sdh
DESCRIPTION
sdhTRANSCRIPT
Laporan Kasus
SUBDURAL HEMATOM KRONIS
Oleh
Rahmat Muliawan
I1A008044
Pembimbing
Dr. Oscar Nurhadi, Sp. S
BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF
FK UNLAM-RSUD PENDIDIKAN ULIN
BANJARMASIN
September, 2012
STATUS PENDERITA
I. DATA PRIBADI
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 75 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : tidak bekerja
Status : Kawin
Alamat : Jl. Veteran 69 Banjarmasin
MRS : 12 September 2012
II. ANAMNESIS
Heteroanamnesis dengan kemenakan dan tetangga pasien Tanggal 12
November 2012
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Keluhan yang Berhubungan dengan Keluhan Utama : susah bicara
Perjalanan Penyakit : Os tinggal sendiri dikontrakannya dan 1 jam SMRS
ditemukan oleh tetangga tergelatak dilantai rumahnya. Menurut pengakuan
tetangga kemarin os baik-baik saja dan sekarang menjadi lemas dan susah
berbicara. Os menurut tetangga kepala dan kakinya menjadi lemah. Ketika
os ditanya apakah merasa sakit kepala dan muntah os hanya menggeleng.
Os ketika masuk rumah sakit kurang kooperatif. Menurut pengakuan
keluarga, os sebelumnya ada mengeluh mencret. Os masih dapat makan dan
minum. 1 hari setelah sudah berbicara normal os mengaku terpleset dan
kepala os terbentur kedinding dan sejak saat itu kepala os menjadi sakit dan
pusing. Pasien juga mengeluh tangan kanannya terasa lemah dan susah
digerakan.
Riwayat Penyakit Dahulu : Penderita memiliki riwayat kencing manis dan
dengan pengobatan yang tidak teratur. Os belum pernah mengalami sakit
seperti ini. Tidak ada riwayat epilepsi, hipertensi dan asma.
Intoksikasi : Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan
dan minuman.
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak adanya riwayat kencing manis dan
hipertensi maupun penyakit serupa pada keluarga penderita.
Keadaan Psikososial : Penderita tinggal sendiri dikontrakan. Penderita
tidak merokok.
III. STATUS INTERNE SINGKAT
Keadaan Umum : Tensi : 180/90 mmHg
Nadi : 84 kali /menit
Respirasi : 21 kali/menit
Suhu : 36,6 oC
Kepala/Leher :
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik
- Mulut : Mukosa bibir basah
- Leher : JVP meningkat, KGB tidak membesar
Thoraks
- Pulmo : Bentuk dan pergerakan simetris, suara napas vesikuler,
wheezing dan ronki + pada apeks paru kanan.
- Cor : BJ I/II tunggal, tidak ada bising.
Abdomen : Tampak datar, hepar dan lien tidak teraba, perkusi
timpani, bising usus normal
Ekstremitas : Atrofi (-), edema(-), parase (+)
IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT
Emosi dan Afek : sde
Proses Berfikir : sde
Kecerdasan : sde
Penyerapan : sde
Kemauan : sde
Psikomotor : sde
V. NEUROLOGIS
A. Kesan Umum:
Kesadaran : GCS 4-4-6
Pembicaraan : Disartri : (+)
Monoton : (-)
Scanning : (-)
Afasia : Motorik : (+)
Sensorik : (-)
Anomik : (-)
Kepala:
Besar : Normal
Asimetri : (-)
Sikap paksa : (-)
Tortikolis : (-)
Muka:
Mask/topeng : (-)
Miophatik : (-)
Fullmoon : (-)
B. Pemeriksaan Khusus
1. Rangsangan Selaput Otak
Kaku Tengkuk : (+)
Kernig : (-)/(-)
Laseque : (-)/(-)
Bruzinski I : (-)
Bruzinski II : (-)/(-)
2. Saraf Otak
Kanan Kiri
N. Olfaktorius
Hyposmia (-) (-)
Parosmia (-) (-)
Halusinasi (-) (-)
N. Optikus Kanan Kiri
Visus 1/60 1/60
Yojana Penglihatan < <
Funduskopi tdl tdl
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Abducens
Kanan Kiri
Kedudukan bola mata tengah tengah
Pergerakan bola mata ke
Nasal : + +
Temporal : + +
Atas : + +
Bawah : + +
Temporal bawah : + +
Eksopthalmus : - -
Celah mata (Ptosis) : - -
Pupil
Bentuk bulat bulat
Lebar 2mm 2mm
Perbedaan lebar isokor isokor
Reaksi cahaya langsung (+) (+)
Reaksi cahaya konsensuil (+) (+)
Reaksi akomodasi sde sde
Reaksi konvergensi sde sde
N. Trigeminus
Kanan Kiri
Cabang Motorik
Otot Maseter + +
Otot Temporal + +
Otot Pterygoideus Int/Ext + +
Cabang Sensorik
I. N. Oftalmicus + +
II. N. Maxillaris + +
III. N. Mandibularis + +
Refleks kornea langsung + +
Refleks kornea konsensuil + +
N. Facialis
Kanan Kiri
Waktu Diam
Kerutan dahi sama tinggi
Tinggi alis sama tinggi
Sudut mata sama tinggi
Lipatan nasolabial turun ke sisi kiri
Waktu Gerak
Mengerutkan dahi simetris
Menutup mata simetris
Bersiul tdl
Memperlihatkan gigi +
Pengecapan 2/3 depan lidah tdl
Sekresi air mata tdl
Hyperakusis tdl tdl
N. Vestibulocochlearis
Vestibuler
Vertigo : -
Nystagmus : -
Tinitus aureum : Kanan: (-) Kiri : (-)
Cochlearis : tdl
N. Glossopharyngeus dan N. Vagus
Bagian Motorik:
Suara : bicara (-)
Menelan : -
Kedudukan arcus pharynx : dbn
Kedudukan uvula : dbn
Pergerakan arcus pharynx : dbn
Detak jantung : reguler
Bising usus : Normal
Bagian Sensorik:
Pengecapan 1/3 belakakang lidah : tdl
Refleks muntah : (-)
Refleks palatum mole: (-)
N. Accesorius
Kanan Kiri
Mengangkat bahu + +
Memalingkan kepala - -
N. Hypoglossus
Kedudukan lidah waktu istirahat : miring ke kanan
Kedudukan lidah waktu bergerak : miring ke kiri
Atrofi : tidak ada
Kekuatan lidah menekan pada bagian : -
Fasikulasi/Tremor pipi (kanan/kiri) : -/-
3. Sistem Motorik
Kekuatan Otot
Tubuh : Otot perut : normal
Otot pinggang : normal
Kedudukan diafragma : Gerak : normal
Istirahat : normal
Lengan (Kanan/Kiri)
M. Deltoid : 3/5
M. Biceps : 3/5
M. Triceps : 3/5
Fleksi sendi pergelangan tangan : 3/5
Ekstensi sendi pergelangan tangan : 3/5
Membuka jari-jari tangan : 3/5
Menutup jari-jari tangan : 3/5
Tungkai (Kanan/Kiri)
Fleksi artikulasio coxae : 2/5
Ekstensi artikulatio coxae : 2/5
Fleksi sendi lutut : 2/5
Ekstensi sendi lutut : 2/5
Fleksi plantar kaki : 2/5
Ekstensi dorsal kaki : 2/5
Gerakan jari-jari kaki : 2/5
Besar Otot :
Atrofi : -
Pseudohypertrofi : -
Respon terhadap perkusi : -
Palpasi Otot :
Nyeri : -
Kontraktur : -
Konsistensi : Normal
Tonus Otot :
Lengan Tungkai
Kanan Kiri Kanan Kiri
Hipotoni - - - -
Spastik - - - -
Rigid - - - -
Rebound - - - -
phenomen
Gerakan Involunter
Tremor : Waktu Istirahat : -/-
Waktu bergerak : -/-
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Balismus : -/-
Torsion spasme : -/-
Fasikulasi : -/-
Myokimia : -/-
Koordinasi : tdl
Gait dan station : tdl
4. Sistem Sensorik
Kanan/kiri
Rasa Eksteroseptik
Rasa nyeri superfisial : +/+
Rasa suhu : +/+
Rasa raba ringan : +/+
Rasa Proprioseptik
Rasa getar : tdl
Rasa tekan : tdl
Rasa nyeri tekan : tdl
Rasa gerak posisi : +/+
Rasa Enteroseptik
Refered pain : tdl
Rasa Kombinasi
Streognosis : sde
Barognosis : tdl
Grapestesia : tdl
Two point tactil discrimination : tdl
Sensory extimination : tdl
Loose of Body Image : tdl
Fungsi luhur
Apraxia : tdl
Alexia : tdl
Agraphia : tdl
Fingerognosis : tdl
Membedakan kanan-kiri : tdl
Acalculia : tdl
5. Refleks-refleks
Reflek kulit
Refleks kulit dinding perut : -
Refleks cremaster : +
Refleks gluteal : Tdl
Refleks anal : Tdl
Refleks Tendon/Periosteum (Kanan/Kiri):
Refleks Biceps : + 2/+2
Refleks Triceps : +2 /+2
Refleks Patella : +2/+2
Refleks Achiles : +2 /+2
Refleks Patologis :
Tungkai
Babinski : -/- Chaddock : -/-
Oppenheim : -/- Rossolimo : -/-
Gordon : -/- Schaffer : -/-
Lengan
Hoffmann-Tromner : -/-
Reflek Primitif : Grasp (-)
Snout (-)
Sucking (-)
Palmomental (-)
6. Susunan Saraf Otonom
Miksi : inkontinensi (-)
Defekasi : inlontinensi (-)
Sekresi keringat : normal
Salivasi : (+)
Ggn tropik : Kulit, rambut, kuku : (-)
7. Columna Vertebralis
Kelainan Lokal
Skoliosis : tidak ada
Khypose : tidak ada
Khyposkloliosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Nyeri tekan/ketuk : sde
Gerakan Servikal Vertebra
Fleksi : tdl
Ekstensi : tdl
Lateral deviation : tdl
Rotasi : tdl
Gerak Tubuh : tdl
Keterangan :
Sde : Sulit dievaluasi
Tdl : tidak dilakukan
8. Pemeriksaan Tambahan
Hasil CT-Scan Kepala tanpa kontras:
- Tampak lesi hipodens inhomogen di konkavitas frontotemporoparietooccipitalis
kiri
- Sistem ventrikel tampak terdesak kekanan
- Tampak deviasi midline struktur sejauh lk 1,07
- Fissura sylvii kanan, sulci dan gyri kanan normal
- Pons, midbrain, cerebellum normal
- Mastoid normal
- Sinus paranasal normal
- Skeletal normal
Kesimpulan : Chronic subdural haematome frontotemporoparietooccipitalis kiri
Hasil foto Thorax :
Suspek TB paru aktifdengan pembesaran KGB perifer kiri
Hasil laboratorium
DARAH RUTIN
ParameterHasil
PemeriksaanNilai Normal Pria
Hemoglobin 11.9 12,0-16,0 g/dlLeukosit 8.3 4,0-10,5 Ribu/ulEritrosit 4,24 4.50-6.60 juta/ul
Hematokrit 37,5 42-452%Trombosit 202 150-450 ribu/ulRDW-CV 14,0 11.5-14.7%
MCV 88,5 80,0-97,0 fLMCH 28,1 27.0-32.0 pg
MCHC 31,7 32,0-38,0 %Neutrofil% 74,4* 50,0-70,0%Limfosit% 22,3* 25,0-40,0%
MID% 9,7 4,0-11,0%Neutrofil# 7,30* 2,50-7,00 ribu/ulLimfosit# 1,60* 1,25-4,00 ribu/ul
MID# 0,9 -GDS 155 <200 mg/dl
SGOT 17 16-40U/LSGPT 9 8-45 U/LUreum 35 10-45
Creatinin 0,8 0,4-1,4 mg/dlHasil PT 11,7 9,9-13,5 detik
Hasil APTT 28,5 22,2-37,0 detikHBs Ag(rapid) - -Cholestrol total 276 150-220 mg/dl
HDL Cholesterol 49 35-80 mg/dlLDL Cholestrol 211 <150 mg/dl
RESUME
1. ANAMNESIS :
Ditemukan tergeletak 1 jam SMRS lemas dan susah berbicara. tangan dan kakinya
menjadi lemah, kurang kooperatif. Kejang (-), Demam (-), Trauma Kepala (+),
Nyeri kepala (+) pusing (+) kelemahan ekstremitas kanan (+)merokok (-),
minuman beralkohol (-), Riwayat DM, tidak berobat teratur.
2. PEMERIKSAAN
Interna
Kesadaran : GCS 4-4-6
Tekanan darah : 180/90 mmHg
Nadi : 84 kali/menit
Respirasi : 21 kali/menit
Suhu : 36,6 o C
Kepala/Leher : peningkatan tekanan V. Jugularis
Thorax : Rohnki apek pulmo dekstra
Abdomen : tidak ada kelainan
Ekstremitas : hemiparese (+) ekstremitas kanan
Status psikiatri : sde
Status Neurologis
Kesadaran : GCS 4-4-6
Pupil isokor, diameter 2/2mm, refleks cahaya +/+, gerak mata sde
Rangsang selaput otak; kaku kuduk (+)
Saraf kranialis : kelainan N VII sentral, N XII sinistra sentral
Motorik : lengan 3/5 , tungkai 2/5
Tonus : +/+ Tungkai : +/+
Sensorik : Lengan :+, Tungkai : +
Reflek fisiologis BPR : + 2 /+2, TPR: +2 /+2, KPR : +2 /+2, APR : +2/+2
Refleks patologis: -
Susunan saraf otonom : tidak ada kelainan
Columna Vertebralis tidak ada kelainan
3. DIAGNOSIS
Diagnosis Klinis : hemiparese dextra, parese N.VII sentral, parese
N.XII sinistra sentral
Diagnosis Etiologis : SDH Post OP
Diagnosis Topis : Subdura frontotemporooccipital sinistra
Diagnosis Banding : SH
4. PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tts/menit
Injeksi Citicolin 2x1 amp
Injeksi Cefriaxon 1g 2x1 amp
Injeksi Ranitidin 3x1 amp
Injeksi Ketorolac 3x1 amp
PO: Amilodipin 10 mg 1x1 tab
Rimstar 1x2 cap
Operasi: Bur hole drainase
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran yang mendadak.
Pasien ditemukan tergeletak 1 jam SMRS lemas dan susah berbicara. tangan dan
kakinya menjadi lemah, kurang kooperatif. Nyeri kepala (+) pusing (+) dan
kelemahan ekstremitas kanan. Presentasi klinis untuk SDH kronis sering
membahayakan, dengan gejala yang mencakup penurunan tingkat kesadaran, sakit
kepala, kesulitan dengan gaya berjalan atau keseimbangan, disfungsi kognitif atau
kehilangan memori, defisit motor (misalnya hemiparesis), sakit kepala, atau
aphasia (1). Sehingga gejala dan riwayat penyakit pada pasien ini sesuai untuk
SDH.
Pasien di atas memili tingkat kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale
(GCS) 446 karena saat ditanya pasien merespon dengan kalimat yang kurang
sesuai dengan pertanyaan. Pasien juga ditemukan setelah mengalami trauma
kepala. Perdarahan subdural mungkin sekali selalu disebabkan oleh trauma kapitis
walaupun traumanya mungkin tidak berarti (trauma pada orang tua) sehingga
tidak terungkap oleh anamnesis. Yang seringkali berdarah ialah “bridging veins”,
karena tarikan ketika terjadi pergeseran rotatorik pada otak (2).
Pada pemeriksaan tekanan darah 180/90 mmHg Nadi 84 kali/menit
Respirasi 21 kali/menit dan Suhu 36,6 oC. Pada pasien ini terjadi peningkatan
tekanan darah dan termasuk dalam hipertensi grade 2. Pada kasus hipertensi
terjadi vasokontriksi sehingga darah yang mengalir keotak pun akan berkurnag.
Dengan pengurangan aliran darah otak maka otak akan kekurangan suplai oksigen
dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka
jaringan otak lama-lama mengalami kematian (2). Sehingga pada kasus SDH yg
disertai hipertensi akan memperburuk keadaan dan prognosis pasien nantinya.
Pada pemeriksaan rangsang meningeal pasien didapatkan kaku kuduk (+),
namun kerniq, lauseq dan brindzinsky (-). Kaku kuduk disini + kemungkinan
karena dari rasa nyeri kepala yang dirasakan pasien, dan bukan karena adanya
rangsangan pada meningen.
Kekuatan motorik pasien dibagian ekstremitas kiri menurun yaitu 3 pada
tangan dan 2 pada kaki. Gejala-gejala klinis terjadi akibat cedera otak primer dan
tekanan oleh massa hematoma. Pupil yang anisokor dan defisit motorik adalah
gejala – gejala klinik yang paling sering ditemukan. Lesi pasca trauma baik
hematoma atau lesi parenkim otak biasanya terletak ipsilateral terhadap pupil
yang melebar dan kontralateral terhadap defisit motorik. Akan tetapi gambaran
pupil dan gambaran motorik tidak merupakan indikator yang mutlak bagi
menentukan letak hematoma (3).
Gejala – gejala motorik mungkin tidak sesuai bila kerusakan parenkim otak
terletak kontralateral terhadap PSD atau karena terjadi kompresi pedunkulus
serebral yang kontralateral pada tepi bebas tentorium. Trauma langsung pada saraf
okulomotor atau batang otak pada saat terjadi trauma menyebabkan dilatasi pupil
kontralateral terhadap trauma(3). pada pasien ini tidak ditemukan tanda pupil
kemungkinan karena belum terjadi penekanan pada saraf okulomotor.
Pemeriksaan CT scan adalah modalitas pilihan utama bila disangka
terdapat suatu lesi pasca-trauma, karena prosesnya cepat, mampu melihat seluruh
jaringan otak dan secara akurat membedakan sifat dan keberadaan lesi intra-aksial
dan ekstra-aksial. Pada pasien dilakukan pemeriksaan CT-Scan dah didapatkan
hasil Tampak lesi hipodens inhomogen di konkavitas frontotemporo
parietooccipitalis kiri, sistem ventrikel tampak terdesak kekanan dan tampak
deviasi midline struktur sejauh lk 1,07 cm dengan kesimpulan Chronic subdural
haematome frontotemporoparietooccipitalis kiri. Pada fase kronik lesi subdural
menjadi hipodens dan sangat mudah dilihat pada gambaran CT tanpa kontras. Bila
pada CT-Scan Kepala telah ditemukan perdarahan subdural, sangat penting untuk
memeriksa kemungkinan adanya lesi lain yang berhubungan, misalnya fraktur
tengkorak, kontusio jaringan otak dan perdarahan subarakhnoid (3).
Pasien berumur 75 tahun dan mayoritas perdarahan subdural berhubungan
dengan faktor umur yang merupakan faktor resiko pada cedera kepala ( blunt head
injury). Perdarahan subdural biasanya lebih sering ditemukan pada penderita –
penderita dengan umur lebih dari 60 tahun. Pada orang – orang tua bridging veins
mulai agak rapuh sehingga lebih mudah pecah / rusak bila terjadi trauma. Pada
bayi – bayi ruang subdural lebih luas, tidak ada adhesi , sehingga perdarahan
subdural bilateral lebih sering di dapat pada bayi – bayi (3).
Adanya atrofi otak atau hilangnya jaringan otak karena sebab apapun,
seperti usia tua, alkoholisme, hidrosefalus, atau stroke, dapat memberikan ruang
yang meningkat antara dura dan permukaan otak mana hygroma subdural dapat
terbentuk atau traksi pada vena yang menjembatani span kesenjangan antara
permukaan kortikal dan dura atau sinus vena. Hygromas mungkin terbentuk
setelah cairan di arakhnoid memungkinkan cerebrospinal fluid (CSF) untuk
terkumpul di ruang subdural. Sebuah hygroma subdural mungkin karena itu juga
terjadi setelah trauma kepala, mereka seringkali tanpa gejala. Sebagian kecil kasus
kronis SDH berasal dari kasus SDH akut yang telah memburuk karena kurangnya
perawatan(3).
Pengobatan utama pada pasien ini adalah operasi karena sesuai dengan
indikasi operasinya yaitu SDH luas (>40cc / >5mm) dengan GCS > 8, dengan
fungsi batang otak masih baik dan adanya pergeseran midline shift >5mm (4).
Pengobatan konservatif yang diberikan adalah IVFD RL 20 tts/menit,
injeksi Citicolin 2x1 amp, injeksi Cefriaxon 1g 2x1 amp, injeksi Ranitidin 3x1
amp, injeksi Ketorolac 3x1 amp dan obat oral berupa amilodipin 10 mg 1x1 tab
dan rimstar 1x2 cap. IVFD RL digunakan untuk hemostasis cairan tubuh pasien.
Citicoline merupakan bahan dasar dari biosintese turunan fosfotidilkholine dari
fosfolipid di sel membran.25 Citicoline berfungsi untuk menekan pelepasan asam
arakhidonik dan mencegah kerusakan fosfolipid setelah terjadi iskhemik.
Citicholine bisa meningkatkan sintese fosfatidilkholin26 dan sfingomielin pada
sel dengan kondisi iskhemik. serta menekan aktivitas fosfolipase A2. Aktivitas
dari fosfolipase yang meningkat saat iskemik diakibatkan oleh lepasnya gutamat
yang menstimulasi reseptor NMDA di post sinaptik mengakibatkan peningkatan
intraseluler Ca++ sehingga terjadi hidrolisis dari fosfolipid serta lepasnya asam
lemak bebas. Sehingga cukup bermanfaat diberikan pada pasien ini untuk
membantu mempertahankan fungsi sel otak (5).
Amilodipin merupaka jenis anti hipertensi penghambat kanal kalsium. Yang
indikasinya untuk hipertensi terapi tunggal atau ganda, terapi isema miokardia,
termasuk angina dan atau vasospasmus/vasokonstriksi vaskulator koroner. Dan
hal ini sesuai dengan pasien yang memiliki tekanan darah 180/90 mmHg.
Sedangkan seftriakson tepat digunakan sebagai antibiotik propilaksis post operasi
pada pasien ini. Pemberian rimstar yang merupakan kombinasi obat anti TB
golongan pertama. Pemberian nya karena pada foto thoraks disimpulakn adanya
TB paru aktif dan pada pemeriksaan fisik ditemukan ronkhi pada area apek paru
kanan.
Daftar Pustaka
1. Richard et al. Subdural hematoma, (online) di akses tanggal 19 September
2012 (http://emedicine.medscape.com/article/1137207-overview)
2. Mahar Mardjono, Priguna Sidharta. Neurologi klinis dasar. Jakarta:
Penerbit Dian Rakyat; 2008. h.248-260.
3. Sastrodiningrat AG. Memahami fakta-fakta pada perdarahan subdural
akut. Majalah Kedokteran Nusantara. 2006 ; 39 (3) : 297-306
4. Japardi Iskandar. Penatalaksanaan cedera kepala secara operatif. USU
digital library. 2004: 1-4
5. Purba JS. Efek terapi citicoline terhadap perbaikan struktur dan fungsi
membran sel otak pada penderita stroke. Medicinus. 2009 ; 22 (2) : 55-57