samaritan edisi 2 2015

64
SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 1

Upload: pelayanan-medis-nasional

Post on 24-Jul-2016

274 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Bila anda menjadi orang Kristen hari ini, hal itu karena ada seseorang yang peduli kepada anda. Kini giliran anda untuk membuat demikian. (Warren Wiersbe) Inilah yang menjadi tema majalah Samaritan Edisi 2 Tahun 2015 "Misi Sebagai Gaya Hidup" Sudahkah bermisi menjadi salah satu gaya hidup kita?Takut atau bingung melakukan apa?Mari belajar dari berbagai pengalaman yang tertulis dalam majalah ini. Selamat membaca!

TRANSCRIPT

Page 1: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 1

Page 2: Samaritan edisi 2 2015

2 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Kita semua adalah umat Allah. Setiap Minggu dan setiap hari kita mungkin membaca dan memperdalam Firman.

Kita meluangkan waktu untuk membaca buku-buku rohani dan mungkin secara rutin melakukan pendalaman Alkitab bersama rekan atau keluarga kita. Kita mungkin dapat merasa bahwa kehidupan kita mungkin sudah terasa cukup baik dan bertumbuh dengan hal-hal tersebut. Akan tetapi semakin dalam teologi yang kita pelajari, tidak selalu membawa kita untuk kemudian membuat komitmen praktis yang nyata manfaatnya bagi dunia ini. Buku dari Christopher Wright ini bercerita tentang jembatan-jembatan yang dapat membantu kita menerjemahkan aspek-aspek teologi yang kita pelajari ke dalam pembaharuan pribadi dan aplikasi yang praktis khususnya dalam hal

bermisi. Buku ini menjawab tentang bagaimana supaya kehidupan kita menjadi refleksi yang utuh dari Kabar Baik Allah itu sendiri.

DR. Christopher Wright adalah seorang pendeta, dan Direktur Internasional dari Langham Partnership Internasional (John Stott Ministries). Ia juga mengetuai Kelompok Kerja Teologi dari gerakan Lausanne, serta panel dari sumber daya teologi Tearfund yang merupakan lembaga amal dalam pemberian bantuan dan pembangunan. Dalam khotbahnya dia terbiasa untuk berkomunikasi dengan cara yang sederhana, jelas, dan menarik. Salah satu aspek yang menarik, ia sering mengangkat topik mengenai misi, dan banyak mengambil eksposisi tentang misi dari kitab-kitab Perjanjian Lama.

Buku ini pun disusun dengan cara yang menarik. Bagian pertama diawali dengan bab besar berjudul “Menata antrian pertanyaan” bab ini justru berisi pertanyaan yang diurutkan dan ditanyakan sendiri oleh penulis, dan membawa kita untuk ikut menjadi bertanya-tanya akan jawabannya. Bab ini menjadi pembuka yang memperkenalkan dengan sendirinya apa yang akan dijawab dalam bab berikutnya. Seraya membaca bahasan dalam

MENJADI REFLEKSI YANG UTUHDARI KABAR BAIK

Misi Gereja (The Mission of GOD’s People)Misi Umat Allah

Penulis : Christopher J.H WrightEditor umum : Jonathan LundeEditor : Nancy P .PoyohIsi : 371 Halaman Penerjemah : James Pantou, Lili E Joeliani .], Perdian Tumanan

Resensi

Page 3: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 3

bab pertama ini akan muncul rasa ingin tahu dalam benak kita misalnya: “Jadi bukanlah Allah yang memiliki misi bagi gereja-Nya di dunia, akan tetapi: Allah lah yang memiliki gereja demi misi-Nya di dalam dunia?”, “Jadi yang sedang kita upayakan sekarang ini apakah agenda kita, agenda Gereja, atau agenda Tuhan, lembaga misi, atau siapa?” pertanyaan-pertanyaan ini kemudian terangkat dengan sendirinya dan terkadang membuat kita tersenyum saat merenungkan pesan-pesan yang muncul seiring kita membaca bagian pembuka ini.

Bagian besar yang ke-dua bercerita mengenai jawaban. Bagian ini diawali dengan sebuah bab yang mengupas mengapa orang-orang Kristen perdana yang begitu gigih mengedepankan misi – bertekad untuk mengabarkan kabar baik mengenai Yesus, sampai berapapun harga yang harus dibayar. Dan pada bab-bab pada bagian berikutnya, dibahas mengenai tantangan, tanggung jawab yang mesti dihadapi umat Allah dalam misi mereka. Cerita maupun nats-nats yang dipilih pada bab-bab berikutnya adalah bagian-bagian dari kisah alkitabiah yang representatif bagi aspek misioner seperti di atas. Penjabaran ini akan membawa kita pada kesimpulan bahwa teologi mengenai misi Allah sebenarnya bisa, dan perlu kita tarik dari keseluruhan bagian Alkitab mulai dari Kejadian sampai Wahyu, karena dengan cara yang amat beragam, misi umat Allah dijalankan oleh orang-orang percaya dari waktu ke waktu. Setiap bab dalam bagian kedua ini diakhiri oleh pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan mengenai relevansi bab tersebut dalam aplikasi kehidupan kita.

Bagian besar yang ketiga ditutup kembali dengan refleksi yang menanggapi atas pertanyaan-pertanyaan dari bagian-bagian akhir pada bagian yang kedua. Bagian ini menghimpun berbagai jalinan yang terkumpul dalam bagian dua, menegaskan mengenai apa yang Allah harapkan dari umat-Nya yang

Ia utus di dalam dunia, dan untuk misi dan maksud apa kita dihadirkan Tuhan ke dalam tempat kita ada saat ini. Christopher Wright berusaha mendorong kita untuk meneruskan perjalanan dan penggalian dari eksposisi ini menuju ke dalam kehidupan kita dan menanti akan aplikasi yang memberikan dampak bagi dunia, penyampaian injil, dan persekutuan serta pemuridan dalam gereja.

Buku ini tidak terlalu tebal, dan telah diterjemahkan oleh tim dari Literatur Perkantas dengan baik, disamping juga itu gaya penulisan DR. Wright yang ringan, ringkas, dan mengalir. Buku ini mungkin termasuk salah satu buku teologi Kristen yang mudah untuk dimengerti oleh pembaca dari kalangan yang tidak berlatar-belakang teologis. Buku ini dapat menjadi bahan untuk menyegarkan kembali, memfokuskan lagi, maupun untuk pengajaran dan pelayanan dari mereka yang sangat berkomitmen untuk bergabung dengan karya Allah di dalam dunia.

dr. Elia A.B . Kuncoro,Sp.Onk.Rad

Resensi

“Orang-orang gereja berpikirtentang bagaimana menarik

orang masuk ke gereja;orang-orang Kerajaan berpikir tentang bagaimana membawa

gereja ke dalam dunia.Orang-orang gereja khawatir

bahwa dunia mungkin mengubah gereja; orang-orang Kerajaan

bekerja untuk melihatgereja mengubah dunia.”

- Howard Snyder -

Page 4: Samaritan edisi 2 2015

4 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Samaritan diterbitkan sebagai saranainformasi dan pembinaan bagimahasiswa dan tenaga medis Kristen

PenerbitPelayanan Medis Nasional (PMdN)Perkantas

Pemimpin Umum dr. Lineus Hewis, Sp.A

RedaksiDR. dr. Lydia Pratanu Gunadi, MSdr. Maria Irawati Simanjuntak, Sp.PD-KICdr. Eka Yudha Lantang, Sp.ANIr. Indrawaty Sitepu, MAdr. Elia A.B. Kuncoro, Sp.Onk.Raddrg. Karmelia Nikke DarnestiRedaksi PelaksanaThomas Nelson PattiradjawaneSekretaris RedaksiDra. Jacqueline Fidelia Rorimpandey

Alamat RedaksiJl. Pintu Air Raya No. 7 Blok C-5Jakarta 10710Tel: 021-345 2923, Fax: 021-352 2170email: [email protected]: Medis Nasional PerkantasTwitter: @MedisPerkantas

Cover & Layout Hendri Wijayanto

PercetakanPT. Anugerah Inova Indonesia (AVIOS)

Bagi sahabat PMdNyang rindu mendukung PMdN melaluimajalah SAMARITAN,dapat mentransfer keBCA, KCU. Matraman JakartaRek. 342 256 6799a.n. Eveline Marceliana

Bukti transfer mohon dikirim melaluifax atau email dengan nama dan alamatpengirim yang lengkap

DAFTAR ISI:

RESENSI - Ada Paradigma Baru 2DARI REDAKSI 5ATRIUM - Misi Sebagai Gaya Hidup 6FAKTUAL - Menghadirkan Kerajaan Allah di Dalam Keluarga

9

FAKTUAL - Membangun Komunikasi Dengan Pasien

14

FAKTUAL - Bermisi Dengan Pemberdayaan Msyarakat

17

FAKTUAL - Dafid Livingston: Yang Menopang Saya Adalah Sebuah Janni

21

FAKTUAL - Memberitakan Injil Tuh di Sini

26

FAKTUAL - Ketika SaudaramuSeorang Homoseksual

29

FAKTUAL - Bermisi Kepada ODHA 34FAKTUAL - The Challenging Facing Medical Alumni

38

UNTAIAN FIRMAN - Menjadi Teladan

42

KESAKSIAN - Mujizat Masih Ada 44KESAKSIAN - Mission as LIfe 48ETIKA KOLEGIAL - Dilema Etik di Rumah Sakit

50

INFO - Manfaat Air Kelapa Hijau Muda Untuk Kesehatan Tubuh

52

INFO - Masa MEA Nanti, Dokter Asing Harus Bisa Berbahasa Indonesia

54

DARI SUKU KE SUKU - Suku Dayak Siang

55

TEROPONG DOA 59HUMORIA 60ANTAR KITA 61

Page 5: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 5

Dari Redaksi

Kembali, Samaritan membahas soal penginjilan. Kali ini, penginjilan sebagai gaya hidup. Gaya hidup? Hmm...apa yang mau kita lakukan, berbicara tentang Yesus (=penginjilan) atau

melakukan perbuatan-perbuatan baik seperti yang diteladankan Yesus? Dalam buku Life of Francis d’Asisi (Riwayat Hidup Francis dari Asisi), diceritakan pada suatu hari Francis mengajak seorang rahib muda untuk mendampinginya dalam perjalanan ke sebuah kota untuk berkhotbah. Dengan gembira, rahib itu menerima ajakan yang dianggapnya sebagai suatu

kehormatan itu.

Sepanjang hari mereka berdua menyusuri jalan-jalan raya, gang-gang kecil, lorong-lorong bahkan sampai ke luar kota. Mereka berpapasan dengan ratusan orang. Ketika matahari tenggelam,

mereka berjalan pulang. Selama perjalanan sehari penuh itu, tidak ada satu kata pun tentang Injil yang keluar dari mulut Francis. Dengan penuh keheranan,

rahib muda itu pun berkata, “Saya kira kita akan pergi ke kota untuk berkhotbah.” Francis menjawab, “Anakku, kita telah berkhotbah.

Kita telah berkhotbah selama kita berjalan. Kita sudah dilihat banyak orang dan segala tingkah laku kita sudah terlihat dengan jelas. Tak ada gunanya kita berjalan ke mana-mana untuk

berkhotbah kalau kita tidak berkhotbah selama kita berjalan!”.

Tidak semua orang bisa “berkhotbah”, ini suatu kenyataan yang biasa. Namun kita semua dapat “berkhotbah” melalui kehidupan kita sehari-hari.

Selamat membaca, selamat berkhotbah.

Page 6: Samaritan edisi 2 2015

6 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Suatu waktu saya menghadiri kamp misi yang banyak dihadiri oleh berbagai lem-baga misi se Indonesia. “Saya misionaris

dan ladang misi saya di India” begitu seorang kenalan memperkenalkan diri pada saya.Ucapannya membuat saya terkesima sejenak, bisakah saya juga mengenalkan diri sebagai: saya dokter misi, ladang misi saya adalah RSUD Tarakan Jakarta dan RS Siloam Lippo Karawaci ?”

Tentu saja saya tidak memperkenalkan diri demikian, tidak pantas rasanya menyebut diri sebagai dokter misi padahal saya bekerja di kota besar dan di RS yang cukup besar di Jakar-ta dengan penghasilan yang memadai pula.

Siapakah Pekerja Misi

Bagi kebanyakan orang, pekerja misi adalah mereka yang dikirim khusus oleh lembaga misi tertentu. Pekerja misi adalah seorang pekerja misi penuh waktu di ladang misinya, yang siap menderita, hidup sederhana dan rela hidup berkekurangan demi misinya. Yang berhak menyebut dirinya dokter misi adalah mere-

ka yang bekerja di RS Misi ( yang umumnya di kota kecil) , yang hidup dengan gaji yang sangat pas-pas an. Sedangkan kita, pekerja sekuler , pegawai RS pemerintah atau pegawai RS swasta, bukanlah pekerja misi. Benarkah demikian ?

Tidak tahu sejak kapan pengkotak-kotakan ini mulai terjadi. Kalau kita membaca kisah Para Rasul 1, perintah pergi untuk bermisi diberikan pada semua pengikut Kristus dan perintah itu tidak hanya untuk ujung bumi, tapi juga berlaku di Yerusalem.

Misi itulah yang diemban oleh para murid: Petrus tetap di Yerusalem, Filipus ke Samaria dan Tomas konon pergi ke ujung bumi, India. Misi itu pula diemban oleh kaum sekuler jemaat mula-mula, ( jika kita mengotakkannya demikian), yang menghasilkan banyak jiwa dengan cara hidup mereka yang salingmengasihi dan berbagi.

Pengkotak-kotakan ini membuat banyak orang Kristen hidup tidak serius menjalankan misinya. Ketidaksadaran akan tugas misi ini

Atrium

Misi SebagaiGaya Hidupdr. Maria Irawati Simajuntak, Sp.PD - KIC

Page 7: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 7

menyebabkan kita hidup hampir sama dengan dunia jika sedang bekerja di bidang sekuler, atau kita tetap hidup benar di pekerjaan kita tetapi jarang serius mendoakan orang-orang di tempat kita bekerja. Sebaliknya, kita baru hidup kudus dan serius berdoa untuk jiwa yang dilayani jika terlibat di kegiatan misi tertentu.Kita lupa dan bahkan merasa tidak perlu akan dukungan tubuh Kristus lainnya jika kita menjalankan profesi sekuler kita, baru serius mencari dukungan doa jika terlibat dalam pelayanan misi tertentu.

Agenda yang kita lakukan selaku pekerja sekuler hanyalah agenda RS kita. Melayani pasien poliklinik sebaik mungkin, merawat pasien di bangsal dengan kualitas prima, membantu akreditasi RS dan lain sebagainya. Paradigma pekerja sekuler membuat kita lupa menggumulkan dan mengerjakan agenda Allah yang khusus buat kita kerjakan di RS tempat kita bekerja ( ladang misi kita). Tanpa sadar, pengkotak-kotakan peran ini mem-buat kita seadanya mengemban misi kita sehari-hari.

Magnit Gaya Hidup

Gaya hidup orang Kristen mempunyai kekuatan yang sangat besar.

Aristides, seorang apologist di abad ke 2, menggambarkan kehidupan jemaat mula-mula kepada Hadrianus, kaisar Romawi masa itu (tahun 117-138 M), demikian :

“Mereka saling mengasihi dalam Allah”. Mereka tidak pernah tidak menolong para janda;mereka menyelamatkan anak yatim dari orang-orang yang akan mencelakakan-nya. Kalau mereka punya sesuatu, mereka memberikannya dengan cuma-cuma kepada orang yang tidak punya apa-apa; kalau mereka melihat orang asing, mereka membawanya ke rumah, dan merasa bahagia, seolah-olah orang itu saudara sendiri. Mereka tidak menganggap mereka bersaudara dalam pengertian biasa, tetapi bersaudara lewat Roh, dalam Allah. (di-kutip dari Mengasihi Allah ; Charles Colson)

Ketika Petrus berkotbah pada hari Penta-kosta ada 3000 orang yang bertobat dan men-jadi percaya tetapi melalui cara hidup jemaat

Atrium

Page 8: Samaritan edisi 2 2015

8 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

mula-mula yang demikian, Tuhan menambah-kan jumlah orang percaya tiap-tiap hari.

Philip Yancey dalam bukunya “Menemukan Tuhan di Tempat Tak Terduga”, menuturkan bagaimana gereja Tuhan berkembang di dalam penjara-penjara di Cile dan Peru. Di penjara yang paling tidak manusiawi sekalipun, yang dihuni oleh banyak narapidana terhukum mati, tampak ada rasa persaudaraan, sukacita yang sangat besar di tengah ketidaknyamanan dan penderitaan. Perubahan hidup para narapidana menjadi kesaksian bagi narapidana lain dan para sipir penjara.

Gaya hidup lebih memiliki gema yang besar dan panjang yang terus berbicara pada orang-orang di sekitar kita. Bagai magnit, gaya hidup dapat menarik orang datang pada Kristus tetapi juga dapat menjauhkan orang dari Kristus. “Saya tidak mau ke gereja bu dokter” kata seorang pasien geriatri waktu saya bertanya kemana dia beribadah ,“Orang gereja suka iri dan bergosip, saya tidak suka, jadi saya tidak pergi ibadah kemanapun, gereja tidak, klenteng pun tidak.”

Banyak dari kita tentu sudah pernah membaca bagaimana Mahatma Gandhi berpendapat tentang Kekristenan, ”Saya suka pada Kristus dan ajarannya tapi saya tidak suka pada pengikutNya.” Cara kita memperlakukan orang lain, penerimaan kita pada orang lain, cara kita bereaksi akan penderitaan orang lain, kepedulian kita akan ketidak adilan yang ter-jadi di masyarakat, sukacita kita yang meluap setiap saat merupakan jala yang terbentang lebar yang akan membawa jiwa datang pada Kristus.

Saya pernah bertanya pada seorang pekerja misi di suatu daerah yang termasuk ‘kelom-pok suku tak terjangkau’ tentang bagaimana dia menghasilkan jiwa di tempat yang sulit tersebut. “ Saya bekerja sebagai guru kesenian”

begitu awalnya dia menjawab. Bagi saya sulit membayangkan bagaimana seorang guru kesenian bisa memenangkan jiwa. Akan lebih mudah dipahami jika profesinya adalah dokter atau perawat misi. Dia pun menambahkan,“ Saya bergaul dengan banyak orang dalam hidup sehari-hari, dan ketika kita sudah memiliki hubungan yang akrab dan baik maka semua cerita akan leluasa diceritakan termasuk cerita tentang iman dan keselamatan”

Dengan kata lain dia mau berkata : dia melakukan misinya dengan gaya hidupnya. Walaupun dia diutus oleh lembaga misi ter-tentu untuk ladang misi yang khusus, tetapi ternyata dia melakukannya dengan cara yang sangat sekuler, melalui hidupnya sehari-hari.

Suka ataupun tidak, siap ataupun tidak, pantas ataupun tidak, jika kita mengaku pengi-kut Kristus maka kita pun adalah pekerja misi : dokter misi, perawat misi, mahasiswa misi. Kita mengemban tugas dan tanggung jawab secara penuh waktu menjadi saksi Kristus dimana pun dan kapan pun kita berada.

Suatu saat saya pun akan memperkenal-kan diri sebagai : “Saya dr Maria, dokter misi, ladang misi saya RSUD Tarakan Jakarta dan RS Siloam Lippo Karawaci Tangerang.” Bagaimana dengan anda?

Atrium

“Bila anda menjadi orang Kristen hari ini,

hal itu karena ada seseorang yang peduli kepada anda. Kini giliran anda untuk

membuat demikian.”- Warren Wiersbe -

Page 9: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 9

Faktual

“You can’t impart what you don’t possess”.Saya pikir John dan Noel Piper benar-benar

menyentuh bagian yang paling fundamental ketika kita berbicara tentang menghadirkan Kerajaan Allah dalam Keluarga.1 Tantangan terbesar dalam hal ini adalah bukan dalam membagikan Firman Tuhan dan renungan kepada anggota keluarga kita tapi meng-hidupinya dari hari ke hari dengan konsisten sehingga seluruh keluarga dapat menyaksikan dan merasakan kehadiran Tuhan dalam per-jalanan keluarga tersebut. Berapa sering kita mendengar dokter-dokter terkenal yang sangat heroik danberdedikasi untuk pasien-pasiennya, namun mereka tidak lebih dari seorang yang tidak pernah punya waktu dan perhatian untuk pasangan dan anak-anaknya?.Bukankah tidak jarang pula kita dibukakan tentang pengkotbah-pengkotbah besar yang sangat dihormati dan melalui kotbahnya yang berapi-api banyak orang yang dikuatkan, namun, mereka tidak lebih dari seorang pem-buat masalah di rumah?

1. John Piper, Noel Piper: The Family: Together in God’s Presence. Diunduh dari http://desiringgod.org/articles/the-family-together-in-gods-presence

Saya selalu terharu ketika menyaksikan, klip video Jimmy Wayne “I Love You This Much”2 yang menceritakan tentang seorang anak yang sangat mengagumi ayahnya namun tidak pernah merasakan kasih sayangnya. Ayahnya meninggal ketika dia beranjak dewasa, dan ketika berdiri di depanpeti jenazah ayahnya saat disemayamkan di gedung gereja, bukannya sedih justru dia marah dan memaki ayahnya karena dalam perjalanan hidupnya, dia tidak pernah merasa dikasihi. Namun dalam ke-baktian penghiburan itulah justru dia mene-mukan Kristus yang seolah berkata,”I love you this much” dengan merentangkan tangan-Nya selebar-lebarnya dipaku di kayu salib. Video yang sudah disaksikan lebih dari 3 juta orang ini sangatlah kuat mempengaruhi saya sampai dengan hari ini, dengan alasan yang sederhana saja, yaitu, saya tidak mau diingat sebagai sosok yang mengecewakan oleh istri dan anak-anak saya, saya ingin dikenang sebagai orang yang mengasihi mereka dalam segala keterbatasan saya dan menjadi individu yang pernah meng-hadirkan kasih Kristus dalam keluarga.

“Papi nanti pulang jam berapa?”, “Nanti

2. http://youtu.be/aoLFISIdH8g

dr. Lineus Hewis , Sp.A

MenghadirkanKerajaan Allahdi DalamKeluarga

Page 10: Samaritan edisi 2 2015

10 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Faktualmalam aku dibacain buku cerita yah…”, “Aku tidurnya nanti dipelukin papi yah…” adalah kalimat-kalimat yang berulang-ulang diucap-kan anak bungsu kami ketika melepas saya bekerja di pagi hari. Ada rasa syukur karena merasa kehadiran saya masih dibutuhkan, namun terselip juga rasa haru karena si bungsu ini pantang menyerah menyadari bahwa papa-nya seringkali tiba di rumah ketika dia sudah terlelap dengan buku cerita di sampingnya.Mudah sekali buat saya untuk menganggap ke-hadiran saya dalam urusan-urusan sehari-hari seperti membantu istri membersihkan ka-mar mandi, menyapu dan mengepel lantai, menyiapkan makanan anak-anak, menemani mereka bersepeda, mendampingi si sulung belajar menjelang UN, melerai perselisihan di kamar tidur anak, menunjukkan bagaimana cara menjadi data dari internet, kesabaran dan memberikan kesempatan kedua atau lebih ketika ada kegagalan, dan lain-lain, merupa-kan bagian dari kewajiban rutin sebagai orang tua. Kerutinan yang terkesan kurang mulia bila dibandingkan dengan mengajak mereka ke gereja atau ber-PA. Namun sesungguhnya, saya justru merasakan kontribusi dalam pekerjaan sehari-hari sebagai medium yang sangat baik ketika ingin membagikan kebenaran Firman Tuhan kepada anggota keluarga.

Jauh lebih sulit bersaksi tentang pergu-mulan dan pertolongan Tuhan menghadapi pa-sien sepsis yang berdarah-darah, atau bersaksi tentang bagaimana Tuhan mencukupkan dana kamp medis, dibandingkan dengan berbicara tentang perintah untuk menghormati ayah dan ibu dengan mengajak mereka mengunjungi kakek dan neneknya setiap akhir pekan dan merawat mereka ketika mereka sakit, atau ten-tang menyerahkan kekuatiran kepada Tuhan dengan menolong mereka menyelesaikan soal-soal sulit dan mengajak mereka berdoa sebelum berangkat ujian.

Sebagai seorang praktisi medis dan pencari nafkah dalam keluarga, saya menyadari betapa tidak mudahnya menjadi teladan dalam meng-hidupi Firman Tuhan sehingga bisa menjadi pionir dalam menghadirkan Kerajaan Allah da-lam keluarga. Meninggalkan rumah pagi hari, seringkali sebelum matahari terbit, dan pulang malam, terkadang menjelang pagi, akibat kesi-bukan praktek dan perawatan pasien di rumah sakit.Hal ini seakan hal yang bisa dimaklumi oleh semua penghuni kota Jakarta, salah satu kota termacet di dunia ini. Tiba di rumah semua anggota keluarga sudah terlelap, namun yang lebih parah lagi adalah ketika anak-anak masih balita dan tidak ada pembantu rumah tangga. Ketika saya merasa sebagai orang yang paling pantas untuk beristirahat dan dilayani karena sudah bekerja keras sepanjang hari untuk keluarga, saya harus memilih untuk lanjut dengan mengganti popok, membuatkan susu, menggendong anak-anak di saat rewel, dan membiarkan istri untuk istirahat karena keesokan harinya dia harus bangun lebih pagi menyiapkan sarapan dan keperluan anak-anak yang sudah bersekolah. Pemandangan ini sempat selama bertahun-tahun menghiasi rumah tangga kami, dan atas nama menolong sesama atau lebih rohaninya “melayani pasien”, saya tidak berani menghentikan praktek atau menolak pasien, walau untuk itu harus mengorbankan diri dan keluarga. Semata-mata karena memprioritaskan pasien? Terlalu mulia untuk saya amini. Manajemen waktu yang bu-ruk? Sangat mungkin. Takut rejeki berkurang? Mungkin juga. Perlahan-lahan saya menyadari sesungguhnya cara terbaik dalam menghancur-kan keluarga bukanlah dengan menyerangnya dengan sakit penyakit atau kuasa gelap, tapi dengan memberikan lebih banyak “berkat” (kesannya demikian karena pasien-pasien itu datang tanpa diundang dan terus memberikan lebih banyak penghasilan, walau untuk itu wak-

Page 11: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 11

Faktualtu pribadi dengan Tuhan dan untuk keluarga harus semakin dikurangi) dan mengaruniakan “nama baik” yang lebih harus (reputasi klinis yang membuat makin hari kepercayaan masyarakat makin meningkat, pasien semakin bertumpuk, namun pulang juga jadi semakin malam dan fisik makin terkuras).

Kehidupan keluarga seorang dokter me-mang jauh dari kenikmatan yang dipikirkan kebanyakan masyarakat. Miller dan Mcgowen-dalam artikelnya tentang kebenaran yang menyakitkan tentang dokter, menghadirkan data bahwa tingkat depresi, bunuh diri, kecan-duan obat-obatan dan perceraian pada dokter lebih tinggi dari pada masyarakat umum3, walaupun ada pula artikel lain yang menunjuk-kan data yang lebih menyejukkan yaitu bahwa perceraian di kalangan profesional medis tidak lebih tinggi dari profesi non medis.4 Data-data dalam artikel ini mungkin saja tidak mewakili kita di Indonesia, namun beberapa analisis yang diberikan, termasuk pengamatan 30 tahun perjalanan hidup mahasiwa menjadi dokter, mungkin relevan dengan kondisi kita di Indonesia, dimana kultur pendidikan dan dunia kerja di bidang medis yang sangat ketat dan melelahkan secara fisik dan emosional, belum lagi bila harus berhadapan dengan ancaman medico-legal, ditambah lagi sebagai dokter mereka diharapkan selalu siap dalam memberikan pertolongan kepada orang lain, walau mereka sendiri sebenarnya memiliki banyak masalah dan kebutuhan. Bayangkan ini terjadi sejak dari mahasiswa, koas, residen-si, dan dalam dunia kerja, dan memberikan hanya sedikit ruang bagi mereka untuk dapat berkeluh kesah. Tentunya hal ini akan sangat

3. Miller NM, Mcgowen KR. The Painful Truth: Physicians Are Not Invincible. South Med J. 2000;93(10)4. Ly DP, Seabury SA, Jena AB. Divorce among physicians and other healthcare professionals in the United States: anal-ysis of census survey data. BMJ2015;350:h706

mempengaruhi perilaku mereka dan ekspektasi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Artikel ini mungkin bernada pesimistis, namun ketika menghidupi profesi ini selama 22 tahun, saya setuju dengan kerentanan sebagai seorang praktisi medis untuk tersesat dalam menjalani panggilan profesi yang mulia ini.

Michael Myers, seorang psikiater yang khusus mendalami kesehatan emosional para dokter dan keluarganya, menulis tentang masalah-masalah umum yang dihadapi para dokter yang berpengaruh besar dalam hubun-gan keluarganya.5 Berikut adalah beberapa yang relevan untuk kita renungkan. Jam bekerja yang berlebihan, yang mempe- ngaruhi kuantitas dan kualitas waktu yang tersisa, sehingga sulit untuk rileks, kreatif, dan energetic dengan pasangan dan keluarganya. Bekerja sebagai pelarian dari pergumulan di rumah, karena memang memecahkan masalah klinis seringkali lebih mudah dari pada masalah keluarga. Masalahnya pada saat yang bersamaan dunia kerja medis menghadirkan banyak godaan yang memudahkan untuk jatuh, lebih dari dunia kerja yang lain. Menelantarkan diri sendiri dengan hidup sangat tidak seim-bang, dengan tidak memperhatikan sakit dan penderitaan diri sendiri, pasangan dan anggota keluarganya. Merasa menjadi pengendali dalam keluarga akibat dari hubungan dokter-pasien di tempat kerja terbawa ke rumah tangga, sehingga memandang pasangan dan anak-anak seperti pasien-pasien yang harus dikendalikan kondisi klinisnya. Tidak adanya batas yang tegas antara waktu kerja dan waktu untuk kel-uarga, sehingga akitivitas dalam rumah tangga mudah terganggu oleh panggilan-panggilan yang tidak seharusnya di luar waktu ‘on call’. Banyak dokter sesungguhnya adalah “wound-

5. Myers MF. Medical Marriages and other intimate rela-tionship, MJA 2004;181:392-394 dalam FOCUS edisi Winter 2007

Page 12: Samaritan edisi 2 2015

12 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

edhealer”, karena sesungguhnya mereka juga individu-individu yang harus ditolong. “The medical profession needs a cultural shift from the belief that physicians’ calling transcends family life”6 adalah sebuah ajakan yang sangat mencuri perhatian saya terutama bila dituliskan dalam sebuah artikel jurnal untuk konsumsi para professional medis barat yang sangat mendahu-lukan pelayanan untuk pasien di atas segalan-ya, termasuk keluarga. Saya yakin seruan ini relevan dengan kebutuhan kita, sebagai tenaga medis Kristen dan harus menjadi alaram peng-ingat di setiap waktu.

Dalam semua kelemahan dan keterbatasan, memang membutuhkan anugerah Tuhan dalam menghadirkan Kerajaan Allah dalam keluarga. Namun ketika teguran dan hikmat diberikan, kitalah yang harus mengambil keputusan dan memulai suatu perjalanan yang baru dengan keluarga kita, dan bekerja keras untuk menjalaninya dengan konsisten. Ketika kita ingin berbicara tentang ‘misi sebagai gaya hidup’ maka tidak bisa tidak kita harus meli-hatnya sebagai gambaran yang utuh dimana keluarga merupakan salah satu bagian yang

6. Myers MF. The well-being of physician relationships. West J Med 2001;174:30-33

tidak terpisahkan, bahkan terpenting karena keluarga seringkali merupakan refleksi yang sesungguhnya dari kehadiran Tuhan dalam sebuah komunitas. Di sinilah gaya hidup mis-ioner tersebut harusnya berawal dan terpancar keluar, ke komunitas yang lebih besar. Keluarga yang mengalami kehadiran Kerajaan Allah-lah yang akan membuahkan anggota-anggota keluarga yang menghadirkan Kerajaan Allah kemanapun mereka pergi dan melayani.

Banyak seminar atau persekutuan pasutri yang bisa menolong kita dan pasangan kita untuk bertumbuh menjadi keluarga yang missioner, namun ijinkan saya mengingatkan satu hal sederhana namun begitu fundamental untuk kita tenaga medis Kristen, yaitu waktu teduh setiap hari dengan Tuhan kita. Kesibu-kan kita setiap hari pelan-pelan dapat meng-gerogoti persekutuan kita dengan Tuhan dan kalau berbicara menghadirkan Kerajaan Allah dalam keluarga, biarlah Kerajaan Allah itu hadir lebih dahulu dalam kehidupan kita mas-ing-masing setiap hari dan berdampak kepada anggota keluarga kita yang lain. John R. Mott pernah menulis: “Next to receiving Christ as Savior, and claiming the filling of the Holy Spirit, we know of no act attended with larger good

Faktual

Page 13: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 13

to ourselves or others than the formation of an undiscourageable resolution to keep the morning watch and spend the first hour of the day alone with God”.7 Kesannya terlalu berlebihan tentang pentingnya saat teduh, sampai-sampai seorang Andrew Murray pernah berfikir demikian. Namun kalau kita pikir-pikir lagi bukan hal yang paling sulit bagi kita adalah berdiam diri di hadapan Tuhan dan mendengarkan-Nya? Bukankah ketika membuka mata di pagi hari, lebih mudah untuk kita menelpon RS menanyakan kondisi pasien kita yang buruk atau membuka buku atau mencari artikel untuk mengatasi kondisi-kondisi pasien kita yang sulit atau bergegas dengan rencana-rencana kita?

Beberapa saat yang lalu, saya mendampingi ayah saya yang terkena stroke ketiga, di rumah sakit. Pagi itu, ketika waktunya tiba berang-kat ke rumah sakit, saya mengajak ayah saya berdoa. Walau masih lemah, dengan spontan beliau mengangkat tangannya dan meletakkan-nya di dadanya. Dalam perjalanan ke rumah sakit pagi itu, ada rasa haru bila mengingat sosok ayah pada usia 82 tahun harus berjuang dengan diabetes dan stroke, namun ada juga rasa syukur tak terhingga karena membayang-kan hal ini tidak akan terjadi 30-40 tahun yang lalu ketika beliau masih keras-kerasnya terhadap kekristenan. Siapa yang menyangka sekitar 10 tahun yang lalu beliau menyerahkan diri untuk dibaptis. Sebulan kemudian ketika kondisi beliau mulai pulih, saya dan keluarga menemani ayah dan ibu saya mengikut retret usia indah. Saya bersyukur menyaksikan para lanjut usia ini dengan semangat memuji Tuhan dan mengikuti sesi demi sesi. Menarik mem-perhatikan bagaimana pada pagi hari ayah su-

7. Murray A. The Inner Chamber and The Inner Life. Emerit-ical Press. 2010; pg.9

Faktualdah siap dengan peralatannya memeriksa gula darah dan tekanan darah peserta retret. Dalam hati saya merenung, beliau mungkin tidak menghadirkan banyak hal tentang kekristenan di masa mudanya, namun akhirnya di masa tuanya, beliau berhasil membawa jiwa-jiwa ke gereja dan menginspirasi saya sebagai anak un-tuk bisa mengakhiri pertandingan dengan baik, atau istilah kerennya, “finishing well”.

“Though no one can go back and make a brand new start, anyone can start now and make a brand new ending.”

Selamat berjuang untuk menghadirkan Kerajaan Allah dalam keluarga kita masing-masing.

“God’s dream is that you and I and all of us will

realize that we are family, that we are madefor togetherness,

and for compassion.”- Desmond Tutu -

Page 14: Samaritan edisi 2 2015

14 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Pelayanan kesehatan merupakan pe-layanan yang sangat penting bagi mas-yarakat. Pemerintah menyediakan dana

yang sangat besar serta fasilitas kesehatan yang menunjang upaya peningkatan kesehatan mas-yarakat. Pelayanan kesehatan yang baik harus dapat memberikan manfaat bagi pasien dan keluarga pasien. Pasien mempunyai harapan bahwa mereka akan mendapatkan kesembuhan dari setiap pelayanan dan fasilitas yang diper-olehnya melalui pelayanan kesehatan.

Salah satu permasalahan penting dalam pelayanan kesehatan khususnya tenaga medis adalah ketika dihadapkan kepada pasien. Ma-salah ini akan sangat mengganggu dan begitu sensitif apabila cara atau memperlakukan pasien tidak sesuai yang diharapkan, maka dapat menjadikannya lebih buruk dari yang seharus-nya. Hal ini disebabkan karena setiap pasien bukan hanya mengalami masalahkesehatan secara fisik saja, tetapi juga mempengaruhi kes-ehatan mental (psikis) pasien tersebut. Itulah sebabnya, mengapa permasalahan ini menjadi

perhatian serius khususnya bagi setiap orang yang berprofesi sebagai tenaga medis.

Menurut Srinivasan (2008) bahwa setengah dari penderitaan dan rasa sakit pasien akan berkurang dengan berbicara dan di dengar. Seorang tenaga medis tidak hanya harus kom-peten dalam praktik, tetapi juga harus memiliki empati dan pengertian yang baik terhadap pasien. Tenaga medis harus menunjukkan keramahan, kesabaran, dan ketulusan dalam memberikan pelayanan untuk menunjang proses penyembuhan pasien. Hal itu juga ber-dampak pada rasa percaya pasien dan keluarga kepada tenaga medis. Oleh karena itu, mem-bangun komunikasi yang baik antara tenaga medis dengan pasien sangat penting.Bukan hal yang mudah

Dunia yang telah jatuh ke dalam dosa ini pun menuntut agar setiap orang harus dikasihi. Demikian hendaknya, setiap orang yang telah Tuhan pilih mengerjakan keselamatannya masing-masing dengan mengasihi sesama lebih dari pada dunia ini. Tanpa terkecuali dalam

Ns. Ice Hendriani Simajuntak , S.Kp, MM

MembangunKomunikasi

Dengan Pasien

Faktual

Page 15: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 15

ruang lingkup kesehatan, sebagai tenaga medis harus mengenakan kasih sebagai dasar pe-layanannya.

Mengasihi bukanlah hal yang mudah dilakukan. Terlebih lagi terhadap pasien dengan berbagai kondisi dan latar belakang yang berbeda. Ada pasien yang datang dengan kebingungan akan penyakit yang dideritanya, ada yang menantikan dengan penuh kekhawatiran karena belum mendapatkan diagnosa yang pasti,dan ada juga yang sudah mengetahui penyakitnya tetapi tidak tahu harus berbuat apa?. Banyak juga pasien yang bermasalah dengan kondisi keuangan, permasalahan dengan keluarga, dan bergantinya peran keluarga ketika ada anggota keluarga yang sakit. Ini jelas menunjukkan betapa sulitnya kasih untuk diterapkan dalam situasi seperti ini.

Masalah-masalah di atas jelas memberi kepastian bahwa kondisi emosional pasien menjadi tidak stabil, bahkan banyak yang men-jadi marah, dan frustrasi dengan kondisi yang dihadapi. Dalam kebingungan akan kondisi penyakitnya,keuangannya, atau keluarganya, pasien mengharapkan bahkan menuntut respon yang cepat dan tepat dari tenaga medis. Timbul ketakutan baru dalam hati mereka bahwa pengobatan yang mereka lakukan tidak akan membawa hasil yang baik dan mema-tahkan harapan mereka bisa segera lepas dari semua permasalahan yang mereka hadapi. Sebaliknya, sesulit apapun permasalahan mereka, kita wajib mengasihi dan memberian harapan baru bagi mereka.

Mengasihi pasien hanya dapat dilakukan ketika kita menyadari bahwa apa yang kita lakukan akan menyenangkan hati Tuhan. Fir-man Tuhan yang mengatakan “sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang yang paling hina ini, kamu melakukan-nya untuk Aku” (Matius 25:40). Hal tersebutlah

yang dapat menguatkan tenaga medis dalam memberikan pelayanan yang terbaik bagi pa-sien. Pelayanan yang baik meliputi respon yang cepat terhadap kondisi pasien, bersifat tulus dalam melayani pasien dan mampu menguat-kan pasien dalam segala kondisi mereka. Yang paling penting adalah mampu mendampingi pasien dalam masa-masa tersulit dan terendah dalam hidup mereka.

Firman Tuhan juga berkata dalam Kolose 3: 23, “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuat-lah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia”. Firman ini akan memberikan kekuatan bagi kita sebagai tenaga medis untuk tidak bersungut-sungut dalam memberikan pelayanan kepada pasien. Banyaknya pekerjaan yang harus di lakukan dan banyaknya tuntutan dari pasien maupun dari manajemen terkadang membuat kita menjadi lelah dan tergoda untuk tidak tulus dalam melayani, tetapi kesadaran bahwa apa yang kita lakukan adalah untuk Tuhan akan memberikan semangat baru bagi kita. Hal ini meneguhkan bahwa kita sedang melayani dan memuliakan Tuhan atas apa yang kita kerjakan.

Menceritakan bahwa Allah itu baik dan sayang kepada pasien ketika mereka dalam kondisi kritis atau mengidap penyakit kronis bukanlah hal yang mudah. Tetapi sebagai orang percaya kita harus dapat menyakinkan pasien bahwa Allah yang berkuasa atas segala ses-uatunya pasti mempunyai rencana yang baik untuk umat-Nya. Saat seperti ini jugalah waktu yang tepat untuk menceritakan tentang Kristus dan hidup yang kekal kepada pasien. Meng-arahkan mereka bahwa kehidupan ini hanya sementara dan akan ada hidup yang kekal bersama Kristus Tuhan, sebagai Juru Selamat manusia.

Tenaga medis juga harus dapat menjaga kesucian diri dalam memberikan pelayanan, tidak melakukan tindakan atau pemeriksaan

Faktual

Page 16: Samaritan edisi 2 2015

16 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

yang tidak seharusnya demi kepentingan sendiri. Memberikan obat yang tepat sesuai kondisi pasien dan bukan demi keuntungan pribadi. Meyakini bahwa ketika kita bekerja dengan benar maka Tuhan akan mencukupkan segala yang kita butuhkan.

Bermisi sebagai gaya hidup hanya dapat dilakukan ketika kita memiliki hubungan pribadi yang baik dengan Tuhan. Tanpa hal itu kita tidak akan dapat melakukan pelayanan dengan penuh kasih. Kita hanya akan terjebak dalam rutinitas dan pada akhirnya akan mem-buat jiwa dan tubuh kita lelah dan tak berdaya.

Menjadi perawat adalah karunia Tuhan yang sangat besar dalam hidup saya. Kare-na saya bisa bertemu dengan banyak pasien dengan banyak kondisi. Perawat mempunyai banyak ‘hak istimewa’ dalam membantu pasien, sebagai contoh memandikan pasien, memban-tu pasien untuk memenuhi kebutuhan elimi-nasinya, mengganti balutan luka mereka. Yang terkadang hal tersebut merupakan hal mema-lukan bagi pasien, tetapi kita bisa melakukann-ya. Saya bertemu dengan banyak pasien kritis, yang terkadang berusaha menguatkan mereka dan memberikan mereka semangat, sekalipun kita tahu secara medis mungkin tidak akan ada harapan lagi. Seluruh pengalaman ini, pada akhirnya membuat saya semakin bersyukur atas anugerah yang Tuhan berikan dalam hidup saya menjadi seorang perawat.

Saya tidak pernah bermimpi menjadi seorang perawat tetapi pada akhirnya saya tidak akan pernah lari dari profesi dan panggi-lan ini. Semoga Tuhan semakin dipermuliakan dalam hidup saya. Proud to be a nurse.

Refrensi: Srinivasan. (2008). Managing a modern hospital. India: SAGE Publication

Faktual

Page 17: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 17

BermisiDengan Pemberdayaan MasyarakatOleh: dr. Eddy Kristianto

Siang itu saya diantar oleh seorang pen-deta desa mengunjungi beberapa rumah jemaat di Sumba Barat Daya. Panas terik,

tanah tandus dan debu terhampar di sepanjang perjalanan. Sulit membayangkan bagaimana penduduk desa bisa hidup di daerah seperti ini. Sesampai di desa, hati saya sangat sedih. Belum pernah saya melihat kondisi desa seperti ini. Anak-anak yang kurus dan kurang gizi. Debu dan daki melekat di seluruh kulitnya setelah lima hari tidak mandi karena sulit air. Beberapa anak bahkan terlihat apatis karena kekurangan gizi yang parah.

Yang membuat saya lebih terkejut, beberapa hamba Tuhan di sana mengatakan bahwa kondisi ini dari dulu memang sudah begini. Jadi sudah menjadi hal yang biasa bagi mere-ka. Awalnya saya agak kecewa dengan hamba Tuhan ini. Sampai ketika saya mengunjungi keluarganya. Rupanya keluarga mereka juga mengalami kondisi yang tidak berbeda jauh dengan jemaatnya.

Tak terbayang dalam pikiran saya, bagaima-na ketika mereka berdoa, “berikanlah pada kami makanan kami yang secukupnya” dan saat membuka mata, mereka tidak dapatkan makanan secukupnya tadi?

Dalam pelayanan kami di berbagai daerah

di Indonesia, masih banyak kondisi seperti ini yang kami temui. Andaikan Tuhan Yesus ada di jaman ini, apakah yang akan Dia lakukan? Apakah seperti yang telah dilakukan oleh ke-banyakan anak-anak Tuhan pada masa kini?Teladan pelayanan Tuhan Yesus

Tuhan Yesus telah memberikan teladan pelayanan yang ideal. Teladan ini juga men-jadi model pelayanan jemaat mula-mula di Kisah Para Rasul. Model pelayanan ini juga dilakukan oleh para sending (misionaris) pada saat Kekristenan masuk ke Indonesia. Yaitu pelayanan yang seutuhnya. Berita keselamatan disampaikan, pemuridan dilakukan dan peng-utusan ke berbagai daerah. Dan dimanapun pelayanan ini dilakukan, mereka yang lapar diberi makan, mereka yang sakit disembuhkan, mereka yang miskin diberkati. Pada jaman Kekristenan masuk ke Indonesia, pertanian dan peternakan menjadi maju, sekolah dan rumah sakit didirikan dan kesejahteraan hadir dimana-mana.

Faktual

Page 18: Samaritan edisi 2 2015

18 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Kondisi pelayanan saat iniNamun berangsur-angsur pelayanan

seutuhnya ini mulai ditinggalkan. Kebanyakan gereja jaman sekarang sedikit sekali berperan dalam mensejahterakan jemaatnya. Sebetulnya fenomena ini juga terjadi pada jaman Tuhan Yesus. Murid-murid menganggap, bukan tugas-nya untuk memikirkan kebutuhan jasmani orang-orang yang dilayani. Mereka lebih suka berkata: “Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.” Pada masa kini, kondisi ini diter-jemahkan dengan: “Mintalah pada pemerintah agar mereka mengatasi kelaparan di desa kita. Carilah sponsor agar anak Anda bisa melan-jutkan kuliah. Gereja dipanggil untuk melak-sanakan Amanat Agung, bukan mengurusi kesejahteraan masyarakat atau jemaat”. Beberapa rekan pelayanan juga mengatakan: “Belajarlah mencukupkan diri dengan apa yang telah Tuhan beri. Tidak usah terlalu ngoyo, berserah saja pada Tuhan.” Bagaimana menurut Anda?

Yang jelas, Alkitab menuliskan: Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.” Prinsip yang Tuhan Yesus ajarkan pada masa itu, juga berlaku untuk masa kini. Gereja juga dipanggil untuk memberikan kebutuhan jasmani, untuk mendatangkan kesejahteraan dimanapun gereja Tuhan berada.Kemauan dan kemampuan

Beberapa gereja saat ini sebetulnya sudah mengerti pentingnya pelayanan yang seutuh-nya ini. Namun langkah mereka mendadak terhenti saat hendak melakukan pelayanan jasmani melalui pemberdayaan masyarakat. Kendala utama adalah biaya dan kemampuan. Murid-murid Tuhan Yesus juga mengalami hal yang sama: : “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.”

Ada 2 hal yang sering kami lakukan dalam memulai pemberdayaan masyarakat:1. Serahkan pada Tuhan Yesus, apapun

kemampuan atau sumberdaya yang kita miliki: : “Bawalah ke mari kepada-Ku.”

2. Miliki network (jejaring) dengan rekan-rekan pelayanan yang telah Tuhan pakai dalam pemberdayaan masyarakat. Beker-jasamalah dengan meka Bukan hanya un-tuk kepentingan pelayanan Anda sendiri, namun untuk kepentingan bersama.

Beberapa prinsip penting dalam pember-dayaan masyarakat

Kami telah melakukan pelayanan pember-dayaan masyarakat sejak tahun 1993. Dalam kurun waktu ini, Tuhan telah mengajarkan banyak hal sehingga kami mengerti prin-sip-prinsip penting dalam pelayanan ini. Saya ingin membagikan beberapa hal saja:1. Kelompok Kecil adalah strategi pelayanan

yang penting dalam pemberdayaan mas-yarakat.

2. Pemberdayaan berbeda dengan memberi bantuan.

3. Usaha yang terbentuk adalah milik mas-yarakat/jemaat.

4. Sumberdaya lokal harus menjadi prioritas utama untuk dikembangkan.

5. Program harus berkesinambungan. Meskipun pembimbingan sudah selesai, masyarakat/jemaat harus mampu menger-jakannya sendiri.

6. Peserta program harus mampu menjadi pembimbing untuk wilayah lain setelah mereka berpengalaman.

7. Program dirancang untuk membuka jalan memenuhi panggilan Amanat Agung.

Faktual

Page 19: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 19

Kelompok Kecil di Desa Dahana Nias. Anggota kelompok belajar pertumbuhan rohani, karak-ter dan wirausaha.Tiap Kelompok Kecil juga memiliki sebuah Us-aha Kecil Menengah (UKM) yang dikembang-kan oleh kelompok dengan bimbingan kami.Hasil produksi dipasarkan oleh Kelompok Kecil lainnya dan ke kota. Keuntungan dibagi untuk anggota kelompok, untuk kas gereja dan untuk dana pengembangan kelompok lainnya.

Survei potensi daerah menjadi dasar penting yang harus dilakukan sebelum melakukan pemberdayaan masyarakat. Survei yang dilaku-kan dengan sembarangan sering menjadi salah satu penyebab kegagalan dalam pemberdayaan masyarakat.

Jus Babi, salah satu produk pemberdayaan masyarakat di Nias dan Sumba. Dibuat dengan memanfaatkan limbah buah. Mengandung en-zym yang meningkatkan penyerapan makanan pada babi, sapi dan domba. Sehingga ternak cepat besar dan kotoran tidak berbau.

Beberapa contoh pemberdayaan masyarakat

Faktual

Page 20: Samaritan edisi 2 2015

20 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Produksi kopi asli Sumba. Sedang dalam persiapan eksport.

Mengintegrasikan pelayanan kesehatan, per-baikan gizi dan pemberdayaan masyarakat.

Sebuah tantanganMelakukan pelayanan misi dan pem-

berdayaan masyarakat bukanlah pelayanan yang mudah karena tidak sedikit tantangan yang akan ditemui. Dari semua tantangan di lapangan, tantangan yang paling mudah diatasi adalah ketrampilan atau kemampuan. Namun tantangan tersulit untuk diatasi adalah titel dokter. Awalnya kami pribadi merasa bahwa dalam pelayanan misi sebagai dokter, Amanat Agung dan pelayanan kesehatan saja yang per-lu kami lakukan. Bukan mengurusi pertanian, peternakan dan sebagainya meskipun itu sangat dibutuhkan di beberapa daerah pelayanan. Namun Tuhan sadarkan kami, pro-fesi kami sebagai dokter dan dokter gigi saat ini diberikan Tuhan untuk melengkapi pelayanan kami, bukan untuk membatasi pelayanan kami.

Bagaimana dengan teman-teman sepe-layanan? Maukan kita menanggalkan titel dan harga diri kita demi memenuhi Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus?

Yang MenopangSaya adalah

Sebuah Janji…

Faktual

“Tuhan Yesus telah memberikan teladan pelayanan yang ideal.

Yaitu pelayanan yang seutuhnya. Berita keselamatan disampaikan,

pemuridan dilakukan sertapengutusan ke berbagai daerah.

Dan dimanapun pelayanan ini dilakukan,

mereka yang lapar diberi makan, mereka yang sakit disembuhkan, mereka yang miskin diberkati.”

Page 21: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 21

Yang MenopangSaya adalah

Sebuah Janji…Ada banyak tokoh misionaris yang mem-berikan kepada kita teladan dari kehidupan yang diserahkan sepenuhnya kepada Allah, diantaranya, David Livingstone.

David Livingstone adalah seorang misionaris yang dilahirkan pada 19 Maret 1813 di kota Blantyre,

Lanarkshire, Skotlandia. David kecil adalah anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan Neil Livingstone (1788-1856) -- seorang guru sekolah minggu -- dan istrinya Agnes Hunter (1782-1865). Sebagai seorang Kristen yang taat, sang ayah telah memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap David Livingstone ketika dia masih muda. Terlahir pada masa revolusi industri di Inggris, memaksa David Livingstone bekerja di sebuah pemintalan kapas selama empat belas jam sehari dengan gaji hanya lima shilling per minggu. Jam kerja yang menyita sebagian besar waktunya membuatnya terpaksa bersekolah pada malam hari di Blantyre Village School. Keluarga Livingstone bukanlah sebuah keluarga yang mengedepankan pendidikan, David Livingstone harus menabung sedikit demi sedikit sebelum akhirnya melanjutkan studi ke Anderson`s College di Glasgow pada tahun 1836 dan memerdalam pengetahuannya dalam bidang kedokteran dan penginjilan.

Cita-citanya kala itu adalah menjadi seorang tenaga medis di Tiongkok. Hal ini dipengaruhi oleh seruan seorang misionaris berkebangsaan Jerman bernama Karl Gutzlaff mengenai kurangnya utusan penginjilan dalam bidang medis di Tiongkok. Pada musim gugur 1838, David Livingstone diterima di London Missionary Society (LMS). David sangat berharap LMS akan mengirimnya ke daratan Tiongkok sebagai tenaga medis. Sayangnya, perang candu pertama yang pecah di bulan September 1839, tidak memungkinkan David Livingstone melakukan pelayanan ke Tiongkok. Akhirnya, Livingstone untuk sementara menetap di Inggris sambil melanjutkan studinya.

Melayani daerah yang belum terjamah

Pelayanan David yang pertama berawal dari perkenalannya dengan Robert Moffat pada ta-

David Livingstone:

Faktual

Page 22: Samaritan edisi 2 2015

22 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

hun 1840. Pertemuan mereka telah menggugah hati David Livingstone untuk menjadi relawan dan pergi melayani di bagian selatan benua Afrika. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, David Livingstone menerima tawaran dari LMS dan bertolak dari Inggris pada Desember 1840 dan tiba di Pangkalan Kuruman pada tahun 1841. Dia mendarat di Benua Hitam dengan membawa “sextant” (semacam kom-pas), beberapa lembar buku, alat peneropong, dan obat-obatan. Kerinduannya yang terbesar adalah melayani di daerah-daerah yang belum terjamah oleh orang kulit putih.

Setelah beristirahat beberapa hari di Kuru-man, David Livingstoe melanjutkan perjala-nan ke Lepelole. Suku yang mendiami daerah Lepelole adalah suku Bakwena. Sebagai salah satu media penginjilan, David Livingstone mempelajari bahasa daerah setempat. Namun, keadaan keamanan kurang mendukung di daerah ini, David menyadari bahwa setiap kali dia selesai berkhotbah, banyak orang-orangnya yang dibunuh, ditangkap, atau diusir oleh suku lain. Sebagai jalan keluar, akhirnya pada tahun 1844, David memutuskan untuk pergi ke arah utara, menuju Mabotsa.

Pada tahun 1844, daerah Mabotsa didiami oleh orang-orang Bakhatla. Selama berada di Mabotsa, David sering memberitakan tentang Yesus sambil berkumpul dengan orang Bakhala di antara api unggun. Lagu gereja pertama yang diterjemahkan ke dalam bahasa lokal adalah “There Is a Fountain Filled With Blood”. Di

tempat inilah terjadi peristiwa yang mengubah hidup David. Dia diserang oleh seekor singa yang meremukkan bahu kirinya. Akibatnya sungguh fatal karena sepanjang sisa hidupnya, David Livingstone hampir tidak bisa menggu-nakan tangan kirinya lagi. Di Mabotsa, David menikah dengan putri Robert Moffat yang bernama Marry.

Ketika kelompok misi yang baru tiba di Mabotsa, David pindah ke daerah Chonuane yang didiami oleh orang-orang Kwena. Pada suatu hari, kepala suku yang bernama Sechele memanggil semua anggotanya untuk berkum-pul dan mendengarkan khotbah David Liv-ingstone. Hatinya tergerak dan bertobat, sejak saat itu dia menjadi seorang Kristen yang taat. Karena dorongannya, banyak anggota suku yang pergi ke sekolah-sekolah misi.

Musim kering yang berkepanjangan dan menipisnya persediaan air di Chonuane memaksanya untuk pergi ke daerah Kolobeng pada tahun 1847. Saat David pergi ke Kolo-beng, dia menyadari bahwa banyak orang mengikutinya. Kebanyakan orang-orang terse-but merasa tidak bisa hidup jauh dari David yang mengobati mereka, mengajarkan mem-baca, dan terutama menceritakan Yesus yang ajaib. Di Kolobeng, mereka mendirikan sebuah sekolah kecil.

Masa kekeringan tidak berakhir sampai di sini saja. Beberapa tahun ke depan, hujan sangat jarang turun di Kolobeng. Tanah men-jadi kering, bahkan air sungai tidak mengalir.

Faktual

Page 23: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 23

Agar bisa selamat dari bencana kekeringan ini, mereka harus pergi ke daerah Makololo dan melewati gurun Kalahari. Dengan dibantu oleh kedua rekannya yang bernama William C. Oswell dan Mungo Murray, David Livingstone melakukan perjalanan melewati gurun Kalaha-ri dan menemukan Danau Ngami.

Keinginan David Livingstone untuk melakukan penginjilan lebih lagi ke daerah utara semakin menggebu. Tapi, David menyadari bahwa istri dan anak-anaknya tidak dapat mengikutinya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk memulangkan keluarganya ke Inggris, sedangkan dia sendiri tetap melanjutkan misinya.

Dalam penginjilannya, David Livingstone selalu menekankan betapa pentingnya mengerti budaya lokal dan kepercayaan masyarakat untuk membuat mereka tertarik terhadap kekristenan. David Livingstone menyadari bahwa kekristenan adalah sebuah ancaman besar bagi masyarakat Afrika. Terutama jika berhubungan dengan upacara tradisional yang menyatukan masyarakat melalui budaya poligami yang dipraktikkan di Afrika. Padahal itu dilarang oleh kekristenan. David Livingstone juga mengalami kesulitan dalam hal bahasa, karena bahasa lokal tidak mengenal kata kasih dalam konsep Allah maupun kata dosa.

Apa yang dicapai oleh David Livingstone selama perjalanannya, yaitu menemukan daerah-daerah baru. Karena menemukan

daerah-daerah baru, ditemukan pula pengetahuan alam yang baru, seperti binatang-binatang baru, tumbuh-tumbuhan yang lain, keadaan alam yang berbeda, dan sebagainya. Hal tersebut merupakan sebuah prestasi yang luar biasa. Peta Afrika pertama yang dibawanya dulu, tidak berisi apa pun mulai dari Kuruman hingga Timbuktu, tapi berkat jasanya, peta itu kini telah terisi daerah-daerah secara terperinci dan lengkap. Di tanah airnya, dia disambut sebagai pahlawan nasional dan dielu-elukan oleh masyarakat Inggris. Namun, kepulangannya pada Desember 1856 mengakibatkan perbedaan pendapat antara dia dan LMS yang telah mengutusnya, dan perbedaan itu terus meruncing. David ingin kembali lagi ke Afrika untuk membuka jalur perdagangan dan kekristenan di sana, tapi dia menyadari bahwa LMS tidak akan membantunya dalam hal penjelajahan dan ekonomi. Memanasnya hubungan David dengan LMS itu membuatnya memutuskan untuk melepaskan diri dari yayasan tersebut.

David Livingstone mewujudkan keinginannya untuk kembali lagi ke Afrika dengan bantuan biaya dari pemerintah Inggris dan mengepalai tim ekspedisinya sendiri. Selama lima tahun, David Livingstone melakukan penjelajahan ke daerah Afrika Timur dan Tengah untuk kepentingan pemerintah Inggris.

Dalam ekspedisinya yang kedua ini, David Livingstone harus menelan pil pahit dan

Faktual

Page 24: Samaritan edisi 2 2015

24 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

menerima kenyataan bahwa ekspedisi ini tidak berjalan seperti yang diinginkannya. David Livingstone membuat keputusan yang salah tentang sungai Zambesi dan riam-riam di Cabora Bassa. Kapal-kapal uap pada masa itu ternyata tidak sanggup mengarungi riam-riam tersebut dan memaksanya berpaling ke sungai Shire yang mengalir di sebelah utara sungai Zambesi menuju Danau Malawi. Tapi sebelum sempat terlaksana, pemerintah Inggris me-maksa mereka untuk pulang pada tahun 1863. Ekspedisinya yang kedua dianggap sebagai sebuah kegagalan dan pemerintah Inggris sudah tidak tertarik untuk kembali membiayai ekspedisinya.

Setelah melakukan usaha penggalangan dana yang sulit, David Livingstone kembali lagi ke Afrika pada tahun 1866. Tujuan David Livingstone kali ini untuk mencari muara sungai Nil. Petualangannya membawa David Livingstone ke sungai Lualaba. Ia mengira telah menemukan tujuannya, padahal sebenarnya sungai Lualaba adalah hulu sungai Kongo.

Walau melakukan kekeliruan tentang sungai Nil, namun penemuan geografisnya merupakan harta karun yang tak ternilai bagi ilmu pengetahuan di barat kala itu. Dia menemukan Danau Ngami, Danau Malawi, dan Danau Bangweulu. Tidak hanya itu, David Livingstone juga berjasa memetakan Danau Tangyika, Danau Mweru, dan beberapa jalur sungai, terutama hulu sungai Zambesi.

Menghapus perbudakan

Walau David Livingstone dikenal sebagai seorang penginjil, tapi dia juga memiliki andil yang sangat besar dalam usahanya untuk menghapus perbudakan di Afrika.

Pada saat kuliah, David Livingstone kerap mengikuti perkuliahan yang diadakan oleh Ralph Wardlaw, seorang pemimpin yang pada masa itu secara gigih mengampanyekan anti

perbudakan di London. Ketika dia memutus-kan untuk pergi ke Afrika Selatan, dia tidak hanya mendapat pengaruh dari Robert Moffat. Dia juga dipengaruhi sebuah tulisan yang ditu-lis oleh seorang penganut Abolosianisme (azas yang membela penghapusan perbudakan) yang bernama T.F. Buxon. T.F. Buxon menyebutkan bahwa perbudakan di Afrika dapat dihapuskan dengan membuka sebuah jalur perdagangan yang sah dan penyebaran ajaran Kristen di tanah Afrika.

Ketika melakukan perjalanan ke utara un-tuk membuka ladang pelayanan baru, Living-stone menjatuhkan pilihan di kedua sisi sungai Zambesi. Alasan yang mendasari pilihan David Livingstone adalah karena daerah ini memiliki penduduk yang lebih padat dan berada di luar jangkauan pedagang budak. David Livingstone juga melihat Sungai Zambesi sebagai sebuah alternatif dibukanya jalur perdagangan yang sah untuk menghalau pedagang budak dari daerah itu.

Surat, buku, dan jurnal-jurnal milik David Livingstone merangsang publik untuk menen-tang dan menghapus perbudakan. Salah satu bukunya yang terkenal diterbitkan pada tahun 1857 dan sampai saat ini masih dicetak ulang berjudul “Missionary Travels and Researches in South Africa”. Buku ini menceritakan pengala-mannya dalam mengajarkan bahwa Allah itu kasih kepada bangsa kanibal di Afrika.

Tahun-tahun terakhir David Livingstone dilalui dengan penjelajahan ke daerah-daerah yang belum pernah dilaluinya antara Danau Malawi dan Tanganyika. David Livingstone kehilangan hubungan dengan dunia luar selama kurang lebih enam tahun. Hanya satu dari empat puluh empat suratnya yang sampai ke Zanzibar. Berbagai tim ekspedisi dikirim oleh pemerintah Inggris untuk menemukan David Livingstone. Henry Morton Stanley dan timnya yang dikirim oleh surat kabar The New

Faktual

Page 25: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 25

York Herald, menemukan David Livingstone di sebuah kota yang bernama Ujiji pada 10 November 1871.

David Livingstone meninggal dunia di Chitambo pada 1 Mei 1873 karena menderita penyakit malaria dan pendarahan internal yang disebabkan oleh disentri. David Livingstone menghembuskan napas terakhirnya sambil berlutut di samping tempat tidur dalam posisi berdoa. Dua pembantu setianya yang bernama Susi dan Chuma mengubur jantung dan or-gan-organ tubuh bagian dalam David Living-stone di bawah pohon mvula. Sebelum dibawa ke Inggris, jasadnya dibalsam dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Selama 14 hari proses pengeringan, mereka bergilir menjaga jenazah itu 24 jam sehari untuk memastikan tidak ada hewan yang mendekat. Perjalanan yang dibutuhkan untuk membawa jenazah David Livingstone kembali ke Inggris memakan waktu sembilan bulan. Akhirnya, jenazahnya disemayamkan di Westminster Abbey pada 18 April 1874. Hal ini merupakan suatu mujizat; terjadi hanya karena kasih. Ini membuat kita bertanya-tanya, seperti apakah kesaksian hidup David Livingstone itu sehingga membuat pem-bantu-pembantu tersebut begitu mengabdi ke-padanya dan mengasihi dia? Setelah kematian Livingstone, Susi akhirnya memberi diri untuk dibaptis dan mengambil nama baru, David, untuk memperingati orang yang pertama kali mengajarkan makna menjadi seorang Kristen kepadanya.

Penemuan Livingstone dan keberhasilan-nya sebagai seorang penjelajah dan ilmuwan dapat dibaca di banyak buku sejarah tentang benua Afrika. Tetapi warisan Livingstone yang terbesar adalah, teladan hidupnya. Berkali-ka-li Livingstone ditipu, dkhianati dan difitnah oleh orang-orang demi kepentingan mereka sendiri. Tetapi hal itu tidak membuatnya patah semangat dan meninggalkan pekerjaan yang

sudah dimulainya. Kesetiaan dan fokusnya kepada Tuhan dalam melaksanakan tugas yang sudah dipercayakan kepadanya menjadi ciri dari karakternya,

“Saya akan memberitahu kalian apa yang menopang saya di tengah semua kerja keras dan penderitaan dan kesepian yang tak dapat saya gambarkan beratnya. Yang menopang saya adalah sebuah janji, janji seorang beradab yang paling terpuji dan sakral, ialah janji, `Ketahui-lah, Aku akan menyertaimu senantiasa, sampai kepada akhir zaman.`” (Matius 28:20).

*Bahan tulisan diambil dari berbagai sumber./tnp.

Faktual

Page 26: Samaritan edisi 2 2015

26 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Teman saya, di luar negeri, pernah bilang, “Indonesia adalah satu-satunya negara yang penduduknya mayoritas Islam di

dunia ini, di mana masih ada kebebasan untuk memberitakan Injil.”Masa sih?

Kita tidak mungkin menyangkal kenyataan, bahwa dari tahun ke tahun tak sedikit kesulitan yang dihadapi oleh gereja dan orang Kristen di Indonesia dalam pelbagai bidang kehidupan. Insiden perusakan gedung gereja atau tempat ibadah kian lama kian sering terjadi. Rintangan-rintangan baik formal dan informal semakin banyak dipasang untuk membatasi kebebasan gerak kita. Sekali lagi, semua kenyataan ini tak dapat ditutup-tutupi atau dipandang sebelah mata. Maksud saya: dunia ini memang bukan sorga!

Namun demikian, dengan tanpa mem-bungkus kenyataan-kenyataan pahit itu, sebe-narnya kita tetap harus bangga dan bersyukur atas Indonesia tercinta ini dan Pancasilanya! Sebab kebebasan (di tengah segala ketidakbe-basan) itu masih jauh lebih bisa kita nikmati

ketimbang, katakanlah, di negara-negara seperti Singapura atau Malaysia. Apalagi bila dibandingkan dengan Iran, Irak atau Pakistan!

Sikap yang paling kristiani dan alkitabiah yang harus kita perkembangkan adalah: bersyukur dalam segala hal. Belajarlah mensyukuri apa yang ada pada kita, jangan cuma meratapi apa yang tidak ada!Tentu saja tidaklah cukup bila kita cuma ber-syukur lalu tidak berbuat apa-apa, seolah-olah apa yang ada pada itu dengan sendirinya akan tetap ada. Saya, misalnya, tetap yakin bahwa Pancasila akan tetap ada, paling sedikit untuk kurun waktu yang cukup lama. Namun yang saya tidak yakin adalah, apakah walaupun Pancasila masih disebut-sebut orang ia juga tetap dilaksanakan dengan murni, konsisten dan konsekuen.Kita tidak dapat menutupi kenyataan, bahwa tidak semua orang berbahagia dengan per-nyataan teman saya itu. Walaupun itulah yang paling sesuai dengan asas-asas paling pokok dari Pancasila. Maksud saya, ada orang-orang atau kelompok-kelompok yang, walaupun

Memberitakan InjilTuh Di Sini

Faktual

Page 27: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 27

secara resmi tidak mengutik-ngutik Pancasila namun mereka menginginkan (dan mengusa-hakan!) agar Indonesia semakin mirip dengan Iran, Irak atau Pakistan.

Itu apa artinya? Artinya kita tidak boleh terlena dan mengasumsikan begitu saja seo-lah-olah dengan sendirinya kebebasan yang kita nikmati sekarang akan terus kita nikmati. Belum tentu! Tidak mustahil bahwa pada suatu ketika secara resmi Indonesia tetap Pancasila, tetapi di dalam praktek kita tak mungkin lagi memberitakan Injil.Ini tak perlu membuat kita panik. Bila semua itu saya katakan sebagai kemungkinan, itu adalah justru untuk mengajak kita mensyukuri dengan lebih sungguh-sungguh lagi kebebasan sekarang ini (relatif) masih kita nikmati. Sesungguhnya, bukan tidak mungkin keadaan bisa lebih buruk lagi.

Saya amat menganjurkan agar syukur kita itu kita nyatakan dengan lebih aktif. Maksud saya: mensyukuri kebebasan yang relatif masih Tuhan izinkan untuk kita nikmati sekarang ini, harus kita wujudkan dengan merawat dan memelihara kebebasan itu dengan sebaik-baiknya. Supaya kalau boleh, janganlah sampai kebebasan itu rusak di tangan kita sendiri dan karena ulah tangan kita sendiri!Pernyataan saya di atas saya kemukakan, oleh karena ada sikap atau reaksi lain yang coba diperkembangkan menghadapi situasi yang sama itu. Kira-kira sikap lain itu adalah, “Mumpung kebebasan itu masih mungkin kita nikmati, maka marilah itu manfaatkan seha-bis-habisnya!”Sikap atau reaksi yang wajar, bukan? Mumpung! Ya, mumpung! Namun demikian, toh saya bisa merasakan ada bahaya di situ. Di dalam sikap tergopoh-gopoh oleh karena merasa bahwa waktu tinggal sedikit lagi, maka dengan amat mudah orang berbuat ceroboh. Cara apa saja dipakai untuk memperoleh hasil

sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-singkatnya! Mumpung!

Saya merasakan ada perasaan dikejar-kejar seperti itu pada beberapa kelompok sauda-ra-saudara kita seiman. Tergopoh-gopoh. Tegesa-gesa. Dan saya, terus terang, merasa cemas benar melihat keadaan ini. Sebab bukan tidak mungkin, kecerobohan kita dalam mengejar target lalu menerapkan cara apa saja dalam memberitakan Injil – mumpung! – itu akan mempercepat kehancuran kebebasan itu sendiri. Pihak-pihak lain akan lebih merasa terprovokasi dan berkewajiban untuk segera mencabut kebebasan itu! Termasuk dari pemerintah, bila pemerintah berkesimpulan bahwa kita tidak dapat merawat kebebasan itu dengan arif dan dewasa.Bagaimana memelihara kebebasan yang amat berharga dan bisa amat sementara itu agar mampu bertahan selama mungkin? Itulah per-tanyaan kita yang paling realistis sekarang ini. Dengan catatan atau syarat yang amat penting: upaya tersebut di atas harus kita laksanakan tanpa mengkhianati integritas iman dan keya-kinan kristiani kita.

Menurut keyakinan saya, hanya ada satu jalan. Yaitu bagaimana kita mengupayakan agar sebanyak mungkin orang dan sebanyak mungkin kelompok (dus bukan cuma kelom-pok orang Kristen saja!) merasa berkentingan untuk mempertahankan dan mengembangkan kebebasan (di samping kerukunan) beragama di negeri ini. Mengupayakan agar baik pe-merintah maupun masyarakat, sipil maupun militer, Kristen maupun non-Kristen bersatu tekad bahwa hanya dengan kebebasan dan kerukunan seluruh rakyat dan seluruh negeri ini akan maju, adil, dan sejahtera.

Bagaimana caranya? Saya ingin mengemu-kakan beberapa saran:1. Jangan mengorbankan kebebasan demi kerukunan. Jangan, misalnya, karena kita ingin

Faktual Faktual

Page 28: Samaritan edisi 2 2015

28 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

menjaga kerukunan dengan pihak-pihak lain, maka kita lalu berhenti melakukan PI, padahal PI adalah (salah satu) amanah agama yang paling mendasar. Jangan!2. Jangan mengorbankan kerukunan demi ke-bebasan. Kita tidak boleh berhenti dengan apa yang telah saya kemukakan di atas. Kita harus mengekspresikan kebebasan (yang adalah hak kita!) itu dengan seoptimal-optimalnya. Jangan mudah mengkeret karena kalah gertak! Kita harus terus mendorong garis batas kebebasan itu ke arah yang semakin maksimal. Hanya dengan mewujudkan kebebasan kita bisa mempertahankan kebebasan. Bukan dengan mengorbankannya. Namun, kita mempunyai kewajiban untuk membuktikan bahwa kebe-basan itu baik, bahwa kebebasan itu indah, bahwa kebebasan itu berkat. Bagaiamana cara membuktikannya? Hanya ada satu cara: Wu-judkan kebebasan itu dengan sebaik-baiknya!Beritakan Injil dengan sebebas-bebasnya tapi juga dengan cara-cara yang sesopan-sopannya menghargai dan menghormati integritas keya-kinan dan kepercayaan orang lain. Buktikan bahwa Injil menawarkan yang paling baik, tanpa perlu mengumpat siapa pun sebagai yang jelek.3. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka” (Matius 7:12). Anda ingin dihormati? Hormatilah orang lain!

*/tnp, bahan tulisan diolah dari beberapa sumber.

Faktual

Page 29: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 29

Albert Mohler, dalam tulisannya di buku Seks dan Supremasi Kristus (John Piper, ed.) yang diterbitkan Momen-

tum mengatakan: “Sebagai orang Kristen, kita haruslah merupakan orang-orang yang tidak bisa memulai percakapan tentang pernikahan homoseksual dengan langsung membahas tentang pernikahan homoseksual”. Ini artinya, sebelum membahas tentang fenomena homo-seksual, polemik faktor penyebab dan kontro-versialnya, ada hal-hal yang perlu kita ketahui terlebih dahulu

Mari kita mencermati terlebih dahulu kata demi kata judul tulisan di atas Ketika. Kata yang digunakan dalam sebuah kejadian, baik yang sudah maupun akan terjadi. Jika “sudah terjadi”, banyak diantara kita yang tidak siap, ketika salah satu anggota keluarga/gereja ada yang homoseksual, sehngga keliru atau tidak bijak menghadapinya. Sedangkan “akan terja-di” ; karena kita tidak tahu apakah akan terjadi dalam keluarga inti/besar, jemaat, tetangga kita.

Saudaramu. Kata ini bisa kita perluas dalam banyak konteks. Bisa saudara sedarah, sekampung, sekolah, seprofesi, sesuku, seiman, dll. Sedangkan menurut Yesus: saudara-Ku adalah pendengar dan pelaku firman Tuhan. Dalam situs (http://erlc.com/erlc/herewestand) kita bisa menyimak sikap dari lebih dari 100 tokoh gereja injili di Amerika ketika mereka menyikapi pernyataan Presiden Barack Obama

tentang pelegalan pernikahan sesama jenis, yang mengatakan bahwa saudaramu yang homoseksual adalah Image of God.

Seorang. Bukan seekor atau semahkluk atau semalaikat. Walau realitas dunia seorang diperlakukan seperti ,’seekor’ atau ‘sebenda’. Seorang berarti satu orang dan satu orang penting dihadapan Tuhan. Peka dengan apa yang penting bagi Tuhan dan apa yang tidak terlalu penting bagi Tuhan. Satu orang bertobat malaikat bersuka. Coba lihat, dalam perumpamaan gembala yang baik, dimana pentingnya menyelamatkan satu yang tersesat. Lalu, ada 10 orang kusta yang disembuhkan, namun hanya 1 orang yang bersyukur. Gereja seharusnya jangan demi sekelompok mengabaikan seseorang.

Oleh: Sonny Samurai, MA

Ketika Saudaramu Seorang Homoseksual...

Faktual

Page 30: Samaritan edisi 2 2015

30 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Nah, tiba pada kata homoseksual.

Karena tulisan ini ditujukan pada konteks Kristen, maka hal yang mendasar pada saat kita membicarakan isu ini adalah: Apa yang Alkitab katakan tentang homoseksualitas. Dari beberapa buku teologia serta jurnal-jurnal konseling dan psikologi yang memiliki dasar Alkitab yang solid, maka ada 4 hal penting yang perlu diperhatikan (Maaf, tidak dibahas secara mendetil):

Ayat-ayat yang spesifik berbicara tentang homoseksualitas

Ayat-ayat yang spesifik berbicara tentang isu ini bisa kita lihat dalam Kejadian 19, Imamat 18:22, 20:13, Roma 1:26-27, 1 Timotius 1:8-11 dan 1 Korintus 6:9-11. Hal yang penting sekali diperhatikan bahwa dari pendapat para pakar teolog dan etika Kristen seperti Albert Mohler, John Piper, Edward Welch (beberapa buku sudah diterjemahkan oleh Momentum), Stanton Jones (Profesor Psikologi dari Wheaton College yang menulis buku “Bagaimana dan Kapan Berbicara Seks Pada Anak”), Garry Collins, Paul Gunadi dan Jonathan Trisna menyatakan bahwa Alkitab tidak berbicara tentang orientasi homoseksual tapi dengan tegas mengatakan bahwa setiap perilaku homoseksual sama dengan perilaku seksual diluar pernikahan adalah dosa. Jadi penting disini untuk bisa membedakan antara orientasi homoseksual dan perilaku homoseksual.

Dosa dan anugerah

Dalam Roma 1:26-31[1] jelas mengatakan bahwa perilaku homoseksual adalah salah satu dosa dari sekian dosa yang pernah dilakukan oleh seluruh manusia yang pernah hidup didunia. Yang penting untuk diperhatikan adalah kita harus bisa membedakan antara perilaku seksual dan orientasi seksual. Para pakar yang disebutkan di point satu

dengan jelas mengatakan bahwa perbuatan homoseksual adalah dosa dan bahwa orientasi homoseksual itu sendiri bukan dosa.

Sama seperti dosa-dosa lain, dosa seksual termasuk dosa homoseksualnya memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan anugerah penebusan Kristus ketika seseorang bertobat dengan perilakunya. Anugerah pengampunan dosa sering sekali dirasakan oleh mereka yang bergumul dengan ketertarikan sesama jenis adalah sesuatu yang mereka sulit untuk dapatkan. John Piper mengatakan :

“Whether sexual orientation can change or not, hearts can change and turn any sexual orientation into an occasion for the glory of Christ. When Paul says, “You are not your own, for you were bought with a price. So glorify God in your body” (1 Corinthians 6:19–20), he did not exclude people with same-sex attraction.” (dikutip dari http://www.desiringgod.org/blog/posts/same-sex-attrac-tion-and-the-inevitability-of-change).

Etiologi and Perubahan

Hingga saat ini, tidak ada penjelasan final tentang penyebab homoseksualitas (Jones & Yarkhouse, 2000). Pandangan Alkitab menga-kui bahwa mungkin ada pengaruh psikologis dan biologis dlm perkembangan homosek-sualitas, dan jangan meremehkan besarnya pengaruh yang mungkin ada.(Edward Welch, Apakah Otak Yang Dipersalahkan, Penerbit Momentum, 2006. 174). Sedangkan C.S Lewis ketika ditanya mengenai apakah penyebab ho-moseksualitas mengatakan bahwa sama seperti dalam Matius 9 ketika Yesus ditanyakan oleh murid-muridnya mengapa orang ini men-jadi buta, apakah dosa dirinya ataukah dosa orangtuanya, Yesus tidak memberikan pen-jelasan yang detil tentang penyebabnya. Yesus hanya menekankan bahwa akan ada pekerjaan

Faktual

Page 31: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 31

Tuhan yang terjadi dengan kondisi orang buta tersebut. Demikian juga dengan faktor penye-bab seseorang memiliki ketertarikan sesama jenis. Yang penting disini adalah seperti yang dikatakan oleh Stanton Jones :

Bahkan jika faktor genetika atau hormonal ditunjukkan untuk mempengaruhi orang yang berada dlm arah menuju homoseksualitas, data seperti itu tidaklah membenarkan perilaku ho-moseksual. (Stanton Jones, Reading in Chris-tian Ethics vol.2)

Stanton Jones mengatakan tentang mitos perubahan :

l. Mitos Kristen konservatif bahwa perto-batan yang tulus, cepat dan doa penyembuhan akan segera mengubah orang tersebut. Syukur-lah, sangat sedikit yang menyebarkan mitos merusak ini sekarang.

2. Mitos yang lebih lazim adalah tidak ada harapan untuk penyembuhan. Setiap orang yang mengatakan tidak ada harapan adalah tidak peduli atau seorang pembohong. Setiap studi sekular mengenai perubahan telah menunjukkan beberapa tingkatan keberhasilan, dan orang-orang yang bersaksi yang mengalami penyembuhan substansial oleh Tuhan ada banyak sekali. Ada harapan untuk perubahan substansial bagi beberapa orang dalam hidup ini.

Sedangkan John Piper mengatakan : ada orang-orang tertentu yang orientasi seksualnya dapat berubah sampai tahap tertentu, namun banyak, bahkan mungkin sebagian besar, tidak dapat dan tidak akan pernah mengalaminya. Mereka yang bergumul dengan masalah ini mungkin mengalami tekanan ketika para prak-tisi, profesional atau rohaniwan tidak secara tepat menangani pergumulan mereka, namun tekanan ini nampaknya tidak harus selalu terjadi. [http://www.desiringgod.org/blog/posts/same-sex-attraction-and-the-inevitabili-ty-of-change.]

Respon Gereja

Ada 2 alasan mengapa persoalan ini penting (Stanton Jones, Reading Christian Ethics vol.2)

1. Pandangan tinggi gereja secara his-toris mengenai otoritas Alkitab diancam oleh usaha-usaha merevisi posisi gereja atas homo-seksualitas. Saat ini sudah nyata terjadi dengan apa yang dinyatakan oleh Presiden Barack Obama pada 26 Juni 2015 dengan menyatakan pelegalan pernikahan sesama jenis. Beberapa tokoh gereja juga sinode sudah ikut serta dalam usaha-usaha ini.

• Penulis skenario film, pendeta, dosen di Fuller Theo., ghostwriter untuk Billy Graham, Jerry Falwell, & Oliver North, Francis Schaeffer, Pat Robertson, W.A Criswell, Jim and Tammy Fay Baker open to public(1994) setelah mencoba bertahun-tahun untuk berubah (sejak remaja). Secara sistematis mengkonfron-tasi pemimpin-pemimpin “Religious Right” & membentuk Soulforce, sebuah organisasi yang berkomitmen untuk mengubah pemikiran-pe-mikiran Kristen konservatif mengenai ho-mo’.18(buku Keajaiban Kasih Karunia Philip Yancey)

• Cynthya Clawson pemenang Gram-my award Gospel : karena “Yesus tidak pernah berkata apapun tentang orang-orang gay. Apakah penting jikalau Ia tidak menjelaskan tentang hal itu?”15

• S U ke-218 Gereja Presbiterian men-gadakan voting tahun 2008 untuk menghapus-kan syarat bahwa hamba Tuhan hidup di dalam “komitmen janji pernikahan antara laki-laki dan perempuan, atau hidup suci selibat.”

• Sidang (Regional) Gereja Luther-an Injili Amerika mengadakan voting pada Agustus 2009 untuk “membuka pelayanan gereja bagi pendeta gay dan lesbian dan pekerja profesional lain yang hidup di dalam sebuah relasi yang berkomitmen.“25

Faktual

Page 32: Samaritan edisi 2 2015

32 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

2. Masyarakat umum melihat bahwa melarang perilaku homoseksual = melanggar HAM.

Akan tetapi dalam aspek yang lain, respon gereja juga ternyata tidak sesuai seperti apa yang tertulis dalam Efesus 4:15 ; tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala. Secara tegas tentunya menyatakan kebenaran bahwa kalau dosa ya adalah dosa, akan tetapi menya-takannya di dalam kasih yang belum dirasakan oleh mereka yang bergumul dengan ketertari-kan sesama jenis. Beberapa pakar etika kristen mengatakan :

• Sangat menyedihkan saat mengamati penghukuman dan ketakutan orang-orang Kristen sebagai reaksi mereka terhadap LGBT... Mereka terdorong untuk bergabung dengan kelompok homoseksual yang justru bisa memahami, menerima, dan mengasihi mereka karena mereka tidak bisa mendapatkan pengertian dan pertolongan dari orangtua/anggota gereja. Dengan sikap menyalahkan tersebut, maka gereja kadang-kadang justru menekan orang-orang ke dalam situasi yang mendorong perilaku homoseks. (Garry Collins, Christian Counseling)

• Gereja cenderung berpikir bahwa homoseksualitas adalah dosa yang lebih berat ketimbang gosip dan pemujaan berhala yang marak di gereja. Gereja terkesan tidak suka me-nerima orang-orang homoseksual yang belum percaya namun sedang berada dalam pencarian spiritual. (Edward Welch, Apakah Otak Yang Dipersalahkan, Momentum)

• Jika kau tidak bisa berempati pada orang homoseksual karena kau takut, atau bereaksi akan mereka, maka kau gagal di mata Tuhan. Kau bersalah karena kesombongan, ketakutan, atau arogan. Dan jika kau mengaki-batkan orang lain jatuh, kau mengikatkan batu

kilangan ke lehermu sendiri. (Stanton Jones, Reading in Christian Ethics vol.2)

Jadi, apa yang seharusnya dilakukan oleh gereja? Beberapa prinsip yang bisa dikerjakan oleh gereja seperti yang dikatakan oleh Garry Collins :1. Instill Realistic Hope2. Share Knowledge3. Show Love and Acceptance of the Person.4. Encourage Behavior Change

Homoseksualitas dan Kesehatan Mental

American Psychological Association (APA) dalam publikasinya tentang masalah homosek-sualitas menyatakan bahwa : there is no greater pathology in the homosexual population than the general population[2]. Itulah sebabnya maka homoseksualitas dikeluarkan dari daftar penggolongan kategori gangguan jiwa baik yang dikeluarkan oleh APA melalui Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder (DSM III) yang ‘versi’ Indonesia yaitu Pedoman Peng-golongan Diagnosa Gangguan Jiwa (PPDGJ II) yang dikeluarkan oleh bagian Psikiatri dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Akan tetapi NARTH mempublikasikan hasil penelitian para pakar kesehatan jiwa dalam Jurnal of Human Sexuality 1-5 menyatakan pendapat yang berbeda dengan yang dikemu-kakan oleh APA. Beberapa hasil penelitiann-ya[3] adalah :

1. Fergusson, Howord, Beautrais (1999) penelitian selama 21 tahun -- 1265 anak-anak yang lahir di Selandia Baru. 2,8% diklasifi-kasikan sebagai homoseksual dewasa berdasar-kan laporan orientasi seksual atau mitra-mitra seksual mereka. kelainan psikiatrik dari usia 14-21 tahun.• 78,6% dibandingkan dengan 38.2% hetero-

seksual, memiliki dua atau lebih kelainan mental

• 71,6% mengalami depresi berat diband-

Faktual

Page 33: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 33

ingkn dengan hanya 38.2% heteroseksual• 67,9% memiliki pemikiran untuk bunuh

diri dibanding 28% • 32,1 % homoseksual terdata mencoba

bunuh diri dibandingkan hanya 7,1% heteroseksual

2. Dalam sebuah penelitian (percobaan bunuh diri) berskala nasional mengenai pop-ulasi remaja AS pada umumnya, Russel and Joyner (2001) melaporkan sebuah penelitian terhadap 5685 remaja putra dan 6254 remaja putri. Hubungan romantis sejenis kelamin “dilaporkan sebesar 1,1% remaja putra (n=62) dan 2,0% remaja putri (n=125)” (Joyner, 2001, hal 1277).• 2,45 kali lebih tinggi di antara/kalangan

remaja putra yang homoseksual diband-ingkan dengan remaja putra heteroseksual.

• 2,48 kali lebih tinggi di antara/kalangan remaja putri yang homoseksual dibanding-kan dengan remaja putri heteroseksual.

3. Perbandingan antara pria dewasa homo-seksual dan heteroseksual :• Meningkatnya resiko kemungkinan depre-

si sebesar 2.58 kali lipat (p.77)• Meningkatnya resiko pencobaan bunuh

diri 4.28 kali lipat (p.74) • Meningkatnya resiko kemungkinan melu-

kai diri sendiri secara sengaja sebesar 2.30 kali lipat

• Meningkatnya resiko anxiety disorder sebanyak 1.88 kali lipat (p.78),

• Meningkatnya resiko ketergantungan obat-obatan sebanyak 2.41 kali lipat (p.80).

4. Perbandingan antara wanitadewasa ho-moseksual dan heteroseksual :• Meningkatnya resiko ketergantungan alko-

hol sebesar 4 kali lipat (hal 79)• Meningkatnya resiko ketergantungan obat-

obatan sebesar 3.5 kali lipat (hal 80); dan• Meningkatnya resiko akan penyalahgu-

naan zat kimiawi/adiktif apapun sebesar 3.42 kali lipat (hal 81)

_____________________Referensi:[1]1:26-31 ; Perilaku homoseksual, tidak men-gakui Allah, rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan, kebusukan, dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat, kefasikan, fitnah, benci Allah, kurang ajar, congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat orangtua, ti-dak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan[2] Jurnal of Human Sexuality, vol. 1, NARTH, 2009[3] Handbook of Therapy for Unwanted Ho-mosexual Attractions

Faktual

“Tugas kita sebagai orang awam adalah menjalani

persekutuan pribadi dengan Kristus

dengan intesitas sedemikian rupa agar dapat membawa

pengaruh yang luas.”- Paul Tournier -

Page 34: Samaritan edisi 2 2015

34 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Kata “bermisi”, sering kali diidentikkan dengan seorang misionaris, atau utusan suatu lembaga penginjilan yang

melayani didaerah yang sangat terpencil. Dan tak jarang pula, kata itu, diperuntukkan bagi para pelayan Tuhan yang sedang membuka jemaat baru di suatu wilayah tertentu Sehingga tugas “bermisi “ ini menjadi pekerjaan para “fulltimer” atau pendeta pendeta gereja tersebut.

Sejak lulus dari Universitas Methodist Indonesia, tahun 2005, saya meyakini pang-gilan hidup yang sebelumnya saya gumulkan selama bertahun tahun, adalah bermisi di Papua. Saya rindu untuk pergi melayani Tuhan di daerah sangat terpencil dimana hidup saya bisa dibagikan atau berdampak bagi orang lain.Melalui profesi saya sebagai dokter, saya rindu, semua yang saya lakukan di daerah itu akan membawa banyak orang mengenal Tuhan Yesus Kristus. Ini berarti, kehidupan saya men-jadi kitab terbuka bagi sesama; dimana ketika mereka membaca hidupku, melihat hidupku, mereka mengenal Allah yaitu Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamatku yang hidup, Yang oleh karena begitu besar kasih-Nya ke-padaku, Ia mau mati untuk menebus dosaku. Kematian-Nya memberikan kepastian kese-lamatan bagiku, yaitu kehidupan yang kekal (Yohanes 3:16 ). Dan atas dasar itu pula, saya merindukan bahwa bukan hanya diri saya yang beroleh kasih karunia itu, namun masyarakat dimana saya ditugaskan sewaktu PTT di peda-

laman Kabupaten Manokwari hingga saat ini saya bertugas di Puskesmas Yoka, kota Jaypura.

Lalu, pemahaman saya tentang bermisi pun semakin dipertajam. Bermisi bukan lagi “sesuatu yang ekslusif “ yang dikerjakan oleh orang-orang tertentu. Bermisi atau mem-beritakan injil merupakan panggilan hidup, tujuan hidup dan gaya hidup dari orang-orang percaya. Roh Kudus menuntun dan berbicara tentang, apa yang seharusnya menjadi dasar dan tujuan hidup saya serta bagaimana saya hidup dan caranya.

Dan saya makin menyadari, dimana pun kita berada saat ini, apa pun status dan peker-jaan kita, kita tahu dengan benar bahwa kita memiliki panggilan yang sama ; menjadi mi-sionaris-misionaris masa kini; memberitakan Injil keselamatan bagi sekeliling kita. Mision-aris yang memberitakan injil bukan dengan memegang Alkitab dan berkotbah, namun misionaris-misionaris yang berbicara melalui hidup kita sendiri dan firman Tuhan. Dimana kita ditempatkan saat ini, melalui profesi atau jabatan yang sedang kita emban, itulah ladang missi yang harus kita garap sampai Tuhan me-manggil kita pulang kembali kepangkuan Bapa.

Agustus 2015, genap 3 tahun saya melayani di kota Jayapura, di suatu kampung kecil, di puskesmas yang kecil dan tidak terkenal, Bah-kan tak ada hal yang menarik untuk dibangga-kan darinya. Namun saya percaya, masyarakat kampung ini, juga, menjadi objek kasih Allah. Ada hal yang Tuhan mau untuk saya kerjakan

Oleh: dr. Melva Desintha SiraitBermisi kepada ODHA

Faktual

Page 35: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 35

di tempat ini. Berbeda ketika saya di kabupaten Manokwari sejak 2007 – 2012 lalu. Di tempat ini, Allah membukakan banyak hal kepada saya tentang pelayanan bagi penderita HIV. Saya mulai melayani pasien- pasien penderita HIV sejak September 2012 sampai saat ini. Saya menyadari bahwa saya sedang terjun kepada hal yang saya doakan sejak saya berada di semester 5 di fakultas kedokteran. Bahkan komitmen yang saya ambil pada saat altar call acara pengutusan Kamp Medis Nasional di Malang masih begitu segar dalam ingatan saya, yaitu bermisi ke Papua, berbekal informasi yang saya dapatkan tentang Papua, yakni : angka HIV sangat tinggi, sangat tertinggal dan sangat butuh dokter.

Hari lepas hari, Tuhan semakin mengingatkan saya. Bahwa setiap pasien yang datang, adalah objek kasih Allah yang harus mendengar injil keselamatan. Begitu juga dengan ODHA ( Orang dengan HIV-AIDS) mereka juga merupakan objek kasih Allah yang harus dilayani jasmani dan rohani, mereka butuh dikuatkan, karena mereka merasa ditolak oleh dunia ini, bahkan tak jarang beberapa dari mereka mengalami putus asa, meninggal dalam jiwa yang putus asa, tanpa menyerahkan hidup pada Kristus. Oleh karena itu, sebagai dokter, saya melakukan program-program penemuan kasus baru HIV-AIDS, mendekatkan layanan HIV kepada masyarakat, melalui Inisiasi ARV (anti retroviral) di puskesmas (selama ini dilakukan di RS rujukan ), membentuk Persekutuan Kelompok dukungan sebaya (KDS) serta mencari dana untuk pemberdayaan ODHA. Saya melakukannya dengan tim hampir 1 tahun ini. Hingga saat ini Puskesmas Yoka menjadi satu –satunya Puskesmas Inisiasi ARV dan memiliki kelompok dukungan sebaya ODHA serta melakukan pemberdayaan ODHA yakni membantu memfasilitasi ODHA untuk

mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan peminjaman modal untuk jualan dan bekerja. Bukan hanya itu, Tuhan Yesus selalu mengingatkan bahwa Allah sangat mengasihi mereka, Allah mampu menolong hidup mereka, Allah mau mereka juga mengenal Allahku yaitu Yesus Kristus. Saya terus bertanya kepada Allah dalam doa dan puasa, apa yang Allah mau kulakukan bagi mereka? Bukan hanya sebatas memperkenalkan Allah, Namun melayani mereka secara holistik yakni mereka yang terbuang dari keluarga dan lingkungan karena status HIV (+). Beberapa dari mereka tidak tahu membaca, tidak sekolah, bahkan sulit berbahasa Indonesia. Diantara mereka ada yang tidak berasal dari wilayah kerja saya, mereka berasal dari daerah pegunungan seperti Ilaga, Lani Jaya, Tolikara, yang belum memiliki akses layanan HIV. Ada juga yang berasal dari daerah Wamena dan Mulia, namun karena kondisi drop atau menurun, mereka turun dari gunung dan meminta dilayani di puskesmas Yoka. Bila kondisi sudah stabil, beberapa dari mereka saya rujuk kembali pulang ke daerah asal, sambil mengusahakan jejaring di daerah asalnya untuk memenuhi kebutuhan obat ARV-nya.

Bukan hanya mereka yang mengalami lawatan Allah, Saya sendiri juga mengalami pembentukan Allah yang luar biasa yakni; bagaimana Allah mempersiapkanku secara pribadi, belajar berserah sepenuhnya kepada Allah, belajar menantikan Tuhan, belajar sabar, belajar rendah hati. Terkadang menangis, ter-tawa bersama mereka. Sering sekali saya men-gajar 1 materi HIV berkali kali dengan bahasa yang sangat sederhana sampai mereka menger-ti, Bahkan tak jarang harus mencari 1 arti kata dalam bahasa mereka. Dan anehnya, terkadang beberapa kata dalam bahasa indonesia tidak bisa diterjemahkan dalam bahasa mereka, jadi harus digambar atau diberi bahan contoh. Hal

Faktual

Page 36: Samaritan edisi 2 2015

36 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

ini membuatku menjadi kreatif, menggambar, merekam sesuatu atau mencari film yang bisa membantu mereka mengerti.

Namun hal yang paling utama adalah, ODHA harus mendengar bahwa Yesus Kristus adalah keselamatan bagi mereka dan saya. Pengharapan kepada Kristus tidaklah sia-sia, sekalipun mereka ditolak oleh dunia ini. Tuhan Yesus tidak pernah menolak dan meninggalkan mereka, Tuhan Yesus ada menanti mereka untuk datang kepada Allah. Oleh karena itu, pada hari Sabtu setiap bulan, minggu ke 4, saya dan teman - teman mengadakan persekutuan kelompok dukungan sebaya (KDS) yang diisi dengan ibadah pujian dan firman serta mengajar informasi HIV,pengobatan dan informasi sederhana untuk kesehatan pribadi. Hali ini penting sekali dilakukan, karena hampir 80% dari mereka tidak mengetahui apa itu penyakit AIDS, bagaimana penularannya dan obat atau terapi yang sedang mereka jalani. Pola hidup yang berganti ganti pasangan, perzinahan, ketergantungan pada minuman keras seolah olah berakar kuat ditempat ini. Sulit untuk merubah pola hidup tersebut. Namun Ketika mereka menyerahkan hidup kepada Kristus, dimateraikan Roh kudus dan diperbaharui oleh Kristus , mereka mampu berubah dalam prilaku hidupnya, karena Roh Kudus yang akan terus mengajarkan kita apa yang baik dan berkenan kepada Allah.

ODHA merupakan objek kasih Allah yang rentan dengan keputusasaan, penolakan, homeless, ditinggalkan oleh suami atau istri karena mereka HIV (+), hidup dalam stigma yang sangat tinggi di lingkungan mereka, dan diskriminasi yang mereka terima . Ada yang di-rampas dari diri ODHA, ada beban yang begitu berat menindih hidupnya, ada kelelahan jiwa dan keputusasaan, Hati yang hancur menerima kenyataan kalau mereka menderita penyakit HIV-AIDS. Karena itu sangat penting mem-

bawa mereka kepada Kristus, yang memberi kelegaan, kelepasan dan pemulihan kepada Jiwa mereka, seperti firman-Nya “ Marilah kepada-Ku , semua yang letih dan berbeban be-rat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu”

(Matius 11 : 28). Di sisi lain, pelayanan pada ODHA sangat strategis. Karena dokter akan bertemu dengan mereka dalam jangka waktu yang lama, mereka akan mengkonsumsi ARV seumur hidup mereka, mereka men-gambil ARV di layanan kesehatan kita setiap bulannya. Karena itu, pemberitaan kabar baik bagi ODHA dapat dilakukan secara teratur dan berkesinambungan. Bukan hanya itu yang dapat kita lakukan, pembinaan rohani juga dapat dilakukan dalam bentuk kelom-pok-kelompok sel (KTB) bagi para ODHA, membantu mereka bertumbuh dalam Kristus. Dengan demikian, secara perlahan terbentuk prilaku hidup yang baik dan benar, Akhirnya, rantai penularan penyakit HIV-AIDS juga diputuskan, dan mereka sendiri mampu men-jadi saksi Kristus bagi ODHA lainnya, serta rule-model bagi ODHA. Hidup para ODHA akan semakin berkwalitas dan berdampak bagi lingkungan, Hal ini secara sendirinya akan menurunkan stigma dan diskriminasi ditengah masyarakat.

Saya rindu pelayanan pemberitaan kabar baik terhadap ODHA semakin banyak dilakukan di setiap puskesmas, supaya semua ODHA di kota ini bisa mendengar kabar baik dan dibentuk dalam pembinaan rohani yang akan menolong mereka hidup dalam ketaatan kepada Kristus, menjadi prajurit- prajurit Allah yang akan melayani ODHA lainnya. Kelak, mereka akan menjadi prajurit yang tangguh menghadapi hari-hari mereka, dan bukan menjadi orang-orang yang dikasihani karena status HIV (+). Mereka akan menjadi orang orang yang berkualitas, yang mampu bersaing dengan orang lain, berkarya bagi bangsa

Faktual

Page 37: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 37

ini, dan memiliki hidup yang berdampak bagi orang lain. Saya mengucapkan terima kasih kepada Allah yang empunya pelayanan ini, juga untuk para sahabat yang memberi diri, membantu dalam pelayanan ini. Kami memberi hidup kami dipakai Allah untuk memberitakan kabar baik bagi pasien-pasien kami di tanah Papua To GOD be the Glory...

Pemberian informasi tentang ARV

Belajar tentang informasi dasar HIV

Peminjaman modal usaha jualan bensin

pemberian termos untuk jagung dan kacang rebus

ODHA berdoa menopang ODHA lainnya

Seorang dari mereka telah kembali kepada Bapa, dan telah mendengar berita keselamatan

Adalah suatu kehormatan besar bagikudipakai Allah melayani umatNya

di tanah Papua,Kebahagiaan dalam hidupku adalah

ketika aku memberi hidupku untuk orang lain,hidup berdampak bagi orang lain.

Faktual

Page 38: Samaritan edisi 2 2015

38 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

The Challenging Facing Medical AlumniOleh : Dr Giles N Cattermole *)

Hierarki kebutuhan Maslow sering digambarkan dalam bentuk piramida, dengan tingkat terbesar dan paling

mendasar dari kebutuhan di bagian bawah, dan kebutuhan untuk aktualisasi diri di atas. Urutan kebutuhan yang dikategorikan berdasarkan Maslow adalah fisiologis; keselamatan; cinta dan milik; esteem; dan aktualisasi diri. Maslow mengakui bahwa berbagai tingkatan motivasi yang kemungkinan akan dapat saja ada pada manusia sekaligus. Fokusnya dalam membahas hirarki adalah untuk mengidentifikasi jenis dasar motivasi dan urutan bahwa mereka umumnya ada bila kebutuhan paling rendah telah terpenuhi dengan cukup baik. Kebutuhan fisiologis contoh udara, air, dan makanan serta pakaian.

Keamanan adalah Kondisi tidak sedang terancam, terutama secara fisik, psikologis, emosional, atau finansial. Setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuhi, lapisan ketiga kebutuhan manusia adalah interperson-al dan melibatkan perasaan “belongingness”. Semua manusia memiliki kebutuhan untuk di-hormati dan memiliki harga diri dan harga diri. Manusia normal ingin diterima dan dihargai oleh orang lain. Orang perlu melibatkan diri untuk mendapatkan pengakuan dan memiliki kegiatan atau kegiatan yang memberi orang rasa kontribusi, merasa diri dihargai, baik itu dalam profesi atau hobi. Ketidakseimbangan pada tingkat ini dapat mengakibatkan tingkat percaya diri yang rendah atau rendah diri.

Kebutuhan yang dirasakan untuk

Faktual

Page 39: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 39

aktualisasi diri berkaitan dengan apa potensi penuh seseorang dalam mewujudkan potensi itu. Maslow menggambarkan keinginan sebagai keinginan untuk menjadi lebih dan lebih, kemampuan menjadi segala sesuatu yang diinginkan. Misalnya satu orang mungkin memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi orangtua yang ideal, menjadi atlit , pelukis atau menjadi penemu. Jadi yang paling tinggi adalah “self actualization”.

“What are the main challenges in being a doctor in Indonesia?, ( What do doctors need for support?)”Pertanyaan ini menjadi pertanyaan penting untuk menjadi menjawab tantangan dan per-gumulan dokter dan paramedis khususnya di Indonesia.

Dalam Efesus 1;1-23 menjadi jaminan bagi kita, Roh Kudus sebagai meterai, dianugerah-kan kepada orang percaya sebagai tanda kemi-likan Allah. Dengan mencurahkan Roh Kudus, Allah memeteraikan kita sebagai milik-Nya. Demikianlah, kita mempunyai bukti bahwa kita adalah anak angkat Allah dan bahwa penebusan kita itu nyata jikalau Roh Kudus ada dalam hidup kita. Roh Kudus mengubah dan memperbaharui kita, membebaskan kita dari kuasa dosa, memberikan kesadaran bahwa Al-lah adalah Bapa kita dan memenuhi kita den-gan kuasa untuk bersaksi bagi-Nya. Bila kita lihat piramid di bawah ini jelas bahwa sebagai

orang yang ditebus yang menjadi prioritas kita adalah God’s glory atau kemuliaan Allah. Bila kita kaitkan dengan hirarki yang disampaikan Maslow Self-actualization menjadi yang teruta-ma. Hal ini dapat menjadi suatu celah godaan sehingga dapat saja mencuri kemulian Allah melalui kemampuan atau talenta yang Tuhan anugerahkan kepada kita.

Kenapa kita membutuhan pertolongan? Karena menjadi seorang dokter itu sulit. Selain itu sebagai orang Kristen pasti akan menghadapi banyak godaan. Nilai Apa yang diajarkan professor kita di Fakultas kedokteran dan bagaimana kita diajarkan sebagai seorang dokter untuk menghidupi profesi kita. Apakah hanya tertuju pada kesuksesan, yang menentu-kan status dan sering sekali dikaitkan dengan banyaknya uang.Hal itulah yang membuat dokter, perawat dan mahasiswa kedokteran membutuhkan pertolongan dan bimbingan.

Apa yang menjadi tantangan bagi seorang dokter atau perawat di Indonesia dimana Kristen adalah minoritas. Apakah dengan menjadi dokter Kristen yang memiliki nilai dan norma sesuai ajaran alkitab membuat kita sulit? Ambisi dan kesuksesan sebagai professional dapat mendominasi prioritas God’s glory yang hanya bermuara pada self actualization. Akhirnya anda dapat menjadi dokter klinis yang sukses, peneliti yang sukses dalam konteks duniawi namun tidak mencapai God’s glory. Persoalannya bukan sebagai orang Kristen kita tidak dapat meraih kesuksesan. Yang harus kita ingat, sebagai orang yang sudah ditebus dalam “Matius 6:33”, tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya , maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Ketika kita menjadi orang percaya maka Kristus yang menjadi terutama sebagai implikasinya kita menjadi seorang dokter Kristen yang “baik”. Sehingga hidup kita mencerminkan Kristus dan memiliki work –life

Faktual

Page 40: Samaritan edisi 2 2015

40 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

balance.

Apakah kita terlalu sibuk bekerja? Bagaima-na dengan keluarga? Haruskah kita mencari pekerjaan lain? Di lain pihak ada banyak pe-layanan yang harus dilakukan di gereja dan kita ingin terlibat, namun hal ini pasti berdampak perhatian yang kurang bagi keluarga. Apa yang harus kita lakukan? Apakah hal ini yang terjadi di sekitar kita?Bagaimana kita memutuskan?. Bagaimana perspektif alkitab terhadap hal ini?. Sebagai dokter ataupun mahasiswa empat as-pek ini sangat mempengaruhi dan memerlukan keseimbangan.

Pekerjaan membutuhkan suatu dignitas, walau sulit tapi butuh ketekunan dan peker-jaan mudah menjadi berhala. Leisure atau istirahat, merupakan satu prinsip sabat, Yesus menganjurkan (Markus 6:31). Leisure juga dapat menjadi berhala dan berbahaya kalau digunakan tidak tepat. Kehidupan keluarga merupakan suatu hadiah dan perintah Allah. Orang tua memiliki tanggung jawab terutama dengan orang tua - memberikan,memelihara, melatih serta mengasihi. Namun keluarga juga dapat menjadi berhala kita. Gereja, keluarga merupakan bagian dari gereja. Di gereja kita

beribadah dan melayani. Untuk berbagian dalam gereja kita butuh pengorbanan waktu. Tetapi kita dapat dengan mudah menjadikan gereja sebagai berhala juga.

Intinya Allah yang harus terutama, tujuan kita hanyalah God’s glory. Relasi kita dengan Kristus membentuk kita dalam berbagai hal dan kita harus berhikmat untuk mendapatkan sesuatu yang menyenangkan Allah dan tentunya melalui work life balance.

Ketika kita menjadi anakNya, Allah telah mempersiapkan pekerjaan yang baik (Ef 2:10) dan Dia menginginkan kita memancarkan terang (Matius 5:16 ) dan 1 Petrus 2:12 tertulis, milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka. Kenyataannya, Anda senang menjadi dokter dan mencintai pekerjaan anda. Namun hal ini bisa juga menimbulkan suatu bahaya, kenapa?. Pekerjaan anda dapat saja menjadi berhala kita yang berujung pada pemujaan diri. Misal persoalan ethics, Bagaimana sikap kita dalam aborsi, walau hal tersebut menjadi pilihan terhadap tindakan medis?. Aspek lain seperti justice, Physical healing dan excellence secara kualitas kerja dapat mencapai target yang baik dan memuaskan tetapi tentu saja dapat menjadi celah bagi kita dalam memuliakan diri.

Ambisi dan menjadi terbaik

Di dalam Alkitab, disebutkan “karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” . (Ma-tius 5:48). “Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan” (Kolose 1:15-20, Ibrani 1:1-4). “Kita dipanggil untuk menjadi terbaik dalam

Faktual

Page 41: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 41

panggilan kita” (Efesus 6:7 dan Kol 3:23). Panggilan kita menuntut kita untuk hidup yang bermakna dan seimbang antara 4 aspek yaitu kerja, agama, leisure, keluarga dan gereja. Dan harus memandang bahwa kita dalam konteks kerajaan Allah yang work-life - balance.

Lalu, dalam 1 Petrus 2:12 -3:15, “milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.” Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia, baik kepada raja sebagai pemegang kekuasaan yang tertinggi.Perikop ini memiliki 4 point penting untuk hidup yang baik yaitu:• Di bawah pemerintah• Di bawah pimpinan• Di bawah suami atau istri• Di gereja

Akhirnya, bagaimana kasih yang kita nya-takan kepada orang lain dalam profesi sebagai dokter? Apakah kita telah menyatakan kepada

orang lain “tanda-tanda” yang mengambarkan kasih Kristus?

Dalam 1 Kor 10:31 -11:1, Sasaran uta-ma dari kehidupan orang percaya ialah menyenangkan hati Allah dan menjunjung tinggi kemuliaan-Nya. Pekerjaan yang kita lakukan bukan untuk kepentingan diri kita tetapi untuk kepentingan orang banyak, supaya mereka beroleh selamat. Nasehat untuk ke-hidupan: persekutuan, kebijaksanaan, kesak-sian melalui firman, roh kudus dan saudara seiman. Akhirnya, dalam hidup perlu work-life - balance baik itu kerja, keluarga, gereja, leisure dan ingatlah “apa saja yang kamu lakukan, kerjakanlah itu dengan segenap hatimu, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia (Ko-lose 3:23)”. Hidup dan nyatakan Kristus dalam profesi kita sebagai dokter.

Whatever you do, do your work heartily, as for the Lord [x]rather than for men.

*) Disampaikan pada sessi Special Talk, PMdN, 25 April 2015 dan ditulis kembali oleh

Helena Ullyartha,SKM ,M.Biomed

Faktual

Page 42: Samaritan edisi 2 2015

42 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Untaian Firman

Menjadi Teladan

Sebagian besar orang Kristen, mengetahui bahwa mereka sudah seharusnya mengabarkan Injil, tetapi mengapa

mereka kelihatannya tidak mematuhi perintah itu?

Dari antara mereka ada yang berpendapat bahwa sebelum mereka dapat menginjil secara efektif, mereka terlebih dahulu harus ikut training khusus. Mereka takut berbicara kepada orang lain tentang Tuhan Yesus karena mereka belum merasa yakin bahwa pengetahuan mereka tentang Alkitab sudah cukup untuk menginjil, untuk menjawab pertanyaan yang mungkin akan timbul, untuk mengatasi pertentangan. Apa jadinya kalau orang yang tadinya buta itu, yang disembuhkan Tuhan Yesus (lihat Yohanes 9), juga berpikir seperti itu? Akankah dia merasa siap untuk memberi kesaksian tentang Yesus Kristus kepada kaum Farisi yang terbilang cendekiawan dan yang suka mengritik?

Namun lihatlah, hanya dalam beberapa jam, atau mungkin hanya dalam beberapa menit sesudah ia bertemu Tuhan Yesus, ia memberitahu kaum Farisi itu apa yang diketahuinya tentang Dia. Ia melakukannya dengan berani.

Karunia memberitakan Injil, merupakan salah satu karunia rohani utama yang Tuhan berikan kepada gereja (Efesus 4:11). Bagi gereja masa kini, karunia memberitakan Injil masih

tetap berlaku, sama pentingnya seperti pada zaman gereja abad pertama itu.

Dalam surat Paulus yang terakhir, ia menandaskan kepada Timotius yang masih muda, “Beritakanlah firman,...lakukanlah pekerjaan pemberita Injil” (2 Timotius 4:2,5). “Generasi baru dari Timotius-Timotius muda sangat diperlukan untuk memelihara keaslian Injil yang suci itu, untuk memberitakannya dengan tegas, untuk bersedia menderita demi Injil itu, dan yang akan siap sedia meneruskan Injil itu tanpa peyelewengan, murni dan utuh, kepada generasi yang pada gilirannya akan bangkit mengikuti teladan mereka.” (kutipan diambil dari buku: II Timotius Seri PPAAMK; John Stott; penerbit YKBK; hal 21).

Memang, Allah tidak menjanjikan semua orang yang mendengar Injil akan menjadi percaya, tetapi kita dapat yakin bahwa kalau kita setia dan pantang mundur memberitakan Injil, dari antara mereka yang kita injili akan ada yang menjadi percaya.

Nah, Paulus memerintahkan Timotius un-tuk memberitakan Injil dengan ‘’cara” menjadi teladan.

Dikatakan, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda.” Timotius ditugaskan memelihara jemaat Efesus. dalam usia 30 tahunan, ia harus menolong dan mendidik calon pendeta atau gembala sidang di sana yang usianya diatas

Oleh: Thomas Nelson

Page 43: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 43

40 tahun. Timotius sering sakit (1 Tim. 5:23), pemalu, introvert (1 Korintus 16:10,11), penakut (2 Timotius 1:7-8; 2:1-3, 3:12; 4:5), cenderung dipimpin bukan memimpin, dan rendah diri (2 Tim. 1:4).

“Jadilah teladan bagi orang-orang percaya.” Kenapa perlu jadi teladan? Teladan adalah model, image, patron, contoh, atau hal yang bisa ditiru. Ibarat tukang jahit sebelum mem-buat celana atau baju, ia harus terlebih dahulu membuat patronnya. Kebanyakan kita terlalu bicara konsep atau teori-teori yang bagus, tapi bila hal itu belum pernah dilaksanakan atau belum ada contohnya, sama juga boong! No action talk also.

Teladan adalah standar, tuntutan sekaligus kekuatan. Misal, soal iman. Abraham telah menjadi teladan. Anak yang akan diserahkan-nya merupakan contoh bagaimana bila orang bergaul erat dan beriman kepada Tuhan.

Teladan juga menjadi tuntutan bagi anak-anak-Nya (lihat 1 Korintus 4:16; 10:31,33; Filipi 3:17, dst.). Nah, teladan dalam hal apa?

Dalam perkataanmu. Produksi kata-kata kita harus menjadi sesuatu yang dapat menjadi contoh. Kata-kata yang dikeluarkan seorang dokter/perawat menunjukkan pribadinya (lihat Matius 12:34-37). Dengan kata-kata, kita meningkatkan standar sekaligus juga menurunkan standar. Perkataan kita harus benar. Bila salah, kredibilitas dokter/ perawat akan turun. Perkataan harus ramah, tidak menimbulkan kemurkaan atau kemarahan (Kolose 4:6). Kata-kata juga harus murni dan suci (Amsal 17:22; Kolose 3:8-9). Seringkali banyak kata-kata gombal dan lebay kita kelu-arkan untuk menarik simpati atau pencitraan; banyak humor tidak sehat kita ketengahkan guna diterima pasien atau rekan sejawat. Ke-banyakan rapat dilalui dengan kata-kata atau argumen yang lepas kontrol. Apa itu berguna?

Dalam tingkah lakumu. Semua aspek

kehidupan kita merupakan teladan. Ke mana kita pergi? apa yang kita lakukan? Bagaima-na kita menggunakan uang, waktu, fasilitas? Dalam satu tim kerja, tingkah laku yang baik bisa menjadi pendorong untuk semakin merasa memiliki atas pekerjaan itu.

Dalam kasih. Kasih berarti taat. Ke dalam, menyangkut pengorbanan diri; kerelaan untuk memberi (Yohanes 3:16; 15:13). Mengkritik diri sendiri, menuntut diri tapi bukan mengasi-hani diri. Keluar, berarti memenuhi kebutuhan orang lain (1 Tesalonika 2:7; 12). Bersedia men-jadi “tong sampah” kesulitan. Mengerti orang lain, mendukung orang lain, dan memakai orang lain. Contohnya Paulus atau Epafroditus (Filipi 2:17; 27-30).

Dalam kesetiaanmu. Seorang yang me-layani (=dokter/perawat) harus dapat diper-caya, konsisten, setia, dan beriman. Mulai setia dari hal-hal yang kecil. Datang rapat tepat waktu, setia mendoakan pekerjaan yang Tuhan berikan, dan setia belajar Firman Tuhan serta menerapkannya dalam hidup sehari-hari.

Dalam kesucianmu. Kebanyakan kita berpikir, itu berkaitan dengan hal-hal seksual. Kesucian bukan seks semata, tetapi menyang-kut maksud atau motivasi yang baik. Sesuatu yang kita lakukan harus berangkat dari hati yang murni (2 Timotius 2:22). Kesucian atau kekudusan menyangkut roh, tubuh, dan jiwa.

Keteladanan bukan dicipta atau direkayasa. Itu lahir dengan sendirinya ketika kita me-nerima Kristus. Teladan bukan sesuatu yang dipaksakan, bukan sesuatu aksi atau dilaku-kan karena “in the mood”, tapi sesuatu yang lahir sebagai wujud kasih kita kepada Allah. Keteladanan adalah suatu jerih payah dan per-juangan kita untuk memenuhi standar Allah, sambil menaruh pengharapan kepada Allah, yang hidup, juruselamat, pemimpin hidup kita. Selamat menjadi teladan, selamat memberita-kan Injil.

Untaian Firman

Page 44: Samaritan edisi 2 2015

44 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

KesaksianMujizat Masih AdaOleh Ns. Dian Rati Lopo

Melalui pergumulan dan beberapa peristiwa, Tuhan menaruh beban untuk terlibat dalam pelayanan

misi. Namun dengan pengetahuan yang sangat terbatas mengenai pelayanan misi di bidang keperawatan, secara pribadi saya merasa belum siap. Bersyukur melalui MMC, selama 10 minggu, saya dibentuk dan diperlengkapi sebelum melangkah dan mengerjakan panggi-lan-Nya.Sebelum berangkat MMC saya sempat meng-gumulkan beberapa RS misi yang ada di NTT, salah satu diantaranya adalah RSK Lindi-mara-Waingapu, Sumba Timur (NTT) dan di minggu-minggu terakhir MMC saya mulai mendoakan untuk mengikuti program follow up. Mengambil keputusan untuk mengikuti program followup MMC di Sumba Timur bu-kanlah hal yang mudah. Orangtua sempat tidak mengijinkan saya untuk pergi namun melalui doa yang terus dipanjatkan Tuhan mampu melembutkan hati orangtua untuk melepas kepergian saya untuk melayani-Nya. Melayani 10 minggu di Sumba merasakan sensasi MMC "bagian kedua" namun di tempat yang berbeda dengan tim yang tidak utuh, yakni hanya ber-sama drg.Noryken Sitorus.

Minggu pertama ketika berada di Sumba kami sangat bergumul apa yang bisa kami ker-jakan dan bagikan disini, kesannya tidak sabar, namun mengingat waktu kami yang terbatas, drg.Noryken (selama 5 minggu) dan saya (10 minggu). Datang dan menanyakan pada Tuhan melalui doa adalah satu-satunya solusi yang bisa kami lakukan. Tuhan mengetahui apa yang terbaik untuk kami, ketika beberapa hari belum

menemukan pelayanan yang bisa kami ker-jakan justru ini merupakan kesempatan yang Tuhan berikan untuk memperbaiki relasi kami dengan Tuhan, agar kami lebih dekat pada-Nya dan dimampukan untuk peka pada pimpinan-Nya. Selain itu kami melihat bahwa ini menjadi waktu yang Tuhan berikan bagi kami untuk belajar beradaptasi dengan lingkungan baru. Sekalipun saya berasal dari Kupang-NTT na-mun Waingapu merupakan tempat yang baru bagi saya. Dari segi iklim, budaya, bahasa dan kebiasaan masyarakat sumba.

Beberapa waktu kemudian Tuhan mulai membukakan kondisi di Pulau Sumba, ladang yang sudah menguning yang siap untuk di tuai. Bersyukur Tuhan menghadirkan dr.Rani, Direktur RSK Lindimara sekaligus mentor yang senantiasa membimbing kami selama menger-jakan pelayanan di Sumba. Melalui beliau kami diperkenalkan pada pelayanan PERKANTAS Waingapu yang kemudian saya terlibat didalam pelayanan siswa di sana. Selain itu kami juga diajak untuk melayani di Panti Asuhan yang menampung anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak memiliki keluarga ataupun dititip-kan keluarga karena alasan ekonomi dan lain-lain. Selama melayani di Panti kami semakin

Page 45: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 45

melihat bahwa Tuhan sungguh baik, Dia yang menciptakan dan juga memelihara kehidupan anak-anak ini. Dalam keterbatasan mereka jus-tru kuasa dan kasih Tuhan semakin nyata. Da-lam kesederhanaan mereka namun sebenarnya memiliki kekayaan dalam hati yang mungkin tidak dimiliki orang lain. Selama 5 minggu bersama drg Noryken Sitorus kami melakukan pelayanan kesehatan gigi, meskipun saya bukan perawat gigi namun kami dapat bekerjasama dengan baik dan menjadi kesempatan bagi saya untuk belajar banyak hal mengenai kesehatan gigi dan mulut, diantaranya perawatan gigi dan tidakan seperti screening gigi, tambal sederhana dan pencabutan gigi.

RSK Lindimara seringkali melakukan bakti sosial ke daerah-daerah sebagai bentuk penjangkauan pelayanan kesehatan mengingat fasilitas kesehatan yang masih terbatas di pulau Sumba dan kami juga diberikan kesempatan untuk mengikuti baksos ke Desa-desa bersama tim dari RSK Lindimara.

YTKKI (Yayasan Tenaga Kesehatan Kristen Indonesia) dan YPPII (Yayasan Persekutu-an Pekabaran Injil Indonesia) melakukan kerjasama dengan tim GHO (Global Heath Outreach) untuk pelayanan kesehatan di Pulau Sumba, 16-29 Agustus 2015. Ini merupakan tahun kedua mission trip tim GHOke Sumba. Pelayanan yang dilakukan terkait kesehatan

gigi, mata dan penyakit dalam serta spiritual counseling melalui penginjilan.Tim yang terdiri dari beberapa negara dengan profesi yang berbeda (dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, penginjil, perawat, apoteker, dan lain-lain) dipersatukan untuk menyatakan kasih Tuhan bagi masyarakat di pulau Sumba. Sangat bersyukur bisa melayani bersama tim ini. Melihat bagaimana Tuhan bekerja dalam setiap pelayanan yang dikerjakan.

Pada tanggal 18-19 Agustus 2015 Tim GHO mengadakan baksos di RSK Lindimara. Banyak pasien yang berdatanga untuk memeriksakan kesehatannya di hari pertama. Kelelahan tidak mengurangi sukacita kami untuk melayani, justru dengan semakin banyak pasien yang datang semakin banyak pula kesempatan orang-orang mendengar Kabar Baik. Keterbatasan bahasa tidak menjadi penghalang untuk injil diberitakan. Setiap tim dari luar negeri didampingi oleh salah satu anggota tim dari Indonesia membantu menerjemahkan setiap percakapan. Ada pasien yang bisa berbahasa Indonesia namun ada juga pasien yang tidak mengerti bahasa Indonesia, hanya bisa bahasa daerah setempat sehingga terkadang memerlukan penerjemah dadakan yang mengerti bahasa daerah setempat. Setiap pasien yang datang diajak berdoa terlebih dahulu dan diceritakan Kabar Baik saat itu

Page 46: Samaritan edisi 2 2015

46 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

juga sebelum dilakukan pemeriksaan, namun ada juga pasien yang mendengar cerita setelah diperiksa dan mendapat obat. Setelah baksos dihari pertama kami melakukan evaluasi dan koordinasi, drg.Mike G.O Calaghan meminta beberapa orang untuk membagikan pekerjaan Tuhan yang dirasakan melalui pelayanan sepanjang hari itu. Dari setiap sharing kami semakin menyadari bahwa kami hanyalah alat yang dipakai Tuhan untuk membagikan kasihnya bagi setiap pasien yang kami temui. Kami sungguh melihat Tuhan bekerja di hati setiap pasien yang datang. Tidak saja pasien yang diberkati dengan pelayanan kesehatan serta spiritual counseling namun juga kami semakin menyadari keterbatasan kami sebagai manusia. Pengobatan yang kami berikan tidak akan berdampak bagi kesembuhan pasien jika Tuhan tidak campur tangan didalamnya. Bahkan kami melihat bahwa mujizat masih ada, ketika mendengar sebuah kesaksian bahwa ada seorang pasien yang giat melayani Tuhan di sebuah Desa. Perjalanan yang sulit karena kurang memadainya infrastruktur di daerah tempat tinggalnya tidak menghalangi nya untuk melayani Tuhan. Suatu ketika pasien ini mengalami kelemahan dan rasa sakit yang hebat menyerang salah satu bagian tubuhnya sehingga membuatnya tidak bisa mengendarai sepeda motor untuk bepergian melayani

Tuhan. Dia terus berdoa dengan sungguh-sungguh meminta kepada Tuhan serta menyatakan kerinduannya untuk melayani Tuhan dan ajaibnya tanpa pemeriksaan, intevensi dan pengobatan dokter rasa sakitnya berangsur-angsur hilang.

Diakhir pelayanan tim GHO bersama YTK-KI dan YPPII, drg Mike dan dr.Al tetap tinggal di Sumba untuk memberikan pelatihan pemu-ridan sejak tanggal 27-29 Agustus 2015. Selama 3 hari mengikuti pelatihan ini saya semakin disadarkan bahwa pemuridan bukanlah pilihan namun sebuah keharusan untuk dilakukan, karena ini merupakan perintah Tuhan. Kita berdosa jika tidak melakukan perintah Tuhan. Demikian pula halnya dengan pemuridan. Saya berdosa jika tidak melakukan pemuridan. Mu-rid adalah seorang yang dipanggil oleh Allah, yang telah bertobat dan terus percaya di dalam Yesus untuk keselamatannya dan berupaya mengikut Yesus dengan seluruh hidupnya dan melatih orang lain melakukan hal yang sama. Saya sempat dibuat gelisah dan merasa tergang-gu selama sesi dihari kedua karena menyadari bahwa selama ini saya berdosa karena tidak melakukan perintah Tuhan. Kerinduan untuk memuridkan ada dalam hati saya dan saya rindu untuk melakukan pemuridan bagi rekan sejawat saya sesama perawat namun ketakutan dan kekhawatiran begitu menguasai saya dan

Page 47: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 47

saya tidak tau bagaimana harus memulainya. Syukur kepada Tuhan melalui Firman-Nya saya dikuatkan bahwa takut akan Tuhan jauh lebih penting dibanding takut akan manusia. Iblis tahu kelemahan kita dan putus asa menjadi kunci yang dipakainya untuk menyerang kita.

Di minggu-minggu terakhir berada di Sumba, kondisi saya kurang sehat, batuk pilek serta demam. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium saya terdiagnosa Thypoid Fever. Sedih ketika mengetahui hasilnya karena dengan begitu saya harus istirahat total selama beberapa hari. Sekalipun sendiri ketika sakit namun Tuhan selalu menghadirkan pertolongan tepat pada waktunya melalui orang-orang di sekitar. Hal ini semakin meneguhkan saya bahwa saya tidak pernah sendiri, ada Tuhan yang selalu menyertai.

Tuhan yang memimpin saya ke Waingapu dan Tuhan pula yang memimpin saya tiap-tiap hari untuk dapat melihat ladang yang Tuhan percayakan untuk digarap serta melakukan kehendak-Nya dan menjadi alat ditangan-Nya

untuk melayani. 10 minggu di Waingapu bukanlah akhir

melainkan masa persiapan bagi saya dan men-jadi awal bagi saya untuk kembali setahun lagi ke Waingapu. Injil sudah lama masuk ke Sum-ba namun belum sampai ke hati semua mas-yarakat Sumba. Oleh karena itu masih banyak hal yang perlu dikerjakan bagi Pulau Sumba dan saya mau menyerahkan diri saya kedalam tangan Tuhan yang kuat untuk dipakainya mewartakan kasih Allah bagi masyarakat di pulau sumba.

Kesaksian

Page 48: Samaritan edisi 2 2015

48 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

“Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celaka-lah aku, jika aku tidak memberitakan Injil.” 1 Korintus 9:16

Setiap orang, mempunyai misi dalam menjalani kehidupan sebagai upaya dalam mencapai tujuan. Misi kita sebagai

Kristen yang sudah percaya dan sudah terlebih dahulu mendengar Kabar Baik (Injil) adalah membagikan dan meneruskan kabar baik itu kepada mereka yang belum mendengar, dengan tujuan membuat mereka percaya bahwa Tuhan Yesus adalah satu-satunya jalan lurus yang membawa kita kepada keselamatan. Sejak menjadi orang percaya kita sudah ditetapkan sebagai saksi (Kis 1 :8). Kita harus menjadi saksi karena mereka yang belum mengenal Sang Juruselamat membutuhkan kesaksian kita (Mrk. 16:15-16). Kita yang terlebih dahulu mendapat anugerah untuk mendengarkan kabar baik tentu (seharusnya) dengan penuh sukacita membagikannya kepada orang lain.

Kadang kita memandang misi sebagai sesuatu yang harus dikerjakan secara fokus se-hingga memakan waktu. Belum lagi akan keta-kutan-ketakutan ditolak dan merasa gagal. Hal

ini membuat kita terasa sulit untuk melaku-kannya, Bagaimana jika sebagian waktu dalam hidup kita habiskan untuk bekerja? Belum lagi berbagai aktivitas dan kepentingan keluarga. Tapi kembali lagi mari mengingat apa misi kita dalam dunia ini. Apakah yang terpenting dari keberadaan kita dalam dunia? Hal yang paling baik yang bisa kita lakukan mungkin adalah menjadikan pekerjaan kita sebagai salah satu sarana mengerjakan misi Allah.

Menjadikan misi sebagai gaya hidup berarti mengerjakannya sebagai rutinitas dan menjadi ‘gaya’ keseharian kita. Seharusnya tidak mem-buat kita tertekan namun ketika kita ‘bergaya’ kita menunjukkan cerminan kasih Allah.

Kita sangat bisa mengerjakan misi melalui profesi kita di bidang medis, sebagai dokter, dokter gigi, maupun perawat. Terpapar dan berkomunikasi langsung kepada pasien dan keluarganya. Tidak jarang dokter menjadi salah satu orang yang dipercaya, kadang pasien bisa dengan terbuka menceritakan setiap

Oleh : drg.Noryken Sitorus

Kesaksian

Mission as Life

Page 49: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 49

keluh kesah dan masalah yang dialaminya. Bahkan saya sendiri pernah menangani pasien yang mengeluhkan tidak nyaman akan kondisi mulutnya. Beliau ingin gigi dan mulutnya diperiksa namun sebenarnya tidak ada masalah dalam mulutnya, ia hanya stres. Begitu saya bertanya seputar kehidupannya, ia dengan terbuka menceritakan permasalahan yang sedang terjadi dalam keluarganya. Ia sungguh tertekan dan tidak tahu bagaimana menyelesaikan permasalahannya. Saya mengajaknya berdoa bersama dan terus menjaga komunikasi dengan pasien ini.

Saya pun masih baru terjun menjadi pekerja di ladang. Bisa dibilang saya belum mengerjakan apa-apa. Saya masih terus dalam proses mengerjakan misi Allah bagi umat yang dikasihi-Nya. Per tanggal 1 September 2015 saya ditugaskan selama 2 tahun untuk melayani sebagai dokter gigi PTT di puskesmas yang sangat terpencil di Kecamatan Waydente, Kabupaten Tulang Bawang, Propinsi Lampung. Perasaan saya campur aduk. Walaupun saya lahir dan besar di Kota Bandarlampung, namun saya tetap tidak tahu kondisi di luar tempat saya tinggal. Saya tahu saya tidak perlu takut karena Tuhan akan selalu menyertai akan apapun yang Tuhan mau saya kerjakan. Tugas saya melakukan bagian saya dengan sebaik-baiknya dan berdoa. Ini bukan rencana dan pekerjaan saya, namun pekerjaaan Tuhan melalui saya.

Ketika kupandang dunia ini, ku ‘tak ingin jadi bagiannya

Tapi Tuhan letakkan ku disini, jadi terangNya yang memecahkan gelapnya

duniaHidup hanya untuk sementara tapi jadi berhar-

ga dibuatNyaSungguh keselamatanNya kukerjakan,

hapus derita menolong mereka yang hilang asa

B’riku hatiMu Tuhan, setia dalam ketulusan‘tuk mengasihi duniaMu,

Seperti yang Kau lakukan lebih duluAjarku berdiri Tuhan, bukan karena kekua-

tankuHanya oleh kasih karunia

Menjadi Cerminan HatiMu

Kesaksian

Page 50: Samaritan edisi 2 2015

50 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Dilema Etikdi Rumah Sakit

dr. Fushen, MH, MM

Layanan kesehatan tidak terhindarkan dari permasalahan yang bervariasi. Hal ini wajar terjadi karena layanan kesehatan

erat hubungannya dengan nyawa manusia. Respon terhadap permasalahan tersebut seringkali menghadapkan tenaga medis atau manajemen fasilitas kesehatan dengan pilihan yang dilematis. Sebuah situasi yang kompleks dan melibatkan konflik psikologis dan moral untuk menentukan pilihan dengan hasil yang bertolak belakang merupakan bentuk dilema etik.

Dilema etik merupakan hal yang tidak dapat dihindari, khususnya bila berhubun-gan dengan nyawa manusia. Kondisi yang seolah membuat kita harus memilih untuk menyelamatkan ibu atau janin, meneruskan pelayanan di ICU dengan biaya yang mahal atau mengalokasikan tempat tersebut untuk pasien lain, penghentian bantuan hidup, serta berbagai kondisi lainnya seringkali kita jumpai di fasilitas kesehatan.

Beberapa orang berusaha menyeder-hanakan hal tersebut dengan membuat alur pengambilan keputusan. Tidak jarang kita mendengar prinsip bahwa nyawa ibu harus diselamatkan lebih dahulu dibandingkan dengan nyawa janin. Pada kondisi lain tentu kita juga sering menganggap bahwa keputusan terhadap pasien yang tidak sadar sepenuhnya bergantung pada wasiat yang dituliskan atau keputusan keluarga pasien. Hal-hal tersebut tidak sepenuhnya benar! Dilema etik tidak per-nah dapat diselesaikan dengan penyeragaman karena hidup manusia terlalu berharga untuk diseragamkan.

Sama halnya dengan tidak pernah ada manusia yang identik dengan manusia lainnya, begitu pula dengan kasus-kasus dilema etik, ti-dak pernah ada kasus dilema etik yang identik dengan kasus lainnya. Permasalahan yang juga memperburuk kondisi tersebut adalah selama masa pendidikannya tenaga kesehatan tidak pernah dipersiapkan secara mendalam untuk

Page 51: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 51

Etika Kolegialmenghadapi dilema etik. Oleh karena itu, salah satu cara untuk menghadapi hal tersebut adalah dengan membentuk sebuah tim etik yang berfungsi untuk menangani permasalah-an tersebut.

Pada tahun 2006 pemerintah telah menge-luarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 Tentang Pe-doman Organisasi Rumah Sakit Di Lingkun-gan Departemen Kesehatan. Pada pasal 19 (2)tertulis, “Pembentukan komite ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit sesuai kebutuhan ru-mah, sekurang-kurangnya terdiri dari Komite Medik serta Komite Etik dan Hukum.” Pera-turan ini mengamanatkan RS untuk memiliki Komite Etik dan Hukum. Standar akreditasi menurut Joint Commission International pada bagian Tata Kelola, Kepemimpinan, dan Pengarahan (GLD.12) juga mengamanatkan RS untuk memiliki kerangka kerja manajemen etik yang mendukung budaya aman di Rumah Sakit.

Sebagai tenaga kesehatan kristen sebe-narnya kita memiliki kesempatan yang besar untuk berkarya dalam dilema etik yang terjadi meskipun kita bukan bagian dari Komite Etik dan Hukum di RS. Nilai-nilai yang ada dalam alkitab terkait kehidupan dan betapa Tuhan be-gitu mencintai kehidupan tentu menjadi salah satu prinsip dalam menghadapi dilema etik

terkait kehidupan seseorang. Namun, alangkah baiknya bila kita juga memperlengkapi diri dengan pengetahuan terkait teori atau kaidah etik yang berkembang.

Dalam 1 Raja-raja 3:16-28 kita belajar dari Salomo yang harus mengambil keputusan penting pada kasus perebutan anak 2 orang perempuan sundal. Bukan suatu hal yang mudah untuk dilakukan pada jaman tersebut, tetapi Salomo dengan penuh hikmat mampu mengambil risiko dengan menempatkan hidup anak tersebut untuk menggugah hati ibu yang sesungguhnya. Dalam menghadapi dilema etik kita juga harus senantiasa berhikmat dan mengingat bahwa kehidupan adalah hal yang berharga untuk dipertahankan.

Seringkali kita harus mengambil risiko ketika bertentangan baik dengan keluarga atau penanggungjawab pasien maupun dengan tenaga kesehatan. Komite etik selalu berada di tengah berbagai alternatif pilihan. Belajar dari Salomo kita tahu bahwa keputusan terbaik tidak berasal dari pemikiran atau pengalaman kita, tetapi berdasarkan hikmat dari Tuhan.

Page 52: Samaritan edisi 2 2015

52 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Manfaat Air Kelapa Muda

Manfaat air kelapa muda dapat mening-katkan metabolisme tubuh. Bagi Anda yang memiliki masalah pencernaan yang tidak lan-car, sebaiknya mengkonsumsi air kelapa muda setiap hari untuk membantu proses metabo-lisme dalam tubuh. Selain itu, air kelapa muda juga dapat dimanfaatkan untuk menurunkan berat badan secara alami.Karena kandungan gula, kalori dan lemak dalam air kelapa sangat rendah. Jadi, air kelapa sangat baik untuk dikonsumsi bagi Anda yang ingin menurunkan berat badannya dengan cara yang aman tanpa memberikan efek samping.

Manfaat Air Kelapa Hijau

Manfaat air kelapa hijau juga untuk men-etralkan racun dalam tubuh. Jadi bagi Anda yang mengalami keracunan, maka segera minum air kelapa hijau untuk mentralkannya. Minum air kelapa muda juga dapat mengemba-likan stamina tubuh. Ketika badan merasa le-lah, maka atasi dengan minum air kelapa muda maka tubuh akan menjadi segar kembali untuk melakukan aktivitas.Tentunya air kelapa lebih aman untuk kesehatan tubuh, dibanding Anda

mengkonsumsi suplemen kesehatan instan yang di jual dipasaran. Ini karena, kelapa muda juga sangat praktis dan mudah ditemukan baik dipasar tradisional maupun supermarket.Seseorang yang mengalami mabuk kendaraan, baik kendaraan darat, kendaraan di udara ataupun kendaraan laut, dapat diatasi dengan minum air kelapa muda sehingga perut akan menjadi normal kembali dan Anda tidak akan merasa mual. Karena air kelapa mengandung antidotum meskipun tidak untuk semua jenis racun.Dengan minum air kelapa, maka racun yang masih berada di dalam lambung akan dibasuh dengan cara dimuntahkan keluar. Apa-bila racun sudah masuk ke dalam darah, maka air kelapa hanya berfungsi untuk membantu untuk mengencerkannya saja dan racun akan dikeluarkan melalui ginjal.

Air kelapa juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah dehidrasi pada seseorang. Apabila seseorang mengalami dehidrasi, maka dengan memberikan air putih saja tidak cukup. Kandungan elektrolit dalam air kelapa muda dapat membantu untuk mengatasi dehidrasi secara cepat. Selain itu, air kelapa ternyata sangat baik dikonsumsi oleh ibu hamil.Kandungan nutrisi yang terdapat dalam air kelap seperti vitamin C, asam folat, asam

Info

ManfaatAir Kelapa Hijau Mudauntuk Kesehatan Tubuh

Page 53: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 53

nikotinat, asam pantotenat, riboflavin dan biotin sangat baik untuk kesehatan. Itulah beberapa manfaat air kelapa untuk kesehatan tubuh, dengan mengkonsumsi air kelapa secara rutin, maka anda akan terhindar dari berbagai macam jenis penyakit.

Saat ini, keadaan lingkungan yang sema-kin buruk, banyak polusi udara dimana-mana maka antioksidan sangat diperlukan oleh tubuh. Apalagi untuk ibu yang sedang hamil maka antioksidan ini sangat diperlukan. Selain dari buah-buahan, antioksidan dapat diperoleh dari air kelapa. Jadi ketika bosan mengkonsum-si buah-buahan, maka ibu hamil dapat meng-konsumsi air kelapa.

Pengaruh air kelapa bagi ibu hamil adalah membuat air ketubannya menjadi bersih dan jernih. Kedua zat itu dapat menyerap lendir dan kotoran dalam air ketuban. Kalau ada yang mengatakan minum air kelapa akan membuat kulit bayi putih, itu salah. Karena yang benar adalah air kelapa membuat air ketubannya menjadi bersih bukan kulit bayinya. Sedangkan untuk membuat rambut bayinya menjadi subur dan bagus, belum ada penelitiannya.

Dianjurkan kepada ibu hamil untuk memi-num air kelapa hijau secara rutin sejak usia kehamilan mencapai 6 bulan sampai saatnya melahirkan. Kelapa hijau berbeda dengan kelapa lainnya. Kelapa hijau memiliki ciri khas tertentu yaitu ketika dikupas, bagian atas kulit dalamnya berwarna merah muda.

Bahan tulisan diambil dari berbagai sumber/JFR

Info

Page 54: Samaritan edisi 2 2015

54 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Sebentar lagi Indonesia akan memasuki era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), di mana Indonesia akan terbuka untuk

perdagangan negara-negara luar, tak terkecuali dunia kedokteran. Sejumlah syarat untuk dok-ter asing pun sedang digodok termasuk syarat mahir berbahasa Indonesia.

“Syarat dokter asing masih dalam pemba-hasan. Antara lain bisa berbahasa Indonesia, tidak melakukan bisnis, berkompeten dengan dibuktikan dengan surat kompetensi dari negara bersangkutan dan dari kita,” ucap Ketua Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) Bambang Supriyatno di kantor Wakil Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa (8/9/2015).

Syarat lainnya yakni dokter tersebut berse-dia ditempatkan di daerah terpencil di Indone-sia. Seluruh syarat dokter asing ini dirumuskan oleh KKI dan Kementerian Kesehatan (Kemen-kes).

Hal lain yang dibahas yakni langkah meng-internasional-kan kurikulum kedokter-an Indonesia sehingga dokter-dokter jebolan

universitas di Indonesia bisa bersaing dengan dokter-dokter luar.

Untuk membahas lebih lanjut perwakilan dari KKI akan mengikuti pertemuan dengan lembaga konsil kedokteran di negara Asia Tenggara lain di Singapura. Di pertemuan ini juga akan dibahas finalisasi regulasi kebutuhan tenaga medis Indonesia untuk pertukaran be-lajar yang tak terlelakkan begitu MEA diber-lakukan.

KKI menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memperkenalkan pengurus barunya sekaligus melaporkan peningkatan mutu Fakultas Kedokteran dalam menghadapi MEA. Terkait dengan hal ini, JK meminta KKI membuat sistem agar masyarakat bisa mengontrol kompetensi dokternya.

“Pak JK mengatakan agar dibuat suatu sistem di mana masyarakat itu bisa terlindungi dan juga bisa mengawal kompetensi dan mutu dokter,” katanya.

Sumber: www.detik.com/tnp.

Info

Masa MEA Nanti,Dokter Asing Harus BisaBerbahasa Indonesia

Page 55: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 55

Suku Dayak Siang adalah satu dari puluhan suku dayak yang tersebar di Kalimantan Tengah, yang berada di kecamatan Laung

Tuhup, kecamatan Barito Tuhup Raya, keca-matan Murung dan Tanah Siang atau di daerah Puruk Cahu serta sungai Laung dan sungai Bomban, selain itu juga terdapat di sekitar sungai Babuat. Populasi suku Dayak Siang diperkirakan sebesar 86.000 orang.

Suku Dayak Siang sebenarnya terdiri dari 2 kelompok suku, yaitu Siang yang disebut sebagai Dayak Siang dan Murung yang disebut sebagai Dayak Siang Murung, dimana Dayak Siang Murung kebanyakan mendiami daerah pinggiran sungai Barito dan sungai Bomban dan Dayak Siang tersebar di Tanah Siang, yaitu di sekitar sungai Laung dan sungai Babuat.

Menurut legenda mitologi, sejarah suku Dayak Siang, bahwa suku Dayak Siang adalah salah satu kelompok suku yang diturunkan oleh Ranying Hattala Langit (Tuhan Pencipta) di Puruk Kambang Tanah Siang sekitar wilayah desa Oreng kecamatan Tanah Siang Selatan,

kabupaten Murung Raya provinsi Kalimantan Tengah yang diturunkan dengan Palangka Bulau.

Istilah Siang, berasal dari sejarah yang berawal di sungai Mantiat.Di hulu sungai ini ada sebuah pohon yang diberi nama siang, karena kayu telah tua dan lapuk, maka kayu ini tumbang, dan bekas tumbangnya pohon ini kemudian menjadi aliran sungai yang mengalir ke sungai Mantiat Pari di desa Mantiat Pari sekarang. Orang yang hidup di Lowu Korong Pinang menggunakan air sungai yang berasal dari pohon siang ini, akhirnya masyarakat yang hidup di Lowu Korong Pinang ini kemudian disebut sebagai suku Dayak Siang. Suku Dayak Siang ini kemudian berkembang membentuk beberapa perkampungan baru dan tersebar di beberapa tempat hingga sekarang ini. Sedang-kan kampong atau lowu, tempat asal usul mereka adalah Lowu Tomolum yang sekarang ini bernama desa Tambelum. Desa Tambe-lum yang menjadi pemukiman pertama suku Dayak Siang ini telah ada jauh sebelum zaman

Dari Suku ke Suku

Suku Dayak Siang

Basi itu MampuMenyembuhkanPenyakit

Page 56: Samaritan edisi 2 2015

56 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Belanda dan sebelum adanya Negara Republik Indonesia ini.

Kepercayaan suku Dayak Siang, sejak zaman dahulu telah memeluk agama Kaharingan sebagai agama asli sebagian besar suku-suku dayak di Kalimantan. Saat ini sebagian besar masyarakat suku Dayak Siang tetap mempertahankan agama Kaharingan, sedangkan sebagian lain telah memeluk agama Kristen dan juga agama Islam. Tetapi walaupun sebagian dari suku Dayak Siang telah memeluk agama Kristen dan Islam, beberapa tradisi Kaharingan masih mereka laksanakan, seperti upacara Tiwah yang terkenal di kalangan masyarakat dayak di Kalimantan Tengah.

Masyarakat suku Dayak Siang sejak zaman dahulu sampai sekarang secara turun temurun hidup sebagai petani, yaitu berladang, berke-bun dan berternak.

Proses membuka lahan untuk berladang bagi masyarakat adat suku Dayak Siang dilakukan dengan penuh perhitungan dan perencanaan yang matang, karena banyak hal yang harus dipenuhi syaratnya, agar lingkungan alam setempat tetap seimbang kelestariannya untuk kepentingan hidup masyarakat adat. Masyarakat adat hidup dari alam, sehingga alam dan semua makhluk

baik tumbuhan/binatang yang ada dalam lingkungan alam tersebut menjadi jaminan bagi orang Dayak Siang untuk kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Mereka terbiasa saling menolong, terlihat, pada saat musim tanam dan panen, para tetangga datang untuk menolong dengan membawa peralatan mereka masing-masing. Sementara pemilik ladang menyediakan makanan dan minuman. Kegiatan saling menolong atau gotong royong itu disebut haweh.

Masyarakat Dayak Siang juga percaya terhadap keberadaan roh baik dan roh jahat dalam kehidupan mereka. Roh baik dipercaya bisa membantu seseorang khususnya terkait upaya kesehatan sedangkan roh jahat dapat mengganggu kehidupan seseorang, contohnya ketika seseorang sedang sakit. Dalam budaya dayak Siang Murung bahwa sakit seseorang itu bisa disebabkan oleh dua hal, yaitu karena sakit medis dan juga sakit yang disebabkan oleh gangguan roh jahat. Pengetahuan, kepercayaan dan nilai-nilai yang ada di masyarakat mengenai suatu penyakit dapat mempengaruhi bagaimana tindakan yang dilakukan maupun cara mereka dalam menangani penyakit tersebut dan salah satunya adalah ritual “balian”.

Page 57: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 57

Dari Suku ke SukuBalian merupakan ritual pengobatan

secara budaya pada masyarakat dayak Siang-Murung yang dipimpin oleh seorang basi atau basir. Basir atau basi sendiri merupakan orang yang dipercaya memiliki kemampuan yang diperoleh secara turun-temurun dalam upaya penyembuahan suatu penyakit. Basir atau basi dalam ritual pengobatan ini biasanya adalah basi laki-laki. Karena dalam masyarakat desa Dirung Bakung dikenal ada dua basi yakni basi bawe atau basi perempuan dan juga basi laki-laki. Basi laki-laki memiliki kemampuan dan tugas untuk mengobati penyakit sedangkan basi perempuan bertugas memimpin dalam ritual upacara adat kematian atau perkawinan. Upacara atau ritual balian biasanya dilakukan pada saat malam hari, dimana pada saat ritual pengobatan tersebut basi akan mengalami kesurupan atau dimasuki roh. Roh tersebut merupakan roh baik Ritual yang dipercaya bisa membantu menyembuhkan suatu penyakit dan roh tersebut biasanya adalah sahabat dari basi tersebut.

Sebelumnya peralatan dan sesaji yang diperlukan dalam ritual balian sudah di-siapkan. Sesaji tersebut diantaranya adalah lemang atau kukusan ketan yang dimasak dalam bambu, kain yang digantung di dinding rumah, hati ayam yang direbus dan ditancap-kan pada beberapa lemang, darah ayam, darah babi, berbagai macam bunga, akar-akaran dan dedaunan, arang dari akar-akaran, air, tim-ba, anding atau tuak (minuman beralkohol asli buatan masyarakat setempat), keranjang dari anyaman bambu, ayunan dari rotan yang digantung pada dinding rumah mangkuk dan lilin, beras, sepasang ayam jantan dan beti-na dan telur. Selain itu ada alat musik pukul yaitu gendang berjumlah 3 buah. Sesajen yang dibutuhkan dalam suatu ritual balian itu berbeda-beda tergantung penyakitnya. Ketika pasien terkena penyakit budaya seperti tenung,

santet atau dalam istilah masyarakat dayak Siang-Murung ini terkena “pali”, maka dalam sesajennya harus ada “bale pali”.

Sebelum ritual dimulai itu Basi bersiap mengenakan pakaian dan perlengkapannya untuk ritual tersebut, diantaranya ada kain sep-erti sarung berwarna hitam, sabuk dari kain, ikat kepala, asesoris berupa tali dengan hiasan manik-manik dan juga taring hewan yang diikatkan menyilang di tubuhnya kemudian basi mengenakan gelang dipergelangan tangan-nnya masing-masing 2 buah gelang besi yang sekaligus sebagai alat musik. Selain itu basi juga mengoleskan kapur di lengan dan dadanya seperti yang tampak pada gambar di bawah ini.Kemudian basi yang sudah berpakaian ritual lengkap duduk di depan sesaji sambil mengu-capkan mantra, tak lama basi mengambil beras dalam piring dan menyebar sedikit beras di sekitar basi atau yang dikenal dengan istilah “nabui”. Setelah itu istri basi memberikan sepasang ayam yang kemudian dikibaskan diatas kepala pasien. Setelah itu basi berdiri dan memegang kain seperti selendang yang diikatkan pada dinding rumah sambil basi membaca mantra dengan bahasa sangian, hal tersebut dilakukan untuk berkomunikasi dengan arwah atau roh leluhurnya. Setelah itu basi meniup seperti peluit kecil yang terbuat dari taring beruang, bersamaan dengan itu alat musik mulai dipukul dengan suara yang sangat keras sehingga timbul suara yang sangat bising. Musik tersebut terkadang berhenti sejenak dan dimainkan kembali. Kurang lebih ada 10 kali jeda berhenti dari musik dalam ritual tersebut. Mantra dengan bahasa sangiang terus diucap-kan selama ritual berlangsung.

Kemudian basi berjalan menuju pintu rumah dan menghadap keluar rumah sambil membaca mantra dan menari dengan mangkok berisi lilin yang diletakkan diatas kepalanya. Istri basi menyiapkan air mandi dalam timba

Page 58: Samaritan edisi 2 2015

58 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

yang didalamnya terdapat dedaunan, bunga dan akar-akaran untuk memandikan pasien. Pasien pun duduk didepan pintu kemudian basi memandikan pasien dengan iar yang ada di timba tersebut sambil membaca mantra. Ketika itu orang dilarang berdiri di luar rumah, karena dipercaya penyakit pasien akan berpin-dah ke orang yang ada diluar rumah tersebut selain itu juga dilarang melakukan dokumenta-si berupa video ataupun foto.

Setelah itu basi menuju ketempat awal. Se-mentara pasien disuruh berbaring didekat basi. Basi mengambil 2 lemang yang ujungnya ada hati ayam, kemudian dicelupkan ke dalam wa-dah yang berisi darah ayam dan babi. Menurut kepercayaan masyarakat itu adalah tanda dimana arwah atau roh nenek moyang sudah mulai merasuki tubuh basi. Proses memakan lemang tersebut dilakukan berkali-kali. Setelah itu lampu yang ada di dalam ruangan tersebut mulai dimatikan, itu tandanya basi sudah mulai kerasukan roh yang akan membantu mengoba-ti pasien. Ketika basi sedang kerasukan tidak boleh ada cahaya sedikitpun dalam ruangan tersebut, semua lampu tempel dimatikan jika ada lampu yang menyala maka basi tersebut akan langsung pingsan dan tidak bisa mengo-bati pasien. Proses kesurupan atau kerasukan tersebut terjadi kurang lebih dalam waktu 15

menit. Ritual balian ini biasanya tidak boleh dilakukan saat ada orang yang meninggal dunia. Karena dipercaya basi yang dirasuki roh tersebut bisa lari menuju tempat orang yang sedang meninggal tersebut. Sebagai langkah antispasi digunakan piring putih polos yang kemudian diletakkan di kepala basi saat berada di depan pintu rumah tadi.

Ketika pasien yang diobati sudah sembuh, maka pasien tersebut akan melakukan ritual “totoh balian”. Ritual ini merupakan acara puncak dari upacara belihan, dimana saat itu disediakan banyak sesaji yang mana sebagai wujud syukur kepada roh yang telah menyem-buhkan dan juga sebagai alat untuk menipu roh jahat agar tidak mengganggu lagi, karena sesaji dipercaya sebagai makanan dari roh-roh yang dianggap jahat oleh masyarakat. setelah selesai pengobatan maka lampu akan dihidup-kan kembali dan acara totoh belihan selesai. Totoh balian biasanya dimulai pada malam hari antara pukul 22.00 wib hingga pukul 02.00 atau pukul 03.00 wib dini hari.

Bahan tulisan diambil dari berbagai sumber/*tnp

Page 59: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 59

Pelayanan Medis Yogyakarta

Ucapan Syukur:1. Bersyukur untuk kelanjutan dari tim

regenerasi dan pemuridan PMdKY yang telah mulai menetapkan kerangka dasar pelaksanaan regenerasi untuk kepengurusan berikutnya. Bersyukur untuk masukan masukan dari para pengurus untuk tim ini.

2. Bersyukur untuk pelantikan kepani-tiaan Kamp Medis Nasional Mahasiswa (KMdNM) ke-20 tahun 2016, dan doakan agar Tuhan terus menjaga api semangat pelayanan mereka, yang melayani selama setahun.

3. Bersyukur untuk pengurus dan rekan-rekan medis yang telah menerima peker-jaan sebagai tenaga pengajar di FK UKDW

Doakan :1. Doakan tim regenerasi-pemuridan dan

tim Panlak KMdNM XX Yogjakarta agar tetap tekun berdoa, berkoordinasi, dan bekerja dengan setia untuk menyelesaikan amanahnya masing-masing. Mari berdoa agar Allah terus menguatkan dan menga-

rahkan langkah kaki setiap personel agar sejalan-seiring dengan kehendak Tuhan.

2. Doakan para pengurus yang masih kuliah, koas, dan mengikuti ujian agar diberi kekuatan untuk belajar di tengah kesibukan pelayanan di kampus, rumah sakit, dan persekutuan.

3. Doakan juga rekan-rekan yang masih menunggu jadwal dan tempat internship supaya tetap bertekun dalam doa dan Firman, doakan juga rekan-rekan yang sudah selesai internship supaya Tuhan memimpin rencana selanjutnya dan rekan-rekan yang ambil studi spesialis agar Tuhan juga memimpin dalam studi lanjut mereka.

Teropong Doa

Page 60: Samaritan edisi 2 2015

60 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

HumoriaSaran dokter kepada pasiennya yang mengala-mi insomnia:“Coba Anda menghitung sebelum tidur.”“Ok, saya ini petinju, Dok. Setiap hitungan ke-9, saya pun terbangun!”

Di Tempat Kejadian Perkara (TKP) kasus perampokan bank, seorang polisi berpangkat sersan melapor kepada atasannya.“Lapor, Pak. Kami tidak berhasil menangkap perampoknya.”Dengan marah, inspektur polisi itu berteriak, “Bukankah saya sudah perintahkan kalian untuk menjaga setiap pintu keluar? Bagaimana perampok itu masih bisa lolos juga?”“Dia ternyata keluar lewat pintu masuk, Pak.”

Seorang pendeta diminta datang oleh pengurus pemakaman untuk mendoakan jenazah seseorang yang tidak memiliki keluarga maupun teman.Pendeta itu pun segera berangkat, namun be-berapa kali salah jalan sehingga tersesat.Setengah jam kemudian, dia baru tiba di taman pemakaman. Tapi tak tampak tanda-tanda akan adanya penguburan. Sementara itu di ke-jauhan terlihat beberapa pekerja tengah makan siang. Pendeta pun menghampiri mereka dan mendapati sebuah liang kubur yang baru digali. Di dalamnya terdapat sebuah kotak. Pendeta itu segera mengambil buku kumpulan doa, lalu dengan khidmat membacanya.Setelah selesai membacakan doa, dia berjalan kembali menuju mobilnya. Sayup-sayup pen-deta itu mendengar seorang pekerja bertanya kepada rekannya, “Apakah kita perlu memberi tahu pendeta itu bahwa lubang ini berisi septic tank?” Sumber: www.reader’sdigestindonesia.

Page 61: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 61

Antar KitaSegenap redaksi Majalah Samaritan, Pengurus dan

Pelayanan Medis Nasional (PMdN) Perkantas Mengucapkan :

Selamat Ulang Tahundr.Ronaningtyas Maharani (Rona)drg.Herlina Sutanto Tdrg. Theodorus Hedwin Kadriantodr.Katherine Bangundr.Rosdiana Hernawati Silabandr.Methadrg.Riani Suhendradr.Ahairani K.L.M. Mesa dr.Ricky J.Pardededr.Yuliana Siajadidr. Ferdy Royland Marpaung dr.Dumaria R. Damayanti dr.Edy Ariston Lubis, SpMDrg. Yuliana Ziliwudr.Julia K.Kadang, SpAdrg.Hotlin Judika Romanadr.Helmawati Perangin – Angindr.Eka J. Wahjoe Pramonodrg. Julvan G.M. Nainggolan dr.Samuel Halimdr.Ponimandr.Bambang Budi Siswanto, Sp.J dr.Agustina Puspitasaridr.Ronald Jonathan,MSc.dr.Lineus Hewis, SpAdr.Sulastri C. Panjaitan dr.Sunoto Pratanu, SpJP, FIHA

01 Juli02 Juli03 Juli04 Juli05 Juli07 Juli09 Juli09 Juli10 Juli11 Juli13 Juli14 Juli15 Juli16 Juli17 Juli19 Juli20 Juli27 Juli27 Juli29 Juli01 Agustus02 Agustus02 Agustus03 Agustus04 Agustus04 Agustus04 Agustus

Page 62: Samaritan edisi 2 2015

62 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015

Antar Kitadr.Widodo L. Tobingdrg.Lydianadr.KusnadiDr.Emanuel Wantaniadr.Maudy Lumentadr.Intan Renata Silitongadr.Cherry Chaterina Silitonnga dr.Leonard A. Laisang, SpBdr.Agustinadr.Antonius S. Sandi Agusdr.Agus D N Kaunang, SpOGdrg.Dewi H.Pramono, SpProsdr.Martin Rumende, SpPDdr.Ariyanti YusnitaDr.Widyanto Pangarso dr.Agus Prasetyodrg.Prisillia Paserudr.Lydia Pratanu, MSdr.Vera Marietha M.Rdr.Vivianadr.Ralf Richard Pangaliladr.Irene Hintan putungdr.Helen A. Manoe,SpMDR.dr.Dwidjo Saputra,SpKJdr.Suga T.Anggawidjaja, Sp.PA dr.Patricsia Mdr.Herdiana Elisabeth dr.Elisa (ICA LAU)drg. Dewi Ruth,SKGdrg. Melkidr.Theresia Shanty Kayamadr.Etha Rambungdr.Dewi dr.Eva Karmelia

06 Agustus08 Agustus11 Agustus13 Agustus15 Agustus16 Agustus16 Agustus17 Agustus18 Agustus19 Agustus19 Agustus20 Agustus24 Agustus24 Agustus24 Agustus26 Agustus27 Agustus28 Agustus28 Agustus29 Agustus29 Agustus29 Agustus01 September04 September06 September06 September06 September06 September07 September08 September11 September12 September15 September16 September

Page 63: Samaritan edisi 2 2015

SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015 63

Antar Kitadr.Risa Nurida M. Siagiandrg.Nana Anggawidjajadrg.Abigail N. V. Saputridr.Setiani Muliadikaradr.Sri Juliani Harjantodr.Maria SimanjuntakDr.Joviel Simatupangdrg.Nadhyanto, SpProsdr.Herman Gandi,SpAdr.Sondang Whita Kristina Tambundrg. MulaB. Hutagaoldr.Pua Librana,SpOGdr.Cahyo Novianto , Msi, Med, Sp.B ( K ) -Onkdr.Karina Samariadrg. Arifianti Nilasari (Anis)dr.Ratih Rahayu Astuti GunadiProf.DR.dr.Taralan Tambunandr.Filly.MDR.dr. Mangasa.L Tobing, SpPDdr.Franky Zepplin PasaribuHelena Ullyartha Pangaribuan,SKMdr.Berlian Beatrix Rarome dr. Kristiyan Wong, Sp.OGdr.Dedi Tedjakusnadi, MARSdr.Ristarin Paskarina Zaluchudr.Rosalyn Angeline Manurungdr.Saulina Sembiringdr.Rica Bunjamin

16 September17 September19 September20 September21 September27 September28 September01 Oktober03 Oktober03 Oktober05 Oktober05 Oktober05 Oktober08 Oktober08 Oktober08 Oktober10 Oktober19 Oktober21 Oktober21 Oktober21 Oktober21 Oktober22 Oktober23 Oktober24 Oktober28 Oktober28 Oktober29 Oktober

“Lihat, Aku hendak membuat sesuatu yang baru,yang sekarang sudah tumbuh, belumkah kamu mengetahuinya?”Yesaya 43:19

Page 64: Samaritan edisi 2 2015

64 SAMARITAN | Edisi 2 Tahun 2015