bab i pendahuluan -...

28
i BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya adalah adat budaya Batak Sumatra Utara. Adat budaya Batak ini juga masih dikategorikan sebagai Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak, Mandailing, dan Angkola. Kebudayaan masyarakat Batak Toba meliputi: kesenian, adat istiadat yang di dalamnya terdapat upacara adat. Nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kebudayaan tersebut pada akhirnya menjadikan kebudayaan itu terus berkembang, namun tetap dilaksanakan dan dilestarikan. Kehidupan adalah suatu proses dalam menjalani beberapa tahapan peristiwa, dimulai dengan peristiwa kelahiran dan diakhiri dengan peristiwa kematian. Setiap peristiwa biasanya membutuhkan proses perayaan yang dikenal dengan istilah upacara. Upacara menjadi bagian yang dianggap penting dalam perkembangan kehidupan manusia dari suatu keadaan menuju keadaan yang lain. Hal inilah yang kemudian menjadi suatu landasan mengapa manusia memiliki peran sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia membutuhkan orang lain untuk mampu melewati setiap peristiwa dalam kehidupannya, termasuk dalam peristiwa pernikahan. DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBA PASKAH A. PURBA Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Upload: vuongnga

Post on 25-Jul-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya.

Salah satunya adalah adat budaya Batak Sumatra Utara. Adat budaya Batak ini

juga masih dikategorikan sebagai Batak Karo, Toba, Simalungun, Pakpak,

Mandailing, dan Angkola. Kebudayaan masyarakat Batak Toba meliputi:

kesenian, adat istiadat yang di dalamnya terdapat upacara adat. Nilai-nilai luhur

yang terkandung dalam kebudayaan tersebut pada akhirnya menjadikan

kebudayaan itu terus berkembang, namun tetap dilaksanakan dan dilestarikan.

Kehidupan adalah suatu proses dalam menjalani beberapa tahapan peristiwa,

dimulai dengan peristiwa kelahiran dan diakhiri dengan peristiwa kematian.

Setiap peristiwa biasanya membutuhkan proses perayaan yang dikenal dengan

istilah upacara. Upacara menjadi bagian yang dianggap penting dalam

perkembangan kehidupan manusia dari suatu keadaan menuju keadaan yang lain.

Hal inilah yang kemudian menjadi suatu landasan mengapa manusia memiliki

peran sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia membutuhkan

orang lain untuk mampu melewati setiap peristiwa dalam kehidupannya, termasuk

dalam peristiwa pernikahan.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

2

Upacara pernikahan pada umumnya akan dijumpai dalam kehidupan orang

yang berlainan jenis, yakni kehidupan bersama guna mewujudkan rumah tangga

sebagai suami-istri demi meneruskan keturunan. Pelaksanaan upacara pernikahan

biasanya harus berdasarkan kesepakatan antara kedua belah pihak yang ingin

membina rumah tangga baru. Bukan hanya antara keduanya, tetapi juga akan

melibatkan keluarga dari keduanya.

Pernikahan adalah salah satu peristiwa penting walaupun tidak menjadi

suatu keharusan bagi setiap individu. Pernikahan bagi masyarakat yang berbudaya

tidak hanya sekedar meneruskan naluri para leluhur secara terus-menerus untuk

membentuk suatu keluarga dalam ikatan resmi antara laki-laki dan perempuan,

tetapi juga memiliki arti yang sangat luas bagi kepentingan manusia itu sendiri

serta lingkungannya. Upacara pernikahan memiliki ragam dan variasi antar

bangsa, suku satu dengan yang lain dalam suatu bangsa, agama, budaya, maupun

kelas sosial. Namun, pengesahan secara hukum suatu pernikahan hanya akan

terjadi ketika dokumentasi tertulis yang mencatat pernikahan ditandatangani.

Undang-undang pernikahan Indonesia tahun 1974 menyebutkan bahwa

pernikahan adalah ikatan lahir dan batin seorang laki-laki dan perempuan sebagai

suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang

berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Wikipedia, 2013).

Adat dan upacara pernikahan pada dasarnya akan tetap ada dalam

masyarakat berbudaya, walau dalam batas ruang dan waku akan senantiasa

mengalami perubahan. Akan tetapi, perubahan tersebut akan selalu menjadi unsur

budaya yang dihayati terus-menerus, karena adat dan upacara pernikahan

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

3

mengatur dan mengukuhkan suatu bentuk hubungan antar manusia yang berlainan

jenis dalam masyarakat.

Pernikahan Adat memiliki tata cara yang telah ada dan disepakati dalam

masyarakat. Tata cara yang telah disepakati tentu memiliki makna dan nilai-nilai

tertentu sesuai dengan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tersebut.

Masyarakat Batak misalnya, terdiri dari berbagai macam sub-suku yang

berdomisili di wilayah Sumatra Utara jika dilihat menurut tanah kelahirannya, di

antaranya Toba, Karo, Mandailing-Angkola, Simalungun, Pakpak, Samosir,

Humbang, dan Padang Lawas. Secara umum etnis Batak lebih dikenal dengan 4

(empat) sub-suku yakni Batak Toba, Batak Simalungun, Batak Mandailing, dan

Batak Karo. Setiap adat dari masing-masing sub-suku tidak semua sama, sebab

setiap sub-suku tersebut memiliki tata cara, bahasa, bahkan lagu yang berbeda,

termasuk perbedaan tata cara pernikahan Adat (Wikipedia, 2013).

Pernikahan Adat dalam masyarakat Batak Toba adalah salah satu mata

rantai kehidupan yang tata pelaksanaanya melalui hukum-hukum adat yang sudah

melekat dari dulu hingga saat ini dan hal tersebut berasal dari para leluhur

masyarakat Batak Toba. Pernikahan Adat Batak Toba mengandung nilai sakral,

yang disertai dengan perlengkapannya. Kesakralan pernikahan Adat Batak Toba

terlihat ketika adanya pengorbanan bagi parboru (pihak mempelai perempuan),

karena pihak mempelai perempuan berkorban memberikan satu nyawa manusia

yakni anak perempuannya kepada pihak paranak (pihak mempelai laki-laki).

Balasannya, kemudian pihak laki-laki juga harus menghargai besannya dengan

mengorbankan atau mempersembahkan satu nyawa juga yakni seekor hewan (sapi

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

4

atau kerbau), yang nantinya akan dijadikan santapan (makanan adat) dalam ulaon

unjuk-unjuk atau adat pernikahan tersebut. Bukti bahwa makanan tersebut adalah

hewan yang dikorbankan secara utuh, maka pihak laki-laki harus menyerahkan

bagian-bagian tertentu dari hewan tersebut (kepala, leher, rusuk melingkar,

pangkal paha, bagian bokong dengan ekor yang masih melekat, hati, jantung, dll)

(Vergouwen, 2004: 229).

Salah satu rangkaian dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba

dinamakan Mangulosi atau dalam bahasa Indonesia berarti “Memberikan Ulos”.

Mangulosi berarti memberikan Ulos kepada pengantin dan pihak keluarga

pengantin laki-laki oleh pihak keluarga pengantin perempuan. Ulos dalam

upacara Pernikahan Adat Batak Toba merupakan perlengkapan yang wajib ada

dan Mangulosi adalah bagian penting pelaksanaan Upacara Adat Pernikahan

Batak Toba (Sihombing, 2000: 43).

”Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang, yang melambangkan

ikatan kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya atau antara seseorang dan

orang lain, seperti yang tercantum dalam filsafat Batak Toba yang berbunyi: „Ijuk

pangihot ni hodang‟(Sihombing, 1977:42).

Masyarakat Batak Toba belakangan ini banyak sekali yang melangsungkan

pernikahan tanpa adanya Upacara Adat atau yang disebut dengan Pernikahan Adat

dan otomatis pengantin tidak akan melangsungkan salah satu bagian dari upacara

adat yakni Mangulosi. Akibatnya, banyak pasangan suami-istri yang sudah sah

secara kenegaraan bahkan gereja, tidak bisa mengikuti acara adat dalam

lingkungan bermasyarakat karena dianggap belum beradat. Hal inilah yang

kemudian menggelitik bagi penulis dan berusaha untuk mencoba mencari apa

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5

makna di balik Mangulosi sehingga dianggap penting bagi masyarakat Batak

Toba.

Mangulosi sebagai salah satu prosesi dalam pernikahan Adat Batak Toba

memiliki ketentuan dan keunikan tersendiri. Keunikan ketentuan Mangulosi serta

Ulos pada saat upacara pernikahan Adat Batak Toba bukan hanya dilihat dari satu

dimensi saja, tetapi dapat dilihat dari berbagi dimensi, sebab di dalamnya sarat

akan makna. Nilai-nilai dan makna yang terkandung dalam proses Mangulosi

serta Ulos menjadi penting untuk diteliti mengingat hal inilah yang menjadikan

prosesi Mangulosi tetap dipertahankan dari dulu hingga kini pada saat upacara

pernikahan Adat. Prosesi Mangulosi menjadi penting untuk diteliti dengan

menggunakan pendekatan aksiologi agar terungkap apa nilai dan makna di balik

prosesi tersebut sehingga tetap dipertahankan hingga saat ini dan tetap menjadi

salah satu rangkaian yang sangat penting dalam upacara pernikahan Adat Batak

Toba.

Penelitian ini mengandung harapan untuk mampu mendeskripsikan nilai-

nilai dibalik Mangulosi dalam upacara pernikahan Batak Toba, sehingga

masyarakat akan lebih menghayati dan mengerti nilai-nilai di balik Mangulosi

sebagai bagian terpenting dalam upacara penikahan Adat Batak Toba. Penelitian

ini akan membangkitkan kebanggaan nasional masyarakat termasuk generasi

muda di daerah Batak Toba secara khusus, dan Indonesia secara umum, terhadap

kebudayaan sendiri.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

6

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diajukan perumusan

masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana prosesi dan ketentuan Mangulosi dalam upacara pernikahan

Adat Batak Toba?

2. Apa konsep filsafat nilai?

3. Apa nilai-nilai yang terkandung dalam Mangulosi pada upacara

pernikahan Adat Batak Toba?

3. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran peneliti, telah ditemukan beberapa penelitian dalam

format skripsi, thesis, dan buku yang membahas tentang pernikahan Adat Batak

Toba, namum di sini penulis berusaha untuk menjelaskan dimensi aksiologis dari

pemberian Ulos atau Mangulosi sebagai salah satu bagian dari proses pelaksanaan

upacara pada saat pernikahan adat Batak Toba. Penelitian tentang adat umumnya

telah banyak dilakukan, demikian halnya dengan karya-karya filsafat yang

berhubungan dengan filsafat nilai (aksiologi). Beberapa tulisan yang mengkaji

tentang pernikahan adat Batak dan Ulos memang sudah ada, seperti:

a. Makna Sosial dan Simbolik Seni Kerajinan Tenun Ulos Batak Toba

di Sumatera Utara oleh Granal Rudiyanto 2001, Fakultas Ilmu

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

7

Budaya Universitas Gadjah Mada. Tesis ini membahas tentang

makna dari simbol-simbol yang ada pada tenun Ulos Batak Toba.

b. Tata Cara Perkawinan Batak Toba oleh Muhammad Haris 2003,

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. Tugas akhir ini

membahas tentang urutan-urutan dalam pelaksanaan upacara

pernikahan adat masyarakat Batak Toba.

c. Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu oleh Richard Sinaga 2007. Buku

ini membahas tentang makna dan tujuan acara serta bagaimana

seharusnya rangkaian kegiatan pernikahan adat Batak Toba tersebut

dilaksanakan.

d. Tinjauan Estetika Terhadap Prosesi Pernikahan Adat Batak Toba

oleh Yudi Marito Adityapratama Nainggolan 2010, Fakultas Filsafat

Universitas Gadjah Mada. Skripsi ini membahas tentang prosesi

pernikahan sekaligus pakaian pernikahan Adat Batak Toba dengan

menggunakan pendekatan estetika. Skripsi ini mencoba menjawab

rumusan masalah, diantaranya: (a) bagaimana prosesi dan tata cara

dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba?, (b) bagaimana budaya

adat pada masyarakat Batak Toba?, dan (c) apa nilai-nilai estetis

yang terdapat dalam upacara pernikahan adat Batak Toba?

e. Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum Perkawinan Masyarakat

Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak di

Kecamatan Balige) oleh Doni Boy Faisal Panjaitan 2010, Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara. Skipsi ini membahas tentang

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

8

Dalihan Na Tolu sebagai bagian dari pernikahan Adat Batak Toba

dengan pendekatan hukum adat. Skripsi ini menjawab rumusan

masalah, diantaranya: (a) bagaimana peranan Dalihan Na Tolu

dalam proses pelaksanaan perkawinan Adat Batak Toba?, (b)

bagaimana peranan Dalihan Na Tolu sebagai mediator bagi

penyelesaian permasalahan dalam perkawinan Adat Batak Toba?

f. Fungsi dan Makna Wacana “Mangulosi” Pada Upacara

Perkawinan Batak Toba; Kajian Pragmatik oleh Aspiner Panjaitan

2010, Fakultas Sastra Universitas Sumtera Utara. Skripsi ini

membahas wacana dalam Mangulosi dengan menggunakan

pendekatan pragmatik. Skripsi ini juga mencoba menjawab rumusan

masalah, sebagai berikut: (a) fungsi wacana “Mangulosi” pada

upacara perkawinan Batak Toba, dan (b) makna wacana

“Mangulosi” pada upacara perkawinan Batak Toba.

g. Perkawinan Adat Batak di daerah Padang Sidimpuan, Sumatera

Utara; Kajian Fenomenologis oleh Hardianto Ritonga 2011,

Fakultas Syari‟ah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Brahim,

Malang. Skripsi ini membahas tentang salah satu fenomena

pernikahan yang terjadi di daerah Batak dengan menggunakan sudut

pandang fenomenologi. Skripsi ini tentu menjawab rumusan

masalah, sebagai berikut: (a) bagaimana prosesi perkawinan Adat

Batak di daerah Padang Sidimpuan?, (b) apa konsekuensi bagi

pelaku pernikahan semarga dalam Adat Batak di daerah Padang

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

9

Sidimpuan?, dan (c) bagaimana analisis hukum Islam terhadap

larangan pernikahan semarga dalam Adat Batak?

h. Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku Batak Toba oleh Yulia

Vonny Sinaga 2012, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Rumusan masalah dalam skripsi ini, diantaranya: (a) bagaimana

ritual adat mempengaruhi setting dan kualitas ruang pada upacara

pernikahan?, (b) bagaimana pula setting dan kualitas ruang yang

terbentuk mempengaruhi kualitas ritualnya?

i. Tenun Tradisional Ulos Dalam Perspektif Aksiologi Teknologi oleh

Stepanus Sipahutar 2012, Fakultas Filsafat Universitas Gadjah

Mada. Rumusan masalah dalam skripsi, diantaranya: (a)

bagaimanakah pengaruh teknologi dalam perkembangan Ulos?, (b)

aksiologi teknologi apakah yang terkandung dalam tenun Ulos

tradisional?, dan (c) bagaimanakah cara tenun Ulos tradisional

menjaga nilai-nilai filosofis Ulos?

Penelitian ini akan berfokus pada hal-hal yang berhubungan dengan prosesi

Mangulosi dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba, yang kemudian dianalisis

dengan menggunakan pendekatan filsafat nilai (aksiologi). Oleh karena itu,

penulis kemudian berani menyatakan bahwa penelitian filsafat ini benar-benar asli

dan dapat dipertanggungjawabkan.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

10

4. Manfaat Penelitian

Penelitian kefilsafatan ini diharapkan mampu memberikan manfaat:

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat menambah inventarisasi penganalisaan

baru terhadap Mangulosi dan Ulos sebagai bagian dari kegiatan upacara

pernikahan adat Batak Toba, serta memperluas wawasan tentang adat

istiadat masyarakat di Indonesia yang memang beraneka ragam. Penelitian

ini juga bertujuan untuk mendeskripsikan pernikahan adat Batak Toba

yang nantinya diharapkan dapat menjadi salah satu bahan guna penelitian-

penelitian selanjutnya tentang pernikahan Adat Batak Toba dan secara

khusus tentang Mangulosi.

b. Bagi Ilmu Filsafat

Penelitian ini diharapkan mampu menambah inventarisasi analisa baru

nterhadap filsafat nilai dan juga Mangulosi sebagai salah satu kebudayaan

yang ada di Indonesia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan

pemahaman baru bagi mahasiswa fakultas filsafat tentang kaitan antara

filsafat nilai dan kebudayaan yang ada di masyarakat. Penelitian ni juga

diharapkan mampu mendorong mahasiswa fakultas filsafat untuk

mengadakan penelitian lanjutan terhadap budaya di Indonesia secara

umum, dan Mangulosi secara khusus dari sudut pandang ilmu filsafat

selain aksiologi, sehingga ilmu filsafat akan terus berkembang.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

11

c. Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara

Penelitian ini bertolak dari realitas yang ada dalam masyarakat,

bangsa dan negara, mengingat banyak sekali adat-istiadat di Indonesia

yang pada akhirnya diklaim oleh negara luar karena kekurangpahaman

masyarakat terhadap budayanya sendiri. Oleh karena itu, besar harapan

penulis penelitian ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa

dan negara yang telah menginspirasi penulis. Manfaat tersebut dapat

berupa banyak hal, salah satunya dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa ada begitu banyak adat

istiadat dalam masyarakat Indonesia dan dalam adat itu pun ada banyak

hal-hal yang mungkin terlihat sepele dan kecil namun sebenarnya memiliki

nilai-nilai yang sangat perlu untuk diperhatikan dan dilestarikan.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini sebagai sebuah penelitian ilmiah tentu bertujuan untuk

menjawab persoalan dalam rumusan masalah, yakni:

1. Memaparkan tentang prosesi ketentuan Mangulosi dalam upacara

pernikahan Batak Toba.

2. Mendeskripsikan tentang filsafat nilai.

3. Menganalisis nilai-nilai Mangulosi dalam upacara pernikahan adat

Batak Toba.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

12

C. Tinjauan Pustaka

Pernikahan sebagai bagian dari kebudayaan merupakan salah satu peristiwa

penting dalam sejarah kehidupan hampir setiap orang sekaligus sebagai jawaban

bagi masalah kekosongan eksistensial manusia. Pernikahan yang terdapat pada

masing-masing daerah tentu memiliki keagungan, keunikan, dan keindahan

tersendiri. Secara adat pernikahan boleh jadi pernikahan merupakan urusan

kekerabatan, kekeluargaan, persekutuan, martabat, dan sekaligus merupakan

urusan pribadi, tergantung pada tata susunan masyarakat yang bersangkutan.

Pernikahan adat merupakan peristiwa penting dalam suatu masyarakat sebab

merupakan sumber tempat berputarnya seluruh hidup (Fisher, 1976: 88).

Salah satu upacara penting dalam masyarakat Batak Toba adalah upacara

Pernikahan Adat. Pernikahan bagi orang Batak bukan hanya sekedar persoalan

pribadi antara kedua mempelai ataupun orang tua dan saudara masing-masing

mempelai, namun sekaligus juga ikatan marga dari anggota mempelai laki-laki

dan perempuan. Pernikahan bagi suku Batak akan memunculkan suatu ikatan

yang kekal diantara keluarga besar dari kedua belah pihak mempelai. Pernikahan

dari sepasang mempelai akan mengikat erat begitu banyak manusia, sehingga

menyangkut bukan hanya dua insan calon suami istri, tetapi juga Dalihan Na Tolu

dari masing-masing kedua mempelai (Faisal, 2010: 1).

Dalihan Na Tolu merupakan pemilihan tungku masak berkaki tiga sebagai

lambang pengibaratan tatanan sosial kemasyarakatan orang Batak. Ketiga kaki

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

13

tungku tersebut melambangkan struktur sosial masyarakat Batak, yaitu kelompok

Dongan Tubu, kelompok Hula-hula, dan kelompok Boru. Nama setiap kelompok

juga mengisyaratkan fungsi sosial setiap kelompok. Dengan demikian satu dari

kaki tungku merepresentasikan kelompok dan fungsi Dongan tubu yaitu orang

yang satu marga dengan fungsi kepada sesama. Kaki kedua merepresentasikan

kelompok dan fungsi Hula-hula, yaitu kumpulan beragam marga asal para istri

dari orang semarga. Kaki ketiga merepresentasikan kelompok dan fungsi Boru,

yaitu kumpulan beragam marga asal suami dari perempuan semarga. Ketiga

struktur dan fungsi sosial tersebut adalah dasar berpijak dan tonggak penopang

(pilar) dari pergaulan hidup masyarakat Batak termasuk dalam upacara pernikahan

Adat Batak Toba (Faisal, 2010: 12).

Etnis Batak Toba sebagaimana halnya dengan etnis yang lain mempunyai

tata cara pernikahan yang khas, namun pada prinsipnya adalah sama. Upacara

pernikahan adat Batak Toba dilalui dengan tahapan seperti upacara sebelum

nikah, upacara pada saat nikah, dan upacara setelah nikah. Sampai sekarang ini,

sifat pernikahan pada masyarakat Batak Toba masih sangat terlihat dan selalu

berusaha untuk dipertahankan (Vergouwen, 2004: 197).

Salah satu bagian terpenting pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba

adalah pemberian Ulos atau Mangulosi. Mangulosi menjadi salah satu rangkaian

kegiatan pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba sekaligus menjadi puncak

dari rangkaian acara pernikahan tersebut. Mangulosi berarti memberikan Ulos

kepada pihak keluarga mempelai pria oleh pihak keluarga mempelai wanita

dengan jumlah Ulos yang sudah didiskusikan terlebih dahulu oleh keluarga kedua

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

14

mempelai. Khusus untuk pihak penerima Ulos dengan jumlah yang telah

disepakati terlebih dahulu akan ditentukan oleh keluarga dari pihak mempelai pria

(Vergouwen, 2004: 60).

Kain Ulos dianggap sebagai pengikat kasih sayang, seperti yang tertulis

dalam filsafat Batak dalam buku T. M Sihombing yang mengatakan:

“Sebuah filsafat Batak berbunyi: „Ijuk pangihot ni hodang, Ulos pangihot ni

holong‟ (ijuk ialah pengikat pelepah pada batangnya dan Ulos adalah pengikat

kasih sayang antara orang tua dan anak-anaknya)” (Sihombing, 1977: 42).

Ulos dianggap sebagai “selimut jiwa atau ruh” yang diyakini sebagai salah

satu sarana penyelamat. Ulos hanya akan memiliki arti penting dan sebagai tanda

kasih sayang atau penyelamat apabila penyerahan atau pemberian Ulos kepada

seseorang dilakukan melalui upacara adat, dalam hal ini termasuk upacara adat

pernikahan Batak Toba. Apabila kain Ulos diperoleh dengan cara membeli di toko

atau pun diperoleh dari teman biasa, maka Ulos tidak akan mempunyai nilai apa-

apa, dan hanya sekedar kain biasa.

Tinjauan pustaka ini juga akan memaparkan beberapa penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya yang tentunya memiliki hubungan dengan objek material

penelitian. Penelitian yang hampir sama dengan yang akan dilakukan oleh peneliti

yakni tentang wacana “Mangulosi” pada saat pernikahan adat Batak Toba yang

dilakukan oleh Aspiner Panjaitan tahun 2010, dengan judul Fungsi dan Makna

Wacana “Mangulosi” Pada Upacara Perkawinan Batak Toba; Kajian

Pragmatik. Hasil yang diperoleh dari penelitian berupa uraian mengenai makna

dan fungsi wacana Mangulosi serta uraian tentang bentuk prinsip kerjasama dalam

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

15

tindak tutur pada saat wacana Mangulosi pada saat perkawinan Batak Toba

(Aspiner, 2010: 241-242). Penelitian ini tentu berbeda dengan penelitian yang

akan dilakukan selanjutnya mengingat penetian ini berfokus pada wacana dalam

pemberian Ulos dan menggunakan kajian pragmatik sebagai pangkal berfikir

dalam penelitiannya. Namun terlepas dari hal tersebut, penelitian ini tentu sangat

memberikan informasi yang mendukung terhadap penelitian yang akan dilakukan

selanjutnya.

Penelitian selanjutnya tentang tradisi pernikahan adat Batak Toba juga

dilakukan oleh Muhammad Haris tahun 2003, dengan judul Tata Cara

Perkawinan Batak Toba. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa dalam

perkawinan Adat Batak Toba dipersiapkan jauh sebelum upacaranya

dilangsungkan. Untuk sampai pada upacara perkawinan, ada sejumlah tahapan

yang harus dilalui. Tahapan-tahapan ini dimulai dari perkenalan antara laki-laki

dan perempuan, sampai dengan pengaturan tempat, jadwal, biaya pelaksanaan,

sampai pada pihak yang akan diundang. Semua tahapan ini diputuskan

berdasarkan musyawarah antara kedua belah pihak dengan prinsip kekeluargaan

dan semangat kebersamaan. Setiap tahapan ini mengandung makna tersendiri bagi

masyarakat Batak Toba dan menunjukkan adanya aturan dalam masyarakat Batak

Toba. Jika urutan tahap-tahap dalam Tradisi Perkawinan Adat Batak Toba ini

dibuat dalam bentuk bagan, maka didapati bagan sebagai berikut (Haris, 2003) :

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

16

Gambar 1.1 Proses Upacara Pernikahan Adat Batak Toba

Penelitian tentang pernikahan adat Batak Toba yang dilakukan oleh Yulia

Vonny Sinaga tahun 2012, dengan judul Ruang dan Ritual Adat Pernikahan Suku

Batak Toba juga memberikan informasi tambahan terhadap penelitian selanjutnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap dan membahas pengaruh ritual adat

Batak Toba dalam penataan ruang pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba

dan sekaligus berupaya mengangkat nilai-nilai budaya pada aspek desain ruang di

era modernisasi melalui pemeliharaan warisan kebudayaan. Hasil yang diperoleh

dari penelitian ini bahwa dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba,

beragamnya ritual membentuk ruang ritual yang berbeda-beda sehingga setting

memiliki peran untuk dapat mengakomodasikan seluruh ruang ritual. Setting

Perkenalan Muda-mudi

Maningkir Tangga ni

Boru

Martandang

Pertunangan

Marhusip

Pemberkatan Gereja/

Melangsungkan

Perkawinan secara Islam

Upacara Peresmian

Perkawinan

Marhata Sinamot

Pengutusan Domu-domu

Paulak Limbas

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

17

tersebut secara tidak langsung mengarahkan manusia yang terlibat untuk

menjalankan ritual dengan setting dan orientasi yang tercipta. Hal tersebut

menciptakan interaksi sosial dan perilaku tiap individu, baik sebagai pelaku

maupun pengamat ritual. Interaksi yang muncul pun akhirnya mempengaruhi

pemaknaan ritual yang berlangsung (Yulia, 2012: 65-66).

Penelitian lain juga tentang proses pernikahan adat Batak Toba yang

dilakukan oleh Yudi Marito Adityapratama Nainggolan tahun 2010, dengan judul

Tinjauan Estetis Terhadap Prosesi Adat Batak Toba. Penelitian ini bertujuan

untuk menghubungkan prosesi upacara pernikahan Batak Toba secara keseluruhan

dengan estetika (filsafat keindahan). Hasil penelitian ini diperoleh bahwa dalam

prosesi pernikahan Batak Toba baik itu pra pernikahan, pada saat pernikahan dan

setelah pernikahan, serta busana pengantin mengandung nilai-nilai estetis yang

mencakup pengertian keindahan yang memiliki kualitas pokok terkandung

keindahan bentuk (visual) maupun keindahan isi (makna) (Yudi, 2010: 84).

Penelitian tentang fenomena pernikahan adat Batak yang terjadi di salah

satu daerah di Sumatera Utara juga dilakukan oleh Hardianto Ritonga tahun 2011,

dengan judul Perkawinan Adat Batak di Daerah Padang Sidimpuan, Sumatera

Utara (Kajian Fenomenologis). Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana

analisis Hukum Islam terhadap fenomena pernikahan semarga di daerah Padang

Sidimpuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan semarga yang

terjadi di daerah Padang Sidimpuan masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu,

walaupun dalam agama Islam hal ini sebenarnya tidak menjadi masalah, tetapi

pelaku yang dengan sadar melakukan pernikahan semarga harus merombak marga

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

18

pengantin wanita dengan marga ibu dari pengantin pria agar tutur sapa yang

semestinya tidak menjadi rusak ataupun tumpang tindih (Hardianto, 2011: 112).

Penelitian tentang peranan Dalihan Na Tolu sebagai falsafah hidup

masyarakat Batak Toba pada saat pernikahan adat yang dilakukan oleh Doni Boy

Faisal Panjaitan tahun 2010, dengan judul Peranan Dalihan Na Tolu Dalam

Hukum Perkawinan Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat

Batak di Kecamatan Balige). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan

Dalihan Na Tolu dalam hukum perkawinan masyarakat Batak Toba agar tidak

terjadi kasus seperti yang ada di Padang Sidimpuan yakni pernikahan semarga.

Penelitian ini juga berusaha melihat peranan Dalihan Na Tolu dalam

menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam pernikahan Adat Batak Toba.

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa peranan Dalihan Na Tolu dalam

hukum perkawinan masyarakat Batak Toba adalah suatu hal yang tidak dapat

dipisahkan selama melangsungkan acara perkawinan Adat yang sah menurut

tradisi orang Batak. Selain itu, Dalihan Na Tolu dianggap memiliki peran di

dalam tatanan sosial kemasyarakatan dari masyarakat Batak Toba, sehingga dalam

penyelesaian masalah, Lembaga Dalihan Na Tolu memiliki penan sebagai unsur

dan motor penggerak dari penyelesaian permasalahan itu sendiri jika terjadi

konflik (Doni, 2010: 80).

Penelitian tentang Ulos sebagai perlengkapan terpenting dalam upacara adat

Batak Toba, termasuk dalam upacara pernikahan adat juga telah dilakukan oleh

Granal Rudiyanto tahun 2001 dengan judul Makna Sosial dan Simbolik Kerajinan

Tenun Ulos Batak Toba di Sumatra Utara; Kontinuitas dan Perubahannya.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

19

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengeksplisitkan secara jelas konsepsi-

konsepsi yang masih implisit dari setiap makna simbolik motif hias Ulos dalam

hidup masyarakat setempat, dengan cara melakukan interpretasi jenis-jenis Ulos

dan mengelompokkan menurut kebutuhannya. Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa motif hias Ulos memiliki nilai estetis yang tercipta dari adanya kesatuan

motif yang bersekutu dalam asas-asas yakni asas kesatuan organis, asas tema, asas

keseimbangan, asas tata jenjang, asas kerumitan dan asas kesungguhan, dan

keenam asas tersebut bukan merupakan hierarki karena masing-masing asas

memiliki kemampuan memancarkan nilai estetis. Makna simbolik motif Ulos

bukan diinterpretasikan secara terpisah, tetapi secara menyeluruh atau totalitas

menjadikan sebutan Ulos tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan makna

pemberian Ulos. Nama Ulos akan diambil dari jenis motif yang ada padanya, cara

tenunnya, corak yang mendominasi dan tujuan pemberiannya (Granal, 2001).

Secara garis besar penelitian tentang pernikahan adat Batak Toba sudah

banyak dibahas, baik itu tentang prosesi secara keseluruhan, tatanan ruang dan

ritual pada saat upacara pernikahan, tentang salah satu perlengkapan yang sangat

penting yakni Ulos, bahkan juga tentang Mangulosi. Penelitian-penelitian yang

sudah ada sebelumnya belum ada yang mengkaji tentang prosesi Mangulosi dari

sudut pandang aksiologis. Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti hanya

akan berfokus pada saat upacara pernikahan, secara khusus pada saat prosesi

Mangulosi dalam upacara pernikahan adat Batak Toba dan menggunakan

aksiologi sebagai kerangka berfikir.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

20

D. Landasan Teori

Istilah aksiologi secara etimologis merupakan kata sifat dari kata aksiologi

yang sama artinya dengan axiology yang berasal dari kata axios yang berarti nilai

dan logos yang berarti ilmu. Axiology berasal dari kata Yunani; axios yang berarti

layak, pantas dan logos berarti ilmu, studi mengenai. Pengertian lain menjelaskan

bahwa aksiologi merupakan analisis nilai-nilai yang bertujuan untuk membatasi

arti, ciri-ciri, asal, tipe, kriteria dan status epistemologi nilai-nilai. Ada pula

pengertian lain yang mengatakan bahwa aksiologi adalah studi yang menyangkut

teori umum tentang nilai atau suatu studi yang menyangkut segala yang bernilai

(Bagus, 2005: 33).

Aksiologi adalah istilah baru untuk teori nilai, penelusuran sifat-sifat

dasarnya dan kedudukan metafisisnya. Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang

berusaha untuk menyelidiki hakikat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut

pandang kefilsafatan (Kattsoff, 2004: 319). Aksiologi adalah filsafat nilai yaitu

cabang filsafat yang membahas tentang nilai sampai pada hakikatnya, atau telaah

nilai dari segi filsafat sampai pada hakikatnya.

Tentang dasar nilai serta tempat-tempat nilai tersebut di alam adalah faktor

penting dalam teori nilai. Hasil perenungan tentang masalah nilai tidak akan

mungkin bisa dilepaskan dari masalah dunia fisik dan dunia non fisik atau dunia

ideal. Dunia ideal adalah dunia esensi, konsep, hubungan, yakni yang bisa

disamakan dengan objek ideal (Frondizi, 2007: 4).

Kattsoff mengatakan bahwa terdapat banyak cabang pengetahuan yang

bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti ekonomi,

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

21

estetika, etika, filsafat, agama, dan epistemologi. Epistemologi bersangkutan

dengan masalah kebenaran. Etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (dalam

arti kesusilaan), dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan (Kattsoff,

2004: 319). Sesuatu dianggap bernilai karena mengandung nilai atau

menggambarkan suatu nilai. Dapat dikatakan perkataan “nilai” mempunyai

macam makna sebagai berikut:

a. Mengandung nilai (artinya, berguna);

b. Merupakan nilai (artinya, “baik” atau “benar” atau “indah”);

c. Mempunyai nilai (artinya, merupakan objek keinginan, mempunyai

kualitas yang dapatmenyebabkan orang yang dapat mengambil

sikap “menyetujui”, atau mempunyai sifat nilai tertentu);

d. Memberi nilai (artinya, menanggapi sesuatu sebagai hal yang

diinginkan atau sebagai hal yang menggambarkan nilai tertentu)

(Kattsoff, 2004: 324).

Frondizi mengutip pendapat Scheler, menunjukkan urutan atau tabel

hierarkis nilai, yaitu pertama, nampak pada tingkatan yang terendah nilai

“kenikmatan” dan “ketidaknikmatan”. Kedua nilai vital yang tidak tergantung dan

tidak dapat direduksi dengan kenikmatan dan ketidaknikmatan. Ketiga, kawasan

nilai spriritual. Kehadiran nilai spiritual mengakibatkan nilai vital maupun nilai

kenikmatan harus dikorbankan. Di atas nilai spriritual terletak kelompok nilai

yang keempat sekaligus yang terakhir yaitu nilai kekudusan dan nilai profan. Nilai

religius tidak dapat direduksi menjadi nilai spritual, dan memiliki keberadaan

khas yang menyatakan diri kepada manusia dalam berbagai objek yang hadir

untuk manusia sebagai yang mutlak. Karena nilai pada umumnya tidak

bergantung pada benda atau bentuk historis, maka Scheler mengatakan nilai

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

22

religius sama sekali bersifat independen dalam kaitannya segala sesuatu yang

sejak semula dipandang suci dalam perjalanan sejarah (Frondizi, 2007: 137-139).

Notonagoro (dalam Jirzanah, 2009: 47-48) pun membagi nilai menjadi tiga

bagian, yakni:

1. Nilai Material, yakni segala sesuatu yang bermanfaat bagi unsur

manusia;

2. Nilai Vital, yakni segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia

untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas;

3. Nilai Kerohanian, yakni segala sesuatu yang berguna bagi rohani

mansia. Nilai kerohanian ini kemudian dibagi menjadi 4 jenis,

diantaranya:

a. Nilai Kebenaran atau Kenyataan, yang bersumber pada akal

manusia (rasio, budi, cipta)

b. Nilai Keindahan, yang bersumber pada rasa manusia,

c. Nilai Kebaikan atau Nilai Moral, yang bersumber pada unsur

kehendak atau kemauan manusia (will, karsa, ethic),

d. Nilai Religius, yang merupakan nilai ke-Tuhan-an,

kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai religius

bersumber pada kepercayaan atau keyaknan manusia.

Nicholas Rescher dalam buku Introduction to Value Theory juga

menyebutkan ada beberapa klasifikasi dalam nilai, sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan pengakuan nilai,

2. Klasifikasi berdasarkan objek yang dipermasalahkan,

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

23

3. Klasifikasi berdasarkan sifat keuntungan atau manfaat yang

dipermasalahkan,

4. Klasifikasi berdasarkan tujuan persoalan atau pembahasan,

5. Klasifikasi berdasarkan hubungan antara pengakuan nilai dengan

pengakuan anggapan manfaat, dan

6. Klasifikasi berdasarkan hubungan antara nilai itu sendiri yang

menunjang hal lain sebagai nilai dapat dipandang secara sistematis

sebagai bagian dari nilai yang lain (Rescher, 1969: 13-19).

Beberapa bidang dalam filsafat nilai, diantaranya: Nilai Estetis, Nilai Etis

dan Nilai Religius. Nilai etis membahas tentang baik buruknya tingkah laku

manusia, sedangkan nilai estetis berbicara tentang indah tidaknya sesuatu. Nilai

estetis ditujukan untuk karya seni manusia atau alam semesta demi menemukan

ukuran yang berlaku umum tentang apa yang indah dan tidak indah. Nilai estetis

memiliki keterkaitan dengan kedalaman rasa dan kehalusan budi, yang kemudian

melahirkan kesantunan, kearifan, kebahagiaan, dan kemaslahatan juga kesusilaan

yang tinggi (Sachari, 2002: 38). Nilai religius menjadi dasar bagi perbuatan

manusia yang ditujukan kepada Tuhan. Tuhan sebagai sumber nilai, karena “diri

Tuhan” memancarkan nilai-nilai. Nilai yang berasal dari Tuhan bersifat absolut

mutlak, walaupun manusia tidak menilainya, tetapi nilai ketuhanan itu tetap ada

sehingga nilai ketuhanan merupakan yang tertinggi derajatnya. Berkaitan dengan

hal tersebut bahwa:

“nilai kekudusan sebagai nilai yang mempunyai derajat tertinggi, sifatnya

universal. Satu-satunya yang mungkin memberikan data nilai universal

adalah kekudusan yang mengatasi dan menciptakan manusia juga

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

24

universum, tidak terikat oleh ruang dan waktu, karena itu sifatnya mutlak.

Tuhan menurunkan nilai-nilai itu dengan wahyuNya dalam Agama, karena

agama berasal dari Tuhan itu mengandung nilai-nilai universal” (Gazalba,

1963: 5).

E. METODE PENELITIAN

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka penelitian perlu

menggunakan sebuah metode. Penelitian ini akan disusun mulai dari awal sampai

pada akhir secara bertahap.

1. Bahan dan materi penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan unsur materi penelitian yakni studi

kepustakaan. Studi kepustakaan dilakukan dalam rangka membahas objek

material dari penelitian yakni Mangulosi pada saat pernikahan Adat Masyarakat

Batak Toba, dengan menggunakan objek formal Filsafat Nilai. Bahan dan materi

penelusuruan kepustakaan akan diperoleh melalui buku atau tulisan yang

berkaitan dengan upacara pernikahan Batak Toba dan Mangulosi. Wawancara

juga akan dilakukan demi mendapatkan informasi yang bertujuan untuk

mendukung teori yang menyangkut tentang Mangulosi pada saat upacara

pernikahan adat Batak Toba. Penelitian kepustakaan yang dilakukan akan

dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu kepustakaan primer dan kepustakaan

sekunder.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

25

a) Pustaka Primer

i. Pustaka tentang objek material

Kepustakaan primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan

objek material penelitian, diantaranya buku “Masyarakat dan

Hukum Adat Batak Toba” karya J.C Vergouwen, buku “Jambar

Hata: Dongan Tu Ulaon Adat” karangan T.M. Sihombing (Ompu

ni Marhulalan), dan “Perkawinan Adat Dalihan Na Tolu” karya

Richard Sinaga.

ii. Pustaka tentang objek formal

Kepustakaan primer berupa buku-buku yang berhubungan dengan

objek formal penelitian, diantaranya buku buku “Pengantar

Filsafat Nilai” karya Risieri Frondizi, buku “Elements of

Philosophy” karya Louis O. Kattsoff, dan buku “Introduction to

Value Theory” karya Nicholas Rescher.

b) Pustaka Sekunder

Kepustakaan sekunder berupa tulisan yang berhubungan dengan

tema tulisan yakni tulisan-tulisan buku maupun artikel internet

yang berhubungan dengan objek formal penelitian, maupun yang

berhubungan dengan objek material penelitian, yang digunakan

peneliti sebagai bahan pelengkap dan tambahan atau bahan tersier.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

26

2. Jalan penelitian

Adapun langkah yang diambil oleh peneliti dalam penelitian ini berjalan

berdasarkan tahap demi tahap yakni sebagai berikut:

a. Inventarisasi atau pengumpulan data,

Pada tahapan pertama ini dilakukan dengan mengumpulkan data sebanyak

mungkin baik pustaka maupun lapangan atau wawancara yang tentunya

berkaitan dengan tema penelitian.

b. Pengklasifikasian dan pengolahan data

Setelah mengumpulkan data baik pustaka maupun dilapangan sebagai

bahan pendukung, tahapan selanjutnya adalah memisahkan data penelitian

primer atau data sekunder. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah arus

berfikir peneliti.

c. Penyusunan penelitian

Setelah melakukan pengolahan data, tahapan berikutnya adalah

penyususnan penelitian berupa laporan yang sistematis. Data yang sudah

terkumpul dan diklasifikasi akan dianalisa sehingga menghasilkan laopran

yang sistematis. Tidak lupa juga dalam tahapan ini peneliti akan

memberikan argumentsi atau pemikiran kritis atas permasalahan yang

diangkat dalam penelitian.

3. Analisis Hasil

Penelitian ini menggunakan model penelitian kepustakaan dengan

menggunakan metode hermeneutik, adapun unsur metodis penelitian yang akan

dilakukan adalah sebagai berikut (Bakker dan Zubair, 1990: 109-112) :

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

27

a. Deskripsi, yakni memaparkan seluruh data penelitian baik pustaka maupun

lapangan dan dilihat dari beberapat aspek, dalam hal ini data terkait objek

formal dan objek material penelitian.

b. Interpretasi, yakni penulis berusaha memberikan pandangan terhadap

dimensi aksiologis yang terkandung dalam kegiatan Mangulosi pada saat

upacara pernikahan adat Batak Toba.

c. Holistika, yakni penulis menganalisis kegiatan Mangulosi pada saat

upacara pernikahan adat Batak Toba. Unsur holistika ini juga bertujuan

agar dapat diketahui kelebihan dalam konsepsi filosofis dari Mangulosi,

sehingga mampu mencapai ke benaran yang utuh

F. Hasil yang Dicapai

Sebagai suatu penelitian ilmiah, penelitian ini mampu untuk menjawab

persoalan dalam rumusan masalah. Penelitian ini diharapkan mampu

mendeskripsikan tentang proses dan ketentuan yang berlaku dalam upacara

pernikahan adat Batak Toba, juga mendeskripsikan tentang konsep filsafat nilai.

Selain itu dalam penelitian ini juga akan di uraikan terkait analisi dari filsafat nilai

terhadap proses Mangulosi dalam upacara pernikahan adat Batak Toba sehingga

dapat diketahui nilai-nilai apa saja yang terkandung dalam proses Mangulosi

tersebut hingga akhirnya sampai saat ini masih tetap dipertahkan oleh masyarakat

Batak Toba. Secara khusus juga melalui penelitian ini akan diperoleh analisis

kritis dari peneliti terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam proses Mangulosi

pada upacara pernikahan adat Batak Toba.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

28

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari penelitian yang berjudul, Dimensi Aksiologis

Pada Pemberian Ulos Saat Upacara Pernikahan Adat Batak Toba, ini terdiri dari

lima bab, dengan perincian masing-masing sebagai berikut:

BAB I berisi tentang pendahuluan yang terdiri atas latar belakang

dilakukannya penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, keaslian dari

penelitian ini, manfaat dan tujuan dari penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori,

metode penelitian yang digunakan, hasil yang diperoleh dan sistematika

penelitian.

BAB II berisi tentang objek formal penelitian meliputi pengertian aksiologi,

klasifikasi dalam akiologi dan kaitan aksiologi dengan budaya.

BAB III berisi tentang deskripsi singkat prosesi pada saat pernikahan adat

dan Mangulosi Batak Toba.

BAB IV merupakan inti dari penelitian ini. Bab ini akan berisi uraian

analisis objek material dengan objek formal penelitian.

BAB V adalah penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang menunjukkan

jawaban terhadap pertanyaan penelitian yang diungkapkan dalam rumusan

masalah dan sekaligus juga berisi saran bagi kemungkinan penelitian lanjutan

berkaitan dengan pemberian Ulos pada saat upacara pernikahan adat Batak Toba.

DIMENSI AKSIOLOGIS MANGULOSI PADA UPACARA PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBAPASKAH A. PURBAUniversitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/