sanksi bughat dan makar: menurut perspektif...

99
SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh : Imam Maulana N I M :1111045200002 PROGRAM STUDI SIYASAH SYAR’IAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H / 2015 M

Upload: vutram

Post on 15-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Syariah (S.Sy)

Oleh :

Imam Maulana

N I M :1111045200002

PROGRAM STUDI SIYASAH SYAR’IAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H / 2015 M

Page 2: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

SANKST EUGHAT DAN MAKAR: ME1\IT]RI]? PERSPEKTIF

HUIffIM'TSLAM DAN HUKUM POSITIF

SKRTPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah danHukumUntuk Memenuhi Salah Satu Syarat rmtukMemperoleh Gelar Smjana Syariah (S.SV).

Oleh:Imam Vaulpna

NIM. 1111045200002

Di Bawah Bimbingan:

NIP: 197812302001nA02

PR(}GRAM STU}I STYASAH SYAR'IAII

FAKTILTAS SYARIAII DAN HUKTJM

urN sYARrr gro,t yaiur,r,art

JAKARTA

t436Ht20lsvr

NIP: 1 972020320070 I 034

Page 3: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

PENGESAHAN PANIT1A 11,1IAN

Skripsi berjudul "Sanksi Bughat dan Makar: Men urut Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positr telah diujikan dalam Sidang Munaciashah Fakultas Syariah dan Hulcum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 17 September 2015 M/ 04 Dzulhijjah 1436 H. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah).

Jakarta, 17 September 2015 M/ 04 Dzulhijjah 1436 H

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

111111 Dr. Ase • a udin Ja ar MA.

NIP. 19691216 199603 1 001

PANITIA UJIAN MUNAQASHAH

1. Ketua : Dra. Hj. Maskufa, MA NIP. 196680703 199403 2 002

2. Sekretaris : Sri ElidayafiAg NIP. 19710215 199703 2 002

3. Pembimbing I : Dr. AlFitra, SH. M.Hum NIP.19720203 200701 1 034

4. Pembimbing IT : Masyrofah, S.M., M.Si NIP. 19781230 200112 2 002

5. Penguji I : Dr. H. Abdurrahman Dahlan, MA NIP.19581110198803 1,001

6. Penguji II : Dedy Nursyamsi, SH, M.Hum. NIP.19611101 199303 1 002

Page 4: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

iv

ABSTRAK

Imam Maulana, 1111045200002. Sanksi Bughat dan Makar: Menurut

Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Hukum Tata Negara (Siyasah),

Program Studi Siyasah Syar’iah, Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1436 H / 2015 M, x + 88 halaman.

Masalah pokok penelitian ini adalah bagaimana bughat dan pelaku makar

dalam pemberontakan bisa diberikan sanksi sesuai dengan hukum Islam maupun

hukum positif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

pandangan hukum Islam mengenai bughat dan pandangan hukum positif terhadap

makar, bagaimana bentuk sanksi hukum yang dapat dijatuhkan dalam hukum

Islam kepada bughat dan dalam hukum positif terhadap pelaku makar dan

mengetahui apa perbedaan dan persamaan bughat dan makar menurut perspektif

hukum Islam dan hukum positif.

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library

Research), yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang berasal

dari sumber hukum primer, sumber hukum sekunder dan sumber hukum tersier

baik manual maupun digital yang berkaitan dengan tema pembahasan. Metode

analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa sanksi bagi bughat menurut perspektif

hukum Islam adalah diperangi dan dijatuhi hukuman mati (jarimah hudud), hal ini

sesuai dengan apa yang telah disebutkan dalam Hadist Nabi yang diriwayatkan

oleh Muslim, namun apabila pemimpin/imam memberikan pengampunan maka,

bughat bisa dijatuhi jarimah ta’zir. Dan sanksi bagi pelaku makar menurut

perspektif hukum positif adalah pidana mati dan pidana penjara, hal ini sesuai

dengan apa yang dirumuskan dalam Buku II Bab I KUHP yang penulis fokuskan

menjadi empat pasal yaitu dalam Pasal 104 KUHP, Pasal 106 KUHP, Pasal 107

KUHP dan ditambah dengan Pasal 108 KUHP. Namun, disini pelaku makar sudah

bisa dipidana apabila telah memenuhi tiga unsur yaitu permulaan niat, permulaan

pelaksanaan dan pelaksanaannya tidak selesai bukan karena kehendaknya sendiri,

dan untuk hukumannya dikurangi sepertiga. Namun dalam pemberian sanksi

kepada bughat maupun pelaku makar harus dilakukan secara hati-hati dan

sebelumnya harus ada proses dialog/musyawarah.

Kata kunci : Sanksi, Bughat, Makar.

Pembimbing : Dr. Alfitra, SH., M.Hum.

Masyrofah, S.Ag., M.Si.

Daftar Pustaka : 1945 s.d. 2015

Page 5: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

v

KATA PENGANTAR

حيم حمن الر بسم هللا الر

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT yang telah melimpahkan

kemampuan kepada Nabi Muhammad SAW untuk menjalankan tugas-tugas

kekhalifahan di bumi dan atas semua yang telah dilimpahkan kepada umat

manusia secara umum dan penulis secara khusus. Shalawat beserta salam tak

luput kepada risalah-Nya Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat, dan

mereka semua yang telah berjuang untuk menegakkan kalimat tauhid di atas muka

bumi ini dan membimbing umat manusia sehingga dapat menjalani kehidupan

yang lebih baik di dunia dan kebaikan hidup di akhirat.

Alhamdulillah, berkat rahmat Allah SWT dan Karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini dengan baik walaupun masih banyak kekurangan.

Adanya bimbingan, kritikan dan masukan yang sangat berarti diperlukan penulis

untuk dapat lebih menyempurnakan dan memperbaiki agar penyajian skripsi ini

lebih sempurna.

Dalam perjalanan penulisan skripsi ini, satu hal yang menjadikan sebuah

kebanggaan bagi penulis adalah mengikuti perkuliahan di kampus UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas Syari'ah dan Hukum. Di dalam

perjalanan ini begitu banyak pengalaman serta pengetahuan baru yang penulis

dapatkan, baik sifatnya menyenangkan maupun yang mengharukan, karena

dengan melewati itu semua maka kepribadian dan kedewasaan dalam bersikap

bisa penulis dapatkan.

Page 6: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

vi

Menyelesaikan skripsi ini tentu banyak rintangan dan halangan yang

penulis hadapi. Butuh extra kerja keras untuk menyelesaikan skripsi ini, penulis

faham bahwa dalam mengerjakan skripsi bukan perkara yang mudah karena butuh

ketelitian dan kemauan yang tinggi. Tetapi bersyukur alhamdulillah, semua itu

bisa diatasi berkat motivasi dan dorongan yang diberikan oleh semua pihak yang

membantu dan memberikan dukungan tiada henti kepada penulis. Semoga Allah

SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu mengasihi dan

menyayangi kalian, dimana kalian berada. Amin. Rasa terima kasih ingin penulis

sampaikan kepada :

1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Selaku Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta para pembantu Dekan yang

telah membimbing penulis dalam menjalani perkuliahan.

2. Ibu Dra. Maskufa, MA, Sebagai Ketua Program Studi Siyasah Syar’iah yang

telah memberikan bimbingan, petunjuk dan nasehat yang berguna bagi penulis

selama penulis mengikuti perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi strata 1 dengan sebaik-baiknya.

3. Ibu Sri Hidayati, M.Ag, Selaku Sekretaris Program Studi Siyasah Syar’iyah

yang telah banyak membantu penulis untuk melengkapi berbagai macam

keperluan berkas-berkas persyaratan untuk menggapai studi strata 1 dengan

sebaik-baiknya.

4. Bapak Prof. Dr. Masykuri Abdillah, MA, Selaku Dosen Penasehat Akademik

yang telah memberikan arahan, bimbingan dan nasehat selama penulis

mengikuti perkuliahan dan dalam proses pembuatan proposal skripsi ini

Page 7: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

vii

sehingga skripsi dapat diseminarkan dengan baik.

5. Bapak Dr. Alfitra, SH., M.Hum dan Ibu Masyrofa, S.Ag., M.Si. Selaku dosen

pembimbing yang sangat penulis hormati, dengan sangat sabar dan keikhlasan

beliau membimbing penulis, memberikan banyak ilmu dan waktunya kepada

penulis sehingga banyak hal baru yang penulis dapatkan selama bimbingan

bersama beliau dan menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang membuat penulis mudah untuk mencari bahan dan

literatur selama masa kuliah.

7. Kepada keluarga penulis, teristimewa ayahanda dan ibunda tercinta, Bapak

Syafe’i, S.Ag dan Ibu Junaeni yang senantiasa tiada henti mendoakan penulis,

memberikan limpahan kasih sayang, kesabaran, dukungan serta motivasi baik

moral maupun materil kepada penulis. Tak lupa untuk kakak-kakakku tercinta

Neneng Nurhaeni dan Syaiful Hadi, S.Pdi dan seluruh keluarga besar (alm) H.

Emed dan keluarga besar (alm) Abah Ismail terima kasih untuk segala doa

yang kalian berikan, semoga Allah SWT selalu melimpahkan kasih sayang-

Nya dan keberkahan untuk kalian.

8. Kepada kekasih Wulandari yang sama-sama sedang berjuang dalam meraih

mimpi dan juga untuk keluarganya, terima kasih untuk segala doa dan

dukungannya selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini.

9. Kepada semua guru-guru penulis yang berada di Ponpes Al-Masthuriyah

Sukabumi tidak lupa ta’dzim dan hormat penulis dan terima kasih atas doa dan

Page 8: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

viii

ilmu yang sangat berguna bagi penulis dalam membentuk kepribadian yang

lebih baik lagi. Tak lupa juga guru dan orang tua penulis Babeh Supandi Kp.

Lemo terima kasih atas doa yang beliau berikan kepada penulis.

10. Sahabat tercinta Gilang (Dagul), Martin (Kibo), Iqbal (Bapur), Iskandar (Ace),

Bima Aditya, Davi Amanas Putra, Fauzi A, Yusuf Dj, Qoka, Ashof, Dahlan,

Febryansyah (Ahonk), Yoga, Syarif H, Paul dan Fawaid. Terima kasih atas

kebersamaan dan keseruan yang penulis banggakan selama bersama kalian.

11. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman seperjuangan SS

angkatan 2011, Andi, Hera, Lisna, Merry, Tiwa, Arista, Tomi, Uti, Dwi,

Anwar, Fajar, Devi, Fifit, Gilang, Mun'im, Rezi dan Buya. Dan tidak lupa juga

untuk teman-teman dari jurusan Pidana Islam angkatan 2011.

12. Kepada teman-teman KKN (Kuliah Kerja Nyata) kelompok SUDESI 2014.

Untuk Zahir, Herga, Ahsan, Ihsan, Aji, Ajo, Mizar, Dewi, Annisa, Tantri,

Heni, Citra, Rani dan Yani. Sebulan bersama kalian adalah sesuatu yang

sangat berkesan. Terima kasih semua atas perhatian dan dukungannya. Dan

tak lupa kepada warga Kp. Lemo khususnya Bapak Lurah Arban, Bang Baron,

Emak Encum, Bang Dedi, Fikri, Alung, Yogi dan Yosef. Terima kasih untuk

segala doa dan dukungannya.

13. Kepada semua pihak yang sudah membantu penulis, mohon maaf apabila

belum disebutkan. Akan tetapi, penulis berdo’a semoga agar kebaikan dan

ketulusan kalian di balas oleh Allah SWT.

Dalam penulisan skripsi ini mungkin terdapat banyak kekurangan, baik

yang terlihat maupun tersembunyi, untuk itu penulis sangat berharap mohon maaf

Page 9: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

ix

untuk segala hal tersebut. Akan tetapi, penulis berharap skripsi ini bisa bermanfaat

untuk para pembaca umumnya dan penulis khususnya.

Ciputat, 31 Juli 2015

Penulis

Imam Maulana

Page 10: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.……………………………………………………… i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………… ii

LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………. iii

ABSTRAK…………………………………………………………………. iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. v

DAFTAR ISI………………………………………………………………. x

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………... 1

A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................................... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 8

D. Tinjauan Pustaka .................................................................... 9

E. Metode Penelitian ................................................................... 10

F. Sistematika Penulisan ............................................................. 12

BAB II TINJAUAN UMUM TEORI TENTANG BUGHAT………… 14

A. Pengertian dan Sejarah Bughat ............................................... 14

B. Unsur-Unsur Jarimah Pemberontakan .................................... 29

1. Pembangkangan Terhadap Kepala Negara (imam) ......... 29

2. Pembangkangan Dilakukan Dengan Menggunakan

Kekuatan .......................................................................... 31

3. Adanya Niat Melawan Hukum ........................................ 33

Page 11: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

xi

D. Dasar Hukum Bughat ............................................................. 34

BAB III MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF………. 36

A. Pengertian dan Sejarah Makar ................................................ 36

B. Macam-Macam Kejahatan Makar .......................................... 53

1. Makar yang Menyerang Keamanan Presiden atau Wakilnya 54

2. Makar yang menyerang Keamanan dan Keutuhan Wilayah

Negara............................................................................... 54

3. Makar yang Menyerang Kepentingan Hukum Tegaknya

Pemerintah Negara ........................................................... 56

C. Makar dalam Hukum Positif .................................................. 57

1. Pengaturan Makar dalam KUHP ...................................... 57

2. Pengaturan Makar di Luar KUHP .................................... 60

BAB IV SANKSI BUGHAT DAN MAKAR MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF….……………….. 66

A. Sanksi Hukum Terhadap Bughat ............................................ 66

B. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Makar......................................... 71

C. Relevansi Sanksi Hukum Bagi Bughat dan Pelaku Makar .... 73

BAB V PENUTUP ...................................................................................... 82

A. Kesimpulan ............................................................................ 82

B. Saran ....................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 86

Page 12: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Politik dan agama Islam sangat erat hubungannya. Bahkan tidak bisa

dipisahkan satu dari keduanya. Konsep politik Islam selalu berlandaskan nilai-

nilai dan ajaran agama Islam. Bukan hanya politik saja, melainkan seluruh

aspek kehidupan manusia telah diatur oleh Islam. Jadi, sangat tidak mungkin

jika konsep politik Islam justru terlepas dari Islam. Namun, dalam perjalanan

sejarah perpolitikan dan pemerintahan Islam, sebagai contoh proses pemilihan

maupun pemberhentian kepala negara, tidak ada yang baku dalam proses

keduanya itu.

Kepala negara tidak lain adalah wakil rakyat. Rakyatlah yang berhak

meminta pertanggungjawaban kepada kepala negara, dan rakyat pulalah yang

mengadakan bai’at, dan berhak pula memakzulkan (memberhentikannya)

apabila diperoleh cukup alasan untuk itu. Maka sebagai upaya terciptanya

prinsip check and balance, masyarakat memiliki hak untuk mengawasi tindak

tanduk kepala negara itu. Oleh karena itu, apabila kepala negara tersebut

melakukan kecurangan atau dzalim serta mengabaikan segala ketentuan yang

berlaku dan diberlakukan (syari’at atau hukum), maka rakyat berhak menegur

ataupun memecatnya.1

Perbedaan pendapat, ambisi dan kepentingan masing-masing pihak

yang muncul dalam proses interaksi berpolitik tidak menutup kemungkinan

1Tengku Muhammad Hasbi Ash-Shiddiqi, Islam dan Politk Bernegara, (Semarang: PT.

Pustaka Rizki Putra, 2002), h. 171

Page 13: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

2

akan memicu lahirnya konflik, pertikaian, penindasan, peperangan dan

pembunuhan atau pertumpahan darah, yang pada gilirannya nanti bisa

berimplikasi pada terjadinya kehancuran total dalam berbagai dimensi

kehidupan umat manusia itu sendiri.2

Penjelasan seputar bughat secara lengkap diatur dalam hukum Pidana

Islam. Hukum Pidana Islam yang biasa disebut sebagai Fiqh Jinayah adalah

ilmu tentang hukum syara’ yang berkaitan dengan masalah perbuatan yang

dilarang (jarimah) dan sanksi hukumnya (uqubah), yang diambil dari dalil-

dalil yang terperinci.3 Bughat dalam hukum Pidana Islam adalah golongan

yang melawan Khalifah yang sudah sah dan tidak melakukan sesuatu yang

menyalahi ketentuan agama.4 Fenomena bughat masuk dalam soal

kepemimpinan politik atau al-imarah. Dalam soal ini prinsipnya jelas, seperti

yang disebutkan dalam Q.S. An-Nisaa’ ayat 59:

ا أيه ي ي لذ ا ٱطي ن ٱ عوا ءامنو للذ

سو عوا وٱطي ٱ لرذ

ل ل ٱ ر وٱو مأ لأ

م من ٱ كأ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah

Rasul-Nya, dan ulil amri diantara kamu.”5

Prinsip ketaatan terhadap penguasa yang sah merupakan salah satu

hal penting dalam kepemimpinan. Ketaatan disini bisa bermakna tidak keluar

untuk mengangkat senjata, meskipun tidak sesuai dengan aspirasinya. Prinsip

2Mujar Ibnu Syarif dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran Politik

Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008), h. 96

3Muhammad Amin Suma…et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek dan

Tantangan), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. ix

4A. Hasan, Ibnu Hajar Al-Asqalani Bulughu al-Maram, Terjemahan Bulughul Maram.

Jilid II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1967) h. 186

5Al-Qur’an dan Terjemahannya (Ayat Pokok Bergaris) Departemen Agama RI,

(Semarang: CV. Asy-Syifa, 1998)

Page 14: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

3

ketaatan ini untuk menjaga kelangsungan sistem sosial agar tidak terjadi

anarki. Kalau ingin melakukan perbaikan, Imam Al-Ghazali menyebutkan

bahwa untuk membangun sebuah bangunan, tidak perlu merobohkan sebuah

kota.6

Imam Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan sebagian ulama Malikiyah

mengatakan bahwa orang yang melawan imam adalah pemberontak meskipun

pemberontakan itu didasarkan atas kebenaran, baik ia salah maupun benar.

Melawan imam bukan cara yang tepat untuk menegakkan kebenaran dan

meluruskan kesalahan. Apa yang mereka lakukan bisa mengakibatkan

kerusakan dan meruntuhkan kehidupan bernegara. Selain itu memberontak

terhadap orang yang sah kepemimpinannya adalah haram sebab imam yang

kepemimpinannya diakui harus ditaati.7

Dalam sebabnya, bughat disebabkan tidak lepas dari tiga pra kondisi:

Pertama; bughat disebabkan hanya sebatas masalah akses politik dan ekonomi

yang diikuti oleh nafsu untuk berkuasa dengan cara menyingkirkan

pemerintah yang sah.8 Kedua, bughat disebabkan karena persoalan

ketidaksepakatan ide atau implementasinya dalam proses pemerintahan. Dan

yang ketiga, bughat tidak bisa dilepaskan karena pemerintah yang melakukan

tindakan represif dan dzalim kepada rakyat. Dalam konteks ini bughat menjadi

sangat berdekatan dengan aktivitas amar ma’ruf nahyi munkar, artinya

6

http://m.nu.or.id/Bughat-.phpx. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015

7Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad’iy,

Penerjemah Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, (Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007),

h. 245

8www.pandanganislammengenaiseparatisme.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015

Page 15: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

4

menjalankan aktivitas bughat menjadi kewajiban masyarakat.9

Namun tetap saja, apabila melihat pada apa yang ditimbulkan oleh

bughat selepas pemberontakan itu dilakukan, maka pemberontakan itu

merupakan kejahatan politik yang sangat meresahkan. Sebab, kejahatan

semacam ini dapat menghancurkan persatuan kaum muslimin, menyalakan api

fitnah dan segala efek negatifnya mulai dari pertumpahan darah,

menghancurkan bangunan negara, menebarkan teror dan penyelewengan

hak.10

Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara yang berdasar

atas hukum (rechtsstaat) dan bukan negara atas kekuasaan (machtsstaat),

maka kedudukan hukum harus ditempatkan di atas segala-segalanya. Setiap

perbuatan harus sesuai dengan aturan hukum tanpa terkecuali.11

Penerapan hukum di Indonesia tentunya dengan cara-cara yang

menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seperti

Ketuhanan Yang Maha Esa, harkat dan martabat manusia, dan hak asasi

manusia secara bijaksana dan adil kepada seluruh rakyat Indonesia tanpa

melihat golongan, etnis, ras, warna kulit maupun jabatan tertentu.

Berbagai macam peristiwa dan kejadian nasional telah mewarnai

sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Tiga ratus lima puluh tahun bangsa

Indonesia dijajah oleh bangsa asing (Belanda) dan didalam masa perjanjian

9http://asysyariah.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015

10Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur’an dan Hadist), penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz, (Jakarta: Almahira, 2010), Cet. I, h. 245 11

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), h. 55

Page 16: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

5

terselip pula bangsa-bangsa lain yang ikut berusaha untuk memiliki negeri ini.

Tercatatlah bangsa Jepang dan Inggris, dan selama itu pula bangsa Indonesia

berjuang untuk mengusirnya yang pada akhirnya pada tanggal 17 Agustus

1945 Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia mengucapkan

proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia.12

Perjuangan bangsa Indonesia tidak cukup sampai disitu saja, banyak

peristiwa yang mewarnai sejarah bangsa Indonesia, seperti pada tanggal 18

September 1948 gerakan Partai Komunis Indonesia (PKI) secara terbuka dan

secara resmi mengadakan perebutan resmi terhadap kekuasaan Republik

Indonesia.13

Menyusul kemudian pada tanggal 25 April 1950 Maluku Selatan

yang memproklamasikan dirinya sebagai negara yang merdeka.14

Kemudian

menyusul peristiwa penembakan atas Presiden Republik Indonesia (Bung

Karno) yaitu yang terjadi pada tanggal 30 November 1957, yang dikenal

dengan peristiwa Cikini.15

Lalu PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik

Indonesia) yang berdiri di Sumatera pada tanggal 15 Februari 1958, dan di

bagian lain di negara Indonesia yaitu di Sulawesi berdiri pula Perjuangan

Semesta (PERMESTA).16

Kemudian, peristiwa yang tidak kalah pentingnya

12Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1986), h. 9

13

Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 9

14

Jusuf Abdullah Puar, Peristiwa Republik Maluku Selatan, (Jakarta: Bulan Bintang,

1956), h. 33, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10

15

Peristiwa Cikini, (Jawatan Penerangan Provinsi Aceh, 1967), h. 17, dikutip dari Djoko

Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10

16

Peristiwa PRRI di Sumatra Barat, (Khusus Kementrian Penerangan RI, 1962), h. 16.

dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10

Page 17: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

6

yaitu yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 yang dikenal dengan

Pemberontakan G/30.S/PKI. Peristiwa-peristiwa tersebut pada dasarnya

merupakan perebutan kekuasaan pemerintah yang sah dalam kekuasaanya.

Adapun latar belakangnya adalah berbeda-beda (tidak puas terhadap

pemerintah Republik Indonesia, dendam dan sebagainya). Sesuai dengan

rumusan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana perbuatan-perbuatan tersebut

diatas disebut dengan makar.17

Makar adalah akal buruk, tipu muslihat atau perbuatan dengan

maksud hendak membunuh orang.18

Jika dilihat mengenai penjelasan makar

ini, maka pengaturan beserta sanksinya ada dalam rumusan KUHP Buku II

Bab I yang diantaranya terdapat dalam Pasal berikut ini:

Pasal 104 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“Makar dengan maksud untuk menghilangkan nyawa, atau

merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau

Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau

pidana seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua

puluh tahun.”19

Pasal 106 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah

negara jatuh ketangan musuh atau memisahkan sebagian dari

wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”20

17Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, h. 10

18

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, diolah kembali oleh Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976), h. 623

19

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet. 17, h. 44

20

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 44

Page 18: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

7

Pasal 107 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat (1),

diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

sementara paling lama dua puluh tahun.21

Tindak pidana makar dan bughat baik menurut hukum positif

maupun hukum pidana Islam adalah merupakan bentuk kejahatan yang sangat

berbahaya dan juga dikategorikan sebagai kejahatan politik yang memiliki ciri

motif dan tujuan yang berbeda dari kejahatan biasa serta diancam dengan

sanksi pidana yang berat. Karena tindak pidana makar dan bughat ini pada

dasarnya adalah konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan pihak penguasa

negara, maka demi menciptakan hubungan yang harmonis antara rakyat dan

pihak penguasa, pemerintah sebagai pemegang kekuasaan negara harus dapat

melaksanakan pemerintahan yang mengedepankan prinsip-prinsip demokratis,

good goverment, melakukan pembangunan yang merata bagi seluruh daerah,

serta menanamkan rasa nasionalisme kebangsaan dan persatuan melalui

pendidikan bagi seluruh warga negara, dan rakyat sendiri juga harus dapat

memahami hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik.

Mengingat diperlukan transfer “bahasa” syari’at Islam yang terdapat

dalam Al-Qur’an, Al-Hadist, dan kitab-kitab Fiqh kedalam bahasa Undang-

Undang itu bukan pekerjaan mudah, dan juga bahasa merupakan bagian dari

budaya tertentu dan corak bahasa hukum atau bahasa Undang-Undang berbeda

dengan bahasa kitab kuning. Maka dari itu membutuhkan kerja sama yang luar

biasa dari para pakar hukum umum dan para pakar hukum Islam untuk

21Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45

Page 19: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

8

menyamakan bahasa. Sebagai contoh, kata “makar” dan “subversi” atau

“bughat” tidak bisa disamakan begitu saja tanpa melewati proses transfer

bahasa.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka penelitian akan dituangkan

dalam bentuk skripsi dengan judul: “SANKSI BUGHAT DAN MAKAR:

MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Masalah yang berkaitan dengan bughat dan makar dapat ditinjau dari

berbagai sudut pandang, karena merupakan suatu permasalahan yang

kompleks. Maka penulis membatasi dan merumuskan masalah mengenai

bughat dan makar ini. Adapun masalah pokok penelitiannya sebagai berikut:

1. Bagaimana pandangan hukum Islam mengenai bughat dan pandangan

hukum positif di Indonesia terhadap makar?

2. Bagaimanakah bentuk sanksi hukum yang dapat dijatuhkan dalam hukum

Islam kepada bughat dan dalam hukum positif terhadap makar di

Indonesia?

3. Apakah perbedaan dan persamaan bughat dan makar menurut perspektif

hukum Islam dan hukum positif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Maksud dan tujuan yang penulis rumuskan berdasarkan pembatasan

dan perumusan masalah yang telah dilakukan adalah:

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam mengenai bughat dan

pandangan hukum positif di Indonesia terhadap makar.

Page 20: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

9

2. Untuk mengetahui bentuk sanksi hukum yang dapat dijatuhkan dalam

hukum Islam kepada bughat dan dalam hukum positif terhadap makar di

Indonesia.

3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan bughat dan makar menurut

perspektif hukum Islam dan hukum positif.

Sedangkan manfaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Sebagai bahan penyusunan skripsi yang merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh kesarjanaan Program Studi Siyasah Syar’iah.

2. Sebagai sumbangan pemikiran dan sekaligus pengembangan keilmuan

dibidang Fiqh Siyasah dalam konteks Ketatanegaraan Islam.

3. Menambah wacana ilmu pengetahuan mengenai bughat dan makar dalam

Fiqh Siyasah maupun undang-undang.

D. Tinjauan Pustaka

Sejumlah penelitian tentang topik bughat dan makar yang telah

dilakukan, baik yang mengkaji secara spesifik sumber data yang diperoleh,

isu, maupun yang menyinggung secara umum. Berikut beberapa tinjauan

umum atas bagian karya-karya penelitian mengenai bughat dan makar.

Karya ilmiah yang pertama adalah skripsi yang berjudul “Konsep

Bughat Dalam Perspektif Politik Islam (Studi Kasus Terhadap G 30S/PKI)”

yang ditulis oleh Iyan Fitriyana pada tahun 2012 Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Jakarta Syarif Hidayatullah. Secara umum menjelaskan bagaimana

konsep bughat menurut politik Islam dan relevansinya terhadap kasus G

30S/PKI.

Page 21: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

10

Tinjauan yang kedua adalah buku yang digunakan penulis yaitu

“Tindak Pidana Makar Menurut KUHP yang ditulis oleh Djoko Prakoso.

Dalam buku ini menjelaskan tentang tindak pidana makar. Buku ini

menyajikan penjelasan yang sangat menarik, dan juga banyak dijadikan

sebagai sumber dalam penelitian yang berhubungan dengan pidana makar.

Karya ilmiah yang ketiga adalah skripsi yang berjudul “Kriteria

Thagut Dan Bughat Dalam Al-Qur’an: Tafsir Tematik Atas Upaya

Penyelesaian Penyimpangan Kekuasaan Di Indonesia” yang ditulis oleh

Rapikul Ihsan pada tahun 2012 Fakultas Ushuludin UIN Jakarta Syarif

Hidayatullah. Secara umum menjelaskan mengenai bagaimana pandangan

dalam Al-Qur’an tentang pemimpin yang tidak amanat dan mengenai kriteria

dari bughat itu sendiri.

Keempat adalah buku yang berjudul Ensiklopedi Hukum Pidana

Islam yang ditulis oleh Abdul Qadir Audah. Buku yang berjumlah beberapa

jilid ini banyak sekali menjelaskan apa yang menjadi kajian penulis dalam

penulisan skripsi ini, seperti pengertian bughat, pendapat para fukaha maupun

penjelasan yang menyangkut dengan ketentuan hukum pidana Islam terkait

masalah seputar bughat.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam penulisan skripsi

ini, karena metode penelitian ini dapat menentukan langkah-langkah dari suatu

penulisan. Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library

Research) yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan bahan-bahan yang

Page 22: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

11

berasal dari buku-buku, artikel-artikel, majalah, koran, serta bahan-bahan

lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini menggunakan penelitian riset pustaka

(Library Research) yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara

menghimpun dan menelaah data-data sumber kepustakaan berupa data-

data primer dan sumber data sekunder yang relevan dengan pembahasan

skripsi ini.

2. Sumber Data

a. Sumber data primer adalah sumber data yang ada kaitannya langsung

dengan tema skripsi ini. Sumber data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, kitab-kitab Fiqh Siyasah,Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11/PnPs/Tahun 1963

Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, Undang Undang Republik

Indonesia Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Pencabutan Undang-

Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun

1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang

Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara.

b. Sumber data sekunder yakni sumber data yang tidak berkaitan

langsung dengan tema skripsi ini. Adapun sumber data sekunder yang

digunakan adalah tulisan-tulisan ilmiah baik dalam bentuk buku,

Page 23: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

12

jurnal, surat kabar, majalah maupun melalui media internet.

c. Bahan hukum tersier yakni data yang memberikan petunjuk dan

penjelasan terhadap data-data primer dan sekunder yaitu berupa

kamus-kamus ilmiah, ensiklopedia dan lain-lain.

3. Teknik Analisis Data

Pada tahap analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian

rupa sampai berhasil menyimpulkan kebenaran-kebenaran yang dapat

dipakai untuk menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian.

Metode analisis data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini penulis

menggunakan metode deskriptif, yaitu dengan cara memaparkan pokok-

pokok permasalahan secara menyeluruh.

4. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini, mengacu pada buku

"Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012".

F. Sistematika Penulisan Sementara

Penulis menyusun melalui sistematika penulisan yang terdiri dari

lima bab, dimana pada setiap babnya dibagi atas sub-sub bab, dengan

perincian sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan

Pustaka, Metode Penelitian, Dan Sistematika Penulisan.

Page 24: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

13

BAB II : TINJAUAN UMUM TEORI TENTANG BUGHAT

Dalam bab ini membahas tentang Pengertian dan Sejarah Bughat,

Unsur-Unsur Jarimah Pemberontakan, Dan Dasar Hukum Bughat.

BAB III : MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

Pada bab ini menjelaskan ini tentang Pengertian dan Sejarah

Makar, Macam-Macam Kejahatan Makar, Dan Makar dalam

Hukum Positif.

BAB IV : SANKSI BUGHAT DAN MAKAR MENURUT PERSPEKTIF

HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF

Dalam bab ini menjelaskan tentang Sanksi Hukum Terhadap

Bughat, Sanksi Hukum Bagi Pelaku Makar, dan Relevansi Sanksi

Hukum Bagi Bughat dan Pelaku Makar.

BAB V : PENUTUP

Merupakan bab penutup yang di dalamnya berisi kesimpulan dan

saran terhadap permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Page 25: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

14

BAB II

TINJAUAN UMUM TEORI TENTANG BUGHAT

A. Pengertian dan Sejarah Bughat

Secara etimologi, kata bughat berasal dari bahasa Arab بغى yang

memiliki arti yang sama dengan kata ظلم yaitu berlaku dzhalim atau

menindas.1 Dalam makna lain, kata bughat juga berasal dari kata بغاء –يبغى–بغى

yang berarti menginginkan sesuatu.2

Sedangkan secara terminologi, para fukaha berbeda pendapat

mengenai definisi bughat ini. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan

pandangan dalam madzhab mereka. Diantaranya adalah:

a. Pendapat Malikiyah

Ulama Malikiyah mengartikan bughat atau pemberontak

sebagai sekelompok kaum muslimin yang bersebrangan dengan al-

Imam al-A’zham (kepala negara) atau wakilnya, dengan menolak hak

dan kewajiban atau bermaksud menggulingkannya.3

b. Pendapat Hanafiyah

Ulama Hanafiyah mendefinisikan para pemberontak (bughat)

yaitu keluar dari ketaatan kepada imam (pemimpin tertinggi/kepala

negara) yang sah dengan cara tidak sah. Pemberontak (al-bagi) berarti

orang yang keluar dari ketaatan kepada imam yang benar dengan cara

1Ali Muthohar, Kamus Arab–Indonesia, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2005), h. 228

2Mahmud Yunus, Kamus Arab–Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989), h. 69

3Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,

h. 234

Page 26: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

15

tidak benar.4

c. Pendapat Syafi’iyah

Ulama Syafi’iyah mendefinisikan bughat sebagai orang-orang

Islam yang melawan imam (pemimpin tertinggi) dengan cara keluar

darinya, tidak mau tunduk, menghalangi hak yang diarahkan kepada

mereka, dan mereka ini memiliki kekuatan, alasan, serta orang yang

mereka taati.

Definisi lainnya adalah orang yang keluar dari ketaatan dengan

alasan yang salah, namun belum dipastikan salahnya. Syaratnya,

mereka mempunyai banyak kekuatan dan ada pemimpin yang mereka

patuhi. Dengan demikian, pemberontakan dalam pandangan ulama

Syafi’iyah adalah keluarnya sekelompok orang yang mempunyai

kekuatan dan pemimpin yang ditaati dari imam dengan alasan (takwil)

yang salah.5

Dengan pernyataan yang sedikit berbeda, Imam Al-Nawawi

berpendapat sebagai berikut; Pemberontak, menurut fuqaha, ialah

seseorang yang menentang penguasa. Orang tersebut keluar dari

ketundukan dengan cara menolak melakukan kewajiban-kewajiban

yang seharusnya ia lakukan dengan cara lainnya.6

d. Ulama Hanabilah

Ulama Hanabilah mendefinisikan bughat sebagai orang-orang

4Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 110

5Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,

h. 234 6M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), Cet I, h. 61

Page 27: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

16

yang keluar dari imam meski imam tersebut tidak adil sekalipun

dengan alasan yang layak dan mereka mempunyai kekuatan walaupun

diantara mereka tidak ada orang yang dipatuhi.7

e. Ulama Zahiriyah dan Syi’ah Zaidiyah

Ulama Zahiriyah dan Syi’ah Zaidiyah mendefinisikan

pemberontak sebagai orang yang menganggap dirinya benar,

sedangkan imam adalah salah, ia memerangi dan menuntut imam, ia

memiliki kelompok atau kekuatan, atau melakukan apa yang

diperintahkan untuk imam. Jadi, pemberontak adalah orang yang

keluar dari imam yang sah yang berasal dari kelompok yang memiliki

kekuatan.8

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ulama, terdapat

adanya perbedaan dan persamaan dalam memberikan pandangan mengenai

bughat. Dari segi perbedaan, definisi diantara beberapa madzhab fikih

disebabkan perbedaan syarat yang wajib dipenuhi oleh bughat. Perbedaan

tersebut tidak terletak pada unsur-unsur pemberontakan yang mendasar. Para

fukaha madzhab-madzhab ini mencoba mengumpulkan definisi dengan

definisi yang mengandung unsur-unsur dan syarat-syarat tindak pidana

pemberontakan agar definisinya bisa bersifat jami‟ (komprehensif) dan mani‟

(mencegah pengertian lain masuk kedalam esensi pengertian yang dimaksud).9

7Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,

h. 234 8Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,

h. 234-235

9Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy,

h. 235

Page 28: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

17

Sedangkan dari sudut persamaan mengenai definisi bughat, mungkin

bisa dibuatkan definisi bersama yang disesuaikan dengan definisi semua

madzhab, yang didasarkan atas unsur yang paling mendasar. Definisi tersebut

adalah pembangkangan terhadap imam (pemimpin tertinggi) dengan

perlawanan.10

Tindakan bughat ini memiliki kesamaan dengan hirabah

(perampokan) dan terorisme, yakni sama-sama mengadakan kekacauan dalam

sebuah negara. Namun, jika dilihat dari motif yang melatarinya ketiganya

sangat berbeda. Hirabah adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh

seseorang atau sekelompok orang kepada pihak lain, baik dilakukan di dalam

rumah atau di luar rumah yang bertujuan untuk menguasai harta orang lain

dan membunuh korban untuk menakut-nakuti.11

Sedangkan terorisme adalah

praktek-praktek tindakan terror oleh seseorang atau golongan dengan

penggunaan kekerasan untuk menciptakan ketakutan kepada masyarakat

umum dalam mencapai suatu tujuan.12

Jadi, tegasnya kejahatan yang

dilakukan bughat bukan hanya sekedar mengadakan kekacauan dan

mengganggu keamanan negara, tapi juga bertujuan untuk mengambil alih

kekuasaan dan menggulingkan pemerintahan yang sah.

Apabila terjadi hal-hal yang mengarah kepada pertentangan yang

kemudian meluas kepada pemberontakan maka, menjadi kewajiban bagi

masyarakat untuk menghalangi setiap bentuk pemberontakan yang timbul.

10

Abdul Al-Qadir Audah, At-Tasyri‟ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil Wad‟iy, h. 235

11

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 127

12

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,

2006), h. 1263

Page 29: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

18

Sebab, pemberontakan ini dapat mengancam disintegrasi bangsa. Selain itu

pemberontakan dipandang sebagai bentuk kejahatan yang mengancam

keamanan negara. Semua kegiatan yang dilakukan hanya boleh dianggap

sebagai pemberontakan dan pembangkangan apabila mereka melibatkan

penggunaan kekuatan dan kekerasan yang dapat menimbulkan keadaan

darurat dalam negara.13

Seperti yang telah disebutkan diatas pada umumnya, bahwa bughat

adalah sekelompok kaum muslimin yang menentang kekuasaan imam

(walaupun bertindak lalim) dan mereka tidak tunduk terhadap perintahnya

namun, ada tiga syarat yang harus dipenuhi oleh bughat seperti di bawah ini:14

Pertama, mereka mempunyai kekuasaan, baik dengan jumlah

pengikut yang banyak maupun dengan kekuatan lain walaupun hanya

menggunakan benteng tempat mereka mempertahankan diri sekiranya dengan

kekuatan itu, mereka mampu menandingi imam. Dengan begitu, imam

menganggap perlu mengembalikan mereka agar taat dengan mendermakan

harta dan mengeluarkan para pengikut mereka.

Kedua, disyaratkan mereka mempunyai dasar argumen yang

sempurna, dasar itu yang membuat mereka yakin bahwa memberontak

terhadap imam dan menolak menunaikan hak yang dihadapkan kepada mereka

hukumnya boleh. Sebab, orang yang memberontak tanpa disertai dasar

argumen disebut melawan kebenaran.15

13

Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993), Cet V, h. 246

14

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadist), h. 245

15

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadist), h. 246

Page 30: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

19

Ketiga, disyaratkan dikalangan mereka harus ada orang yang menjadi

figur panutan yang menginspirasi kekuatan dan kekuasaan. Sebagian ulama

menambahkan persyaratan bughat yaitu ada seorang yang diangkat menjadi

imam dikalangan mereka. Maksudnya bughat tidak boleh diperangi, kecuali

mereka adalah sekelompok orang yang membangkang, dan mereka tidak

mempunyai dasar argumen yang dapat dibenarkan.16

Dengan adanya pemimpin, mereka memiliki sumber pemikiran yang

sama dan melakukan sesuatu dengan kendali yang sama. Jadi, tidak ada

kekuatan bagi yang tidak memiliki pemimpin. Berapapun jumlah pemberontak

dan kekuatan yang mereka miliki, selama mereka tidak memiliki pemimpin,

mereka tidak akan memiliki kekuatan.

Dalam sejarah perjalanan pemerintahan Islam sepeninggal wafat

Rasulullah SAW tepatnya pada masa Khulafaurrasyidin, terdapat beberapa

pemberontakan yang dilakukan terhadap para Khalifah. Diantaranya adalah:

1. Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Khalifah pertama dalam

pemerintahan Islam setelah Rasulullah SAW wafat. Abu Bakar dikenal

luas sebagai orang yang memiliki hati yang sangat lembut dan perasa. Dia

ramah, baik budi dan sangat setia. Namun pada saat berada di puncak

kekuasaan kaum Muslimin, dia telah banyak mengejutkan berbagai pihak

karena tindakannya yang sangat tegas.17

16

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadist), h. 246

17

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Penerjemah Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka Al-

Kautsar, 2000), Cet I, h. 134

Page 31: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

20

Namun demikian, masih saja ada sebagian sekelompok orang

yang masih menampakan tidak adanya perubahan dalam diri mereka.

Suku-suku di sekitar Madinah menolak membayar zakat kepada petugas

pengumpul zakat yang diutus dari Madinah. Mereka mengepung Madinah

dan menyiapkan tentara secara terang-terangan untuk menunjukan sebuah

tantangan kepada pemerintahan pusat di Madinah.18

Menurut Ibnu Atsir, sebanyak dua puluh empat suku telah

menyatakan pemberontakannya. Semua wilayah, dari Yaman hingga

Madinah, telah diduduki para pemberontakan tersebut. Pemberontakan itu

demikian melebar, Thaif, Mekkah dan Madinah saat itu merupakan tiga

kota yang tetap loyal, sementara wilayah Arab yang lain telah dipenuhi

oleh orang-orang murtad. Sementara itu, kaum munafikin

menghembuskan api pemberontakan dari dalam tubuh umat. Dan pada saat

yang sama, kaum pemberontak itu didukung oleh munculnya empat orang

yang mengaku sebagai Nabi.19

Aksi pertama yang dilakukan oleh Abu Bakar dalam mengatasi

pemberontakan tersebut adalah mengirim pasukan sebanyak 3.000 orang

di bawah pimpinan Usamah bin Zaid dalam sebuah ekspedisi yang

sebelumnya telah dipersiapkan Rasulullah SAW namun, sempat ditunda

karena Rasulullah SAW saat itu sedang sakit. Abu Bakar bersikeras untuk

mengirim pasukan itu sesuai dengan keputusan yang diambil oleh

Rasulullah SAW, meskipun beberapa sahabatnya menasehatinya agar

18

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 135

19

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 136

Page 32: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

21

tindakan itu tidak diambil karena waktunya demikian kritis. Karena pada

saat itu Madinah akan kekosongan orang dan akan menjadi sebuah kota

tanpa pertahanan ketika suku-suku pembangkang yang ada bergerak untuk

merebut kota itu. Para pimpinan umat Islam mengusulkan sebuah

kebijakan yang lunak dan menyarankan agar menempuh jalan kompromi

dan konsiliasi. Namun, dengan tegas dia menampik konsiliasi dengan para

pemberontak yang mengepung kota.20

Dengan tanpa ragu dan penuh semangat dia menghancukan

semua suku yang dengan sengaja memberontak dan membalas serangan

mereka dengan serangan yang setimpal. Yang akhirnya kemenangan diraih

pihak kaum Muslimin.21

2. Pada Masa Khalifah Umar bin Khattab

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, tidak ditemukan adanya

sebuah pemberontakan yang dilakukan terhadap pemerintahan Khalifah

Umar. Karena tidak adanya ancaman dari tindakan pemberontakan, maka

Khalifah memfokuskan pada usaha-usaha penaklukan ke berbagai wilayah

luar kota Madinah. Pada masa ini, Khalifah Umar telah mampu

menciptakan sebuah “imperium” besar bagi pemerintahan Islam dan juga

tentunya untuk menyebarluaskan agama Islam.

3. Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan

Utsman bin Affan adalah seorang sahabat Rasulullah SAW yang

memiliki hubungan sangat dekat dengan Rasulullah SAW. Ibunya adalah

sepupu Rasulullah SAW. Sedangkan ayahnya adalah seorang pedagang

20

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 135 21

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 136

Page 33: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

22

yang sukses dan terpandang, dia meninggalkan harta warisan yang sangat

banyak. Utsman pun adalah seorang pedagang bisnis yang cerdik, ia

kembangkan harta warisan yang diterima dari ayahnya itu menjadi

semakin banyak.22

Utsman menggunakan kekayaan dan hartanya untuk kepentingan

agama yang dia peluk. Pada saat hijrah ke Madinah, dia membeli sebuah

sumur untuk kaum Muslimin yang saat itu masih belum bisa mengambil

air yang bersih dan tawar. Pada saat ada panggilan jihad ke Tabuk, dan

rakyat diminta agar mengumpulkan dana untuk mempersenjatai pasukan

perang, Utsman mengeluarkan seribu keping emas, seribu unta, enam

puluh kuda dan berbagai peralatan perang lainnya untuk kepentingan

sepertiga dari jumlah tentara.23

Namun, sepertinya kebaikan dan kedermawanan Utsman bin

Affan tidak sepenuhnya dapat memuaskan sebagian kaum Muslimin.

Perasaan tidak senang dan tidak puas terhadap kebijakan-kebijakan dalam

pemerintahan Utsman telah melahirkan sebuah kelompok oposisi yang

dipimpin oleh sahabat-sahabat terkenal. Sebut saja, seperti Abdullah bin

Mas’ud, Abu Dzar al-Ghifari, dan Ammar bin Yasir.

Sangat penting untuk memahami alasan-alasan beroposisi yang

dilakukan kaum Muslimin dan para sahabat secara khusus, yakni

melakukan tindakan-tindakan tersebut terhadap Khalifah adalah

berdasarkan kaidah-kaidah Islam, yakni Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah

SAW dan contoh-contoh yang dilakukan oleh dua Khalifah sebelumnya.

22

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 173

23

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 174

Page 34: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

23

Yang meliputi berbagai hal, seperti politik, agama, ekonomi dan lainnya.

Para pengkritik Utsman, semuanya mendasarkan tindakan-tindakannya

dengan merujuk kepada semua dasar hukum tersebut dan hukum-hukum

yang sudah disepakati.24

Dampak final dari ketidakpuasan terhadap pemerintahan Khalifah

Utsman bin Affan adalah sebuah pemberontakan. Otak utama dari

pemberontakan ini adalah Abdullah bin Saba’. Dia adalah seorang Yahudi

asal Yaman, yang masuk Islam saat Utsman berkuasa memainkan peran

yang sangat signifikan dalam menggerakan masyarakat untuk mengadakan

pemberontakan. Akibat ulah pemberontakannya ini, dia diusir dari

Bashrah dan Kuffah. Namun dia berhasil ke Syiria dan bertemu dengan

Abu Dzar dan mengajaknya untuk bergabung dengan dirinya. Mua’wiyah

kembali mengusirnya dari Syiria. Dia kemudian berangkat menuju Mesir,

karena tempat itu dia anggap suasananya lebih kondusif untuk

menanamkan bibit pemberontakan.

Dia membentuk sebuah kelompok rahasia yang mampu

menghimpun banyak pengikut dan pendukung. Dengan sangat licik ia

mengeksploitasi perbedaan yang ada didalam masyarakat Islam dan

dengan cara inilah dia memecah belah umat. Dia gemar dan sukaria

dengan perilaku yang ambigu dan ambivalence, menyebarkan fitnah, isu

jahat, kecurigaan, dia tampak memposisikan diri dengan orang-orang yang

lemah, tertindas dan dengan secara besar-besaran mengekspos korupsi dan

nepotisme yang ada di pihak pemerintah.25

24

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 186

25

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 182-183

Page 35: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

24

Berbagai surat disebar atas nama Ali, Thalhah, dan Zubair, yang

berisi ajakan kepada rakyat di berbagai provinsi untuk mendongkel

Utsman. Orang-orang Badui Mesir, Kuffah dan Bashrah semuanya

bergerak untuk menentang otoritas kekuasaan Khalifah yang mereka tuduh

telah melakukan tindakan nepotisme, tidak kompeten dan telah

menyimpang dari norma-norma yang telah diberlakukan oleh para

pendahulunya. Utsman diminta untuk turun dari kursi Khilafah. Gerakan

yang dilakukan oleh Abdullah bin Saba’ mendapat sambutan dan

memberikan tekanan yang demikian hebat kepada pemerintahan Utsman.26

Puncak dari pemberontakan itu, para pemberontak mengepung

rumah Utsman dan merangsek masuk ke dalam rumah Utsman untuk

membunuh sang Khalifah. Para pemberontak memukul-mukulkan

pedangnya kepada Khalifah yang saat itu sedang memegang Al-Qur’an.

Mereka memukulkan pedang-pedang mereka ke tubuh Khalifah yang

akhirnya meninggal dan terjatuh ke lantai.27

4. Pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Ali bin Abi Thallib adalah keturunan Bani Hasyim. Ia dilahirkan

di halaman Ka’bah dan sejak kecil diasuh oleh Khadijah, istri pertama

Rasulullah SAW. Ali r.a hidup bersama Rasulullah SAW di Mekkah dan

dia memiliki kedudukan tersendiri karena dia bergaul secara dekat dengan

Rasulullah SAW, baik sebelum maupun setelah Islam. Gurunya tak lain

adalah Rasulullah SAW sendiri. Dari tangan Rasulullah SAW langsung, ia

26

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 193

27

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 181

Page 36: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

25

belajar Al-Qur’an.28

Ali bin Abi Thalib r.a dikukuhkan menjadi Khalifah Keempat

menggantikan Utsman bin Affan r.a yang mati terbunuh di tangan kaum

pemberontak.29

Pengukuhan Ali r.a menjadi Khalifah tidak semulus

pengukuhan tiga orang khalifah pendahulunya. Ia dibai‟at di tengah-

tengah suasana berkabung atas kematian Utsman r.a, pertentangan dan

kekacauan dan kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum

pemberontak yang membunuh Utsman r.a mendaulat Ali r.a supaya

bersedia di bai‟at menjadi khalifah.30

Ali r.a di bai‟at menjadi Khalifah di tengah-tengah kekacauan

dan kerusuhan akibat kematian Khalifah Utsman r.a. Keadaan ini

bertambah kritis dan suasana politik semakin eksplosif akibat tindakan Ali

r.a, pembangkangan Muawiyah bin Abi Sufyan terhadap pengangkatannya

menjadi Khalifah yang menuntut agar ia segera menangkap dan mengadili

para pembunuh Utsman. Hal yang sama juga dituntut oleh Aisyah,

Thalhah dan Zubeir. Tuntutan ini tak dapat dipenuhi oleh Khalifah Ali r.a.

Tindakan dan kebijkasanaan Ali segera setelah resmi memegang

jabatan Khalifah adalah memberhentikan semua gubernur yang diangkat

Ustman, termasuk Muawiyah, dengan mengangkat pejabat-pejabat baru.

Tanah-tanah yang dibagikan di zaman Ustman kepada keluarganya ditarik

kembali. Khalifah Ali juga menerapkan pengawasan yang ketat terhadap

28

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 201

29

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 1999), h. 151

30

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 152

Page 37: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

26

para pejabat pemerintahan. Ternyata para pejabat baru yang diangkat oleh

Ali menimbulkan pro dan kontra di kalangan rakyat daerah. Ada yang

menerima dan ada pula yang menolak, serta ada yang bersikap netral

seperti Mesir dan Bashrah. Pengiriman para pejabat baru ini dilakukan

oleh Ali pada awal tahun 36 Hijriah.31

Tindakan Ali itu justru memancing kemarahan keluarga Bani

Umayah dan memperkuat barisan mendukung Muawiyah untuk melawan

Ali. Bahkan, pembantu dekat Ali ada yang meniggalkannya dan bergabung

dengan Muawiyah. Mereka tidak suka cara pengawasan Ali yang ketat

dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Demikian juga Aisyah,

Thalhah dan Zubeir menyusun kekuatan di Bashrah. Alasan utama mereka

beroposisi terhadap Ali adalah untuk menuntut kematian Ustman.32

Akhirnya situasi politik yang eksplosif itu tak dapat dibendung.

Khalifah Ali, setelah mengetahui persiapan kedua kubu, Muawiyah dan

Aisyah, segera mengirim utusan untuk mencari jalan damai. Namun, usaha

itu gagal. Maka Ali pun memberlakukan hukum darurat dan menyatakan

perang terhadap para pembangkang dan pemberontak itu. Tentu, Ali punya

alasan untuk itu karena mereka menentang pemerintahan sah yang ia

pimpin, dan berarti pula mereka melanggar perintah Al-Qur’an.

Kubu yang pertama dihadapi Ali dan pasukannya adalah pasukan

yang dipimpin oleh Aisyah, Thalhah dan Zubeir pada tahun 36 Hijriah

yang terkenal dengan Perang Jamal. Dalam perang ini kemenangan berada

di pihak Ali. Kemudian Ali menghadapi Muawiyah. Kedua pasukan

31

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 155

32

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 157

Page 38: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

27

bertempur di Shiffin, di lembah sungai Eufrat yang kemudian terkenal

dengan Perang Shiffin pada tahun 37 Hijriah. Perang ini dihentikan dengan

diadakannya tahkim (arbitrase) atas permintaan pihak Muawiyah untuk

berdamai yang disiasati oleh Amr bin Ash. Hasil dari Majelis Tahkim ini

bukannya menyelesaikan ketegangan untuk mewujudkan perdamaian

melainkan terjadinya dualisme pemerintahan. Karena Majelis Tahkim atas

rekayasa dan siasat Amr bin Ash, secara sepihak memberhentikan Ali dari

jabatan Khalifah dan mengukuhkan Muawiyah menjadi Khalifah, sehingga

secara de jure Muawiyah berada di pihak yang menang. Namun, sesudah

peristiwa tahkim itu mayoritas umat Islam tetap mengakui Ali sebagai

Khalifah. Dua tahun kemudian, Muawiyah melalui intrik-intrik politiknya,

diproklamasikan menjadi Khalifah.33

Sebagian pengikut Ali memprotes keputusan Majelis Tahkim dan

menyatakan keluar dari kelompok Ali. Alasannya, Ali menurut mereka

melakukan kesalahan besar yaitu mau menerima tahkim. Kelompok ini

kemudian terkenal dengan Khawarij (orang-orang yang keluar) dan

dianggap sebagai sekte pertama dalam Islam.34

Ali menyuruh Ibnu Abbas

untuk menemui kaum Khawarij. Ibnu Abbas mampu meyakinkan mereka

bahwa keputusan yang diambil itu tetap merujuk kepada Al-Qur’an dan

Sunnah Rasulullah. Dan andaikata itu tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan

Sunnah Rasulullah, maka Ali tidak akan menerima begitu saja dan pasti

dia akan bertempur menghadapi musuh-musuhnya. Perkataan Ibnu Abbas

33

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 158

34

J. Suyuthi Pulungan, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, h. 158

Page 39: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

28

membawa hasil. Elemen-elemen yang bersitegang saat itu sementara bisa

dirukunkan.35

Namun, karena memang dari awal mereka tidak tertarik terhadap

penobatan Ali ataupun Muawiyah sebagai Khalifah dan yang paling

penting adalah kekecewaan mereka karena diadakannya tahkim, setelah

peperangan Nahrawan, saat sejumlah orang-orang Khawarij dibunuh,

mereka memutuskan untuk menyingkirkan Ali, Muawiyah dan Amr bin

Ash. Ketiga orang inilah yang mereka anggap sebagai orang-orang yang

paling bertanggungjawab terhadap semua kekacauan di seluruh dunia

Islam. Beberapa orang sukarelawan segera dibentuk untuk melaksanakan

rencana tersebut. Mereka adalah Abdurrahman bin Muljam yang

ditugaskan untuk membunuh Ali, Nazal diperintahkan untuk menghantam

Muawiyah, sedangkan Abdullah diperintahkan untuk menghabisi Amr bin

Ash. Pembunuhan ini akan dilakukan secara serentak di Kuffah, Damaskus

dan Fustat.

Ketiga sasaran tersebut diserang sesuai dengan rencana, yaitu

pada hari Jumat 17 Ramadhan 40 Hijriah pada saat shalat Subuh.

Muawiyah selamat dan tidak terluka sedikitpun, sedangkan Amr bin Ash

sedang sakit sehingga tidak memimpin shalat di Mesjid pada hari itu dan

penggantinya yang terbunuh. Hanya Ibnu Muljam yang berhasil

menjalankan misinya di Kufah, pedang beracunnya berhasil ia tancapkan

ke tubuh Ali.

Pada usia enam puluh tahun, Ali meninggal akibat kejahatan yang

dilakukan oleh seorang Muslim. Kekuasaannya hanya berumur empat

35

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 216

Page 40: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

29

tahun sembilan bulan. Meskipun dia dihadapkan dengan intrik yang terus

menerus dan pemberontakan yang tanpa henti, dia tidak menyimpan

dendam.36

B. Unsur-Unsur Jarimah Pemberontakan

Dari berbagai definisi mengenai bughat yang telah dipaparkan pada

pembahasan sebelumnya, ada beberapa unsur dalam jarimah pemberontakan,

yaitu:

1. Pembangkangan Terhadap Kepala Negara (imam)

Untuk terwujudnya jarimah pemberontakan disyaratkan harus ada

upaya pembangkangan terhadap kepala negara. Pengertian membangkang

adalah menentang kepala negara dan berupaya untuk memberhentikannya,

atau menolak untuk melaksanakan kewajiban sebagai warga negara.37

Kewajiban atau hak tersebut bisa merupakan hak Allah yang ditetapkan

untuk kepentingan masyarakat, dan bisa juga berupa hak individu yang

ditetapkan untuk kepentingan perorangan (individu).

Akan tetapi, berdasarkan kesepakatan para fuqaha, penolakan

untuk tunduk kepada perintah yang menjurus kepada kemaksiatan, bukan

merupakan pemberontakan, melainkan merupakan suatu kewajiban. Hal

ini boleh karena ketaatan tidak diwajibkan kecuali di dalam kebaikan, dan

tidak boleh dalam kemaksiatan.38

Dengan demikian, jika seorang kepala

negara tidak memerintahkan rakyatnya untuk berbuat maksiat, sekalipun

36

Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, h. 222-223

37

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 111

38

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 111

Page 41: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

30

kebijakannya tidak selalu membawa kebaikan bagi seluruh rakyat, maka

tetap wajib didengar dan ditaati. Masuk dalam kategori pemimpin negara

yang wajib ditaati adalah wakilnya, para menteri, para hakim, dan semua

aparat keamanan.39

Meskipun adil merupakan salah satu syarat untuk seorang kepala

negara (imam), namun menurut madzhab empat dan Syi’ah Zaidiyah,

haram hukumnya keluar (membangkang) dari imam yang fasik, walaupun

pembangkangan itu dimaksudkan untuk amar ma‟ruf nahi munkar.

Alasannya adalah karena pembangkangan terhadap imam itu biasanya

justru mendatangkan akibat yang lebih munkar, yaitu timbulnya fitnah,

pertumpahan darah, merebaknya kerusakan, dan kekacauan dalam negara,

serta terganggunya ketertiban dan keamanan. Akan tetapi menurut

pendapat yang marjuh (lemah), apabila seorang imam itu fasik, zalim, dan

mengabaikan hak-hak masyarakat maka ia harus diberhentikan dari

jabatannya.40

Dilihat dari cara dan alasan pemberontakan ini dilakukan, Imam

Abu Hanifah, Al-Syafi’i, dan Ahmad membedakannya menjadi tiga, yaitu

sebagai berikut:41

a. Kaum pemberontak memiliki argumentasi mengapa mereka

memberontak, baik mereka mempunyai kekuatan senjata maupun tidak.

b. Kaum pemberontak memiliki argumentasi mengapa mereka

memberontak, tetapi mereka tidak mempunyai kekuatan senjata.

c. Kaum pemberontak mempunyai argumentasi dan juga memiliki

kekuatan senjata.

39

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 63

40

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 113

41

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 66

Page 42: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

31

Untuk jenis kelompok kaum pemberontak yang ketiga dibedakan

menjadi dua, yaitu sebagai berikut.42

a. Pemberontakan yang dilakukan warga Syam di bawah kepemimpinan

Mu’awiyah bin Abu Sufyan terhadap kepemimpinan Ali bin Abi

Thalib.

b. Pemberontakan kaum Khawarij terhadap kepemimpinan Ali bin Abi

Thalib karena mereka tidak setuju dengan arbitrase yang dilakukan

pihak Ali dengan kelompok Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemberontakan

hanya dilakukan terhadap pemimpin negara yang sah dan berdaulat.

Apabila pemberontakan dilakukan oleh sekelompok orang ketika hukum di

suatu negara tidak berjalan dan terjadi kekosongan kepemimpinan resmi,

maka itu tidak disebut pemberontakan.43

2. Pembangkangan Dilakukan Dengan Menggunakan Kekuatan.

Maksudnya adalah didukung oleh kekuatan bersenjata. Oleh

sebab itu menurut ulama fiqh, sikap sekedar menolak kepala negara yang

telah diangkat secara aklamasi, tidak dinamakan al-baghyu. Misalnya,

sikap Ali bin Abi Thalib yang tidak mau membaiat Abu Bakar atau sikap

Ibnu Umar dan Abdullah bin Zubair yang tidak mau mengakui keabsahan

pemerintahan Yazid bin Mu’awiyah. Sikap mereka tidak termasuk al-

baghyu karena sikap mereka tidak demonstratif. Menurut Abdul Qadir

Audah, keengganan Ali tersebut hanya berlangsung selama satu bulan.

42

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 67

43

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 67

Page 43: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

32

Setelah itu, ia membaiat Abu Bakar. Adapun orang yang hingga wafat

tidak mau membaiat adalah Sa’ad bin Ubadah.44

Contoh lainnya adalah golongan Khawarij yang ada pada masa

pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. Mengenai hal ini, Imam Al-

Syafi’i mengatakan:

“Sesungguhnya sekelompok orang yang menampakan sikap seperti

kaum Khawarij dengan memisahkan diri dari jamaah, bahkan

menganggap jamaah tersebut kafir, tidak menyebabkan

diperbolehkannya memerangi kelompok ini sebab, mereka masih

berada di bawah perlindungan imam. Hal tersebut tidak

menjadikan mereka berubah status menjadi (murtad) yang Allah

SWT perintahkan untuk diperangi.”45

Alasan lain mengenai kaum Khawarij yang tetap tidak dianggap

sebagai pemberontak adalah karena mereka tidak melakukannya secara

demonstratif dengan kekuatan senjata. Ali bin Abi Thalib tidak

menganggap tindakan kelompok Khawarij sebagai pelaku jarimah

pemberontakan karena ia melakukannya tidak secara demonstratif, tidak

dengan pengerahan massa, dan tidak dengan kekuatan bersenjata.

Tindakan ini dianggap sebagai tindak pidana pembunuhan biasa, bukan

pemberontakan.46

Jumhur Ulama, Imam Malik, Imam Al-Syafi’i, Imam Ahmad, dan

ulama kalangan Zahiriyah berpendapat bahwa selama para pembangkang

itu tidak menyusun kekuatan bersenjata dan tidak bersikap demonstratif;

mereka bukanlah pemberontak. Oleh karena itu, mereka tetap harus

diperlakukan seperti warga negara, tidak boleh diserang, apalagi dibunuh.

44

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 68 45

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 68

46

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 69

Page 44: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

33

Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mereka

dapat dianggap sebagai pemberontak, karena mereka berkumpul bersama

dan merencanakan penyerangan. Hal itu cukup untuk dijadikan indikasi

akan adanya jarimah al-baghyu, walaupun tidak bersikap demonstratif

dengan menggunakan senjata. Demikian pula pendapat Syi’ah Zaidiyah.47

Perbedaan pandangan dalam masalah ini terletak pada tolak ukur

dan kapan sikap pembangkangan sebuah kelompok dapat dianggap

sebagai pemberontakan. Namun demikian, para ulama tetap sepakat bahwa

para pemberontak tidak boleh buru-buru disergap dan dibunuh, jika

mereka tidak melancarkan aksinya terlebih dahulu.48

3. Adanya Niat Melawan Hukum

Untuk terwujudnya tindak pidana pemberontakan, disyaratkan

adanya niat yang melawan hukum dari mereka yang membangkang. Unsur

ini terpenuhi apabila seseorang bermaksud menggunakan kekuatan untuk

menjatuhkan imam atau tidak menaatinya. Apabila tidak ada maksud

untuk keluar dari imam, atau tidak ada maksud untuk menggunakan

kekuatan maka perbuatan pembangkangan itu belum dikategorikan sebagai

pemberontakan.

Untuk bisa dianggap keluar dari imam, disyaratkan bahwa pelaku

bermaksud untuk mencopot (menggulingkan) imam, atau tidak

menaatinya, atau menolak untuk melaksanakan kewajiban yang

dibebankan kepada syara‟. Dengan demikian, apabila niat atau tujuan

47

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 70

48

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 70

Page 45: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

34

pembangkangannya itu untuk menolak kemaksiatan, pelaku tidak

dianggap sebagai pemberontak. Apabila seseorang pembangkang

melakukan jarimah-jarimah sebelum mughalabah (penggunaankekuatan)

atau setelah selesainya pemberontakan maka disini tidak diperlukan

adanya niat untuk memberontak, karena dalam hal ini ia tidak dihukum

sebagai pemberontak, melainkan sebagai jarimah biasa.49

C. Dasar Hukum Bughat

Telah disebutkan sebelumnya bahwa bughat adalah sekelompok

orang yang tidak taat lagi kepada pemimpin dan berusaha menggulingkan

pemerintahan yang sah. Hal ini menunjukan bahwa konflik yang terjadi adalah

konflik vertikal yang terjadi antara rakyat dan penguasa (pemimpin). Di dalam

Al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan mengenai keharusan kita taat

terhadap pemimpin. Namun, perlu diingat bahwa taat disini bukan berarti taat

kepada kemaksiatan. Ayat Al-Qur’an yang dimaksud adalah ayat yang

terdapat dalam Q.S. An-Nisaa ayat 59:

ا بيه ي ي لذ عوا ءامنوا ٱطي ن ٱ للذ

سول عوا وٱطي ٱ مرذ

ر وٱول ٱ مأ لأ

ن من ٱ

فا ل كأ

ء فردهوه ا تأ ف شأ زعأ ثن للذ

ٱ

سو و مرذ ن ل ٱ

منو كن ا ن ب تأ ثؤأ للذ

م و ب مأيوأ

خر ٱ لأ

وذ ٱ ل خيأ س ذ لا ثبأوي ن ٱحأ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-

Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat

tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul-

Nya (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian, yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

(Q.S. An-Nisaa: 59)

Mengingat perbuatan bughat ini adalah kejahatan yang dilarang

dalam Islam, Rasulullah SAW bersabda mengenai hal ini:

49

Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 116

Page 46: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

35

عن وعن ابن رض اللذ ق ما عن امنذب صل اللذ ئاا يكرىو يه شي ال: من رٱى من ٱم عليو وسلذ

ذو ها فمات فميتة جاىليذة )رواه مسل(فليصي, فا منفارق امجماعة شيا

50

Artinya: “Dari Ibn Abbas r.a Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang

merasa benci terhadap pemimpinnya maka bersabarlah terhadapnya, apabila

memisahkan diri dari jama‟ah (penguasa yang direstui rakyat), maka orang

tersebut bila mati, matinya tergolong mati dalam keadaan jahiliyyah”

وعن عرفجة ابن ش صل اللذ عت رسول اللذ يع ر يوول من ٱكام وٱم عليو وسلذ يح: قال س عل م ج

ق هفر اعتك فاقتلوه )رواه مسل( رجل يريد ٱن ي ج51

Artinya: “Dari A‟fazah ibn Suraihin: Rasulullah SAW bersabda: „Siapa yang

mendatangi kalian dalam keadaan kalian telah berkumpul/bersatu dalam satu

kepemimpinan kemudian dia ingin memecahkan persatuan kalian atau ingin

memecah belah jamaah kalian, maka perangilah/bunuhlah orang tersebut‟.

50

Ibn Hajar Al-Asqalani, Bulughu al-Maram, (Beirut: Pustaka Daru Ihya al-Kutub al-

Arabiyah, 775 H-825 H), hal. 253

51

Muhammad bin Isma’il Al-Kahlani Al-Shan’ani, Subul Al-Salam, (Indonesia, Dahlan),

jilid IV, h. 254, dikutip dari M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 72

Page 47: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

36

BAB III

MAKAR DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

A. Pengertian dan Sejarah Makar

Definisi makar dilihat dari Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah

akal buruk, tipu muslihat atau perbuatan dengan maksud hendak membunuh

orang.1 Makar juga bisa diartikan sebagai perbuatan untuk menggulingkan

pemerintahan yang sah (kudeta).2

Makar berasal dari kata “aanslag” (bahasa Belanda), yang menurut

arti harfiah adalah penyerangan atau serangan. Istilah aanslag ini juga

terdapat dalam KUHP yakni pada Pasal-Pasal 87, 104, 105, 106, 107, 130,

139a, 139b, 140. (Pasal 105 dan 130 dianggap tidak berlaku berdasarkan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal VIII, butir 13). Namun makar

yang dimuat dalam Pasal 139a, 139b dan 140 KUHP tidak masuk dalam bab

mengenai kejahatan terhadap keamanan negara, melainkan masuk dalam

kejahatan terhadap negara sahabat dan terhadap kepala negara sahabat dan

wakilnya.3

Dalam pembendaharaan hukum pidana “aanslag” telah lazim

diterjemahkan dengan makar.4 Pengertian makar terdapat pada Pasal 107

KUHP, dimana redaksi aslinya ialah:

1W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 623

2Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka), Edisi ke I, h. 618

3Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 2002), Cet I, h. 7

4Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 7

Page 48: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

37

“De aanslag ondernomen men het oogmerk om omventelingteweeg

tebrengen, wordt gestraf met gevangenisstraf van ten hoogste

vifftien jaren”.5

Engelbrecht menterjemahkan Pasal tersebut dengan: “Makar yang

dilakukan dengan maksud untuk meruntuhkan pemerintahan, dihukum dengan

hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.6

Terjemahan Engelbrecht tersebut dapat diketahui bahwa terjemahan

kata aanslag itu sama dengan kata “makar”.7 Sedangkan Wiryono

Prodjodikoro menggunakan terjemahan kata makar sebagai kata aanslag yang

menurut beliau berarti serangan.8

Mengenai istilah makar dalam KUHP sendiri dimulai penafsiran

secara khusus dapat ditemui dalam Pasal 87 KUHP, yang berbunyi:

“Dikatakan ada makar untuk melakukan suatu perbuatan, apabila

niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan

seperti yang dimaksud dengan Pasal 53 KUHP.”9

Nyatalah bahwa sebenarnya makar itu sendiri adalah suatu pengertian

khusus yang berhubungan erat dengan syarat-syarat yang ada dalam hal untuk

dapat dipidananya suatu percobaan melakukan kejahatan sebagaimana yang

dimuat dalam Pasal 53 KUHP ayat (1),10

yaitu:

5Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15

6Engelbrecht, Kitab Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan Republik Indonesia,

tahun 1960, h. 1402, dikutip dari Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15

7Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 15

8Wiryono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung: PT.

Eresco, 1980), h. 187

9Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, h. 16

10Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8

Page 49: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

38

“Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah

ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya

pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena

kehendaknya sendiri.”11

Menurut Pasal 53 ayat (1) KUHP ada tiga syaratnya yang harus ada

agar seseorang dapat dipidana melakukan percobaan kejahatan, yaitu:

a. Niat.

b. Permulaan pelaksanaan.

c. Pelaksanaannya itu tidak selesai bukan semata-mata disebabkan karena

kehendaknya.12

Maksud sebenarnya dari Pasal 53 (1) KUHP itu agar pembuat (dader)

yang belum selesai mewujudkan kejahatan juga dapat dipidana, yakni dengan

ketentuan bahwa pidana yang dapat dijatuhkan kepada si pembuat yang tidak

selesai itu setinggi-tingginya ialah pidana yang ditetapkan pada kejahatan itu

dikurangi sepertiganya. Mengapa harus dikurangi sepertiga dari ancaman

maksimumnya? Karena menurut pembentuk Undang-Undang percobaan

kejahatan itu belum berupa penyerangan/pelanggaran terhadap kepentingan

hukum yang dilindungi, akan tetapi telah membahayakan terhadap

kepentingan hukum yang dilindungi Undang-Undang. Nyatalah pula bahwa

pertanggungjawaban pidana bagi pelaku percobaan itu lebih ringan dari pada

pertanggungjawaban pidana pada kejahatan yang telah selesai.13

Jika dihubungkan dengan syarat untuk dapat dipidananya, percobaan

melakukan kejahatan yang dirumuskan Pasal 53 KUHP, maka jelaslah bahwa

11Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 26

12

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8

13

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 8-9

Page 50: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

39

makar (Pasal 87 KUHP) bukan nama atau kualifikasi dari suatu kejahatan

tertentu sebagaimana yang sering kita dengar, melainkan sesuatu wujud

tingkah laku tertentu yang memenuhi unsur/syarat tertentu, syaratnya adalah:

a. Adanya niat.

b. Adanya permulaan pelaksanaan, dalam arti yang dimaksud dengan Pasal

53 ayat (1) KUHP.

Pengertian itu baru dapat menjadi suatu kejahatan makar apabila

dalam mewujudkan permulaan pelaksanaan tadi didorong oleh suatu kehendak

atau maksud yang terlarang seperti pada Pasal 104, 106, 107 KUHP.14

Dapat disimpulkan bahwa makar itu adalah suatu wujud tingkah laku

tertentu yang telah memenuhi tiga unsur dari Pasal 53 (1) KUHP, yang artinya

untuk mempidana sesuatu pelaku/pembuat (dader) yang telah melakukan

suatu perbuatan yang masuk kualifikasi kejahatan makar, sudahlah cukup

terpenuhi tiga syarat seperti yang dijelaskan dalam Pasal 53 (1) KUHP.

Dengan sejarahnya yang panjang dalam usaha meraih kemerdekaan

dari pihak penjajah, Indonesia masih belum bisa berdiri tegak kokoh dalam

mempertahankan kemerdekaannya. Setelah meraih kemerdekaanpun

Indonesia masih mendapatkan perlawanan dalam mempertahankan keutuhan

negaranya, namun kali ini perlawanan dan usaha-usaha memecah belah

Indonesia datang dari rakyat Indonesia itu sendiri. Sebagai contoh peristiwa

gerakan makar dibawah ini diantaranya:

a. Partai Komunis Indonesia (PKI)

1) Latar Belakang Tumbuh dan Berkembangnya PKI

Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai yang bertujuan

14Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 9

Page 51: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

40

menjadikan Indonesia sebagai negara Komunis. Paham Komunis di

Indonesia pada mulanya dibawa oleh seseorang yang berkebangsaan

Belanda yaitu H.J.F.M. Sneevliet. Pada tahun 1913 menjelang Perang

Dunia I, seorang aktivis politik yang berhaluan Marxis berkebangsaan

Belanda yang bernama H.J.F.M. Sneevliet tiba di Hindia Belanda. Ia

sebelumnya adalah pemimpin organisasi buruh angkutan dan anggota

Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) di Belanda.15

Untuk menanamkan pengaruhnya, Sneevliet mengadakan

kontak dengan orang-orang Belanda yang berhaluan sosialis yang ada

di Hindia Belanda, dan pada tahun 1914 bersama J.A. Brandsteder,

H.W. Dekker, dan P. Bergsma mendirikan organisasi Marxis yang

pertama di Asia Tenggara, dengan sebutan Indische Sociaal

Democratische Vereniging (ISDV). Setahun kemudian, mereka

menerbitkan majalah Het Vrije Woord (Suara Kebebasan) di Surabaya

sebagai media propaganda Marxisme. Selain majalah itu, ISDV juga

menerbitkan surat kabar Suara Mardika dan kemudian Suara Rakyat.16

Untuk menanamkan ajaran Marxisme di Hindia Belanda,

Sneevliet memanfaatkan organisasi yang sedang berkembang pesat di

Indonesia pada waktu itu, yaitu Sarekat Islam (SI). Sneevliet

menggunakan cara dengan memasukkan anggota ISDV menjadi

anggota SI, dan sebaliknya anggota SI dibolehkan menjadi anggota

15Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, (Jakarta: PT. Ghalia Indonesia, 1992), Edisi

1, Cet 2, h. 7

16

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 7

Page 52: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

41

ISDV. Pada tahun 1947 Sneevliet dan kawan-kawannya telah

mempunyai pengaruh yang kuat dikalangan anggota SI. Mereka

berhasil membawa beberapa tokoh muda SI menjadi anggota ISDV,

diantaranya adalah Semaoen dan Darsono. Kedua orang inilah yang

menjadi penyebar Marxisme ke kalangan masyarakat Indonesia.17

Nama Partai Komunis Indonesia (PKI) digunakan pertama

kali dalam Kongres di Jakarta pada bulan Juni 1924 yang diadakan

oleh Perserikatan Komunis di Hindia Belanda. Setelah itu, PKI

berhasil tumbuh menjadi partai politik yang memiliki massa pengikut

yang semakin besar.

2) Pemberontakan PKI terhadap Pemerintah Republik Indonesia

Aktivitas-aktivitas PKI mulai muncul sejak tahun 1947, saat

pemerintah Indonesia mengambil langkah diplomatik dengan Belanda,

PKI dengan tegas menentang semua langkah itu. Dalam tahun-tahun

sulit menjelang Proklamasi Kemerdekaan dan selama perang

kemerdekaan, keberadaan PKI di Indonesia tidak pernah mempunyai

sikap yang menguntungkan bagi Republik Indonesia.

Berikut beberapa pemberontakan yang dilakukan PKI

diantaranya adalah:

1) Peristiwa Tiga Daerah di Jawa Tengah.18

Pada akhir Oktober sampai dengan awal Desember

17Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 8

18

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 16

Page 53: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

42

1945, di Jawa Tengah muncul gerakan komunis yang dikenal

dengan sebutan “Peristiwa Tiga Daerah”, yakni di Tegal,

Brebes, dan Pemalang yang berpusat di Desa Talang,

Kabupaten Tegal. Para petualang politik berhaluan komunis

berhasil menghimpun massa dan berusaha merebut kekuasaan

Pemerintah Republik Indonesia dengan cara kekerasan di tiga

daerah tersebut. Massa di daerah-daerah Slawi, Pemalang, dan

Brebes dapat dipengaruhinya, tetapi kota Tegal masih dalam

penguasaan satuan-satuan Tentara Keamanan Rakyat XVII

(TKR XVII). Pada tanggal 17 Desember 1945 segera setelah

dilakukan serangan pembersihan oleh Resimen TKR XVII,

situasi keamanan di tiga daerah tersebut berhasil dipulihkan.

2) Pemberontakan PKI di Madiun pada bulan September 1948.19

Pada tanggal 1 September 1948, Comite Central Partai

Komunis Indonesia (CC PKI) pertama terbentuk dengan Muso

sebagai Ketua PKI menggantikan Sardjono. Muso membentuk

Politbiro dan Mr. Amir Sjarifuddin diangkat menjadi Sekretaris

Urusan Pertahanan, Suripno memegang Urusan Luar Negeri,

M.H. Lukman seorang tokoh muda memimpin Sekretariat

Agitasi dan Propaganda (Agitprop). Tokoh muda lainnya D.N.

Aidit dipercaya untuk memimpin Urusan Perburuhan. Orang

muda ketiga yaitu Njoto diangkat menjadi wakil PKI dalam

Badan Pekerja KNIP.

19Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 17

Page 54: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

43

Tokoh-tokoh komunis mengadakan pidato-pidato

yang bernada membakar emosi massa di Yogyakarta, Sragen,

Solo dan Madiun. Aksi-aksi untuk mendiskreditkan pemerintah

Republik Indonesia dilancarkan. Sementara itu Muso di depan

rakyat banyak senantiasa menggembar-gemborkan janji-janji

muluk PKI, sedangkan pegawai-pegawai pemerintah dan

tokoh-tokoh partai yang bukan PKI dijadikan sasaran terornya.

Aksi-aksi kerusuhan lain kemudian menyusul. Aksi-

aksi kerusuhan oleh PKI di kota Solo diwarnai oleh penculikan,

pembunuhan dan teror bersenjata. Kolonel Soetarto, Panglima

Divisi IV/Panembahan Senopati, dibunuh karena tidak setuju

dengan rencana pemberontakan PKI, kemudian disusul

pembunuhan terhadap Dr. Muwardi sebagai pimpinan Barisan

Banteng.

Pada tanggal 18 September 1948 pukul 03.00 ketika

seluruh perhatian ditujukan ke kota Solo, meletuslah di kota

Madiun tiga kali tembakan pistol sebagai tanda dimulainya

pemberontakan yang dilakukan PKI. Dengan didukung oleh

kekuatan satu brigade FDR/PKI di bawah pimpinan Sumarsono

dan Kolonel Djokosujono, kaum komunis melakukan

perebutan kekuasaan di Madiun dan memproklamasikan

berdirinya “Soviet Republik Indonesia”. Pemberontakan dan

proklamasi itu jelas mengkhianati Proklamasi 17 Agustus

1945. Pasukan PKI kemudian bergerak merebut objek-objek

vital, seperti kantor-kantor pemerintah, Markas Sub-Teritorial

Page 55: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

44

Comando Madiun, Markas Polisi Militer, Bank, serta Kantor

Pos dan Telepon, dan Markas Staf Pertahanan Djawa Timur

(SPDT).20

Setelah mengadakan pembahasan secara mendalam,

Pemerintah Republik Indonesia menjawab tantangan PKI

dengan mempersilahkan rakyat memilih “Muso dengan PKI-

nya atau Soekarno-Hatta”. Ternyata rakyat memilih Soekarno-

Hatta. Pasukan TNI segera digerakkan untuk melakukan

penumpasan dibawah pimpinan Kolonel Gatot Subroto sebagai

Gubernur Militer Pati-Solo-Madiun, dan Kolonel Sungkono

sebagai Gubernur Militer Jawa Timur. Pemberontakan PKI-

Madiun ini segera ditumpas oleh satuan-satuan TNI dari

Brigade Sadikin, Kusno Utomo (Jawa Barat), Surachmat (Jawa

Timur) dan satuan-satuan dari Divisi II (Jawa Tengah), serta

satuan-satuan yang didukung oleh massa rakyat yang bangkit

menentang PKI.

Dua minggu kemudian, yakni pada tanggal 30

September 1948, pasukan TNI telah berhasil menduduki

kembali kota Madiun. Pada tanggal 4 Desember 1948 setelah

pemberontakan PKI-Madiun berhasil ditumpas dan Muso

tertembak mati, beberapa minggu kemudian Mr. Amir

Sjarifuddin, Suripno, Sardjono, Harjono, dan Djokosujono juga

terbunuh. Tokoh-tokoh PKI yang berhasil melarikan diri antara

lain adalah Abdul Majid, Alimin, Ngadiman Hardjosuprapto,

20Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, h. 22

Page 56: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

45

D.N. Aidit, Njoto, Tan Ling Djie, dan Sumarsono.

3) Gerakan 30 September/PKI

Setelah gagal pada usaha pertamanya dalam

pemberontakan di Madiun pada tahun 1948, rupanya PKI

belum berhenti dalam upaya mengkomuniskan Indonesia.

Rencana operasi perebutan kekuasaan oleh PKI sudah lama

disiapkan, tetapi pelaksanaan perintah operasinya masih

menunggu saat yang tepat. Hal ini disebabkan karena pimpinan

Angkatan Darat dinilai sebagai penghalang program PKI.

Menurut pengakuan Sjam Kamaruzaman (Ketua Biro Khusus

PKI) di depan Mahkamah Militer Luar Biasa, dalam diskusi-

diskusi Comite Central (CC) PKI sejak tahun 1965, pimpinan

Angkatan Darat dinilai sebagai penghalang pelaksanaan

program PKI dan menunjukan sikap permusuhan terhadap

PKI.21

Di pihak lain TNI AD yang pada umumnya terdiri dari

para pejuang ’45, merupakan kekuatan ideologis Pancasila

yang kompak dan berpengalaman dalam menghadapi ancaman

komunis seperti pengalaman mereka menghadapi

pemberontakan PKI Madiun 1948.22

Setelah berbagai aksi propaganda, memanipulasi

pidato-pidato Soekarno, infiltrasi ideologi komunis dan

21Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan

Indonesia. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008), h. 8

22

Alex Dinuth, Dokumen Terpilih Sekitar G.30.S/PKI. (Jakarta: Intermasa, 1997), h. viii

Page 57: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

46

pelatihan militer di Lubang Buaya, pada hari Jum’at tanggal 1

Oktober 1965 pukul 04.00 dini hari, PKI mulai melancarkan

perebutan kekuasaan dengan diawali penculikan dan

pembunuhan enam perwira tinggi dan seorang perwira

pertama. Menurut rencana, pelaksanaannya ialah tanggal 30

September 1965 pada jam yang sama. Pengunduran waktu

selama 24 jam yang diputuskan oleh Sjam itu disebabkan para

komandan satuan yang akan melakukan penculikan, belum

seluruhnya terkumpul.23

Sebelumnya pada tanggal 30 September malam, untuk

pertama kalinya diadakan rapat di rumah Sjam Kamaruzaman

untuk melancarkan serangan. Secara politis G.30.S/PKI

dikendalikan oleh Dewan Militer. Dalam Dewan Militer, D.N.

Aidit bertindak sebagai Ketua, Sjam sebagai wakil yang

memegang pimpinan pelaksana G.30.S/PKI. Operasi militer

dipegang oleh Kolonel A Latief sebagai Komandan Central

Komando yang dikendalikan dari Gedung Penas di pinggir

Jakarta bypass dekat dengan Halim.24

Letkol Untung Samsuri, Danyon-1/Kawal Kehormatan

Resimen Tjakrabirawa yang bertugas menjaga keselamatan

Presiden, dipilih menjadi pimpinan gerakan. Disini D.N. Aidit

bermaksud untuk mengelabui bahwa yang bergerak keluar

23Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan

Indonesia, h. 20

24

Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan

Indonesia, h. 21

Page 58: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

47

adalah Pasukan Pengawal Presiden, dan sekaligus memberikan

kesan bahwa gerakan itu merupakan masalah intern Angkatan

Darat yang dilakukan oleh Pasukan Pengawal Presiden untuk

melindungi Presiden dari upaya perebutan kekuasaan yang

akan dilakukan Dewan Jenderal.25

Dewan Jenderal adalah hasil

hasutan yang dilakukan oleh PKI dengan maksud menanamkan

kebencian kepada TNI.

Dalam rapat Dewan Militer itu D.N. Aidit

memerintahkan kepada Letkol Untung lewat Sjam (Ketua Biro

Khusus PKI) untuk melakukan persiapan. Pada tanggal 30

September pukul 10.00, Letkol Untung memberikan

pengarahan kepada para pimpinan pelaksana G.30.S/PKI di

Lubang Buaya. Dalam pengarahan itu Letkol Untung

mengatakan akan diadakannya gerakan pendahuluan untuk

memberi pukulan yang menentukan terhadap kekuatan yang

mereka sebut sebagai Dewan Jenderal.

Gerakan itu di atas kertas seluruhnya berkekuatan satu

divisi yang disebut “Divisi Ampera”, sedangkan operasi

pendahuluan diberi nama sandi “Operasi Takari”, yang terdiri

dari Pasukan Pasopati (bertugas melakukan penculikan

terhadap para perwira tinggi AD), Pasukan Bima Sakti

(bertugas menguasai Jakarta), dan Pasukan Gathutkaca

(bertugas sebagai pasukan cadangan yang berada di Lubang

Buaya). Tetapi dalam rapat pada tanggal 29 September malam

25Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan

Indonesia, h. 22

Page 59: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

48

D.N. Aidit merubah nama “Operasi Takari” menjadi “Gerakan

30 September”.26

Gerakan 30 September PKI yang merupakan

gerakan militer berhasil menculik dan membunuh, Letjen TNI

Ahmad Yani (Men/Pangad), Mayjen TNI Suprapto (Deputi-

II/Pangad), Mayjen TNI Haryono M.T. (Deputi-III/Pangad),

Mayjen TNI S. Parman (Asisten-I/Pangad), Brigjen TNI D.I.

Pandjaitan (Asisten-IV/Pangad) dan Brigjen TNI Sutojo

Siswomihardjo (Oditur Jenderal Militer/Inspektur Kehakiman

AD). Penculikan terhadap Jenderal A.H. Nasution yang

menjadi sasaran utama gagal karena berhasil menyelamatkan

diri.27

Namun, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan

ajudannya Lettu CZI Pierre Andreas Tendean menjadi korban

dan tewas dalam upaya penculikan tersebut.

b. Pemberontakan DI/TII

Setelah empat tahun Indonesia meraih kemerdekaan, gejolak

dalam bangsa Indonesia rupanya belum berakhir. Bukan dari pihak asing,

melainkan dari dalam tubuh bangsa Indonesia sendiri. Di dasari atas

ketidakpuasan terhadap keputusan-keputusan yang diambil oleh

pemerintah pusat, rakyat yang berada di daerah akhirnya muncul dan

mulai menunjukan sikap perlawanan kepada pemerintah pusat. Salah satu

26Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan

Indonesia, h. 22

27

Hendro Subroto, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya Mengkomuniskan

Indonesia, h. 23

Page 60: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

49

yang menunjukan sikap perlawanan ini adalah Darul Islam. Berikut

beberapa contoh pemberontakan yang dilakukan DI/TII.

1) Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

Darul Islam atau yang disebut juga dengan Negara Islam

Indonesia (NII) didirikan oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo yang

ditandai dengan pembacaan proklamasi oleh Kartosuwiryo pada

tanggal 7 Agustus 1949 di Desa Cisampang, Kewedanaan Cisayong,

Tasikmalaya. Negara ini tumbuh dalam masa perang di tengah-tengah

revolusi nasional masih sedang berjalan. Melalui proklamasi itu,

Kartosuwiryo dan para pengikutnya secara tegas memisahkan diri dari

negara kesatuan RI, dengan kata lain memberontak terhadap

pemerintah yang sah.28

Pada saat masa Perjanjian Renville29

, Kartosuwiryo melihat

peluang untuk merealisasikan cita-citanya. Kartosuwiryo menganggap

perjanjian itu sangat merendahkan pemerintah dan berarti pemerintah

sudah berkapitulasi terhadap Belanda. Dalam salah satu keputusan

Renville itu ialah pemindahan pasukan RI yaitu pasukan Siliwangi dari

Jawa Barat ke Jawa Tengah. Akan tetapi laskar di daerah tersebut

seperti laskar Hizbullah dan laskar Sabilillah tidak bersedia

dipindahkan. Mereka tetap bertahan di Jawa Barat dan berkonsentrasi

di Gunung Cupu.

28Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi”,

(Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 2012), Cet I, h. 405-406

29

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani

pada tanggal 17 Januari 1948 diatas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral,

yaitu USS Renville yang berlabuh di pelabuhan Tanjunng Priok, Jakarta.

Page 61: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

50

Pemindahan pasukan itu dan pembentukan Negara Pasundan

oleh Belanda pada Maret 1948 mengakibatkan vakumnya kekuasaan

RI di Jawa Barat. Hal ini dimanfaatkan oleh Kartosuwiryo, yang pada

mulanya menunjang perjuangan RI namun kemudian berbalik dan

diarahkan untuk merealisasikan cita-citanya untuk mendirikan Negara

Islam.30

Pada tanggal 10-11 Februari 1948, Kartosuwiryo dan para

pengikutnya mengadakan konferensi untuk yang pertama kali. Dalam

konferensi ini menghasilkan beberapa keputusan yang diantaranya

adalah mengubah sistem ideologi Islam Partai Masyumi dari

kepartaian menjadi kenegaraan. Dalam konferensi ini juga mengangkat

Kartosuwiryo sebagai Imam umat Islam Jawa Barat dan penunjukan

Oni Qital yang seorang pengikut fanatik Kartosuwiryo menjadi

pimpinan Tentara Islam Indonesia.

Sejak awal 1949, Kartosuwiryo menganggap daerah Jawa

Barat sebagai daerah de facto NII. Karena hal itu, ia menyatakan

bahwa setiap pasukan yang masuk ke Jawa Barat berarti melanggar

kedaulatan NII. Mereka akan dihancurkan apabila melanggar peraturan

itu, namun Kartosuwiryo membuat pengecualian dengan harus

mengakui NII apabila tidak ingin dihancurkan.31

Untuk mengembalikan daerah Jawa Barat ke Negara Kesatuan

30Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.

406

31Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.

407

Page 62: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

51

Republik Indonesia, maka pasukan yang tadinya dihijrahkan ke Jawa

Tengah akibat perjanjian Renville, kembali ke Jawa Barat dengan

melakukan penyusupan dan long march kembali ke daerah asal

mereka. Pada tahun 1960 pasukan Siliwangi bersama rakyat

melakukan operasi Pagar Betis dan operasi Bratayudha. Akhirnya pada

tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo beserta para pengikutnya dapat

ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi Bratayudha di

Gunung Geber, Majalaya, Jawa Barat. Kemudian, oleh Mahkamah

Angkatan Darat Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati sebagai akibat

pemberontakannya itu sehingga pemberontakan DI/TII di Jawa Barat

dapat dipadamkan.32

Gerakan Darul Islam atau Negara Islam Indonesia (NII) yang

didirikan oleh Kartosuwiryo ini adalah sebagai bentuk embrio dari

gerakan-gerakan Darul Islam yang berada di daerah lainnya seperti

Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.

2) Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah

Tidak berbeda jauh seperti apa yang terjadi di Jawa Barat,

awal mula terjadinya pemberontakan di Jawa Tengah oleh gerakan

DI/TII ini disebabkan akibat dari Perjanjian Renville. Akibat perjanjian

ini, daerah Pekalongan di Jawa Tengah juga ditinggalkan oleh

kesatuan TNI dan aparat pemerintahan. Karena hal ini timbullah

kevakuman pemerintah di daerah ini. Kevakuman ini dimanfaatkan

32http://www.artikelsiana.com./2014/09/pemberontakan-DI/TII-cara-pemerintah-

penanggulangannya.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015

Page 63: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

52

oleh Amir Fatah. Pada tahun 1948, ia membawa tiga kompi pasukan

Hizbullah yang tidak di-TNI-kan ke daerah Pekalongan. Amir Fatah

mengaku mendapat intruksi dari Panglima Besar Jenderal Soedirman

untuk mengadakan gerakan imbangan di daerah Tegal dan Brebes

terhadap usaha Belanda dan mencegah Kartosuwiryo melebarkan

pengaruhnya di Jawa Tengah.33

Setelah Belanda melancarkan agresi militer pada pada 19

Desember 1948, pasukan TNI mengadakan penyusupan dan

perlawanan ke daerah Pekalongan, Tegal dan Brebes. Di daerah ini

pasukan TNI mengadakan kerja sama dengan Amir Fatah, kemudian

Amir Fatah di angkat sebagai kepala koordinator perlawanan di daerah

Tegal dan Brebes.

Namun pada Maret 1949, Amir Fatah mengadakan pertemuan

dengan utusan Kartosuwiryo di Desa Pengarasan, Bumiayu. Dalam

perundingan ini Amir Fatah berjanji akan bergabung dengan

Kartosuwiryo. Sebagai buktinya ia diangkat sebagai komandan

pertempuran Jawa Tengah dengan pangkat Mayor Jenderal TII. Pada

akhir April 1949, ia menyerahkan jabatan sebagai ketua koordinator

perlawanan Tegal-Brebes kepada Mayor Wongsonegoro. Ia beralasan

bahwa TNI berlaku tidak baik kepada anggota bentukannya yaitu

Majelis Islam. Kemudian dia menarik pasukannya dari Tegal-Brebes

ke desa Pengarasan.34

33Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.

408

34

Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.

408

Page 64: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

53

Di daerah ini pula ia memproklamasikan berdirinya Negara

Islam Jawa Tengah. Sejak saat itulah ia dan pasukannya memulai

pengacauan dan penyerangan terhadap kedudukan TNI. Mereka

berhasil merebut pos pertahanan TNI di Bentarsari dan melucuti

senjata TNI yang ada di pos tersebut. Mereka juga menculik rakyat dan

aparat pemerintah yang tidak setuju dengan Darul Islam. Pasukan

Brimob yang sedang berpatroli pun mereka serang dan pimpinan

pasukan itu pun mereka bunuh.

Daerah Bumiayu dan sekitarnya dijadikan basis pertahanan

gerakan Amir Fatah ini. Untuk menumpas gerakan Amir Fatah ini,

TNI membentuk satuan tempur. Serangan dilancarkan terhadap

konsentrasi pasukan Amir Fatah di Desa Tembangrejo. Begitu pula

terhadap pasukan Amir Fatah di Citimbul dan basisnya di Pengarasan.

Akibat serangan ini Amir Fatah pun melarikan diri. Pada Oktober

1951, akhirnya Amir Fatah tertangkap saat operasi penumpasan

gerakannya oleh TNI dan pada saat itu pula gerakan Amir Fatah di

Jawa Tengah ini berakhir.35

B. Macam-Macam Kejahatan Makar

Adapun kejahatan yang masuk dalam kategori makar yang

mengancam kepentingan hukum atas keamanan dan keselamatan negara RI

sebagaimana dimuat dalam Bab I Buku II KUHP, terdiri dari 3 bentuk, yaitu:36

35Daud Aris Tanudirjo...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan Revolusi, h.

408

36

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 11

Page 65: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

54

1. Makar yang Menyerang Keamanan Presiden atau Wakilnya

Pada Pasal 104 KUHP dirumuskan:

“makar dengan maksud untuk menghilangkan nyawa, atau

merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden

atau Wakil Presiden menjalankan pemerintahan, diancam dengan

pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara sementara paling lama 20 (dua puluh) tahun”.37

Jika rumusan itu dirinci, maka makar yang menyerang keamanan

Presiden atau Wakilnya yang dirumuskan dalam Pasal 104 KUHP itu

adalah sebagai berikut:

Unsur Obyektif: Perbuatan makar (penyerangan)

Unsur Subyektif: Maksud yang ditujukan pada:

1) Menghilangkan nyawa Presiden atau Wakilnya.

2) Merampas kemerdekaan Presiden atau Wakilnya

3) Meniadakan kemampuan Presiden atau Wakilnya yang menjalankan

pemerintahan

Makar itu dilakukan dengan kekerasan, sebab tanpa kekerasan

tidaklah dapat dilaksanakan pembunuhan Presiden atau penggulingan

pemerintahan. Ini berarti bahwa sekelompok orang dengan pernyataan

tertulis disertai dengan unjuk rasa yang menghendaki supaya Presiden atau

pemerintahan turun/ganti tidaklah dapat disebut melakukan kejahatan

makar.38

2. Makar yang Menyerang Keamanan dan Keutuhan Wilayah Negara

Integritas suatu negara adalah terjaminnya keamanan dan

37

Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan

Tantangan), (Jakarta: Pustaka Firdaus,2001) Cet I, h. 71

38

Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan

Tantangan), h. 74

Page 66: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

55

keutuhan wilayah negara. Karena itu keamanan dan keutuhan wilayah

negara adalah wajib dipertahankan. Kejahatan yang menyerang keamanan

dan keutuhan wilayah ini adalah juga berupa kejahatan makar. Kejahatan

makar yang dimaksud ini adalah yang dirumuskan pada Pasal 106 KUHP,

yang rumusannya ialah:39

“makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah

negara jatuh ketangan musuh atau memisahkan sebagian dari

wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara sementara paling lama 20 (dua puluh) tahun”.

Unsur Obyektif: Perbuatan (makar).

Unsur Subyektif: Maksud yang ditujukan pada 2 hal, yakni:

a. Seluruh atau sebagian wilayah negara jatuh ketangan musuh;

b. Memisahkan sebagian dari wilayah negara.

Perbuatan makar disini tidak identik atau tidak sama dengan

kekerasan (geweld). Perbuatan dalam makar yang oleh Pasal 87 KUHP

disebutkan sebagai permulaan pelaksanaan, adalah berupa segala macam

bentuk perbuatan dengan maksud untuk sebagian atau seluruh wilayah RI

jatuh ketangan musuh dan atau sebagian wilayahnya terpisah dengan

wilayah kesatuan negara RI. Wujud perbuatan itu bisa bermacam-macam

yang jika dilihat dari Pasal 53 KUHP adalah berupa perbuatan pelaksanaan

dalam rangka mencapai maksud tersebut.

Dalam kejahatan ini tidak diperlukan benar-benar seluruh atau

sebagian wilayah RI itu jatuh ketangan/kedalam kekuasaan musuh atau

telah terpisahnya sebagian wilayah dari wilayah kesatuan negara RI. Yang

39Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 19

Page 67: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

56

harus timbul bukan akibat-akibat itu, akan tetapi wujud perbuatan yang

apabila dilihat dari Pasal 53 (1) KUHP adalah dapat berupa wujud

permulaan pelaksanaan perbuatan dalam rangka mencapai maksud

memisahkan sebagian wilayah RI atau jatuhnya wilayah RI ke dalam

kekuasaan musuh tersebut.

3. Makar yang Menyerang Kepentingan Hukum Tegaknya

Pemerintahan Negara

Yang dimaksudkan ini ialah kejahatan yang dirumuskan dalam

Pasal 107 KUHP, yang rumusannya adalah sebagai berikut:40

(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah,

diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun;

(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat (1),

diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

sementara paling lama 20 (dua puluh) tahun.

Perbuatan makar yang pada dasarnya berupa wujud permulaan

pelaksanaan (dari suatu perbuatan) sebagaimana dimaksud Pasal 53 (1)

KUHP dalam rangka mencapai tujuan menggulingkan pemerintahan atau

tergulingnya pemerintahan, tidaklah perlu berupa perbuatan yang begitu

dahsyatnya dengan kekerasan menggunakan senjata. Makar disini

sudahlah cukup misalnya dengan membentuk organisasi dengan alat-

alatnya seperti anggaran dasar, program kerja, tujuan yang ingin dicapai

dan sebagainya yang semua wujud-wujud kegiatan itu menuju pada suatu

tujuan yang kebih besar ialah menggulingkan pemerintahan yang sah.

40Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 19-20

Page 68: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

57

C. Makar dalam Hukum Positif

1. Pengaturan Makar dalam KUHP

Pengaturan makar dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana) sebagaimana dimuat dalam Bab I Buku II KUHP, terdiri dari 3

bentuk, yaitu:

a) Makar yang menyerang terhadap kepentingan hukum bagi

keamanan Kepala Negara atau Wakilnya (Pasal 104 KUHP);

b) Makar yang menyerang terhadap kepentingan hukum bagi

keamanan, keselamatan, dan keutuhan wilayah negara (Pasal 106

KUHP);

c) Makar yang menyerang terhadap kepentingan hukum bagi

tegaknya pemerintahan negara atau menggulingkan pemerintahan

(Pasal 107 KUHP).41

Dalam pengaturan makar atau kejahatan yang berhubungan

dengan makar yang mengancam keamanan, keselamatan, dan keutuhan

negara. Disini penulis mencoba merumuskan kejahatan yang berkaitan

dengan keamanan, keselamatan dan keutuhan negara dengan

memfokuskan pada Pasal 104 KUHP, Pasal 106 KUHP, Pasal 107

KUHP, Pasal 108 KUHP dan Pasal 110 KUHP. Berikut uraian pasal

tersebut:

a) Kejahatan Makar

Dalam kejahatan makar terhadap negara, makar terhadap

nyawa atau kemerdekaan Kepala Negara atau Wakilnya tercantum

41Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1978), h.

11

Page 69: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

58

dalam Pasal 104 KUHP, makar terhadap/untuk memisahkan wilayah

negara tercantum dalam Pasal 106 KUHP dan makar untuk

menggulingkan pemerintahan yang sah tercantum dalam Pasal 107

KUHP.42

Pasal 104 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas

kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau

Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau

pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara

paling lama dua puluh tahun.”43

Pasal 106 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“Makar dengan maksud supaya seluruh atau sebagian wilayah

negara jatuh ke tangan musuh atau memisahkan sebagian dari

wilayah negara, diancam dengan pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”

Pasal 107 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

(1) Makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(2) Para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat

(1), diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjarasementara paling lama dua puluh tahun.44

b) Kejahatan Pemberontakan

Kejahatan pemberontakan dirumuskan dalam Pasal 108

KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

(1) Barangsiapa bersalah karena pemberontakan, diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun:

1. orang yang melawan Pemerintah Indonesia dengan

senjata;

42Djoko Prakoso, Tindak Pidana Makar menurut KUHP, (Jakarta: Ghalia Indonesia,

1986), h. 9

43

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, h. 43

44

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45

Page 70: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

59

2. orang yang dengan maksud melawan Pemerintahan

Indonesia menyerbu bersama-sama atau menggabungkan

diri pada gerombolan yang melawan Pemerintahan

dengan senjata.

(2) Para pemimpin dan para pengatur pemberontakan diancam

dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara

paling lama dua puluh tahun.45

c) Pemufakatan Jahat Untuk Melakukan Kejahatan

Pemufakatan jahat untuk melakukan kejahatan diatur dalam

Pasal 110 KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

(1) Permufakatan jahat untuk melakukan kejahatan menurut pasal 104, 106, 107 dan 108 diancam berdasarkan ancaman pidana dalam pasal-pasal tersebut.

(2) Pidana yang sama diterapkan terhadap orang-orang yang dengan maksud berdasarkan pasal 104, 106, 107 dan 108, mempersiapkan atau memperlancar kejahatan:

1. berusaha menggerakan orang lain untuk melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan agar memberi bantuan pada waktu melakukan atau memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan;

2. berusaha memperoleh kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan bagi diri sendiri atau orang lain;

3. memiliki persediaan barang-barang yang diketahuinya berguna untuk melakukan kejahatan;

4. Mempersiapkan atau memiliki rencana untuk melaksanakan kejahatan yang bertujuan untuk diberitahukan kepada orang lain;

5. berusaha mencegah, merintangi atau menggagalkan tindakan yang diadakan oleh pemerintah untuk mencegah atau menindas pelaksanaan kejahatan.

(3) Barang-barang sebagaimana yang dimaksud dalam butir 3 ayat sebelumnya, dapat dirampas.

(4) Tidak dipidana barang siapa yang ternyata bermaksud hanya mempersiapkan atau memperlancar perubahan ketatanegaraan dalam artian umum.

(5) Jika dalam salah satu hal seperti yang dimaksud dalam ayat 1 dan 2 pasal ini, kejahatan sungguh terjadi, pidananya dapat dilipatkan dua kali.

46

45Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46

46

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 47

Page 71: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

60

2. Pengaturan Makar di Luar KUHP

Dahulu di Indonesia diatur ketentuan mengenai masalah

kegiatan subversi dalam Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963

Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.47

Dilihat dari definisinya,

makar memiliki pengertian yang sama dengan definisi subversi yaitu:

gerakan bawah tanah untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang

Pemberantasan Kegiatan Subversi, dalam bab I diterangkan tentang

subversi adalah:

Pasal 1, bunyi rumusannya, ialah:

(1) Dipersalahkan melakukan tindak pidana subversi:

1. Barangsiapa melakukan suatu perbuatan dengan maksud

atau nyata-nyata dengan maksud atau yang diketahuinya

atau patut diketahuinya dapat:

a. Memutarbalikan, merongrong atau menyelewengkan

ideologi negara Pancasila atau haluan negara, atau

b. Menggulingkan, merusak atau merongrong

kekuasaan negara atau kewajiban pemerintah yang

sah atau aparatur negara, atau

c. Menyebarkan rasa permusuhan atau menimbulkan

permusuhan, perpecahan, pertentangan, kekacauan,

kegoncangan atau kegelisahan diantara kalangan

penduduk atau masyarakat yang bersifat luas

diantara Negara Republik Indonesia dengan sesuatu

Negara Sahabat, atau mengganggu, menghambat

atau mengacaukan bagi industri, produksi, distribusi,

perdagangan, koperasi atau pengangkutan yang

diselenggarakan oleh pemerintah atau berdasarkan

keputusan pemerintah, atau yang mempunyai

pengaruh luas terhadap hajat hidup rakyat;

2. Barangsiapa melakukan sesuatu perbuatan kegiatan yang

menyatakan simpati bagi musuh Negara Republik

Indonesia atau Negara yang sedang tidak bersahabat

dengan Negara Indonesia.

47Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi.

Page 72: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

61

3. Barangsiapa yang melakukan pengrusakan atau

penghancuran bangunan yang mempunyai fungsi untuk

kepentingan umum ataupun milik perorangan atau badan

yang dilakukan secara luas;

4. Barangsiapa melakukan kegiatan mata-mata;

5. Barangsiapa melakukan sabotase.48

(2) Dipersalahkan juga melakukan tindak pidana subversi

barangsiapa memikat perbuat tersebut pada ayat (1) tersebut

diatas.

Pasal 2, bunyi rumusannya, ialah:

Yang dimaksudkan dengan kegiatan mata-mata ialah

perbuatan melawan hukum untuk:

a. memiliki, menguasai atau memperoleh dengan maksud untuk

meneruskannya langsung maupun tidak langsung kepada negara

atau organisasi asing ataupun organisasi kaum kontra

revolusioner, sesuatu peta, rancangan, gambar atau tulisan

tentang bangunan-bangunan militer atau rahasia militer ataupun

keterangan tentang rahasia pemerintah dalam bidang politik,

diplomasi, atau ekonomi;

b. melakukan penyelidikan untuk musuh atau negara lain tentang

hal tersebut pada huruf a atau menerima dalam pemondokan,

menyembunyikan atau menolong seseorang penyelidik musuh;

c. mengadakan, memudahkan atau menyebarkan propaganda

untuk musuh atau negara lain yang sedang dalam keadaan tidak

bersahabat dengan Negara Republik Indonesia;

d. melakukan suatu usaha bertentangan dengan kepentingan

negara sehingga, terhadap seseorang dapat dilakukan

penyelidikan, penuntutan, perampasan atau pembatasan

kemerdekaan, penjatuhan pidana atau tindakan lainnya oleh

atau atas kekuasaan musuh;

e. memberikan kepada/atau menerima dari musuh atau negara lain

yang sedang tidak bersahabat dengan Negara Republik

Indonesia atau pembantu-pembantu musuh atau negara itu,

sesuatu barang atau uang, atau melakukan sesuatu perbuatan

yang menguntungkan musuh atau negara itu atau pembantu-

pembantunya, atau menyukarkan, merintangi atau

menggagalkan sesuatu tindakan terhadap musuh atau negara itu

atau pembantu-pembantunya;49

48Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi.

49

Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi.

Page 73: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

62

Pasal 3, bunyi rumusannya, ialah:

Yang dimaksudkan dengan sabotase ialah perbuatan

seseorang yang dengan maksud atau nyata-nyata dengan maksud, atau

yang mengetahuinya atau patut diketahuinya merusak, merintangi,

menghambat, merugikan atau meniadakan sesuatu yang sangat penting

bagi usaha pemerintah, mengenai:

a. bahan-bahan pokok keperluan hidup rakyat yang diimpor atau

diusahakan oleh pemerintah;

b. produksi, distribusi dan koperasi yang diawasi pemerintah;

c. obyek-obyek dan proyek-proyek militer, industri produksi dan

perdagangan negara;

d. proyek-proyek pembangunan semesta mengenai industri,

produksi, distribusi dan perhubungan lalu lintas;

e. instalasi-instalasi negara;

f. perhubungan lalu lintas (darat, laut, udara dan

telekomunikasi).50

Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang

Pemberantasan Kegiatan Subversi ini terkenal “karet” dan merupakan

“jala tidak berujung” yang dapat menjerat siapapun. 51

Dan juga sanksi

hukuman untuk pelaku yang melakukan tindak pidana subversi ini

tergolong berat, hal ini sesuai dengan bab IV Undang-Undang Nomor

11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi, yaitu:

Pasal 13, bunyi rumusannya ialah:

(1) Barangsiapa melakukan tindak pidana subversi yang

dimaksudkan dalam pasal 1 ayat (1) angka 1, 2, 3, 4 dan ayat

(2) dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup

atau pidana penjara selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun.

(2) Barangsiapa melakukan tindak pidana subversi yang

dimaksudkan dalam pasal 1 ayat (1) angka 5 dipidana dengan

pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

selama-lamanya 20 (dua puluh) tahun dan/atau denda setinggi-

tingginya 30 (tiga puluh) juta rupiah.

Oleh karena itu, undang-undang ini telah dihapuskan pada

50Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi.

51

http://[email protected]. Diakses pada tanggal 15 April 2015

Page 74: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

63

zaman pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden B.J Habibie.

Dengan alasan yang disebutkan:52

a. Bahwa hak asasi manusia sebagai anugerah Tuhan Yang Maha

Esa secara kodrati melekat pada diri manusia, meliputi antara

lain hak memperoleh kepastian hukum dan persamaan

kedudukan di dalam hukum, keadilan dan rasa aman, hak

mengeluarkan pendapat, berserikat dan berkumpul serta

meningkatkan kesejahteraan masyarakat berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Bahwa Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang

Pemberantasan Kegiatan Subversi bertentangan dengan hak

asasi manusia dan prinsip negara yang berdasarkan atas hukum

serta menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga dalam

penerapannya menimbulkan ketidakadilan dan keresahan di

dalam masyarakat.

Melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara,53

telah

ditambahkan 6 Pasal tentang kejahatan baru kedalam 6 Bab, menjadi

Pasal 107 a, 107 b, 107 c,107 d, 107 e, dan 107 f KUHP. Kejahatan-

kejahatan mengenai keamanan negara yang baru ini, dapat

dikelompokkan ke dalam 3 macam, yakni:

a. Kejahatan-kejahatan mengenai dan dalam hal larangan ajaran

atau paham Komunisme/Marxisme-Leninisme (107 a, 107 c,

107 d, dan 107 e KUHP).

b. Kejahatan mengenai menyatakan keinginan untuk meniadakan

atau mengganti dasar negara Pancasila. (107 b KUHP).

52

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Pencabutan

Undang-Undang Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan Subversi.

53

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Page 75: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

64

c. Kejahatan sabotase (107 f KUHP).54

Rumusan dari 6 Pasal berikut diantaranya adalah:

Pasal 107 a KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum

dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun,

menyebarkan atau mengembangkan ajaran

Komunisme/Marxisme-Leninisme dalam segala bentuk dan

perwujudannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama

12 (dua belas) tahun.”55

Pasal 107 b KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun, menyatakan keinginan untuk meniadakan atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

Pasal 107 c KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme yang berakibat timbulnya kerusuhan dalam masyarakat, atau menimbulkan korban jiwa atau kerugian harta benda, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.”

56

Pasal 107 d KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“barangsiapa yang secara melawan hukum di muka umum dengan lisan, tulisan, dan atau melalui media apapun menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme dengan maksud mengubah atau mengganti Pancasila sebagai dasar negara, dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun.”

57

54

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 173

55Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45

56

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 45

57

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46

Page 76: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

65

Pasal 107 e KUHP, bunyi rumusannya, ialah:

“Dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun:

a. barangsiapa yang mendirikan organisasi yang diketuai

atau patut diduga menganut ajaran Komunisme/Marxisme-

Leninisme atas dalam segala bentuk dan perwujudannya;

atau

b. barangsiapa yang mengadakan hubungan dengan atau

memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam

maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan

ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme atau dengan

segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud

mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintahan

yang sah.”58

Pasal 107 f KUHP, bunyi rumusannya, adalah:

“Dipidana karena sabotase dengan pidana penjara seumur hidup

atau paling lama 20 (dua puluh) tahun:

a. barang siapa yang secara melawan hukum merusak, membuat

tidak dapat dipakai, menghancurkan, atau memusnahkan

instalasi negara atau militer; atau

b. barangsiapa yang secara melawan hukum menghalangi atau

menggagalkan pengadaan atau distribusi bahan pokok yang

menguasai hajat hidup orang banyak sesuai dengan kebijakan

pemerintah.”59

58

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46

59

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, h. 46

Page 77: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

66

BAB IV

SANKSI BUGHAT DAN MAKAR MENURUT PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM DAN HUKUM POSITIF

A. Sanksi Hukum Terhadap Bughat

Dalam menentukan sanksi bagi bughat dibagi menjadi tiga bentuk,

yakni; Pertama, bughat yang melakukan tindak pidana yang berkaitan

langsung dengan pemberontakan. Yang dimaksud tindak pidana yang

berkaitan langsung dengan pemberontakan adalah berbagai tindak pidana yang

muncul sebagai bentuk pemberontakan terhadap pemerintah, seperti perusakan

fasilitas publik, pembunuhan, penganiayaan, penawanan dan lain sebagainya.

Sebagai konsekuensi dari berbagai kejahatan yang langsung berkaitan dengan

pemberontakan tersebut, maka bughat mendapat hukuman mati (jarimah

hudud). Akan tetapi, jika pemimpin/imam memberikan pengampunan

(amnesti), maka bughat akan mendapatkan jarimah ta‟zir.

Kedua, bughat yang melakukan tindak pidana yang tidak berkaitan

langsung dengan pemberontakan. Yang dimaksudkan dengan tindak pidana

yang tidak berkaitan langsung dengan pemberontakan adalah berbagai tindak

kejahatan yang tidak ada korelasinya dengan pemberontakan, tapi dilakukan

pada saat terjadinya pemberontakan atau peperangan. Beberapa kejahatan

tersebut seperti minum-minuman keras, zina atau perkosaan, pencurian, dan

lain sebagainya. Ketika beberapa perbuatan tersebut dilakukan, maka bughat

akan mendapatkan jarimah hudud dan hukuman sesuai dengan kejahatan yang

dilakukan oleh bughat.

Page 78: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

67

Selanjutnya yang ketiga, bughat yang tidak memiliki kekuatan

pasukan maupun kekuatan senjata dan tidak memiliki daerah pertahanan yang

mereka gunakan untuk berperang, maka pemerintah boleh menahan atau

memenjarakan mereka sampai mereka kembali taat dan taubat. Sedangkan

bughat yang memiliki kekuatan pasukan maupun kekuatan senjata dan

memiliki suatu daerah pertahanan yang mereka gunakan untuk berperang,

maka pemerintah boleh memerangi mereka.1

Dalam persoalan pertanggungjawaban secara perdata, ada sedikit

perbedaan pendapat sebagian ulama madzhab. Menurut Imam Abu Hanifah,

bughat yang merusak dan menghancurkan aset-aset negara dalam rangka

melancarkan aksinya tidak ada pertanggungjawabannya karena, mereka

memiliki alasan yang kuat atas pemberontakannya itu, kecuali jika perusakan

dilakukan terhadap kekayaan individu, maka bughat wajib mengganti dan

mengembalikannya. Sedangkan sebagian ulama Madzhab Syafi’i berpendapat

bahwa bughat harus bertanggungjawab atas perbuatan dan semua barang yang

dihancurkannya, baik yang ada kaitannya dengan pemberontakan atau tidak,

karena perbuatan itu mereka lakukan dengan melawan hukum.2

Secara umum, pada hakikatnya hukuman bagi bughat adalah

hukuman mati atau diperangi, hal ini sesuai dengan apa yang terkandung di

dalam Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim. Hal tersebut

dikarenakan pemberontakan merupakan kejahatan yang akan menimbulkan

kekacauan, ketidaktenangan dan pada akhirnya akan mendatangkan

1M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, h. 71

2Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 118

Page 79: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

68

kemunduran dalam suatu masyarakat (negara).3 Namun, memerangi bughat

bukan semata-mata bermaksud untuk membunuh mereka, tetapi untuk

menghentikan pemberontakan yang dilakukan dan mengajak mereka untuk

taat dan patuh kembali kepada imam/pemimpin.

Namun, walau sanksi bagi bughat adalah hukuman mati atau

ditumpas pada saat terjadinya perang (diperangi), para ulama madzhab sepakat

harus adanya proses dialog terlebih dahulu/peringatan dan ajakan untuk

kembali taat sebelum memberikan hukuman. Proses dialog dilakukan dalam

rangka menemukan faktor yang mengakibatkan para pembangkang melakukan

pemberontakan dan menemukan jalan damai. Jika mereka menyebut beberapa

kedzaliman atau penyelewengan yang dilakukan oleh imam dan mereka

memiliki fakta-fakta yang benar, maka imam harus berupaya menghentikan

kedzaliman dan penyelewengan tersebut.

Upaya berikutnya adalah mengajak para pemberontak diajak kembali

taat dan patuh kepada imam. Apabila mereka bertaubat dan mau kembali

patuh maka mereka harus dilindungi. Sebaliknya, jika mereka menolak untuk

taat dan malah menyerang dengan senjata, barulah diperbolehkan untuk

memerangi dan membunuh mereka. Hal tersebut sesuai berdasarkan Q.S. Al-

Hujuraat ayat 9:

نلمؤمنيطائفتانمنوإ

قتتلوإٱ

ن ٱ

ماعلفأصلحوإبينمافا حدىه

لخرىهبغتإ

تلوإٱ تفق ل

ٱ

ه حت ثبغي ٱمر ىهإ هثفي لل

نٱ

بفا بينما فأصلحوإ لعدلفا ت

وٱقأ سطوإ ن

إ لل

ٱ ب ي

لمقسطي ٱ

3Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, Studi tentang Formulasi Sanksi Hukum

Pidana Islam, (Semarang: Rasail Media Grup, 2009), h. 48

Page 80: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

69

Artinya:“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya. Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antar keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berperilaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

Selain itu, langkah tegas pemerintah ini juga didasarkan pada firman

Allah SWT dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 194:

عتدىهفمن فٱ عتدوإعليك

عتدىهعليوبمثلماأ

هٱ عليك

Artinya: “Barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia,

seimbang dengan serangannya terhadapmu.”

Dalam hadist Nabi Muhammad SAW juga disebutkan:

عترسووعنعرفجةإبنش ليح:قالس صل إلل وٱميقوعليووسلإلل كرلمنٱتك

يع قج فر فاقتلوه)روإهمسل(علرجليريدٱني اعتك ج

Artinya: “Dari A‟fazah ibn Suraihin: Rasulullah SAW bersabda: „Siapa yang

mendatangi kalian dalam keadaan kalian telah berkumpul/bersatu dalam satu

kepemimpinan kemudian dia ingin memecahkan persatuan kalian atau ingin

memecah belah jamaah kalian, maka perangilah/bunuhlah orang tersebut‟.

Strategi islah dengan cara dialog ini sebagai tindakan awal untuk

menyelesaikan pemberontakan seperti yang tersirat dalam ayat di atas. Hal ini

juga beberapa kali pernah dilakukan oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a saat

menjadi Khalifah. Misalnya ketika muncul kaum Khawarij, yakni segolongan

kaum muslimin yang berlainan faham politik, menentang kebijakan serta

menyatakan keluar dari pemerintah.

Menurut riwayat, jumlah kaum Khawarij pada waktu itu diperkirakan

8000 orang. Khalifah Ali r.a mengutus Ibnu Abbas kepada kaum Khawarij

Page 81: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

70

untuk mendekati dan berdialog dengan mereka agar kembali patuh kepada

imam. Setelah berunding dan bertukar pikiran, 4000 orang diantara mereka

kembali masuk kedalam pemerintahan, sedang 4000 lainnya tetap menjadi

gerombolan. Sisanya tersebutlah yang kemudian boleh diperangi.

Sebelum terjadinya perang Jamal (Unta), Khalifah Ali r.a juga pernah

mengirimkan utusan untuk melakukan pendekatan dialog dan ajakan untuk

patuh pada imam kepada penduduk Basrah. Bahkan Khalifah Ali r.a

menekankan kepada para sahabat untuk tidak memulai pertempuran.4

Pendekatan dialog serta ajakan untuk kembali patuh kepada imam

sebelum melakukan perang bagi pemberontak, menunjukkan bahwa Islam

merupakan ajaran cinta damai, mengajarkan kasih sayang dan menjadi rahmat

untuk alam semesta “rahmatan lil „alamin”. Pertimbangan lain, pertempuran

dalam bentuk apapun hanya akan menimbulkan kerugian kepada kedua belah

pihak. Untuk menentukan hukum dalam Islam, selain pertimbangan nash juga

ada kaidah fiqh yang bisa menjadi pedoman. Salah satu kaidah fiqh tersebut

adalah maslahat mursalah, yakni menetapkan hukum dalam hal-hal yang

sama sekali tidak disebutkan dalam Al-Quran maupun Al-Hadist, dengan

pertimbangan untuk kemaslahatan atau kepentingan hidup manusia yang

bersendikan pada asas menarik manfaat dan menghindari kerusakan.5

4Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, h. 118

5Amin Farih, Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam, (Semarang: Walisongo

Press, 2008), h. 17

Page 82: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

71

B. Sanksi Hukum Bagi Pelaku Makar

Apabila dalam suatu negara terdapat gerakan anti pemerintah yang

dinyatakan sebagai gerakan makar, maka pemerintah wajib memerangi

mereka, namun dengan ketentuan sebagai berikut:6

1. Gerakan makar untuk melawan pemerintahan yang sah dan adil dalam

menetapkan kebijakan.

2. Gerakan makar dilakukan oleh sekelompok orang yang memiliki

kekuatan/senjata.

3. Gerakan makar disertai dengan pernyataan pemisahan diri dari pemerintah

dikarenakan berbeda paham menyangkut kebijakan politik.

4. Gerakan makar tersebut dibawah satu komando yang terorganisir secara

sistematis dan strategis.

Meskipun pemerintah berhak untuk memerangi dan menumpas

gerakan makar tersebut, tetapi pemerintah harus memulainya dengan

memberikan peringatan terlebih dahulu dengan tujuan supaya mereka sadar

dan menghentikan seluruh kegiatan yang berkaitan dengan makar agar bisa

kembali mematuhi aturan dan kebijakan pemerintah secara baik.7

Dan apabila peringatan dari pemerintah tidak direspon dengan baik,

maka pemerintah harus memerangi gerakan tersebut dengan ketentuan sebagai

berikut:

1. Pemerintah tidak boleh membunuh anggota gerakan makar yang tertawan.

6Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan

Tantangan), h. 60

7Muhammad Amin Suma...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang, Prospek, dan

Tantangan), h. 61

Page 83: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

72

2. Pemerintah harus merawat anggota gerakan makar yang mengalami luka-

luka dengan baik.

3. Pemerintah tidak boleh merampas harta benda mereka.8

Disini penulis mempersempit kajian tentang sanksi bagi pelaku

makar dengan memfokuskan sanksi hukum yang terdapat dalam Pasal 104

KUHP, Pasal 106 KUHP, Pasal 107 KUHP dan menambahkan dengan Pasal

108 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 104 KUHP jelas dinyatakan bahwa sanksi

pidana bagi pelaku makar diancam dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Sedangkan ketentuan sanksi pidana pada Pasal 106 KUHP adalah bahwa

pelaku makar diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana

penjara sementara paling lama dua puluh tahun.

Dan ketentuan sanksi pidana pada Pasal 107 KUHP dinyatakan

bahwa pelaku kejahatan makar sesuai dengan ayat (1) diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun, dan ketentuan ayat (2) menyatakan

bahwa ancaman pidana bagi pimpinan dan pengatur makar itu lebih berat,

yakni pidana penjara seumur hidup atau pidana sementara paling lama dua

puluh tahun.

Selanjutnya ketentuan sanksi pidana pada Pasal 108 KUHP

dijelaskan bahwa pelaku kejahatan pemberontakan sesuai dengan ayat (1)

diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Dan dalam

ketentuan ayat (2) disebutkan bahwa pemimpin dan pengatur pemberontakan

dijatuhi hukuman yang lebih berat yaitu pidana penjara seumur hidup atau

8Ahmad Azhar Basyir, Ikhtisar Fiqh Jinayat, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 42

Page 84: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

73

pidana penjara paling lama dua puluh tahun.

Rumusan kejahatan dalam Pasal 108 KUHP ini tidak terdapat dalam

WvS Belanda, namun hanya ada didalam WvS Hindia Belanda yang dimuat

dalam tahun 1930. Hal ini karena untuk menjamin keselamatan pemerintah

Hindia Belanda dari kemungkinan dari serangan-serangan seperti itu, maka

dimasukanlah kejahatan pemberontakan pada Pasal 108.9

C. Relevansi Sanksi Hukum Bagi Bughat dan Pelaku Makar

Dalam hukum Islam, sanksi yang dijatuhkan bagi bughat pada

prinsipnya telah jelas yaitu hukuman mati atau diperangi (jarimah hudud). Hal

ini karena perbuatan mereka telah menimbulkan kekacauan dan keresahan di

masyarakat, dan tentunya melanggar aturan syari’at Islam yang telah

ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Namun, selain hukuman mati

bughat juga bisa dikenakan sanksi lainnya seperti hukuman ta‟zir maupun

pertanggungjawaban secara perdata.

Disini pemerintah tidak bisa langsung begitu saja memberikan

hukuman mati atau memerangi kepada pelaku pemberontakan. Pemerintah

harus secara hati-hati dan teliti dalam menjatuhkan hukuman agar tidak ada

pelanggaran hak dan perlu ada pendekatan terlebih dahulu dengan para

pemberontak yaitu berdialog secara langsung. Cara berdialog ini dimaksudkan

untuk menemukan jalan keluar, menemukan solusi damai, menghindari

peperangan dan mengajak mereka untuk kembali taat kepada imam. Apabila

mereka bersedia taat kembali kepada imam maka mereka wajib untuk

dilindungi.

9Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara, h. 28

Page 85: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

74

Pemerintah/imam dalam hal ini harus berupaya menjauhi langkah-

langkah provokatif dan menggunakan langkah preventif untuk mencegah

terjadinya pemberontakan yang lebih serius. Karena dalam hal ini, apabila

sudah timbul pemberontakan yang lebih serius lagi dengan menggunakan

senjata, maka akan timbul kerugian dan kerusakan yang lebih besar dan

akibatnya kerugian bagi kedua belah pihak.

Dengan cara mengajak mereka berdialog tersebut tentunya sudah

sesuai dengan anjuran dalam Al-Qur’an, apabila para pemberontak tersebut

tidak juga bisa diajak untuk kembali taat kepada imam dan malah menyerang

balik dengan menggunakan senjata, maka pemerintah wajib untuk memerangi

para pemberontak tersebut.

Sedangkan dalam hukum positif di Indonesia, pelaku kejahataan

makar sudah dapat dijatuhi hukuman apabila pelaku makar telah memenuhi

tiga unsur sesuai yang dijelaskan dalam KUHP, yaitu timbulnya niat,

permulaan pelaksanaan dan pelaksanaannya itu tidak selesai bukan semata-

mata disebabkan karena kehendaknya sendiri. Dalam hal ini, kejahatan makar

termasuk dalam kualifikasi kejahatan yang belum selesai. Tetapi, disini ada

hal perbedaan dalam pemberian hukuman bagi pelaku makar yang dalam

kejahatannya belum selesai dan telah selesai. Untuk kejahatan yang belum

selesai ini hukuman pidananya dikurangi sepertiga dari hukuman pidana yang

kejahatannya telah selesai. Apabila pelaku makar melakukan kejahatan dalam

kualifikasi selesai, maka pelaku makar bisa diberikan hukuman penuh

sebagaimana yang telah diatur dalam KUHP.

Pemberian hukuman dalam hukum positif bagi pelaku tindak pidana

Page 86: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

75

makar tidak semuanya diancam dengan hukuman mati. Hal ini dikarenakan

pemberian hukuman dalam hukum positif ini berdasarkan atas kualifikasi

kejahatan yang dilakukan oleh pelaku makar. Seperti pemidanaan dengan

hukuman mati hanya ada dalam Pasal 104 KUHP, Pasal 111 ayat (2) KUHP

dan Pasal 124 ayat (3) KUHP. Sedangkan dalam pasal lainnya yang berkaitan

dengan kejahatan makar ancaman hukumannya berbeda-beda seperti yang

telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya.

Dari penjelasan di atas, menurut penulis disini ada perbedaan dan

persamaan dalam pemberian sanksi terhadap bughat dan pelaku makar. Dari

segi perbedaan, dalam hukum Islam bughat bisa diberikan sanksi apabila

kejahatan yang dilakukan telah selesai dengan kata lain pemberontakan yang

dilakukan telah sampai selesai dilakukannya. Imam tidak boleh memulai

memerangi bughat terlebih dahulu sebelum ada dialog dan alasan

pembangkangan mereka. Apabila hanya timbul niat saja bughat tidak bisa

dijatuhi hukuman, tetapi diberikan arahan dan bertukar pikiran, namun tetap

harus di waspadai oleh pemerintah.

Sedangkan dalam hukum positif, pelaku makar sudah bisa diberikan

sanksi baik kejahatan yang dilakukannya belum selesai maupun kejahatan

yang dilakukannya itu telah selesai dilakukan. Sedangkan dalam hal

persamaannya adalah baik bughat maupun pelaku makar, keduanya bisa

dijatuhi hukuman mati.

Dalam hal ini ada juga persamaannya yaitu sebelumnya pemerintah

harus memulainya dengan memberikan peringatan dan bermusyawarah

dengan para pemberontak agar mereka mau menghentikan kegiatannya

tersebut. Jangan langsung memerangi mereka, karena hal ini bisa

Page 87: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

76

menyebabkan apa yang mereka lakukan akan semakin bertambah buruk dan

sulit untuk diajak kembali taat, dan tentunya menghindari peperangan yang

yang akibatnya akan menimbulkan jatuhnya korban jiwa serta kerugian bagi

warga sipil yang tak bersalah. Untuk itu, para pemberontak yang melarikan

diri tidak boleh diperangi/dibunuh, orang yang terluka tidak boleh dibunuh,

harta mereka tidak boleh dijadikan rampasan perang dan keluarga mereka

tidak boleh ditahan

Namun, tetap pada akhirnya bughat maupun pelaku makar harus

diberikan sanksi sesuai perbuatan yang mereka lakukan. Segala bentuk

kejahatan yang secara jelas melawan hukum dan menimbulkan bentuk

kekacauan tidak dapat dibenarkan. Proses dialog hanya untuk menemukan

jalan damai dan menghindari pertempuran serta bertujuan untuk mencari

penyebab pemberontakan itu terjadi, terlebih untuk mencegah kalau ada pihak

lain yang ikut campur dan hanya ingin mengambil keuntungan dari

pemberontakan tersebut.

Sebagai catatan, ada beberapa peristiwa dalam sejarah Islam yang

terkait seputar bughat. Seperti diangkatnya Ali r.a sebagai khalifah oleh

pemberontak pemerintahan Utsman r.a. Hal ini disebabkan karena pada saat

itu sedang terjadi kekacauan politik dan krisis pemerintahan sepeninggal wafat

khalifah Utsman r.a. Karena Ali r.a dipandang mampu dan pantas mengisi

kekosongan pemerintahan Islam pada saat itu, maka Ali r.a diangkat sebagai

khalifah dan di bai‟at oleh umat Islam.

Selanjutnya, kepala negara yang memperoleh kekuasaannya melalui

pemberontakan seperti yang dilakukan Abdul Malik bin Marwan terhadap

Page 88: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

77

Abdullah bin Zubair pada masa Dinasti Bani Umayyah. Pemberontakan yang

dilakukan Abdul Malik bin Marwan ini dikatakan berhasil dan menjadi sah

dan ia tidak dihukumi sebagai bughat, karena ia menguasai negara dan

mendapatkan pengakuan serta dukungan dari rakyat pada saat itu. Walaupun

di antara mereka ada yang tunduk dengan sukarela dan ada yang terpaksa,

tetapi mereka tetap menyebut Abdul Malik bin Marwan sebagai pemimpin.

Dalam hukum tata negara di Indonesia apabila gerakan makar itu

berhasil dilakukan maka, makar/kudeta itu bisa menjadi sumber hukum.

Walaupun pada hakikatnya sumber hukum itu dibagi menjadi dua bentuk yaitu

sumber hukum formal dan sumber hukum materiil, namun menurut Achmad

Sanusi, sumber hukum dibagi menjadi dua bentuk yaitu sumber hukum normal

dan sumber hukum abnormal. Sumber hukum normal dibagi lagi menjadi dua

bentuk. Pertama, sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan UU

yaitu, UU, perjanjian antar negara dan kebiasaan. Kedua, sumber hukum

normal yang tidak langsung atas pengakuan UU, yaitu perjanjian doktrin dan

yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum abnormal yaitu Proklamasi,

Revolusi dan Coup d‟etat (kudeta).

Gerakan makar/kudeta yang berhasil dilakukan itu dapat

menyebabkan suatu perubahan konstitusi pada suatu negara, tidak menutup

kemungkinan apabila terjadi di Indonesia. Mekanisme perubahan konstitusi,

menurut George Jellinek mengklasifikasikan perubahan konstitusi secara garis

besar ke dalam 2 jenis cara, yakni melalui prosedur formal

(verfassungsanderung) dan melalui prosedur informal (verfassung-

Page 89: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

78

swandlung).10

Melengkapi pendapat George Jellinek, C.F. Strong membagi

lagi secara lebih rinci cara perubahan konstitusi dengan prosedur formal

(verfassungsanderung) tersebut ke dalam empat cara, yakni; Pertama,

perubahan melalui lembaga legislatif biasa, tetapi melalui aturan-aturan

tertentu. Kedua, perubahan melalui referendum. Ketiga, perubahan oleh

mayoritas dari seluruh negara bagian, dalam hal ini pada negara federal. Dan

keempat, perubahan oleh lembaga khusus.

Dari penjelasan di atas menurut penulis, bahwa bughat ataupun

pelaku makar menjadi bebas dari sanksi hukuman apabila gerakan

pemberontakan yang dilakukan dikatakan berhasil. Maksud dari dikatakan

berhasil disini adalah gerakan tersebut mendapat dukungan dari rakyat dan

pemimpin yang terlampau dzalim.

Dalam hal pemberontakan ini harus menjadi bahan koreksi bagi

pemerintah, karena para pemberontak tentunya mempunyai dasar-dasar

argumen mengapa mereka melakukan kejahatan pemberontakan tersebut.

Keputusan dan kebijakan-kebijakan pemerintah tentu harus sesuai dengan

amanat yang dititipkan oleh rakyat kepada pemimpin. Kekuasaan yang sedang

dipegang jangan dijadikan alat untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri

dan menjauh dari prinsip-prinsip seorang pemimpin yang harusnya bersifat

adil dan mensejahterakan rakyat.

Berbeda halnya dengan pemberontakan yang ada pada masa sekarang

ini. Pemberontakan dilakukan kebanyakan karena campur tangan dari pihak

10

Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Sekretariat Jenderal

dan kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), Jilid I, h. 144

Page 90: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

79

asing/luar yang ingin mengambil keuntungan dari pertempuran tersebut

dengan dalih dan argumen mereka untuk melindungi negara yang bertikai.

Namun, ada juga pemberontakan yang dilakukan memang karena tidak puas

terhadap kebijakan pemerintah. Proses penyelesaiannya pun berbeda, kalau

dalam masa sekarang ini proses dialog atau musyawarah dilakukan kalau

pemberontakan itu sudah terjadi dan korban yang jatuh semakin banyak.

Barulah setelah itu kesepakatan damai bisa terwujud. Itupun biasanya

diperantai oleh pihak ketiga. Tapi ada juga pemberontakan yang tak kunjung

selesai, memakan waktu lama dan korban yang ditimbulkan akibat perang

tersebut semakin banyak. Seperti contoh apa yang terjadi di Timur Tengah,

seperti di negara Suriah dan Libya.

Sedangkan di Indonesia salah satu contohnya adalah kasus GAM

(Gerakan Aceh Merdeka) yang telah terjadi dari tahun 1976. GAM didirikan

oleh Hasan Tiro pada tahun 1976 setelah ia kembali dari pengasingan. Alasan

Hasan Tiro mendirikan GAM adalah bahwa pada saat itu Aceh mendapatkan

ketimpangan sosial, ekonomi, budaya dan pembangunan dari pemerintah

pusat. Hal inilah yang menyebabkan Hasan Tiro ingin mengembalikan

kejayaan Aceh seperti masa kerajaan dulu. Setelah telibat konflik yang begitu

lama, akhirnya proses penyelesaian konflik antara GAM dengan pemerintah

Indonesia baru bisa tercapai dengan melalui proses dialog yang diperantarai

oleh pihak ketiga. Hal ini ditandai dengan ditandatanganinya Nota

Kesepahaman Perdamaian (Memorndum of Understanding-MoU) pada

tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia.

Dalam hal ini menunjukan, proses penyelesaian konflik yang

termasuk makar menurut hukum positif ini menggunakan metode

Page 91: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

80

dialog/musyawarah. Namun dalam kasus ini proses dialog/musyawarah baru

terjadi setelah kedua belah pihak antara pemerintah dan GAM sudah terlibat

pertempuran dan jatuh korban. Walaupun dalam konteks ini pemerintah telah

bertindak tidak adil, tetap saja tindakan GAM ini dilarang baik secara agama

maupun negara. Karena dilakukan terhadap pemerintahan yang sah. Masih

banyak cara yang lebih relevan tanpa harus melakukan kekerasan.

Dalam pandangan Fiqh Siyasah pun jelas bahwa bughat maupun

pelaku makar ini tindakannya tidak dibenarkan. Karena menyerang terhadap

suatu pemerintahan atau kepemimpinan yang sah merupakan perbuatan yang

melanggar syari’at Islam dan ketetapan hukum positif. Alasannya, dengan

memberontak pemerintah yang sah dan berdaulat, justru akan menimbulkan

kemungkaran yang lebih parah dari sebelumnya. Bahkan sangat mungkin akan

timbul berbagai fitnah, kerusakan, kekacauan, pelanggaran hukum dan

pertumpahan darah.

Prinsip ketaatan harus dimiliki oleh setiap warga negara, apabila ada

penyimpangan dalam suatu pemerintahan maka, sebagai warga negara yang

baik harus mengedepankan sikap yang bermoral dan melakukan musyawarah

agar menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Karena dalam suatu

negara tentunya memiliki hukum masing-masing yang gunanya untuk

mengatasi segala penyimpangan baik itu yang menyangkut setiap individu

warga negara maupun pemimpin negara tersebut.

Dengan akibat dari pemberontakan ini yang dinilai sangat merugikan

masyarakat dan berdampak buruk terhadap suatu negara, untuk itu perlu

adanya suatu hubungan yang harmonis antara rakyat dengan pemimpinnya.

Page 92: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

81

Tujuan dari suatu negara tentu ingin agar terciptanya kesejahteraan, keamanan

dan kenyamanan di negaranya tersebut. Apabila terjadi ketidaksepahaman dan

komunikasi yang kurang baik antara rakyat dengan pemimpinnya, maka

diantara keduanya bisa memusyawarahkan permasalahan yang ada sehingga

tercapai keputusan bersama yang baik untuk semuanya.

Page 93: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

82

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian penelitian yang berjudul Sanksi Bughat dan Makar

Menurut Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif, dapat penulis simpulkan

sebagai berikut:

1. Dalam pandangan hukum Islam, bughat dikategorikan sebagai kejahatan

luar biasa yang dilakukan oleh sekelompok umat Islam yang sudah tidak

taat lagi kepada imam/pemimpin yang sah. Dalam hal ini, jelas telah

melanggar syari’at Islam yang ketentuan hukumnya disebutkan dalam Q.S.

An-Nisaa ayat 59, Q.S. Al-Hujuraat ayat 9-10 dan dalam Al-Hadist yang

diriwayatkan oleh Muslim. Karena memang dipandang sebagai suatu

kejahatan yang serius, bahkan para ulama madzhabpun memberikan

pandangan mengenai kejahatan pemberontakan ini. Walaupun para ulama

madzhab memberikan pandangan yang berbeda-beda mengenai bughat ini,

namun pada intinya tetap sama yaitu melarang kejahatan pemberontakan

yang dimaksudkan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Dalam

hal ini jelas bahwa, Islam melarang pemberontakan yang dilakukan

terhadap pemerintahan yang sah, karena lebih banyak menimbulkan

masalah dan kerugian yang besar dari pada mendatangkan manfaatnya.

Selanjutnya menurut hukum positif di Indonesia, makar juga dikategorikan

sebagai kejahatan luar biasa. Dalam pengertiannya, makar juga diartikan

sebagai suatu usaha untuk menyerang keamanan Presiden dan Wakilnya,

Page 94: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

83

usaha untuk menyerang keamanan dan keutuhan wilayah negara dan suatu

usaha untuk menyerang kepentingan hukum tegaknya pemerintahan

negara. Kejahatan ini memang dianggap sebagai kejahatan yang

mengganggu kestabilan dan disintegrasi suatu negara. Bahkan dalam

hukum positif, kejahatan makar ini ditempatkan secara khusus dalam Buku

II Bab I tentang kejahatan terhadap keamanan negara. Dalam bab ini

disebutkan secara jelas bagaimana pandangan hukum positif mengenai

pengaturan kejahatan makar beserta sanksinya bagi pelaku makar.

2. Mengenai bentuk sanksi apa yang dapat dijatuhkan bagi bughat dalam

kejahatan pemberontakan, seperti yang telah disebutkan dalam

pembahasan sebelumnya bahwa bughat dapat dijatuhi dengan hukuman

mati (jarimah hudud). Dasar dari sanksi ini telah jelas disebutkan dalam

Hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim. Hal ini bertujuan

untuk menimbulkan efek jera bagi bughat. Namun, sebelum sanksi

diberikan perlu ada upaya dari imam/pemimpin untuk mengajak kembali

taat, apabila ajakan ini malah disambut dengan tidak baik dan ajakan

perang, maka pemerintah wajib memeranginya sesuai firman Allah SWT

dalam Q.S. Al-Hujuraat ayat 9.

Sedangkan sanksi bagi pelaku makar sudah bisa diberikan apabila pelaku

makar telah memenuhi tiga unsur untuk dapat dipidana yaitu timbulnya

niat, permulaan pelaksanaan dan pelaksanaannya itu tidak selesai bukan

karena kehendaknya sendiri. Walaupun kejahatannya belum selesai tetapi

hukumannya dikurangi sepertiga, dan untuk kejahatan yang sampai

kualifikasi selesai maka, pelaku makar bisa diberikan sanksi penuh sesuai

Page 95: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

84

dengan apa yang telah dijelaskan dalam KUHP. Dalam KUHP disebutkan

bahwa sanksi bagi pelaku makar yang menyerang keamanan Presiden atau

Wakilnya adalah pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau

pidana penjara sementara paling lama 20 tahun. Hal ini sesuai dengan

Pasal 104 KUHP. Selanjutnya, sanksi hukum bagi pelaku makar yang

menyerang keamanan dan keutuhan wilayah negara adalah pidana penjara

seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama 20 tahun. Ini

sesuai dengan Pasal 106 KUHP. Sedangkan sanksi hukum bagi makar

yang menyerang kepentingan tegaknya pemerintahan negara adalah pidana

penjara 15 tahun dan untuk para pemimpin dan pengatur makar tersebut

dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara

sementara paling lama 20 tahun.

3. Dari segi perbedaan, dalam hukum Islam bughat adalah pelaku tindak

pidana pemberontakan yang melakukan pemberontakan terhadap

pemimpin yang sah dalam negara Islam. Sementara tindakan

pemberontakannya disebut al-Baghyu. Sedangkan dalam hukum positif,

makar adalah tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh pelaku tindak

pidana makar. Dan dalam hukum Islam, bughat bisa dimaafkan dan

dilindungi apabila bughat bersedia kembali taat dan bertaubat, sedangkan

dalam hukum positif pelaku makar tetap harus menjalankan hukuman

pidana mati atau hukuman penjara.

Dan dari segi persamaan dalam hukum Islam maupun hukum positif,

bughat maupun pelaku makar sama-sama melakukan suatu usaha

kejahatan yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Page 96: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

85

Dalam hal pemberian sanksi hukuman, bughat maupun pelaku tindak

pidana makar dapat dijatuhi hukuman mati.

B. Saran-Saran

Berkaitan dengan pembahasan Sanksi Bughat dan Makar: Menurut

Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif ini, penulis mempunyai saran-

saran sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu negara maju dan dengan umat Islam terbesar di dunia,

sudah saatnya Indonesia mampu menjadi contoh bagi negara lain dalam

hal menangani masalah pemberontakan ini. Karena seiring zaman,

pemberontakan yang dilakukan oleh suatu kelompok hanya menimbulkan

kerusakan dan memecah belah persatuan umat. Sudah tentu hal ini akan

membuat suatu negara tidak aman dan tidak sejahtera.

2. Kepada seluruh masyarakat dan pemerintah harus mengedepankan sikap

musyawarah dalam menyelesaikan suatu masalah agar menemukan titik

temu yang akan menghasilkan keputusan bersama dan semua merasa

aman, nyaman dan sejahtera hidup sebagai warga negara.

3. Kepada lembaga hukum pemerintah harus memberikan hukuman yang

sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan agar ada efek jera untuk para

pelaku pemberontakan/makar yang ada di Indonesia, namun dengan

catatan hukuman yang diberikan harus adil dan sesuai dengan kejahatan

yang dilakukannya.

Page 97: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

86

DAFTAR PUSTAKA

BUKU-BUKU

Asqalani, Al, Ibn Hajar, Bulughu al-Maram, (Pustaka: Daru Ihya al-Kutub al-

Arabiyah 775 H-825 H)

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta:

Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006)

__________, Jimly, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006), Jilid I.

Audah, Abdul Qadir, At-Tasyri’ Al-Jinaiy Al-Islami Muqaranan bil Qanunil

Wad’iy, Penerjemah Tim Tsalisah, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam,

(Bogor: PT. Kharisma Ilmu, 2007)

Basyir, Ahmad Azhar, Ikhtisar Fiqh Jinayat, (Yogyakarta: UII Press, 2001)

Chazawi, Adami, Kejahatan Terhadap Keamanan dan Keselamatan Negara,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)

Dinuth, Alex, Dokumen Terpilih Sekitar G.30.S/PKI, (Jakarta: Intermasa, 1997)

Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Penerjemah Tim Tsalisah, (Bogor: PT.

Kharisma Ilmu, 2007)

Farih, Amin, Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam, (Semarang:

Walisongo Press, 2008)

Hamzah, Andi, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), Cet 17

Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan

Bintang, 1993), Cet. V

Hasan, A, Ibnu Hajar Al-Asqalani Bulughu al-Maram, Terjemahan Bulughul

Maram. Jilid II, (Bandung: CV. Diponegoro, 1967)

Iqbal, Afzal, Diplomasi Islam, penerjemah Samson Rahman, (Jakarta: Pustaka

Al-Kautsar, 2000), Cet. I.

Irfan, M. Nurul dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, (Jakarta: Amzah, 2013), Cet I

Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Yogyakarta: Gajah Mada,

1978), Cet X

Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005)

Page 98: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

87

Muthohar, Ali, Kamus Arab–Indonesia, (Jakarta: PT Mizan Publika, 2005)

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, diolah kembali oleh

pusat pembinaan dan pengembangan bahasa, (Jakarta: PN Balai Pustaka,

1976)

Prakoso, Djoko, Tindak Pidana Makar Menurut KUHP, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986)

Prodjodikoro, Wiryono, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung:

PT. Eresco, 1980)

Pulungan, J. Suyuthi, Fiqh Siyasah: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta:

PT. Raja Grafindo Persada, 1999)

Rokhmadi, Reformulasi Hukum Pidana Islam, Studi tentang Formulasi Sanksi

Hukum Pidana Islam, (Semarang: Rasail Media Grup, 2009)

Sekretariat Negara Republik Indonesia, Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia: Latar Belakang, Aksi dan Penumpasannya, (Jakarta: PT.

Ghalia Indonesia 1992), Edisi 1, Cet 2

Shiddiqi, Ash, Tengku Muhammad Hasbi, Islam dan Politk Bernegara,

(Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2002)

Subroto, Hendro, Dewan Revolusi PKI: Menguak Kegagalannya

Mengkomuniskan Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2008)

Suma, Muhammad Amin...et al., Pidana Islam di Indonesia (Peluang,

Prospek, dan Tantangan), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), Cet I

Syarif, Mujar Ibnu dan Khamami Zada, Fiqh Siyasah: Doktrin dan Pemikiran

Politik Islam, (Jakarta: Erlangga, 2008)

Tanudirjo, Daud Aris...et al., Indonesia dalam Arus Sejarah: Perang dan

Revolusi, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve 2012), Cet I

Yunus, Mahmud, Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hida Karya Agung, 1989)

Zuhaili, Wahbah, Fiqih Imam Syafi’i (Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan

Al-Qur’an dan Hadist), penerjemah: Muhammad Afifi dan Abdul Hafiz,

(Jakarta: Almahira, 2010), Cet I

PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Page 99: SANKSI BUGHAT DAN MAKAR: MENURUT PERSPEKTIF …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30124/1/IMAM... · Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan

88

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP (Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11/PnPs/Tahun 1963 Tentang

Pemberantasan Kegiatan Subversi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1999 Tentang Pencabutan

Undang-Undang Nomor 11/PPns/Tahun 1963 Tentang Pemberantasan

Kegiatan Subversi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 Tentang Perubahan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang Berkaitan dengan Kejahatan

Terhadap Keamanan Negara.

Penetapan Presiden Nomor 11 Tahun 1963 Tentang Pemberantasan Kegiatan

Subversi.

Al-Qur’an dan Terjemahannya (Ayat Pokok Bergaris), Departemen Agama RI,

(Semarang: CV. Asy-Syifa, 1998)

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi

ke I, (Jakarta: Balai Pustaka)

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi

Keempat. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008)

SITUS INTERNET

http://m.nu.or.id/Bughat-.phpx. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015

http://www.pandanganislammengenaiseparatisme.com. Diakses pada tanggal 11

Maret 2015

http://asysyariah.com. Diakses pada tanggal 11 Maret 2015

http://www.artikelsiana.com./2014/09/pemberontakan-DI/TII-cara-pemerintah-

penanggulangannya.html. Diakses pada tanggal 5 Mei 2015

http://[email protected]. Diakses pada tanggal 15 April 2015