bab ii pi penyebab schizophrenia pada anak dilihat dari pola asuh dalam keluarga

38
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pola Asuh 1. Pengertian Pola Asuh Keluarga merupakan pembentuk kepribadian yang sangat berpengaruh dalam proses perkembangan anak, hal ini disebabkan karena orang tua mempunyai pola asuh untuk anak-anaknya guna merawat, mengajarkan cara berinteraksi dan bersosialisasi, mengacarkan bagaimana bertingkah laku yang dapat diterima dalam norma masyarakat. Pengasuhan merupakan suatu proses mengembangkan dan memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan yang sesuai untuk merencanakan kapan akan memiliki anak, melahirkannya, membesarkannya dan memberikan kasih sayang untuknya (Morrison, 2004). Menurut Gibson (dalam Dewi, 1997) pola asuh adalah keseluruhan interaksi antara orang tua sebagai pengasuh dan anak sebagai yang diasuh. Interaksi ini mencakup perawatan dan mengajarkan tingkah laku umum yang dapat diterima oleh masyarakat pada anak. Mussen (dalam Anita, 2004) mendefinisikan pola asuh sebagai suatu cara mendidik yang berpengaruh pada anak baik secara langsung maupun tidak, melalui sikap dan perawatan orang tua terhadap anak. Singgih (dalam Dewi, 1997) mendefiniskan pola asuh sebagai suatu cara mendidik dengan memberi aturan-aturan dan batasan-batasan yang diterapkan pada anak-anaknya. Menurut Harrington & Whifing (dalam Zahrah, 2004) pola asuh adalah interaksi antara pengasuh dan anak, yang meliputi pemeliharaan, menanamkan kepercayaan, cara bergaul. Menurut Maechati (dalam Badingah, 1993) mengemukakan bahwa pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan sehari-hari. 6

Upload: tyaseta-sardjono

Post on 25-Jun-2015

1.428 views

Category:

Education


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pola Asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Keluarga merupakan pembentuk kepribadian yang sangat

berpengaruh dalam proses perkembangan anak, hal ini disebabkan karena

orang tua mempunyai pola asuh untuk anak-anaknya guna merawat,

mengajarkan cara berinteraksi dan bersosialisasi, mengacarkan bagaimana

bertingkah laku yang dapat diterima dalam norma masyarakat. Pengasuhan

merupakan suatu proses mengembangkan dan memanfaatkan pengetahuan

dan keterampilan yang sesuai untuk merencanakan kapan akan memiliki

anak, melahirkannya, membesarkannya dan memberikan kasih sayang

untuknya (Morrison, 2004).

Menurut Gibson (dalam Dewi, 1997) pola asuh adalah keseluruhan

interaksi antara orang tua sebagai pengasuh dan anak sebagai yang diasuh.

Interaksi ini mencakup perawatan dan mengajarkan tingkah laku umum

yang dapat diterima oleh masyarakat pada anak. Mussen (dalam Anita,

2004) mendefinisikan pola asuh sebagai suatu cara mendidik yang

berpengaruh pada anak baik secara langsung maupun tidak, melalui sikap

dan perawatan orang tua terhadap anak.

Singgih (dalam Dewi, 1997) mendefiniskan pola asuh sebagai

suatu cara mendidik dengan memberi aturan-aturan dan batasan-batasan

yang diterapkan pada anak-anaknya. Menurut Harrington & Whifing

(dalam Zahrah, 2004) pola asuh adalah interaksi antara pengasuh dan

anak, yang meliputi pemeliharaan, menanamkan kepercayaan, cara

bergaul. Menurut Maechati (dalam Badingah, 1993) mengemukakan

bahwa pola asuh adalah perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi

kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam kehidupan

sehari-hari.

6

Page 2: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

7

Menurut Tarmudji (2001) pola asuh orang tua adalah interaksi

antara orang tua dengan anaknya selama mengadakan pengasuhan. Brooks

(dalam Lazzarini, 2000) mengemukakan bahwa pola asuh adalah suatu

proses yang didalamnya terdapat unsur melindungi, dan mengarahkan

anak selama masa perkembangannya.

Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan

bahwa pola asuh adalah interaksi antara anak dan pengasuh selama

pengasuhan, yang meliputi proses mengembangkan pengetahuan dan

keterampilan yang sesuai untuk anak, cara mendidik dengan memberi

aturan-aturan dan batasan-batasan yang diterapkan pada anak-anaknya,

pemeliharaan, menanamkan kepercayaan, cara bergaul, sikap menciptakan

suasana emosional memenuhi kebutuhan anak, memberi perlindungan,

serta mengajarkan tingkah laku umum yang dapat diterima oleh

masyarakat.

2. Dimensi Pola Asuh

Dalam mengasuh anak, dibutuhkan dimensi-dimensi dalam pola

asuh berupa kehangatan, responsifitas, tuntutan, kontrol.

Menurut Maccoby (dalam khotimah, 2007), kehangatan

merupakan faktor penting dalam pengasuhan anak. Kasih sayang yang

diterima anak akan sangat menentukan perkembangan anak untuk

selanjutnya. Kehangatan penting bagi proses sosialisasi, karena:

a. Anak sendiri yang berkeinginan untuk mempertahankan

persetujuan atau restu orang tua dan akan merasa menderita bila

kehilangan cinta orang tua.

b. Memungkinkan anak untuk menginternalisasikan aturan-aturan

sosial serta mengenali dan membedakan respon yang tepat pada

situasi tertentu.

c. Kehangatan dan pengasuhan orang tua di asosiasikan dengan

kesediaan orang tua untuk mendengarkan kebutuhan anak.

Page 3: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

8

Orang tua yang mencintai anaknya akan menumbuhkan pada diri

anak perasaan bahwa dirinya diterima dengan baik. Penerimaan tersebut

akan menumbuhkan perasaan aman, kadar kecemasannya menjadi rendah

dan mengembangkan harga diri anak. Sikap dan emosi semacam itu

menolong anak untuk mempelajari aturan-aturan dalam sosialisasi

(Maccoby dalam khotimah, 2007).

Ada dua dimensi yang menjadi dasar dari kecenderungan jenis pola

asuh orang tua menurut Baumrin (dalam Kail, 2000), yaitu

a. Responsifitas

Dimensi ini berkenaan dengan sikap orang tua yang penuh

kasih sayang, memahami dan berorientasi pada kebutuhan anak.

Sikap hangat yang ditunjukkan orang tua pada anak sangat penting

dalam proses sosialisasi antara orang tua dan anak. Sering terjadi

diskusi pada keluarga yang memiliki orang tua responsif, selain itu

juga sering terjadi proses memberi dan menerima secara verbal

diantara kedua belah pihak.

b. Tuntutan

Untuk mengarahkan perkembangan sosial anak secara

positif, kasih sayang dari orang tua belumlah cukup. Kontrol diri

dari orang tua dibtuhkan untuk mengembangkan anak agar menjadi

individu yang kompeten baik secara intelektual maupun sosial.

Conger dan Maccoby (dalam Shochib, 1998) dimensi ini

berkenaan dengan tingkah laku orang tua yang melibatkan batasan

dan pelaksanaan tuntutan yang tegas dan konsisten, menuntut

kepatuhan, membuat harapan-harapan yang tinggi untuk anak,

membatasi anak untuk melakukan apa yang mereka inginkan. Ada

orang tua yang membuat standar yang tinggi untuk anak-anaknya

dan mereka menuntut agar standar tersebut dipenuhi. Menurut

Hatherington & Parke (dalam Dewi, 1997) dimensi ini meliputi

kontrol yang ditetapkan oleh keluarga, yang bervariasi dari kontrol

Page 4: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

9

yang kaku, tingkah laku yang menuntut atau memaksa hingga

tingkah laku yang permisif dan tidak memaksa dimana sedikitnya

batasan-batasan yang diberlakukan pada anak.

Baumrind, Becker, Maccoby, Martin (dalam Conger, 1991)

tuntutan-tuntutan orang tua yang sifatnya ekstrim (cenderung dapat

menghambat tingkah laku sosial, kreativitas, inisiatif, dan

fleksibilitas dalam pendekatan masalah-masalah pendidikan

maupun praktikal). Baumrind (dalam Conger, 1991)

mendefinisikan ada empat dimensi pola asuh yakni

1) Kontrol, orang tua berusaha membatasi kebebasan, inisiatif dan

tingkah laku anak.

2) Demand for Maturity (menuntut anak bersikap dewasa), yaitu

dimana orang tua menekankan pada anak untuk

mengoptimalkan kemampuannya agar menjadi lebih dewasa

dalam segala hal.

3) Clarity of Communication, orang tua meminta pendapat anak

yang disertai alasan yang jelas ketika anak menuntut

pemenuhan kebutuhannya.

4) Nurturance, orang tua menunjukkan ekspresi-ekspresi

kehangatan dan kasih sayang terhadap anak dan menunjukkan

rasa bangga akan prestasi yang diperoleh anak.

3. Macam-macam Pola Asuh

Hardy & Heyes (dalam Khotimah, 2007) mengemukakan tiga tipe

pola asuh :

a. Otoriter dengan ciri orang tua tidak memberikan kesempatan kepada

anak untuk berpendapat, selalu dikejar tuntutan orang tua.

b. Demokratis dengan ciri orang tua memberikan kesempatan kepada

anak untuk mengeluarkan aspirasinya.

c. Permisif dengan ciri orang tua memberi kebebasan penuh pada anak

untuk berbuat segala hal tanpa pengawasan orang tua.

Page 5: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

10

Baumrind (dalam Berk, 1994) membedakan pola asuh menjadi :

a. Authoritarian

Orang tua berlaku sangat ketat dan mengontrol anak dengan

mengajarkan standar dan tingkah laku. Pola asuh ini mengakibatkan

kurangnya hubungan yang hangat dan komunikatif dalam keluarga.

Anak dari pola asuh ini cenderung moody, murung, ketakutan, sedih,

menggambarkan kecemasan dan rasa tidak aman dalam berhubungan

dengan lingkungannya, menunjukkan kecenderungan bertindak keras

saat tertekan dan memiliki harga diri yang rendah.

b. Authoritative

Orang tua memiliki batasan dan harapan yang jelas terhadap tingkah

laku anak, mereka berusaha untuk menyediakan paduan dengan

menggunakan alasan dan aturan dengan reward dan punishment yang

berhubungan dengan tingkah laku anak secara jelas. Orang tua sangat

menyadari tanggung jawab mereka sebagai figur yang otoritas, tetapi

mereka juga tanggap terhadap kebutuhan dan kemampuan anak. Pola

asuh ini dapat menjadikan sebuah keluarga hangat, penuh penerimaan,

mau saling mendengar, peka terhadap kebutuhan anak, mendorong

anak untuk berperan serta dalam mengambil keputusan di dalam

keluarga.

Anak dengan pola asuh ini berkompeten secara sosial, enerjik,

bersahabat, ceria, memiliki keingintahuan yang besar, dapat

mengontrol diri, memiliki harga diri yang tinggi, serta memiliki

prestasi yang tinggi.

c. Permissive

Orang tua cenderung mendorong anak untuk bersikap otonomi,

mendidik anak berdasarkan logika dan memberi kebebasan pada anak

untuk menentukan tingkah laku dan kegiatannya. Anak dengan pola

asuh ini cenderung tidak dapat mengontrol diri, tidak mau patuh, tidak

terlibat dengan aktivitas di lingkungan sekitarnya.

d. Pola Asuh tidak Terlibat

Page 6: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

11

Orang tua sama sekali tidak melakukan kontrol pada anak, hanya

memberikan materi, cenderung untuk lebih memperhatikan dan

mementingkan kebutuhan dirinya dengan menunjukkan sedikit

perhatian kepada anaknya karena orang tua merasa ada baiknya

menolak keberadaan anak karena mereka sendiri memiliki banyak

masalah dan cenderung merespon anak dengan sadis. Anak dengan

pola asuh ini akan memiliki keterbatasan dalam akademis dan sosial.

4. Ciri-ciri Khas Pola Asuh

Menurut Corey (dalam Triana, 2007), ciri-ciri khas masing-masing pola

asuh adalah sebagai berikut :

a. Pola asuh otoriter mempunyai ciri

1) Kekuasaan orang tua dominan,

2) Anak tidak diakui sebagai pribadi,

3) Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat,

4) Orangtua menghukum anak jika anak tidak patuh dan menurut.

b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri

1) Ada kerjasama,

2) Anak diakui sebagai pribadi,

3) Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua,

4) Kontrol orang tua yang telah disepakati dengan anaknya.

c. Pola asuh permissive mempunyai ciri

1) Dominasi pada anak,

2) Sikap longgar atau kebebasan pada anak,

3) Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orang tua,

4) Kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Menurut Hurlock (1995) ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pola asuh orang tua, yaitu :

Page 7: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

12

a. Karakteristik orang tua yang berupa :

1) Kepribadian orang tua

Setiap orang berbeda dalam tingkat energi, kesabaran,

intelegensi, sikap dan kematangannya. Karakteristik tersebut

akan mempengaruhi kemampuan orang tua untuk memenuhi

tuntutan peran sebagai orang tua dan bagaimana tingkat sensifitas

orang tua terhadap kebutuhan anak-anaknya.

2) Keyakinan

Keyakinan yang dimiliki orang tua mengenai pengasuhan akan

mempengaruhi nilai dari pola asuh dan akan mempengaruhi

tingkah lakunya dalam mengasuh anak-anaknya.

3) Persamaan dengan pola asuh yang diterima orang tua

Bila orang tua merasa bahwa orang tua mereka dahulu berhasil

menerapkan pola asuhnya pada anak dengan baik, maka mereka

akan menggunakan teknik serupa dalam mengasuh anak bila

mereka merasa pola asuh yang digunakan orang tua mereka tidak

tepat, maka orang tua akan beralih ke teknik pola asuh yang lain.

4) Penyesuaian dengan cara disetujui kelompok

Orang tua yang baru memiliki anak atau yang lebih muda dan

kurang berpengalaman lebih dipengaruhi oleh apa yang dianggap

anggota kelompok (bisa berupa keluarga besar, masyarakat)

merupakan cara terbaik dalam mendidik anak.

5) Usia orang tua

Orang tua yang berusia muda cenderung lebih demokratis dan

permissive bila dibandingkan dengan orang tua yang berusia tua.

6) Pendidikan orang tua

Orang tua yang telah mendapatkan pendidikan yang tinggi, dan

mengikuti kursus dalam mengasuh anak lebih menggunakan

teknik pengasuhan authoritative dibandingkan dengan orang tua

yang tidak mendapatkan pendidikan dan pelatihan dalam

mengasuh anak.

Page 8: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

13

7) Jenis kelamin

Ibu pada umumnya lebih mengerti anak dan mereka cenderung

kurang otoriter bila dibandingkan dengan bapak.

8) Status sosial ekonomi

Orang tua dari kelas menengah dan rendah cenderung lebih

keras, mamaksa dan kurang toleran dibandingkan dengan orang

tua dari kelas atas.

9) Konsep mengenai peran orang tua dewasa

Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional cenderung

lebih otoriter dibanding orang tua yang menganut konsep

modern.

10) Jenis kelamin anak

Orang tua umumnya lebih keras terhadap anak perempuan

daripada anak laki-laki.

11) Usia anak

Usia anak dapat mempengaruhi tugas-tugas pengasuhan dan

harapan orang tua.

12) Temperamen

Pola asuh yang diterapkan orang tua akan sangat mempengaruhi

temperamen seorang anak. Anak yang menarik dan dapat

beradaptasi akan berbeda pengasuhannya dibandingkan dengan

anak yang cerewet dan kaku.

13) Kemampuan anak

Orang tua akan membedakan perlakuan yang akan diberikan

untuk anak yang berbakat dengan anak yang memiliki masalah

dalam perkembangannya.

14) Situasi

Anak yang mengalami rasa takut dan kecemasan biasanya tidak

diberi hukuman oleh orang tua. Tetapi sebaliknya, jika anak

menentang dan berperilaku agresif kemungkinan orang tua akan

mengasuh dengan pola outhoritative.

Page 9: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

14

6. Aspek-aspek Pola Asuh

Terdapat tiga aspek pendukung dalam pola asuh orang tua, yaitu (Idris,

1992) :

a. Aspek Self Esteem

Yaitu konsep individu tentang dirinya sendiri yang meliputi bagaimana

peasaan tentang dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangan yang

dimilikinya.

b. Aspek Kognitif

Yaitu kemampuan individu dalam berolah pikir dan melatih kepekaan

mencermati fenomena sekelilingnya.

c. Kontrol

Usaha untuk mempengaruhi kegiatan anak berdasarkan sasaran,

modifikasi ungkapan, perilaku bergantung, agresif, suka bermain dan

memacu internalisasi standar orang tua.

d. Kejelasan komunikasi

Menggunakan penalaran agar anak patuh, menanyakan pendapat dan

perasaan anak, dan lain-lain.

e. Tuntutan kedewasaan

Menekankan pada anak agar menampilkan intelektual, sosial dan

emosional yang berasa pada tingkat kedewasaan.

f. Asuhan orang tua

Termasuk kehangatan (cinta kasih dan perawatan), keterlibatan, dan

pujian atas keberhasilan anak.

g. Aspek Sosial

Yaitu sikap individu dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya

dalam menjalin hubungan secara baik.

7. Komponen Pola Asuh

Pola asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua

selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang

tua mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak

Page 10: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

15

untuk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

masyarakat. Pola asuh terdiri dari beberapa komponen yaitu (Semiawan,

1974) :

a. Orang tua (keluarga)

Keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama dimana

anak dapat berinteraksi. Orang tua mempunyai berbagai fungsi

yang salah satu di antaranya ialah mengasuh anak-anaknya. Dalam

mengasuh anaknya orang tua dipengaruhi oleh budaya yang ada di

lingkungannya. Di samping itu, orang tua juga diwarnai oleh sikap-

sikap tertentu dalam memelihara, membimbing, dan mengarahkan

anak-anaknya. Sikap tersebut tercermin dalam pola pengasuhan

kepada anak-anaknya yang berbeda-beda, karena orang tua

mempunyai pola pengasuhan tertentu.

b. Anak

Tanpa adanya anak, maka pola asuh tidak dapat diterapkan dalam

suatu keluarga.

c. Peer group (teman)

Peer group berasal dari berbagai lingkungan keluarga yang

berbeda-beda, maka akan terjadi berbagai adaptasi, kegiatan,

pembentukan karakteristik psikologis maupun sosial.

8. Dampak Pola Asuh

Baumrind & Black (dalam Tarmudji, 2001) dari hasil penelitiannya

menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orangtua demokratis yang

menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong

tindakan-tindakan mandiri dalam membuat keputusan sendiri yang akan

berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab.

Meuler (dalam Tarmudji, 2001) dalam penelitiannya menemukan

bahwa anak-anak yang diasuh oleh orangtua yang otoriter banyak

menunjukkan ciri-ciri adanya sikap menunggu dan menyerahkan segala-

galanya pada pengasuhnya. Watson (dalam Anita, 2004) menemukan

Page 11: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

16

bahwa disamping sikap menunggu itu terdapat juga ciri-ciri keagresifan,

kecemasan dan mudah putus asa. Baldin melakukan penelitian dengan

membandingkan keluarga yang berpola demokratis dengan otoriter,

asuhan dari orangtua demokratis menimbulkan ciri-ciri berinisiatif, berani,

lebih giat, dan lebih bertujuan. Sebaliknya, semakin otoriter orangtuanya

maka makin berkurang ketidaktaatan anak, bersikap menunggu, tidak

dapat merencanakan sesuatu, daya tahan kurang, dan menunjukkan

ketakutan.

Jadi setiap pola asuh akan berpengaruh terhadap anak asuhannya

dalam perilaku tertentu, misalnya terjadi adaptasi atau keagresifan pada

anak.

B. Schizophrenia

1. Pengertian Schizophrenia

Schizophrenia ditemukan oleh Emil Kraeplin pada 1893, kemudian

dikembangkan oleh Emil Kraeplin, Eugen Bleuler dan Kurt Schneider. Di

dalam dokumennya Eugen Bleuler, ia mengidentifikasi Schizophrenia

yang terdapat pada kaum tua Mesir Pharaonic, adanya Tekanan, dementia,

seperti halnya gangguan pikiran dalam Schizophrenia diuraikan secara

detil di dalam buku tentang hati, macam-macam penyakit fisik dianggap

sebagai gejala dari hati dan uterus dan bearasal dari pembuluh darah atau

keadaan penuh dengan nanah, urusan fecal, setan atau racun.

Emil menyebut Schizophrenia dengan dementis praecox, dementis

: diluar dari jiwa seseorang, praecox : sebelum terjadinya tingkat

kematangan seseorang, jadi dementia praecox adalah penyakit yang

disebabkan oleh patologi yang spesifik yang berupa hilangnya kesatuan

antara pemikiran, perasaan, tindakan dalam diri seseorang yang meliputi

waham, halusinasi, dan perilaku motorik yang aneh. Menurut Eugen,

Schizophrenia berasal dari kata skizos : pecah belah dan phren : jiwa. Jadi,

Schizophrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan

kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan

Page 12: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

17

(kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan mengganggu kerja

dan fungsi sosial.

Davidson dan Neale (dalam Anita, 2004) menyebutkan bahwa

Schizophrenia merupakan suatu kelompok gangguan psikotik yang

dicirikan dengan adanya gangguan pikiran, emosi dan perilaku seseorang,

dimana ide-idenya seringkali tidak logis, adanya persepsi yang salah,

gangguan dalam aktivitas motorik dan memiliki afek yang datar bahkan

seringkali tidak sesuai. Hal ini menyebabkan individu semakin menjauh

dari orang-orang disekitarnya dan individu tidak mampu menangkap

realita yang terjadi, dan mereka juga sering mengalami halusianasi dan

delusi.

Menurut Kamus Lengkap Psikologi (2000), Schizophrenia

didefinisikan sebagai satu nama umum sekelompok reaksi psikotis,

dicirikan denga pemunduran emosional dan afektif dan tergantung pada

tipe dan adanya halusinasi, delusi, tingkah laku negativistis, dan

kemunduran atau perusakan yang progresif.

Berdasarkan DSM IV-R (dalam Journal Of Psychiatri, 2008),

schizophrenia adalah suatu gangguan yang terjadi sekurang-kurangnya

enam bulan termasuk symptom fase aktif selama satu bulan yang diikuti

dengan adanya delusi, halusinasi, disorganisasi dalam bicara, tingkah laku

yang kasar, dan symptom negatif.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

Schizophrenia adalah kekacauan jiwa yang serius ditandai dengan

kehilangan kontak pada kenyataan (psikosis), halusinasi, khayalan

(kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan mengganggu kerja

dan fungsi sosial yang dicirikan dengan adanya gangguan pikiran, emosi

dan perilaku seseorang, dimana ide-idenya seringkali tidak logis, adanya

persepsi yang salah, gangguan dalam aktivitas motorik dan memiliki afek

yang datar bahkan seringkali tidak sesuai dengan norma-norma yang

berlaku dalam masyarakat.

Page 13: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

18

2. Gejala-gejala Schizophrenia

Karakteristik utama orang yang menderita gangguan emosi berat

dan sangat berat adalah kehilangan hubungan dengan dunia nyata, serta

proses berpikir yang terpecah, dengan menunjukkan perilaku yang tidak

tepat dan gejala-gejala seperti (dalam American Journal Of Psychiatri,

2008):

a. Gejala positif

Menunjukkan tanda seperti paranoid, sukar berbicara, pikiran

kacau dan kadangkala perlakuan menjadi tidak terkendali. Pasien

kerap mengalami halusinasi dan mendengar suara orang bercakap

yang menyuruh mereka melakukan sesuatu hal. Biasanya pasien

akan melakukan perbuatan yang dia sendiri tidak tahu akibatnya.

Pasien lebih suka mengisolasi diri, tidak mau berbaur dengan

orang lain, berbicara atau tersenyum seorang diri, mutu kerja yang

menurun, sukar tidur, selalu merasa resah.

b. Gejala negatif

Pasien kehilangan upaya dalam membuat perencanaan, berbicara,

menunjukkan emosi dan mencari kegembiraan dalam hidup. Gejala

ini sering dianggap kemurungan.

c. Gejala kognitif

Pasien mengalami kesukaran dengan pikiran yang menumpuk,

ingatan yang terganggu dan adakalanya mereka tidak boleh

membuat sembarang keputusan. Bagaimanapun, gejala ini

memberi kesan negatif dalam jangka masa panjang dan

mempengaruhi kehidupan pasien. Gejala lain dapat mengakibatkan

kemurungan, keresahan berpanjangan dan kadangkala timbul

keinginan bunuh diri.

Davidson dan Neale (dalam Anita, 2004) membagi gejala schizophrenia

menjadi :

a. Gejala positif, yang terdiri dari halusinasi dan delusi,

Page 14: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

19

b. Gejala negatif, yang terdiri dari avoliation, anhedonia, alogia, dan

afek datar (flat affect).

3. Karakteristik Schizophrenia

Ada beberapa karakteristik yang dikemukakan oleh Cameron (dalam Wulan,

2008) :

a. Adanya gangguan dalam berhubungan dengan realitas, yang ditandai dengan

adanya delusi dan halusianasi,

b. Adanya gangguan emosional, yang tertampil dalam tingkah laku impulsif dan

sulit diramalkan,

c. Adanya gangguan dalam berhubungan dengan objek disekitarnya,

d. Adanya gangguan dalam fungsi mempertahankan diri,

e. Adanya gangguan bahasa dan berpikir yang diawali oleh regresi pada

penderitanya dan mengakibatkan kecakapan proses berpikir sekundernya

menjadi rusak,

Schizophrenia ditandai dengan gangguan dalam pemikiran dan dalam

mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang koheren dan bermakna

(dalam Schizophrenia). Gangguan dalam isi dan pikiran, gangguan yang

paling nyata pada isi pikiran mencakup waham (delusi), waham adalah suatu

keyakinan yang salah yang tidak dapat dijelaskan oleh latar belakang budaya

penderita ataupun pendidikan; penderita tidak dapat diyakinkan oleh orang

lain bahwa keyakinannya salah meskipun banyak bukti kuat yang dapat

diajukan untuk membantah keyakinan penderita, waham memiliki bentuk

yang berbeda ada beberapa jenis waham yaitu (dalam

schizophreniasymptoms) :

a. Grandeur (waham kebesaran) : penderita yakin bahwa mereka adalah

seseorang yang sangat luar biasa.

b. Guilt (waham rasa bersalah) : penderita merasa bahwa mereka telah

melakukan dosa yang sangat besar.

c. Ill health (waham penyakit) : penderita yakin bahwa mereka

mengalami penyakit yang sangat serius.

Page 15: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

20

d. Jealousy (waham cemburu) : pendeita yakin bahwa pasangan mereka

telah berlaku tidak setia.

e. Passivity (waham pasif) : penderita merasa mereka dikendalikan atau

dimanipulasi oleh berbagai kekuatan dari luar.

f. Persecution ( waham kejar) : penderita merasa dikejar-kejar oleh

pihak-pihak tertentu yang ingin mencelakainya.

g. Poverty (waham kemiskinan) : penderita takut akan mengalami

kebangkrutan, dimana kenytaannya tidak demikian..

h. Reference (waham rujukan) : penderita merasa dibicarakan oleh orang

lain secara luas.

Gangguan dalam bentuk pikiran, orang yang mengalami

schizophrenia cenderung berfikir dalam bentuk yang tidak terorganisasi

dan tidak logis, bentuk atau struktur proses pikiran dan juga isinya

seringkali terganggu. Klinisi menyebut jenis gangguan ini sebagai

gangguan pikiran. Gangguan pikiran dapat dikenali melalui gangguan

dalam organisasi, pemrosesan, dan kendali pikiran. Kelonggaran dalam

asosiasi merupakan satu dari konsep empat A Blueler. Bentuk

pembicaraan orang yang mengalami Schizophrenia seringkali tidak

teratur, dengan bagian kata yang dikombinasikan secara tidak sesuai atau

kata-kata dirangkai untuk membuat rima yang tidak bermakna, kurang

menunjukan keterkaitan antara ide atau pikiran yang diekspresikan. Pada

penderita yang parah pembicaraannya tidak dapat dimengerti.tanda-tanda

yang kurang umum terjadi mencakup neologisme yaitu kata-kata yang

yang diucapkan penderita kurang atau tidak memiliki arti bagi orang lain,

perseverasi yaitu pengulang yang tidak sesuai namun menetap pada kata-

kata yang sama, clanging yaitu merangkaikan secara bersama kata atau

bunyi berdasarkan rima, blocking yaitu secara tiba-tiba pembicaraan atau

pikiran terputus. Gangguan lebih sering terjadi selama episode akut namun

mungkin juga muncul pada fase residual, gangguan pikiran yang muncul

diluar episode akut berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk

(Salmon, 1974).

Page 16: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

21

Kekurangan dalam pemusatan perhatian orang-orang dengan

schizophrenia akan tampak mengalami kesulitan menyaring keluar

stimulus yang tidak relevan dan menggangu, kekurangan yang

menyebabkan hampir tidak mungkin untuk memusatkan perhatian dan

mengorganisasikan pikiran mereka, karena ketidaknormalan otak yang

mempersulit mereka untuk memusatkan perhatian tugas yang relevan dan

menyaring keluar informasi yang tidak penting. Orang yang mengalami

schizophrenia tampak waspada berlebihan, atau menjadi benar-benar

sensitif terhadap suara-suara yang tidak relevan, terutama tahap awal

gangguan (Salmon, 1974).

Gangguan gerakan mata penderita schizophrenia kronis

menunjukan tanda-tanda gangguan gerakan mata gangguan gerakan mata

meliputi gerakan mata yang tidak normal saat menelusuri sebuah target

yang bergerak melintasi lapang pandangan. Gangguan gerakan mata

tampaknya melibatkan kerusakan pada proses proses involunter di otak

yang bertanggung jawab terhadap perhatian secara visual (Alloy, 2004).

Gangguan persepsi halusinasi termasuk gangguan yang paling

umum pada Schizophrenia merupakan gambaran yang dipersepsi tanpa

adanya stimulus dari lingkungan. Halusinasi dapat melibatkan setiap indra,

halusinasi Taktil (seperti digelitik, sensasi listrik, terbakar), halusinasi

Somatis (seperti merasa ada ular yang menjalar dalm perut), halusinasi

Visual (melihat sesuatu yang tidak ada), halusinasi Gustatoris (merasakan

dengan lidah sesuatu yang tidak ada), halusinasi Olfaktoris (mencium bau

yag tidak ada), halusinasi pendengaran suara-suara mungkin didengar

sebagai perempuan atau laki-laki dan seperti berasal dari dalam atau dari

luar kepala individu, orang yang mengalami halusinasi mungkin

mendengar suara-suara tersebut berbicara tentang mereka dalam bentuk

orang ketiga yang memperdebatkan kebaikan atau kesalahan mereka.

halusinasi yang disebabkan obat cenderung berupa visual dan sering

meliputi bentuk-bentuk abstrak. Halusinasi schizophrenia kebalikannya

cenderung lebih berbentuk penuh dan kompleks (Brown, 2007).

Page 17: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

22

Gangguan emosi gangguan afek atau respon emosional pada

schizophrenia ditandai oleh afek yang tumpul (afek datar). Afek datar

disimpulkan dari ketiadaan ekspresi emosi pada wajah dan suara.penderita

schizophrenia berbicara secara monoton dan mempertahankan wajah tanpa

ekspresi, penderita tidak mengalami rentang normal dalam respon emosi

terhadap orang-orang dan kejadian-kejadian atau respon mereka tidak

sesuai (Halgin, 1997).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang menderita Schizophrenia mempunyai beberapa

karakteristik seperti waham, adanya gangguan dalam berhubungan dengan

realitas, yang ditandai dengan adanya delusi dan halusianasi, gangguan

emosional, yang tertampil dalam tingkah laku impulsif dan sulit

diramalkan, adanya gangguan dalam berhubungan dengan objek

disekitarnya, adanya gangguan dalam fungsi mempertahankan diri, adanya

gangguan bahasa dan berpikir yang diawali oleh regresi pada penderitanya

dan mengakibatkan kecakapan proses berpikir sekundernya menjadi rusak,

yang ditandai dengan gangguan dalam pemikiran dan dalam

mengekspresikan pikiran melalui pembicaraan yang koheren dan

bermakna.

4. Faktor penyebab Schizophrenia

a Kekurangan Fisiologis

Menurut O’Leary dkk. (dalam schizophrenia), kekurangan

fisiologis yang mendasar dalam kemampuan untuk

mempertahankan stimulus yang relevan dan mengabaikan stimulus

yang mengganggu orang-orang yang Schizophrenia.

b Impuls-impuls yang berasal dari id

Menurut pandangan psikodinamika oleh Sigmun Freud,

Erik Erikson, dan Harry Stack Sullivan (dalam Anita, 2004),

Schizophrenia mencerminkan ego yang dibanjiri oleh dorongan-

dorongan seksual primitif atau agresif atau impuls-impuls yang

Page 18: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

23

berasal dari id yang jadi penyebab halusinasi dan waham, sehingga

mengancam ego yang dapat mengakibatkan seseorang mundur ke

periode awal dari tahapan oral, yang disebut narsisme primer.

c Prinsip conditioning dan belajar observasi dalam perspektif belajar

mungkin memegang peranan dalam perkembangan beberapa

bentuk perilaku Skizofrenik. Menurut operant conditioning,

imbalan mempengaruhi frekuensi verbal yang aneh dibandingkan

yang normal dan pasien di rumah sakit dapat dibentuk untuk

menampilkan perilaku yang aneh. Menurut Teori sosial-kognitif,

adanya modelling terhadap perilaku Skizofrenik yang terjadi di

rumah sakit jiwa (dalam Kagan, 1998).

d Dari perspektif biologis Schizophrenia dapat disebabkan oleh

(dalam schizophrenia) :

1) Faktor genetis,

Menurut Charney, Nestler, Gottesman & Bunney

(dalam Anita, 2004), Schizophrenia dipengaruhi kuat oleh

faktor genetis. Menurut Erlenmeyer-Kimling dkk. (dalam

Wulan, 2008), Schizophrenia sebagaimana banyak

gangguan lainnya, cenderung menurun dalam keluarga.

Menurut Erlenmeyer-Kimling dkk., serta Kendler &

Diehl, peningkatan risiko Schizophrenia pada orang-orang

yang memiliki hubungan biologis dengan penderita

gangguan. Menurut APA (dalam American Journal Of

Psychiatri, 2008), serta Kendler & Diehl (dalam Anita,

2004), secara keseluruhan, keluarga tingkat pertama dari

orang-orang yang mengalami Schizophrenia (orang tua dan

saudara kandung) memiliki sekitar sepuluh kali lipat risiko

yang lebih besar untuk mengalami Schizophrenia

dibandingkan orang lain yang berada di sekitarnya.

Menurut Gottesman, semakin dekat hubungan

genetis antara orang yang didiagnosis Schizophrenia dan

Page 19: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

24

anggota keluarga mereka, semakin besar concerdance rate

(kecenderungan) mengidap Schizophrenia pada keluarga

mereka. Menurut Rosenthal dkk.(dalam Wulan, 2008),

anak yang di adopsi dan dibesarkan terpisah dari ibu

kandungnya beresiko tinggi mengidap Schizophrenia.

Menurut Lewin, Malaspina dkk. (dalam Anita,

2004), ayah yang berusia lebih dari 50 tahun pada sebuah

penelitian, memiliki kemungkinan tiga kali lipat untuk

memiliki anak yang mengalami Schizophrenia daripada

ayah yang berusia kurang dari 25 tahun. Rathus, et al., 1991

(dalam Suryani, 2006), mendapatkan penyebab

Schizophrenia yang di klasifikasikan menjadi :

a) Distinct Heterogenity Model

Model ini menyatakan bahwa schizophrenia

disebabkan oleh kerusakan gen yang dapat diikuti

oleh gen-gen tertentu dan yang hanya disebabkan

oleh faktor lingkungan. Schizophrenia catatonic,

misalnya, mungkin merupakan penyakit yang

muncul secara genetis yang akhirnya diikuti

ketidaknormalan gen pada kromosom tertentu.

b) Monogenic Model

Model ini menyatakan bahwa semua bentuk

schizophrenia dapat disebabkan oleh suatu gen yang

cacat. Gen yang cacat ini akan menyebabkan

schizophrenia pada orang yang menerima gen itu

dari kedua orang tuanya (monozygote), namun

kemungkinannya kecil bila hanya dari satu orang

tua (heterozygote).

c) Multifactorial-Polygenic Model

Menurut model ini, schizophrenia disebabkan oleh

pengaruh berbagai gen, trauma biologis prenatal dan

Page 20: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

25

postnatal dan tekanan psikososial yang saling

berinteraksi. Aspek schizophrenia muncul bila

faktor-faktor itu berinteraksi melebihi batas ambang

tertentu.

2) Faktor biokimia,

Menurut Kane (dalam Wulan, 2008), Obat-obatan

neuroleptik menghambat dan mengurangi aktivitas reseptor

dopamin sehingga dapat menghambat transmisi berlebih

dari impuls-impuls neuron yang dapat meningkatkan

perilaku Schizophrenia. Menurut Busatto dkk. (dalam

Jamaluddin, 2004), kita seharusnya juga memperhatikan

bahwa neurotransmitter seperti norepinefrin, serotonin, dan

GABA, juga mempengaruhi perilaku Schizophrenia.

3) Infeksi virus,

Menurut Mertensen dkk., serta Tam & Sewell

(dalam Lazarusli, 2005), teori virus dapat mempengaruhi

penemuan dari banyaknya jumlah orang yang kemudian

mengalami Schizophrenia apabila dilahirkan pada musim

dingin. Ketidaknormalan otak merupakan hasil dari infeksi

virus pada masa prenatal, nutrisi janin yang tidak adekuat

(kurang bergizi), kerusakan genetis, atau trauma kelahiran,

atau komplikasi (McGlashan & Hoffman, McNeil, Cantor-

Graae & Weinberger, Rosso dkk., Wahlbeck dkk. dalam

Anita, 2004).

4) Ketidaknormalan otak,

Para peneliti mencoba menggunakan teknik

pencitraan otak yang modern, termasuk PET scan, EEG,

CT scan, MRI yang dapat menggali kerja bagian dalam dari

otak. Menurut Gur dkk., Ettinger dkk., dari hasil penelitian

pemindaian otak menunjukkan hasil adanya

ketidaknormalan otak pada orang-orang yang menderita

Page 21: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

26

Schizophrenia. Penemuan yang paling jelas dari kerusakan

struktural di otak dibuktikan oleh pembesaran ventrikel di

otak yang terjadi pada tiga hingga empat pasien

Schizophrenia (Coursey, Alford, & Safarjan dalam Anita,

2004).

Otak dari pasien Schizophrenia rata-rata lima persen

lebih kecil dari volume otak pada individu normal, dengan

pengurangan volume terbesar pada korteks serebral

(Cowan & Kandel dalam Lazarusli, 2005). Berkurangnya

akrifitas gelombang otak pada korteks preffrontalis dari

pasien Schizophrenia (Kim dkk., Ragland dkk. dalam

Wulan, 2008). Ketidaknormalan korteks prefrontalis (yang

mengendalikan berbagai fungsi kognitif dan emosional)

pada penderita Schizophrenia mengakibatkan mereka

mengalami kesulitan dalam mengorganisasikan pikiran-

pikiran serta perilaku-perilaku dengan turut menampilkan

tugas-tugas kognitif pada tingkat yang lebih tinggi, seperti

memformulasikan konsep, memprioritaskan informasi, dan

memformulasikan tujuan dan rencana (Barch dkk.,

Bertolino dkk., Callicot dkk. dalam Brodjonegoro, 2006).

Gangguan pada fisiologis otak di daerah subkortikal

dapat mengakibatkan ketidakseimbangan neurotransmitter

sehingga terjadi ketidaknormalan pada pengaturan emosi,

perhatian, pembentukan ingatan, berpikir (dalam

schizophrenia). Menurut Haber & Fudge (dalam

Brodjonegoro, 2006), Schizophrenia melibatkan terlalu

aktifnya reseptor dopamin otak, yaitu reseptor yang terletak

di neuron pascasinaptik di mana molekul dopamin terikat

(teori dopamin). Penelitian terhadap pengaruh dopamine

dilakukan dengan menggunakan tiga macam obat bius,

yaitu phenothiazine, amphetamine, L-Dopa. Tubuh akan

Page 22: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

27

mengubah L-Dopa menjadi dopamine dan kadang-kadang

menyebabkan gejala-gejala seperti schizophrenia (Sue, et

al. dalam Brodjonegoro, 2006), dan amphetamine.

Penyumbatan dopamine mungkin mempengaruhi gejala-

gejala schizophrenia, tetapi tidak menjadi penyebab

munculnya penyakit tersebut. Perubahan aktifitas dopamine

mungkin terjadi setelah munculnya psikosis dan bukan

sebelumnya (Sue, et al., 1986 dan Davison, et al., 1994

dalam Sri, 2007).

5) Faktor keluarga.

Faktor keluarga adalah adanya hubungan keluarga

yang terganggu sejak lama dianggap berperan dalam

perkembangan dan perjalanan gangguan Schizophrenia

(Miklowitz dalam Hillary, 2007). Terjadinya komunikasi

double-blind dalam keluarga menurut Gregory Bateson

dkk. (dalam Nevid, 2005) berkontrubusi meningkatkan

risiko terhadap perkembangan terkena Schizophrenia,

contoh komunikasi ini yaitu seorang ibu yang bersikap

dingin ketika anaknya mendekatinya, memarahi anak untuk

menjaga jarak, selalu menyalahkan apapun yang dilakukan

anak, menjaga pembicaraan tentang ketidakkonsistennya,

tidak mentolerir kedekatan hubungan, tidak memberikan

kesempatan kepada anak untuk berpendapat, mengejar anak

dengan tuntutan orang tua; hal ini dapat mengakibatkan

anak menjadi tidak terorganisasi dan kacau. Pola

komunikasi yang tidak jelas, samar-samar, terganggu,

pembicaraan yang sulit untuk diikuti dan sulit untuk

ditangkap intinya, sering ditemukan pada keluarga dari

pasien Schizophrenia (Wahlberg dkk.dalam Nevid, 2005).

Menurut Miklowitz dalam Nevid (2005), orang tua

dari penderita Schizophrenia menunjukkan tingkat

Page 23: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

28

penyimpangan komunikasi yang lebih tinggi daripada

orang tua pada orang normal.

Selain itu, expressed emotion yang terganggu dalam

anggota keluarga seperti bersikap kejam, mengkritik, tidak

mendukung cenderung menimbulkan penyesuaian diri yang

sangat buruk dan memiliki rata-rata kecenderungan untuk

kambuh lagi penyakit yang dideriatnya setelah ia keluar

dari rumah sakit (Cutting & Docherty, King & Dixon

dalam Dadang, 2008).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

Schizophrenia disebabkan oleh adanya kekurangan fisiologis, impuls-

impuls yang berasal dari id, conditioning, serta dilihat dari perspektif

biologis.

5. Terapi pada Penderita Schizophrenia

a. Psikofarmakologis

Obat-obatan yang digunakan pada penderita schizophrenia

adalah obat-obatan anti psikosis. Pengobatan antipsikotik

membantu mengendalikan pola perilaku yang mencolok pada

penderita Schizophrenia dan mengurangi kebutuhan untuk

perawatan rumah sakit jangka panjang apabila dikonsumsi pada

saat pemeliharaan atau diberikan secara teratur setelah episode

akut (Kane, sheitman dkk. dalam Tara, 1999). Adapun kelompok

yang umum digunakan adalah : Fenotiazin Asetofenazin (Tindal),

Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100 mg, thioridazine

(mellari), Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg,

Dibenzokasazepin Loksapin (Loxitane) 20-150 mg, Dihidroindolon

Molindone (Moban) 15-225 mg, phenotiazines chlorpromazine

(thorazine), Klorpromazine 125-250 mg trifluoperazine (stelazine),

fluphenazine decanoate (prolixin).

Page 24: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

29

Meskipun kita tidak dapat mengatakan dengan pasti

bagaimana obat-obatan in bekerja, tampaknya mereka memperoleh

efek terapeutik dengan menghambat reseptor dopamin di otak. Hal

ini mengurangi aktifitas dopamin yang tampak menghilangkan

tanda-tanda schizophrenia yang lebih mencolok, seperti halusinasi

dan waham. Efektifitas dari obat antipsikotik ini telah berulangkali

telah ditunjukan dalam penelitian double-bind yang dikontrol

dengan placebo. Sejumlah kecil yang mengalami schizophrenia

menerima sedikit keuntungan dari neuroleptik tradisional, dan

tidak ada faktor pembatasan yang jelas yang dapat menentukan

siapa saja yang akan memberikan respon paling baik (Kane &

Marder, 1993 dalam Westa, 2007).

Pengobatan saja tidak cukup untuk memenuhi berbagai sisi

kebutuhan penderita schizophrenia, terapi obat juga butuh

ditunjang dengan program psikoedukasi yang membantu penderita

schizophrenia mengembangkan keterampilan sosial yang lebih

baik dan mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan kehidupan

komunitas, bagian yang luas dari komponen perawatan

dibuttuhkan dalam model perawatan yang menyeluruh, mencakup

elemen pengobatan, perawatan medis, terapi keluarga, pelatihan

keterampilan sosial, intervensi krisis, pelayanan rehabilitasi (Penn

& Mueser dalam Sri, 2007).

Efek samping dari terapi ini adalah tardivedyskinesia

(gangguan gerakan involunter yang dapat mempengaruhi berbagai

bagian tubuh) yang disebut juga dengan TD, hal ini dikemukakan

oleh Hansen, Casey, Hoffman (dalam Wulan, 2008). TD dapat

berupa sering mengedipkan mata, gerakan mengunyah dan gerakan

mata secara involunter, mengecap dan menggerakkan bibir, wajah

menyeringai, gerakan involunter dari tungkai dan bagian dada,

kesulitan dalam bernapas, berbicara dan makan, kematian yang

disebabkan karena tubuh tidak menghasilkan sel-sel darah putih

Page 25: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

30

secara adekuat. TD paling banyak terjadi pada orang yang lebih tua

dan pada perempuan (Hansen dkk. dalam Wulan, 2008).

b. Terapi Psikodinamika

Freud tidak yakin bahwa psikoanalisis tradisional sesuai

untuk penanganan schizophrenia. Tindakan menarik diri kedalam

dunia fantasi yang merupakan ciri schizophrenia mencegah

penderita untuk memiliki hubungan yang bermakna dalam

psikoanalisis. Terapi personal yang berpijak pada diatesis-stres,

terapi personal membantu pasien beradaptasi lebih efektif terhadap

stres dan membantu mereka membangun keterampilan sosial,

bukti-bukti awal menjelaskan bahwa terapi personal mungkin

mengurangi rata-rata kambuh dan meningkatkan fungsi sosial,

setidaknya pada penderita schizophrenia yang tinggal dengan

keluarga (Bustillo dkk, Hogarty dkk. dalam Suryani, 2006).

c. Terapi Belajar

Walaupun ada sedikit terapis meyakini bahwa belajar juga

dapat menyebabkan schizophrenia. Intrevensi pembelajaran juga

dapat menunjukan efektifitas dalam modifikasi perilaku

schizophrenia dan membantu mengembangkan perilaku yang

adaptif yang dapat membantu penderita menyesuaikan diri secara

efektif untuk hidup di dalam suatu komunitas (dalam Wulan,

2008). Metode terapi meliputi teknik-teknik seperti :

a. Reinforcement selektif terhadap perilaku, seperti memberikan

perhatian terhadap perilaku yang sesuai dan menghilangkan

verbalisasi yang aneh dengan tidak lagi memberikan perhatian.

b. Token ekonomi, dimana individu pada unit-unit perawatan

dirumah sakit diberi hadiah untuk perilaku yang sesuai dengan

token.

Page 26: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

31

c. Pelatihan keterampilan sosial dimana penderita diajarkan

keterampilan untuk melakukan pembicaraan dan perilaku sosial

yang lain yang dilakukan melalui latihan, modeling, latihan

perilaku, umpan balik.

Partisipan diberi tugas untuk mempraktikan perilaku-perilaku

dalam lingkup mereka tinggal, terapis dan anggota kelompok

lainnya kemudian memuji usaha dan memberikan umpan balik

yang membangun. Bermain peran ditingkatkan dengan teknik-

teknik membangun seperti modeling (mengamati terapis lalu

memperagakan), shaping (imbalan yang diberikan terhadap

keberhasilan yang mendekati perilaku sasaran.

d. Rehabilitasi Psikososial

Penderita schizophrenia biasanya mengalami kesulitan

untuk berfungsi dalam peran mereka untuk menyesuaikan diri

terhadap kehidupan komunitas, sejumlah kelompok self-help

(clubhouse) dan pusat rehabilitasi psikososial yang lebih terstruktur

lainnya telah muncul untuk membantu penderita schizophrenia

menemukan kesempatan mendapatkan pendidikan dan pekerjaan

yang sesuai sebagai tanda dukungan sosial bagi mereka (dalam

Dadang, 2008).

Terapi ini melatih penderita mengenai ketrampilan atau

keahlian sosial, seperti kemampuan percakapan, yang dapat

membantu dalam beradaptasi dengan masyarakat (Rathus, et al.,

Davisoan, et al., Sue, et al., dalam Lazarusli, 2005). Social skills

training menggunakan latihan bermainsandiwara. Para penderita

diberi tugas untuk bermain peran dalam situasi-situasi tertentu agar

mereka dapat menerapkannya dalam situasi yang sebenarnya.

Pusat rehabilitasi biasanya dapat menawarkan beragam layanan

seperti pekerjaan dan kesempatan pendidikan, pusat-pusat seperti

ini seringkali mempergunakan pendekatan pelatihan keterampilan

Page 27: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

32

untuk membantu penderita mempelajari memecahkan perselisihan

dengan anggota keluarga, membantu persahabatan, berbelanja, dll.

e. Program Intervensi Keluarga

Nevid (2005), menyatakan bahwa keluarga diharapkan

dapat merawat dan membantu penderita dalam mengembangkan

cara-cara yang lebih kooperatif dan tidak terlalu konfrontatif dalam

berhubungan dengan lingkungan dengan menentukan pola asuh

yang tepat untuk penderita Schizophrenia. Program intervensi

keluarga lebih memfokuskan pada aspek kehidupan sehari-hari,

mendidik anggota keluarga tentang schizophrenia, mengajarkan

pada mereka bagaimana cara berhubungan dengan cara yang tidak

terlalu frontal (jangan bersikap terlalu mengekang, jangan suka

memberi kritikan negatif terhadap semua tindakan pasien) terhadap

anggota keluarga yang menderita schizophrenia, meningkatkan

komunikasi dalam keluarga, dan memacu pemecahan masalah

yang efektif dan keterampilan coping untuk menangani masalah-

masalah keluarga, beri pasien peluang untuk mandiri dan membuat

keputusan sendiri, rangsang pasien supaya dia bersemangat dan

berpikiran positif, jangan membiarkan pasien sendiri dan muram,

bantu pasien mengenal pasti masalah dan membantunya mencari

jalan penyelesaian, timbulkan suasana gembira dan ajak pasien ke

dalam semua aktivitas keluarga supaya pasien merasa dihargai.

Untuk perawatan intervensi jangka panjang pada penderita

schizophrenia dapat dilakukan dengan menggabungkan

pengobatan antipsikotik, terapi keluarga, bentuk terapi suportif,

pelatihan vokasional dan penyediaan perumahan yang layak serta

pelayanan dukungan sosial lainnya (Bustillo dkk., Mueser,dkk.,

Penn & Mueser, dalam Nevid, 2005).

Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh

Fallon (Davison, et al., Rathus, et al., dalam Nevid, 2005) ternyata

Page 28: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

33

campur tangan keluarga sangan membantu dalam proses

penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah kambuhnya

penyakit penderita, dibandingkan dengan terapi-terapi secara

individual (Nevid, 2005).

f. Terapi Kejang Listrik atau Electro Compulsive Therapy (ECT)

Banyak pasien skizofrenia dan keluarga-keluarga mereka

memilih electro convulsive therapy (ECT) yang lebih aman dan

efektif atau transkranial rangsangan magnetis (TMS). Perawatan

ini penting untuk suatu kesembuhan yang optimal, walaupun hanya

berguna untuk pengendalian gejala, membantu pasien mengatur

tekanan, interaksi sosial, sekolah, pekerjaan, dan komponen untuk

melaksanakan hidup sepenuhnya (dalam Anita, 2004).

Di masa lalu ECT ini digunakan di berbagai rumah sakit

jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk schizophrenia.

Namun terapi ini tidak membuahkan hasil yang bermanfaat, ECT

merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien

seringkali tidak bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke

tubuhnya dan mengakibatkan ketidaksadaran sementara, serta

seringkali menderita kerancuan pikiran dan hilangnya ingatan

setelah itu. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang menyertai

serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Nevid, 2005).

Namun, sekarang ECT sudah tidak begitu menyakitkan.

Pasien diberi obat bius ringan dan kemudian disuntik dengan

penenang otot. Aliran listrik yang sangat lemah yang dialirkan ke

otak melalui kedua pelipis. Pada saat pasien bangun beberapa

menit kemudian dan tidak meningat apa-apa tentang pengobatan

yang dilakukan. Tidak terjadi kerancuan pikiran dan hilang

ingatan, terutama bila aliran listrik hanya diberikan kepada belahan

otak yang tidak dominan pengobatan semacam ini biasanya

Page 29: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

34

dilakukan dalam jangka waktu dua minggu dengan empat sampai

enam kali pengobatan (dalam Adriaanz, 2001).

Akan tetapi, ECT ini tidak cukup berhasil untuk

penyembuhan schizophrenia, namun lebih efektif untuk

penyembuhan penderita depresi tertentu (Atkinson, et al., dalam

Adriaanz, 2001).

g. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)

Banyak masalah emosional menyangkut kesulitan

seseorang dalam berhubungan dengan orang lain, yang dapat

menyebabkan seseorang berusaha menghindari relasinya dengan

orang lain, mengisolasi diri, sehingga menyebabkan pola

penyelesaian masalah yang dilakukannya tidak tepat dan tidak

sesuai dengan dunia empiris. Dalam menagani kasus tersebut,

terapi kelompok akan sangat bermanfaat bagi proses penyembuhan

klien, khususnya klien schizophrenia (dalam Anita, 2004).

Terapi kelompok ini termasuk salah satu jenis terapi

humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling

berkomunikasi dan terapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai

pemberi arah di dalamnya. Di antara peserta terapi tersebut saling

memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami

oleh mereka (Kagan, 1998).

Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya

untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya

pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Di rumah

sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan (dalam familyandfriends,

2008).

Melalui terapi kelompok ini iklim interpersonal relationship

yang konkrit akan tercipta, sehingga klien selalu diajak untuk

berpikir secara realistis dan menilai pikiran dan perasaannya yang

tidak realistis (dalam Anita, 2004).

Page 30: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

35

h. Pembedahan bagian otak

Pada tahun 1935, Moniz (Davison, et al., dalam Hillary,

2007) memperkenalkan prefrontal lobotomy, yaitu preoses

pembedahan pada lobus frontalis penderita schizophrenia. Menurut

Moniz, cara ini cukup berhasil dalam proses penyembuhan yang

dilakukannya, khususnya pada penderita yang berperilaku kasar.

Akan tetapi, pada tahun 1950-an cara ini ditinggalkan karena

menyebabkan penderita kehilangan kemampuan kognitifnya, otak

tumpul, tidak bergairah, bahkan meninggal (dalam Nevid, 2005).

C. Anak

1. Pengertian

Masa anak-anak dimulai pada saat seseorang melewati masa bayi,

antara dua tahun hingga anak matang secara seksual yang berkisar antara

umur 13-15 tahun, 13 tahun untuk wanita pada umumnya, dan 14 tahun

pada pria (Hurlock, 1995).

Gunarso (1990), anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka

terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan dimana

orang tua sangat penting dalam mengisi kepribadian anak mulai dari bayi.

Menurut Rousseau (dalam gunarso, 1990) anak yang lahir pada dasarnya

mempunyai sisi yang baik, sedangkan dalam perkembangannya aktivitas

anak banyak dipengaruhi oleh perkembangan selanjutnya. Keterikatan

anak dengan pengasuhnya mempunyai konsekuensi dalam waktu jangka

panjang, bila hubungan itu buruk akan berdampak negative pada anak

(Kagan, 1998).

Papalia dan Old (dalam Alfassisurya, 2006) membagi masa kanak-

kanak dalam lima tahap :

a. Masa Prenatal, selama anak berada dalam perut ibu hingga anak

lahir.

Page 31: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

36

b. Masa Bayi dan Batita, umur bayi 18 bulan hingga satu tahun, umur

batita satu hingga tiga tahun dengan kemampuan bahasa, motorik,

kemandirian.

c. Masa Kanak-kanak pertama, usia tiga hingga enam tahun.

d. Masa Kanak-kanak kedua, usia enam hingga 12 tahun, anak

mampu menyerap berbagai hal yang ada di lingkungan sekitar, dan

anak telah mampu

e. Masa Remaja, usia 12 hingga 18 tahun, anak berupaya untuk lepas

dari orang tua, dan mencari identitas diri.

2. Ciri-ciri Perkembangan Anak

Ciri perkembangan anak menurut Harlock (1995) :

a. Perkembangan Fisik

Pada periode pra lahir hingga usia enam tahun,

pertumbuhan tubuh terjadi sangat cepat. Pada akhir tahun pertama

dalam kehidupan pasca lahirnya, pertumbuhan terlihat sedikit lama

yang kemudian akan stabil sampai anak beranjak remaja yang

ditunjang oleh asupan gizi yang seimbang.

b. Perkembangan Motorik

Anak sudah dapat melepaskan tenaga yang tertahan dan

membebaskan tubuh dari ketegangan, kegelisahan, keputusasaan.

Anak akan terlihat sehat secara mental, fisik, serta memiliki

kemandirian yang dapat mengakibatkan timbulnya rasa percaya

diri serta perasaan bahagia, ada rasa aman secara fisik yang

nantinya akan menimbulkan rasa aman secara psikologis yang

akan membangkitkan rasa percaya diri. Anak dapat dapat

bekecimpung dalam kegiatan yang dapat menimbulkan kesenangan

baginya meskipun tidak ada teman sebayanya (contoh : bermain

piano). Anak sudah dapat beradaptasi dan bersosialisasi dengan

baik bahkan hal ini akan menjadikan anak dapat memainkan peran

kepemimpinan.

Page 32: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

37

c. Perkembangan Bicara

Cara supaya anak dapat berbicara :

1) Mempelajari cara mengucapkan kata

2) Memahami bahasa yang digunakan oleh orang lain

3) Menggunakan bentuk bahasa yang bermakna bagi orang lain

4) Belajar mengaitkan arti dengan kata

5) Meniru model tertentu (misalnya meniru perkataan ayahnya)

6) Menggabungkan kata ke dalam kalimat yang tata bahasanya

benar dan dapat dipahami oleh orang lain.

Ada dua kriteria yang dapat digunakan untuk memutuskan apakah

anak berbicara atau hanya membeo :

1) Anak harus mengerti arti kata yang digunakan dan dapat

mengartikannya dengan objek yang diwakilinya (misalnya

anak berkata bola, maka yang ditunjuk adalah bola).

2) Anak harus melafalkan kata sehingga orang lain dapat

mendengar dan memahaminya dengan mudah.

Selama tahun awal masa kanak-kanak, anak akan sering berbicara

untuk dirinya sendiri atau dengan mainannya.

d. Perkembangan Emosi

Kemampuan untuk bereaksi secara emosi sudah ada pada

bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosionalialah

keterangsangan umum terhadap stimulus yang kuat sehingga

menimbulkan tangisan dan aktifitas (membiarkan bayi

mengenakan popok basah akan menimbulkan tangisan bayi karena

bayi merasa tidak nyaman).

Emosi mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial pada

anak, karena dengan emosi yang semakin kuat maka keseimbangan

tubuh akan terguncang untuk melakukan persiapan mengambil

suatu tindakan. Melalui emosi, anak belajar cara mengubah

Page 33: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

38

perilaku agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan dan ukuran

sosial. Setiap emosi yang dapat menimbulkan rasa puas pada anak

akan dilakukan secara berulang, dan pada suatu saat akan

berkembang menjadi kebiasaan.

Anak memandang peran mereka dalam kehidupan dan

posisi mereka dalam kelompok sosial dengan menggunakan emosi

yang ada pada mereka. Perubahan mimik wajah dan fisik yang

menyertai emosi anak dapat mengomunikasikan perasaan serta

mengenal berbagai jenis perasaan. Perilaku orang dewasa yang

menilai anak dari cara anak mengekspresikan emosi menjadi dasar

bagi anak untuk melakukan penilaian diri. Emosi anak

mempengaruhi suasana psikologis yang terjadi di lingkungannya.

Hal-hal yang mempengaruhi perkembangan emosi :

1) Faktor Kematangan

Perkembangan intelektual menghasilkan kemampuan untuk

mengingat, menduga, memahami makna yang sebelumnya

tidak dimengerti, memperhatikan satu rangsangan dalam

jangka waktu yang lebih lama, dan memutuskan

ketegangan emosi pada satu objek dapat mempengaruhi

reaksi emosional.

2) Peran Belajar

a) Trial and Eror

Anak belajar mencoba untuk mengekspresikan

emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan

pemuasan terbesar dan menolak perilaku yang

hanya memberikan pemuasan terbesar sedikit atau

bahkan tidak memberikan ras puas sama sekali.

b) Imitation

Anak mengamati hal-hal yang membangkitkan

emosi tertentu pada orang lain, bereaksi dengan

Page 34: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

39

emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang

yang diamati.

c) Identification

Anak menirukan hal yang dikagumi dan

mempunyai ikatan emosi yang kuat dengan disertai

dengan adanya motivasi yang kuat untuk meniru.

d) Belajar melalui pengkondisian

Pengkosidian terjadi dengan mudah dan cepat pada

tahun awal kehidupan karena anak masih kurang

akan pengalaman untuk menilai situasi secara kritis,

kurang mampu untuk menalar, kurang mengenal

ketidak rasionalitasnya reaksi yang mereka buat.

e) Training

Anak diajarkan bagaimana cara bereaksi yang dapat

diterima jika emosi terangsang untuk bereaksi

terhadap rangsangan yang menyenangkan.

e. Perkembangan Sosial

Sikap anak terhadap orang lain dan pengalaman sosial serta

seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain sebagian

besar akan tergantung pada pengalaman belajar selama tahun awal

kehidupan dengan menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial dan

menjadi pribadi yang dapat bermasyarakat dengan didukung oleh

empat faktor yaitu (dalam Berk, 2004) :

1) Kesempatan penuh untuk bersosialisasi, karena anak tidak

dapat belajar hidup bermasyarakat jika sebgian waktu

mereka dipergunakan untuk diri sendiri.

2) Mampu berkomunikasi dengan baik, harus mampu

membicarakan topik yang dapat dipahami, menarik bagi

orang lain, mengarahkan pembicaraan menjadi bersifat

sosial bukan egosentris.

Page 35: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

40

3) Motivasi yang bergantung pada tingkat kepuasan yang dpat

diberikan oleh suatu aktifitas sosial kepada anak.

4) Menentukan metode belajar yang efektif dengan bimbingan

pengasuh atau orang sekitar.

Ciri-ciri perkembangan anak usia tiga hingga enam tahun

(Akbar dalam Triana, 2007) :

1) Perkembangan Fisik

Pada usia tiga tahun, seorang anak memiliki tinggi tiga kaki

dengan berat badan 15 kilogram. Saat anak berusia lima

tahun otot berkembang menjadi lebih kuat, tulang-tulang

tumbuh menjadi besar dan keras, otak berkembang hingga

beratnya sekitar 75 % dari berat otak orang dewasa, disertai

dengan tinggi yang bertambah enam inci dengan berat

badan 20 kilogram.

2) Perkembangan Motorik

Anak melakukan aktifitas yang berhubungan dengan

motorik, seperti berlari, melompat, menggambar, membaca,

dan lain-lain.

3) Perkembangan Intelektual

Adanya rasa keingintahuan pada objek dan kejadian yang

ada di sekitar anak.

4) Perkembangan Sosial

Anak belajar untuk menjalin kontak sosial dengan orang-

orang yang ada di luar rumah, terutama dengan anak

sebayanya.

3. Tahap-tahap Perkembangan Anak

Perkembangan anak ada beberapa tahap (Gunarso, 1990) :

a. Masa Pra-Lahir

Masa pertemuan antara ovum dan sperma di dalam rahim yang

kemudian akan berkembang menjadi janin.

Page 36: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

41

b. Masa Bayi

Masa anak dilahirkan hingga berusia tiga minggu. Pada masa ini,

akan terjadi penyesuaian terhadap kehidupan anak pada saat berada

di luar tubuh ibu, dan anak hanya dapat menangis.

c. Masa Batita

Ketika anak usia 2 minggu hingga satu tahun, anak akan

tergantung sepenuhnya pada orang lain, anak mulai belajar untuk

memenuhi kebutuhannya sedikit demi sedikit secara sederhana

(misalnya anak akan mengambil minum pada saat haus).

d. Masa Anak (enam hingga dua belas tahun)

Masa dimana anak mulai beradaptasi dengan lingkungan, mulai

belajar untuk berpikir secara objektif.

4. Tugas-tugas Perkembangan

Tugas perkembangan anak adalah tugas yang timbul pada masa

perkembangan dalam setiap kehidupan seseorang, apabila tugas tersebut

berhasil akan menimbulkan kebahagiaan dan akan diharapkan berhasil

pada tugas perkembangan selanjutnya. Tugas-tugas perkembangan

bersumber pada kematangan fisik, tuntutan atau norma yang berlaku

dalam masyarakat (Havinghurst dalam Gunarsa, 2003).

Menurut Havinghurst (dalam Gunarsa, 2003), tugas-tugas

perkembangan pada anak dibagi dalam dua kelompok, yaitu :

a. Pada Umur nol hingga enam tahun

1) Berjalan,

2) Belajar bicara,

3) Belajar memakan makanan keras,

4) Belajar untuk mengatur dan mengurangi gerakan tubuh

yang tidak perlu ,

5) Belajar mengenal perbedaan jenis kelamin disertai dengan

ciri-cirinya,

Page 37: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

42

6) Belajar melibatkan diri secara emosi dengan orang di

sekitarnya,

7) Belajar membedakan mana yang benar dan salah,

8) Membentuk konsep sederhana mengenai realitas sosial dan

fisik.

b. Usia Enam hingga dua belas tahun

1) Belajar berinteraksi dengan teman seumurnya,

2) Belajar kemampuan fisik yang diperlukan agar bisa

melaksanakan permainan dan olahraga,

3) Mengembangkan kemampuan dalam membaca, menulis

dan berhitung,

4) Memperoleh kebebasan pribadi,

5) Mengembangkan nurani, moral, spiritual,

Terdapat delapan tanda-tanda esensial yang dapat disebutkan

dalam perkembangan seorang anak antara usia satu tahun akhir dan

permulaan usia empat tahun (Monks dalam Alfasissurya, 2006) :

a. Pada permulaan periode ini anak bisa duduk, berdiri dan berjalan

dengan bantuan orang dewasa.

b. Pada anak usia empat tahun anak dapat berbahasa dan

berkomunikasi, mulai dapat menyatakan keinginan, aktif dalam

percakapan.

c. Anak dapat membedakan benda menurut warna dan bentuk,

mengerti nama benda, membedakan tinggi rendahnya suara.

d. Anak usia empat tahun sudah mengerti perbedaan siang dan

malam, dapat melakukan tugas seperti menyisir rambut

mengenakan baju.

e. Anak sudah mengerti akan norma seperti ”baik, buruk, tidak, ya,

jangan”, dan sebagainya.

Page 38: Bab ii pi PENYEBAB SCHIZOPHRENIA PADA ANAK DILIHAT  DARI POLA ASUH DALAM KELUARGA

43

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tugas

dalam perkembangan adalah tugas yang timbul pada masa perkembangan

dalam setiap kehidupan seseorang yang bersumber pada kematangan fisik

dan norma yang berlaku dalam masayarakat, dengan tugas perkembangan

yang ada pada anak usia enam hingga dua belas tahun. Apabila anak

berhasil melaksanakan tugas perkembangannya maka akan menimbulkan

kebahagiaan dan diharapkan dapat berhasil pada tugas perkembangan

selanjutnya.