sd kir yg di pake contoh
TRANSCRIPT
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Ilmiah Remaja yang berjudul “Teknik Pengaturan Saluran Jamban yang Sehat di Lahan
Sempit” ini dibuat sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Praktek dan Ujian Akhir Sekolah
(UAS) telah disetujui pada :
hari :
tanggal :
Kooardinator KIR Pembimbing KIR
Sudarmaji. S.Pd. Sudarmaji. S.Pd.
NIP: NIP:
LEMBAR PENGESAHAN
Karya Ilmiah Remaja yang berjudul “Teknik Pengaturan Saluran Jamban yang Sehat di
Lahan Sempit” ini dibuat sebagai persyaratan untuk mengikuti Ujian Praktek dan Ujian
Akhir Sekolah (UAS) telah disetujui pada,
hari :
tanggal :
Mengetahui :
Kepala SMA Negeri 1 Sidoarjo
Drs. Ponadi Abdullah. M.Pd.
NIP. 131102010
Kata Pengantar
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas
segala berkat dan rahmat-Nya yang telah dikaruniakan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah remaja yang berjudul “Teknik Pengaturan Saluran Jamban
yang Sehat di Lahan Sempit”.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kepala sekolah,
koordinator KIR, wali kelas, guru pembimbing dan semua pihak yang telah
membantu untuk menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan karya ilmiah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan karena masih dalam taraf belajar. Maka dari itu
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun.
Penulis berharap semoga apa yang tertuang dalam karya ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi diri sendiri maupun bagi pembaca.
Sidoarjo, Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………….....................i
Lembar Persetujuan ………………………………………………………….......ii
Lembar Pengesahan …………………………………………………………......iii
Kata Pengantar ………………………………………………………………......iv
Daftar Isi …………………………………………………………………….........v
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah……………………………………………....1
1.2 Pertanyaan Penelitian ………………………………………………...2
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………..2
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………2
Bab II Kajian Pustaka
2.1.1 Jamban................................................................................................4
2.1.1.1 Pengertian .................................................................................4
2.1.1.2 Karakteristik....................................................................5
2.1.1.3 Manfaat Jamban.............................................................................5
2.1.1.4 Jarak Ideal........................................................6
2.1.1.5 Penyakit ............................................................................6
2.1.1.6 Kesahatan ..................................................................9
2.1.1.7 Kewajiban Masyarakat........................................10
2.1.2 Lele ...............................................................................................17
2.1.2.1 Pengertian....................................................................17
2.1.2.2 Manfaatnya.....................................................21
2.1.2.3 Pakan Lele ...................................
2.1.3 Kolam.................................................................29
2.1.3.1 Pengertian.....................................29
2.1.3.2 Fungsi...........................................29
2.1.3.3 Pembentukan macam kolam ..................
2.1.4 Kemunculan Jarak Tak Ideal ............................................30
2.1.4.1 Faktor Internal.........................................................................30
2.1.4.2 Faktor Eksternal......................................................................31
Bab III Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel…………………………………………….......32
3.2 Rancangan Penelitian........... ………………………………………..32
3.3 Alat dan Bahan ……………………………………………………...33
3.4 Langkah-Langkah Penelitian ……………………………………….33
3.5 Rencana Analisa Data …………………………………………........33
3.6 Jadwal Penelitian.................................................................................34
Bab IV Data dan Pembahasan
4.1 Penyajian Data……………………………………………………....35
4.2 Analisis Data ………………………………………………………..36
4.3 Pembahasan …………………………………………………………36
BabV Penutup
5.1 Simpulan ……………………………………………………………37
5.2 Saran …...………………………………………………………………
Daftar Pustaka
Lampiran-lampiran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kami memilih lele sebagai objek penelitihan kami karena hewan lele ini
sekarang sangat populer dikalangan masyarakat. Produksi lele pada zaman
sekarang mulai digalakkan. Hal tersebut karena adanya salah satu penemuan baru
dari Dr Achmad Subagio, dosen Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Universitas
Jember yang berhasil menemukan daging alternatif pengganti daging sapi. Hanya
mengandalkan ikan Lele seberat 2,5 kilogram, Achmad Subagio berhasil membuat
daging alternatif seberat 1 kilogram. Lele seberat 2,5 kilogram bisa menghasilkan
daging alternatif dengan nilai gizi setara dengan daging sapi. Hal ini dapat
dijadikan alternatif bagi para konsumen untuk mengganti konsumsi daging sapi
yang kian hari kian melambung harganya dengan daging lele yang harganya
murah.
Produksi lele yang sangat pesat pada zaman sekarang dan tidak diimbangi
dengan harga pakan buatan membuat sebagian masyakat meggunakan pakan alami
sebagai alternatif. Sekarang banyak masyarakat menggunakan pakan alami dalam
membudidayakan lele. Alasan mereka menggunakan pakan tersebut selain
harganya murah juga mudah di dapat. Jenis Pakan alami antara lain : Zooplankton,
larva, cacing-cacing, dan serangga air. Makanan berupa fitoplankton adalah
Gomphonema spp (gol. Diatome), Anabaena spp (gol. Cyanophyta), Navicula spp
(gol. Diatome), ankistrodesmus spp (gol. Chlorophyta, dan bangkai hewan yang
berprotein. Para peternak lele kebanyakan menggunakan bangkai hewan seperti
bangkai ayam karena bangkai inilah yang paling mudah didapat. Para peternak lele
biasanya mendapatkan pakan alami(bangakai) dari para peternak ayam disekitar
tempat tinggal mereka. Walaupun dengan adanya pembelian bangkai oleh
peternak lele dapat mengurangi penjualkan ayam tiren di pasar, namun tetap saja
masih dapat merugikan masyarakat, yaitu timbulnya bau tidak sedap disekitar
kolam yang diberi pakan bangkai. Namun demikian, dalam kenyataanya pakan
bangkai tersebut mengandung nilai gizi bagi pertumbuhan ikan lele. Untuk
bangkai ayam kandungan nilai gizinya; Protein=61,65%, Lemak=27,30%,
Abu=2,34%, Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga mengandung hormon, enzim,
vitamin, dan mineral yang dapat merangsang nafsu makan dan pertumbuhan.
Selain bangkai ayam, para peternak juga kebanyakan menggunakan bangkai ikan.
Kandungan gizi pada bangakai ikan tersebut antara lain: protein=22,65%;
lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%; Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–3.
Penggunaan pakan alami seperti bangkai ikan dan ayam selain
menimbulkan bau yang sangat menyengat juga mempengaruhi kualitas air dan
dapat menimbulkan penyakit yang membahayakan manusia disekitarnya.Kolam
yang diberi pakan bangkai airnya akan tampak kehijauan dan berbau busuk. Pada
saat panen, para petani ikan membuang air kolam tersebut ke sungai. Hal ini dapat
mempengarui komponen ekosistem yang ada di sungai tersebut. Oleh karena itu
kami disini melakukan penelitian seberapa besar pengaruh pakan buatan dibanding
pakan alami dalam pertumbuhan ikan lele .
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengaruh pemberian jenis makanan terhadap kehidupan ikan
lele?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui seberapa besar perbandingan pengaruh pakan
buatan dengan pakan bangkai terhadap pertumbuhan dan kandungan
protein pada lele.
1.4 KEGUNAAN PENELITIAN
1. Sebagai masukan para peternak lele
2. Sebagai acuan untuk meningkatkan produksi lele di Indonesia.
3. sebagai masukan dalam pengembangan teknologi pertenakan.
4. sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pakan yang baik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1JENIS – JENIS IKAN LELE
Klasifikasi ikan lele menurut Hasanuddin Saanin dalam Djatmika et al (1986)
adalah:
Kingdom : Animalia
Sub-kingdom : Metazoa
Phyllum : Chordata
Sub-phyllum : Vertebrata
Klas : Pisces
Sub-klas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub-ordo : Siluroidea
Familia : Clariidae
Genus : Clarias
Di Indonesia ada beberapa jenis ikan lele yang dapat dikembangkan:
1. Clarias anfractus Ng, 1999. Endemik di Sabah: di sekitar Sungai
Segama dan Sungai Kalabakan.
2. Clarias anguillaris (Linnaeus, 1758). Afrika: Nigeria, Benoue,
Zambia, Senegal bawah serta bagian tengah dan hilir Sungai Nil;
Chad; sungai-sungai di pesisir Benin, Togo, Ghana dan Pantai
Gading; dan populasi terpencil di Mauritania dan Aljazair selatan.
3. Clarias batrachus (Linnaeus, 1758). Lele kampung. Menyebar di
Asia Selatan dan Asia Tenggara.
4. Clarias batu Lim & Ng, 1999. Lele batu. Endemik di Pulau Tioman,
Malaysia.
5. Clarias brachysoma Günther, 1864. Endemik di Srilanka.
6. Clarias buettikoferi Steindachner, 1894. Afrika: Sungai Comoe,
Pantai Gading, hingga Guinea Bissau.
7. Clarias buthupogon Sauvage, 1879. Afrika: Sungai-sungai pesisir,
dari Nigeria hingga sistem Sungai Kongo.
8. Clarias camerunensis Lönnberg, 1895. Afrika: Sungai-sungai pesisir
Togo, hingga sistem Sungai Kongo tengah dan hilir.
9. Clarias cataractus (Fowler, 1939). Thailand, di Semenanjung
Malaya, dan mungkin juga Kamboja.
10. Clarias cavernicola Trewavas, 1936. Lele gua Afrika Gua-gua di
Afrika barat daya.
11. Clarias dayi Hora, 1936. Terbatas di sekitar Tamil Nadu, India.
12. Clarias dumerilii Steindachner, 1866. Afrika: hulu dan bagian tengah
sistem Sungai Kongo dan Luapula.
13. Clarias dussumieri Valenciennes, 1840. Asia Selatan.
14. Clarias falconeri Lydekker, 1886. India (telah punah).
15. Clarias fuscus (La Cepède, 1803). Asia: Jepang; Taiwan, dan Cina
selatan; Laos timur laut, serta Vietnam utara.
16. Clarias gariepinus (Burchell, 1822). Lele dumbo. Menyebar luas di
Afrika dan Asia Kecil, kini diternakkan di Asia Tenggara, termasuk
di Indonesia.
17. Clarias insolitus Ng, 2003. Endemik di aliran Sungai Barito,
Kalimantan.
18. Clarias intermedius Teugels, Sudarto & Pouyaud, 2001. Endemik di
Kalimantan Tengah, di antara Sampit dengan Sungai Barito.
19. Clarias kapuasensis Sudarto, Teugels & Pouyaud, 2003. Endemik di
Kalimantan Barat, di sekitar aliran Sungai Melawi dan Kapuas.
20. Clarias laeviceps Gill, 1862. Afrika: dari Sungai Saint Pauls, Liberia,
hingga sistem Sungai Volta, Ghana.
21. Clarias leiacanthus Bleeker, 1851. Endemik di Kalimantan Barat, di
aliran Sungai Kapuas.
22. Clarias macrocephalus Günther, 1864. Lele kepala-lebar Asia
Tenggara: Indocina di lembah Sungai Mekong dan Chao Phraya, serta
di Filipina.
23. Clarias meladerma Bleeker, 1846. Wiru, wais, ikan duri, atau lele
hitam. Asia Tenggara: lembah Sungai Mekong, Sumatra, Jawa,
Kalimantan dan Filipina.
24. Clarias microstomus Ng, 2001. Endemik di Kalimantan Timur, di
sekitar aliran Sungai Mahakam dan Kayan.
25. Clarias nieuhofii Valenciennes, 1840. Limbat, lembat. Asia: Sumatra,
Kalimantan, India, Filipina, Thailand, dan pesisir Kamboja, serta
kemungkinan di sisi Pegunungan Cardamom di arah Sungai Mekong.
26. Clarias nigricans Ng, 2003. Endemik di Kalimantan Timur, di sekitar
aliran Sungai Mahakam.
27. Clarias olivaceus Fowler, 1904. Endemik di Sumatera Barat, di
sungai-sungai dataran tinggi.
28. Clarias planiceps Ng, 1999. Lele kepala-pipih. Endemik Kalimantan:
hulu Sungai Rajang dan Kapuas, Kalbar, serta Sungai Kayan, Kaltim.
29. Clarias pseudoleiacanthus Sudarto, Teugels & Pouyaud, 2003.
Endemik Kalimantan.
30. Clarias pseudonieuhofii Sudarto, Teugels & Pouyaud, 2004. Endemik
Kalimantan Barat, pada sistem Sungai Kapuas bagian hulu.
31. Clarias stappersii Boulenger, 1915. Lele berbintik. Afrika: sistem
Sungai Luapula-Moero, Sungai Kafue, hulu Sungai Zambezi dan
Sungai Cunene.
32. Clarias sulcatus Ng, 2004. Endemik di Pulau Redang, Malaysia.
33. Clarias teijsmanni Bleeker, 1857. Lele kembang. Menyebar di sekitar
aliran Sungai Kapuas, Kalbar, dan Jawa.
2.2KARAKTERISTIK
2.2.1 Karakteristik lele jantan
a) Kepalanya lebih kecil dari induk ikan lele betina.
b) Warna kulit dada agak tua bila dibanding induk ikan lele
betina.
c) Urogenital papilla (kelamin) agak menonjol, memanjang ke
arah belakang, terletak di belakang anus, dan warna
kemerahan.
d) Gerakannya lincah, tulang kepala pendek dan agak gepeng
(depress).
e) Perutnya lebih langsing dan kenyal bila dibanding induk ikan
lele betina.
f. Bila bagian perut di stripping secara manual dari perut ke arah
ekor akan mengeluarkan cairan putih kental (spermatozoa-
mani).
g. Kulit lebih halus dibanding induk ikan lele betina.
2.2.2 Karakteristik lele betina
a. Kepalanya lebih besar dibanding induk lele jantan.
b. Warna kulit dada agak terang.
b) Urogenital papilla (kelamin) berbentuk oval (bulat daun),
berwarna kemerahan, lubangnya agak lebar dan terletak di
belakang anus.
c) Gerakannya lambat, tulang kepala pendek dan agak cembung.
d) Perutnya lebih gembung dan lunak.
e) Bila bagian perut di stripping secara manual dari bagian perut ke
arah ekor akan mengeluarkan cairan kekuning-kuningan
(ovum/telur).
2.3SEJARAH SINGKAT
Lele merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan tubuh memanjang dan
kulit licin. Di Indonesia ikan lele mempunyai beberapa nama daerah, antara
lain: ikan kalang (Padang), ikan maut (Gayo, Aceh), ikan pintet (Kalimantan
Selatan), ikan keling (Makasar), ikan cepi (Bugis), ikan lele atau lindi (Jawa
Tengah). Sedang di negara lain dikenal dengan nama mali (Afrika), plamond
(Thailand), ikan keli (Malaysia), gura magura (Srilangka), ca tre trang (Jepang).
Dalam bahasa Inggris disebut pula catfish, siluroid, mudfish dan walking catfish.
Ikan lele tidak pernah ditemukan di air payau atau air asin. Habitatnya di sungai
dengan arus air yang perlahan, rawa, telaga, waduk, sawah yang tergenang air.
Ikan lele bersifat noctural, yaitu aktif bergerak mencari makanan pada malam hari.
Pada siang hari, ikan lele berdiam diri dan berlindung di tempat-tempat gelap.
2.4 PAKAN LELE
Pakan yang diberikan pada lele terdiri dari 2 yaitu pakan buatan dan pakan
alami. Pakan alami yang baik diberikan untuk larva lele berupa artemia, plankton,
jentik-jentik, kutu air (dapnia dan monia) dan cacing sutra (Tubifex sp) sampai
umur 3 – 7 hari. Selanjutnya larva lele udah bisa diberi pakan buatan tetapi
sebaiknya berprotein tinggi (minimal 25%). Ikan lele memiliki sifat kanibal yang
tinggi jadi kalau dia lapar dan tidak menemukan ada makanan di sekitarnya maka
dia akan memakan saudaranya sendiri.
Makanan alamiah lele adalah zooplankton, larva, cacing, serangga air, dan
fitoplankton. Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein dan kotoran
yang berasal dari kakus.
Pakan alami berupa plankton, jentik-jentik, kutu air dan cacing kecil (paling
baik) dikonsumsi pada umur di bawah 3 - 4 hari. Selain makanan alami, lele perlu
mendapat makanan tambahan. Lele yang dipelihara di kecomberan dapat diberikan
makanan tambahan berupa sisa-sisa makanan dari rumah tangga,tulang ayam yang
dihancurkan, usus ayam, dan bangkai kandngan gizi pada bangkai tersebut
Protein=61,65%, Lemak=27,30%, Abu=2,34%, Air=8,80%, Nilai ubah=5–8. Juga
mengandung hormon, enzim, vitamin, dan mineral yang dapat merangsang nafsu
makan dan pertumbuhan.
Selain makanan sisa, makanan tambahan bisa berupa campuran dedak dan
ikan rucah dengan perbandingan 9:1 atau campuran bekatul, jagung dan bekicot
dengan perbandingan 2:1:1. Jika cukup modal, lele bisa diberikan makanan
tambahan pelet.
Bahan – bahannya pelet antara lain yaitu :tepung ikan, bungkil kacangm kedele,
tepung terigu, bungkil kacang tanah, tepung kacang hijau, tepung darah, dedak,
mineral Ikan lele juga menyukai makanan busuk yang berprotein. Kandungan gizi
pada bangkai ikan: protein=22,65%; lemak=15,38%; Abu=26,65%; Serat=1,80%;
Air=10,72%; Nilai ubah=1,5–3.
2.5 MANFAAT IKAN LELE
b) Sebagai bahan makanan
c) Ikan lele dari jenis C. batrachus juga dapat dimanfaatkan sebagai
ikan pajangan atau ikan hias.
d) Ikan lele yang dipelihara di sawah dapat bermanfaat untuk
memberantas hama padi berupa serangga air, karena merupakan salah
satu makanan alami ikan lele.
e) Ikan lele juga dapat diramu dengan berbagai bahan obat lain untuk
mengobati penyakit asma, menstruasi (datang bulan) tidak teratur, hidung
berdarah, kencing darah dan lain-lain.
2.6 HAMA DAN PENYAKIT
a. Hama pada lele adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu
kehidupan lele. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering
menyerang lele antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga,
musang air, ikan
gabus dan belut. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang
sering menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan lele secara intensif
tidak banyak diserang hama.
b. Penyakit parasit adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme tingkat
rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.
1. Penyakit karena bakteri Aeromonas hydrophilla dan Pseudomonas
hydrophylla. Bentuk bakteri ini seperti batang dengan polar flage
(cambuk yang terletak di ujung batang), dan cambuk ini digunakan untuk
bergerak, berukuran 0,7–0,8 x 1–1,5 mikron.
a. Gejala
Warna tubuh menjadi gelap, kulit kesat dan timbul pendarahan,
bernafas megap-megap di permukaan air.
b. Pengendalian
Memelihara lingkungan perairan agar tetap bersih, termasuk
kualitas air. Pengobatan melalui makanan antara lain:
(1) Terramycine dengan dosis 50 mg/kg ikan/hari, diberikan
selama 7–10 hari berturut-turut.
(2) Sulphonamid sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3–4 hari.
2. Penyakit Tuberculosis yang disebapkan oleh bakteri Mycobacterium
fortoitum).
a. Gejala:
Tubuh ikan berwarna gelap, perut bengkak (karena tubercle/bintil-
bintil pada hati, ginjal, dan limpa). Posisi berdiri di permukaan air,
berputar-putar atau miring-miring, bintik putih di sekitar mulut dan
sirip.
b. Pengendalian:
memperbaiki kualitas air dan lingkungan kolam.
c. Pengobatan:
Dengan Terramycin dicampur dengan makanan 5–7,5 gram/100
kg ikan/hari selama 5–15 hari.
3. Penyakit karena jamur/candawan Saprolegnia.
Jamur ini tumbuh menjadi saprofit pada jaringan tubuh yang mati
atau ikan yang kondisinya lemah.
a. Gejala
Ikan ditumbuhi sekumpulan benang halus seperti kapas, pada
daerah luka atau ikan yang sudah lemah, menyerang daerah kepala
tutup insang, sirip, dan tubuh lainnya. Penyerangan pada telur, maka
telur tersebut diliputi benang seperti kapas.
b. Pengendalian
Benih gelondongan dan ikan dewasa direndam pada Malachyte
Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit dan telur direndam
Malachyte Green Oxalate 0,1–0,2 ppm selama 1 jam atau 5–10 ppm
selama 15 menit.
4. Penyakit Bintik Putih dan Gatal/Trichodiniasis
Penyakit ini disebapkan karena adanyaparasit dari golongan Ciliata,
bentuknya bulat, kadang-kadang amuboid, mempunyai inti berbentuk
tapal kuda, disebut Ichthyophthirius multifilis.
a. Gejala
(1) Ikan yang diserang sangat lemah dan selalu timbul di
permukaan air;
(2) Terdapat bintik-bintik berwarna putih pada kulit, sirip dan
insang;
(3) Ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada dasar atau
dinding kolam.
b. Pengendalian:
Air harus dijaga kualitas dan kuantitasnya.
b. Pengobatan:
Dengan cara perendaman ikan yang terkena infeksi pada
campuran larutan Formalin 25 cc/m3 dengan larutan Malachyte
Green Oxalate 0,1 gram/m3 selama 12–24 jam, kemudian ikan diberi
air yang segar. Pengobatan diulang setelah 3 hari.
5. Penyakit Cacing Trematoda
Penyebabnya yaitu cacing kecil Gyrodactylus dan Dactylogyrus.
Cacing Dactylogyrus menyerang insang, sedangkan cacing Gyrodactylus
menyerang kulit dan sirip.
a. Gejala
Insang yang dirusak menjadi luka-luka, kemudian timbul
pendarahan yang akibatnya pernafasan terganggu.
b. Pengendalian
(1) Direndam Formalin 250 cc/m3 air selama 15 menit
(2) Methyline Blue 3 ppm selama 24 jam
(3) Mencelupkan tubuh ikan ke dalam larutan Kalium -
Permanganat (KMnO4) 0,01% selama ± 30 menit
(4) memakai larutan NaCl 2% selama ± 30 menit
(5) dapat juga memakai larutan NH4OH 0,5% selama ± 10 menit.
6. Parasit Hirudinae
Penyebapnya yaitu lintah Hirudinae, cacing berwarna merah
kecoklatan.
a. Gejala:
Pertumbuhannya lambat, karena darah terhisap oleh parasit,
sehingga menyebabkan anemia/kurang darah.
b. Pengendalian:
Selalu diamati pada saat mengurangi padat tebar dan dengan
larutan Diterex 0,5 ppm.
2.7Pemberian Vaksinasi
Untuk menghindari dari penyakit penyakit tersebut, maka lele sejak dini
harus di beri vaksin( vaksinasi). Cara-cara vaksinasi sebelum benih ditebarkan:
a. Untuk mencegah penyakit karena bakteri, sebelum ditebarkan, lele yang
berumur 2 minggu dimasukkan dulu ke dalam larutan formalin dengan
dosis 200 ppm selama 10-15 menit. Setelah divaksinasi lele tersebut akan
kebal selama 6 bulan.
b. Pencegahan penyakit karena bakteri juga dapat dilakukan dengan menyutik
dengan terramycin 1 cc untuk 1 kg induk.
c. Pencegahan penyakit karena jamur dapat dilakukan dengan merendam
lele dalam larutan Malachite Green Oxalate 2,5–3 ppm selama 30 menit.
2.8 HAMA PADA KOLAM
Apabila lele menunjukkan tanda-tanda sakit, harus dikontrol faktor
penyebabnya, kemudian kondisi tersebut harus segera diubah, misalnya :
1) Bila suhu terlalu tinggi, kolam diberi peneduh sementara dan air diganti
dengan yang suhunya lebih dingin.
2) Bila pH terlalu rendah, diberi larutan kapur 10 gram/100 l air.
3) Bila kandungan gas-gas beracun (H2S, CO2), maka air harus segera
diganti.
4) Bila makanan kurang, harus ditambah dosis makanannya.
2.9 PEMELIHARAAN KOLAM
Selain memberikan vaksinasi, harus juga diperhatikan tentang kondisi kolam.
Berikut ini adalah hal - hal yang perlu dilakukan antara lain sebagian berikut.
a. Kolam diberi perlakuan pengapuran dengan dosis 25-200 gram/m2 untuk
memberantas hama dan bibit penyakit.
b. Air dalam kolam/bak dibersihkan 1 bulan sekali dengan cara mengganti
semua air kotor tersebut dengan air bersih yang telah diendapkan 2
malam.
c. Kolam yang telah terjangkiti penyakit harus segera dikeringkan dan
dilakukan pengapuran dengan dosis 200 gram/m2 selama satu minggu.
Tepung kapur (CaO) ditebarkan merata di dasar kolam, kemudian
dibiarkan kering lebih lanjut sampai tanah dasar kolam retak-retak.
BAB III
METODE PENELITIHAN
3.1 POPULASI DAN SAMPEL
Populasi : lele varietas b yang terdapat di Sidoarjo
Sampel : Lele varietas b dengan jumlah 4 ekor/ kolam
3.2 HIPOTESIS PENELITIAN
1. Lele yang diberi pakan buatan mengalami pertumbuhan lebih cepat
dibanding dengan lele yang diberi pakan bangkai.
3.3Variabel
a) Variabel manipulasi : Pemberian jenis makanan yang berbeda.
b) Variable kontrol : Banyaknya pakan yang
diberikan, jenis ikan lele, jumlah ikan lele dalam
kolam
c) Variabel respon :Kecepatan pertumbuhan lele dan
Kandungan protein pada lele.
3.4 DEFINISI OPRASIONAL VARIABEL
1. Definisi oprasional
Kecepatan pertumbuhan lele diukur dengan pertambahan panjang lele
dari kepala hingga ekor dan berat tubuh lele.
2. Variabel respon
i. Kecepatan pertumbuhan lele yang diukur per 3 minggu selama ±2
bulan.
ii. Kandungan protein pada lele.
3.5 PROSEDUR PENELITIHAN
PENENTUAN JUDUL
PERUMUSAN PROPOSAL
PELAKSANAANPENELITIAN
PENARIKAN KESIMPULAN
PENYUSUNAN MAKALAH
3.6RANCANGAN PENELITIHAN
Kelompok I : Pemberian pakan lele alami(bangkai) yang diberikan 3x sehari
2gr/kolam.
Kelompok 2 : Pemberian pakan lele buatan yang diberikan 3x sehari 2gr/kolam.
3.7 ALAT DAN BAHAN
1. 8 Ekor bibit lele
2. 2 kolam kecil ukuran 200 x 100 cm
3. Air sumur secukupnya
4. Timbangan kue
5. Penggaris 30 cm
6. Kertas, pensil, dan penghapus
7. Biuret
8. gelas kimia
3.8 PROSDUR KERJA
1. Siapkan alat dan bahan.
2. Siapkan 2 kolam kecil ukuran 200 x 100 cm dan beri nama pada masing-
masing kolam dengan KOLAM A dan KOLAM B.
3. Masukkan air ke dalam kolam tersebut dengan volume yang sama.
4. Masukkan 4 ekor lele ke dalam masing-masing kolam dengan ukuran dan
jenis yang sama.
5. Beri pakan alami pada kolam A dan pakan buatan pada kolam B dengan
ukuran yang sama.
6. Lakukan pemberian makanan 3 kali sehari selama 3 minggu.
7. Ukur pertumbuhan lele dan catat hasilnya pada tabel pengamatan.
8. pada minggu ke-3, catat kandungan protein pada setiap lele di kolam A dan
kolam B.
3.9 Rencana Analisa Data
Pada penelitian ini direncanakan analisa datanya berupa penjabaran data-
data yang telah diperoleh dalam berupa tabel. Tabel tersebut menunjukkan hasil
yang diperoleh dari percobaan pengaruh pakan buatan pada pertumbuhan kan lele.
BAB IV
(HASIL DAN PEMBAHASAN)
4.1 HASIL PERCOBAAN
a) Tabel pertumbuhan ikan lele
MINGGU KE-
LELE 1 2 3 RATA- RATA
KOLAM A
1
2
3
4
KOLAM B
1
2
3
4
b) Tabel kandungan protein lele
KOLAM A KOLAM B
WARNA BIURET
4.2 PEMBAHASAN
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa lele yang diberi pakan buatan
mengalami pertumbuhan lebih cepat daripada lele yang diberi pakan alami
walaupun pemberian pakan dalam kuantitas yang sama. Hal tersebut terjadi karena
pada pakan buatan terdapat kandungan gizi yang tinggi daripada pada pakan
alami.
Namun, untuk kandungan protein berdasarkan uji dengan mengunakan
biuret antara lele yang diberi pakan alami dengan lele yang diberi pakan buatan
tidak menunjukan perbedaan warna yang signifikan.
BAB V
A. KESIMPULAN
1. Jadi, lele yang diberi pakan buatan mengalami pertumbuhan yang lebih
cepat daripada lele yang diberi pakan alami.
2. Kandungan protein antara lele yang diberi pakn buatan dengan lele yang
diberi pakan alami hamper sama.
B. SARAN
1. Berdasarkan hasil penelitian yang kami lakukan, kami menganjurkan
kepada para peternak ikan terutama ikan lele dalam hal pemberian pakan
menggunakan kombinasi antara pakan buatan dengan pakan alami.
2. Kami berharap pemerintah agar bisa memberikan kemudahan kepada
masyarakat untuk menggunakan pakan buatan. Pemberian kemudahan
tersebut dengan memberikan subsidi pada pakan lele sehingga haraga
terjangkau.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
http://rachmiayu.wordpress.com/2008/01/12/potret- indonesia-di-tahun-sanitasi-2008/
http://www.digilib.ui.ac.id/helper/viewKoleksi.jsp? id=70811&lokasi=lokal&template=abstrak.detail.template
http://kangngari.wordpress.com/sanitasi/ http://www.togarsilaban.com/2008/03/19/lingkungan-
sanitasi-buruk-ancam-kehidupan/ http://kerangalam.wordpress.com/2007/01/30/sanitasi-
berbasis-komunal/ http://kompas.com/kompas-cetak/0104/27/JATIM/
peng27.htm>Jumat, 27 April 2001
http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/29844-gak-ngerti-3 http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?
mib=beritadetail&id=72957 http://www.ampl.or.id/detail/detail01.php?
tp=artikel&jns=wawasan&kode=87