rotatorcufftear

23

Click here to load reader

Upload: anita

Post on 04-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

rotator cuff tear doc

TRANSCRIPT

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rotator CuffBagian bahu manusia terbentuk dari 4 tulang yaitu os humerus, os scapula, os acromion dan os clavicula. Tulang - tulang tersebut diselimuti dan disatukan oleh gabungan dari otot otot yang dinamakan dengan rotator cuff.Rotator cuff merupakan gabungan dari 4 musculus dan tendon yang berada di sekitar os humerus dan os scapula yang dihubungkan dengan jaringan ikat, menempel pada caput os humerus dan os acromion, membentuk articulatio humeri. Rotator cuff berfungsi untuk menstabilkan letak humerus agar tetap menempel pada scapula dan clavicula serta membantu memaksimalkan pergerakan dari sendi bahu yang dapat bergerak ke segala arah. Otot - otot yang membentuk rotator cuff tersebut adalah muskulus supraspinatus, musculus infraspinatus, musculus subscapularis dan musculus teres minor, seperti pada gambar 2.1. Di antara rotator cuff dan os acromion, terdapat kantung pelumas yang membantu pergerakan dari rotator cuff yang disebut bursa, yang menempel pada os acromion. Bursa inilah yang membantu untuk memaksimalkan tendon dari otot otot rotator cuff untuk menggerakkan tangan dengan bebas ke segala arah. Keempat otot tersebut mempunyai fungsinya masing masing yaitu sebagai berikut:a. M. SupraspinatusFungsi utamanya adalah melakukan abduksi humerus serta berperan dalam melakukan rotasi humerus. Namun otot ini merupakan otot yang paling sering terluka pada kasus rotator cuff tear.b. M. InfraspinatusBerfungsi untuk melakukan rotasi ke luar pada humerus dan juga menekan caput humerus agar tetap menempel dalam keadaan diam pada glenohumeral joint.c. M. SubscapularisMerupakan otot paling besar dari keempat otot lainnya. Berfungsi untuk melakukan rotasi humerus ke arah dalam dan melakukan adduksi pada humerus.d. M. Teres MinorTerletak pada posteroinferior dari infraspinatus. Berfungsi untuk melakukan powerful rotasi humerus ke arah luar serta membantu mencegah subluksasi caput humerus.Di antara rotator cuff dan os acromion, terdapat kantung pelumas yang membantu pergerakan dari rotator cuff yang disebut bursa, yang menempel pada os acromion. Bursa inilah yang membantu untuk memaksimalkan tendon dari otot otot rotator cuff untuk menggerakkan tangan dengan bebas ke segala arah.

2.2 Rotator Cuff Tear2.2.1 Definisi dan Epidemiologi Rotator Cuff TearDefinisi rotator cuff tear sendiri adalah terjadinya robekan atau terlepasnya satu atau lebih tendon dari keempat otot yang membentuk rotator cuff tersebut (gambar 2.2). Otot yang paling sering menjadi penyebabnya adalah musculus supraspinatus. Rotator cuff tear merupakan salah satu penyebab paling sering dari rasa nyeri sendi bahu diiringi dengan terbatasnya pergerakan sendi bahu pada orang dewasa. Prevalensi terjadinya rotator cuff tear di Amerika Serikat pada tahun 2008 sekitar hampir 2 juta orang. Semakin bertambahnya usia maka risiko terjadinya rotator cuff ini juga meningkat. Tipe partial-thickness merupakan tipe rotator cuff tear dengan terlepasnya sebagian tendon yang paling sering terjadi pada orang dewasa, seperti pada gambar 2.3 dengan variasi partial-thickness rotator cuff tear. Sekitar 40 persen pasien di atas 50 tahun mengalami rotator cuff tear tipe full-thickness yaitu terlepasnya tendon dari tulang secara sempurna. Sedangkan gabungan dari keduanya terjadi pada pasien yang berusia di atas 60 persen dengan risiko 60% lebih tinggi. Paling sering terjadi pada kaum laki laki dan pada orang dewasa yang sering mengangkat beban berlebih dan aktivitas yang berat yang menggunakan kekuatan tangan serta bahu dan pada usia lanjut. Bermacam macam bentuk rotator cuff tear dapat dilihat pada gambar 2.4.2.2.2 Patofisiologi dan Gejala Rotator Cuff TearKetika terjadi robekan tersebut maka rotator cuff tidak menempel dengan sempurna pada tempatnya dan menyebabkan rasa tidak nyaman dalam pergerakan sendi bahu. Hampir di seluruh kasus, rotator cuff tear terjadi atau dimulai dari robekan yang sifatnya minimal sehingga sering bersifat asimptomatis atau tidak disadari. Seiring dengan waktu bila terjadi proses perburukan maka tendon dapat terlepas secara sempurna dari tempatnya dan mengakibatkan rasa sakit pada saat menggerakan tangan atau bahu.Gejala yang paling sering dirasakan adalah : nyeri pada saat beristirahat dan memburuk pada saat malam hari, terutama pada saat berbaring bertumpu pada bahu yang terkena, nyeri pada saat mengangkat barang dan menurunkan lengan secara tiba tiba, tidak dapat mengangkat beban yang berat dan kesulitan dalam memutar tangan atau melakukan gerakan rotasi lengan, serta didapatkan adanya krepitasi atau crackles sensation pada saat menggerakan tangan pada posisi tertentu. (gambar 2.5)Pada tahun 2014, Dun et al mengatakan rasa sakit yang dirasakan tidak dapat menjadi indikator tingkat keparahan rotator cuff tear. Derajat keparahan rotator cuff tear ditentukan dari seberapa besar robekan tendon yang terjadi.2.2.3 Etiologi dan Klasifikasi Rotator Cuff TearPenyebab terjadinya rotator cuff tear dibagi menjadi 2 penyebab utama, yaitu trauma dan degenerasi, yang digolongkan dalam:1. Acute tearAcute Rotator cuff tear terjadi diakibatkan dengan trauma pada daerah rotator cuff. Paling sering terjadi ketika mengangkat beban berat dengan gerakan tiba tiba, atau dapat terjadi ketika jatuh dengan tumpuan lengan. Biasanya tipe ini terjadi unilateral serta sering diiringi dengan trauma lainnya seperti fraktur dan atau dengan dislokasi. Brogan et al (2014) mengatakan bahwa di antara 1 dari 10 pasien yang mengalami trauma plexus brachial juga mengalami rotator cuff tear tipe akut. 2. Degenerative tearPada degenerative tear terjadi akibat proses degenerasi yang melibat terjadinya kelemahan otot atau tendon seiring dengan waktu. Paling sering terjadi pada daerah lengan yang paling sering digunakan dan terkadang terjadi secara bilateral walaupun tanpa gejala atau asimptomatis. Lokasi terjadinya degenerative rotator cuff tear paling sering terjadi pada lokasi posterior, dekat pada sambungan musculus supraspinatus dan musculus infraspinatus. Pola robekan pada degenerative rotator cuff tear berkisar antara 13 17 mm dan terkadang menimbulkan multiple tear pada bagian posterior tendon biceps. Beberapa penyebab lainnya berkaitan dengan proses kronik dan degenerasi rotator cuff tear selain yang telah disebutkan yaitu:a. Stress repetitif : Otot otot rotator cuff menjadi stress karena tejadinya gerakan berulang ulang dengan frekuensi yang sering yaitu seperti olahraga basevall, tennis, badminton dan angkat beban.b. Penurunan aliran darah : Semakin lanjut usia maka semakin berkurang pasokan aliran darah ke seluruh tubuh termasuk ke tendon atau otot otot rotator cuff. Tanpa aliran darah yang baik dan lancar maka akibatnya kemampuan tubuh untuk memperbaiki kerusakan pada tendon rotator cuff juga berkurang sehingga meningkatkan risiko terjadinya rotator cuff tear. c. Pembentukan spur : Spur atau terbentuknya tulang tulang tambahan semakin lanjut usia terutama terbentuk spur pada os acromion maka dapat menyebabkan terjadinya rotator cuff tear. Ujung spur yang runcing pada os acromion dapat menyebabkan robekan pada tendon rotator cuff.2.2.4 Pemeriksaan FisikAda beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk membantu menegakan diagnosa rotator cuff tear. Murrell dan Walton (Lancet 2001) mengungkapkan indikator pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada rotator cuff tear yaitu kelemahan supraspinatus, kelemahan pada rotasi eksternal, dan impingement. Dikatakan positif bila ditemukan ketiga kelemahan tersebut atau dua diantara ketiga tanda tersebut positif dan pasien berumur lebih dari 60 tahun, maka kemungkinan pasien dapat mengalami partial atau full-thickness rotator cuff tear sebanyak 98%.Litaker et al, pada tahun 2000 juga mengungkapkan bahwa kelemahan pada saat melakukan rotasi eksternal terutama pada pasien yang berusia 65 tahun disertai gejala sakit yang memberat pada malam hari merupakan indikator yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa pasien tersebut mengalami rotator cuff tear. Selain itu, temuan lainnya yang menguatkan terjadinya rotator cuff tear ini adalah terjadinya kelemahan saat melakukan abduksi lengan, impingement atau nyeri pada saat mengangkat lengan ke atas dan ditemukannya tanda arc of pain yaitu rasa sakit pada saat menurunkan lengan yang di abduksi. Kelemahan pada saat rotasi penuh ke luar menandakan bahwa rotator cuff tear yang terjadi mengenai bagian infraspinatus.Tes pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami rotator cuff tear adalah sebagai berikut :a. Jobe Test : Untuk melihat kekuatan musculus supraspinatus dengan cara melakukan elevasi lengan hingga 90 derajat dari scapula. Lengan berada dalam posisi rotasi penuh ke dalam hingga ibu jari mengarah ke bawah. (gambar 2.6)b. Hawkin Test : Untuk melihat kelemahan rotasi eksternal dengan cara melakukan fleksi siku searah 90 derajat dan dirotasi ke luar searah 20 derajat. Bila ada rasa sakit yang dirasakan maka kemungkinan positif mengarah ke rotator cuff tear. (gambar 2.7)c. Lift-off Test : Untuk melihat apakah ada subscapularis tear dengan menempatkan lengan ke arah belakang dengan posisi telapak tangan mengarah ke luar dan diberi tahanan. Bila tidak dapat dilakukan atau didapatkan rasa nyeri maka tes ini disebut positif. (gambar 2.8)2.2.5 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu menegakan diagnosis dari aspek radiologi yaitu seperti:a. X-ray. Untuk menyingkirkan diagnosa fraktur dan dislokasi pada daerah bahu. Dapat ditemukan gambaran spur yang kecil pada os acromion.b. Ultrasound. Pemeriksaan usg dapat dilakukan untuk pencitraan yang lebih baik dan dilakukan pada daerah deltoid.c. Magnetic Resonance Imaging (MRI). Sebagai gold standar untuk menegakan diagnosa pasti rotator cuff tear. MRI memberikan gambaran lebih jelas lokasi pasti dan seberapa besar tear yang terjadi.2.2.6 PenatalaksanaanGoal treatment pada rotator cuff tear ini adalah untuk mengurangi rasa nyeri pada lengan dan bahu dan mengembalikan fungsi rotator cuff seperti semula. Rotator cuff tear yang bersifat asimptomatis tidak memerlukan penanganan khusus namun diharapkan pada lengan yang sakit tidak melakukan aktivitas yang berat karena dapat mengakibatkan robekan yang lebih besar atau massive rotator cuff tear. Penatalaksanaan dapat diberikan secara non-surgical dan surgical. Pada awalnya akan diberikan anjuran untuk mendapatkan terapi nonsurgical terlebih dahulu. Bila tidak berhasil akan dipertimbangkan setelah melihat faktor faktor seperti umur, tingkat aktivitas, kesehatan secara umum, dan seberapa parah derajat tipe rotator cuff tear yang dialami. Penatalaksanaan secara non-surgical yang dapat dianjurkan adalah sebagai berikut :1. Tirah baring. Memberikan batasan pada pergerakan lengan tersebut dengan dibalut untuk melindungi bahu dan mempertahankan posisi lengan untuk mencegah dislokasi.2. Modifikasi aktivitas.Menghindari aktivitas berlebihan yang melibatkan kekuatan bahu dan rotator cuff.3. Fisioterapi dan rehabilitasi medik. Dilakukan secara teratur dan berkala guna untuk mengembalikan fungsi rotator cuff secara semula. 4. Pemberian NSAID.Dapat diberikan ibuprofen dan naproxen untuk mengurangi rasa nyeri dan meredakan inflamasi yang terjadi. 5. Injeksi steroid.Diberikan bila sakit tidak dapat diredakan dengan tirah baring, modifikasi aktivitas, dan terapi fisioterapi. Dapat dianjurkan pemberian Cortisone yang diberikan secara lokal yang bekerja sebagai lokal anestesi dan sebagai anti inflamais yang efektif.Keuntungan treatment tanpa dilakukan secara bedah dapat menghindari risiko risiko yang dapat terjadi yaitu seperti: infeksi, kekakuan, komplikasi pada anestesi, dan membutuhkan proses penyembuhan yang lama. Sedangkan kerugian akibat tidak dilakukan tindakan bedah yaitu seperti: tidak ada perbaikan pada pergerakan rotator cuff, ukuran tear dapat makin membesar dan aktivitas yang dapat dilakukan hanya terbatas. Penatalaksanaan yang dilakukan secara bedah perlu dilakukan konsultasi dengan dokter bedah ortopedi. Dianjurkan untuk dilakukannya pembedahan apabila tidak mengalami perbaikan setelah dilakukan treatment nonsurgical. Tanda tanda disarankan untuk melakukan pembedahan apabila meliputi:a. Gejala telah berlangsung selama sejak 6 sampai 12 bulanb. Besar ukuran tear lebir dari 3 cmc. Tidak dapat menggunakan kekuatan lengan dan kehilangan fungsi dari rotator cuff teard. Rotator cuff tear yang disebabkan oleh trauma akutPembedahan yang akan dilakukan yaitu melakukan pelekatan kembali tendon pada caput humerus dan mengembalikan fungsi rotator cuff secara semula (gambar 2.9). Namun tindakan pembedahan ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam penyembuhan pasca operasi yang dilakukan sebelum dapat menggunakan lengan yang sakit. 2.2.7 Prognosis Rotator cuff TearYamanaka dan Matsumoto pada penelitiannya tahun 1994 menjelaskan bahwa dari 40 insidensi rotator cuff tear yang tidak dilakukan treatment pembedahan setelah dilakukan observasi selama lebih dari 2 tahun ditemukan bahwa sekitar 80% terjadi robekan yang semakin besar, sementara 20% dari mereka memiliki diameter robekan yang tetap dan sebagian robekan tersebut mengalami perbaikan dengan sendirinya.Faktor faktor yang mempengaruhi prognosis rotator cuff tear yaitu pada pasien dengan insidensi rotator cuff yang memiliki usia di atas 60 tahun, terdapat full-thickness rotator cuff tear, dan terdapat infiltrasi lemak di sekitar musculus dapat memperburuk prognosis rotator cuff tear. Prognosis dievaluasi dengan dilakukannya MRI ulang dikarenakan MRI dapat memudahkan mengawasi manajemen perbaikan pada pasien.Penelitian Yamaguchi et al, pasien dengan rotator cuff tear tanpa treatment pembedahan sebaiknya dilakukan monitoring secara berkala setiap waktu. Mereka menyarankan untuk melakukan ultrasound setiap 6 bulan sekali untuk melihat perkembangan rotator cuff tear sebagai pemeriksaan penunjang yang paling sederhana.Pada tahun 2005, OHolleran et al menyatakan bahwa setelah dilakukan follow up pada 311 pasien post-operasi, hampir seluruh pasien mengalami perbaikan dan dapat menggunakan lengan mereka kembali seperti biasa. Tingkat rasa nyeri pun menurun drastis dan impingement syndrome yang diakibatkan oleh rotator cuff tear menghilang secara bertahap.2.3 Aspek Radiologi Rotator Cuff Tear2.3.1 Rontgen polos bahu Pemeriksaan radiografi mungkin dapat menunjukkan perubahan degeneratif pada sendi acromioclavicular, terutama permukaan osteofit atau pembentukan enthesophyte; perubahan ini mempengaruhi sendi untuk pergerakannya. Namun kelemahannya, status tendon tidak dapat dinilai secara langsung. Dapar ditemukannya penyempitan ruang subacromial, seperti kecurigaan akan sclerosis dan ketidakteraturan tuberositas major. Pada full-thickness rotator cuff tear, dapat disertai oleh penyakit degeneratif sekunder lainnya yang mencakup glenohumeral arthropati musculus.Untuk menyingkirkan diagnosa dislokasi dan fraktur pada lengan maka perlu dilakukan pemeriksaan rontgen polos bahu dengan minimal 2 posisi, anterior dan lateral. Dapat ditemukan pembentukan spur pada sendi acromioclavicula dengan ujung yang runcing pada inferolateral yang dapat meningkatkan risiko rotator cuff tear bila gambar diambil dengan posisi anteroposterior. Pada acromion tipe III (gambar 2.10), dimana ujung anterior acromion mengarah ke atas dengan tajam maka dapat memungkinkan terjadi rotator cuff tear dengan musculus supraspinatus tear (gambar 2.11)Pada rotator cuff tear akibat degeneratif dapat mengakibatkan rotator cuff arthropathy yang dapat ditemukan adanya subluksasi pada caput humerus. Apabila didapatkan insidensi demikian maka akan dianjurkan untuk dilakukan hemiarthroplasti untuk segera memperbaiki dan mengembalikan kondisi lengan secara semula (gambar 2.12) Pemeriksaan ini dilakukan salah satunya untuk menyingkirkan diagnosa banding seperti calsifikasi tendinitis (gambar 2.13). Pada kalsifikasi tendinitis terdapat deposisi kalsium hidroxyapatite yang terlihat pada tendon supraspinatus superior atau medial. Pada rotator cuff tear kronik, kontak berulang antara caput os humerus dan os acromion dapat menyebabkan iregularitas dan remodeling pada struktur caput os humerus terutama pada tuberositas mayor. Kondisi ini lebih sering mengarah ke rotator cuff arthropaty dan dapat bermanifestasi menjadi sklerosis, kista subkondral dan osteolisis. Gambaran pencitraan nya adalah seperti gambar 2.14.2.3.2 Evaluasi UltrasonografiPada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun, penyebab utama nyeri bahu kemungkinan besar adalah rotator cuff tear. Ultrasonografi memiliki peran yang terbukti dalam menilai tendon manset rotator. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan patologi, dan dapat membantu dokter dalam membuat keputusan tentang pengelolaan berkelanjutan dari kondisi tersebut.Keuntungan menggunakan ultrasound ini adalah dapat ditoleransi dengan baik dan hemat biaya. Namun terdapat pula kelemahannya yaitu meliputi kurva belajar yang panjang dan mengurangi sensitivitas pada pasien yang mengalami obesitas atau yang telah sangat dibatasi gerakan bahuSecara radiologi, temuan impingement dapat dilihat dari gambaran supraspinatus. Contohnya adalah pembentukan spur pada permukaan os acromion. Standart pemeriksaan radiologi yaitu ditemukan gambaran normal pada rotator cuff tear akut. Namun apabila dilihat dengan posisi abduksi hingga 90 derajat maka dapat terlihat jarak acromiohumeral yang sempit (2mm). Klinis yang didapatkan biasanya adalah ketidakmampuan lengan untuk diangkat keatas secara maksimal dan kesulitan menggerakan otot supraspinatus berhubungan dengan terdapatnya tear dan retraksi tendon.Secara ultrasound dipakai frekuensi tinggi linear transducer (10 12 MHz). Ultrasound dapat memberikan pencitraan lebih baik daripada rontgen polos dikarenakan dapat memberikan gambaran jaringan lunak yang meliputi rotator cuff. Pada gambaran ini maka akan terbentuk slight angulation yang membentuk artificial hipoekoik hingga anekoik yang menggambarkan rotator cuff tear (gambar 2.15)Pemeriksaan ultrasound dimulai dengan menganalisa biceps dan musculus subscapularis, kemudian supraspinatus dan struktur posterior, termasuk infraspinatus, teres minor dan sendi glenohumeral posterior. Os clavicula, sendi acromioclavicular dan scapula digunakan sebagai tanda untuk mebatasi pemeriksan rotator cuff ini. Lengan atas diposisikan supinasi dan dikencangkan (gambar 2.16). Untuk mengevaluasi tendon subscapularis, lengan pasien dilakukan rotasi keluar dan tetap memposisikan siku agar tetap dekat dengan tubuh (gambar 2.17). Manuver ini akan mengarahkan tendon ke arah posisi yang lebih anterior. Memutar transducer sehingga 90 derajat sehingga dapat memberikan gambaran longitudinal yang lebih luas pada tendon subscapularis (gambar 2.18). Untuk mevisualisasikan tendon supraspinatus maka dilakukan posisi seperti pada gambar 2.19. Pada posisi ini maka dapat terlihat sendi acromioclavicular dan tampilan insersi dari tendon ke dalam tuberositas mayor. Ultrasound dilakukan dalam sudut 45 derajat dan diantara potongan sagital dan coronal (gambar 2.20). Ada 2 tipe rotator cuff tear yaitu tipe partial-thickness rotator cuff tear dan full-thickness rotator cuff tear. Pada tipe full-thickness rotator cuff tear robekan terjadi dari permukaan bursa hingga permukaan artikular. Pada tipe partial-thickness rotator cuff tear, robekan terjadi pada defek fokal tendon yang hanya melibatkan salah satu permukaan yaitu permukaan bursal atau permukaan artikular. Tipe full-thickness rotator cuff tear biasanya terlihat hipoekoik atau anekoik dimana cairan menjadi berkurang. Di antara gambaran hipoekoik tersebut melintang garis hiperekoik yang menandakan tulang kartilago dan korteks yang biasa disebut dengan the double cortex atau cartilage interface sign. Pada situasi tersebut, menandakan adanya depresi tulang oleh lemak peribursal di ruang antara tendon membentuk sagging peribursal fat sign (gambar 2.21). Akhirnya pada robekan massive rotator cuff tear pada tendon supraspinatus, tendon akan terlepas dari sendi acromioclavicularis yang tidak dapat divisualisasikan melalui ultrasound. Iregularitas pada tuberositas major dan efusi pada sendi bahu (gambar 2.22) dimana merupakan tanda manifestasi cairan anekoik di sekitar axilla, dan perubahan panjnag caput os humerus, dapat dipertimbangkan menjadi tanda terjadinya rotator cuff tear. Sedangkan partial thickness tear memberikan manifestasi fokal, yaitu hipoekoik atau anekoik defek pada tendon namun hanya pada sebagian permukaan bursal atau artikular. Kortikal pitting dan iregularitas juga dapat ditemukan pada partial thickness tear (gambar 2.23). Van Holsbeeck melaporkan bahwa dari penemuannya, partial thickness dari subscapularis tendon tear biasa dapat timbul bersamaan dengan supraspinatus tendon tear. Dikarenakan terdapat 2 musculus yang robek maka besar kemungkinan dapat terjadi subluksasi dari caput os humerus (gambar 2.24).2.3.3 Magnetic Resonance Imaging (MRI) Rotator CuffKesan pada pencitraan MRI dapat membantu untuk memantau perkembangan apabila pembedahan merupakan kotraindikasi bagi penatalaksanaan pasien tersebut. Walaupun tidak ada kontraindikasi absolut pada pembedahan rotator cuff tear ini, namun perlu dipertimbangkan apabila pasien mempunya gangguan saraf seperti parkinson disease dan paraplegia dimana akan meningkatkan risiko terjadinya kegagalan perbaikan setelah dilakukan tindakan invasif pada pasien rotator cuff tear tersebut.Sebuah studi Perancis oleh Lambert et al menemukan nilai prediksi positif dari 3.0T MRI menjadi 100% untuk mendeteksi kelainan rotator cuff tear yang membutuhkan pembedahan. Dalam hal ini, sebuah studi prospektif dari 48 pasien dari tahun 2005 sampai 2007, ketika arthroscopy dilakukan berdasarkan temuan MRI, tidak ada perubahan dalam manajemen bedah dari yang ditentukan oleh MRI. Yoo et al menemukan bahwa variabel MRI pra operasi dapat membantu untuk memprediksi perbaikan arthroscopic pada massive rotator cuff tear. Pada MRI pra operasi dari rotator cuff air tear, penelitian tersebut menemukan bahwa indeks degenerasi lemak (FDI) lebih besar dari nilai 3 pada bagian oblique sagital dari supraspinatus dan nilai lebih besar dari 2 pada bagian oblique sagital dari infraspinatus, dengan jarak lebih dari 31 mm di oblique coronal pada robekan tersebut dan 32 mm di oblique sagital, dapat membantu untuk memprediksi perbaikan inkomplit arthroscopic pada tendon yang terlepas.MRI dapat memberikan informasi tentang seberapa besar (ukuran diameter/panjang) kerusakan yang ditimbulkan, seberapa dalam, apakah terjadi retraksi pada tendondan bentuk tear berguna sebagai pertimbangan akan tatalaksana yang akan dipilih dan untuk menetukan prognosa insidensi pasien dengan rotator cuff ini ke depannya. Standar posisi MRI yang disarankan meliputi 3 posisi yaitu: a. Axial.Untuk melihat secara keseluruhan dari os acromion hingga glenoid seperti pada gambar 2.25.

b. Oblique coronal. Untuk mendapatkan gambaran paralel dari scapula dan supraspinatus melalui tendon subscapularis anterior dan tendon infraspinatus posterior. Pada potongan ini akan di dapatkan scout image (gambar 2.26)

c. Oblique sagittal. Untuk melihat leher scapula melalui garis lateral antara tuberositas mayor (prependicular pada potongan coronal) maka dapat terlihat gambaran coil sign seperti pada gambar 2.27.Pemeriksaan yang paling sering dipilih adalah MRI konvensional dengan gambar T2 dalam potongan sagital miring, dan oblique koronal adalah teknik yang lebih banyak disukai untuk pencitraan rotator cuff tear. Sebagian pemeriksaan sering ditemukan gambaran adanya penekanan pada lemak pada gambar T2 yang menjadi salah satu dasar paling akurat untuk mendeteksi kemungkinan diagnosa rotator cuff tear. Dinilai MRI memiliki sensitivitas yang berkisar sekitar 84-100% dan spesifisitas sekitar 77-97% untuk mendeteksi full- thickness rotator cuff tear. Meskipun kebanyakan rotator cuff tear dapat dilihat pada gambar koronal miring, Patten et al melaporkan bahwa gambar sagital miring memberikan gambaran lebih baik dengan akurasi sekitar 10% dalam mendeteksi rotator cuff tear, meskipun hal ini dinilai tidak signifikan secara statistik. Para peneliti menemukan bahwa gambar sagital miring yang merupakan patokan paling utama yang dapat membantu untuk mengidentifikasi tear yang berada pada tepi anterior dari supraspinatusBagian bagian dari rotator cuff tear yang dapat dilihat melalui MRI adalah sebagai berikut :1. Dimensi full thickness tear Menurut DeOrio dan Cofield, rotator cuff tear dengan ukuran yang kecil yaitu berkisar 5 cm. Pada Full-thickness tear dideteksi lewat MRI dengan tanda tanda sebagai berikut, seperti pada gambar 2.28 :a. Dipenuhi dengan cairan, jaringan granulasi dan synoviumb. Retraksi tendonc. Scapula memisahkan musculus supraspinatus dan infraspinatus pada potongan axialSemakin besar tear yang terlihat maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan pengembalian fungsi rotator cuff seperti semula.2. Kedalaman partial thickness tearRotator partial-thickness tear (gambar 2.29) yang paling sering pada lokasi permukaan artikularis dibandingkan dengan pada permukaan bursal. Keadaan yang tidak diberikan penangan lebih lanjut dapat mengarahkan ke sakit yang persisten dan gangguan aktivitas. Semakin dalam tear yang terjadi maka semakin kau pula tendon tendon yang masih berada pada rotator cuff tersebut.Menurut derajatnya, robekan sedalam 6 mm. Normal ketebalan rotator cuff sendiri adalah sekitar 10 -12 mm. Walaupun dianjurkan untuk diberikan penanganan non-pembedahan terlebih dahulu namun bila dalam jangka waktu tertetu pasien mengalami perburukan maka dianjurkan untuk melakukan konsultasi dengan dokter bedah ortopedik untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sebagai persiapan operatif (pre-operation).3. Tear ShapeBentuk dari tear rotator cuff sangat penting dalam menetukan teknik pembedahan yang akan dilakukan. Bentuk rotator cuff dapat diklasifikasikan menjadi 3 bentuk yaitu: cresentic atau bulan sabit, bentuk U dan L (gambar 2.9).Diklasifikasikan lewat MRI menjadi dua kategori: massive crescentic tear (dimensi anteroposterior lebar) dan massive longitudinal tear (memisahkan jaringan anterior cuff dengan rotator cuff). Dilihat pula keadaan ligamen coracohumeral dan jaringan ikat pada tendon supraspinatus anterior yang intak maka dapat mempengaruhi perencanaan penatalaksaan bedah pada pasien.4. Tear RetractionRetraksi pada tendon penting untuk diperhatikan pada pencitraan melalui MRI. Dapat dikatakan sebuah tear tidak dapat diperbaiki lagi apabila dicurigai pada gambaran MRI menunjukkan adanya retraksi ujung tendon dari medial ke fossa glenoid (gambar 2.30).5. Tear extentionTendon supraspinatus dapat menjadi melebar menyesuaikan dengan strukturnya, sehingga sangat signifikan dapat mempengaruhi sendi glenohumeral dan dapat menjadi implikasi prognostik ke depannya. Pada kenyataannya, Gazielly et al, insidensi terjadinya rekuren tear setelah dilakukan perbaikan pada rotator cuff tear meningkat sehingga 7 25 persen ketika musculus supraspinatus tendon berkembang menyesuaikan bentuk dengan rotator intervalnya.Keadaan rotator cuff tear yang tidak membaik secara optimal dapat terjadi akibat hilangnya kontraksi otot yang normal, dikarenakan sudah terjadi keadaan artrhopati pada rotator cuff. Penelitian cross-sectional mengenai penilaian muskulus muskulus pada rotator cuff sangat berguna untuk informasi kekuatannya. Tidak semua rotator cuff tear dapat diperiksa dengan menggunakan MRI. MRI merupakan kontraindikasi pada pasien yang memiliki alat pacu jantung, benda asing feromagnetik (terutama di orbit), dan beberapa implan koklea. Beberapa pasien dengan clautrophobia (phobia akan ruang tertutup) akan mengalami gejala sangat pada saat akan dilakukan pemeriksaan. Namun banyak pasien pula yang masih dapat dengan MRI setelah diberikan obat sedative atau penenang yang ringan.2.3.4 Magnetic Resonance ArthrographySebagian orang memilih untuk melakukan baik secara langsung maupun tidak langsung MR arthrography untuk pencitraan rotator cuff. Keuntungan relatif dari MR arthrography langsung terhadap MRI konvensional adalah pada pemeriksaan ini dilperlukan distensi sendi dengan menggunakan kontras yang dimasukan sehingga memaksa terjadinya distensi guna mendapatkan gambaran yang lebih baik.Gambar T1, dipilih karena hasilnya lebih cepat diperoleh dan memiliki rasio signal-to-noise yang lebih diunggulkan, juga dapat digunakan sebagai pengganti gambar T2. Kelemahan MR arthrography langsung adalah tindakan pemeriksaan ini memerlukan tindakan yang sedikit invasif dengan memasukan kontras ke dalam area sendi bahu dengan cara menyuntikkan kontras ke dalam kapsul sendi glenohumeral. Selain itu, pada partial-thickness rotator cuff tear yang mengenai permukaan bursal tidak dapat dinilai dengan baik karena memberikan gambaran yang lebih opak.Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa MR arthrography langsung lebih memberikan tingkat kesensitifan hampir mencapai 100% dan lebih sangat spesifik untuk menilai full thickness rotator cuff tear dan partial thickness rotator cuff tear yang mengenai permukaan artikular. full thickness rotator cuff tear akan menunjukkan cairan kontras gadolinium akan meluas terlebih dahhulu dan mengisi defek di cuff dan kemudian mengalir ke bursa subacromial-subdeltoid. Sedangkan pada partial thickness rotator cuff tear yang mengenai permukaan artikular menunjukkan perluasan fokal cairan kontras ke dalam substansi tendon seperti pada gambar 2.31. Ketika melakukan MR arthrography langsung, penting untuk menggunakan supresi lemak untuk mengurangi intensitas sinyal dari lemak peribursal di sekitar bursa subacromial-subdeltoid; tanpa supresi lemak, Maka lemak dapat meniru agen kontras dan menyebabkan interpretasi yang salah dari rotator cuff tear.Dalam meta-analisis studi pada MRI, MR arthrography, dan ultrasonografi untuk rotator cuff tear, de Jesus et al menemukan MR arthrography menjadi lebih sensitif dan spesifik daripada MRI atau USG untuk mendiagnosis full - thickness tear dan partial - thickness tear. MRI dan USG menunjukkan hanya ada sedikit perbedaan yang signifikan dalam sensitivitas atau spesifisitas untuk mendiagnosis full - thickness tear dan partial - thickness tear. MR arthrography tidak langsung hanya memerlukan intravena (IV) injeksi, tapi modalitas ini memiliki kelemahan yaitu tidak terjadi distensi sendi. Seperti dalam MR arthrography langsung, waktu pemindaian singkat pada gambar T1 dapat digunakan sebagai pengganti gambar T2. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa dibandingkan dengan MRI konvensional rotator cuff tear, maka rotator cuff tear memberikan gambaran lebih baik pada pemeriksaan MR arthrography tidak langsung dan dengan saran dilakukan korelasi dengan klinis pasien. Satu studi melaporkan bahwa 2 ahli radiologi meningkatkan akurasi mereka untuk mendeteksi rotator cuff tear dari 67% dan 62% dengan MRI konvensional menjadi 92% dan 96%, masing-masing, dengan MR arthrography secara tidak langsung setelah diberikan supresi lemak untuk meningkatkan akurasi.Meskipun pada studi ini, MR arthrography belum secara luas diterima untuk mengevaluasi rotator cuff tear seperti yang telah untuk pencitraan labrum glenoid. MR arthrography secara langsung dapat memberikan gambaran radiologi pada posterior partial thickness rotator cuff tear pada permukaan yang diamati pada atlet pelempar jauh, terutama jika bahu diperiksa dengan posisi rotasi ekstenal maksimal. Kelemahan MR arthrography adalah sedikit invasif, dan karena penggunaan bebas dari gadolinium saat ini tidak disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk injeksi intra-artikular, maka diperlukan persetujuan pasien setelah diinformasikan secara tertulis. Pencitraan juga biasanya diperlukan untuk penyuntikan kontras pada posisi yang benar dalam arthrogram ke dalam kapsul sendi. Fluoroskopi adalah metode yang paling umum dari bimbingan pencitraan, tetapi penempatan jarum juga dapat dilakukan dengan CT scan, USG oleh, atau dalam scanner MRI. Arthrography konvensional juga agak invasif dan memiliki keterbatasan pada pelaksanaan teknik tomografi ini.Selain ketiga pemeriksaan di atas, dapat dilakukan arthrography konvensional yaitu teknik tradisional untuk mendeteksi rotator cuff tear. Namun, arthrography sendiri tidak dapat menunjukkan permukaan bursal, partial thickness rotator cff tear, dan mungkin sulit untuk menentukan ukuran tear dengan menggunakan modalitas ini. Dengan perbaikan dalam computed tomography (CT) scanner, pada posisi oblique gambar CT arthrogram koronal dapat memberikan gambar yang sangat baik dari rotator cuff pada pasien yang tidak dapat menjalani MRI.