan hukum. Dengan begitu konsep hukum dari warga masyarakat akan diketahui, atau konsep menganai apa yang dianggap biasa, atau ditoleriri, atau malahan wajar, akan dipahami, sedangkan mung kin saja hal-hal yang demikian tidak sesuai dengan Hukum Undang-undang. Bila hal itu dipahami dan latar-belakang dan perilaku warga masyarakat yang berkaitan dengan hukum itu dimengerti maka lambat laun berbagai upaya akan diadakan dengan sepengetahuan mengenai latar-belakang tersebut. Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukan tadi, maka penugasan pada mahasiswa supaya menggunting berita-berita yang relevan dengan masalah-masalah Antropologi Hukum akan dapat menggiatkan minat para mahasiswa.

2. Topik berikut yang kami kira perlu sekali yang dijadikan fokus pembicaraan adalah : Aneka norma sosial yang merupakan pedoman hidup dari warga masyarakat, hubungan antar norma sosial yang ber­aneka ragam itu dengan norma hukum, mekanisme pengendalian sosial, dan aneka upaya untuk mencapai ketertiban sosial, serta konsep keter­tiban sosial itu sendiri (6 Jam). Untuk dapat memahami bagaimanakah hubungan diantara hukum dengan aneka norma sosial lainnya dan untuk dapat membedakan secara konseptual norma hukum dari norma sosial lainnya dengan memberi contoh mengenai norma itu dalam konteks budaya yang ber­beda, maka diperlukan deskripsi dari berfungsinya aneka norma sosial sebagai pengatur kehidupan dari para warga masyarakat. Pengalaman kami mungkin dapat dikomunikasikari, yaitu bila disajikan uraian tentang sejumlah komunitas dalam masyarakat kita yang pluralistik (majemuk), dan mendeskripsikan aneka norma sosial disitu dalam konteks sosial budaya setempat, dihubungkan lagi dengan hukum

Febrllari 1991

Page 6: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

6 Hukum dan Pembangunan

nasiona!, maka akan teFwujud. pengertian ,yang lebih mendorong per­hatian dan .seIllilngljt ,ingjn' tahu dati para mahasiswa. ,· ~

, Bahan-bahall dapat diracik dari hasil-hasil·penelitian mengenai norma­norma yang berlaku diberbagai daerah/suku bangsa seperti Aceh, Ja",a, Minangk~bau, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dsb. Ini kemiIdian dapat dikaitkan dengan hukum adat ,yang berlaku diberbagai daerah'. Dahiin ,kuliah-kuliab saya sering kembali lagi kepada contoh­cont()h mengenai struktur keluarga yang berbeda diantara berbagai go!ongan etnik di Indonesia dan bagaimana kaitannya dengan hukum wluis, Siuah .satu contoh adalah pranata sosial yang sejak lama telah berla~u dalain masyarakat Tapanuli yang patrilineal adalah bahwa harta 'tetap 'seperti rumah dan sawah hanya dapat diwarisi oleh anak laki-laki sedangk'an didaerah yang berbatasan dengan Tapanuli yaitu M{nangkabau, justru para anak perempu~n yang berhak menikmati ke­gunaan dari tanah yang tetap dimiliki secara kolektif oleh, keluarga besar. 'bengan demikian para mahasiswa memperoleh gambaran

, konkrit mengenai nilai-nilai yang majemuk yang terdapat pada ber­bagai golong;m etnik dan bagaimana hal itu berdampak pada norma

" Ba~an-bahan dapat diracik dari hasil-hasil penelitian mengenai norma-nor)1la yang berlaku diberbagai daerah/suku bangsa seperti Aceh, Jawa, Minangkabau, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya dsb. Ini kemudi~n dapat dikaitkan dengan hukum ada( yang berlaku diberbagai daeral). Dalam kuliah-kuliah saya sering kembali lagi kepada contoh­contoh mengenai struktur keluarga yang berbeda diantara berbagai golo,!gan etnik di Indonesia dan bagairnana kaitannya dengan hiIkum waris, Salah satu contoh adalah pranata sosial yang sejak lama telah berlaku dalam masyarakat Tapanuli ,yang patrilineal adalah bahwa harta tetap seperti rumah dan sawah hanya dapat diwarisi oleh anak laki-laki sedangkan didaerah yang berbatasan dengan Tapanuli yaitu Minangkabau, justru para anak perempuan yang berhak menikmati ke­gunaan dari tanah yang t~tap .dimiliki secara kolektif oleh keluarga besar. Dengan demikian para mahasiswa memperoleh gambaran . . . , konkrit ' mengenai nilai-nilai yang majemuk yang terdapat pad a ber­bagai golongan etnik dan bagaimana hal itu berdampak pada norma hukum. Namun norma lama juga dapat berubah dan hal itu 'dapat rlipelajari dari berbag~i laporan pe[lelitian mengenai Bali, Tapanuli, Minangkabau dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan perubahan itu keputusan-keputusan pengadil-, ,

, an juga dapat ditelaah sehingga ,dapatlah disimpulkan"rnisalnya bahwa " , anak pei~mpua:n dalam Iilllsyarakat patrilineal seharusnyalah diberi hak ,1 •• yang sarna dengan pria untuk mewaris harta orang tuanya, menurut

Keputusan dari lYIahkarnah , Agung. Namun dalam kenyataan para warga m\lSyarakat b!~nx~ y~ng tidak tahu ten tang adanya , keputusan M~hkamah j\gung ini,.,dan , k~laupu,l}. mengetahuinya, mereka merasa

.j ." .• \

Page 7: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

Pemikiran·pemikiran 7

lebih aman untuk memutuskan hal-hal yang berkaitan dengan warisan melalui pertemuan-pertemuan antara kerabat.

3. Topik yang ketiga yang kami rasakan juga penting untuk dibahas dalam kuliah-kuliah Antropologi Hukum adalah: berbagai teori me­ngenai perumusan hukum (6 jam) Dalam bagian ini secara lebih ter­'perinci diuraikan lagi mengenai bagaimanakah Hukum diidentifikasikan (didefinisikan) dari segi IImu Hukum, dan dari segi Antropologi dalam hal mana ditekankan bahwa dalam Antropologi merumuskan hukum hendak dilakukan secara "berlaku Iintas budaya" artinya definisi me­ngenai hukum yang diterapkan oleh berbagai masyarakat dalam konteks budaya yang beraneka. Berbagai kerangka teori yang telah ber­kembang dalam kepustakaan Antropologi Hukum seperti teori Pospisil, teori Bohannan atau teori lainnya serta teori-teori yang telah ber­kembang dalam kepustakaan Hukum Adat, hendaknya diperkenalkan. Namun teori-teori itu sebaiknya diperkenalkan dalam konteks yang menguraikan contoh-contoh konkrit. Berkaitan dengan rumusan/definisi mengenai hukum, maka ahli hukum kami kira akan sedikit ragu-ragu membaca faham-faham seperti faham Sally Falk Moore misalnya yang membahas tentang aturan-aturan yang telah muncul sebagai hasil dari pengaturan sendiri dalam apa yang dia sebut "semi autonomous social field" yang barangkali dapat diter­jemahkan dengan lingkungan atau wilayah sosial yang semi otonom. Dalam interaksi berbagai unsur yang berperan dalam lingkungan atau wilayah demikian, yang cocok untuk dikaji dengan metode-metode antropologis telah timbul aturan-aturan bermain yang ditaati oleh para pelaku serta ada juga cara-cara untuk memaksakan ketaatan pada aturan-aturan itu. Sally Falk Moore misalnya mengkaji begaimana aturan-aturan yang berlaku dian tara berbagai unsur yang berperan dalam industri garmen di kota besar di Amerika dan menunjukkan bahwa bidang demikian dapat menjadi objek kajian yang penuh makna bagi kajian Antropologi Hukum. Bahasan tentang faham-faham seperti faham Sally Falk Moore itu akan memperluas wawasan dari para mahasiswa mengani kajian terhadap apa yang telah terwujud dalam masyarakat sebagai kehidupan yang dikonstruksikan sebagai kehidupan yang ditata menurut aturan-aturan tenentu yang dihasilkan sendiri sendiri oleh warga rnasyarakat sena yang ditaati pula sendiri olehnya dan ada mekanisme yang memaksakan ketaatan itu. Memang apa yang biasanya dipelajari sebagai kaidah hukum yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu mungkin menimbulkan per­tanyaan mengenai "apakah aturan buatan sendiri itu dapat disebut hukum" namun pertanyaan-pertanyaan demikian ini tidak perlu di­anggap hanya membingungkan, tetapi malahan harus dianggap sebagai hal-hal yang merangsang pcmikiran kritis.

Februari /99/

Page 8: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

8

4.

5.

HIIA-1I111 dUll Pembangflll({11

Topik yang juga perlu dijadikan objek kajian dalam rangka pelajaran mengenai Antropologi Hukum adalah: Kajian terhadap sengketa, proses penyeiesaian sengketa dan met ode studi kasus (6 jam). Pengakjian terhadap kasus-kasus konkrit dimana pihak-pihak yang ber­sengketa, dalil-dalil yang diajukan serta proses yang diikuti dalam penyelesaian sengketa itu, dalam kepustakaan Antropologi Hukum cukup banyak disoroti. Salah saw alasan mengapa ini disoroti adalah pemikiran bahwa metode yang penting untuk mengidentifikasi kaidah hukum yang nyata-nyatanya berlaku (the living law) adalah mengkaji apa-apa yang terungkap scbagai kaidah yang diikuti dalam penyelesaian sengketa. Maka dalam kuliah Antropologi Hukum scbaiknya topik tentang pengkajian kasus-kasus sengketa dibahas dan hal itu selayaknya dilakukan dalam kaitan dengan analisa terhadap kasus-kaslIs konkrit yang bahannya disediakan sebagai bah an bacaan wajib. Dalam satllan acara pelajaran ini sekaligus juga dilakukan penjelasan mengenai metode stlldi kasus sebagai salah satu met ode yang perlu dikenal dan dilatihkan penggunaannya oleh para mahasiswa.

Kajian terhadap contoh-contoh hasil-hasil penelitian, perkenalan dengan metode·metode penelitian Antropologi Hukum dan penugasan penelitian-penelitian kecil (tugas ini sudah dapat diberitahu sebeillmnya dan ini dilakukan per kelompok, jadi mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil) - 6 Jam. 8erbagai hasil penelitian Antropologi Hukum yang sumber aslinya bahasa asing dan Indonesia perlu diidemifikasikan untllk dapat dijadi­kan pokok bahasan dalam kuliah. Pili han hasil-hasil penelitian itu hendaknya sedemikian anekanya sehingga teori-teori yang diterapkan oleh penulisnya serta metode yang digunakan menunjukkan variasi. Dengan demikian para mahasiswa memperoleh gambaran bahwa peng­kajian Antropologi Hukum itu sangat beraneka kemungkinannya . Pengkajian temang HlIkum Adat misalnya bisa saja juga tercakup di dalamnya dengan menggunakan metode·metode pendekatan yang slldah berkembang dalam Antropologi Hukum, dan mahasiswa yang berminat mengembangkannya dapat juga memanfaatkan pendekatan-pendekat­annya.

6. Hukum Nasional dalam masyarakat Indonesia yang majemuk (3 Jam).

",.

Pembentukan Hukum Nasional, perumusan hukum undang-undang yang didasarkan prinsip lInifikasi hukum atau unifikasi hukum yang untuk sebagian (partial unification) dan permasalahan-permasalahan yang terkait padanya adalah pokok kajian ya~g lain yang diminati dalam Antropologi Hukum. Masalah ini sebaiknya dijadikan topik

. yang ditelaah dan dikaitkan sifat-sifat majemuk atau pluralist is dari masyarakat kita. 8erbagai penelitian yang telah dilakukan mengenai bagajmana kebiasaan-kebiasaan, mengenai mengawinkan anak wanita

Page 9: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

Pemikiran-pemikiran 9

pada umur di bawah syarat mmlmum yang felah ditentukan oleh Undang-Undang Perkawinan rnisalnya, dapat dikutip untuk memberi ilustrasi mengenai interaksi antara norma undang-undang dengan apa yang dianuti oleh warga masyarakat,

7, Seminar mengenai hasil-hasil penelitian kecil dari para mahasiswa (6 jam), _" Pada akhir perkuliahan para 'mahasiswa yang telah melakukan peneli­tian kecil dibawah bimbingan pengajar Antropologi Hukum (secara berkelompok) wajib menyajikan hasH penelitian mereka yang ditang­gapi oleh kelompok lain sebagai pembahas (menanggapi secara ber­giliran). Hasil-hasil penelitian ini merupakan salah satu butir untuk penilaian prestasi akademik mahasiswa dalam perkuliahan Antropologi Hukum ini. Demikianlah pemikiran mengenai rencana perkuliahalJ Antropologi Hukum dan kiranya pernikiran-pemikiran ini dapat membantu para pengajar Antropologi Hukum dalam mengembangkan mata kuliah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Benda-Beckmann, F. von et. al., Between Kinship anda State Social Security and Law in Developing Countries. Dordrecht: Foris Publications, 1988.

Bohannan, Paul, "Hukum dan Pranata Hukum, n (terjemahan) dalam T.O. Ihromi (peny.), Antropologi dan - Hukum . Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1984, him. 54-64.

Hoebel, E. A., The Law of Primitive Man. Cambridge, Mass Harvard University Press, 1954.

Ihromi, T. O. (peny.) Antropologi dan Hukwn. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1984.

Koentjaraningrat, "Antropologi Hukum", makalah untuk Seminar Antropololfi Hukum. Depok: Fakultas Hukum UI, 9-12 Januari 1989.

Latief, R.A.H., Carok dan Penanggulangannya di Pemekasan. (Jakarta, Skripsi PTIK, 1983).

Moore, Sally F., "Law and Social Change: The Semi-Autonomous Social Field as an Appropiate Subject of Study," Law and Society Review 7: 719-746. , ______ , Law as Process: An Anthropological Approach. Londen: Routledge & Keegan Paul, 1978.

Februari /99/

Page 10: PEMIKIRAN-PEMIKIRAN MENGENAI SELEKSI BAHAN …

10 Hukull/ dan PembulIJ!lIlI(ffl

Pospisil, Leopold, Anthropology of Law. New York: Harper & Row, 1971.

Rahardjo , Satjipto, Hukum dan Peru bah an Sosial. Bandung Alumni, 1979.

HUKUM d~n PEMBANCUNAN

..... ,. agen .dIIl8."

............. ke ... mlt:

T •• Usia , JI. Ci .. b<II No. 5.101a ... Td<..,D (02 I ) D5432

- "--'*:--"''-'''')OE--*-

Law is bottomless pit, it is a cormorant, a harpy that devours everything. Hukum ada/alt lubang lGnpa dasar yang melahap segala sesualU.

(Johll Arbuthnot)

A law lfhich is nOl just dO,es not seem to be a law. Hukllll1 yang tidak adi/ bukan/ah hukum.

(Santo Agustinus)