s1-2014-297065-chapter1
DESCRIPTION
S1-2014-297065-chapter1TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stomatitis aftosa rekuren dikenal juga sebagai sariawan, recurrent aphthae,
recurrent oral ulceration. Stomatitis aftosa rekuren merupakan radang yang terjadi di
daerah mukosa mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan dapat tunggal
maupun kelompok dengan permukaan yang agak cekung. Beberapa faktor yang
berperan terhadap timbulnya stomatitis aftosa rekuren (SAR) antara lain trauma,
infeksi bakteri atau virus dan gangguan sistem imun (Cella dkk., 2004). Salah satu
penanganan stomatitis aftosa dapat menggunakan bahan kumur (Cawson dan Odell,
2008). Bahan penyusun yang terdapat di dalam larutan kumur diantaranya adalah air,
alkohol, zat pemberi rasa dan bahan pewarna. Kandungan lainnya berupa humektan,
astringen, zat pengemulsi dan bahan-bahan terapeutik (Harris dan Christen, 1987).
Bahan kumur merupakan larutan cair yang digunakan sebagai pembersih secara
teratur untuk meningkatkan kesehatan mulut, estetis dan kesegaran nafas. Pemakaian
bahan kumur bertujuan mengantarkan bahan aktif untuk membersihkan permukaan
gigi atau jaringan yang akan menghasilkan efek perawatan yang terbaik (Powers dan
Sakaguci, 2006). Bahan kumur yang mengandung alkohol dapat menyebabkan efek
multipel yang tidak menguntungkan bagi penggunaanya, termasuk diantaranya adalah
sensasi terbakar akibat kontak dengan mukosa mulut (Haq dkk., 2009). Menurut
2
beberapa penelitian akhir-akhir ini bahan kumur dengan kandungan bahan herbal
menunjukkan beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan bahan kumur yang
menggunakan bahan kimia (Kukreja dan Dodwad, 2012). Salah satu bahan yang
dapat dijadikan bahan kumur herbal adalah kulit batang jambu mete (Djarijah, 1994).
Jambu mete mempunyai nama latin Anacardium occidentale Linn merupakan
salah satu komoditas yang banyak manfaatnya mulai dari akar, batang, daun dan serta
buahnya (Kementrian Riset dan Teknologi, 2005). Kulit batang pohon jambu mete
dapat digunakan sebagai bahan kumur untuk mengobati sariawan (Prihatman, 2000).
Kulit batang jambu mete mengandung senyawa fenolik diantaranya flavonoid dan
tanin. Penyusun getah kulit batang jambu mete terdiri dari asam anakardat dan kardol
(Tampubolon, 1995). Senyawa fenolik dengan rantai samping yang relatif panjang
mempunyai sifat iritan pada kulit (Hegnauer, 1986).
Senyawa fenolik dapat mendenaturasi protein dari membran sel sehingga
menyebabkan perubahan permeabilitas. Perubahan permeabilitas menyebabkan air
masuk kedalam sel yang akan mengakibatkan hidrolisis sel dan sel mati (Pelzar dan
Chan, 1998). Demikian juga senyawa asam anakardat merupakan golongan senyawa
fenolik yang berfungsi sebagai antimikroba, antiinflamasi, antioksidan dan
menghambat aktivitas beberapa enzim seperti xanthine oksidase, lipooksigenase dan
siklooksigenase (Sung dkk., 2008).
Pada penelitian Tedong dkk., (2006) tentang akut dan subkronis toksisitas
ekstrak daun jambu mete pada mencit, menunjukkan bahwa ekstrak daun jambu mete
3
memiliki potensi toksisitas Salah satu syarat bahan kumur adalah tidak toksik
terhadap sel manusia. Untuk mengukur sitotoksisitas suatu bahan salah satu
menggunakan uji in vitro (Sakaguchi dan Powers, 2012). Sel fibroblas adalah sel
yang paling banyak digunakan untuk uji sitoksisitas material di bidang kedokteran
gigi (Schmalz, 1994). Sel fibroblas merupakan sel yang paling umum terdapat dalam
jaringan ikat dan berperan dalam perkembangan, pemeliharaan dan serta perbaikan
jaringan ikat melalui sintesis komponen matriks ekstraseluler (Junqueira dan
Carneiro, 2005). Metode kultur sel sering digunakan untuk pengujian efek biologi
pada tingkat awal dari suatu material untuk mengetahui efek toksisitas. Uji MTT
digunakan untuk menguji aktivitas enzimatik pada sebuah sel. Prinsip dari Uji MTT
yaitu terjadinya mekanisme perubahan warna kuning dari garam tetrazolium yang
tereduksi menjadi kristal formazan dalam mitokondria sel hidup (Amalia, 2008).
B. Rumusan Masalah
Apakah variasi konsentrasi ekstrak kulit batang jambu mete sebagai dasar
bahan kumur berpengaruh terhadap sitotoksisitas sel fibroblas dengan metode MTT ?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Tedong dkk., (2006) telah menguji
“Acute and Subchronic Toxicity of Anacardium Occidentale Linn (Anacardiaceae)
Leaves Hexane Extract in Mice”. Hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak jambu
4
mete sebagai antimikroba memiliki potensi toksisitas pada mencit. Namun sejauh ini
penelitian mengenai pengaruh konsentrasi ekstrak kulit batang jambu mete sebagai
dasar bahan kumur terhadap sitotoksisitas sel belum pernah dilakukan.
D. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ekstrak kulit batang jambu
mete sebagai dasar bahan kumur terhadap sitotoksisitas sel fibroblas dengan metode
MTT.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi tentang pengembangan kulit batang jambu mete sebagai
produk bahan kumur.
2. Mengembangkan penelitian tentang kulit batang jambu mete dalam memelihara
kesehatan.
3. Menjadikan bahan kumur ekstrak kulit batang jambu mete sebagai salah satu
alternatif pemilihan bahan kumur herbal dalam Kedokteran Gigi.