kajian utama edisi juli 2015

7
JULI 2015/RAMADHAN 1436 11 KAJIAN UTAMA TIM PENULIS: Mahladi (Pemimpin Redaksi Kelompok Media Hidayatullah), Hamim ohari (Ketua Dewan Syura Hidayatullah), Hanif Hanan (Anggota Dewan Syura Hi- dayatullah), Ahkam Sumadiana (Pengurus Pimpinan Pusat Hidayatullah). Penanggungjawab Rubrik: Deka Kurniawan. Editor: Dadang Kusmayadi. Fotografer: Muhammad Abdus Syakur Cabang iman ke-38 11 S ekali waktu, kita perlu berdiam sejenak. Menyendiri dan menyepi di tempat yang mulia, di ”rumah Allah”, dan berdekat-dekatan dengan Sang Pemilik Rumah, Allah , di waktu yang amat baik, yakni 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Inilah namanya i’tikaf. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ad-Daruquthni, dan Baihaqi, disebutkan bahwa selama beri’tikaf, Rasulullah tidak menjenguk orang sakit dan tidak pula melayat serta mengantarkan jenazah. Ia tetap berdiam diri di dalam masjid untuk bertaqarub ilallah (berdekat-dekatan dengan Allah ). Semua orang pasti paham bahwa menjenguk orang sakit dan mengantarkan jenazah adalah pekerjaan mulia. Namun, untuk pekerjaan yang semulia itu, Rasulullah tidak melakukannya, khusus di saat i’tikaf. Jadi tergambarlah betapa pentingnya ibadah ini. Jika sosok semulia Rasulullah saja tak pernah melalaikan amalan tersebut, maka tak pantas rasanya kita yang bergelimang dosa ini justru melalaikannya. Mari kita habiskan 10 malam terakhir kita untuk berdiam sejenak di rumah Allah! Wallahu a’lam. Berdiamlah Sejenak di Rumah Allah RASULULLAH BERSABDA, “IMAN ITU ADA 70 CABANG LEBIH ATAU 60 CABANG LEBIH. YANG PALING UTAMA ADALAH UCAPAN LA ILAHA ILLALLAH, DAN YANG PALING RENDAH ADALAH MENYINGKIRKAN RINTANGAN (KOTORAN) DARI TENGAH JALAN, SE- DANG RASA MALU ITU (JUGA) SALAH SATU CABANG DARI IMAN”. (RIWAYAT MUSLIM) IMAN, DENGAN 70 CABANGNYA, ADALAH PONDASI DARI BANGUNAN PERADABAN ISLAM. SUARA HIDAYATULLAH AKAN MENGUPAS CABANG-CABANG IMAN INI UNTUK MENGANTARKAN KITA KEPADA CITA-CITA TEGAKNYA KEMBALI PERADABAN MADINAH! “Rasulullah beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau.“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Upload: majalah-hidayatullah

Post on 18-Feb-2017

182 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

JULI 2015/RAMADHAN 1436 11

KAJIAN UTAMA

TIM PENULIS: Mahladi (Pemimpin Redaksi Kelompok Media Hidayatullah),

Hamim Thohari (Ketua Dewan Syura Hidayatullah), Hanif Hanan (Anggota Dewan Syura Hi-

dayatullah), Ahkam Sumadiana (Pengurus Pimpinan Pusat Hidayatullah). Penanggungjawab

Rubrik: Deka Kurniawan. Editor: Dadang Kusmayadi. Fotografer: Muhammad Abdus Syakur

Cabang iman ke-38

11

Sekali waktu, kita perlu berdiam sejenak. Menyendiri dan menyepi di tempat yang mulia, di ”rumah Allah”, dan berdekat-dekatan dengan Sang Pemilik Rumah, Allah , di waktu

yang amat baik, yakni 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Inilah namanya i’tikaf. Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ad-Daruquthni, dan Baihaqi,

disebutkan bahwa selama beri’tikaf, Rasulullah tidak menjenguk orang sakit dan tidak pula

melayat serta mengantarkan jenazah. Ia tetap berdiam diri di dalam masjid untuk bertaqarub ilallah (berdekat-dekatan dengan Allah ). Semua orang pasti paham bahwa menjenguk orang sakit dan mengantarkan jenazah adalah pekerjaan mulia. Namun, untuk pekerjaan yang semulia itu, Rasulullah tidak melakukannya, khusus di saat i’tikaf.  Jadi tergambarlah betapa pentingnya ibadah ini. Jika sosok semulia Rasulullah saja tak pernah melalaikan amalan tersebut, maka tak pantas rasanya kita yang bergelimang dosa ini justru melalaikannya. Mari kita habiskan 10 malam terakhir kita untuk berdiam sejenak di rumah Allah! Wallahu a’lam.

Berdiamlah Sejenakdi Rumah Allah

RASulullAH beRSAbDA, “IMAn Itu ADA 70 cAbAng lebIH AtAu 60 cAbAng lebIH. YAng PAlIng utAMA ADAlAH ucAPAn la ilaHa illallaH, DAn YAng PA lIng RenDAH ADAlAH Me nYIngKIRKAn RIntAngAn (KotoRAn) DARI tengAH jAlAn, Se-DAng RASA MAlu Itu (jugA) SAlAH SAtu cAbAng DARI IMAn”. (RIwAYAt MuSlIM)

IMAn, DengAn 70 cAbAngnYA, ADAlAH PonDASI DARI bAngunAn PeRADAbAn

ISlAM.  Suara Hida yatullaH AKAn Me nguPAS cAbAng-cAbAng IMAn InI untuK MengAntARKAn KItA KePADA cItA-cItA tegAKnYA KeMbAlI

PeRADAbAn MADInAH!

“Rasulullah beriktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan sampai Allah mewafatkan beliau.“ (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Page 2: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com12

I’tikaf berasal dari akar kata ‘akafa - ya’kifu - u’kufan, yang berarti menetapi sesuatu dan menahan diri padanya. Adapun menurut istilah syara’ berarti seseorang tinggal atau menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah dengan

sifat dan cara tertentu (lihat Syarah Muslim, 8: 66, Fathul Baari 4: 271, dan Muhalla 5: 179, masalah nomor 624) Ibadah ini hampir sama dengan wuquf dalam haji. Be-danya, wukuf dilaksanakan di padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah mulai dari zuhur hingga terbenamnya mata-hari, sedangkan i’tikaf dilaksanakan di masjid. Baik i’tikaf maupun wuquf sama-sama bertujuan untuk taqarrub ilallah (mendekatkan diri pada Allah) dengan cara bersunyi atau menyendiri. Segala aktivitas duniawi untuk sementara waktu dihentikan agar pikiran dan pera-saan bisa berkonsentrasi (zikir) dan berdoa kepada Allah

. Telah menjadi ijma’ (kesamaan pendapat) di kalangan ulama bahwa ibadah ini hukumnya sunnah dan disyari-atkan oleh Islam, terutama pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dalam hal ini Imam Ahmad bin Hambal menyatakan, “Sepengetahuan saya, tidak seorang pun dari ulama yang menyatakan bahwa i’tikaf bukan sunnah.” Landasan dalilnya telah jelas, sebagaimana firman Allah :

V W X Y Z [\ Tetapi janganlah kamu campuri mereka itu (isteri-is-teri), sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. (Al-Baqarah [2]: 187) Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Abdul-lah bin Umar dan ‘Aisyah dijelaskan bahwa Rasulullah melakukan i’tikaf pada sepuluh terakhir bulan Rama dhan, sejak Rasulullah berada di Madinah sampai wafatnya. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Penuh Ibadah Selama menjalankan i’tikaf, seorang mu’takif, selain wajib menjalankan ibadah-ibadah fardhu seperti shalat lima waktu berjamaah, juga disunnahkan untuk mem-perbanyak ibadah-ibadah sunnah, mulai dari shalat tahiyyatul masjid, shalat wudhu, shalat rawatib, hingga shalat lail dan witir. Selain shalat-shalat sunnah, dianjurkan pula bagi mereka yang i’tikaf untuk menambah intensitas hubu-ngannya dengan al-Qur’an, mulai dari membaca (dilaku-kan sendiri-sendiri maupun dengan tadarrus bersama), mempelajari, hingga mentadabburinya. Selain menambah intensitas menggauli al-Qur`an, dianjurkan pula memperbanyak zikir dan doa, terutama

KAJIAN UTAMA

Beriktikaflah Sampai Akhir Hayat

Page 3: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

JULI 2015/RAMADHAN 1436 13

yang ma’tsur (yang diajarkan lafazhnya oleh Allah dan Rasul-Nya). Bisa juga dengan memperbanyak doa sesuai dengan hajat dan kebutuhan masing masing dengan lafazh dan bahasa sendiri. Bermuhasabah, menghitung diri saat i’tikaf, juga dianjurkan sekali. Kegiatan ini bisa dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan cara mengikuti pengajian atau ceramah agama yang diselengggarakan di masjid tersebut. Ragam ibadah selama i’tikaf akan menambah kedeka-tan kita kepada Allah . Iman dan takwa diharapkan se-makin bertambah seiring dengan kesungguhan menjalani i’tikaf. Inilah cara berkhalwat, menyendiri dan menyepi yang diajarkan Islam. Adapun cara-cara di luar yang di-syariatkan Allah dapat menyesatkan, seperti bertapa atau semedi.

I’tIkaf Rasulullah Sekalipun i’tikaf hukumnya sunnah, bukan wajib, tetapi Rasulullah sejak hijrah ke Madinah tidak pernah meninggalkannya. Setiap sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan beliau meninggalkan kesibukan dunia untuk menyendiri di masjid. Hal tersebut dilalukan hingga beli-au wafat. Suatu hari, karena suatu hal yang mendesak, beliau absen melakukan i’tikaf. Pada saat itu segera beliau gan-tikan dengan meng-qadha-nya di sepuluh terakhir bulan Syawal pada tahun yang sama. Pernah juga terjadi, karena uzur, beliau lalu menggantikannya pada Ramadhan tahun berikutnya, sehingga Rasulullah menjalankan i’tikaf selama dua puluh hari. Begitu gambaran betapa Rasulul-lah sangat bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah istimewa ini. Suatu hari, Umar bin Khaththab menyampaikan kepa-da Rasulullah bahwa dirinya pada masa jahiliyah dulu pernah bernazar untuk melaksanakan i’tikaf. Mendengar penuturan tersebut, Rasulullah kemudian bersabda, ”Penuhi (bayarlah) nazarmu itu.” Kalau bernazar untuk i’tikaf dalam keadaan belum Islam saja tetap harus dipenuhi, lalu bagaimana jika ber-nazar di waktu Islam? Lagi-lagi kejadian tersebut memberi gambaran betapa tinggi posisi i’tikaf bagi kaum beriman.Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan dalam kitab Zaadul Ma’ad bahwa Rasulullah , ketika beri’tikaf, masuk da-lam kubahnya sendirian. Beliau tidak pulang kecuali bila ada keperluan yang mendesak. Saat beri’tikaf, Rasulullah terkadang juga mengajak keluarganya. Hal ini tertera dalam Hadits yang diriwa-yatkan Bukhari dan Muslim, bahwa ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, Rasulullah meng-hidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat pinggangnya. Itulah bentuk kesungguhan Rasulullah dalam men-jalankan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan. Sedang di

luar bulan Ramadhan, menurut Hadits yang diriwayatkan Muslim, beliau tidak melakukan i’tikaf.

hIkmah I’tIkaf Ramadhan yang menawarkan berbagai keistimewaan, mulai dari rahmat, berkah, maghfirah, sampai pembe-basan dari api neraka, tentu harus disambut dengan se-baik-baiknya. Apalagi Ramadhan itu sangat erat kaitannya dengan pengabulan doa. Justru di sinilah letak rahasia Islam mengajarkan kepada umatnya untuk beri’tikaf. Dengan i’tikaf, kita diharapkan lebih banyak berdoa, di samping berzikir kepada-Nya. Dalam rangkaian ayat-ayat yang menjelaskan tentang puasa Ramadhan, justru Allah menyelipkan satu ayat:

» ¼ ½ ¾ ¿ ÀÁ Â Ã Ä Å ÆÇ È É Ê Ë Ì

Í Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepada-mu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran. (Al-Baqarah [2]: 186]. Setidaknya ada dua hikmah yang bisa dipetik dari ibadah i’tikaf ini. Pertama, i’tikaf memberi kesempatan kepada pikiran dan perasaan, akal dan hati, untuk rehat sejenak dari berbagai kesibukan yang bersifat duniawi, seperti halnya puasa memberi waktu kepada perut untuk istirahat sesaat dari kesibukan mengunyah dan mengolah makanan dan minuman. Bukan berarti kesibukan duniawi itu tidak perlu atau bernilai rendah, akan tetapi jika kita ingin mendapatkan ketinggian derajat dan kemuliaan yang sejati, kita harus beranjak sesaat dari segala yang menjadikan kita terje-rembab dalam kesibukan rutin duniawi. Kedua, i’tikaf juga memberi kesempatan sekaligus peluang kepada kaum Muslim untuk memaksimalkan upayanya dalam memburu dan meraih Lailatul Qadar, yang pahalanya bernilai lebih baik dari seribu bulan. Sangat disayangkan jika kesempatan langka yang terjadi sekali dalam setahun itu berlalu begitu saja. Lailatul Qadar bagi umat Islam sama halnya dengan wuquf di arafah bagi jamaah haji. Pada kedua momentum tersebut Allah mengampuni segala dosa, melipat gan-dakan pahala, dan membalasnya dengan Surga. Semua doa dikabulkan, segala hajat kebutuhan dipenuhi, dan dibebaskan dari siksa neraka. Wallahu a’lam bish- Shawab.

Page 4: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com14

digunakan merekayasa proyek demi kepentingan pribadi. Berbagai krisis banyak terjadi karena masih berkuasanya hawa nafsu pada diri manusia. The man behind the gun. Begitu pepatah mengatakan. Manusia yang berada di samping senjata, itulah yang menentukan. Apakah senjata itu akan membawa manfaat atau mudharat, tergantung orang yang memegangnya. Senjata di tangan seorang yang adil, akan digunakan untuk menegakkan kebenaran. Namun, senjata di tangan orang yang jahat justru digunakan untuk kezaliman. Di sinilah urgennya kita menyempatkan diri untuk melakukan transformasi agar jiwa jahat menjadi jiwa yang tenang. Jiwa yang tidak mengetahui kebenaran menjadi mengerti yang benar dan siap melaksanakan kebenaran. Proses transformasi jiwa inilah yang perlu sungguh-sungguh kita upayakan di bulan Ramadhan. Sebab esensi puasa bukan hanya sebatas fisik yang menahan lapar dan dahaga, tetapi menundukkan hawa nafsu. Dalam sistematika turunnya wahyu Ilahi, masa berke-pompong identik dengan fase al-Muzammil. Pada fase ini, yang menjadi fokus pembinaan dan garapan adalah aspek batin, yakni proses transformasi spiritual. Pada wahyu-wahyu awal ini, Allah memerintahkan Rasulullah untuk bangun malam, tartil al-Qur`an, berzikir dan ber-tabattul (tekun beribadah semata kepada Allah dan memutus hubungan dengan kesibukan duniawi). Bahkan kalau ditarik kebelakang lagi, hal itu juga dilakukan sebelum beliau diangkat menjadi Rasul. Di tengah masyarakat dan kaumnya yang saat itu masih jahiliyah, beliau memiliki kecintaan untuk mengasingkan diri, dengan tujuan untuk beribadah. Beliau mengasing-kan diri di Gua Hira yang terletak di Jabal Nur. Di gua yang sempit itulah Rasulullah menyendiri selama beberapa malam untuk menyepi. Kebiasaan itu berlangsung hingga turunnya wahyu pertama sekaligus diangkatnya beliau sebagai Utusan Allah . Wahyu per-tama itu tidak lain adalah surah al-Alaq ayat 1 sampai 5, yang diturunkan saat bulan Ramadhan. Allah berfirman:

h i j k l m n o p q r st

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (per-mulaan) al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan

Untuk memenuhi berbagai keinginan yang kian membuncah tanpa kendali, manusia modern tak henti bekerja. Berbagai ke-sibukan dunia begitu membelit hingga tak sempat melihat ke arah mana sesungguhnya

langkah hidupnya menuju. Yang didengar hanya nafsu tamak yang selalu merasa kurang dan ingin mengejar agar bisa mendapatkan lebih tanpa berpikir apa maknanya. Kita, umat Islam, yang hidup di tengah berbagai tuntutan kesibukan yang tanpa arah dan makna itu, boleh jadi ikut terwarnai juga. Maka, sungguh sangat besar manfaatnya jika di bulan Ramadhan, sejenak kita mau berhenti. Dalam beberapa hari kita mengambil jarak dengan rutinitas untuk secara intens bermuhasabah dan menjalin hubungan dengan Allah semata agar sejumput iman yang masih tersisa tidak kering dan layu dibakar oleh ketamakan. Apa yang mesti kita lakukan? Salah satu amalan rutin yang dilakukan Rasulullah

pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan adalah menyendiri dan memutuskan hubungan dengan berbagai kegiatan keluarga dan masyarakat. Menurut Al-Kubaisi, Nabi menjauhi tempat tidurnya, mengencangkan ikat pinggangnya, lalu pergi menyendiri ke masjid untuk berdiri dan sujud guna beribadah kepada Rabbnya dengan khusyuk.

beRkePomPong Sebelum akhirnya bersayap indah, seekor kupu-kupu mengalami fase berkepompong. Pada masa itu, bentuknya masih berupa ulat. Yang semula rakus memakan dan merusak dedaunan, saat itu ia berpuasa. Setelah beberapa waktu, ulat yang menjijikkan itu tumbuh sayap-sayapnya. Ia pun keluar dari kepompong, dan benar-benar men-jadi makhluk yang baru sama sekali. Masya Allah, sebuah metamorfosa yang sempurna. Jiwa manusia, saat dikuasai hawa nafsu, tak ubahnya seperti seekor ulat yang rakus dan selalu berbuat kerusa-kan. Tak ada kebaikan yang bisa diharap jika hawa nafsu masih dominan. Berbagai kenikmatan yang sebenarnya bisa menjadi modal kebaikan, malah diselewengkan untuk berbuat kerusakan. Kekayaan yang semestinya bisa untuk berbagi, malah hanya untuk kesombongan. Jabatan yang seharusnya bisa bermanfaat untuk menegakkan keadilan dan meratakan kesejahteraan, malah digunakan untuk melampiaskan kepuasan hawa nafsu. Bahkan ilmu yang bisa mencerahkan umat, justru

Dari Kepompong Menjadi Penebar Rahmat

KAJIAN UTAMA

Page 5: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

JULI 2015/RAMADHAN 1436 15

penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pem-beda (antara yang hak dan yang bathil). (Al-Baqarah [2]: 185). Kapan kita bisa secara optimal bertazkiyah dan berkesempatan untuk melakukan lompatan menjadi manusia baru? I’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan merupakan kesempatan terbaik yang dipilihkan Allah . I’tikaf merupakan kesempatan untuk menunjukkan kepatuhan dan ketundukan seorang hamba kepada Rabbnya. Itulah sebabnya Allah menstimulus hamba-Nya di sepuluh hari itu dengan menganugrahkan Lailatul Qadar, malam yang keutamaan ibadah di dalamnya me-lebihi seribu bulan, sebagaimana Allah jelaskan dalam al-Qur`an surat Al Qadr [97] ayat 1 hingga 5.

tebaRkan Rahmat Proses tazkiyah merupakan tahapan penting dan seka-ligus mengasyikkan. Tetapi kadangkala kita terlalu asyik menjalani masa berkepompong ini. Kita anggap saat ter-pisah dari keramaian sosial dan fokus pada transformasi spiritual sebagai puncak kenikmatan. Padahal, kita tidak boleh tenggelam di situ, dan sampai melupakan kewajiban sosial. Ketika kita hanya asyik di fase internalisasi dan tidak dilanjutkan dengan fase eksternalisasi, sebenarnya kita sama saja dengan mandek di fase berkepompong. Karenanya, proses itu harus dilanjutkan dengan terbang memberikan manfaat pada lingkungannya. Itulah sebabnya setelah perintah, “Qumil laila“ (bangun malam, dan beribadah kepada Allah) dalam surah al-Muzammil, wahyu selanjutnya di surah al-Mudatstsir adalah perintah, “Qum Faandzir” (bangun dan berdakwah). Allah berfirman:

¥ ¤ £ ¢ ¡ ے ~ { | Wahai orang yang berkemul. Bangun dan berikan peringatan. Dan Tuhanmu besarkanlah (Al-Mudatstsir [74] : 1-3). Ibarat dua sisi mata uang, dua fase itu tak terpisahkan. Keduanya dilakukan oleh Rasulullah . Jika salah satunya tidak ada, maka akan timpang. Seorang yang tandang ke gelanggang tapi belum tun-tas proses tazkiyahnya, dikhawatirkan gerakannya masih didorong oleh hawa nafsu. Seruannya belum murni da’a ilallah (mengajak ke jalan Allah ), tapi masih terkesan da’a ilaina (mengajak ke golongan dirinya). Dengan kata lain masih terjebak sikap ashabiyah (fanatisme golongan). Ramadhan adalah bulan bercucuran rahmat. Namun seberapa kita bisa menampung rahmat itu, tergantung besar kecilnya wadah kita. Jika wadahnya hanya gelas kecil, tentu air yang bisa kita tampung hanya segelas kecil itu saja. Namun jika yang kita siapkan wadah yang lebih besar, air yang tertampung akan lebih banyak lagi. Dan mengingat betapa pentingnya rahmat-Nya, maka kita perlu siapkan wadah sebesar-besarnya. Bukan hanya gelas, bukan pula ember. Bahkan kalau bisa kita siapkan bendungan agar rahmat itu bisa tertampung sebanyak-banyaknya. Setelah rahmat itu tertampung, bukannya disimpan sendiri tetapi kita diperintahkan untuk menyebarkannya. Berbeda dengan menyebarkan uang yang akan membuat berkurang, menyebarkan rahmat justru mengundang rahmat Allah yang lebih besar. Karena itu, sudah semestinya kita bersungguh-sungguh men-jadikan Ramadhan ini sebagai fase menghimpun rahmat-Nya dan segera melanjutkannya dengan menebarkan rahmat itu. Wallahu a’lam bish-Shawab.

Page 6: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com16

Betapa bahagianya orang-orang beriman yang dapat berpuasa sebulan penuh. Lebih bahagia lagi jika mereka mampu istiqamah dalam mempertahankan predikat takwa dan kefitra-hannya.

Allah berfirman:

@ A B C D E F G H I Sungguh bahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang yang mengotorinya. (Asy-Syam [91]: 9-10). Berpuasa dalam bulan Ramadhan dapat meningkat-kan kedudukan kita sebagai orang yang beriman menuju predikat yang tertinggi, yaitu orang yang bertakwa. Se-dangkan predikat takwa merupakan jamiman untuk mendapat segala anugrah Allah yang lebih besar. Sehubungan dengan itu, ada beberapa target yang harus dicapai oleh setiap Muslim selama bulan Rama-dhan, yakni:

1. mencaPaI deRajat takwa

Sungguh indah seruan Allah di akhir ayat ke-183 surah al-Baqarah [2], yang berbunyi la’allakum tattaqun (agar kamu bertakwa). Kalimat la’alla dalam ayat ini memiliki dua faedah. Pertama, litta’lil, yakni menjadi alasan berpuasa. Artinya, kita melaksanakan puasa alasannya adalah agar menjadi orang yang bertakwa. Kedua, littarajji ‘indal mukhata, yakni memberi hara-pan bagi orang yang diajak bicara. Artinya, orang yang melaksanakan puasa berharap dengan puasa yang dia lakukan akan menjadikan dirinya orang bertakwa.

2. meRaIh janjI-janjI bagI oRang beRtakwa Begitu indah janji Allah bagi orang yang bertakwa yang tertuang dalam firman-Nya:

" # $ % & ' ( ) * + ,

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tu-hanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Ali-Imran [3]:133). Bayangkan, ampunan dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Bagaimana tidak indah gambaran anu-grah Allah tersebut? Inilah yang memotivasi seorang hamba untuk bertakwa, khususnya dengan memaksimal-kan ibadah Ramadhan. Masalahnya adalah bagaimana memastikan bahwa ketakwaan yang bisa mengundang turunnya janji-janji Allah tersebut bisa kita raih? Ternyata kunci raha-sianya adalah di sepuluh hari terakhir Ramadhan, yakni ketika kita menyempurnakan ibadah Ramadhan dengan beri’tikaf. Dengan i’tikaf itulah seorang mukmin mereguk spirit dahsyat yang mampu mendorong perubahan diri serta melahirkan gerakan besar untuk kebangkitan umat dan peradaban. Berikut ini adalah tahapan lahirnya spirit tersebut.

PeRtama, bangkIt dengan semangat Puasa Hakikat menahan diri dari lapar dan dahaga serta syahwat di siang hari karena Allah adalah tazkiyah an-nafs (pembersihan jiwa), dalam rangka menyempurnakan

I’tikaf SumberKebangkitan

KAJ IAN UTAMA

Page 7: KAJIAN UTAMA EDISI JULI 2015

JULI 2015/RAMADHAN 1436 17

ibadah kepada Allah semata. Puasa juga menginspi-rasi kita tentang kesederhanaan dan menjauhi sifat israf (berlebih-lebihan) dalam makan dan minum Allah berfirman:

) * + ,- . / 0 1 Makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (Al-A’raf [7]: 31) Puasa juga memerkuat spirit kita agar dapat menahan diri dari makanan dan minuman yang haram, melatih jiwa agar mampu menahan diri dari nafsu serakah, serta melatih diri untuk menjaga pola hidup bersih, terutama bersih dari kemusyrikan dan kemaksiatan. Begitu pula bersih dari harta yang haram, seperti riba, korupsi, ma-nipulasi dan mencuri, serta bersih lahir dan lingkungan dari berbagai macam kotoran.

kedua, bangkIt dengan sPIRIt al-QuR’an Ramadhan adalah bulan al-Qur`an. Dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 185, Allah menegaskan hal tersebut. Selain itu, di bulan ini, malaikat Jibril turun untuk memuraja’ah (mendengar dan mengecek) bacaan al-Qur`an Rasulullah . Inilah yang kemudian menjadi Sun-nah yang selalu dijalani oleh para Sahabat dan Salafussalih. Mereka begitu mercurahkan waktunya untuk al-Qur`an. Imam Az-Zuhri berkata, “Apabila datang Ramadhan, maka kegiatan utama kita (selain berpuasa) ialah mem-baca al-Qur’an.” Umar bin Abdul Aziz, apabila disibukkan oleh urusan kaum Muslim, selalu mengambil mushaf al-Qur`an dan membacanya walaupun hanya dua atau tiga ayat. Beliau berkata, “Agar saya tidak termasuk mereka yang menjadi-kan al-Qur`an sebagai sesuatu yang ditinggalkan.” Semua ini tentu saja dilakukan dengan tetap memper-hatikan tajwid dan esensi dasar diturunkannya al-Qur`an untuk di-tadabburi, difahami, dan diamalkan.

ketIga, bangkIt dengan sPIRIt shalat malam Ibadah yang sangat ditekankan Rasulullah di malam Ramadhan adalah shalat malam (qiyamullail atau shalat tarawih). Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang melakukan shalat dengan penuh iman dan pengharapan (akan pahala), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaihi) Qiyamullail memberikan spirit pada kita tentang pentingnya taqarrub (mendekatkan diri) dan berkomu-nikasi intensif dengan Allah . Sebulan lamanya kita dilatih melaksanakannya, agar selepas Ramadhan kita terbiasa melaksanakan qiyamullail. Dalam sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Jabir, Rasulullah berkata, “Sesungguhnya pada malam hari

benar-benar terdapat suatu waktu di mana seorang Muslim dapat memohon kepada Allah suatu kebaikan dunia dan akhirat, dan pasti Allah akan mengabulkannya. Dan itu setiap malam.” (Riwayat Muslim dan Ahmad).

keemPat, bangkIt dengan sPIRIt zakat, InfaQ dan sedekah Dalam sebuah Hadits disebutkan, “Sebaik-baik sedekah yaitu sedekah di bulan Ramadhan” (Riwayat Al-Baihaqi, Al-Khatib dan At-Turmudzi). Rasulullah adalah orang yang paling pemurah. Selama bulan Ramadhan beliau lebih pemurah lagi. Kebaikannya di bulan Ramadhan melebihi angin yang berhembus karena begitu cepat dan banyaknya. Salah satu bentuk sedekah yang dianjurkan adalah memberikan ifthar (santapan buka puasa). Rasulullah bersabda, “Barangsiapa memberi ifthar kepada orang-orang yang shaum, maka ia mendapat pahala senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang shaum tersebut.” (Riwayat Ahmad, Turmudzi dan Ibnu Majah) Zakat, infaq dan sedekah menginspirasi kita agar se-lalu memiliki solidaritas dan kepedulian kepada sesama. Selain dalam rangka mematuhi perintah Allah , zakat juga memiliki hikmah menumbuhkan sikap menolong yang lemah, mewujudkan pemerataan, membersihkan jiwa kikir, dan mewujudkan persaudaraan.

kelIma, bangkIt dengan sPIRIt I’tIkaf I’tikaf adalah puncak ibadah Ramadhan. Karena i’tikaf bukan hanya menahan diri dari makan dan minum, tetapi menahan diri untuk tetap tinggal di masjid, taqarrub kepada Allah dan menjauhkan diri dari segala aktivitas keduniaan. Itulah sunnah yang selalu dilakukan Rasu-lullah pada bulan Ramadhan. Dalam Hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dalam bulan Ramadhan sampai Allah me-wafatkan beliau. Setelah itu istri-istri beliau melanjutkan beri’tikaf sesudah itu. I’tikaf sering dianggap berat oleh kaum Muslim, sehingga banyak yang tidak kuat melakukannya. Padahal i’tikaf bertujuan mulia, yaitu menggapai malam lailatul qadar yang keutamaan ibadahnya lebih baik dari seribu bulan. Dengan i’tikaf kita masuk pada ubudiyah untuk mengagungkan Allah , sekaligus membuktikan, bahwa kita bukan hamba dunia dan bukan pengagung dunia. Rasulullah bersabda, “Apabila umatku meng-agungkan dunia, maka dicabutlah kehebatan Islam darinya. Kemudian apabila meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar, tertutuplah keberkahan wahyu.” (Riwayat Tirmidzi). Wallahu a’lam bish-Shawab.