sedatif hipnotik juju

26
Laporan Praktikum Farmakologi November, 2012 Blok 18: Neurology, Behaviour And Psychiatry “ANTIKONVULSAN” NAMA : TIARA KHAIRUNNISA STAMBUK : G 501 09 071 KELOMPOK : II ( DUA) ASISTEN DOKTER : MATSRIAL PUTRA R. PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TADULAKO PALU 2012

Upload: tiara-juraid

Post on 11-Aug-2015

401 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Laporan Farmakologi

TRANSCRIPT

Page 1: Sedatif Hipnotik JUJU

Laporan Praktikum Farmakologi November, 2012

Blok 18: Neurology, Behaviour And Psychiatry

“ANTIKONVULSAN”

NAMA : TIARA KHAIRUNNISA

STAMBUK : G 501 09 071

KELOMPOK : II ( DUA)

ASISTEN DOKTER : MATSRIAL PUTRA R.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2012

Page 2: Sedatif Hipnotik JUJU

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tidur merupakan suatu fenomena fisiologis penting dalam menjaga keseimbangan

regulasi sistem tubuh, juga merupakan suatu proses otak yang dibutuhkan oleh seseorang untuk

dapat berfungsi dengan baik.1

Fisiologi tidur merupakan proses yang kompleks dan melibatkan berbagai macam

neurotransmiter.1 Dengan adanya tidur, maka manusia dapat memelihara kesegarannya,

kebutuhan, dan metabolisme seluruh tubuhnya.3 Tidur memiliki fungsi restorasi yang penting

untuk termoregulasi dan cadangan energi tubuh.Pada saat tidur tenaga yang hilang dipulihkan

dan terjadi pelemasan otot.1

Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Setiap tahun di

dunia, diperkirakan sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan

sekitar 17% mengalami gangguan tidur yang serius. Prevalensi gangguan tidur pada lansia cukup

tinggi yaitu sekitar 67 %. Di Indonesia belum diketahui angka pastinya, namun prevalensi pada

orang dewasa mencapai 20%. Apabila orang mengalami insomnia selama tiga hari, maka

kemampuan tubuhnya dalam memproses glukosa akan menurun drastis sehingga dapat

meningkatkan risiko mengidap diabetes. Selain itu, sebuah hasil riset di Inggris menyebutkan

bahwa orang yang kurang tidur memiliki peluang dua kali lebih besar mati karena penyakit

jantung.

Obat golongan sedatif-hipnotik dapat digunakan untuk mengobati insomnia. Pada

dasarnya semua obat yang mempunyai kemampuan hipnotik bekerja dengan menekan aktifitas

Ascending Reticular Activating System (ARAS) diotak. Salah satu contoh obat yang mempunyai

kemampuan hipnotik adalah golongan Barbiturat. Barbiturat berikatan dengan reseptor

GABA(neurotransmiter inhibitorik) di otak dan memfasilitasi kerja GABA.

1.2 Tujuan percobaan

Untuk mengetahui efek obat sedatif dan hipnotik.

Page 3: Sedatif Hipnotik JUJU

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Mekanisme kerja:

Pengikatan GABA (asam gama aminobutirat) ke reseptornya padamembrane sel akan

membuka salutan klorida, meningkatkan efek konduksi korida. Aliran ion klorida yang masuk

menyebabkanhiperpolarisasi lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letupdan

meniadakan pembentukan kerja potensial. Benzodiazepin terikatpada sisi spesifik dan berafinitas

tinggi dari membrane sel, yang terpisahtetapi dekat reseptor GABA.

Reseptor benzodiazepine terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar dengan neuron

GABA.Peningkatan benzodiazepine memacu afinitas reseptor GABA untuk

neurotransmitter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan lebih sering

terbuka. Keadaan tersebut akan memacu hiperpolarisasi dan menghambat letupan neuron.

(Mycek, 2001)

Diazepam bekerja pada reseptor di otak yang disebut reseptor GABA. Hal ini

menyebabkan pelepasan neurotransmitter yang disebut GABA di dalam otak.Neurotransmiter

merupakan bahan kimia yang disimpan dalam sel-selsaraf di otak dan sistem saraf. Mereka yang

terlibat dalam transmisi pesanantara sel saraf.

GABA adalah neurotransmitter yang berfungsi sebagaialami 'saraf-menenangkan' agen.

Ini membantu menjaga aktivitas saraf di otak seimbang, dan terlibat dalam mendorong kantuk,

mengurangi kecemasan dan relaksasi otot. Sebagai diazepam meningkatkan aktivitas GABA

dalam otak, meningkatkan efek menenangkan dan hasil dalam kantuk, penurunan kecemasan dan

relaksasi otot.

Efek terhadap organa.

a. Sedasi: Sedasi dapat didefinisikan sebagai penurunan responsterhadap tingkat stimulus

yang tetap dengan penurunan dalamaktivitas dan ide spontan. Perubahan tingkah laku ini

terjadi padadosis efektif hipnotik sedative yang terendah.

b. Hipnotis: Berdasarkan definisi, semua hipnoik sedative akanmenyebabkan tidur jika

diberikan pada dosis yang cukup tinggi.

Page 4: Sedatif Hipnotik JUJU

 

 c. Anastesi: Benzodiazepin tertentu, termasuk diazepam dan midazolam telah digunakan

secara intravena dala anastesi. Benzodiazepin yang digunakan dalam dosis tinggi sebagai

pembantu untuk anastesi umum, bisa menyebabkan menetapnya depresi respirasi

pascaanastesi. Hal ini mungkin berhubungan dengan waktu paruhnya yang relative lama

dan pembentukan metabolit aktif.

d. Efek antikonvulsi: Kebanyakan hipnotik sedative sanggupmenghambat perkembangan

dan penyebaran aktivitas epileptiformisdalam susunan saraf pusat. Ada sejumlah

selektivitas pada obattertentu yang dapat menimbulkan efek antikonvulsi tanpa

depresisusunan saraf pusat yang jelas sehingga aktivitas fisik dan mentalrelative tidak

dipengaruhi. Diazepam mempunyai kerja selektif yangberguna di klinik untuk

menanggulangi keadaan bangkitan kejang.

e. Relaksasi otot: Benzodiazepin merelaksasi otot volunter yangberkontraksi pada penyakit

sendi atau spasme otot.

f. Efek pada fungsi respirasi dan kardiovaskular: Pada dosis terapeutik dapat menimbulkan

depresi pernapasan pada penderita paruobstruksi

Benzodiazepin

Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu

anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan amnesia retrograde.

Benzodiazepine banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepine dari

barbiturate yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin

dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati.

Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan

menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitorng anestesi. Dalam masa perioperative,

midazolam telah menggantikan penggunaan

diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus yaitu flumazenil.

Struktur Kimia Benzodiazepin

Benzodiazepine disusun sebuah ring benzene bergabung menjadi sebuah diazepine ring

yang berisi tujuh molekul.

Mekanisme Kerja

Page 5: Sedatif Hipnotik JUJU

Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gammaaminobutyric acid

(GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak. Benzodiazepine tidak mengaktifkan

reseptor GABA melainkan meningkatkan kepekaan reseptor GABA terhadap neurotransmitter

penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel

dan mendorong post sinaptik membran sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek

anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.

Efek sedatif timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari

resptor GABA di otak (korteks serebral, korteks serebelum, thalamus). Sementara efek ansiolotik

timbul dari aktifasi GABA sub unit aplha-2 (Hipokampus dan amigdala).

Perbedaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan

potensi (affinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak

dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolisme dan

ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut lemak dan terikat kuat dengan protein plasma.

Sehinggakeadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan

meningkatkan efek obat ini. Benzodiazepin menurunkan degradasi adenosin dengan

menghambat tranportasi nuklesida. Adonosin penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan

kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenasi

melalui vasodilatasi arteri korener) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung

Efek Samping

Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada penggunaan lama

benzodiazepine. Sedasi akan menggangu aktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan

yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung

dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru

kronis. Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi

ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid

dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga

meningkatkan efek analgesik opioid.

Diazepam

Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut lemak dan memiliki durasi kerja yang

lebih panjang dibanding midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organik (propilen

Page 6: Sedatif Hipnotik JUJU

glikol, sodium benzoate) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-

6,9.Injeksi secara IV atau IM akan menyebabkan nyeri.

Farmakokinetik

Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-

30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam besar

dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta

dan terdapat dalam sirkulasi fetus. Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya

kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein

plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti

pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.

Metabolisme

Diazepam mengalami oksidasi N-demethylation oleh enzim mikrosom hati menjadi

desmethyldiazepam dan oxazepam serta sebagian kecil temazepam. Desmethyldiazepam

memiliki potensi yang lebih rendah serta dimetabolisme lebih lambat dibanding oxazepam

sehingga menimbulkan keadaan mengantuk pada pasien 6-8 jam setelah pemberian. Metabolit ini

mengalami resirkulasi enterohepatik sehingga memperpanjang sedasi. Desmethyldiazepam

diekskresikan melalui urin setelah dioksidasi dan dikonjugasikan dengan asam glukoronat.

Waktu Paruh

Waktu paruh diazepam orang sehat antara 21-37 jam dan akan semakin panjang pada pasien tua,

obese dan gangguan fungsi hepar serta digunakan bersama obat penghambat enzim sitokrom P-

450. Dibandingkan lorazepam, diazepam memiliki waktu paruh yang lebih panjang namun

durasi kerjanya lebih pendek karena ikatan dengan reseptor GABAA lebih cepat terpisah. Waktu

paruh desmethyldiazepam adalah 48-96 jam. Pada penggunaan lama diazepam dapat terjadi

akumulasi metabolit di dalam jaringan dan dibutuhkan waktu lebih dari seminggu untuk

mengeliminasi metabolit dari plasma.

Efek pada Sistem Organ

Diazepam hampir tidak menimbulkan efek depresi napas. Namun, pada penggunaan

bersama dengan obat penekan CNS lain atau pada pasien dengan penyakit paru obstruktif akan

Page 7: Sedatif Hipnotik JUJU

meningkatkan resiko terjadinya depresi napas. Diazepam pada dosis 0,5-1 mg/kg IV yang

diberikan sebagai induksi anestesi tidak menyebabkan masalah pada tekanan darah, cardiac

output dan resistensi perifer. Begitu juga dengan pemberian anestesi volatile N2O setelah induksi

dengan diazepam tidak menyebabkan perubahan pada kerja jantung. Namun pemberian

diazepam 0,125-0,5 mg/kg IV yang diikuti dengan injeksi fentanyl 50 μg/kg IV akan

menyebabkan penurunan resistensi vaskuler dan penurunan tekanan darah sistemik.

Pada otot skeletal, diazepam menurunkan tonus otot. Efek ini didapat dengan

menurunkan impuls dari saraf gamma di spinal. Keracunan diazepam didapatkan bila konsentrasi

plasmanya > 1000ng/ml.

Penggunaan Klinis

Penggunaan diazepam sebagai sedasi pada anestesi telah digantikan oleh midazolam.

Sehingga diazepam lebih banyak digunakan untuk mengatasi kejang. Efek anti kejang

didapatkan dengan menghambat neuritransmitter GABA. Dibanding barbiturat yang mencegah

kejang dengan depresi non selektif CNS, diazepam secara selektif menghambat aktivitas di

sistem limbik, terutama di hippokampus.

Page 8: Sedatif Hipnotik JUJU

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Dispo mL

2. Kandang tikus

3.1.2 Bahan

1. Tiga dosis Diazepam (injection) (0.5%)

2. Kapas

3. Alkohol70%

3.1.3 Subjek

Tikus

3.2 Prosedur

1. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok.

2. Setiap kelompok mahasiswa bekerja pada tiga tikus.

i) Tikus 1: akan menerima dosis I diazepam (0,05 mL/25g BW)

ii) Tikus 2: akan menerima dosis II diazepam (0,1 mL/25g BW)

iii) Tikus 3: akan menerima dosis III diazepam (0.2 mL/25g BW)

3. Bersihkan perut (kiri bawah) dengan air hangat dan kemudian dengan alkohol 70%

(memakaikapas).

4. Injeksikan secara intraperitoneal dosis masing-masing diazepam pada setiap tikus.

5. Amati dan membuat catatan waktu interval antara pemberian obat dan sedasi

(onsetsedasi obat), antara pemberian obat dan tidur (onset hipnotis obat), waktu sedasi,

dan waktutidur masing-masing tikus.

6. Tikus dalam efek sedasi jika tikus tampak tidak aktif. Membangunkan tikus dengan

cara memutarnya, tikus masih dalam efek sedatif jika tikus bergerak kembali lagi ke

posisi awal. Tikus telah tidur jika tikus tidak bergerak kembali ke posisi awal atau

tikus memiliki telah tertidur.

7. Waktu tidur adalah interval waktu antara mulai tidur dan bangun.

Page 9: Sedatif Hipnotik JUJU

BAB IV

HASIL PERCOBAAN

4.1 Tabel Hasil

Tabel 1. Onset and duration sedation effect and hypnotic effect of diazepam on mice

Grup Mencit Sedation (minutes) Hypnotic (minutes)

Onset Duration Onset Duration

Diazepam

(dose I)

17 Menit

25 detik

42 menit

35 detik

60 menit 70 menit

Diazepam

(dose II)

3 menit

35 detik

16 menit

15 detik

19 menit

50 detik

28 menit

4 detik

Diazepam

(dose III)

46 detik 1 menit

5 detik

1 menit

51 detik

> 1 jam

4.2 Grafik Hasil

Page 10: Sedatif Hipnotik JUJU
Page 11: Sedatif Hipnotik JUJU

BAB V

PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini, dilakukan percobaan untuk mnegetahui efek hipnotik suatu

obat dan tingkat efek yang ditimbulkan sesuai dengan dosis yang diberikan. Percobaan ini

menggunakan 3 ekor mencit sehat yang diberikan dosis obat yang berbeda-beda. Obat hipnotik

sedatif yang diberikan pada praktikum ini yaitu diazepam injeksi 0,5%, obat ini termasuk dalam

golongan benzodiazepine. Sebelum diberikan obat, mencit ditimbang terlebih dahulu untuk

mengetahui berat badan sehingga dapat menetukan dosis yang diberikan. Mencit I menerima

dosis I diazepam (0,05 OW mL/25g), mencit II akan menerima dosis II diazepam (0,1 mL/25g

BW) dan mencit III akan menerima dosis III diazepam (0.2 mL/25g BW). Setelah menghitung

dosis yang diberikan, membersihkan abdomen mencit yang merupakan tempat injeksi kemudian

memberikan obat diazepam injeksi kepada masing-masing mencit sesuai pembagian secara

intraperitoneal.

Hal yang diamati dalam percobaan yaitu onset sedasi obat(waktu dari pemberian obat

sampai munculnya sedasi), onset hipnotis obat(waktu dari pemberian obat sampai muncul efek

hipnotik/tidur), durasi sedasi(waktu munculnya sedasi sampai tidur), dan durasi

hipnotik/tidur(waktu dari tidur sampai bangun kembali) masing-masing mencit. Hasil yang

didapatkan yaitu pada mencit I, memiliki onset sedasi 17 menit 25 detik, durasi sedasi 43 menit

35 detik dan onset hipnotik >60 menit(waktu praktikum yang tidak mencukupi sehingga onset

hipnotik dituliskan >60) dan durasi hipnotik 70 menit. Pada mencit II, memiliki onset sedasi 3

menit 35 detik, durasi sedasi 16 menit 15 detik, dan onset hipnotik 19 menit 50 detik. Sedangkan

pada mencit III memiliki onset sedasi 46 detik, durasi sedasi 1 menit 5 detik, dan onset hipnotik

1 menit 51 detik, durasi hipnotik > 1jam.

Dari hasil ini membuktikan bahwa onset dan durasi efek hipnotik sedatif yang

dihasilkan suatu obat, salah satunya tergantung pada dosis yang diberikan dan hal ini sudah

sesuai dengan teori. Pada pemberian dosis yang rendah pada mencit I, onset dan durasi sedasi

dan hipnotik muncul dalam waktu lama akibat jumlah obat yang diberikan sangat sedikit

(0,05ml/25mg BB). Disusul oleh Mencit II yang memiliki onset dan durasi sedasi dan hipnotik

lebih cepat dibandingkan dengan mencit I tetapi lebih lama jika dibandingkan dengan mencit III

Page 12: Sedatif Hipnotik JUJU

karena diberikan dosis 0,1ml/25mg BB. Sedangkan pada mencit III yang diberikan dosis

0,2ml/25mg BB memiliki onset dan durasi sedasi dan hipnotik yang paling cepat. Hal ini sudah

sesuai teori, bahwa semakin banyak dosis maka akan menimbulkan efek yang lebih cepat dan

obat hipnotik sedatif yang baik adalah obat yang memiliki onset tidur yang cepat.

Ada beberapa kondisi klinis yang dapat menyebabkan pengunaan obat diazepam sebagai obat

sedative dan hipnotik, yaitu :

- Meredakan ansietas

- Insomnia

- Sedasi dan amnesia sebelum dan selama tindakan medis dan bedah

- Pengobatan epilepsi dan keadaan bangkitan kejang

- Sebagai komponn anastesi yang seimbang (pemberian intravena)

- Mengendalikan keadaan putus-obat etanol atau hipnotik-sedatif lain

- Relaksasi otot pada kelainan neuromuskular spesifik

- Bantuan diagnostik atau terapi dalam bidang psikiatri

Dosis diazepam untuk efek sedasi adalah 5 mg 2 kali sehari. (Katzung, farmakologi dasar &

klinik, 2010)

Dosis diazepam untuk efek sedasi adalah 5-10 mg, diberikan 3-4 kali per hari (KLL)

(Farmakologi dan terapi, FKUI).

Obat-obatan yang memiliki efek sedative dan hipnotik ada berbagai macaam yang digunakan

diklinik, dan masing-masing memiliki mekanisme aksi yang berbeda-beda, yang umumnya

digunakan, yaitu :

a. Midazolam

Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin imidazole

yang stabil dalam larutan dan metabolisme yang cepat. Obat ini telah menggantikan

diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu affinitas

terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat dibanding diazepam.

Page 13: Sedatif Hipnotik JUJU

Farmakokinetik

Modazolam diserap dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak.

Namun waktu equilibriumnya lebih lambat dibanding propofoldan thiopental. Hanya

60% dari obat yang diserap akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolisme porta

hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan

dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi

mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan

klirens hepar yang cepat. Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam, lebih pendek

dari pada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat mengikat pada pasien tua dan

gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih

lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari

midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.

Metabolisme

Midazolam dimetabolisme dengan cepat oleh hepar dan enzim cystochrome P-450 usus

halus menjadi metabolit yang aktif dan tidak aktif. Metabolit utama yaitu 1-

hidroksimidazolam yang memiliki separuh efek obat induk. Metabolit ini dengan cepat

dikonjugasi dengan asam glukoronat menjadi 1-hidroksimidazolamglukoronat yang

disekresikan melalui ginjal. Metabolit lainnya yaitu 4-hidroksimidazolam tidak

diperlambat tidak terdapat dalam plasma pada pemberian IV. Metabolisme midazolam

akan diperlambat oleh obat-obat penghambat enzim sitokrom P-450 seperti simetidin,

eritromisin, calsium channel blocker, obat anti jamur. Kecepatan klirens hepatic

midazolam lima kali lebih besar daripada lorazepam dan sepuluh kali lebih

besardaripada diazepam.

b. Lorazepam

Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya

klorida ekstra pada posisi orto 5-phenyl moietry. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi

dan amnesia dibanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.

Farmakokinetik

Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang

diekskresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi

Page 14: Sedatif Hipnotik JUJU

urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh

mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan

obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih

lambat dibanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.

c. Kloralhidrat

Kloralhidrat ialah derivat monohidrat dari kloral (2,2,2-tri kloroasetaldehid).

Metabolitnya, trikloroetanol juga adalah hipnotik yang efektif. Kloral sendiri berupa

minyak, tetapi hidratnya merupakan kristal yang menguap secara lambat di udara dan

larut dalam minyak, air dan alkohol. Rasanya tidak enak.

Kloralhidrat adalah hipnotik yang efektif. Seperti barbiturat, obat ini sedikit

memperlihatkan efek analgetik, gejala eksitasi dan delirium dapat ditimbulkan oleh

adanya nyeri. Obat ini tidak dapat digunakan sebagai anastesi umum karena jarak

keamanannya terlalu sempit. Pada dosis terapi, kloraldehidrat hanya sedikit

mempengaruhi pernapasan dan tekanan darah.

Kloralhidrat dan triklroroetanol didistribusikan singkat secara luas ke seluruh tubuh.

Kloralhidrat direduksi menjadi trikloroetanol oleh enzim alkohol dehidrogenase di hati.

Etanol meningkatkan reaksi reduksi ini. Trikloroetanol terutama dikonjugasi oleh asam

glukuronat dan hasilnya diekskresikan sebagian besar lewat urin. Waktu paruh

trikloroetanol berkisar antara 4-12 jam.

d. Etklorvinol

Etklorvinol digunakan sebagai hipnotik jangka panjang.

Farmakokinetik

Secara oral diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 50-30 menit), kadar puncak dalam

darah dicapai dalam 1-1,5 jam, dan didistribusi secara meluas. Waktu paruh eliminasi

10-20 jam. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorvinol dapat memacu metabolisme

hati obat-obat seperti antikoagulan oral.

e. Meprobamat

Page 15: Sedatif Hipnotik JUJU

Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai anti-ansietas, namun saat ini juga dipakai

sebagai hipnotik-sedatif, dan digunakan pada pasien insomnia usia lanjut.

Farmakodinamik

Sifat farmakologi obat ini dalam beberapa hal menyerupai benzodiazepin. Tidak dapat

menimbulkan anastesi umum. Konsumsi obat ini secara tunggal dengan dosis yang

sangat besar yang dapat menyebabkan depresi napas yang berat hingga fatal, hipotensi,

syok dan gagal jantung. Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesik ringan pada

pasien nyeri tulang-otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain.

Farmakokinetik

Absorpsi per oral baik, kadar puncak dalam plasma tercapai 1-3 jam. Sedikit terikat

protein plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secara hidroksilasi,

kinetika eleminasi dapat bergantung kepada dosis. Waktu paruh meprobamat dapat

diperpanjang selama penggunaan kronik, sebagian kecil obat dieksresikan utuh lewat

urin.

Dan berikut ini adalah efek samping dari obat-obatan tersebut yang perlu kita perhatikan

:

a. Midazolam

Efek samping yang paling umum adalah pusing dan sakit kepala; namun suatu

penelitian terkontrol menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya gejala tersebut tidak

berbeda secara bermakna dengan plasebo. Efek samping halusinasi, bingung dan

amnesia anterograd telah dilaporkan, tapi sangat jarang terjadi.

Pemakaian bersama-sama dengan depresan SSP lain meningkatkan efek sedasi.

Jarang menyebabkan intoksikasi akut. Takar jalak terutama ditandai dengan depresi

napas, hipotensi dan koma.

b. Lorazepam

Efek samping lorazepam yang paling umum ialah : sedasi (15,9%), pusing (6,9%),

lesu (4,2%), dan ataksia (3,4%). Reaksi ini terjadi pada 50% penderita selama

pemberian obat; sebagian lagi biasanya bereaksi terhadap dosis yang lebih rendah.

Obat ini harus digunakan secara hati-hati pada wanita hamil dan yang menyusui, dan

pada anak-anak di bawah 12 tahun.

c. Kloralhidrat

Page 16: Sedatif Hipnotik JUJU

Kloralhidrat menyebabkan rasa iritasi yang tidak enak, nyeri epigastrik, mual

kadang-kadang muntah. Efek SSP yang tidak diinginkan meliputi pusing, lesu,

ataksia dan mimpi buruk. Hangover mungkin terjadi, walaupun tidak sesering oleh

barbiturat atau beberapa benzodiazepin. Idiosinkrasi berupa gejala disorientasi dan

tingkah laku paranoid dilaporkan terjadi. Reaksi alergi, termasuk eritema, urtikaria

dan dermatitis; eosinofilia dan leukopenia dapat juga terjadi.

d. Etklorvinol

Efek samping yang paling umum adalah aftertaste seperti mint, pusing, mual,

muntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah muka. Reaksi idiosinkrasi

dapat merupakan rangsangan ringan hingga sangat kuat, dan histeria. Reaksi

hipersensitivitas meliputi urtikaria. Intoksikasi akut menyerupai barbiturat.

e. Meprobamat

Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah kantuk dan ataksia; pada dosis yang

lebih besar sangat mengurangi kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan

memperlambat waktu reaksi. Meprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP

lain. Gejala efek samping lain yang mungkin timbul antara lain: hipotensi, alergi

pada kulit, purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme.

Page 17: Sedatif Hipnotik JUJU

BAB VI

KESIMPULAN

Dari praktikum yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil praktikum yang didapatkan sudah sesuai teori.

2. Semakin besar dosis yang diberikan semakin cepat waktu onset sedasi, durasi sedasi, dan

onset hipnotis yang terjadi. Tetapi durasi sedasi yang terjadi menjadi semakin lama.

3. Golongan barbiturat bekerja pada seluruh SSP

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Sedatif Hipnotik JUJU

Alfred Goodman Gilman, 2006, Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of

Therapeutics 11th Edition (electronic Version), Mc-Graw Hill Medical

Publishing Division, New York).

Nelson., M.H, 2006. Sedative Hipnotic Drugs. (accessed from :

http://pharmacy.wingate.edu/faculty/mnelson/PDF/Sedative_Hypn

otics.pdf on 2nd November 2012).

Stoelting RK, Hillier SC. 2006. Opioid Agonists and Antagonists. In :

Pharmacology & Physiology in Anestetic Practice 4th Edition.

Philadelphia :Lipincott William & Wilkins

Rothfles, Petel. 2011. Opioid and sedative-hypnotic coverage: An update.

(accessed from: http://www.bcmj.org/worksafebc/opioid-and-sedative-hypnotic-

coverage-update on 2nd November 2012).

Tjay TH, Rahardja K. 2002. Sedativa dan Hipnotika: Obat-obat Penting

Edisi Ke-5. Jakarta : Gramedia.

.