232903702 case-anak-io-dan-juju

81
CASE REPORT 2012 Homework Help https://www.homeworkping.com/ Research Paper help https://www.homeworkping.com/ Online Tutoring https://www.homeworkping.com/ STATUS PENDERITA No. catatan medik : 01501844 Masuk RS : 22 Mei 2012 Pukul : 21.10 WIB Tanggal Diperiksa : 25 Mei 2012 IDENTITAS Identitas Pasien Nama : An. N Umur : 12 tahun (TTL : Garut, 17 September 1999) Jenis kelamin : perempuan Anak ke : 2 dari 4 bersaudara Berat badan : 39 kg Alamat : Jl. Ahmad Yani Gang Tanjung I, RT 004 No 909 Kota Wetan Garut- Kota Identitas Orang Tua 1

Upload: homeworkping2

Post on 10-Jan-2017

500 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Homework Help

https://www.homeworkping.com/

Research Paper help

https://www.homeworkping.com/

Online Tutoring

https://www.homeworkping.com/STATUS PENDERITA

No. catatan medik : 01501844

Masuk RS : 22 Mei 2012

Pukul : 21.10 WIB

Tanggal Diperiksa : 25 Mei 2012

IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama : An. N

Umur : 12 tahun (TTL : Garut, 17 September 1999)

Jenis kelamin : perempuan

Anak ke : 2 dari 4 bersaudara

Berat badan : 39 kg

Alamat : Jl. Ahmad Yani Gang Tanjung I, RT 004 No 909 Kota Wetan

Garut- Kota

Identitas Orang Tua

Ayah Ibu

Nama : Tn. A Nama : Ny. S

Umur :47 tahun Umur : 37 tahun

1

Page 2: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Pendidikan : SMP Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh Pekerjaan : Pedagang Kantin

I. ANAMNESIS

Alloanamnesis dengan ibu pasien dan autoanamnesis (Tanggal 25 Mei 2012)

Keluhan utama : Batuk-batuk sejak 1 bulan SMRS

Keluhan tambahan :

Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang dibawa oleh orang tua dengan keluhan batuk-batuk sejak 1 bulan

SMRS. Batuk-batuk dirasakan semakin hebat pada malam hari. Batuknya disertai dahak yang

berwarna keputihan. Pasien juga merasa sesak terutama ketika batuk-batuk. Keluhan disertai

dengan demam yang hilang timbul sejak 3 bulan SMRS. Demam dirasakan sepanjang hari.

Pasien mengeluh adanya nyeri diseluruh bagian perut sejak 1 bulan SMRS. Nyeri

perut dirasakan hebat sehingga apabila perut ditekan pasien merasa kesakitan dan membuat

pasien sulit untuk bergerak akibat nyeri. Pasien mengaku jarang makan dan sedikit makan

akibat tidak nafsu makan. BAK dan BAB dirasakan lancar. Pasien juga merasa kedua kaki

lemas, sulit digerakkan dan susah untuk berjalan sejak 1 bulan SMRS.

Riwayat penurunan berat badan diakui pasien, menurut ibu pasien berat badan pasien

berkurang dari 43 kg ke 39 kg dalam waktu 1 bulan. Pasien juga mengeluh lemas sejak 1

bulan yang lalu dan tidak nafsu makan. Riwayat keringat malam diakui pasien. Riwayat

kontak dengan pamannya yang sedang dalam pengobatan paru selama 6 bulan.

Menurut ibu pasien, pasien suka terlihat mengantuk pada siang hari. Pasien juga lebih

sering tidur pada siang hari dan sulit dibangunkan dari biasanya. Namun, ibu pasien juga

mengeluh pada malam hari pasien sulit tidur akibat terganggu oleh batuk-batuknya yang

hebat.

Pasien sempat dibawa ke puskesmas dan dikatakan mempunyai penyakit mag serta

tipes. Pasien diberi 3 macam obat berwarna tablet berwarna hijau, putih, dan kuning yang

dikatakan merupakan obat mag dan antibiotik. Oleh karena pasien tidak kunjung sembuh

pasien dirujuk puskesmas ke RSUD Slamet Garut.

2

Page 3: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Riwayat penyakit dahulu

Sebelumnya ibu penderita mengatakan bahwa pasien pernah mengalami batuk –batuk

selama + 1 bulan SMRS. Selama sakit tersebut pasien hanya berobat ke mantri namun tidak

ada perbaikan. Riwayat pengobatan TB sebelumnya disangkal. Riwayat amandel disangkal.

Riwayat keluar cairan dari hidung disangkal. Riwayat sakit jantung disangkal. Riwayat

berpergian jauh disangkal.

Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga ada, paman dari pasien menderita

penyakit paru yang didiagnosa bronkhitis . Riwayat dalam keluarga pasien mengalami

kejang disangkal. Riwayat keluarga pasien mengalami batuk-batuk dalam waktu lama disertai

dengan keringat saat malam hari diakui.

Riwayat kehamilan

Pasien merupakan anak ke 2 dari 4 bersaudara. Selama hamil ibu pasien

memeriksakan kehamilannya di puskesmas dan posyandu secara rutin setiap sebulan sekali.

Selama hamil ibu pasien tidak ada keluhan. Ibu pasien juga tidak mengidap hipertensi dan

DM. Ibu pasien juga tidak merokok, tidak minum alkohol dan obat-obatan.

Riwayat persalinan

Pasien lahir di rumah ditolong oleh paraji, dengan usia kehamilan sembilan bulan,

lahir spontan, kepala lahir terlebih dahulu. Bayi lahir langsung menangis dengan berat badan

lahir 4000 gram dan panjang badan tidak diketahui. Riwayat kuning dan kebiruan pada bayi

disangkal.

Riwayat sosial-ekonomi

Ayah pasien bekerja sebagai buruh yang pekerjaan nya tidak tentu dengan

penghasilan rata-rata Rp. 50.000/hari. Ibu pasien sebagai pedagang kantin dengan

penghasilan 20.000/hari. Pasien tinggal serumah bersama kedua orang tua, 3 orang

saudaranya dan 1 orang pamannya. Rumah pasien berukuran 6 x 5 m2 dengan 2 ruang tamu, 2

kamar tidur yang berukuran 2 x 1 m2, 1 dapur yang ukuran 3x2 m2 dan kamar mandi yang

berukuran 1x1,5 m . Setiap ruangan terdapat jendela yang terdiri dari 2 jendela besar di

ruang tamu dan tiap kamar tidur terdiri dari jendela kecil. Lantai rumahnya berupa semen dan

atap terbuat dari genteng. Rumah pasien deket dengan pembuangan limbah pembuatan kulit

dan rumah pasien pencahayaan dari sinar matahari kurang dan lembab. Jika hujan turun

daerah rumah pasien sering terjadi banjir. 3

Page 4: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Riwayat imunisasi

Umur Hep B BCG DPT POLIO CAMPAK

0 bulan - - - - -2 bulan - + - - -3 bulan - - - - -4 bulan - - - - -9 bulan - - - - -

Anamnesis makanan

Riwayat ASI sampai usia 2 tahun

Makan 3x hari dengan nasi + lauk pauk ( ayam, tempe, tahu, telur, ikan) + buah+

sayur- sayuran dan sering minum susu.

Anamnesis pertumbuhan

Pertumbuhan pasien terlihat sama dengan teman sebayanya dan mulai tumbuh gigi saat usia 6 bulan.

Anamnesis perkembangan

5 bulan : merangkak 7bulan : duduk 9bulan : mulai berjalan 11bulan : jalan 12ulan :ngomong 13ulan :berlari 2tahun :ngomong lengkap dan sudah mengerti

I. PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens

Keadaan umum

Kesadaran : Compos mentis tidak adekuat (apatis)

GCS = 14 (A4M6V5)

Kesan sakit : Tampak sakit berat

Ukuran antropometri

Berat badan : 39 kg

Panjang badan : 157 cm4

Page 5: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Lingkar kepala : 51 cm

Lingkar perut : 60 cm

Lingkar lengan atas : 21 cm

Lingkar paha : 31 cm

Status gizi

BB/U : 39/41,5 x 100% = 94 % ( Normal)

TB/U : 157/151.5 x 100% = 103% (Normal)

BMI : BB/(TB)2 = 39/(1,57)2 = 15 (underweight)

Tanda vital

Tensi : 90/60 mmHg

Nadi : 70 x/menit, Reguler, equal, isi cukup

Respirasi : 50 x/menit, Cepat dangkal

Suhu : 37,1 oC

Status Generalis

Kelainan mukosa kulit/ subkutan yang menyeluruh :

Pucat : (+)

Kering dan mengkilap : (-)

Sianosis : (-)

Ikterus : (-)

Perdarahan : (-)

Edema umum : (-)

Turgor : kembali cepat

Pembesaran KGB : (+) di preaurikuler sinistra

KEPALA

5

Page 6: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Bentuk : Normocephal, bulat, simetris

UUB : Datar, Menutup

Rambut : Hitam, ikal, tidak mudah dicabut, pertumbuhan lebat, signo de bandero (-)

Kulit : Kering, crazy pavement dermatosis (-)

Mata : Konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-), air mata (+/+), refleks cahaya (+/+), pupil bulat isokor diameter 3 mm, bercak bitot (-/-)

Telinga : Bentuk normal, simetris

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-/-)

Mulut : Bibir basah, sianosis (-), bercak koplik (-), angular chellosis (-), typhoid tongue (-)

Wajah : Tampak seperti orang tua (-), noma (-)

LEHER

Bentuk : Simetris

Trakhea : Di tengah

KGB : Teraba massa kenyal, mudah digerakan, tidak hiperemis, nyeri tekan positif di preaurikuler sinistra dengan ukuran 1x0,5 cm.

Retraksi suprsternal : (-)

THORAKS

Inspeksi : - Bentuk hemithorak kanan dan kiri asimetris, hemithorak kanan terlihat lebih cembung pada keadaan statis dan dinamis.

- Gerakan kedua hemithoraks asimetris, pada keadaan statis dan dinamis gerakan hemithorak kanan terlihat berkurang, retraksi sela iga (-).

Palpasi : Fremitus taktil dan vocal asimetris pada hemithorak kiri dan kanan, pada hemithorak kanan menurun.

6

Page 7: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Perkusi : Pulmo : - Pada hemithorak kanan sonor pada ICS 1-3. Pada ICS 4 kebawah terdengar redup.

- sonor pada seluruh lapang hemithorak kiri.

Cor : - Jantung kanan : batas jantung kanan sulit dinilai.

- Jantung kiri : - Batas jantung kiri ICS 5 linea mid klavikula sinistra.

- Batas atas jantung ICS 2 linea parasternalis sinistra.

Auskultasi : Pulmo : - Terdengar rhonki basah sedang nyaring pada hemithorak kanan ICS 1-3. Pada ICS 4 kebawah terdengar suara pleural friction rub.

- Pada seluruh lapang hemithorak kiri terdengar suara rhonki basah sedang nyaring

Cor : Bunyi jantung I & II reguler murni, gallop (+) S3, murmur (-)

ABDOMEN

Inspeksi : Permukaan tampak cembung tegang, retraksi epigastrium (-)

Auskultasi : BU (+) normal menurun

Perkusi : Terdengar redup pada 5 cm kearah kiri dari umbilkus, PS/PP +/+

Palpasi : NT (+)

Hepar : Sulit dinilai ( pasien kesakitan )

Lien : Tidak membesar ( pasien kesakitan )

Turgor : Kulit kembali cepat

GENITALIA EXTERNA

Kelamin : Perempuan, tidak ada pembesaran kelenjar inguinal, edema vulva (-)

EKSTREMITAS

Superior : akral teraba hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), purpura (-/-)

Inferior : akral teraba hangat, edema (-/-), sianosis (-/-), purpura (-/-)

7

Page 8: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

STATUS NEUROLOGI

Kekuatan Motoris : -/-

-/-

Sensorik : Baik

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)

Brudzinski I, II, III (+)

Reflek fisiologis : Trisep +/+ Bisep +/+ Brachioradialis +/+ `

KPR +/+ APR +/+

Refleks patologis : Babinsky +/+

Chaddock -/-

Oppenheim -/-

Schuffer -/-

Klonus +/+

Scoring TB

- Kontak : 2- Uji tuberculin : -- Berat badan/keadaan gizi : 0 - Demam tanpa sebab jelas : 1- Batuk kronik : 1- Pembesaran KBG : 1- Pembengkakan Sendi : 0- Rontgen Thorak : 2

Total skor : 7(TB Paru Positif)

II. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil Laboratorium

Tgl : 22-05-2012

8

Page 9: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Hematologi

Darah Rutin

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 8.9 g/dl 12.0- 16.0 g/dl

Hematokrit 29 % 35-47 %

Lekosit 10.600/mm3 3.800 – 10.600/mm3

Trombosit 461.000/mm3 150.000-440.000/mm3

Eritrosit 3.59 juta/mm3 3.6 – 5.8 juta/mm3

Hitung Jenis Lekosit

Basofil 0% 0-1%

Eosinofil 0% 1-6%

Batang 0% 3-5%

Segmen 87% 40-70%

Limfosit 13% 30-45%

Monosit 0% 2-10%

III. DIAGNOSIS BANDING

Pleuritis Exudativa ec TB + TB milier + Meningitis Purulenta + Peritonitis TB + decomposatio cordis ec anemia kronik + anemia kronik ec low intake + hipoalbuminemia et hiponatremia et hipokalemia ec low intake.

Pleuritis Exudativa ec TB + TB milier + Meningitis Serosa Grade 2 ec TB + Peritonitis TB + decomposatio cordis ec anemia kronik + anemia kronik ec low + hipoalbuminemia et hiponatremia et hipokalemia ec low intake

IV. DIAGNOSIS KERJA

Pleuritis Exudativa ec TB + TB milier + Meningitis Serosa Grade 2 ec TB + Peritonitis TB + decomposatio cordis grade III ec anemia kronik + anemia kronik ec low intake + hipoalbuminemia et hiponatremia et hipokalemia ec low intake.

V. PENATALAKSANAAN

9

Page 10: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Terapi umum

1. Istirahat ; Tirah baring2. Pemberian O2 2-3 liter/menit3. Diet : Tinggi kalori Tinggi protein dengan kalori

Terapi khusus

Infus Asering = 20 gtt/menit (makro) Inj.cefotaxim = 2 x 1 gr Tab Prednisone 3-3-2 tablet Pulv Rifampisin 1 x 585 mg Pulv Isoniazid 1 x 390 mg Pulv Vit B6 1 x 10 mg Pulv Pirazinamid 2 x 585 mg Inj streptomisin 1x750 mg Paracetamol 3x3/4 tablet Syr Ambroxol 3 x cth 1 Transfusi PRC 1x600 cc Inj furosemide 1x1 ampul

VI. USULAN PEMERIKSAAN

Pemeriksaan hematologi: darah rutin (Hb, Ht, Lekosit, Trombosit, Eritrosit,

hitung jenis, LED).

Kimia Klinik: protein total, albumin, SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Glukosa

dara sewaktu, Kalium, natrium

Rontgen Thorak Lateral dextra

Rontgen abdomen posisi

Mantoux test

Pungsi lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal (Glukosa, Protein, sel, dan

mkrobiologis ).

EKG

Mielografi atau MRI.

VII. PROGNOSIS Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

10

Page 11: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Quo ad sanationam : dubia ad malam

FOLLOW UP

TANGGAL SUBJEKTIF OBJEKTIF INSTRUKSI

24 Mei

2012

Sesak (+)

batuk (+)

KU = sakit berat KS = compos mentisT = 110/70 mmHgN = 70 x/mnt regular, equal, isi cukupR = 50 x/mntS = 37,1°CKepala : UUB menutupMata: CA (+/+),SI (-/-), edema palpebtra -/-, air mata +/+Hidung : PCH (-/-), sekret (-/-)Mulut: SPO (-), mukosa bibir lembab, Leher :pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)ThoraksI : Gerak hemitoraks kanan tertinggal disbanding kiri.Bentuk hemitorak kanan dan kiri asimetris, hemitorak kanan terlihat lebih cembung dibanding kiriP: fremitus taktil pada hemitorak kanan tertinggal dibanding hemitorak kiri Fremitus vocal hemitorak kanan < disbanding hemitorak kiriP: Pada hemitorak ditemukan sonor pada sela iga 1-3 kanan. Pada sela iga 4 ke bawah terdengar redup.Pada hemitorak kiri terdengar sonor.A: pulmo : VBS kanan-kiri asimetris, terdengar rhonki basah sedang nyaring

Terapi umumO2 2-3 liter/mTerapi khusus Inf Assering 20

gtt/menit Inj Cefotaxime: 2 x 1

gr IV Inj streptomisin 1x1

gr IV Tab Rimpamfisin

1x1 cap Tab INH 1x11/4 cap Tab Vit B6 1x10 mg Tab Pirazinamid

1x1cap Syr Ambroxol 3x1cth

11

Page 12: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

pada hemitorak kiri, Pada hemitprak kanan sela iga 1-3 terdengar rhonki basah sedang nyaring . pada sela iga 4 terdengar pleural friction rub.whezzing (-/-)Cor: batas jantung kanan sulit dinilaiBatas jantung kiri sela iga 5 midclavicula sinistraBatas atas jantung sela iga 2 linea para sternalis sinistra.A: BJI-BJII reguler, murmur (-); Gallop (+) s3-s4.AbdomenI: cembung tegangA: BU (+) menurunP: hepar dan lien sulit baikP: pekak samping/pekak pindah -/-EkstremitasAkral: teraba hangat, edema pretibial (-/-), sianosis (-)Status NeurologisRangsang Meningens kaku kuduk (+)Bruzunsky I, II,III (+)

LaboratoriumHEMATOLOGIDarah rutin

Hb : 8,02g/dl Ht : 27 % Lekosit: 10.600/mm3

Trombosit :407.000/mm3

Eritrosit : 3.25 juta/mm3

Kimia Klinik Glukosa Daah Sewaktu : 93

mg/dl 25- Mei

2012

Sesak (+)

batuk (+)

KU = sakit berat KS = compos mentisT = 90/60 mmHgN = 144 x/mnt regular, equal, isi cukupR = 52 x/mntS = 36,6°CKepala : UUB menutupMata: CA (+/+),SI (-/-), edema palpebtra -/-, air mata +/+

Terapi umumO2 2-3 liter/mTerapi khusus Inf Assering 20

gtt/menit Inj Cefotaxime: 2 x 1

gr IV Inj streptomisin 1x1

12

Page 13: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Hidung : PCH (-/-), sekret (-/-)Mulut: SPO (-), mukosa bibir lembab, Leher :pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)ThoraksI : Gerak hemitoraks kanan tertinggal disbanding kiri.Bentuk hemitorak kanan dan kiri asimetris, hemitorak kanan terlihat lebih cembung dibanding kiriP: fremitus taktil pada hemitorak kanan tertinggal dibanding hemitorak kiri Fremitus vocal hemitorak kanan < disbanding hemitorak kiriP: Pada hemitorak ditemukan sonor pada sela iga 1-3 kanan. Pada sela iga 4 ke bawah terdengar redup.Pada hemitorak kiri terdengar sonor.A: pulmo : VBS kanan-kiri asimetris, terdengar rhonki basah sedang nyaring pada hemitorak kiri, Pada hemitprak kanan sela iga 1-3 terdengar rhonki basah sedang nyaring . pada sela iga 4 terdengar pleural friction rub.whezzing (-/-) Cor: batas jantung kanan sulit dinilaiBatas jantung kiri sela iga 5 midclavicula sinistraBatas atas jantung sela iga 2 linea para sternalis sinistra.A: BJI-BJII reguler, murmur (-);Gallop (+) s3-s4.AbdomenI: cembung tegangA: BU (+) menurunP: hepar dan lien sulit baikP: pekak samping/pekak pindah -/-EkstremitasAkral: teraba hangat, edema pretibial (-/-), sianosis (-)Status NeurologisRangsang Meningens kaku kuduk (+)Bruzunsky I, II,III (+)

gr IV Tab Rimpamfisin

1x1 cap Tab INH 1x11/4 cap Tab Vit B6 1x10 mg Tab Pirazinamid

1x1cap Syr Ambroxol 3x1cth

13

Page 14: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

LaboratoriumHEMATOLOGIDarah rutin

Hb : 10,9 g/dl Ht : 35 % Lekosit :11.400 /mm3

Trombosit : 291.000/mm3

Eritrosit : 4.34 juta/mm3

Hitung Jenis Lekosit Basofil : 0% Eosinofil : 0% Batang : 0% Segmen : 90% Limfosit : 10 % Monosit : 0%

Kimia Klinik Protein total: 6.00 g/dl Albumin : 2.66 mg/dl SGOT : 63 U/L SGPT : 21 U/L Ureum : 24 mg/dl Kreatinin : 0.42 mg/dl

26- Mei

2012

Sesak (+)

batuk (+)

KU = sakit berat KS = compos mentisT = 110/90 mmHgN = 130x/mnt regular, equal, isi cukupR = 50 x/mntS = 37,1°CKepala : UUB menutupMata: CA (+/+),SI (-/-), edema palpebtra -/-, air mata +/+Hidung : PCH (-/-), sekret (-/-)Mulut: SPO (-), mukosa bibir lembab, Leher :pembesaran KGB (-), retraksi suprasternal (-)ThoraksI : Gerak hemitoraks kanan tertinggal dibanding kiri.Bentuk hemitorak kanan dan kiri asimetris, hemitorak kanan terlihat lebih

Terapi umumO2 2-3 liter/mTerapi khusus Inf Assering 20

gtt/menit Inj Cefotaxime: 2 x 1

gr IV Inj streptomisin 1x1

gr IV Tab Rimpamfisin

1x1 cap Tab INH 1x11/4 cap Tab Vit B6 1x10 mg Tab Pirazinamid

1x1cap Syr Ambroxol 3x1cth

14

Page 15: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

cembung dibanding kiriP: fremitus taktil pada hemitorak kanan tertinggal dibanding hemitorak kiri Fremitus vocal hemitorak kanan < disbanding hemitorak kiriP: Pada hemitorak ditemukan sonor pada sela iga 1-3 kanan. Pada sela iga 4 ke bawah terdengar redup.Pada hemitorak kiri terdengar sonor.A: pulmo : VBS kanan-kiri asimetris, terdengar rhonki basah sedang nyaring pada hemitorak kiri, Pada hemitprak kanan sela iga 1-3 terdengar rhonki basah sedang nyaring . pada sela iga 4 terdengar pleural friction rub.whezzing (-/-) Cor: batas jantung kanan sulit dinilaiBatas jantung kiri sela iga 5 midclavicula sinistraBatas atas jantung sela iga 2 linea para sternalis sinistra.A: BJI-BJII reguler, murmur (-);Gallop (+) s3-s4.AbdomenI: cembung tegangA: BU (+) menurunP: hepar dan lien sulit baikP: pekak samping/pekak pindah -/-EkstremitasAkral: teraba hangat, edema pretibial (-/-), sianosis (-)Status NeurologisRangsang Meningens kaku kuduk (+)Bruzunsky I, II,III (+)

LaboratoriumKimia Klinis

Natrium : 124 mEq/L Kalium :3,3 mEq/L

27 Mei

2012

Pasien pulang paksa

15

Page 16: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

RESUME

1. Anamnesa

Seorang anak, perempuan, 12 tahun, BB = 39 dengan keluhan batuk-batuk sejak 1 bulan SMRS. Batuknya disertai dahak yang berwarna keputihan dan dirasakan memburuk pada malam hari. Pasien juga merasa sesak terutama ketika batuk-batuk, aktivitas dan pada malam hari. Keluhan disertai dengan demam yang hilang timbul sejak 3 bulan SMRS. Pasien mengeluh adanya nyeri diseluruh bagian perut sejak 1 bulan SMRS. Pasien mengaku jarang makan dan sedikit maka. Pasien juga merasa kedua kaki lemas.

Riwayat penurunan berat badan diakui pasien. Riwayat keringat malam diakui pasien. Riwayat kontak dengan pamannya yang sedang dalam pengobatan paru selama 6 bulan. Menurut ibu pasien, pasien suka terlihat mengantuk pada siang hari. Oleh karena pasien tidak kunjung sembuh pasien dirujuk puskesmas ke RSUD Slamet Garut.

2. Pemeriksaan fisik

KU : SB

KS : CM

Status gizi

BB/U : 39/41,5 x 100% = 94 % ( Normal)

TB/U : 157/151.5 x 100% = 103% (Normal)

BMI : BB/(TB)2 = 39/(1,57)2 = 15 (underweight)

Tanda vital

Tensi : 90/60 mmHg

Nadi : 70 x/menit, Reguler, equal, isi cukup

Respirasi : 50 x/menit, Cepat dangkal

Suhu : 37,1 oC

UUB : Datar, Menutup

Mata : Konjungtiva anemis (+/+) sklera ikterik (-/-), air mata (+/+)16

Page 17: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), pernapasan cuping hidung (-/-)

Mulut : Bibir basah, sianosis (-)

Leher : Trakea di tengah, KGB teraba massa kenyal, dengan ukuran 1x0,5 cm di preaurikuler sinistra, Retraksi suprsternal : (-)

Thorak :

Inspeksi : - Bentuk hemithorak kanan dan kiri asimetris, hemithorak kanan terlihat lebih cembung.

- Gerakan hemithorak kanan terlihat berkurang.

Palpasi : Fremitus taktil dan vocal pada hemithorak kanan menurun.

Perkusi : Pulmo : - Pada hemithorak kanan sonor pada ICS 1-3. Pada ICS 4 kebawah terdengar redup.

Cor : - Jantung kanan : batas jantung kanan sulit dinilai.

Auskultasi : Pulmo : - Terdengar rhonki basah sedang nyaring pada hemithorak kanan ICS 1-3. Pada ICS 4 kebawah terdengar suara pleural friction rub.

- Pada seluruh lapang hemithorak kiri terdengar suara rhonki basah sedang nyaring

Cor : Bunyi jantung I & II reguler murni, gallop (+) S3, murmur (-)

Abdomen :

Inspeksi : Permukaan tampak cembung tegangAuskultasi : BU (+) menurun

Perkusi : Terdengar redup pada 5 cm kearah kiri dari umbilkus, PS/PP +/+

Palpasi : NT (+) pada seluruh quadran abdomen

Hepar dan Lien : Sulit dinilai ( pasien kesakitan )

Turgor : Kulit kembali cepat

Extremitas : Teraba hangat, edema (-/-), sianosis (-/-)

17

Page 18: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Status Neurologi

Kekuatan Motoris : 5/5

3/3

Sensorik : Baik

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)

Brudzinski I, II, III (+)

Reflek fisiologis : Trisep +/+ Bisep +/+ Brachioradialis +/+ `

KPR +/+ APR +/+

Refleks patologis : Babinsky +/+

Klonus +/+

Scoring TB

Total skor : 7 (TB Paru Positif)

18

Page 19: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

PEMBAHASAN

1. Pleuritis Exudativa ec TB + TB milier

Dari anamnesa didapatkan :

- Batuk lama sejak 1 bulan SMRS

- Sesak sejak 1 bulan SMRS

- Demam sejak 3 bulan SMRS

- Adanya penurunan berat badan dan keringat malam.

- Adanya kontak penderita dengan paman pasien.

- Scoring TB : 7 ( positif )

Dari pemeriksaan fisik :

- Frekuensi Nafas : 50 x/menit

- Thorak

Inspeksi : - Bentuk hemithorak kanan dan kiri asimetris, hemithorak kanan terlihat lebih cembung.

- Gerakan hemithorak kanan terlihat berkurang.

Palpasi : Fremitus taktil dan vocal pada hemithorak kanan menurun.

Perkusi : Pulmo : - Pada hemithorak kanan sonor pada ICS 1-3. Pada ICS 4 kebawah terdengar redup.

Auskultasi : Pulmo : - Terdengar rhonki basah sedang nyaring pada hemithorak kanan ICS 1-3. Pada ICS 4 kebawah terdengar suara pleural friction rub.

- Pada seluruh lapang hemithorak kiri terdengar suara rhonki basah sedang nyaring

Dari rontgen thorak :

- Ditemukan adanya perselebungan pada lapang paru kanan atas sampai

bawah

19

Page 20: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

- Tampak bercakan halus dengan bentuk yang khas dengan ukuran

seragam pada kedua lapang paru ( milli yang tersebar pada seluruh

lapangan paru.

Kesan : Kp duplek aktif + Efusi pleura dextra

2. Meningitis Serosa Grade 2 ec TB Paru

Dari anamnesa didapatkan :

- Pasien terlihat mengantuk sepanjang hari

- Jika pasien tertidur lebih lama dan sulit dibangunkan

- Pasien sulit untuk diajak komunikasi

- Skor Tb 7 ( positif )

Dari pemeriksaan fisik :

- Kesadaran compos mentis tidak adekuat ( apatis )

Status Neurologi

Kekuatan Motoris : 5/5

3/3

Sensorik : Baik

Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (+)

Brudzinski I, II, III (+)

Reflek fisiologis : Trisep +/+ Bisep +/+ Brachioradialis +/+ `

KPR +/+ APR +/+

Refleks patologis : Babinsky +/+

Klonus +/+

3. Peritonitis TB

Dari Anamnesa didapatkan :

- Pasien mengeluh adanya nyeri diseluruh bagian perut sejak 1

bulan SMRS.

- Nyeri perut dirasakan hebat sehingga apabila perut ditekan

pasien merasa kesakitan.

20

Page 21: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Pada pemeriksaan fisik :

Abdomen :

Inspeksi : Permukaan tampak cembung tegangAuskultasi : BU (+) menurun

Perkusi : Terdengar redup pada 5 cm kearah kiri dari umbilkus, PS/PP +/+

Palpasi : NT (+) pada seluruh quadran abdomen

Hepar dan Lien : Sulit dinilai ( pasien kesakitan )

4. Decomposatio cordis Grade III ec Anemia kronik

Pada anamnesis didapatkan :

- Sesak sejak 1 bulan SMRS

- Sesak saat beraktivitas ringan ( contoh : pergi keWC )

- Sesak pada malam hari sehingga pasien terbangun

- Batuk pada malam hari

Pada pemeriksaan fisik :

- Cor : Bunyi jantung I & II reguler murni, gallop (+) S3, murmur (-)

Pemeriksaan Lab :

Hematologi

Darah Rutin

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 8.9 g/dl 12.0- 16.0 g/dl

Hematokrit 29 % 35-47 %

Lekosit 10.600/mm3 3.800 – 10.600/mm3

Trombosit 461.000/mm3 150.000-440.000/mm3

Eritrosit 3.59 juta/mm3 3.6 – 5.8 juta/mm3

5. Anemia Kronik ec Low intake

21

Page 22: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Pada anamnesis didapatkan :

- Pasien mengeluh lemas dan pucat

- Pasien mengeluh tidak nafsu makan

Pada pemeriksaan fisik :

Mata : conjungtiva anemis +/+

Pemeriksaan Lab :

Hematologi (tgl 22-05-2012)

Darah Rutin

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 8.9 g/dl 12.0- 16.0 g/dl

Hematokrit 29 % 35-47 %

Eritrosit 3.59% 3.6 – 5.6%

Hematologi (tgl 24-05-2012)

Darah Rutin

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 8.2 g/dl 12.0- 16.0 g/dl

Hematokrit 27 % 35-47 %

Eritrosit 3.25% 3.6 – 5.6%

Hematologi (tgl 22-05-2012)

Darah Rutin

Hasil Nilai normal

Hemoglobin 8.9 g/dl 12.0- 16.0 g/dl

Hematokrit 29 % 35-47 %

Eritrosit 3.59% 3.6 – 5.6%

Hematologi (tgl 25-05-2012) Hasil Nilai normal

22

Page 23: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Darah Rutin

Hemoglobin 10.9 g/dl 12.0- 16.0 g/dl

Hematokrit 35 % 35-47 %

Eritrosit 4.34% 3.6 – 5.6%

6. Hipoalbuminemia et hiponatremia et hipokalemia ec low intake

Pada anamnesis didapatkan :

- Pasien mengeluh lemas.

- Pasien mengeluh tidak nafsu makan

Pada pemeriksaan fisik :

-pasien terlihat lemah.

-Mata : konjutiva anemis +/+

Pemeriksaan Lab :

Laboratorium (25-05-2012)Kimia Klinik

Protein total: 6.00 g/dl Albumin : 2.66 mg/dl

Laboratorium (26-05-2012) Kimia Klinis

Natrium : 124 mEq/L Kalium :3,3 mEq/L

23

Page 24: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

TB MILIER

1. DEFINISI

Tuberkulosis milier merupakan jenis tuberkulosis yang bervariasi mulai dari infeksi

kronis, progresif lambat, hingga penyakit fulminan akut, yang disebabkan penyebaran

hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa terinfeksi ke dalam aliran darah dan mengenai

banyak organ dengan tuberkel-tuberkel mirip benih padi. Tuberkulosis jenis ini bisa terjadi

pada semua golongan umur, namun sebagian besar penderita berumur kurang dari 5 tahun.

2. EPIDEMIOLOGI

Menurut penyelidikan WHO dan UNICEF di daerah Yogyakarta 0,6% penduduk

menderita TB dengan basil tuberkulosis positif dalam dahaknya, dengan perbedaan

prevalensi antara di kota dan di desa masing-masing 0,5 – 0,8% dan 0,3 – 0,4%. Uji

tuberkulin pada 50% penduduk menunjukkan hasil positif dengan perincian berdasarkan

golongan umur sebagai berikut :

1 – 6 tahun : 25,9%

7 – 14 tahun : 42,4%

15 tahun ke atas : 58,6%

3. ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1882. Kuman

ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan.

Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TBC cepat mati

dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang

gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama

beberapa tahun. Fraksi protein basil tuberculosis menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan

24

Page 25: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor penyebab terjadinya fibrosis

dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel. Basil TB tidak membentuk toksin (baik

endotoksin maupun eksotoksin)

4. PATOGENESIS

5. GEJALA KLINIS

Anak umumnya mengalami gejala kronis seperti batuk yang tak kunjung sembuh,

demam, dan turunnya berat badan atau tidak naiknya berat badan terutama setelah menjalani

program perbaikan gizi (nutritional rehabilitation). Batuk kronik didefinisikan sebagai batuk

yang tak kunjung sembuh dan tidak membaik selama lebih dari 21 hari (3 minggu). Demam

di sini didefinisikan sebagai demam lebih dari 380C selama 14 hari setelah kemungkinan

penyebab lain dapat disingkirkan.

Walaupun TB luar paru-paru (extra pulmonary) seringkali tidak menunjukkan tanda yang

jelas, beberapa tanda cukup spesifik untuk memulai pemeriksaan dan penanganan sesegera

mungkin.

Tanda fisik seperti tonjolan di tulang belakang (gibbus) atau pembesaran kelenjar

getah bening leher yang tidak nyeri dengan pembentukan saluran tempat keluarnya nanah

(fistula) sangat sugestif untuk TB luar paru-paru. Radang selaput otak (meningitis) yang tidak

menunjukkan respon terhadap antibiotik, cairan pada rongga antara paru-paru dengan dinding

25

Page 26: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

dada (pleural effusion), cairan pada rongga selaput jantung (pericardial effusion), cairan pada

rongga perut (ascites), pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri tanpa

pembentukan fistula, pembengkakan sendi yang tidak nyeri, atau benjolan keras kemerahan

di lengan/kaki (erythema nodosum) juga merupakan tanda-tanda perlunya dilakukan

pemeriksaan TB lebih lanjut. Demam, berat badan turun atau tetap, serta anoreksia

menempati urutan atas sebagai gejala TB pada bayi. Hal ini sesuai dengan Miller. Batuk

merupakan gejala utama infeksi saluran nafas akut yang mencurigakan. TB biasanya batuk

lama yang bukan karena asma atau penyakit lain seperti pertusis. Kejang pada TB berat

(milier) mungkin akibat meningitis.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran kelenjar getah bening dan

hepatosplenomegali. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa TB berat

(TB milier) sebagian besar akan melibatkan organ lain seperti hati, limpa, dan kelenjar

getah bening.

6. DIAGNOSIS

Berbagai upaya telah dilakukan untuk menentukan diagnosis TB pada anak seperti uji

serologis, kultur M. tuberculosis dan lain-lain, namun masih belum mampu memastikan

diagnosis secara sederhana, murah, cepat dan akurat. TB dapat menyerang semua lapisan,

jenis kelamin dan usia. Bila TB terjadi pada masa bayi, diagnosis sering terlambat karena

keterlambatan bayi dibawa ke petugas kesehatan dalam hal ini dokter. Tidak jarang bayi

dibawa sudah dalam keadaan berat seperti TB milier atau meningitis. Karena

sulitnya memperoleh sediaan dahak pada anak, beberapa kriteria klinis yang sederhana telah

diajukan untuk mendiagnosis TB pada anak. Kriteria ini didasarkan pada kriteria WHO untuk

mendiagnosis TB pada anak. Diagnosis TB ditegakkan jika diperoleh 3 dari kriteria berikut

ini:

1. Tes tuberkulin kulit yang positif

2. Gejala kronis sesuai TB

3. Perubahan fisik sugestif untuk TB

4. X-ray dada sugestif untuk TB

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

26

Page 27: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

1. Tes tuberkulin kulit (Mantoux)

Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:

Indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi

beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada

anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan

kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh

yang cukup dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes 

Indurasi  ≥ 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau tidak

2. X-ray dada

Pada sebagian besar kasus, X-ray dada akan menunjukkan perubahan yang

tipikal untuk TB. Gambaran X-ray paling umum adalah memutihnya suatu area di

paru-paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan

pembesaran kelenjar getah bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar

pangkal saluran udara (subcarinal). Gambaran perubahan di bagian atas atau

tengah paru-paru lebih umum ditemukan dibanding di bagian bawah. Anak dengan

gambaran seperti ini yang tidak membaik setelah pemberian antibiotik harus

menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut. Gambaran X-ray dengan titik-titik putih yang

tersebar di seluruh paru-paru (miliari) sangat sugestif untuk TB.

Pasien remaja umumnya memiliki gambaran X-ray dada serupa dengan pasien

dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya bagian

puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity).

3. Tes bakteriologis

Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari

dahak, pengambilan cairan (aspirasi)  dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi

kelenjar getah bening. Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak

dengan:

Kecurigaan resistensi terhadap obat

Infeksi HIV

Kasus yang kompleks atau parah

27

Page 28: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Diagnosis yang tidak pasti

Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh

pada anak ≥ 10 tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan

sebagian besar akan menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa,

pemeriksaan dahak membutuhkan 3 sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada

pagi berikutnya, dan pada kunjungan berikutnya. Aspirasi cairan lambung dengan

selang khusus lambung yang dimasukkan dari hidung (nasogastric tube) dapat

dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau mengeluarkan dahak. Cara

lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.

4. Penggunaan Diagnostic Score Charts

Tabel Sistem Skoring diagnosis tuberculosis anak

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu

Kavitas (+) BTA tidak jelas

BTA (+)

Uji tuberkulin negatif Positif (≥ 10 mm, atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi

Berat badan/keadaan gizi

BB/TB <90%> Klinis gizi buruk atau BB/TB <70%>

Demam tanpa sebab jelas

≥ 2 minggu

Batuk ≥ 3 minggu

Pembesaran kel.limfe kolli, aksila, inguinal

≥ 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri

Pembengkakan Ada

28

Page 29: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

tulang/sendi, panggul, lutut, tulang

pembengkakan

Foto rontgen Thoraks

Normal/ tidak jelas

Infiltrat

Pembesaran kelenjar

Konsolidasi segmental/lobar

atelektasis

Kalsifikasi + infiltrat

Pembesaran kelenjar + infiltr

7. PENATALAKSAN

Mengacu kepada ketentuan WHO, pengobatan TBC Milier pada prinsipnya sama dengan pengobatan TBC pada umumnya, yaitu perpaduan dari beberapa jenis antituberkulosa baik yang bakteriostatik maupun bakterisid, yaitu :

1. Isoniasid (H). Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pengobatan. Dosis harian : 5 mg/kg BB, dosis intermiten 3 x / minggu : 10 mg/kg BB.

2. Rifampisin (R). Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang tidak bisa dibunuh oleh Isoniasid. Dosis harian dan dosis intermiten sama, yaitu : 10 mg/kg BB.

3. Pirazinamid (Z). Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian : 25 mg/kg BB, dosis intermiten 35 mg/kg BB.

4. Streptomisin (S). Bersifat bakterisid, dosis harian dan intermiten sama, yaitu : 15 mg/kg BB.

5. Etambutol (E). Bersifat bakteriostatik, dosis harian : 15 mg/kg BB, dosis intermiten : 30 mg/kg BB.

Pengobatan dibagi dalam 2 tahap yaitu :

1. Tahap Intensif : Pada tahap ini kombinasi obat diberikan setiap hari selama 60 - 90 hari minum obat.

29

Page 30: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

2. Tahap Lanjutan : Jenis obat yang diberikan pada tahap ini lebih sedikit, tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama, yaitu selama 4 - 5 bulan dengan 54 - 66 hari minum obat (3x/minggu).

Panduan Obat yang ada di Indonesia adalah :

1. Katagori I

- Tahap Intensif , 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat sbb : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).

- Tahap lanjutan, 54 hari minum obat selama 4 bulan (3x/minggu), dengan paduan sbb: Isoniasid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita baru TBC Paru BTA positif

b. Penderita TBC Paru BTA negatif, Rontgen positif sakit berat.

c. Penderita TBC ekstra paru berat.

2. Katagori II

- Tahap Intensif, selama 90 hari, terdiri dari 60 hari dengan paduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E) serta suntikan Streptomisin (S). Dan 30 hari dengan paduan seperti di atas minus suntikan Streptomisin (S).

- Tahap Lanjutan, selama 66 hari minum obat dalam 5 bulan (3x/minggu), dengan paduan : Isoniasid (H), Rifampisin (R) dan Etambutol (E).

Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita kambuh (relaps).

b. Penderita gagal dengan pengobatan sebelumnya (failure).

c. Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)

3. Katagori III

- Tahap Intensif, 60 hari minum obat setiap hari dengan perpaduan obat : Isoniazid (H), Rifampisin (R), dan Pirasinamid (Z).

- Tahap Lanjutan, 54 hari minum obat dalam 4 bulan (3x/minggu) dengan perpaduan obat : Isoniazid (H) dan Rifampisin (R).

Obat ini diberikan untuk :

a. Penderita baru TBC Paru BTA negatif, rontgen positif sakit ringan.

30

Page 31: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

b. Penderita TBC ekstra paru ringan.

4. Obat Sisipan

Obat ini diberikan kepada penderita yang mendapat pengobatan Katagori I atau Katagori II, dimana pada akhir pengobatan fase intensif hasil pemeriksaan BTA masih positif. Obat fase sisipan diberikan setiap hari selama 30 hari dengan perpaduan obat : Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirasinamid (Z) dan Etambutol (E).

TBC Milier bersama dengan TBC dengan Meningitis, TBC Pleuritis Eksudatif, TBC Parikarditis Konstriktif, direkomendasikan untuk mendapat pengobatan dengan :

1. Katagori I, dan

2. Kortikosteroid, dengan dosis 30-40 mg/kg BB per hari, kemudian diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/kg BB, dan lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan kemajuan pengobatan.

31

Page 32: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Pleuritis Exudativa TB

I. PatofisiologiPleuritis TB dapat merupakan manifestasi dari tuberkulosis primer atau tuberkulosis

post primer (reaktivasi). Hipotesis terbaru mengenai Pleuritis TB primer menyatakan bahwa pada 6-12 minggu setelah infeksi primer terjadi pecahnya fokus kaseosa subpleura ke kavitas pleura. Antigen mikobakterium TB memasuki kavitas pleura dan berinteraksi dengan Sel T yang sebelumnya telah tersensitisasi mikobakteria, hal ini berakibat terjadinya reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang menyebabkan terjadinya eksudasi oleh karena meningkatnya permeabilitas dan menurunnya klirens sehingga terjadi akumulasi cairan di kavitas pleura.

Cairan efusi ini secara umum adalah eksudat tapi dapat juga berupa serosanguineous dan biasanya mengandung sedikit basil TB. Beberapa kriteria yang mengarah ke Pleuritis TB primer :

(i). Adanya data tes PPD positif baru

(ii). Rontgen thorax dalam satu tahun terakhir tidak menunjukkan adanya kejadian tuberkolosis parenkim paru

(iii), Adenopati Hilus dengan atau tanpa penyakit parenkim.

Umumnya, efusi yang terjadi pada Pleuritis TB primer berlangsung tanpa diketahui dan proses penyembuhan spontan terjadi pada 90% kasus. Pleuritis TB dapat berasal dari reaktivasi atau TB post primer. Reaktivasi dapat terjadi jika stasus imunitas pasien turun. Pada suatu penelitian disebutkan bahwa umur rata-rata pasien dengan reaktivasi TB adalah 44,6 tahun. Pada kasus Pleuritis TB rekativasi, dapat dideteksi TB parenkim paru secara radiografi dengan CT scan pada kebanyakan pasien. Infiltrasi dapat terlihat pada lobus superior atau segmen superior dari lobus inferior. Bekas lesi parenkim dapat ditemukan pada lobus superior, hal inilah yang khas pada TB reaktivasi. Efusi yang terjadi hampir umumnya ipsilateral dari infiltrat dan merupakan tanda adanya TB parenkim yang aktif. Efusi pada pleuritis TB dapat juga terjadi sebagai akibat penyebaran basil TB secara langsung dari lesi kavitas paru, dari aliran darah dan sistem limfatik pada TB post primer (reaktivasi). Penyebaran hematogen terjadi pada TB milier. Efusi pleura terjadi 10-30% dari kasus TB miler. Pada TB miler, efusi yang terjadi dapat masif dan bilateral. PPD test dapat negatif dan hasil pemerikasaan sputum biasanya juga negatif.

32

Page 33: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

II. Gambaran Klinis dan Sekuele

Gambaran klinis dari Pleuritis TB yang paling sering dilaporkan adalah batuk (71-94%), demam (71-100%), nyeri dada pleuritik (78-82%) dan dispneu. Batuk yang terjadi biasanya nonproduktif terutama ketika tidak terdapat lesi paru aktif. Keringat malam, sensasi mengigil, dyspneu, malaise, dan penurunan berat badan merupakan keluhan umum. Demam dan nyeri dada umumnya terdapat pada pasien muda, sedangkan batuk dan dyspneu umumnya pada pasien yang lebih tua.

Pemeriksaan fisik ditemukan berkurangnya suara nafas dan perkusi pekak diatas tempat efusi. Pleral friction rub dilaporkan pada 10% pasien. Pada keadaan tidak diberikannya obat anti tuberkulosis, resolusi dari efusi yang terjadi pada pleuritis TB biasanya spontan dalam beberapa bulan. Akan tetapi, setengah dari kasus yang tidak diterapi akan berkembang menjadi bentuk tuberkulosis paru dan ekstraparu yang lebih berat yang dapat berakibat pada kecacatan dan kematian. Sekule lain pada pleuritis TB primer adalah terjadinya sisa penebalan pleura yang potensial menyebabkan pembatasan ventilasi. Infeksi kronik aktif dapat mengawali berkembangnya tuberkulosa empyema. Pecahnya kavitas parenkim ke ruang pleura dapat berkembang menjadi fistula bronkhopleural dan pyo-pnemothoraks.

III. Metode Diagnosis

Pleuritis TB tidak selalu mudah didiagnosis, karena tidak selalu ada gambaran khas seperti adanya eksudat yang kaya limfosit pada cairan efusi, granuloma nekrotik kaseosa pada biopsi pleura, hasil positif dari pewarnaan Ziehl Neelsen atau kultur Lowenstein dari cairan efusi atau jaringan sampel dan sensitivitas kulit terhadap PPD.

Diagnosis dari Pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis cairan pleura dan biopsi pleura. Pada tahun-tahun terakhir ini, beberapa penelitian meneliti adanya penanda biokimia seperti ADA, ADA isoenzim, Lisozim, dan limfokin lain untuk meningkatkan efisiensi diagnosis.

Hasil thorakosintesis efusi pleura dari Pleuritis TB primer mempunyai karakteristik cairan eksudat dengan total kandungan protein pada cairan pleura >30g/dL, rasio LDH cairan pleura dibanding serum > 0,5 dan LDH total cairan pleura >200U. Cairan pleura mengandung dominan limfosit (sering lebih dari 75% dari semua materi seluler), sering dikiuti dengan kadar glukosa yang rendah. Sayangnya, dari kharakteristik diatas tidak ada yang spesifik untuk tuberkulosis, keadaan lain juga menunjukkan kharakteristik yang hampir mirip seperti efusi parapnemonia, keganasan, dan penyakit rheumatoid yang menyerang pleura.

Hasil pemeriksaan BTA cairan pleura jarang menunjukkan hasil positif (0-1%). Isolasi M.tuberculosis dari kultur cairan pleura hanya didapatkan pada 20-40% pasien Pleuritis TB. Pemeriksaan dengan PCR (polymerase chain reaction) didasarkan pada amplifikasi fragmen DNA mikobakterium. Karena efusi pada pleuritis TB mengandung

33

Page 34: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

sedikit basil TB, secara teori sensitivitasnya dapat ditingkatkan mengunakan PCR. Banyak penelitian yang mengevaluasi efikasi PCR untuk mendiagnosis pleuritis TB dan menunjukkan bahwa sensitivitas berkisar antara 20-90% dan spesifitas antara 78-100%.

V. Terapi

Penggunaan OAT extrapulmonal diapakai untuk mengobati kasus ini. Thorakosintesis berulang tidak diperlukan ketika diagnosis telah dapat ditegakkan dan terapi telah dimulai, tapi thorakosintesis mungkin diperlukan untuk mengurangi gejala.

34

Page 35: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

MENINGITIS TUBERKULOSIS

1. Defisni

Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang

disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis.

2. INSIDENSI

Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan karena morbiditas

tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini dapat saja menyerang semua usia, termasuk

bayi dan anak kecil dengan kekebalan alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi

dijumpai pada anak umur 6 bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur

dibawah 6 bulan, hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis

tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati. Angka

kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian besar memberikan

gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara neurologis dan intelektual.

3. PATOFISIOLOGI

Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis

primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di

abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer

(1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan

kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau

hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang .

Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951.

Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak

atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi

infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang (Darto Saharso,

35

Page 36: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

1999). Bila penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung

menyebabkan penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis.

Meningitis tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca

primer). Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala.

Kuman kemudian langsung masuk ke ruang subarachnoid atau ventrikel. Tumpahan

protein kuman tuberkulosis ke ruang subarakhnoid akan merangsang reaksi hipersensitivitas

yang hebat dan selanjutnya akan menyebabkan reaksi radang yang paling banyak terjadi di

basal otak. Selanjutnya meningitis yang menyeluruh akan berkembang.

Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:

1. Araknoiditis proliferatif

Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang

melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut

di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di

basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan

nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan

mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan

mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian

III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf

kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur

bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII

akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.

2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi

membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya

radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan

sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri

cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila

infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang

terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia

ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis

perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan

36

Page 37: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel,

proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri

cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena

selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan

trombosis serta oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas,

diduga hipersensitivitas tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan

perubahan fibrin.

3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan

mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.

Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan

menyebabkan spinal block dan paraplegia (Kliegman, et al. 2004).

Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:

1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier;

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang

difus;

3. Acute inflammatory caseous meningitis

Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya di korteks

Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid

4. Meningitis proliferatif

Terlokalisasi, pada selaput otak

Difus dengan gambaran tidak jelas

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap

pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan

lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi

dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

37

Page 38: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

4. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan

dalam tiga stadium:

1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)

Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu

Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis

Gejala: * demam (tidak terlalu tinggi) * rasa lemah

* nafsu makan menurun (anorexia) * nyeri perut

* sakit kepala * tidur terganggu

* mual, muntah * konstipasi

* apatis * irritable

Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang sering

ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan suasana

hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja tanpa

disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan didapatkan

sekitar 10-15%.

Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan

berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke stadium

III.

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.

Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas

lengkung serebri.

38

Page 39: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi.

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak

menyebabkan gangguan otak / batang otak.

Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan

saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya

tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang

medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia,

quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.

Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,

sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar,

sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.

Gejala:

* Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah

* Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:

- disorientasi

- bingung

- kejang

- tremor

- hemibalismus / hemikorea

- hemiparesis / quadriparesis

- penurunan kesadaran

* Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:

Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII

39

Page 40: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Tanda: - strabismus - diplopia

- ptosis - reaksi pupil lambat

- gangguan penglihatan kabur

3. Stadium III (koma / fase paralitik)

Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama ± 2-3 minggu

Gangguan fungsi otak semakin jelas.

Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh

eksudat yang mengalami organisasi.

Gejala: * pernapasan irregular

* demam tinggi

* edema papil

* hiperglikemia

* kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,

stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme,

opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.

* nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur

* hiperpireksia

* akhirnya, pasien dapat meninggal.

5. DIAGNOSIS

1. Scoring TB

Laboratorium

40

Page 41: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

- Dari hasil pemeriksaan laboratorium

o Darah: - anemia ringan

- peningkatan laju endap darah pada 80% kasus

o Cairan otak dan tulang belakang / liquor cerebrospinalis (dengan cara pungsi lumbal) :

- Warna: jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-

batang. Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah

berlangsung lama dan ada hambatan di medulla spinalis.

- Jumlah sel: 100 – 500 sel / μl. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit

sama banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih

banyak (pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase

akut dapat mencapai 1000 / mm3.

- Kadar protein: meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini

menyebabkan liquor cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan

pada permukaan dapat tampak sarang laba-laba ataupun bekuan yang

menunjukkan tingginya kadar fibrinogen (Iskandar Japardi, 2002).

- Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai

hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis

adalah ±60% dari kadar glukosa darah.

- Kadar klorida normal pada stadium awal, kemudian menurun

- Pada pewarnaan Gram dan kultur liquor cerebrospinalis dapat ditemukan

kuman (Darto Suharso. 1999., Herry Garna dan Nataprawira., 2005.,

Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal selama

3 hari berturut-turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil

pemeriksaan pungsi lumbal kedua dan ketiga (Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).

Dari pemeriksaan radiologi:

41

Page 42: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

- Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.

- Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira

pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal (Darto Suharso. 1999).

- CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah

basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus.

Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance

Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada

awal penyakit. Seiring berkembangnya penyakit, gambaran yang sering

ditemukan adalah enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus

komunikans yang disertai dengan tanda-tanda edema otak atau iskemia

fokal yang masih dini. Selain itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang

silent, biasanya di daerah korteks serebri atau talamus.

42

Page 43: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

PERITONITIS TBPeritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai yaitu sekitar 1– 5%

dari kasus TBanak. Umumnya terjadi pada dewasa dengan perbandingan perempuan lebih

sering dari laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.Patogenesis peritonitis TB didahului oleh

infeksi M. tuberculosis yang menyebar secara hematogen ke organ-organ di luar paru

termasuk peritoneum. Dengan perjalanan waktu dan menurunnya daya tahan tubuh dapat

mengakibatkan terjadinya peritonitis TB. Cara lain adalah dengan penjalaran langsung dari

kelenjar mesenterika atau dari tuberkulosis usus. Pada peritoneum terjadi tuberkel dengan

massa perkijuan yang dapat membentuk satu kesatuan ( konfluen ). Pada perkembangan

selanjutnya dapat terjadi penggumpalan omentum di daerah epigastrium dan melekat pada

organ-organ abdomen yang pada akhirnya dapat menyebabkan obstruksi khusus. Di lain

pihak, kelenjar limfe yang terinfeksi dapat membesar yang menyebabkan penekanan pada

vena porta dengan akibat pelebaran vena dinding abdomen dan asites.

  Umumnya gejala klinis umum TB pada anak dapat timbul disamping gejala khusus

peritonitis TB. Tanda yang dapat terlihat adalah ditemukanya massa intra abdomen, adanya

asites. Kadang-kadang ditemukan fenomena papan catur yaitu pada perabaan abdomen di

dapatkan adanya massa yang diselingi perabaan lunak, kadang-kadang didapat pada obstruksi

usus. Berdasarkan patogenesisnya manifestasi klinis tuberkulosis abdomen terbagi dua yaitu

terdapatnya asites dan adanya gambaran papan catur. Pemeriksaan penunjang yang

dianjurkan adalah sama dengan pemeriksaan pada TB secara umum. Untuk mengetahui

adanya peritonitis TB dapat dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen yaitu dijumpai

gambaran peritonitis, massa omentum dan asies. Apabila dijumpai asites maka diperlukan

pemeriksaan analisis cairan asites yang umumnya didapatkan peningkatan jumlah sel dengan

monosit dominant. Protein dan penurunan glukosa. Biopsi peritonium dapat dilakukan untuk

mencarigambaran patologis. Kultur M. tuberculosi dapat dilakukan dengan bahan cairan

asites ataupunbiopsi peritonium. Tatalaksana medikamentosa peritonitis tuberkulosis sama

dengan tata laksana TB ekstra pulmonal lain seperti skrofuloderma, spondilitis TB yaitu 43

Page 44: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

rifampisin, INH, dan pirazinamid. Pada keadaan obstruksi usus karena perlengketan perlu

dilakukan tindakan operasi.

DECOMPENSATIO CORDIS

DEFINISI

Gagal Jantung (decompensatio cordis/heart failure/HF) merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi pada pasien yang mengalami abnormalitas (baik akibat keturunan atau didapat) pada struktur atau fungsi jantung sehingga menyebabkan terjadinya perkembangan rangkaian gejala klinis (fatigue dan sesak) dan tanda klinis (edema dan rales) yang mengakibatkan opname, kualitas hidup buruk, dan harapan hidup memendek.

ETIOLOGITerdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu :

1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau bersamaan yaitu :

Beban tekanan Beban volume

Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastole

Obstruksi pengisian ventrikel

Aneurisma ventrikel

Disinergi ventrikel

Restriksi endokardial atu miokardial

2. Abnormalitas otot jantung

Primer : kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia) toksin atau sitostatika.

Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

Di samping itu penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni pada masa neonatus, bayi dan anak

44

Page 45: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Periode Neonatus

Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonatus, dan bila ada biasanya berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit atau gangguan metabolik lainnya. Lesi jantung kiri seperti sindrom hipoplasia jantung kiri, koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung pada 1 atau 2 minggu pertama.

Periode Bayi

Antara usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab tersering ialah kelainan struktural termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten atau defek septum atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih kompleks seperti transposisi, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia tricuspid atau trunkus arteriosus biasanya juga terjadi pada periode ini.

Periode Anak

Gagal jantung pada penyakit jantung bawaan jarang dimulai setelah usia 1 tahun. Di negara maju, karena sebagian besar pasien dengan penyakit jantung bawaan yang berat sudah dioperasi, maka praktis gagal jantung bukan menjadi masalah pada pasien penyakit jantung bawaan setelah usia 1 tahun.

Etiologi Gagal Jantung

Fraksi Ejeksi Menurun (<40%) Penyakit Jantung Koroner Cardiomyopathi noniskemik dilatasiInfark Myokarda Kelainan genetic/familial

Iskemik Myokarda Gangguan infiltratifa

Pressure overload kronik Kerusakan akibat toxic/obat-obatanHipertensia Gangguan Metabolika

Penyakit katup obstruktifa Viral

Volume Overload kronik Penyakit ChagasPenyakit katup regurgitasi Gangguan ritmeShunting intrakardiak (left-to-right) Bradyarrhythmias kronikShunting extrakardiak Tachyarrhythmias kronikFraksi Ejeksi Normal (>40–50%) Hipertrofi Patologis Kardiomyopati restriktifPrimer (Kardiomyopati hipertrofi) Gangguan Infiltratif (amyloidosis,

sarcoidosis)Sekunder (hipertensi) Gangguan penyimpanan (hemochromatosis)Penuaan Fibrosis

45

Page 46: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

  Gangguan EndomyocardialPulmonary Heart Disease Cor pulmonale  Gangguan vaskuler pulmoner  Keadaan High-Output Gangguan metabolik Peningkatan kebutuhan aliran darah berlebih Thyrotoxicosis Systemic arteriovenous shuntingGangguan Nutrisi (beriberi) Chronic anemia

aNote: Mengindikasikan keadaan yang dapat menyebabkan gagal jantung dengan fraksi

Patofisiologi Gagal Jantung

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung.

Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

Kemampuan jantung untuk memompa darah guna memenuhi kebutuhan tubuh ditentukan oleh curah jantung yang dipengaruhi oleh empar faktor yaitu: preload; yang setara dengan isi diastolik akhir, afterload; yaitu jumlah tahanan total yang harus melawan ejeksi ventrikel, kontraktilitas miokardium; yaitu kemampuan intrinsik otot jantung untuk menghasilkan tenaga dan berkontraksi tanpa tergantung kepada preload maupun afterload serta frekuensi denyut jantung.

Dalam hubungan ini, penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang ringan.

Pada awal gagal jantung, akibat CO yang rendah, di dalam tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.

46

Page 47: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan hipertrofi/ dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi.

Mekanisme Kompensasi

Mekanisme adaptive atau kompensasi jantung dalam merespon keadaan yang menyebabkan kegagalan jantung tersebut antara lain

1. Mekanisme Frank-Starlin2. Aktivasi neurohormonal yang mempengaruhi beberapa sistem antara lain

sistem saraf simpatetik

3. Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron.

4. Peptida natriuretik dan substansi vasoaktif yang diproduksi secara local.

5. Hipertrofi otot jantung dan remodeling.

Manifestasi Klinik Gagal Jantung

Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan penampilan jantung.

Pada bayi, gejala Gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orang tuanya bahwa bayinya tidak kuat minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat dan berat badannya sulit naik. Pasien defek septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten yang besar seringkali tidak menunjukkan gejala pada hari-hari pertama, karena pirau yang terjadi masih minimal akibat tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang masih tinggi setelah beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada bulan kedua atau ketiga, gejala gagal jantung baru nyata.

Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif, toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah aktivitas fisis tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat).

Pasien dengan kelainan jantung yang dalam kompensasi karea pemberian obat gagal jantung, dapat menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada stress, misalnya penyakit infeksi akut.

Pada gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri yang terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri, biasanya ditemukan keluhan berupa perasaan badan lemah, berdebar-debar, sesak, batuk, anoreksia, keringat dingin.

Tanda obyektif yang tampak berupa takikardi, dispnea, ronki basah paru di bagian basal, bunyi jantung III, pulsus alternan. Pada gagal jantung kanan yang dapat terjadi karena gangguan atau hambatan daya pompa ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan

47

Page 48: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

menurun, tanpa didahului oleh adanya Gagal jantung kiri, biasanya gejala yang ditemukan berupa edema tumit dan tungkai bawah, hepatomegali, lunak dan nyeri tekan; bendungan pada vena perifer (vena jugularis), gangguan gastrointestinal dan asites. Keluhan yang timbul berat badan bertambah akibat penambahan cairan badan, kaki bengkak, perut membuncit, perasaan tidak enak di epigastrium. (2)

Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :

Gejala paru berupa : dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah, asites,

hepatomegali, dan edema perifer.

Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

Pada kasus akut, gejala yang khas ialah gejala edema paru yang meliputi : dyspnea, orthopnea, tachypnea, batuk-batuk dengan sputum berbusa, kadang-kadang hemoptisis, ditambah gejala low output seperti : takikardi, hipotensi dan oliguri beserta gejala-gejala penyakit penyebab atau pencetus lainnya seperti keluhan angina pectoris pada infark miokard akut. Apabila telah terjadi gangguan fungsi ventrikel yang berat, maka dapat ditemukn pulsus alternan. Pada keadaan yang sangat berat dapat terjadi syok kardioge.

Klasifikasi New York Heart Association Kapasitas Fungsional

Penilaian Objektif

Class I Pasien dengan penyakit jantung namun tanpa keterbatasan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal

Class II Pasien dengan penyakit jantung yang menyebabkan keterbatasan aktivitas fisik ringan. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik biasa mengakibatkan kelemahan, palpitasi, sesak, atau nyeri anginal.

Class III Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan keterbatasan bermakna pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman pada waktu istirahat. Aktivitas fisik yang lebih ringan dari biasanya menyebabkan keletihan, palpitasi, sesak, dan nyeri anginal..

Class IV Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk menjalani aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala gagal jantung atau sindroma angina dapat dialami bahkan pada saat istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, maka rasa tidak nyaman semakin meningkat.

Sumber: Adaptasi dari New York Heart Association, Inc., Diseases of the Heart and Blood Vessels: Nomenclature and Criteria for Diagnosis, 6th ed. Boston, Little Brown, 1964, p. 114.

Diagnosis Gagal Jantung

48

Page 49: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda yang penting adalah takikardi (150x/mnt atau lebih saat istirahat), serta takipne (50x/mnt atau lebih saat istirahat). Pada prekordium dapat teraba aktivitas jantung yang meningkat.

Bising jantung sering ditemukan pada auskultasi, yang tergantung dari kelainan struktural yang ada. Terdapatnya irama derap merupakan penemuan yang berarti, khususnya pada neonatus dan bayi kecil. Ronki juga sering ditemukan pada gagal jantung. Bendungan vena sistemik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular, serta refluks hepatojugular.

Kedua tanda ini sulit diperiksa pada neonatus dan bayi kecil, tampak sianosis perifer akibat penurunan perfusi di kulit dan peningkatan ekstraksi oksigen jaringan ekstremitas teraba dingin, pulsasi perifer melemah, tekanan darah sistemik menurun disertai penurunan capillary refill dan gelisah. Pulsus paradoksus (pirau kiri ke kanan yang besar), pulsus alternans (penurunan fungsi ventrikel stadium lanjut). Bising jantung menyokong diagnosis tetapi tidak adanya bising jantung tidak dapat menyingkirkan bahwa bukan gagal jantung.

Foto dada : dengan sedikit perkecualian, biasanya disertai kardiomegali. Paru tampak bendungan vena pulmonal.

Elektrokardiografi : di samping frekuensi QRS yang cepat atau disritmia, dapat ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung serta tanda-tanda penyakit miokardium/ pericardium.

Ekokardiografi : M-mode dapat menilai kuantitas ruang jantung dan shortening fraction yaitu indeks fungsi jantung sebagai pompa. Pemeriksaan Doppler dan Doppler berwarna dapat menambah informasi secara bermakna.

Penatalaksanaan Gagal Jantung

Terdapat tiga aspek yang penting dalam menanggulangi Gagal jantung : pengobatan terhadap Gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan pengobatan terhadap faktor pencetus. Termasuk dalam pengobatan medikamentosa yaitu mengurangi retensi cairan dan garam, meningkatkan kontraktilitas dan mengurangi beban jantung.

Pengobatan umum meliputi istirahat, pengaturan suhu dan kelembaban, oksigen, pemberian cairan dan diet. Selain itu, penatalaksanaa gagal jantung juga berupa:

Medikamentosa :

Obat inotropik (digitalis, obat inotropik intravena), Vasodilator : (arteriolar dilator : hidralazin), (venodilator : nitrat, nitrogliserin),

(mixed dilator : prazosin, kaptopril, nitroprusid)

Diuretik

Pengobatan disritmia

49

Page 50: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Pembedahan :

Penyakit jantung bawaan (paliatif, korektif) Penyakit jantung didapat (valvuloplasti, penggantian katup)

Komplikasi Gagal Jantung

Pada bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Pada gagal jantung kiri dengan gangguan pemompaan pada ventrikel kiri dapat mengakibatkan bendungan paru dan selanjutnya dapat menyebabkan ventrikel kanan berkompensasi dengan mengalami hipertrofi dan menimbulkan dispnea dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya. Pada gagal jantung kanan dapat terjadi hepatomegali, ascites, bendungan pada vena perifer dan gangguan gastrointestinal.

Prognosis Gagal Jantung

Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ minggu-minggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil, tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan kematian.

Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah.

Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung.

50

Page 51: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

ANEMIA PENYAKIT KRONIK Defenisi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik adalah anemia yang timbul setelah terjadinya proses infeksi atau inflamasi kronik. Biasanya anemia akan muncul setelah penderita mengalami penyakit tersebut selama 1–2 bulan.

Tumor dulunya memang merupakan salah satu penyebab anemia penyakit kronik, namun dari hasil studi yang terakhir tumor tidak lagi dimasukkan sebagai penyebab anemia penyakit kronik.

Etiologi anemia penyakit kronik

Anemia penyakit kronik dapat disebabkan oleh beberapa penyakit/kondisi seperti infeksi kronik misalnya infeksi paru, endokarditis bakterial; inflamasi kronik misalnya artritis reumatoid, demam reumatik; lain–lain misalnya penyakit hati alkaholik, gagal jantung kongestif dan idiopatik:

Etiologi anemia penyakit kronik

No Infeksi kronik Inflamasi

kronik Lain–lain Idiopatik

01 Infeksi paru: abses,emfisema,

tuberkulosis, bronkiektasis

Artritis reumatoid Penyakit hati alkaholik

51

Page 52: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

02 Endokarditis bakterial Demam reumatik

Gagal jantung kongestif

03 Infeksi saluran kemih kronik

Lupus eritematosus sistemik (LES)

Tromboplebitis

04 Infeksi jamur kronik

Trauma berat Penyakit jantung iskemik

05 Human immunodeficiency

virus (HIV) Abses steril

06 Meningitis Vaskulitis

07 Osteomielitis Luka bakar

08 Infeksi sistem reproduksi wanita

Osteoartritis

(OA)

09 Penyakit inflamasi pelvik (PID: pelvic inflamatory disease)

Penyakit vaskular kolagen (Collagen vascular disease)

10 Polimialgia

11 Trauma panas

12 Ulkus dekubitus

13 Penyakit chron

1. segera setelah timbul panas. Juga pada pasien artritis reumatoid dijumpai hal yang sama.

2. Tidak adanya reaksi sumsum tulang terhadap adanya anemia pada penyakit kronik. Reaksi ini merupakan penyebab utama terjadinya anemia pada penyakit kronik. Kejadian ini telah dibuktikan pada binatang percobaan yang menderita infeksi kronik, dimana proses eritropoesisnya dapat ditingkatkan dengan merangsang binatang tersebut dengan pemberian eritropoetin.

3. Sering ditemukannya sideroblast berkurang dalam sumsum tulang disertai deposit besi bertambah dalam retikuloendotelial sistem, yang mana ini menunjukkan terjadinya gangguan pembebasan besi dari sel retikuloendotelial yang mengakibatkan berkurangnya penyedian untuk eritroblast.

52

Page 53: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

4. Terjadinya metabolisme besi yang abnormal. Gambaran ini terlihat dari adanya hipoferemia yang disebabkan oleh iron binding protein lactoferin yang berasal dari makrofag dan mediator leukosit endogen yang berasal dari leukosit dan makrofag. Hipoferemia dapat menyebabkan kegagalan sumsum tulang berespons terhadap pemendekan masa hidup eritrosit dan juga menyebabkan berkurangnya produksi eritropoetin yang aktif secara biologis.

5. Adanya hambatan terhadap proliferasi sel progenitor eritroid yang dilakukan oleh suatu faktor dalam serum atau suatu hasil dari makrofag sumsum tulang.

6. Kegagalan produksi transferin.

Gambaran klinis anemia penyakit kronik

Anemia pada penyakit kronik biasanya ringan sampai dengan sedang dan munculnya setelah 1–2 bulan menderita sakit. Biasanya anemianya tidak bertambah progresif atau stabil, dan mengenai berat ringannya anemia pada seorang penderita tergantung kepada berat dan lamanya menderita penyakit tersebut. Gambaran klinis dari anemianya sering tertutupi oleh gejala klinis dari penyakit yang mendasari (asimptomatik). Tetapi pada pasien–pasien dengan gangguan paru yang berat, demam, atau fisik dalam keadaan lemah akan menimbulkan berkurangnya kapasitas daya angkut oksigen dalam jumlah sedang, yang mana ini nantinya akan mencetuskan gejala. Pada pasien–pasien lansia, oleh karena adanya penyakit vaskular degeneratif kemungkinan akan ditemukan gejala–gejala kelelahan, lemah, klaudikasio intermiten, muka pucat dan pada jantung keluhannya dapat berupa palpitasi dan angina pektoris serta dapat terjadi gangguan serebral. Tanda fisik yang mungkin dapat dijumpai antara lain muka pucat, konjungtiva pucat dan takikardi.

Diagnosa anemia penyakit kronik

Diagnosis anemia penyakit kronik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan, antara lain dari:

1. Tanda dan gejala klinis anemia yang mungkin dapat dijumpai, misalnya muka pucat, konjungtiva pucat, cepat lelah, lemah, dan lain–lain.

2. Pemeriksaan laboratorium, antara lain:

a. Anemianya ringan sampai dengan sedang, dimana hemoglobinnya sekitar 7–11 gr/dL.

b. Gambaran morfologi darah tepi: biasanya normositik-normokromik atau mikrositik ringan. Gambaran mikrositik ringan dapat dijumpai pada sepertiga pasien anemia penyakit kronik.

c. Volume korpuskuler rata–rata (MCV: Mean Corpuscular Volume): normal atau menurun sedikit (≤ 80 fl).

d. Besi serum (Serum Iron): menurun (< 60 mug / dL). 53

Page 54: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

e. Mampu ikat besi (MIB = TIBC: Total Iron Binding Capacity): menurun (< 250 mug / dL).

f. Jenuh transferin (Saturasi transferin): menurun (< 20%).

g. Feritin serum: normal atau meninggi (> 100 ng/mL).

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan sumsum tulang dan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas (FEP: Free Erytrocyte Protophorphyrin), namun pemeriksaannya jarang dilakukan. Menginterpretasi hasil pemeriksaan sumsum tulang kemungkinannya sulit, oleh karena bentuk dan struktur sel–sel sumsum tulang dipengaruhi oleh penyakit dasarnya. Sedangkan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas memang cenderung meninggi pada pasien anemia penyakit kronik tetapi peninggiannya berjalan lambat dan tidak setinggi pada pasien anemia defisiensi besi. Peninggiannya juga sejalan dengan bertambah beratnya anemia. Oleh karena itu pemeriksaan konsentrasi protoporfirin eritrosit bebas lebih sering dilakukan pada pasien – pasien anemia defisiensi besi.

Penatalaksanaan anemia penyakit kronik Tidak ada terapi spesifik yang dapat kita berikan untuk anemia penyakit kronik,

kecuali pemberian terapi untuk penyakit yang mendasarinya. Biasanya apabila penyakit yang mendasarinya telah diberikan pengobatan dengan baik, maka anemianya juga akan membaik. Pemberian obat–obat hematinik seperti besi, asam folat, atau vitamin B12 pada pasien anemia penyakit kronik, tidak ada manfaatnya.

Belakangan ini telah dicoba untuk memberikan beberapa pengobatan yang mungkin dapat membantu pasien anemia penyakit kronik, antara lain:

1. Rekombinan eritropoetin (Epo), dapat diberikan pada pasien–pasien anemia penyakit kronik yang penyakit dasarnya artritis reumatoid, Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), dan inflamatory bowel disease. Dosisnya dapat dimulai dari 50–100 Unit/Kg, 3x seminggu, pemberiannya secara intra venous (IV) atau subcutan (SC). Bila dalam 2–3 minggu konsentrasi hemoglobin meningkat dan/atau feritin serum menurun, maka kita boleh menduga bahwa eritroit respons. Bila dengan dosis rendah responsnya belum adekuat, maka dosisnya dapat ditingkatkan sampai 150 Unit/Kg, 3x seminggu. Bila juga tidak ada respons, maka pemberian eritropoetin dihentikan dan dicari kemungkinan penyebab yang lain, seperti anemia defisiensi besi. Namun ada pula yang menganjurkan dosis eritropoetin dapat diberikan hingga 10.000–20.000 Unit, 3x seminggu.

2. Transfusi darah berupa packed red cell (PRC) dapat diberikan, bila anemianya telah memberikan keluhan atau gejala. Tetapi ini jarang diberikan oleh karena anemianya jarang sampai berat.

3. Prednisolon dosis rendah yang diberikan dalam jangka panjang. Diberikan pada pasien anemia penyakit kronik dengan penyakit dasarnya artritis temporal, reumatik dan polimialgia. Hemoglobin akan segera kembali normal demikian juga dengan gejala–gejala polimialgia akan segera hilang dengan cepat. Tetapi bila dalam beberapa hari tidak ada perbaikan, maka pemberian kortikosteroid tersebut segera dihentikan

54

Page 55: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

4. Kobalt klorida, juga bermanfaat untuk memperbaiki anemia pada penyakit kronik dengan cara kerjanya yaitu menstimulasi pelepasan eritropoetin, tetapi oleh karena efek toksiknya obat ini tidak dianjurkan untuk diberikan.

Hipoalbuminemia

Hipoalbuminemia merupakan masalah yang sering dihadapai pada orang dengan kondisi medis akut atau kronik. Pada saat masuk rumah sakit sekitar 20 % pasien sudah menderita. Kadar albumin darah yang rendah menjadi predictor penting berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas. Pada penelitian meta-analisis didapatkan setiap penurunan albumin darah sebesar 10 g/L, anka mortalitas meningkat 137 % dan morbiditas 89%.

Kadar normal albumin dalam darah antara 3,5-4,5 g/dl, dengan jumlah total 300-500 g. Sintesis terjadi hanya di sel hati dengan produksi sekitar 15 g/ hari pada orang sehat, tetapi jumlah yang dihasilkan bervariasi signifikan pada berbagai tipe stress fisiologis. Waktu paruh albumin sekitar 20 hari, dengan kecepatan degradasi 4 % per hari.

Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh penurunan produksi albumin, sintesis yag tidak efektif karena kerusakan sel hati, kekurangan intake protein, peningkatan pengeluaran albumin karena penyakit lainnya, dan inflamasi akut maupun kronis

Malnutrisi protein, asam amino diperlukan dalam sintesa albumin, akibat dari defesiensi intake protein terjadi kerusakan pada reticulum endoplasma sel yang berpengaruh pada sintesis albumin dalan sel hati.

Sintesis yang tidak efektif, pada pasien dengan sirosis hepatis terjadi penurunan sintesis albumin karena berkurangnya jumlah sel hati. Selain itu terjadi penuruanan aliran darah portal ke hati yang menyebabkan maldistribusi nutrisi dan oksigen ke hati

Kehilangan protein ekstravaskular, kehilangan protein masiv pada penderita sindrom nefrotik. Darat terjadi kebocoran protein 3,5 gram dalam 24 jam. Kehilanan albumin juga dapat terjadi pasien dengan luka bakar yang luas.

Hemodilusi, pada pasien ascites, terjadi peningkatan cairan tubuh mengakibatkan penurunan kadar albumin walaupun sintesis albumin normal atau meningkat. Bisanya terjadi pada pasien sirosis hepatis dengan ascites.

55

Page 56: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

Inflamasi akut dan kronis, kadar albumin rendah karena inflamasi akut dan akan menjadi normal dalam beberapa minggu setelah inflamasi hilang. Pada inflamasi terjadi pelepasan cytokine (TBF, IL-6) sebagai akibat resposn inflamasi pada stress fisiologis (infeksi, bedah, trauma) mengakibatkan penurunan kadar albumin memlaui mekanisme: (1) Peningkatan permeabilitas vascular (mengijinkan albumin untuk berdifusi ke ruang ekstravaskular); (2) Peningkatan degradasi albumin; (3) Penurunan sintesis albumin (TNF-α yang berperan dalam penuruanan trankripsi gen albumin).

iponatremia adalah suatu kondisi dimana kadar Sodium atau natrium dalam serum (baca :darah) lebih rendah dari 135 mEq/L. Meskipun sebagian besar pasien dengan hiponatremia memiliki kadar sodium pada level 125-135 mEq/L dan asimptomatik, hiponatremia yang berat dapat menyebabkan pergerakan cairan akibat perubahan tekanan osmotik dari plasma ke dalam sel-sel otak, yang akanmenyebabkan mual, muntah, sakit kepala dan rasa lemah. Hiponatremia yang memburuk akan menyebabkan kebingungan, refleks yang menurun, kejang bahkan koma.

Pasien-pasien dengan hiponatremia berat dan disertai gejala yang khas,biasanya memiliki kadar sodium darah yang kurang dari 120 mEq/L. Penyebab dari hiponatremia yang berat adalah termasuk intoksikasi air (keracunan air) dan sindrom sekresi Anti Diuretik Hormon yang tidak tepat (inapropriate antidiuretic hormone secretion syndrome). Keracunan air dapat bersifat tidak disengaja, sebagai contoh pada pelari maraton yang meminum air secara berlebihan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang, namun tidak disertai penggantian elektrolit (sodium dan klorida) yang turut hilang melalui keringat. Contoh lainnya adalah pada penggunaan obat terlarang MDMA (3,4-methylenedioxymethamphetamine) atau yang lebih populer dengan ekstasi, yang akan menyebabkan hidrasi berlebihan. Selain itu, intoksikasi air dapat juga ditemukn pada pasien-pasien psikiatrik dengan keluhan polidipsia.

Secara umum, hiponatremia paling baik diterapi dengan cara menaikkan secara perlahan kadar sodium darah pasien. Dan sebagian besar para ahli sepakat bahwa usaha penaikan kadar sodium darah tersebut tidak boleh melebihi 10-12 mEq/L per harinya. Peningkatan kadar sodium darah yang terlalu cepat justru akan menyebabkan komplikasi yang lebih memperburuk keadaan (meski jarang terjadi) berupa myelinasi pons. Pasien yang mengalami myelinasi pons ini akan menderita kelumpuhan, sindrom "terkunci" (locked-in syndrome) dan bahkan kematian.

Pasien dengan kadar sodium darah diantara 100 hingga 110 mEq/L dan disertai gejala-gejala hiponatremia yang berat, haruslah segera diterapi untuk mencegah kerusakan saraf yang permanen. Dengan meningkatkan kadar sodium secara cepat, 3-6 mEq/L akan memberikan keseimbangan elektrolit antara otak dan tubuh sehingga keadaan pasien dapat terstabilkan.

Sampai saat ini belum ada studi besar yang terkontrol baik yang khusus mempelajari berbagai macam terapi untuk hiponatremia simptomatik. Rekomendasi saat ini berdasar atas berbagai

56

Page 57: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

kasus, hasil konsensus panel dan pendapat para ahli. Berdasar atas informasi yang tersedia, larutan hipertonik mestilah disiap-sediakan bagi individu-individu yang sebelumnya pernah mengalami kejang, koma atau kelainan neurologis fokal lainnya dan juga bagi mereka memiliki kadar sodium darah kurang dari 120 mEq/L (beberapa ahli berpendapat kurang dari 110 mEq/L)

Direkomendasikan bagi kelompok pasien-pasien ini, menerima 1,5 mL/kg larutan saline hipertonik 3% dalam jangka waktu kurang dari satu jam dan juga ditambahkan furosemide dosis kecil (20 mg) secara intravena untuk menjamin diuresis air dan menghambat sekresi ADH akibat rangsangan cairan hipertonik tadi. Terapi seperti ini akan meningkatkan kadar sodium darah pada level 1-2 mEq/L dalam satu jam. Infus kedua dapat diberikan pada jam berikutnya bila pasien masih menunjukkan gejala-gejala neurologis. Kejang dapat juga diterapi secara agresif dengan benzodiazepine.

Meskipun peningkatan 3-6 mEq/L akan dapat menstabilkan pasien dengan cepat, peningkatan total kadar sodium dalam 24 jam pertama perawatan, tidak boleh melampaui 10 - 12 mEq/L. Pemantauan kadar sodium darah ini harus dilakukan secara seksama tiap 2 jam sekali dalam ruang perawatan ICU. Bila kadar sodium serum meningkat terlalu cepat, pemberian infus D5W sementara dapat menolong.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta, halaman 54-56

2. Hassan Rusepno, Alatas Husein, at al editors. TB Milier dalam Tuberkulosis pada

Anak : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak vol 2. 4 th ed. Jakarta : Fakultas

Kedokteran UI ; 1985. p. 573-84.

3. Sandra. Informasi Singkat Tentang TB Anak. Multiply, Inc, 2007.

4. Bakhtiar dr. Kuman TB Mudah Serang Selaput Otak Anak. Pikiran Rakyat Cyber

Media, 2002.

5. TB pada Anak. Available at URL:http//www.medlinux.blogspot.com

6. Penyakit TB. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, 2002.

7. Supriyatno B, Nastiti, Noenoeng R, Budiman I, Said M, Setyanto B Darmawan, eds.

Cermin Dunia Kedokteran no. 137, 2002.

8. Mulyono D, Santoso Imam D. TB Milier dengan Tuberkuloma Intrakranial. Cermin

Dunia Kedokteran no. 115, 1997.

57

Page 58: 232903702 case-anak-io-dan-juju

CASE REPORT 2012

9. Andra. TB pada Anak : The Great Imitator. Majalah Farmacia, vol. 6 no. 10, Mei

2007.

10. Gopi A, Madhavan SM, Sharma SK, et al. Diagnosis and Treatment of Tuberculosis

Pleural effusion in 2006. Chest 2007; 131: 880-889. Available at :

http://www.mdconsult.com/das/article/body/791574825/jorg=journal&source=MI&sp

=18253710&sid=629243738/N/576778/1.html

11. http://agusjati.blogspot.com/2008/02/pleuritis-tb.html diakses pada 20 juni 2012.

12. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?

page=Diagnosis+dan+Penatalaksanaan+Tuberkulosis+Milier+pada+Anak diakses

pada 20 juni 2012.

13. Oesman I.N, 1994. Gagal Jantung. Dalam buku ajar kardiologi anak. Binarupa Aksara. Jakarta. Hal 425 – 441

14. Abdurachman N. 1987. Gagal Jantung. Dalam Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FKUI. Jakarta. Hal 193 – 204

15. Ontoseno T. 2005. Gagal Jantung Kongestif dan Penatalaksanaannya pada Anak. Simposium nasional perinatologi dan pediatric gawat darurat. IDAI Kal-Sel. Banjarmasin. Hal 89 – 103

16.

58