channel 9 edisi juli 2011

9
LAPANGAN Merah Edisi II, Juli 2011 “Pena Perjuangan Kritis dan Kreatif” BULETIN Channel 09 SMFT-UH Kopi : “Memaknai kembali Tujuan Pendidikan” Saluran Utama : “ Sistem Akademik Harus Mendidik !!!“ Gaptek : Agar Tinja Dapat Dimakan Telah Banyak yang Teknik Berikan Maka Izinkanlah Kami Menjaga konsistensi ini Sebagai Ucapan Terima kasih... Keep On Fighting Till The End !

Upload: amril-taufik-gobel

Post on 21-May-2015

327 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Channel 9 Edisi Juli 2011

LAPANGAN LAPANGAN MerahEdisi II, Juli 2011

“Pena Perjuangan Kritis dan Kreatif”

BULETIN

Channel 09SMFT-UH

Kopi :“Memaknai kembali Tujuan Pendidikan”

Saluran Utama : “ Sistem Akademik Harus Mendidik !!!“

Gaptek :Agar Tinja Dapat Dimakan

Telah Banyak yang Teknik BerikanMaka Izinkanlah Kami Menjaga konsistensi iniSebagai Ucapan Terima kasih...Keep On Fighting Till The End !

Page 2: Channel 9 Edisi Juli 2011

dari Channel

2

Lebih mudah memulai sesuatu daripada mempertahankan. Ungkapan ini benar adanya.

Ketika edisi pertama LAPANGAN MERAH terbit, kami senang bukan kepalang. Tapi hanya sesaat.

Setelah itu kami mulai bertanya-tanya akankah kami mampu menghadirkan edisi kedua, ketiga dan

seterusnya...

Mulai terdengar komentar-komentar miring bahwa channel 09 tak akan mampu terbit lagi.

Ditambah dengan kesibukan kru diluar urusan keredaksian. Target terbit di akhir bulan tampaknya

mulai jauh dari harapan. Rasa pesimis mulai menyerang.

Tapi bukan antek namanya kalau mudah patah asa. Bekerja di bawah tekanan justru menjadi

cambuk yang melecut semangat kami untuk segera menyelesaikan naskah. Apalagi edisi kali ini

adik-adik magang sudah turut 'campur tangan'. Kami berharap merekalah yang kelak meneruskan

pena perjuangan kami. Sebab sekali lagi, lebih mudah memulai daripada mempertahankan.

Selamat membaca edisi kedua kami.red

Dikejar Waktu

Box RedaksiPimpinan Redaksi : Abdul Rahman Reporter : Rony Rompon, Andi Arifin, Nandar Kolewora Haqriarno, Suwaril Dzahab, Ashar Sukma, Agusalim, Annisa Junaid, M. Reza Do. Bagus, Zulkifli Malik, Ashadi Amir, Mursyida Nur fadillahLayouter : Rizal MallawaFotografer : Iman SujahriMagangerz : Dio, Ani , Lela, Jabal, Rahmat, Sita, Dhani , Wandy, Ryan.

Box ChannelPimpinan Umum : Agus SalimSekretaris : Rizal MallawaBendahara : Nitha IndrianaPimpinan Perusahaan : HaqriarnoPimpinan Redaksi : Abdul Rahman Kordinator Jurnalistik : Mursyida Nur FaradillahKordinator Kepenulisan : Andi ArifinKordinator Iklan : St. Rahmayani RahmanKordinator Sirkulasi : Rony Rompon

Serius : Peserta diklat jurnalistik Channel 09 tampak serius mengikuti materi. Diklat dilaksanakan di LT 1 FT-UH tanggal 2 - 3 Juli 2011

Perguruan tinggi dikhususkan untuk

mencetak manusia yang professional. Ahli dalam

satu bidang tertentu dan dapat bertanggung jawab

t e r h a d a p k e a h l i a n n y a , s e r t a m a m p u

mengaplikasikan keahliannya di tengah-tengah

masyarakat. Sesuai dengan tri darma perguruan

tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan

pengabdian masyarakat. Oleh karena itu

diperlukan satu system pendidikan tersendiri

yang dapat menjamin bahwa setiap mahasiswa

memiliki profesionalitas keilmuan yang cukup

serta kesadaran sosial yang tinggi untuk

mengaplikasikan ilmunya tersebut. Di Indonesia,

system pendidikan perguruan tinggi ini

diwujudkan dalam pelaksanaan kurikulum

pendidikan tinggi.

Bapak Pendidikan Indonesia, Ki Hajar

Dewantara mengatakan :

“Pendidikan umumnya berarti daya upaya

untuk memajukan budi pekerti (karakter,

kekuatan bathin), pikiran (intellect), dan

jasmani anak-anak selaras dengan alam dan

masyarakatnya.”

Lebih lanjut, menurut UU Nomor 20

Tahun 2003 Pasal 3: “Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa

y a n g b e r m a r t a b a t d a l a m r a n g k a

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab.”

Apa yang dapat kita tarik adalah

pendidikan secara umum bertujuan untuk

membentuk manusia secara emosional ( watak,

budi pekerti, karakter, kekuatan bathin),

Intelektual (profesionalisme keilmuan), serta

fisik (kesehatan jasmani). Tiga aspek inilah yang

harus dijamin oleh sistem pendidikan yang

diterapkan di perguruan tinggi.

Untuk melihat seberapa sesuainya sistem

pendidikan perguruan tinggi yang ada saat ini

dengan tujuan pendidikan itu sendiri, kita akan

mengajukan beberapa pertanyaan. Berapa SKS

dan berapa waktu yang diwajibkan bagi

mahasiswa –secara umum- untuk mempelajari

sejarah Bangsa Indonesia?

Mengapa harus sejarah? Ya, karena dengan

mengetahui sejarah bangsa besar ini, maka kita

dapat membentuk watak dan karakter bangsa

yang mandiri. Bagaimana bisa kita menghasilkan

mahasiswa yang memiliki karakter kemaritiman,

jika mahasiswa tidak pernah diberitahu

bagaimana karakter kemaritiman para

pendahulunya? Bagaimana pendahulu kita

menyebrangi lautan dan samudera sampai ke

belahan bumi nun jauh disana? Bagaimana bisa

kita menjadi mahasiswa yang berbudi pekerti

Indonesia, jika nama – nama pahlawannya saja

tidak kita ketahui. Mungkin kita semua telah lupa

Bahwa Presiden RI pertama, Bung Karno pernah

mengatakan “ Bahwa bangsa yang besar adalah

bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”. Jika

kita ingin meraih masa depan Indonesia mandiri,

ada baiknya kita berpijak dari sejarah bangsa

sendiri.

Memaknai Kembali Tujuan Pendidikan

Kopi(Kolom Opini)

3

Page 3: Channel 9 Edisi Juli 2011

Kopi(Kolom Opini)

Inilah yang terlewat oleh kurikulum kita.

Sangat sedikit atau bahkan tidak ada mata kuliah

tentang sejarah bangsa Indonesia bagi seluruh

mahasiswa. Yang terus diajarkan adalah sejarah

bangsa lain yang dikatakan bangsa maju. Kalau

sudah seperti ini, apakah mahasiswa dapat

memiliki karakter dan watak Indonesia-nya?

Mungkin sekedar bangga menjadi Mahasiswa

Indonesia pun tidak.

Berapa banyak waktu yang diberikan ke

mahasiswa untuk aktif dalam kegiatan organisasi

kemahasiswaan atau ekstrakurikuler lainnya?

Sesuai dengan peraturan akademik mengenai

sistek kredit semester (SKS), sebagai standar

setiap mahasiswa mengambil 20 sks per

semesternya. Dan dengan target 4 tahun masa

studi atau 8 semester. Dengan demikian 1 SKS

setara dengan 45 menit tatap muka dengan dosen

di kelas, 45 menit pengerjaan tugas rumah, dan 45

menit pendalaman materi di luar kelas.

Berdasarkan standar ini, jika seorang mahasiswa

mengambil 20 SKS per semester, maka berapa

waktu luang yang tersedia untuk mengerjakan

aktifitas lainnya selain akademik?

Dari sini dapat terlihat, bahwa system

akademik saat ini sangat mengedepankan

kemajuan pengetahuan mahasiswa. Namun

sayangnya hal ini tidak dibarengi dengan

menyiapkan mental mahasiswa itu sendiri.

Padahal mental dan karakter hanya dapat

dibangun melalui interaksi sosial dalam

organisasi atau kegiatan ekstrakurikuler dalam

banyak bidang, bukan di ruang kelas. Sehingga

wajar saja, jika banyak mahasiswa yang begitu

kewalahan mensinkronkan kebutuhan akademik

dan organisasinya, karena memang alokasi waktu

yang disediakan sangatlah sedikit.

Bukankah akan lebih baik jika setiap

mahasiswa juga diwajibkan untuk mengikuti

dan aktif dalam organisasi kemahasiswaan

tertentu dan hal ini digariskan dalam

kurikulum, sehingga menjamin setiap

mahasiswa mendapat kesempatan yang sama?

Lebih lanjut, setiap kegiatan mahasiswa dapat

selalu didukung dengan kekuatan penuh oleh

kampus, sehingga dapat mencetak mahasiswa

yang bukan hanya mumpuni ilmunya, namun

juga membumi sikapnya.

Tentunya dua pertanyaan di atas,

tidaklah mampu mengungkapkan segala

aspek mengenai system pendidikan perguruan

tinggi yang sedang kita jalani saat ini. Namun

harapan besarnya adalah kita dapat kembali

dari dunia mimpi kita selama ini, sadar untuk

mau berubah dan terus maju. Mari kita

manfaatkan ke-Indonesia-an kita ini, mari kita

manfaatkan jiwa maritim kita untuk

menembus samudera kegelapan dan

melampaui bangsa-bangsa lain di dunia ini.

Jika para pendahulu kita mampu

memberikan kemerdekaan, maka apakah

sangat t idak mungkin kita mampu

memberikan Indonesia sebuah nafas

kemajuan?

4

Ranu Fauzan(Kordinator KompartemenPendidikan HME FT-UH Periode 2011/2012)

Seberapa pentingkah idealisme hari ini? masihkah ada mahasiswa yang benar-benar idealis hari ini?mungkin idealisme hanya ada di ruang-ruang hampa udara diluar angkasa sana. Atau mungkin terbenam di dasar laut nan dalam.

Hari ini, mahasiswa Indonesia sudah tak sudi lagi memeras otak dan menggerakkan otot untuk kepentingan bangsa. Kami semua terlena dengan gemerlap kampus dan enggan keluar untuk melihat kondisi negeri yang semakin parah.

Jika demikian, lalu benarkah kami idealis? benarkah kami tak akan tergoda dengan tumpukan uang jika kami diminta menggadaikan idealisme kami? benarkah kami tak akan 'menghisap' uang rakyat jika dipercaya menjadi wakilnya?

Semua pertanyaan itu jika diajukan sekarang kepada kami, maka dengan lantang kami katakan TIDAK. Wajar saja, sebab belum ada alasan jelas untuk melakukannya. Kami masih bergantung dengan orang tua dan masih bebas melakukan apa saja.

Tapi entah suatu hari nanti. Jika kami dipercaya memimpin rakyat, bisa saja kami dengan murahnya menjual idealisme kami demi uang dan kedudukan. Bukankah tokoh-tokoh panutan kami di istana dan kantor DPR sana juga pernah seperti kami. Rela mati demi mempertahankan idealisme ketika di kampus namun mati-matian mengobral diri ketika ingin menjabat.

Lihat saja di media, dari hari ke hari aib para 'panutan' kami itu semakin jelas saja. Seluruh media seolah tak pernah kehabisan bahan untuk membeberkan sederet kesalahan mereka. Diantara mereka ada yang mantan ketua senat, mantan aktivis, mantan demonstran yang suaranya angat lantang kala menghujat moral pemerintah.

Tapi lihat sekarang. Merekalah yang kami hujat kiri kanan. Kalau begitu, bisa jadi suatu hari kami yang katanya calon pemimpin bangsa akan menjadi seperti mereka. Kami akan dihujat persis seperti apa yang kami lakukan sekarang. Lalu dimana idealisme?

Kondisi ini sudah seperti siklus. Semacam lingkaran setan yang entah dimana ujungnya. Lalu akan seperti apa wajah bangsa ini nanti? perlukah reformasi kedua? atau sekalian revolusi? Ah, tidak, mungkin lebih baik kami tidur saja. Sebab besok ada kuliah dan rapat yang tak bisa kami tinggalkan. Masa bodoh dengan negara. red/ars/chnl09

Omong Kosong Idealisme(Sebuah Refleksi)

ZCREENING ?

5

Page 4: Channel 9 Edisi Juli 2011

red/Dio/chnl09

2

Karikatur

6

Haruskah SayaSeperti ini?

Sistem Akademik

(BKK) dan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK) . DEMA di hilangkan. Mahasiswa dituntut untuk fokus di masalah akademik saja sementara administrasi kampus diambil alih oleh birokrasi dan lembaga mahasiswa di hentikan gerakannya.

D i m u l a i d e n g a n a d a n y a kurikulum teratur yang membatasi ruang-ruang kreatifitas mahasiswa dalam mengkritisi kebijakan kampus sehingga kampus bungkam. Aktivis kampus diangkat ke parlemen sehingga tak mampu lagi mempertahankan idealismenya. Bahkan belakangan justru mereka menjadi orang penting yang membelokan arah perjuangan mahasiswa dengan kepentingan mereka mas ing-mas ing . Akiba tnya te r jad i pengkotak-kotakan gerak yang membuat peran mahasiswa menjadi hilang dan dimusuhi masyarakat karena isu yang dibawa sama sekali tidak memberikan efek untuk kepentingan mereka.

Ketika presiden Soeharto lengser dari jabatannya, mahasiswa mulai mendapatkan

Mahasiswa merupakan sosok inovatif yang lahir dari akumulasi pendidikan yang berjenjang secara formal. Dalam konteks pergerakan, mahasiswa merupakan inisiator pemersatu golongan kaum elit dan kaum bawah yang hidup bersama membangun bangsa. Karena fungsinya yang begitu vital maka sepatutnya kualitas pendidikan dapat di fokuskan dalam pengembangan kapasitas mahasiswa yang berimbang antara soft skill dan hard skill.

Di era 70-an, mahasiswa berada pada masa keemasannya. Mereka dapat mengontrol kebijakan penguasa dan dekat dengan rakyat. Di dalam kampus terdapat Dewan Mahasiswa (DEMA) yang manjadi wadah untuk menyuarakan aspirasi dan memainkan perannya sebagai agent of change, social control, dan moral force.

Namun karena gerakan mahasiwa dianggap dapat mengganggu stabilitas nasional maka di era 80-an pemerintah membentuk Badan kordinasi kampus

Birokrasi

Mahasiswa

“ Sistem Akademik Harus MENDIDIK!”

Saluran Utama

Sekilas Tentang Gerakan Mahasiswa

7

Page 5: Channel 9 Edisi Juli 2011

angin segar. Angan-angan kembalinya mahasiswa ke dalam perannya sebagai penyambung lidah rakyat dan kontrol pemerintah kembali melambung. Tekanan pemerintah dengan menjadikan kurikulum sebagai alat pembelenggu aktifitas mahasiswa diharapkan tiada lagi.

Kembalinya Belenggu AkademikNamun harapan hadirnya masa

dimana mahasiswa bebas mengekspresikan aspirasinya rupanya tak kunjung sampai. Pola pendidikan yang dibentuk pemerintah yang dimulai dengan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (sisdiknas) pada tahun 2003 disusul berbagai peraturan lainnya tampak mulai mengarah kembali pada era pra reformasi. Ditandai dengan diberlakunya aturan akademik evaluasi 4 semester dengan sks minimal 48 dan IPK 2,00. Aturan ini memberikan efek terhadap mundurnya gerakan mahasiswa terutama dalam wilayah-wilayah kebijakan kampus dan memainkan isu-isu strategis Negara membuat mahasiswa jauh dari 'kampus' dan meninggalkan tugas mulianya sebagai control sosial di masyarakat.

Dalam konteks fakultas teknik Universitas Hasanuddin (Unhas) sebagai bagian dari sistem pendidikan negara, pola akademiknya pun tentu merunut kesana. Percepatan pola akademik merupakan hal yang wajib bagi mahasiswa teknik dengan memberikan kesempatan sebesar – sebesarnya kepada mahasiswa untuk

menyelesaikan masa studinya. Seperti yang dikatakan Dr.Eng.Muh. Ramli, ST,MT selaku wakil dekan I Fakultas Teknik Unhas,” Kurikulum fakultas memang dirancang selama 4 tahun jadi jika lewat 4 tahun ada yang salah dari sistem yang kita berlakukan,” tuturnya kala ditemui diruangannya.

Tetapi apakah konten akademik benar-benar tersampaikan dalam ruang-ruang akademik atau sekedar untuk membatasi ruang gerak mahasiswa?apakah benar kurikulum benar-benar dirancang dengan memper t imbangkan aspek kebutuhan mahasiswa?bagaimana pula dengan soft skill mahasiswa?apakah dalam ruang perkuliahan mahasiswa mendapatkan itu?

Ir.Syamsul Asri, MT selaku Wakil dekan II I Fakul tas Teknik Unhas mengatakan,” Pola akademik modern yang diinginkan dikti seharusnya menekankan p a d a k e c a k a p a n a k a d e m i k y a n g menitikberatkan pada life skill yang terdiri atas kemapuan akademik, personal, interpersonal dan advokasi sehingga pola yang terbentuk mahasiswa mampu fokus dan berkembang dengan keterampilan hard skill dan soft skill” tuturnya.

Dengan kata lain mahasiswa harus punya kecakapan lain. Pertanyaannya kemudian, dimana hal tersebut bisa diperoleh? Karena kita berada dilingkungan kampus, maka kemungkinan terbesar kita

m e n d a p a t k a n n y a d a r i berorganisasi.Tapi tampaknya pola akademik saat ini tidak cukup menunjang untuk itu. Gambaran konteks kampus dalam sistem akademik Fakultas Teknik di kemukakan secara jelas oleh wakil dekan III FT-UH, .” Kita telah berpindah dari Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) menjadi SCL (Student center Learning) berarti kita harus siap dalam menjalankan misi life skill yang kita harus jalani dengan melibatkan seluruh pihak dalam lingkup civitas akademika di fakultas teknik dalam hal ini mahasiswa dan dosen harus bisa s inergis dalam membangun fakultas” tuturnya. Jadi jelas bahwa kebutuhan akademik merupakan kebutuhan civitas akademika fakultas teknik (bukan hanya dosen atau mahasiswa saja) yang harus saling bertanggung jawab dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Mahasiswa sebagai objek akademik adalah pihak yang paling merasakan dampak dari pola akademik yang diterapkan. Menurut Agus Salim, mahasiswa jurursan teknik mesin angkatan 2007, sistem akademik di fakultas teknik hanya menjurus pada perkuliahan saja bukan soft skill. Adapun soft skill yang di dapatkan berasal dari mahasiswa itu sendiri dengan mengikuti organisasi. Laode Atri Sar jani M. Arsi tektur 2008 juga berkomentar, ”Percepatan kuliah hanya merupakan pencapaian target yang mencetak mahasiswa yang tidak berkualitas dan banyak yang menganggur” ucapnya.

Sementara Hajrah, mahasiswi jurusan teknik sipil mengatakan,” Sistem akademik di fakultas teknik kurang mengakomodasi pengembangan mahasiswa secara holistik karena mahasiswa yang menjadi objek pedidikan tidak pernah dilibatkan pada penyusunan kurikulum padahal mahasiswalah yang merupakan sasaran dari kurikulum tersebut,” ucap mahasiswi angkatan 2009 ini.

Dari seluruh permasalahan diatas, dapat dilihat bahwa sistem akdemik belum memberikan efek positif bagi mahasiswa. Justru sebaliknya, sistem akdemik justru membelenggu mahasiswa dan terkesan memaksa. Mahasiswa dituntut untuk cepat m e n y e l e s a i k a n s t u d i t a n p a mempertimbangkan apakah mahasiswa juga butuh kecakapan lain diluar kuliah. Akibatnya, mereka yang mencoba keluar dari belenggu itu harus bersiap menerima kenyataan terpinggirkan dan tertinggal dari mereka yang memilih untuk segera menuntaskan studi dan lupa bahwa ada hal lain yang perlu dilakukan disamping sekedar mengejar target lulus cepat. Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita bersama.

T im Sa lu t (Rahmat Mualim, Kasriani, Yuli Munandar K.)

2

Saluran Utama Saluran Utama

8 9

Page 6: Channel 9 Edisi Juli 2011

Sampah sampai saat ini masih menjadi

momok sekaligus masalah berkelanjutan di

Indonesia. Bukan hanya masalah lingkungan

saja tapi sudah menjadi masalah sosial. Kasus

di TPA bantar gebang, Tangerang adalah

contohnya. Ketidakpahaman masyarakat akan

efek sampah dan ketidamampuan pemerintah

dalam manajemen sampah membuat sampah

masih menjadi masalah yang belum ditemukan

solusinya. Banyak teknik pengolahan sampah

dan altenatif penggunaan sampah namun

belum juga mampu mereduksi secara massal

volume sampah yang semakin

memuncak.

Ada sebuah film animasi

produksi PIXAR berjudul WALL-E.

Film animasi ini menceritakan sebuah

robot yang sangat bersahaja dan sangat

peduli terhadap lingkungan, robot itu

terus mencari besi-besi bekas yang

kemudian dia mampatkan menjadi

ukuran-ukuran kecil. Kita tidak membahas

film ini, namun inspirasi untuk mengurangi

volume sampah berasal dari film ini. Yaitu

dengan memapatkan sampah sampai volume

terkecil.

Sampah anorganik (plastik, bahan-

bahan sintetis), merupakan bahan yang tidak

dapat diuraiakan oleh karena ikatan

hidrokarbon yang sangat kuat, sehingga tidak

akan terurai meski dilebur atau dibakar. Oleh

karena itu mungkin ide untuk memampatkan

sampah anorganik adalah solusi.

Metode yang digunakan mirip denagan

metode pengempresan yang dilakukan untuk

besi-besi tua, namun dengan kalor sebagai

katalitasnya agar tidak kembali pada

bentuk semula. Karena perlu diketahui bahwa

plastik memilki sifat elastis, yang cenderung

kembali ke bentuk semula. Ada dua langkah

yang perlu dilakukan.

Pertama adalah langkah pencacahan, yaitu

langkah untuk mencacah palastik ke ukuran

sekecil mungkin, misalnya seukuran pasir. Hal

ini bisa dilakukan dengan alat pencacah

sederhana dengan mata pisau yang lebih

sederhana tentunya. Kedua adalah langkah

pemampatan. Butiran-butiran plastik tadi

kemudian dimasukkan dalam alat

pemampat dengan volume tertentu.

Setelah volumenya cukup, maka

pemampatan dilakukan dengan

menggunakan sistem hidrolik. Pada

tekanan tertentu panas dikeluarkan

untuk memmbuat butiran-butiran

plastik tersebut menempel satu sama

lain. Sehingga ukurannya menjadi

semakin kecil.

Meski belum teruji, namun jika metode ini

dilakukan maka akan diperoleh keuntungan

berupa turunnya volume sampah. Selain itu,

hasil pemampatan itu dapat menggantikan

material lain seperti kayu dan besi sehingga

meningkatkan nilai jual sampah.

Namun yang menjadi kendala dari ide ini

adalah bagaimana menghasilkan panas

sementara proses pemampatan dilakukan.

Terlepas dari kendala di atas, ide untuk

mengurangi volume sampah plastik dengan

mengurangi volume dan ukurannya merupakan

solusi alternatif dari permasalahan sampah.

red/ag/chnl09

Mampatkan Sampah Solusinya!Saluran Khusus

210

Sudah lima tahun aku belajar di sekolah “Budi Makmur” ini. Sekolahku berada di daerah pedalaman. Kondisi sekolahku sangat sederhana. Hanya ada tiga kelas. Dindingnya terbuat dari papan dan kulit kayu. Sementara atapnya terbuat dari daun sagu, atau sering disebut daun rumbia oleh suku pedalam. Meja dan tempat duduk kami terbuat dari papan yang dibuat memanjang. Papan tulis hitam berukuran 1x2 meter menggantung di depan kelasku. Se-kolahku hanya berlantaikan tanah. Kalau hujan turun, airnya akan masuk ke dalam kelasku hingga menjadi becek. Sekarang aku sudah kelas enam. Hanya ada empat orang murid di kelasku. Sedangkan guru yang mengajar di sekolahku hanya ada dua orang. Pak Nantan dan Pak Kurna, mengajar dari kelas satu sampai kelas enam dari kelas A sampai Kelas B juga .Dalam belajar, kami dan guru senang membaur. Seperti mengerjakan latihan misalnya, kami sering mengerjakan dan memecahkannya bersama-sama, dan tidak malu-malu bertanya kalau tidak paham. Kami semua murid dan para guru – guru t e r l i h a t s a n g a t a k r a b s e k a l i !

Pulang sekolah hari ini aku dibonceng Pak Nantan naik sepeda ontel. Sedangkan Rizal, temanku, ikut dengan Pak Kurna. Kami sering dibonceng seperti ini karena rumah kami berdua paling jauh. Jarak rumah ke sekolahku empat kilo meter. Jam enam pagi aku sudah harus berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki melewati jalan

s e t a p a k d a n h u t a n b e l a n t a r a .“Pak Nantan hari ini mancing ke sungai lagi? B o l e h U j a n g i k u t ? ” t a n y a k u . “Bapak hari ini memetik buah kelapa di kebun, Jang. Uang belanja sudah menipis. Besok kalau kelapa-kelapa itu sudah terjual, Bapak pasti akan ajak Ujang mancing di sungai!” janji Pak Nantan yang sedang m e m b e r i k a n k e p a d a u j a n g Aku sedih mendengarnya. Sudah lelah mengajar di sekolah, Pak Nantan harus memanjat kelapa lagi sesampainya di rumah. Kalau tidak, keluarganya tidak bisa makan. Karena dengan menjual buah-buah kelapa itulah Pak Nantan bisa mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dmaupun kebutuhan sanak keluarganya.Pak Nantan tak menerima gaji mengajar di sekolah, karena Pak Nantan hanya tamat SMP. Tapi niat baiknya ingin memajukan kampungku supaya bebas buta huruf dan pandai berhitung memang patut diacungi . Setahun yang lalu ada dua orang guru bantu yang dipindahtugaskan dari kota ke kampungku. Betapa gembiranya aku waktu itu. Aku berharap kehadiaran mereka bisa memberikan kemajuan bagi sekolahku. Namun harapanku itu kemudian pupus. Sebulan mengajar, mereka hanya empat kali datang ke sekolahku. Bulan berikutnya, mereka tak pernah datang-datang lagi ke sekolah. Ah, mungkin mereka tak terbiasa dengan keadaan kampungku yang terpelosok j a u h b e r a d a d i p e d a l a m a n . Suatu hari Pak Nantan pernah bertanya kepadaku tentang cita-citaku. “Apa

Sekolahku di Pedalaman

211

Plazgoz

Page 7: Channel 9 Edisi Juli 2011

cita-citamu, Jang?” “Aku ingin jadi seperti Bapak!” jawabku mantap.“Menjadi guru?” Pak Nantan ter-senyum Aku mengangguk, “Aku ingin membuat kampung ini menjadi maju. Aku ingin semua orang bisa membaca dan berhitung. Kalau orang-orang di kampung ini sudah bisa membaca dan berhitung, pasti mereka bisa membangun kampung ini mejadi lebih maju!” Mata Pak Nantan tampak berkaca-kaca mendengar penuturanku. “Pendidikan d i k a m p u n g i n i m e m a n g s a n g a t menyedihkan. Tak ada guru-guru yang mau mengajar di kampung ini. Apalagi kebanyakan anak-anak seusiamu lebih memilih bekerja di ladang membatu orang tua mereka dari pada pergi ke sekolah.” Air mataku menetes. Aku sedih sekali. Di rumah, seharusnya Abah dan Emak b i s a m e m b i m b i n g k u b e l a j a r d a n mengerjakan PR. Tapi mana mungkin. Kedua orang tuaku tidak pandai membaca dan menulis. Malah suatu ketika Abah dan Emak memintaku untuk mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung. Wah… Bagaimana mungkin? Apa aku bisa? Ah, tapi akhirnya kucoba juga. Setiap hari setelah pulang sekolah, aku pun mengajari orang tuaku membaca, menulis dan berhitung. “Abah bangga padamu, Jang. Anak sekecil kamu sudah pandai mengajari Abah dan Emakmu membaca, menulis dan berhitung,” ujar Abah memujiku tanpa sungkan“Emak juga bangga, Jang. Berkat kamu sekolah, Emak dan Abahmu jadi tak bodoh lagi. Emak dan Abahmu sekarang sudah bisa

membaca walaupun masih mengeja,” kata E m a k l a l u m e n c i u m k e p a l a k u . “Terima kasih,” ucapku terharu. “Ini juga berkat Abah dan Emak yang mau menyekolahkanku hingga aku menjadi pintar dan bisa mengajari Abah dan Emak di rumah, hehe…”Abah dan Emak memelukku, dan menciumi kedua pipiku dengan penuh rasa sayang dan cinta.Ah, kelak, aku harus bisa membangun kampung ini menjadi lebih maju! Aku ingin semua orang di kampung ini bisa membaca, menulis dan berhitung. Doakan aku, ya, teman-teman!***

By :Surya Ismail

(Ilustrasi : Salah satu sekolah di pedalaman indonesia)

212

PlazgozAgar Tinja Dapat Dimakan

Gaptek(Gagasan,Penelitian &Teknologi)

Selama ini tinja hanya dianggap sebagai

zat sisa yang harus dibuang. Kalaupun

dimanfaatkan, hanya sebatas pupuk tanaman atau

paling banter sebagai bahan baku biogas. Tapi

pernahkah terbayang jika tinja yang kita anggap

jorok ini diolah kembali menjadi makanan?

Membayangkannya saja sudah

membuat mual. Tapi tidak di Jepang. Seorang

ilmuwan asal Okayama Laboratory bernama

Mitsuyuki Ikeda berhasil melakukannya. Hasil penelitian Ikeda menemukan fakta bahwa lumpur

yang berasal dari kotoran/ tinja manusia mengandung 63% protein, 25% karbohidrat dan 3%

vitamin yang dapat larut dalam lemak dan 9 % mineral.

Penelitian ini dilakukan untuk membantu pemerintah setempat yang kewalahan dalam

menangani banyaknya kotoran /tinja manusia yang harus dibuang ke laut setiap tahunnya. Akhirnya

Ikeda menemukan sebuah cara untuk mengolah kotoran manusia tersebut menjadi daging sintesis.

Proses pengolahan dilakukan mengekstrak protein yang terdapat pada lumpur

kotoran/tinja manusia, kemudian setelah mengalami ekstraksi , protein akan dikombinasikan dengan

peningkat reaksi. Pengolahan selanjutnya menggunakan mesin canggih yang disebut exploder,

untuk memproduksi daging 'buatan'.

Dari hasil uji coba yang dilakukan, mereka yang telah mengonsumsi 'daging' dari kotoran

manusia menyebutkan rasanya seperti daging sapi.

Menurut Ikeda dan rekan-rekannya, cara ini merupakan solusi sempurna untuk

mengurangi jumlah limbah dan emisi dari perut. Namun sayangnya, masih ada kekurangan dari

solusi yang ditawarkan Ikeda. Biaya untuk memproduksi 'Daging' buatan itu 10 sampai 20 kali lebih

mahal dibandingkan dengan harga daging sapi sungguhan. Akan tetapi, menurut Ikeda harga

produksi daging tinja ini akan menjadi lebih murah jika di produksi secara massal.

Nah, kira-kira ada tidak ya antek yang tertarik mencoba? red/ lela/chnl09

13

Page 8: Channel 9 Edisi Juli 2011

2

Ztudio

14

( Foto 1 & 2) Stand pameran Fakultas Teknik pada saat pameran PIMNAS XXIV UNHAS 19-22 Juli 2011 .

Antek Corner

15

Teknik biang tawuran? siapa bilang ? Anak teknik juga bisa berkarya. Salah satu

buktinya adalah perahu phinisi yang ada di danau Unhas yang merupakan desain dari antek

(anak teknik). Phinisi tersebut adalah panggung terapung yang disiapkan untuk menyambut

peserta PIMNAS XXIV dimana Universitas Hasanuddin (Unhas) sebagai tuan rumahnya.

PIMNAS yang berlangsung dari tanggal 18-22 Juli 2011 dimeriahkan oleh penampilan grup

band dari seluruh unhas. Sekira 10 band dari berbagai fakultas berkesempatan merasakan

sensasi performance diatas air sembari menghibur peserta yang melakukan registrasi di gedung

Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (Ipteks). Lagaligo Sindicate Band sebagi Guest Star

pada hari itu juga berdecak kagum pada Unhas dan berterima kasih pada Fakultas Teknik. Wakil

Rektor III bidang kemahasiswaan Unhas, Ir. Nasaruddin Salam M.T., dalam sambutannya pada

pembukaan registrasi peserta, (18/7) dengan bangga mengatakan bahwa panggung terapung

tersebut adalah karya mahasiswa teknik. Red/ag/chnl09

Ada Phinisi di Unhas

Mengangkat tema “Membangun Spirit Intelektual Organik Dalam Bingkai

Manajemen Strategis”, Himpunan Mahasiswa Sipil FT-UH, mengadakan Program

Pengembangan Diri Paket-E, pada tanggal 8-10 Juli 2011, bertempat di gedung Aptisi. Selama 3

hari kurang lebih 40 peserta yang terdiri dari angkatan 2008 dan 2009 disuguhi dengan materi-

materi yang mengangkat manajemen sebagai grand issuenya. Para perserta terlihat cukup

antusias dikarenakan karena pematerinya baik dalam penyampaian apalagi kebanyakan dari

kalangan praktisi dan akademisi. “Tema yang diangkat adalah manajemen strategis karena

pengurus dianggap masih kurang dalam pemahaman soal itu. Selain itu, ini merupakan kajian

dari Dept. Penelitian dan Pengembangan. Saya berharap agar tercipta organisai yang sehat dan

profesional pada kepengurusan ini”, tutur Muh. Aldin Selaku Ketua Umum Badan Eksekutif

HMS FT-UH periode 2011/2012. Red/ag/chnl09

Meningkatkan Spirit Manajemen PPD-E

Bagi teman-teman Antek yang ingin diliput kegiatannya dapat menghubungiCrewabat Channel 09 di Terminal Redaksi ( Tireks) lantai 1 POMD FT-UH

Page 9: Channel 9 Edisi Juli 2011

Perhatian ! Teknik!Mantap Menktonk Kabulampe!

We Are The Champion!

Bravo Bravo Bravo !Keep On Fighting Till The End!

Now And Forever !

Yeah !!!

Datang dan Gunakan Hak Pilih Anda !!!

Pemilu Raya OKFT -UH1 - 4 Agustus 2011

Channel 09 menerima tulisan (opini, cerpen, puisi) dan karya (desain grafis, karikatur, desain teknik)

Pihak Channel 09 berhak mengedit naskah sepanjangtak mengubah makna tulisan.

Tulisan dan karya dapat dibawa langsung ke terminal redaksiLt .1 POMD FT-UH

KPU

OKFT-UH