schizophrenia
DESCRIPTION
skizoTRANSCRIPT
Referat Ilmu Kesehatan Jiwa
GANGGUAN SKIZOFRENIA
Pembimbing :
dr. Henny Riana, Sp.KJ
dr. Soehendro, Sp.KJ
dr.Karjana, Sp.KJ
dr.Ester, Sp.KJ
Disusun oleh :
Aprilia ramandani jamin
1102008041
Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Jiwa
Rumah Sakit Bhayangkara tk.I R.S. Sukanto-Jakarta
Periode: 27 Oktober 2014 – 29 November 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-Nya, pembuatan karya tulis berupa referat bidang ilmu
kesehatan jiwa yang berjudul “Gangguan Skizofrenia” dapat tersusun dan
terselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis referat ini adalah untuk memenuhi salah
satu tugas kepaniteraan ilmu kesehatan jiwa di RS POLRI Said Sukanto periode
27 Oktober 2014 – 29 November 2014 agar dapat menerima kelulusan pada
bidang kepaniteraan yang bersangkutan.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian pembuatan referat ini. Terutama pembimbing
referat yang bersangkutan di bidang kesehatan jiwa: dr. Henny Riana, Sp.KJ, dr.
Soehendro, Sp.KJ, dr .karjana, Sp.KJ, dr. Ester, Sp.KJ serta para perawat bagian
jiwa dan semua pihak yang memberi arahan dan dukungan dalam proses
penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna dan memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis dengan senang hati menerima segala
kritik dan masukan yang diberikan agar referat ini menjadi lebih sempurna. Akhir
kata, semoga referat ini dapat berguna bagi penulis dan pembacanya.
Jakarta, November 2014
Penulis
1
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................1
Daftar Isi ...........................................................................................................2
Bab I. Pendahuluan ........................................................................................3
Bab II. Definisi Skizofrenia ...........................................................................4
Bab III. Klasifikasi Skizofrenia ....................................................................5
Bab IV. Patofisiologi .....................................................................................13
Bab V. Etiologi ............................................................................................. 14
Bab VI. Epidemiologi ...................................................................................20
Bab VII. Manifestasi Klinis .........................................................................21
Bab VIII. Diagnosis .......................................................................................29
Bab IX. Diagnosis Banding ...........................................................................32
Bab X. Tatalaksana ......................................................................................35
Bab XI. Prognosisi .........................................................................................47
Daftar Pustaka ..............................................................................................50
2
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang kompleks dan banyak aspek
tentang skizofrenia sampai saat ini belum dapat dipahami sepenuhnya. Sebagai
suatu sindrom, pendekatan skizofrenia harus dilakukan secara holistik dengan
melibatkan aspek psikososial, psikodinamik, genetik, farmakologi, dan lain-lain
Diagnosis skizofrenia lebih banyak ditemukan dikalangan sosial ekonomi
rendah. Beberapa pola interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya skizofrenia.75% penderita skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang
beresiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stressor. Kondisi penderita
sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai
bagian dari tahap penyesuaian diri.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab
skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan
yang mempunyai gejala-gejala serupa
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Terdapat beberapa jenis skizofrenia yaitu
skizofrenia paranoid, skizofrenia herbefrenik, skizofrenia katatonik, depresi pasca
skizofrenia, skizofrenia residual, skizofrenia simpleks, skizofrenia tak terinci,
skizofrenia lainnya dan skizofrenia yang tidak tergolongkan.
Terapi skizofrenia meliputi 2 hal yaitu psikofarmaka dan psikoterapi. Terapi
psikofarmaka digunakan golongan antipsikosis.
3
BAB II
DEFINISI SKIZOFRENIA
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “schizein”yang berarti
“terpisah”atau “pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi
pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi, kognitif dan perilaku. Secara umum,
simptom skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan: yaitu simptom positif,
simptom negative, dan gangguan dalam hubungan interpersonal.
Skizofrenia merupakan suatu deskripsi dengan variasi penyebab (banyak
belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau
“deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik
dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan
intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu
dapat berkembang kemudian.
4
BAB III
KLASIFIKASI SKIZOFRENA
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka,
dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang
mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-
hal sebagai berikut :
1. Skizofrenia Paranoid
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia Sebagai tambahan : Halusinasi dan
atau waham harus menonjol :
(a)Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau
halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau
bunyi tawa.
(b)Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau lain-
lain perasaan tubuh halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
(c)Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (delusion of influence), atau “Passivity”
(delusion of passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala katatonik
secara relatif tidak nyata / menonjol. Pasien skizofrenik paranoid biasanya
berumur lebih tua daripada pasien skizofrenik terdisorganisasi atau katatonik
jika mereka mengalami episode pertama penyakitnya. Pasien yang sehat
sampai akhir usia 20 atau 30 tahunan biasanya mencapai kehidupan sosial
yang dapat membantu mereka melewati penyakitnya. Juga, kekuatan ego
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan terdisorganisasi.
Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari
kemampuan mentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe
lain pasien skizofrenik.
5
Pasien skizofrenik paranoid tipikal adalah tegang, pencuriga, berhati-hati, dan
tak ramah. Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif. Pasien
skizofrenik paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara
adekuat didalam situasi sosial. Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh
kecenderungan psikosis mereka dan tetap intak.
2. Skizofrenia Hebefrenik
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia ;
Diagnosis hebefrenia untuk pertama kali hanya ditegakkan pada usia remaja
atau
dewasa muda (onset biasanya mulai 15-25 tahun). Kepribadian premorbid
menunjukkan ciri khas : pemalu dan senang menyendiri (solitary), namun
tidak harus demikian untuk menentukan diagnosis. Untuk diagnosis
hebefrenia yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan kontinu
selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :
Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum
sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner),
tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda
gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang
(reiterated phrases);
Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren. Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta
gangguan proses pikir umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin
ada tetapi biasanya tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and
hallucinations). Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan
(determination) hilang serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita
6
memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa
maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan
bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut DSM-IV
skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
3. Skizofrenia Katatonik
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia. Satu atau lebih dari
perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
(a) Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
(b) Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
(c) Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
(d) Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah
yang berlawanan);
(e) Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
(f) Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
(g) Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain. Penting
untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk diagnostik
untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit otak,
gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
7
pada gangguan afektif. Selama stupor atau kegembiraan katatonik, pasien
skizofrenik memerlukan pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien
melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis mungkin
ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera
yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
4. Skizofrenia tak terinci (Undifferentiated).
Seringkali, pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah
dimasukkan kedalam salah satu tipe. PPDGJ mengklasifikasikan pasien
tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III
yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
5. Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
(a) Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis
umum skizofrenia) selama 12 bulan terakhir ini,
(b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi
mendominasi gambaran klinisnya),
(c) Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling
sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
8
6. Skizofrenia Residual
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus
dipenuhi semua:
(a) Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata,
modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang
buruk;
(b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau
yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
(c) Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas
dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
(d) Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain,
depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas
negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif
atau gejala yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia. Penumpulan
emosional, penarikan social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan
pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe residual. Jika
waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.
7. Skizofrenia Simpleks
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari : gejala “negative” yang khas dari skizofrenia residual tanpa
didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik, dan disertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang
9
bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak
berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara
sosial. Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya. Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada
masa pubertas. Gejala utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi
dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sukar
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali. Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang
memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin
lama
ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi
pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
8. Skizofrenia lainnya
9. Skizofrenia YTT
Selain beberapa subtipe di atas, terdapat penggolongan skizofrenia lainnya
(yang tidak berdasarkan DSM IV TR), antara lain :
Bouffe delirante (psikosis delusional akut).
Konsep diagnostik Perancis dibedakan dari skizofrenia terutama atas dasar
lama gejala yang kurang dari tiga bulan. Diagnosis adalah mirip dengan
diagnosis gangguan skizofreniform didalam DSM-IV. Klinisi Perancis
melaporkan bahwa kira-kira empat puluh persen diagnosis delirante
berkembang dalam penyakitnya dan akhirnya diklasifikasikan sebagai media
skizofrenia.
Skizofrenia laten.
10
Konsep skizofrenia laten dikembangkan selama suatu waktu saat terdapat
konseptualisasi diagnostic skizofrenia yang luas. Sekarang, pasien harus
sangat sakit mental untuk mendapatkan diagnosis skizofrenia; tetapi pada
konseptualisasi diagnostik skizofrenia yang luas, pasien yang sekarang ini
tidak terlihat sakit berat dapat mendapatkan diagnosis skizofrenia. Sebagai
contohnya, skizofrenia laten sering merupakan diagnosis yang digunakan
gangguan kepribadian schizoid dan skizotipal. Pasien tersebut mungkin
kadang-kadang menunjukkan perilaku aneh atau gangguan pikiran tetapi tidak
terus menerus memanifestasikan gejala psikotik. Sindroma juga dinamakan
skizofrenia ambang (borderline schizophrenia) di masa lalu.
Oneiroid.
Keadaan oneiroid adalah suatu keadaan mirip mimpi dimana pasien mungkin
sangat kebingungan dan tidak sepenuhnya terorientasi terhadap waktu dan
tempat. Istilah “skizofrenik oneiroid” telah digunakan bagi pasien skizofrenik
yang khususnya terlibat didalam pengalaman halusinasinya untuk
mengeluarkan keterlibatan didalam dunia nyata. Jika terdapat keadaan
oneiroid, klinisi harus berhati-hati dalam memeriksa pasien untuk adanya
suatu penyebab medis atau neurologist dari gejala tersebut.
Parafrenia.
Istilah ini seringkali digunakan sebagai sinonim untuk “skizofrenia paranoid”.
Dalam pemakaian lain istilah digunakan untuk perjalanan penyakit yang
memburuk secara progresif atau adanya system waham yang tersusun baik.
Arti ganda dari istilah ini menyebabkannya tidak sangat berguna dalam
mengkomunikasikan informasi.
Pseudoneurotik.
Kadang-kadang, pasien yang awalnya menunjukkan gejala tertentu seperti
kecemasan, fobia, obsesi, dan kompulsi selanjutnya menunjukkan gejala
gangguan pikiran dan psikosis. Pasien tersebut ditandai oleh gejala
11
panansietas, panfobia, panambivalensi dan kadang-kadang seksualitas yang
kacau. Tidak seperti pasien yang menderita gangguan kecemasan, mereka
mengalami kecemasan yang mengalir bebas (free-floating) dan yang sering
sulit menghilang. Didalam penjelasan klinis pasien, mereka jarang menjadi
psikotik secara jelas dan parah.
Skizofrenia Tipe I.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
positif yaitu asosiasi longgar, halusinasi, perilaku aneh, dan bertambah
banyaknya pembicaraan. Disertai dengan struktur otak yang normal pada CT
dan respon yang relatif baik terhadap pengobatan.
Skizofrenia tipe II.
Skizofrenia dengan sebagian besar simptom yang muncul adalah simptom
negative yaitu pendataran atau penumpulan afek, kemiskinan pembicaraan
atau isi pembicaraan, penghambatan (blocking), dandanan yang buruk, tidak
adanya motivasi, anhedonia, penarikan sosial, defek kognitif, dan defisit
perhatian. Disertai dengan kelainan otak struktural pada pemeriksaan CT dan
respon buruk terhadap pengobatan.
BAB IV
12
PATOFISIOLOGI SKIZOFRENIA
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi
beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan
keadaan residual.
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia,
walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala
skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa
akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung beberapa
hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia dapat berupa
cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian retrospektif
terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian penderita
mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan otot,
kelemahan dan masalah pencernaan.
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis, yaitu
adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian pasien
skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk sampai
tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala klinis
skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata
secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh
BAB V
13
ETIOLOGI
Merupakan integrasi faktor biologis, faktor psikososial, faktor lingkungan.
Model ini mendalilkan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan
spesifik (diatessis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang
menimbulkan stress, memungkinkan perkembangan skizofrenia.
Komponen lingkungan mungkin biologikal (seperti infeksi) atau
psikologis (missal kematian orang terdekat). Sedangkan dasar biologikal dari
diatesis selanjutnya dapat terbentuk oleh pengaruh epigenetik seperti
penyalahgunaan obat, stress psikososial , dan trauma.
Kerentanan yang dimaksud disini haruslah jelas, sehingga dapat
menerangkan mengapa orang tersebut dapat menjadi skizofren. Semakin besar
kerentanan seseorang maka stressor kecilpun dapat menyebabkan menjadi
skizofren. Semakin kecil kerentanan maka butuh stressor yang besar untuk
membuatnya menjadi penderita skizofren. Sehingga secara teoritis seseorang
tanpa diathese tidak akan berkembang menjadi skizofren, walau sebesar apapun
stressornya.
(A) Faktor Neurobiologi
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien skizofrenia ditemukan adanya
kerusakan pada bagian otak tertentu. Namun sampai kini belum diketahui
bagaimana hubungan antara kerusakan pada bagian otak tertentu ddengan
munculnya simptom skizofrenia.
Terdapat beberapa area tertentu dalam otak yang berperan dalam membuat
seseorang menjadi patologis, yaitu sitem limbik, korteks frontal, cerebellum dan
14
ganglia basalis. Keempat area tersebut saling berhubungan, sehingga disfungsi
pada satu area mungkin melibatkan proses patologis primer pada area yang lain.
Dua hal yang menjadi sasaran penelitian adalah waktu dimana kerusakan
neuropatologis muncul pada otak, dan interaksi antara kerusakan tersebut dengan
stressor lingkungan dan sosial.
(B)Hipotesa Dopamin
Menurut hipotesa ini, skizofrenia terjadi akibat dari peningkatan aktivitas
neurotransmitter dopaminergik. Peningkatan ini mungkin merupakan akibat dari
meningkatnya pelepasan dopamine, terlalu banyaknya reseptor dopamine,
turunnya nilai ambang, atau hipersentivitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Munculnya hipotesa ini berdasarkan observasi bahwa :
Ada korelasi antara efektivitas dan potensi suatu obat antipsikotik dengan
kemampuannya bertindak sebagai antagonis reseptor dopamine D2.Obat yang
meningkatkan aktivitas dopaminergik- seperti amphetamine-dapat menimbulkan
gejala psikotik pada siapapun.
(C)Faktor Genetika
Penelitian tentang genetik telah membuktikan faktor genetik/keturunan
merupakan salah satu penyumbang bagi jatuhnya seseorang menjadi skizofren.
Resiko seseorang menderita skizofren akan menjadi lebih tinggi jika terdapat
anggota keluarga lainnya yang juga menderita skizofren, apalagi jika hubungan
keluarga dekat. Penelitian terhadap anak kembar menunjukkan keberadaan
pengaruh genetik melebihi pengaruh lingkungan pada munculnya skizofrenia, dan
15
kembar satu telur memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
skizofrenia.
(D)Faktor Psikososial
1. Teori Tentang Individu Pasien
Teori Psikoanalitik
Freud beranggapan bahwa skizofrenia adalah hasil dari fiksasi
perkembangan, yang muncul lebih awal daripada gangguan neurosis. Jika
neurosis merupakan konflik antara id dan ego, maka psikosis merupakan konflik
antara ego dan dunia luar. Menurut Freud, kerusakan ego (ego defect)
memberikan kontribusi terhadap munculnya simptom skizofrenia. Disintegrasi
ego yang terjadi pada pasien skizofrenia merepresentasikan waktu dimana ego
belum atau masih baru terbentuk.
Konflik intrapsikis yang berasal dari fiksasi pada masa awal serta
kerusakan ego-yang mungkin merupakan hasil dari relasi obyek yang buruk-turut
memperparah symptom skizofrenia. Hal utama dari teori Freud tentang
skizofrenia adalah dekateksis obyek dan regresi sebagai respon terhadap frustasi
dan konflik dengan orang lain.
Harry Stack Sullivan mengatakan bahwa gangguan skizofrenia disebabkan
oleh kesulitan interpersonal yangyang etrjadi sebelumnya, terutama yang
berhubungan dengan apa yang disebutnya pengasuhan ibu yang salah, yaitu cemas
berlebihan.
Secara umum, dalam pandangan psikoanalitik tentang skizofrenia, kerusakan ego
mempengaruhi interprestasi terhadap realitas dan kontrol terhadap dorongan dari
16
dalam, seperti seks dan agresi. Gangguan tersebut terjadi akibat distorsi dalam
hubungan timbal balik ibu dan anak.
Berbagai simptom dalam skizofrenia memiliki makna simbolis bagi
masing-masing pasien. Misalnya fantasi tentang hari kiamat mungkin
mengindikasikan persepsi individu bahwa dunia dalamnya telah hancur.
Halusinasi mungkin merupakan substitusi dari ketidakmampuan pasien untuk
menghadapi realitas yang obyektif dan mungkin juga merepresentasikan
ketakutan atau harapan terdalam yang dimilikinya.
Teori Psikodinamik
Berbeda dengan model yang kompleks dari Freud, pandangan
psikodinamik setelahnya lebih mementingkan hipersensitivitas terhadap berbagai
stimulus. Hambatan dalam membatasi stimulus menyebabkan kesulitan dalam
setiap fase perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengakibatkan stress
dalam hubungan interpersonal.
Menurut pendekatan psikodinamik, simptom positif diasosiasikan dengan
onset akut sebagai respon terhadap faktor pemicu/pencetus, dan erat kaitannya
dengan adanya konflik. Simptom negatif berkaitan erat dengan faktor biologis,
dan karakteristiknya adalah absennya perilaku/fungsi tertentu. Sedangkan
gangguan dalam hubungan interpersonal mungkin timbul akibat konflik
intrapsikis, namun mungkin juga berhubungan dengan kerusakan ego yang
mendasar.
Tanpa memandang model teoritisnya, semua pendekatan psikodinamik dibangun
berdasarkan pemikiran bahwa symptom-simptom psikotik memiliki makna dalam
17
skizofrenia. Misalnya waham kebesaran pada pasien mungkin timbul setelah
harga dirinya terluka. Selain itu, menurut pendekatan ini, hubungan dengan
manusia dianggap merupakan hal yang menakutkan bagi pengidap skizofrenia.
Teori Belajar
Menurut teori ini, orang menjadi skizofrenia karena pada masa kanak-
kanak ia belajar pada model yang buruk. Ia mempelajari reaksi dan cara pikir
yang tidak rasional dengan meniru dari orangtuanya, yang sebenarnya juga
memiliki masalah emosional.
2. Teori Tentang Keluarga
Beberapa pasien skizofrenia-sebagaimana orang yang mengalami
nonpsikiatrik-berasal dari keluarga dengan disfungsi, yaitu perilaku keluarga yang
patologis, yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus
dihadapi oleh pasien skizofrenia. Antara lain:
Double Bind
Konsep yang dikembangkan oleh Gregory Bateson untuk menjelaskan
keadaan keluarga dimana anak menerima pesan yang bertolak belakang dari
orangtua berkaitn dengan perilaku, sikap maupun perasaannya. Akibatnya anak
menjadi bingung menentukan mana pesan yang benar, sehingga kemudian ia
menarik diri kedalam keadaan psikotik untuk melarikan diri dari rasa konfliknya
itu.
Schims and Skewed Families
Menurut Theodore Lidz, pada pola pertama, dimana terdapat perpecahan
yang jelas antara orangtua, salah satu orang tua akan menjadi sangat dekat dengan
18
anak yang berbeda jenis kelaminnya. Sedangkan pada pola keluarga skewed,
terjadi hubungan yang tidak seimbang antara anak dengan salah satu orangtua
yang melibatkan perebutan kekuasaan antara kedua orangtua, dan menghasilkan
dominasi dari salah satu orang tua.
Pseudomutual and Pseudohostile Families
Dijelaskan oleh Lyman Wynne, beberapa keluarga men-suppress ekspresi
emosi dengan menggunakan komunikasi verbal yang pseudomutual atau
pseudohostile secara konsisten. Pada keluarga tersebut terdapat pola komunikasi
yang unik, yang mungkin tidak sesuai dan menimbulkan masalah jika anak
berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
Ekspresi Emosi
Orang tua atau pengasuh mungkin memperlihatkan sikap kritis, kejam dan
sangat ingin ikut campur urusan pasien skizofrenia. Banyak penelitian
menunjukkan keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (dalam hal apa yang
dikatakan maupun maksud perkataan) meningkatkan tingkat relapse pada pasien
skizofrenia
3. Teori Sosial
Beberapa teori menyebutkan bahwa industrialisasi dan urbanisasi banyak
berpengaruh dalam menyebabkan skizofrenia. Meskipun ada data pendukung,
namun penekanan saat ini adalah dalam mengetahui pengaruhnya terhadap waktu
timbulnya onset dan keparahan penyakit.
19
BAB VI
EPIDEMIOLOGI
Sekitar satu persen penduduk dunia akan mengidap skizofrenia pada suatu
waktu dalam hidupnya. Di Indonesia diperkirakan satu sampai dua persen
penduduk atau sekitar dua sampai empat juta jiwa akan terkena penyakit ini.
Bahkan sekitar sepertiga dari sekitar satu sampai dua juta yang terjangkit penyakit
skizofrenia ini atau sekitar 700 ribu hingga 1,4 juta jiwa kini sedang mengidap
skizofrenia. Perkiraan angka ini disampaikan Dr LS Chandra, SpKJ dari
Sanatorium Dharmawangsa Jakarta Selatan
Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya dimulai pada usia
16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan, skizofrenia biasanya
mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu ini cenderung
menyebar di antara anggota keluarga sedarah.
20
BAB VII
MANIFESTASI KLINIS
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul
gejala gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari
satu tahun sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi :
hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan
fungsi perawatan diri. Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak
seperti yang dulu”. Semakin lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus
bertahan. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama
dengan fase prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang.
Disamping gejala gejala yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia
juga mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara spontan,
mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan
sosial).
Gejala-gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut
Bleuler, yaitu primer dan sekunder.
Gejala-gejala primer :
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah, isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran.
Yang terganggu terutama ialah asosiasi. Kadang-kadang satu ide belum selesai
diutarakan, sudah timbul ide lain. Atau terdapat pemindahan maksud, umpamanya
maksudnya “tani” tetapi dikatakan “sawah”.
21
Tidak jarang juga digunakan arti simbolik, seperti dikatakan “merah” bila
dimaksudkan “berani”. Atau terdapat “clang association” oleh karena pikiran
sering tidak mempunyai tujuan tertentu, umpamanya piring-miring, atau “…dulu
waktu hari, jah memang matahari, lalu saya lari…”. Semua ini menyebabkan jalan
pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan dimengerti. Hal ini
dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini menambah
inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga kecenderungan untuk menyamakan hal-
hal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain
yang ada disampingnya juga dimarahi dan dipukuli.
Kadang-kadang pikiran seakan berhenti, tidak timbul ide lagi. Keadaan ini
dinamakan “blocking”, biasanya berlangsung beberapa detik saja, tetapi kadang-
kadang sampai beberapa hari.
Ada penderita yang mengatakan bahwa seperti ada sesuatu yang lain
didalamnya yang berpikir, timbul ide-ide yang tidak dikehendaki: tekanan pikiran
atau “pressure of thoughts”. Bila suatu ide berulang-ulang timbul dan diutarakan
olehnya dinamakan preseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang (flight of ideas) lebih sering inkoherensi. Pada
inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan pikiran, pada pikiran
melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak dapat
diikuti sama sekali, pada pikiran melayang ide timbul sangat cepat, tetapi masih
dapat diikuti, masih bertujuan.
2. Gangguan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
Kedangkalan afek dan emosi (“emotional blunting”), misalnya penderita
menjadi acuh tak acuh terhadap hal-hal penting untuk dirinya sendiri seperti
keadaan keluarganya dan masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira,
pada penderita timbul rasa sedih atau marah.
22
Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis.
Parathimi dan paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggris dinamakan
“incongruity of affect” dalam bahasa Belanda hal ini dinamakan “inadequat”.
Kadang-kadang emosi dan afek serta ekspresinya tidak mempunyai
kesatuan, umpamanya sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-
hari, tetapi mulutnya tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi
yang khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lain adalah :
Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat,
seperti penderita yang sedang bermain sandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia adalah hilangnya kemampuan
untuk melakukan hubungan emosi yang baik (“emotional
rapport”). Karena itu sering kita tidak dapat merasakan perasaan
penderita.
Karena terpecah belahnya kepribadian, maka dua hal yang
berlawanan mungkin terdapat bersama-sama, umpamanya
mencintai dan membenci satu orang yang sama ; atau menangis
dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi
pada afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan.
Mereka tidak dapat mengambil keputusan., tidak dapat bertindak dalam suatu
keadaan. Mereka selalu memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau
tepat, umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan atau
mengapa tiduran terus. Atau mereka menganggap hal itu biasa saja dan tidak perlu
diterangkan.
Kadang-kadang penderita melamun berhari-hari lamanya bahkan berbulan-bulan.
Perilaku demikian erat hubungannya dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negative atau berlawanan terhadap suatu
permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama, umpamanya mau makan dan tidak mau makan; atau tangan diulurkan untuk
23
berjabat tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali; hendak
masuk kedalam ruangan, tetapi sewaktu melewati pintu ia mundur, maju mundur.
Jadi sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau
tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan.
Kelompok gejala ini oleh Bleuler dimasukkan dalam kelompok gejala skizofrenia
yang sekunder sebab didapati juga pada penyakit lain.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan.
Bila gangguan hanya ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang
luwes atau yang agak kaku. Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan
pergerakan sama sekali. Stupor ini dapat berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan
dan kadang-kadang bertahun-tahun lamanya pada skizofrenia yang menahun.
Mungkin penderita mutistik. Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu
yang melarang ia bicara. Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik
atau karena hubungan penderita dengan dunia luar sudah hilang sama sekali
hingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatonik menunjukkan
hiperkinesa, ia terus bergerak saja, maka keadaan ini dinamakan logorea. Kadang-
kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang baru: neologisme.
Berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap disebut stereotipi;
umpamanya menarik-narik rambutnya, atau tiap kali mau menyuap nasi mengetok
piring dulu beberapa kali. Keadaan ini dapat berlangsung beberapa hari sampai
beberapa tahun. Stereotipi pembicaraan dinamakan verbigerasi, kata atau kalimat
diulang-ulangi. Mannerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang
dapat dilihat dalam bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan
gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu
yang lama. Fleksibilitas cerea: bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu
tahanan seperti pada lilin.
24
Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa
yang disuruh. Otomatisme komando (“command automatism”) sebetulnya
merupakan lawan dari negativisme : semua perintah dituruti secara otomatis,
bagaimana ganjilpun.Termasuk dalam gangguan ini adalah echolalia (penderita
meniru kata-kata yang diucapkan orang lain) dan ekophraksia (penderita meniru
perbuatan atau pergerakan orang lain).
Gejala-gejala sekunder :
1. Waham
Pada skizofrenia, waham sering tidak logis sama sekali dan sangat bizarre.
Tetapi penderita tidak menginsafi hal ini dan untuk dia wahamnya adalah fakta
dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak mengubah sikapnya
yang bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa ia raja, tetapi ia
bermain-main dengan air ludahnya dan mau disuruh melakukan pekerjaan
kasar.Mayer gross membagi waham dalam dua kelompok yaitu waham primer
dan waham sekunder, waham sistematis atau tafsiran yang bersifat waham
(delutional interpretations).
Waham primer timbul secara tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa
dari luar. Menurur Mayer-Gross hal ini hampir patognomonis buat skizofrenia.
Umpamanya istrinya sedang berbuat serong sebab ia melihat seekor cicak berjalan
dan berhenti dua kali, atau seorang penderita berkata “dunia akan kiamat sebab ia
melihat seekor anjing mengangkat kaki terhadap sebatang pohin untuk kencing.
Waham sekunder biasanya logis kedengarannya dapat diikuti dan merupakan
cara bagi penderita untuk menerangkan gejala-gejala skizofrenia lain. Waham
dinamakan menurut isinya :waham kebesaran atau ekspansif, waham nihilistik,
waham kejaran, waham sindiran, waham dosa, dan sebagainya.
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini
merupakan gejala yang hampir tidak dijumpai dalam keadaan lain. Paling sering
pada keadaan skizofrenia ialah halusinasi (oditif atau akustik) dalam bentuk suara
manusia, bunyi barang-barang atau siulan. Kadang-kadang terdapat halusinasi
25
penciuman (olfaktorik), halusinasi cita rasa (gustatorik) atau halusinasi
singgungan (taktil). Umpamanya penderita mencium kembang kemanapun ia
pergi, atau ada orang yang menyinarinya dengan alat rahasia atau ia merqasa ada
racun dalammakanannya Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia
lebih sering pada psikosa akut yang berhubungan dengan sindroma otak organik
bila terdapat maka biasanya pada stadium permulaan misalnya penderita melihat
cahaya yang berwarna atau muka orang yang menakutkan.
. Pada skizofrenia sering dilihat otisme : penderita kehilangan hubungan dengan
dunia luar ia seakan-akan hidup dengan dunianya sendiri tidak menghiraukan apa
yang terjadi di sekitarnya. Oleh Bleuler depersonalisasi, double personality dan
otisme digolongkan sebagai gejala primer. Tetapi ada yang mengatakan bahwa
otisme terjadi karena sangat terganggunya afek dan kemauan.
Skizofrenia dapat mempengaruhi cara berpikir, perasaan dan tingkah laku. Gejala
skizofrenia dalam tiga kategori sebagai berikut :
Gejala positif
- Delusi/waham, yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir
bahwa dia selalu diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal,
berkeyakinan bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki
keyakinan agama yang berlebihan.
- Halusinasi, yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang
sebenarnya tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat
menghibur atau tidak menakutkan. Sedangkan yanng lainnya mungkin
menganggap suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan
perintah tertentu.
- Pikiran paranoid, yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada
seseorang yang berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti,
percaya ada makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke
planet lain.
26
Gejala negatif
- Motivasi rendah (low motivation). Penderita akan kehilangan ketertarikan pada
semua aspek kehidupan. Energinya terkuras sehingga mengalami kesulitan
melakukan hal-hal biasa dilakukan, misalnya bangun tidur dan membersihkan
rumah.
- Menarik diri dari masyarakat (social withdrawal). Penderita akan kehilangan
ketertarikan untuk berteman, lebih suka menghabiskan waktu sendirian dan
merasa terisolasi.
Gejala kognitif
- Mengalami problema dengan perhatian dan ingatan. Pikiran mudah kacau
sehingga tidak bisa mendengarkan musik/ menonton televisi lebih dari beberapa
menit. sulit mengingat sesuatu, seperti daftar belanjaan.
- Tidak dapat berkosentrasi, sehingga sulit membaca, menonton televisi dari awal
hingga selesai, sulit mengingat/ mempelajari sesuatu yang baru.
- Miskin perbendaharaan kata dan proses berpikir yang lambat. Misalnya saat
mengatakan sesuatu dan lupa apa yang telah diucapkan, perlu usaha keras untuk
melakukannya.
Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam menilai symptom / gejala klinis
skizofrenia adalah :
1. tidak ada symptom atau gejala klinis yang patognomonik untuk
skizofrenia. Artinya tidak ada symptom yang khas atau hanya terdapat
pada skizofrenia. Tiap symptom skizofrenia mungkin ditemukan pada
gangguan psikiatrik atau gangguan syaraf lainnya. Karena itu diagnosis
skizofrenia tidak dapat ditegakkan dari pemeriksaan status mental saat ini.
Riwayat penyakit pasien merupakan hal yang esensial untuk menegakkan
diagnosis skizofrenia.
2. symptom/gejala klinis pasien skizofrenia dapat berubah dari waktu ke
waktu. Oleh karena itu pasien skizofrenia dapat berubah diagnosis subtipe
mungkin berubah.
3. Harus diperhatikan taraf pendidikan, kemampuan intelektual dan latar
belakang sosial budaya pasien. Sebab prilaku atau pola pikir masyarakat
27
dari sosial budaya tertentu mungkin dipandang sebagai suatu hal yang
aneh bagi budaya lain. Contohnya memakai koteka di Papua merupakan
hal yang biasa namun akan dipandang aneh jika dilakukan di Jakarta.
Selainitu hal yang tampaknya merupakan gangguan realitas mungkin
akibat keterbatasan intelektual dan pendidikan pasien.
BAB VIII
DIAGNOSIS
28
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang jelas :
(a) “Thought echo” : isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kulitasnya berbeda; atau
- “Thought insertion or withdrawal”: isi pikiran yang asingdari luar masuk
kedalam pikirannya (insertion)atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar (withdrawal); dan
- “Thought broadcasting”: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau
umum mengetahuinya;
(b) - “delusion of control” : waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dati luar; atau
- “delusion of influence”: waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan
tertentu dari luar; atau
- “delusion of passivity”: waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang ‘dirinya”: secara jelas merujuk ke
pergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan atau penginderaan
khusus);
- “delusional perception”: pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
(c) Halusinasi auditorik :
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
- Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara berbagai suara
yang berbicara), atau
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
(d) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa
(misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan makhluk
29
asing dari dunia lain). Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu
ada secara jelas :
(e) Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan
afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas)
yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
(f) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan,
atau neologisme;
(g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisis tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor;
(h) Gejala-gejala “negative” seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi
atau medikasi neuroleptika;
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik prodromal).
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadai (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Menurut Diagnostic and statistical manual of Mental Disorders Fourth Text
Revised (DSM-IV-TR) :
A. Terdapat 2 atau lebih gejala dibawah ini selama 1 bulan atau kurang
dari sebulan jika pengobatan berhasil
30
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara disorganisasi
4. Perilaku disorganisasi/katatonik yang jelas
5. Symptom negative (afek datar, alogia, avolition)
Catatan = dapat hanya 1 gejala bila dijumpai waham bizarre/halusinasi dengar
B. Disfungsi social/pekerjaan
C. Durasi gangguan terus menerus selama 6 bulan
D. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
E. Disingkirkan gangguan penggunaan zat atau kondisi medis umum
F. Jika terdapat gangguan perkembangan parsive, diagnosis tambahan
skizofrenia dibuat bila waham dan halusinasi menonjol
BAB IX
DIAGNOSIS BANDING
Gangguan Psikotik Sekunder dan Akibat Obat
31
Gejala psikosis dan katatonia dapat disebabkan oleh berbagai macam
keadaan medis psikiatrik dan dapat diakibatkan oleh berbagai macam zat. Jika
psikosis atau katatonia disebabkan oleh kondisi medis nonpsikiatrik atau
diakibatkan oleh suatu zat, diagnosis yang paling sesuai adalah gangguan psikotik
akibat kondisi medis umum, atau gangguan katatonia akibat zat. Manifestasi
psikiatrik dari banyak kondisi medis nonpsikiatrik dapat terjadi awal dalam
perjalanan penyakit, seringkali sebelum perkembangan gejala lain. Dengan
demikian klinisi harus mempertimbangkan berbagai macam kondisi medis
nonpsikiatrik dii dalam diagnosis banding psikosis, bahkan tanpa adanya gejala
fisik yang jelas. Pada umumnya, pasien dengan gangguan neurologist mempunyai
lebih banyak tilikan pada penyakitnya dan lebih menderita akibat gejala
psikiatriknya daripada pasien skizofrenik, suatu kenyataan yang dapat membantu
klinisi untuk membedakan kedua kelompok tersebut.
Saat memeriksa seorang pasien psikotik, klinisi harus mengikuti tiga
pedoman umum tentang pemeriksaan keadaan nonpsikiatrik. Pertama, klinisi
harus cukup agresif dalam mengejar kondisi medis nonpsikiatrik jika pasien
menunjukkan adanya gejala yang tidak lazim atau jarang atau adanya variasi
dalam tingkat kesadara. Kedua, klinisi harus berusaha untuk mendapatkan riwayat
keluarga yang lemgkap, termasuk riwayat gangguan medis, neurologist, dan
psikiatrik. Ketiga, klinisi harus mempertimbangkan kemungkinan suatu kondisi
medis nonpsikiatrik, bahkan pada pasien dengan diagnosis skizofrenia
sebelumnya. Seorang pasien skizofrenia mempunyai kemungkinan yang sama
untuk menderita tumor otak yang menyebabkan gejala psikotik dibandingkan
dengan seorang pasien skizofrenik.
Berpura-pura dan Gangguan buatan
Baik berpura-pura atau gangguan buatan mungkin merupakan suatu
diagnosis yang sesuai pada pasien yang meniru gejala skizofrenia tetapi
sebenarnya tidak menderita skizofrenia. Orang telah menipu menderita skizofrenia
dan dirawat dan diobati di rumah sakit psikiatrik. Orang yang secara lengkap
mengendalikan produksi gejalanya mungkin memenuhi diagnosis berpura-pura
(malingering); pasien tersebut biasanya memilki alasan financial dan hokum yang
32
jelas untuk dianggap gila. Pasien yang kurang mengendalikan pemalsuan gejala
psikotiknya mungkin memenuhi diagnosis suatu gangguan buatan (factitious
disorder). Tetapi, beberapa pasien dengan skizofrenia seringkali secara palsu
mengeluh suatu eksaserbasi gejala psikotik untuk mendapatkan bantuan lebih
banyak atau untuk dapat dirawat di rumah sakit.
Gangguan Psikotik Lain
Gejala psikotik yang terlihat pada skizofrenik mungkin identik dengan
yang terlihat pada gangguan skizofreniform, gangguan psikotik singkat, dan
gangguan skizoafektif. Gangguan skizofreniform berbeda dari skizofrenia karena
memiliki lama (durasi) gejala yang sekurangnya satu bulan tetapi kurang daripada
enam bulan. Gangguan psikotik berlangsung singkat adalah diagnosis yang tepat
jika gejala berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang dari satu bulan dan
jika pasien tidak kembali ke tingkat fungsi pramorbidnya. Gangguan skizoafektif
adalah diagnosis yang tepat jika sindroma manik atau depresif berkembang
bersama-sama dengan gejala utama skizofrenia.
Suatu diagnosis gangguan delusional diperlukan jika waham yang tidak
aneh (nonbizzare) telah ada selama sekurangnya satu bulan tanpa adanya gejala
skizofrenia lainnya atau suatu gangguan mood.
Gangguan Mood
Diagnosis banding skizofrenia dan gangguan mood dapat sulit, tetapi
penting karena tersedianya pengobatan yang spesifik dan efektif untuk mania dan
depresi. Gejala afektif atau mood pada skizofrenia harus relative singkat terhadap
lama gejala primer. Tanpa adanya informasi selain dari pemeriksaan status
mental, klinisi harus menunda diagnosis akhir atau harus menganggap adanya
gangguan mood, bukannya membuat diagnosis skizofrenia secara prematur.
Gangguan Kepribadian
Berbagai gangguan kepribadian dapat ditemukan dengan suatu cirri
skizofrenia; gangguan kepribadian skizotipal, schizoid, dan ambang adalah
gangguan kepribadian dengan gejala yang paling mirip. Gangguan kepribadian,
33
tidak seperti skizofrenia, mempunyai gejala yang ringan, suatu riwayat
ditemukannya gangguan selama hidup pasien, dan tidak adanya onset tanggal
yang dapat diidentifikasi.
BAB X
TATALAKSANA
Terapi Somatik (Medikamentosa)
34
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan
pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa
jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun
yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk
mengobati Skizofrenia. Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat
ini, yaitu :
antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering
menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional
antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional.
Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan
Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation,
obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara
35
perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada newer
atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan
dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal
yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon
(berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus
yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang
berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli
merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik
yang lebih aman tidak berhasil.
Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Sediaan Dosis
1 Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg
Injeksi 25 mg/ml
150-600 mg/hari
36
2 Haloperidol Tablet 0,5 mg,1,5 mg,
5mg
Injeksi 5mg/ml
5-15 mg/hari
3 Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12-24 mg/hari
4 Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10-15 mg/hari
5 Flufenazin Dekanoat Injeksi 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6 Levomeprazin Tablet 25 mg
Injeksi 25 mg/ml
25-50 mg/hari
7 Trifluperazin Tablet 1 mg, 5 mg 10-15 mg/hari
8 Tioridazin Tablet 50 mg, 100 mg 150-600 mg/hari
9 Sulpirid Tablet 200 mg
Injeksi 50mg/ml
300-600 mg/hari
10 Pimozid Tablet 1 mg, 4 mg 1-4 mg/hari
11 Risperidon Tablet 1 mg, 2 mg, 3
mg
2-6 mg/hari
Obat Antipsikosis yang Mempunyai Efek Samping Gejala
Ekstrapiramidal
Antipsikosis Dosis (mg/hr) Gej. ekstrapiramidal
37
Chlorpromazine
Thioridazine
Perphenazine
trifluoperazine
Fluphenazine
Haloperidol
Pimozide
Clozapine
Zotepine
Sulpride
Risperidon
Quetapine
Olanzapine
Aripiprazole
150-1600
100-900
8-48
5-60
5-60
2-100
2-6
25-100
75-100
200-1600
2-9
50-400
10-20
10-20
++
+
+++
+++
+++
++++
++
-
+
+
+
+
+
+
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan
tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
samping sekunder.
38
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang
dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis
ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam
dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat
diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang tidak
sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping belum tentu
sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis
obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan
baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai
mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi
setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan
sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2 minggu dosis
maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday
1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari
setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3
bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali.
39
Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara bertahap setelah
hilangnya gejala dalam kurun waktu 2 minggu - 2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound
yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan
ini akan mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin
0,25 mg IM dan tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada
bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti
psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan
terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering menimbulkan hipotensi
ortostatik pada waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik
blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk penderita
Skizofrenia episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan
resiko untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan
obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril)
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
40
----Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat
untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai
anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat
obatan yang lain, misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti dengan antipsikotik
atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum
obat setelah episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang menderita Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan
41
antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut
juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini pergerakan menjadi
lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek
samping lain yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-
kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik (biasanya benztropine)
bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau mengobati efek
samping ini.
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi
pergerakan mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial
grimace. Kemungkinan terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan
menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik. Apabila penderita yang
menggunakan antipsikotik konvensional mengalami tardive dyskinesia, dokter
biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi
seksual, sehingga banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-
obatan tersebut. Untuk mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis
efektif terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic yang efek
sampingnya lebih sedikit.
----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang
memakan obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan
antipsikotik atipikal. Diet dan olah raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri,
42
latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan,
seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit. Dengan demikian, frekuensi
perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara
sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan
dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia kembali seringkali
mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap
hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam
terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu
cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang
sifat skizofrenia dan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli
terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi
keluarga adalah efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol,
penurunan angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi
keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi
secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif.
Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa
persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang
memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam
pengobatan skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan
43
menambah efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi
bagi pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang
dialami pasien. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli
terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli terapi
seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di
dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit
dilakukan, pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban
dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau
teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan
rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan
penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi,
atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau
membunuh, prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan
penyesuaian yang dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta keluarga pasien tentang
skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu
mereka menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit
tergantung dari keparahan penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan
rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis
44
ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan
hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien
dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan
kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas
hidup.—
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan
di rumah sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan
oleh Ugo cerleti(1887-1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi
ini belum diketahui secara pasti. Alat yang digunakan adalah alat yang
mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita menerima aliran listrik
yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu yang
digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan Terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
· Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
· Penderita harus puasa
· Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
· Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
· Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
· Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os
temporalis) dibersihkan.
· Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
Maintenance tiap 2-4 minggu
Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang
tidak dianut lagi
45
----Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi
pasien karena alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau
tidak adanya perbaikan setelah pemberian antipsikotik .
----Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis,
aneurisma aorta, penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian
obat pelemas otot pada pasien dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra
indikasi mutlak adalah tumor otak.
----Sebagai komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada
vertebra, Robekan otot-otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi
degenerasi sel-sel otak.
BAB XI
PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari episode awal dan
fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal (sebelum munculnya gangguan
tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan perjalanan penyakitnya
46
cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan
kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali
untuk waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Skizofrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu
penderitanya, tapi juga bagi orang-orang terdekat kepadanya. Biasanya,
keluarganyalah yang paling terkena dampak dari hadirnya skizofrenia. Pasien
membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya. jangan
membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang yang
normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang
tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya
rendah. Karena orang yang mempunyai inteligensi tinggi biasanya mudah diberi
pemahaman, mudah mengerti akan pentingnya pengobatan.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah
fungsi mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai
dengan efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien skkizofrenia
perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap
obat lebih bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi
terhadap pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Dengan semakin bertambah meningkatnya perkembangan teknologi, akan
mempengaruhi juga pada proses penyembuhan penyakit skizofrenia. Biasanya
47
negara berkembang, penderita skizofrenia bisa lebih cepat disembuhkan karena
adanya dukungan dari masyarakat sekitar. Sedangkan pada Negara-negara maju,
prognosis lebih susah dikarenakan, biasanya pada Negara-negara maju
masyarakatnya cenderung individual, tidak mengenal tetangga, dan ttidak perduli
dengan lingkungan sekitar.Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar,
maka akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu
dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor
datangnya dari luar individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka
prosgnosisnya adalah negatif atau akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
Dengan seringnya penderita skizofrenia kambuh maka akan semakin lemah pula
system yang ada pada dirinya.
7.Gangguan Kepribadian
Pada gangguan kepribadian ini, orang yang mempunyai tipe introvert lebih
susah dideteksi apakah ia mempunyai gejala skizofrenia karena orang tersebut
cenderung menutup diri. Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan
kepribadian akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki
peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang
lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih
baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya
lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
48
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal
inilah yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.
Prognosis Baik Prognosis Buruk
Onset lambatFaktor pencetus yang
jelasOnset akutRiwayat sosial, seksual
dan pekerjaan premorbid yang baik
Gejala gangguan mood (terutama gangguan depresif)
MenikahRiwayat keluarga
gangguan moodSistem pendukung yang
baikGejala positif
Onset mudaTidak ada factor pencetusOnset tidak jelasRiwayat social dan pekerjaan
premorbid yang burukPrilaku menarik diri atau autisticTidak menikah, bercerai atau janda/
dudaSistem pendukung yang burukGejala negatifTanda dan gejala neurologistRiwayat trauma perinatalTidak ada remisi dalam 3 tahunBanyak relapsRiwayat penyerangan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I. Pedoman Penggolongan dan DiagnosisGangguan Jiwa di Indonesia III, Diktorat Jendral Pelayanan Medik 1993
Kaplan, Harold I., Sadock, Benjamin J, Grebb, Jack A. (2002). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Psiatri Klinis. Jakarta : Binarupa Aksara.
49
Maslim,Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa : Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM- 5.Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya,Jakarta.2013
Maslim R, Panduan Praktis Penggunaan Klini, Obat Psikotropik. Edisi 3. Jakarta: 2007
50