sarana berpikir ilmiah

21
Filsafat ilmu, Sarana berpikir ilmiah | 1 MAKALAH FILSAFAT ILMU Sarana Berpikir Ilmiah Dosen Pembimbing : H. Muhammad Zaki, SHI, M.PIR, M.A. Disusun oleh kelompok 8 Anggota : 1. Yuyun Eftiyelmi 2. Sinta Oktavianti 3. Jumizah 4. Siti Aminah 5. Maisyitah 6. Endang Putri 7. Kartini PROGRAM STRATA SATU (S1) SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

Upload: yuhazi-ry

Post on 20-Jan-2016

51 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 1

MAKALAH FILSAFAT ILMU

“Sarana Berpikir Ilmiah “Dosen Pembimbing : H. Muhammad Zaki, SHI, M.PIR, M.A.

Disusun oleh kelompok 8

Anggota : 1. Yuyun Eftiyelmi

2. Sinta Oktavianti

3. Jumizah

4. Siti Aminah

5. Maisyitah

6. Endang Putri

7. Kartini

PROGRAM STRATA SATU (S1)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) YAYASAN NURUL ISLAMI (YASNI)

MUARA BUNGO

TAHUN AKADEMIK 2013/2014

Page 2: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 2

KATA PENGANTAR

Penulisan makalah yang bersipat sederhana ini, di buat berdasarkan tugas kelompok yang di

berikan oleh dosen pembimbing mata kuliah Filsafat   Ilmu yang berjudul Sarana Berpikir Ilmiah.

Dengan menucapkan syukur Alhamdulillah, kami semua dapat menyusun, menyesuaikan, serta dapat

menyelesaikan sebuah makalah yang amat sederhana ini. Di samping itu, kami mengucapkan rasa

terima kasih kepada semua pihak yan telah banyak membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan

sebuah makalah ini, baik dalam bentuk moril maupun dalam bentuk materi sehinggadapat terlaksana

denan baik.

Kami, sangat menyadari sepenuh nya bahwa makalah kami ini memang masih banyak terdapat

kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, kami semua telah berusaha semaksimal

mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping itu, kami sangat mengharapkan kritik serta

saran nya dari semua rekan-rekan demi tercapai nya kesempurnaan yang di harapkan di masa akan

datang.

                                                                                      Muara Bungo, 14 Oktober  2013

Penulis , kelompok 8 .

Page 3: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………2

DAFTAR ISI…………………………..………………………………………………………3

BAB 1. PENDAHULUAN

1,1. Latar belakang………………………………..…………………………………….4

1,2. Tujuan penulisan……………………………..……………….................................4

BAB 2. PEMBAHASAN

2,1. Bahasa sebagai sarana Berpikir Ilmiah............................................................5

2,2. Berpikir Ilmiah..........................................................................................................6

2,3.Bahasa : Sarana Berpikir Ilmiah................................................................................6

2,4. Pengertian dan fungsi bahasa....................................................................................7

2,5. Struktur bahasa dan kosa kata...................................................................................8

2,6. Ciri-ciri bahasa ilmiah..............................................................................................9

2,7. Kelemahan bahasa..................................................................................................10

BAB  3. PENUTUP

3,1. Kesimpulan…………………...………………………………………………..…12

3,2. Saran…………………………...…………………………………………………13

DAPTAR PUSTAKA………………………………………………..……………………...14

Page 4: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 4

BAB 1PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kegiatan berfikir kita lakukan dalam keseharian dan kegiatan ilmiah. Berpikir merupakan upaya manusia dalam memecahkan masalah. Berfikir ilmiah merupakan berfikir dengan langkah – langkah metode ilmiah seperti perumusan masalah, pengajuan hipotesis, pengkajian literatur, menjugi hipotesis, menarik kesimpulan. Kesemua langkah – langkah berfikir dengan metode ilmiah tersebut harus didukung dengan alat / sarana yang baik sehingga diharapkan hasil dari berfikir ilmiah yang kita lakukan mendapatkan hasil yang baik.

Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan alat membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Tujuan mempelajari sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengehahuan yang memungkinkan untuk bisa memecahkan masalah sehari-hari.

Ditinjau dari pola berfikirnya, maka maka ilmu merupakan gabungan antara pola berfikir deduktif dan berfikir induktif, untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif .Penalaran ilmiah mengharuskan kita menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk mendukung atau menolak hipotesis yang diajukan. Kemampuan berfikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berfikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berfikir tersebut dalam keseluruhan berfikir ilmiah tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan ilmiah dengan baik, maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistik.

1,2. Rumusan Masalah1. Apa definisi dari berfikir?2. Ada berapa pembagian dari berfikir itu?3. Apa saja sarana berfikir ilmiah itu?

1,2. Tujuan Pembahasan 1. Mengetahui pengertian dari berfikir. 2. Mengetahui pembagian dari berfikir. 3. Mengetahui sarana dari berfikir ilmiah.

Page 5: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 5

BAB IIPEMBAHASAN

2,1. Bahasa Sebagai Sarana Berpikir Ilmiah

Tanpa bahasa, manusia tak ada bedanya dengan anjing atau monyet.1

Ungkapan novelis Inggris Aldous Huxley (1894-1963) di atas menyuratkan bahwa

bahasa (verbal) teramat signifikan bagi manusia. Bahasa, sebagaimana akal atau pikiran,

itulah yang mencirikan manusia dan membedakannya dari makhluk-makhluk lain.

Bahasa secara khusus dikaji dalam disiplin linguistik. Studi tentang bahasa

dengan pendekatan tradisional telah dimulai sejak abad ke-5 SM di Yunani, dan

dilanjutkan dengan pendekatan modern pada abad ke-18.2 Kini, linguistik, seperti

disiplin-disiplin ilmu lain, kian berkembang dan maju.

Akan tetapi, dalam makalah ini penulis akan membicarakan bahasa terutama

tidak menurut perspektif linguistik yang mendalam. Penulis hendak membahas bahasa

dalam perannya sebagai sarana berpikir ilmiah. Dari perspektif linguistik, penulis pun

bakal membahasnya sejauh pokok-pokok persoalannya bertalian erat dengan topik

tulisan ini. Penulis akan mengawali pembahasan ini dengan mendedahkan apa yang

dimaksud dengan berpikir ilmiah. Arkian, barulah penulis secara berturut-turut

membincangkan hal-ihwal bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah, kemudian pengertian

dan fungsi bahasa, struktur bahasa dan kosakata, ciri-ciri bahasa ilmiah, dan kelemahan

bahasa. Itulah batasan pembahasan makalah ini.

1 Aldous Huxley, “Words and Their Meaning”, The Importance of Language, ed. Max Black (Englewood Cliffs, N.J.: Prentice Hall, 1965), h. 5, dikutip oleh Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 171. 2 A. Chaedar Alwasilah, Linguistik: Suatu Pengantar (Bandung: Angkasa, 1993), h. 7.

Page 6: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 6

2,2. Berpikir Ilmiah

Berpikir merupakan kegiatan [akal] untuk memperoleh pengetahuan yang benar.3

Berpikir ilmiah adalah kegiatan [akal] yang menggabungkan induksi dan

deduksi.4 Induksi adalah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yangn bersifat

umum, ditarik dari pernyataan-pernyataan atau kasus-kasus yang bersifat khusus;

sedangkan, deduksi ialah cara berpikir yang di dalamnya kesimpulan yang bersifat

khusus ditarik dari pernyataan-pernyataan yang bersifat umum.5

Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola yang disebut

silogismus6 atau silogisme.7 Silogisme tersusun dari dua pernyataan (premis mayor dan

premis minor) dan sebuah kesimpulan. Suatu kesimpulan atau pengetahuan akan benar

apabila (1) premis mayornya benar, (2) premis minornya benar, dan (3) cara penarikan

kesimpulannya pun benar.

Induksi berkaitan dengan empirisme, yakni paham yang memandang rasio

sebagai sumber kebenaran. Sementara itu, deduksi berkarib dengan rasionalisme, yaitu

paham yang memandang fakta yang ditangkap oleh pengalaman manusia sebagai

sumber kebenaran.8 Dengan demikian, berpikir ilmiah atau metode keilmuan

merupakan nkombinasi antara empirisme dan rasionalisme.9

2,3. Bahasa: Sarana Berpikir IlmiahBerpikir ilmiah, dan kegiatan-kegiatan ilmiah lainnya yang lebih luas, bertujuan

memperoleh pengetahuan yang benar atau pengetahuan ilmiah. Untuk mencapai tujuan

tersebut, kita manusia jelas memerlukan sarana atau alat berpikir ilmiah. Sarana ini

bersifat niscaya, maka aktivitas keilmuan tidak akan maksimal tanpa sarana berpikir

ilmiah tersebut.

Sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi langkah-langkah (metode) ilmiah,

atau membantu langkah-langkah ilmiah, untuk mendapatkan kebenaran. Dengan

perkataan lain, sarana berpikir ilmiah memungkinkan kita melakukan penelaahan

ilmiah dengan baik, teratur dan cermat. Oleh karena itu, agar ilmuwan dapat bekerja

dengan baik, dia mesti menguasai sarana berpikir ilmiah.10

3 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1993), h. 42.4 Ibid, h. 45.5 Ibid, h. 48-49.6 Ibid, h. 49. Syllogism (Inggris); sullogismos (Yunani) dari kata sullogizesthai = sun- ‘with’ + logizesthai‘to reason, reasoning’ [menalar] (kamus digital Concise Oxford Dictionary).7 Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia [KBBI] Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h.940.8 Suriasumantri, op. cit., h. 45.9 Jujun S. Suriasumantri (ed.), Ilmu Dalam Perspektif (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999), h. 105. 10 Ibid, h. 167-169.

Page 7: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 7

Ada tiga sarana berpikir ilmiah, yakni bahasa, matematika, dan statistika.

Bahasa, dalam konteks ini, memungkinkan manusia berpikir secara abstrak, sistematis,

teratur dan terus-menerus dan menguasai pengetahuan. Dengan bahasa, manusia—

berbeda dari binatang—bisa memikirkan dan membicarakan objek-objek yang tidak

berada di depan matanya. Kehidupan dunia yang kompleks dibahasakan dalam

penyataan-pernyataan yang sederhana dan bisa dimengerti. Bahasa pun menjadikan kita

dapat mengomunikasikan pengetahuan kepada orang lain.

Ringkasnya, bahasa membantu ilmuwan berpikir ilmiah, yaitu berpikir induktif

dan deduktif. Dengan perkataan lain, bahasa menjadi alat baginya untuk menarik

kesimpulan-kesimpulan induktif maupun deduktif. Bahasa memungkinkan ilmuwan

melaksanakan silogisme dan menarik kesimpulan atau pengetahuan ilmiah.

2,4. Pengertian dan Fungsi Bahasa

Banyak definisi tentang bahasa, tetapi di sini penulis hanya akan mengemukakan

tiga definisi yang selaras dengan diskusi ini. Jujun Suparjan Suriasumantri menyebut

bahasa sebagai serangkaian bunyi dan lambang yang membentuk makna.11 Lebih

lengkapnya, bahasa adalah “a systematic means of communicating ideas of feeling by

the use of conventionalized signs, sounds, gestures, or marks having understood

meanings”.12 Dalam KBBI, diterakan bahwa bahasa ialah “sistem lambang bunyi yang

arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama,

berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”.13 Definisi-definisi bahasa tersebut

menekankan bunyi, lambang, sistematika, komunikasi, dan alat.

Alhasil, bahasa memiliki tujuh ciri sebagai berikut:14

1. Sistematis, yang berarti bahasa mempunyai pola atau aturan.

2. Arbitrer (manasuka). Artinya, kata sebagai simbol berhubungan secara tidak

logis dengan apa yang disimbolkannya.

3. Ucapan/vokal. Bahasa berupa bunyi.

11 Ibid, h. 175.12 Webster’s New Collegiate Dictionary (U.S.A, 1981), h. 641, dikutip oleh A. Chaedar Alwasilah,Linguistik: Suatu Pengantar (Bandung: Angkasa, 1993).13 Tim Redaksi, KBBI Edisi Kedua (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 77.14 A. Chaedar Alwasilah, Linguistik: Suatu Pengantar (Bandung: Angkasa, 1993), h. 83-89.

Page 8: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 8

4. Bahasa itu simbol. Kata sebagai simbol mengacu pada objeknya.

5. Bahasa, selain mengacu pada suatu objek, juga mengacu pada dirinya sendiri.

Artinya, bahasa dapat dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri.

6. Manusiawi, yakni bahasa hanya dimiliki oleh manusia.

7. Bahasa itu komunikasi. Fungsi terpenting dari bahasa adalah menjadi alat

komunikasi dan interaksi.

Fungsi-fungsi bahasa dikelompokkan jadi ekspresif, konatif, dan representasional.

Dengan fungsi ekspresifnya, bahasa terarah pada si pembicara; dalam fungsi konatif,

bahasa terarah pada lawan bicara; dan dengan fungsi representasional, bahasa terarah

pada objek lain di luar si pembicara dan lawan bicara.15 Fungsi-fungsi bahasa juga

dibedakan jadi simbolik, emotif dan afektif. Fungsi simbolik menonjol dalam

komunikasi ilmiah, sedangkan fungsi afektif menonjol dalam komunikasi estetik.16

2,5. Struktur Bahasa dan Kosakata

Saking pentingnya struktur atau tata bahasa bagi kegiatan ilmiah, Suriasumantri

mengajukan pertanyaan retoris: bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan

penalaran yang cermat tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat?17 Penguasaan tata

bahasa secara pasif dan aktif memungkinkannya menyusun pernyataan-pernyataan atau

premis-premis dengan baik dan juga menarik kesimpulan dengan betul.

Tata bahasa ialah kumpulan kaidah tentang struktur gramatikal bahasa.18 Lebih

lanjut, Charlton Laird memerikan tata bahasa sebagai alat dalam mempergunakan aspek

logis dan kreatif dari pikiran untuk mengungkapkan makna dan emosi dengan memakai

aturan-aturan tertentu.19

15 M.A.K. Halliday dan Ruqaya Hasan, Bahasa Konteks dan Teks, terjemahan oleh Asruddin Barori Tou

(Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1994), h. 21, dikutip oleh Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A., FilsafatIlmu (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 182.16 George F. Kneller, Introduction to the Philosophy of Education (New York: John Wiley, 1964), h. 28.,dikutip oleh Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka SinarHarapan, 1993), h. 75.17 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1993), h. 169.18 Tim Redaksi, KBBI (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), h. 1014.19 Charlton Laird, The Miracle of Language (New York: Fawcett, 1953), dikutip oleh Jujun S.Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 182.

Page 9: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 9

Selain struktur atau tata bahasa, yang penting pula dikuasai oleh ilmuwan adalah

kosakata dan maknanya. Sebab, yang disampaikan oleh pembicara atau penulis kepada

lawan bicaranya atau pembacanya sejatinya ialah makna (informasi, pengetahuan).

Dan, makna ini diwadahi di dalam kosakata, yang dalam khazanah ilmiah dinamakan

dengan istilah atau terminologi.

Tata bahasa, kosakata dan makna inilah yang kerap menimbulkan persoalan

dalam kegiatan ilmiah lantaran kelemahan inheren bahasa. Maka, sekali lagi, andaikata

para ilmuwan tidak cukup menguasai tata bahasa, kosakata dan makna,

persoalanpersoalan dalam kegiatan ilmiah bakal kian ruwet.

2,6. Ciri-ciri Bahasa Ilmiah

Dalam komunikasi ilmiah, tentu yang dipakai adalah bahasa ilmiah, lisan

maupun tulisan. Bahasa ilmiah berbeda dengan bahasa sastra, bahasa agama, bahasa

percakapan sehari-hari, dan ragam bahasa lainnya. Bahasa sastra sarat dengan

keindahan atau estetika.20 Sementara itu, bahasa agama, dari perspektif theo-oriented,

merupakan bahasa kitab suci yang preskriptif dan deskriptif, sedangkan dari perspektif

anthropo-oriented, bisa mengarah pada narasi filsafat atau ilmiah.21

Bahasa ilmiah memiliki ciri-ciri tersendiri, yaitu informatif, reproduktif atau

intersubjektif, dan antiseptik. Informatif berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan

informasi atau pengetahuan. Informasi atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit

dan jelas untuk menghindari kesalahpahaman. Maksud ciri reproduktif adalah bahwa

pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan informasi yang

diterima oleh pendengar atau pembacanya. Menurut Kemeny, antiseptik berarti bahwa

bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif, kendatipun pada

kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur informatif.22

Slamet Iman Santoso mengimbuhkan bahwa bahasa ilmiah itu bersifat deskriptif

(descriptive language). Artinya, bahasa ilmiah menjelaskan fakta dan pemikiran; dan .

pernyataan-pernyataan dalam bahasa ilmiah bisa diuji benar-salahnya.23 Beerling,

Kwee, Mooij, Van Peursen menambahkan ciri intersubjektif, yaitu ungkapan-ungkapan

yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para pemakainya.24

20 Alif Danya Munsyi, Bahasa Menunjukkan Bangsa (Jakarta: Kepustakaan Gramedia Populer, 2005), h.196.21 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina,1996), h. 75.22 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

Page 10: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 10

1993), h. 173-184.23 Slamet Iman Santoso, “Fungsi Bahasa, Matematika dan Logika untuk Ketahanan Indonesia dalam Abad20 di Jalan Raya Bangsa-bangsa” dalam Jujun S. Suriasumantri (ed.), Ilmu Dalam Perspektif (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 1999), h. 227.24 Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), h.123

2,7. Kelemahan Bahasa

Sampai di sini, kiranya sudah dimafhumi bahwa bahasa sangat vital bagi

manusia dalam aktivitas ilmiah (maupun aktivitas non-ilmiah). Pun, bahasa

memperjelas cara berpikir manusia, maka orang yang terbiasa menulis dengan bahasa

yang baik akan mempunyai cara berpikir yang lebih sistematis.25 Lebih jauh,

sesungguhnya bahasa menstrukturkan pengalaman manusia dan, begitu pula

sebaliknya, pengalaman manusia ini membentuk bahasa.26

Namun, bahasa pun tak luput dari sejumlah kelemahan inheren yang

menghambat komunikasi ilmiah.27

Pertama, bahasa mempunyai multifungsi (ekspresif, konatif, representasional,

informatif, deskriptif, simbolik, emotif, afektif) yang dalam praktiknya sukar untuk

dipisah-pisahkan. Akibatnya, ilmuwan sukar untuk membuang faktor emotif dan

afektifnya ketika mengomunikasikan pengetahuan informatifnya. Syahdan,

pengetahuan yang diutarakannya tak sepenuhnya kalis dari emosi dan afeksi dan,

karenanya, tak seutuhnya objektif; konotasinya bersifat emosional.

Kedua, kata-kata mengandung makna atau arti yang tidak seluruhnya jelas dan

eksak. Misalnya, kata “cinta” dipakai dalam lingkup yang luas dalam hubungan antara

ibu-anak, ayah-anak, suami-istri, kakek-nenek, sepasang kekasih, sesama manusia,

masyarakat-negara. Banyaknya makna yang termuat dalam kata “cinta” menyulitkan

kita untuk membuat bahasa yang tepat dan menyeluruh. Sebaliknya, beberapa kata yang

merujuk pada sebuah makna—bahasa bersifat majemuk atau plural—kerap kali

memantik apa yang diistilahkan sebagai kekacauan semantik, yakni dua orang yang

berkomunikasi menggunakan sebuah kata dengan makna-makna yang berlainan, atau

mereka menggunakan dua kata yang berbeda untuk sebuah makna yang sama.

Ketiga, bahasa acap kali bersifat sirkular (berputar-putar). Jujun mencontohkan

kata “pengelolaan” yang didefinisikan sebagai “kegiatan yang dilakukan dalam sebuah

organisasi”, sedangkan kata “organisasi” didefinisikan sebagai “suatu bentuk kerja

sama yang merupakan wadah dari kegiatan pengelolaan”.

Page 11: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 11

25 Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik (Jakarta: Paramadina,1996), h. 44.26 Yudi Latif dan Idi Subandy Ibrahim (eds.), Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di Panggung OrdeBaru (Bandung: Mizan, 1996), h. 17.27 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1993), h. 182-187.

Kelemahan-kelemahan bahasa tersebut sebenarnya telah menjadi kajian

keilmuan tersendiri dalam, misalnya, filsafat analitik,28 linguistik, psikolinguistik,

sosiolinguistik.

Di akhir makalah ini, jelaslah bagi kita bahwa bahasa menjadikan manusia

sebagai makhluk yang lebih maju ketimbang makhluk-makhluk lainnya. Jelaslah pula

bahwa, di satu sisi, bahasa sebagai sarana berpikir ilmiah mempunyai fungsi-fungsi

yang sangat bermanfaat bagi aktivitas-aktivitas ilmiah. Di sisi lain, bahasa tidak alpa

dari kelemahan-kelemahannya yang merintangi pencapaian tujuan dari

aktivitasaktivitas ilmiah. Kelemahan-kelemahan bahasa ini barangkali akan ditutupi

oleh kelebihan-kelebihan dari dua sarana berpikir ilmiah lainnya, yaitu matematika dan

statistika.[]

28 Rizal Mustansyir, Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para Tokohnya(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001)

Page 12: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 12

BAB 3

PENUTUP

3,1. Kesimpulan

Dari beberapa uraian di atas, yang telah kami bahas. Maka kami mengambil

kesimpulan, yaitu sebagai berikut :

1. Berfikir merupakan ciri utama bagi manusia. Berfikir disebut juga sebagai proses

bekerjanya akal. Secara garis besar berfikir dapat dibedakan antara berfikir alamiah

dan berfikir ilmiah. Berfikir alamiah adalah pola penalaran yang berdasarkan

kehidupan sehari-hari dari pengaruh alam sekelilingnya. Berfikir ilmiah adalah pola

penalaran berdasarkan sarana tertentu secara teratur dan cermat.

2. Bagi seorang ilmuan penguasaan sarana berfikir ilmiah merupakan suatu keharusan,

karena tanpa adanya penguasaan sarana ilmiah, maka tidak akan dapat

melaksanakan kegiatan ilmiah dengan baik. Sarana ilmiah pada dasarnya

merupakan alat untuk membantu kegiatan ilmiah dengan berbagai langkah yang

harus ditempuh.

3. Sarana berfikir ilmiah pada dasarnya ada tiga, yaitu : Bahasa ilmiah, Logika dan

Matematika, Logika dan Statistika. Bahasa ilmiah berfungsi sebagai alat

komunikasi untuk menyampaikan jalan fikiran seluruh proses berfikir ilmiah.

Logika dan matematika mempunyai peranan penting dalam berfikir deduktif

sehingga mudah mempunyai peranan penting dalam berfikir induktif dan mencari

konsep-konsep yang berlaku umum. Namun dizaman sekarang komputer jaga bisa

dimasukan sebagai sarana berfikir ilmiah, karena dalam komputer semua ada, dan

apa yang kita inginkan hmapir seluruhnya dapat dijawab oleh komputer.

Page 13: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 13

3,2.  Saran

Sebagai penutup dari makalah ini, tak luput pula kami ucapkan ribuan terima kasih pada

semua rekan-rekan yang telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini. Di

samping itu, masih banyak kekurangan serta jauh dari kata kesempurnaan, tetapi kami

semua telah berusaha semaksimal munkin dalam pembutan makalah yang amat

sederhana ini. Maka, dari pada itu . kami semua sangat berharap kepada semua rekan-

rekan untuk memberi kritik atau sarannya, sehingga dalam pembuatan makalah

selanjutnya bisa menjadi yan lebih baik, seperti yang kita harapkan.

Tiada kata yan dapat kami ucapkan, selain rasa terima kasih atas semua motivasi dari

rekan-rekan sekalian.

Muara bungo, 15 Oktober 2013

Wassalam, penulis.

Page 14: SARANA BERPIKIR ILMIAH

F i l s a f a t i l m u , S a r a n a b e r p i k i r i l m i a h | 14

DAFTAR PUSTAKA

Alwasilah, A. Chaedar, Linguistik: Suatu Pengantar, Bandung: Angkasa, 1993

Bakhtiar, Prof. Dr. Amsal, M.A., Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Press, 2007

Beerling, Kwee, Mooij, Van Peursen, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Tiara Wacana,

1990

Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta:

Paramadina, 1996

Latif, Yudi dan Ibrahim, Idi Subandy (eds.), Bahasa dan Kekuasaan: Politik Wacana di

Panggung Orde Baru, Bandung: Mizan, 1996

Munsyi, Alif Danya, Bahasa Menunjukkan Bangsa, Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 2005

Mustansyir, Rizal, Filsafat Analitik: Sejarah, Perkembangan, dan Peranan Para

Tokohnya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001

Suriasumantri, Jujun S. (ed.), Ilmu Dalam Perspektif, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,

1999

Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 1993

Tim Redaksi, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka,

1991

http://yuhazi.blogspot.com/2013/10/30/makalah-sarana-berpikir-ilmiah/