risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di ... · pertanian merupakan sektor yang...
TRANSCRIPT
i
RISIKO HARGA CABAI MERAH KERITING DAN CABAI MERAH BESAR
DI INDONESIA
SKRIPSI
RATNA MEGA SARI H34050720
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
ii
RINGKASAN
RATNA MEGA SARI. Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI)
Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Sektor pertanian menempati urutan ke tiga dari sembilan sektor perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 13,83 persen dari total PDB 2007. Kendati hanya berada pada urutan ke empat namun laju pertumbuhan PDB sektor ini mampu mengungguli sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 26,32 persen. Salah satu komponen yang menjadi penyumbang PDB pertanian adalah subsektor hortikultura. Subsektor ini berkontribusi sebesar 21,17 persen terhadap total PDB pertanian dengan kecenderungan yang terus meningkat dari tahun-tahun. Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki harga yang sangat berfluktuasi. Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh petani. Sewaktu–waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga dapat turun dengan drastis. Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada pada harga Rp 2800 per kilogram sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis risiko harga cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia dan alternatif strategi yang efektif terkait dengan adanya risiko harga komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting di Indonesia.
Jumlah data yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 1147 data yang merupakan data harga harian cabai merah pada periode Januari 2006 hingga Februari 2009 di Pasar Induk Kramat Jati. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan untuk menganalisis risiko harga cabai merah dengan menggunakan model ARCH GARCH dan perhitungan VaR (Value at Risk). Analisis kualitatif dilakukan melalui wawancara, diskusi dan observasi. Hasil analisis risiko terhadap cabai merah keriting dan cabai merah besar menunjukkan bahwa fluktuasi harga tidak terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran di pasar. Harga cabai merah biasanya naik pada akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru. Harga rendah terjadi pada bulan-bulan Mei hingga Agustus dimana pada saat tersebut biasanya terjadi oversupply karena panen serentak yang terjadi pada lahan pertanian cabai Indonesia.
Berdasarkan Analisis ARCH GARCH diketahui bahwa model yang terbaik untuk meramalkan harga cabai merah keriting adalah ARCH (1) dan GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari sebelumnya. Model terbaik yang dapat digunakan untuk meramalkan risiko harga cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan
iii
harga cabai merah besar dipengaruhi oleh volatilitas dan varian satu hari sebelumnya. Berdasarkan perhitungan VaR (Value at Risk) diperoleh bahwa tingkat risiko yang diperoleh oleh petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar 14,68 persen sedangkan untuk cabai merah besar adalah sebesar 4,85 persen. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar menunjukkan bahwa untuk setiap rupiah yang diterima maka risiko harga yang cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Jika penerimaan petani cabai merah pada lahan seluas satu hektar adalah sebesar Rp 91.800.000,00 maka dalam periode penjualan satu hari tingkat risiko yang diterima petani untuk komoditi cabai merah keriting adalah sebesar Rp 13.476.240,00 dan cabai merah besar adalah sebesar Rp 4.452.300,00. Tingkat risiko cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar dengan pasokan yang lebih berfluktuasi. Upaya mengatasi risiko harga dapat berjalan dengan efektif bila adanya kerjasama antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya seperti petani, pedagang dan pemerintah. Usaha mengatasi risiko harga dari sisi petani dilakukan melalui perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari penanaman cabai besar pada satu hamparan (diversifikasi tanaman), rotasi tanaman, pembuatan produk olahan cabai dan sistem kontrak. Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai dari produsen (petani) ke konsumen. Strategi pengurangan risiko yang dilakukan oleh pedagang yaitu penjualan cabai pada industri makanan dan pengeringan cabai. Upaya pengurangan risiko harga akan berjalan dengan lebih baik melalui dukungan dari pemerintah. Upaya pengurangan risiko harga oleh pemerintah dilakukan melalui pembentukan atau pengaktifan koperasi dan kelompok tani, pengaturan pola produksi serta penyuluhan dan pembinaan yang intensif terkait dengan budidaya dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi untuk mengurangi risiko harga.
Upaya meminimalisir adanya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar sebaiknya dilakukan secara terintegrasi antara petani, pedagang pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Semua komponen yang terkait harus dapat bekerja sama untuk mengatasi risiko harga agar dapat lebih efektif. Kerjasama yang dilakukan antara berbagai pihak tersebut hendaknya diiringi dengan konsistensi dan komitmen yang kuat untuk agar dalam upaya mencapai hasil yang diharapkan dapat lebih efisien. Penelitian mengenai cabai terutama terkait dengan upaya budidaya agar dapat ditanam di berbagai musim serta meminimalkan risiko produksi perlu terus dikembangkan. Hal ini juga berhubungan dengan usaha untuk menyukseskan kebijakan pengaturan pola produksi cabai besar untuk mengurangi risiko harga. Selain itu peran Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia yang baru terbentuk pada tanggal 22 November 2008 diharapkan dapat lebih optimal dalam menghadapi risiko harga cabai merah yang cukup tinggi tersebut.
iv
RISIKO HARGA CABAI MERAH KERITING DAN CABAI MERAH BESAR
DI INDONESIA
RATNA MEGA SARI H34050720
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2009
v
Judul : Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia
Nama : Ratna Mega Sari
NIM : H34050720
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi. NIP. 19640921 199003 2 001
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS. NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
vi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ” Risiko Harga
Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar di Indonesia” adalah karya sendiri
dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2009
Ratna Mega Sari H34050720
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kota Madya Dumai Propinsi Riau pada tanggal 16
Agustus 1987 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Yarmi
Tanjung dan Ibu Nofriyetti.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 011 Dumai Kota dan SD
Negeri 002 Pangkalan Sesai tahun 1993. Kemudian melanjutkan ke Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Negeri 4 Dumai pada tahun 2002. Selanjutnya
penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Dumai dan
lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis di terima sebagai
mahasiswa Departemen Agribisnis IPB melalui jalur BUD (Beasiswa Unggul
Daerah) Pemerintah Daerah Kota Madya Dumai.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi seperti IKPMR, UKM FORCES, DKM Alhurriyah, dan HIPMA IPB.
Penulis juga pernah aktif sebagai asisten mata kuliah ekonomi umum dan
Pendidikan Agama Islam serta menjadi tentor pada bimbingan belajar Nurul Fikri
cabang Bogor. Penulis juga sempat berpartisipasi pada beberapa kompetisi karya
tulis tingkat nasional serta pernah meraih Juara I dalam Kompetisi Karya Tulis
Mahasiswa bidang IPS antar universitas wilayah B di Pontianak dan Juara III
Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa pada PIMNAS 2008 di Semarang. Selain itu
penulis juga pernah mengikuti program IELSP Schoolarship di Ohio University
USA selama dua bulan.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang berkat rahman dan rahimnya
penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Risiko Harga
Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar Di Indonesia”. Penyusunan skripsi
ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya permasalahan fluktuasi
harga yang dialami oleh petani cabai merah. Adanya ketidakpastian harga
tentunya akan berdampak pada ketidakpastian penerimaan. Oleh karena itu
diperlukan suatu penelitian yang dapat menganalisis risiko yang dihadapi oleh
petani dan merumuskan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan
tersebut.
Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam
penyusunan skripsi ini, namun penulis menyadari bahwa skripsi masih jauh dari
sempurna sehinggan saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan di kemudian hari. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Agustus 2009
Ratna Mega Sari
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan syukur yang tidak
terhingga kepada Allah SWT dan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Anna Fariyanti, M.Si sebagai dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, motivasi, saran dan perhatian yang sangat berarti
bagi penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai.
2. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji utama dalam sidang skripsi
yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi
ini.
3. Dra. Yusalina, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah
memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan dalam penyusunan
skripsi ini.
4. Mama dan papa tercinta serta adik-adik (Aam, Ayu, Dian dan Uci) yang
selalu mendoakan, memberikan motivasi dan kasih sayang pada penulis.
5. Ir. Lukman M Baga, Ma.Ec sebagai dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama mengikuti masa perkuliahan di departemen
agribisnis.
6. Bapak Khaerul dan Bapak Suminto serta seluruh staf kantor Pasar Induk
Kramat Jati yang telah membantu penulis selama pengumpulan data dan
memberikan informasi yang sangat berguna dalam penelitian ini.
7. Bapak Drs. Raskim Dwi Putra, SMHk dan Bapak-Bapak Kelompok Tani
Sumur Lonjong Desa Lelea Kabupaten Indramayu serta Cicin Yulianti yang
sangat membantu penulis pada saat pengambilan data di Indramayu.
8. Seluruh staf sekretariat Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis.
9. Novi Herviyani atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar hasil
skripsi yang telah memberikan masukan yang berarti dalam penyempurnaan
penyusunan skripsi ini.
10. Mba dan saudara-saudaraku dalam lingkaran hikmah yang penuh dengan cinta
dan canda tawa. Mba Yusni, Kak Fajar, Mba Rina dan Ojak yang senantiasa
penulis repotkan untuk konsultasi pengolahan data skripsi.
x
11. Saudara-saudaraku se-FEM, I can’t find words to describe how special you
are. I love you because of Allah deeply.
12. Afifah Crew, terima kasih atas semua suka dan duka yang kita bagi bersama.
13. Teman-teman AGB 42 dan adik-adik AGB 43 yang telah mengajari banyak
hal tentang arti persahabatan. Kalian semua adalah orang-orang luar biasa
yang memberi warna dan goresan dalam lukisan sejarah hidupku.
14. Bapak dan Ibu staf pengajar bimbingan belajar Nurul Fikri, terimakasih atas
dorongan, motivasi dan pengertiannya selama penyusunan skripsi ini.
15. The Roller Coaster, sebuah selipan kisah tak terlupakan di negeri asing pada
masa-masa penulisan tugas akhir. We are friends forever
16. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih untuk
segalanya
Semoga tali persahabatan dan persaudaraan kita tetap terjalin dan hanya
Allah SWT yang dapat membalas segala amal kebaikan yang telah diberikan,
Amin.
Bogor, Agustus 2009
Ratna Mega Sari
xi
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xv
I. PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ............................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 7 1.4. Kegunaan Penelitian ............................................................... 8 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 9
2.1. Deskripsi Tanaman Cabai ........................................................ 9 2.2. Jenis-Jenis Cabai Komersial .................................................... 10 2.6. Penelitian Terdahulu ............................................................... 14
2.6.1. Studi Terdahulu Mengenai Risiko ................................. 14 2.6.2. Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar ........................ 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 18
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................... 18 3.1.1. Konsep Risiko ............................................................... 18 3.1.2. Risiko Pertanian ............................................................ 21 3.1.3. Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang .... 24 3.1.4. Pemodelan Volatilitas Time Series ............................... 30 3.1.5 ARCH Error .................................................................. 31 3.1.6 Model ARCH-GARCH ................................................. 32 3.1.7 Value at Risk (VaR) ...................................................... 34
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 34 IV. METODE PENELITIAN .............................................................. 37
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 37 4.2. Data dan Sumber Data ............................................................. 37 4.3. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 37 4.4. Pengolahan dan Analisis Data ................................................. 38 4.5. Peramalan Tingkat Risiko ....................................................... 38
4.5.1. Analisis ARCH-GARCH .............................................. 38 4.5.2. Perhitungan VaR (Value at Risk) .................................. 41
4.6. Definisi Operasional ................................................................ 41
xii
V. GAMBARAN UMUM CABAI BESAR DI INDONESIA ............ 43
5.1. Sejarah Penyebaran Cabai Besar di Indonesia .......................... 43 5.2. Gambaran Daerah Sentra dan Petani Cabai Besar di Indonesia 44 5.3. Pemasaran Cabai Besar di Indonesia ....................................... 45 5.4. Pasar Induk Kramat Jati .......................................................... 46
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 52
6.1. Risiko Harga Cabai Besar ....................................................... 52 6.2. Alternatif Strategi Mengurangi Risiko Harga Cabai Besar di Indonesia ............................................................................. 64 6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani ............. 64 6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang ....... 68
6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pemerintah ..... 69 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 72
7.1. Kesimpulan .............................................................................. 72 7.2. Saran ........................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 74
LAMPIRAN ............................................................................................ 76
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Nilai Kontribusi Kelompok Komoditas Terhadap Total PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode 2003-2006 .............................................................................. 2
2. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 ............................................................................... 2
3. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%) ........................................................... 4
4. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia Tahun 2003-2006 ................................................................... 5
5. Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional .......................................................................... 11
6. Analisis Ekonomi Agribisnis Cabai Secara Umum ................. 12
7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian ................. 17
8. Daerah Sentra Penanaman Cabai Besar di Indonesia ............. 44
9. Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 ......................... 48
10. Komoditi Buah-Buahan yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 ................ 49
11. Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar .................... 54
12. Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar ............... 55
13. Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar ..... 58
14. Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar ......................... 59
15. Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar ....... 59
16. Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani .................................................................................... 60
xiv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Plot Harga Cabai Besar Bulan Januari 2006-Februari 2009 .... 6
2. Hubungan Antara Variance dan Expected Return .................. 19
3. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap .............................................................................. 20
4. Pergeseran Kurva Permintaan ............................................... 27
5. Pergeseran Kurva Penawaran ................................................ 29
6. Kerangka Pemikiran Operasional .......................................... 36
7. Alur Keluar Masuk cabai Besar di Pasar Induk Kramat jati ... 51
8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 ................................................... 53
9. Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari 2006-Februari 2009 ................................................... 54
10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting ................................... 56
11. Kurtosis Model Cabai Merah Besar ....................................... 57
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha .............................. 77
2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (persen) ................. 78
3. Deskripsi Komponen Biaya Produksi Cabai Besar Menurut Topan (2008) ........................................................................ 79
4. Jenis-Jenis ARCH GARCH ................................................... 81
5. Model Regresi Cabai Merah Keriting .................................... 83
6. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Keriting ................................................................................. 83
7. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting ............ 84
8. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting.............................................................. 84
9. Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting .............. 85
10. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting.............................................................. 86
11. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting .............. 87
12. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting.............................................................. 88
13. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting .............. 89
14. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting.............................................................. 90
15. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting .............. 91
16. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting.............................................................. 91
17. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting .............. 92
18. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting.............................................................. 93
19. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting .............. 94
20. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting.............................................................. 95
21. Model Regresi Cabai Merah Besar .......................................... 96
22. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Besar .. 96
23. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Besar .................. 97
xvi
24. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Besar .................................................................. 98
25. Model ARCH (1) GARCH (1) ................................................ 99
26. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Besar .................................................................. 100
27. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar .................. 101
28. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar .................................................................. 102
29. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar .................. 103
30. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar .................................................................. 104
31. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar .................. 105
32. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar .................................................................. 106
33. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar .................. 107
34. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar .................................................................. 108
35. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar .................. 109
36. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar .................................................................. 110
1
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian
nasional. Lebih dari 40 persen masyarakat Indonesia menggantungkan hidupnya
pada sektor ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
pertanian adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total
PDB nasional. Sektor pertanian menempati urutan ke tiga dari sembilan sektor
perekonomian nasional dengan kontribusi sebesar 13,83 persen dari total PDB
2007. Kendati hanya berada pada urutan ke tiga namun laju pertumbuhan PDB
sektor ini mampu mengungguli sektor-sektor lainnya yaitu sebesar 26,32 persen
(BPS 2008). Persentase distribusi dan laju pertumbuhan produk domestik bruto
pertanian menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) pada tahun 2004 PDB
nasional horikultura adalah sebesar Rp 56,84 triliun, tahun 2005 meningkat
sebesar 61,79 triliun dan pada tahun 2006 diperkirakan meningkat sebesar 65,88
triliun dengan rata-rata peningkatan sebesar 7,50 persen. Peningkatan ini terjadi
karena adanya peningkatan produksi dan luas panen disamping nilai ekonomi
produk hortikultura yang cukup tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Sejauh
ini di dalam sektor pertanian, PDB hortikultura menempati urutan ke dua setelah
subsektor tanaman pangan. Kontribusi hortikultura adalah sebesar 21,17 persen
terhadap total PDB pertanian diatas peternakan dan perkebunan, sementara
subsektor tanaman pangan memberikan kontribusi sebesar 40,75 persen.
Subsektor hortikultura terdiri dari berbagai jenis kelompok komoditas
yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Secara umum jika
ditinjau dari sisi kontribusi terhadap total PDB hortikultura, maka buah-buahan
merupakan kelompok komoditas yang memiliki kontribusi terbesar diikuti dengan
kelompok sayur-sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Persentase kontribusi
PDB kelompok komoditas hortikultura dari tahun 2003-2006 dapat dilihat pada
Tabel 1.
2
Tabel 1. Nilai Kontribusi Kelompok Komoditas Terhadap Total PDB Hortikultura Berdasarkan Harga Konstan Periode 2003 – 2006 (%)
2003 2004 2005 2006
1 Buah-buahan 52.40 54.12 50.82 52.45
2 Sayuran 38.18 36.50 37.10 37.26
3 Biofarmaka 10.48 12.71 4.54 2.29
4 Tanaman Hias 8.35 8.11 7.54 8.00
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)
Jika ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja, maka subsektor hortikultura
ternyata juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar dengan
kecenderungan yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Sayuran memiliki
kontribusi penyerapan tenaga kerja yang paling besar, jauh di atas kelompok
komoditas lainnya. Kontribusi penyerapan tenaga kerja mampu menembus angka
50 persen diikuti dengan kelompok komoditas lainnya yaitu buah-buahan,
tanaman hias dan biofarmaka. Persentase penyerapan tenaga kerja masing-masing
kelompok komoditas hortikultura dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penyerapan Tenaga Kerja Subsektor Hortikultura Tahun 2003-2006 (%)
2003 2004 2005 2006
1 Buah-buahan 19.99 19.95 20.92 19.57
2 Sayuran 79.46 79.43 78.30 79.58
3 Tanaman Hias 0.05 0.06 0.05 0.02
4 Biofarmaka 0.51 0.56 0.72 0.83
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)
Selain sebagai kontributor PDB pertanian yang penting, hortikultura juga
merupakan salah satu produk pertanian yang berperan dalam pemenuhan
kebutuhan pangan masyarakat. Hal ini terkait dengan fungsinya sebagai sumber
gizi berupa vitamin dan mineral. Aneka ragam vitamin dan mineral tersebut
diperoleh dari berbagai macam produk hortikultura yang terdiri dari buah-buahan
dan sayur-sayuran.
3
Cabai adalah produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga
kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai
tersebut, cabai besar merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam
masyarakat. Cabai besar terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting.
Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai
merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas
dibandingkan dengan cabai merah besar.
Cabai besar merupakan salah satu produk hortikultura yang menarik.
Investor menilai cabai merah sebagai produk yang memiliki harga paling tinggi
dan genjah sehingga modal dapat dengan cepat kembali, sedangkan bagi
konsumen cabai merah memiliki peran yang cukup penting sebagai bahan
rempah, penghias makanan, bahan pewarna, aroma dan pemberi rasa pedas. Selain
itu, cabai juga mengandung beberapa zat gizi seperti vitamin A, B, C dan beta
karoten.
Cabai besar memiliki luas panen yang paling tinggi diantara jenis komoditi
sayuran lainnya. Kendati luas panen cabai besar mengalami penurunan dari tahun
ke tahun sejak tahun 2003 sampai 2007 namun luas panennya tetap berada di atas
angka 100.000 ha setiap tahunnya. Komoditi ini merupakan satu-satunya jenis
sayuran yang luas areal panennya mampu menembus angka 100.000 ha dari tahun
ke tahun dengan persentase 10 sampai 13 persen diantara komoditi sayuran
lainnya. Jumlah luas panen ini kemudian diikuti oleh komoditi sayuran seperti
cabai rawit dan bawang merah pada tahun 2007. Luas panen cabai rawit berkisar
antara 6 sampai 10 persen sedangkan luas panen bawang merah berada pada
kisaran 9 sampai 10 persen. Secara lengkap persentase luas panen beberapa jenis
tanaman sayuran di Indonesia ditunjukkan oleh Tabel 3.
4
Tabel 3. Luas Panen Tanaman Sayuran di Indonesia Periode 2003-2007 (%)
2003 2004 2005 2006 2007 1 Bawang Merah 9.64 9.07 8.85 8.85 9.35 2 Bawang Putih 0.69 0.50 0.35 0.31 0.27 3 bawang Daun 4.21 4.68 4.81 5.09 4.74 4 Kentang 7.22 6.69 6.52 5.93 6.23 5 Lobak 0.18 0.25 0.35 0.36 0.32 6 Kol/Kubis 7.06 6.96 6.11 5.73 6.06 7 Petsai/Sawi 4.78 5.80 5.48 5.69 5.49 8 Wortel 2.35 2.47 2.61 2.29 2.37 9 kacang Merah 3.51 3.43 3.66 3.25 2.49 10 Kembang Kol 0.57 0.71 0.93 0.99 0.93 11 Cabai Besar 12.62 11.27 10.96 11.22 10.72 12 Cabai Rawit 6.68 8.64 8.86 9.10 9.65 13 Tomat 5.24 5.39 5.42 5.31 5.14 14 Terung 4.86 4.63 4.80 4.89 4.75 15 Buncis 3.57 3.36 3.41 3.45 3.13 16 Ketimun 5.71 5.15 5.62 5.82 5.65 17 Labu Siam 0.97 1.04 1.01 1.24 1.10 18 Kangkung 3.42 3.86 3.83 4.41 4.69 19 Bayam 3.61 3.52 3.91 4.25 4.37 20 Kacang Panjang 9.14 8.72 8.98 8.41 8.53 21 Jamur 0.03 0.03 0.03 0.03 0.04 22 Melinjo 1.91 1.84 1.72 1.45 1.42 23 Petai 2.03 1.98 1.78 1.94 2.55 Total Sayuran 100 100 100 100 100
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2008)
Kebutuhan cabai perkapita Indonesia sangat fluktuatif dari tahun ke tahun.
Jumlah konsumsi cabai tersebut akan terus mengalami peningkatan seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya. Jika kebutuhan
perkapita cabai merah Indonesia adalah 1,38 kg dengan jumlah penduduk tahun
2008 sekitar 220 juta orang maka kebutuhan cabai merah Indonesia adalah
303.600.000 Kg per tahun. Tabel 4 menunjukkan perubahan kebutuhan perkapita
beberapa jenis cabai di Indonesia.
5
Tabel 4. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis Cabai di Indonesia Tahun 2003-2006
No Komoditi 2003 2004 2005 2006
1 Cabai besar 1.35 1.36 1.51 1.38
2 Cabai rawit 1.20 1.14 1.16 1.16
3 Cabai hijau 0.23 0.24 0.24 0.23
Sumber : Departemen Pertanian (2008)
Berdasarkan data yang diperoleh dari Departemen Pertanian (2008)
volume ekspor cabaipun terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2003 jumlah cabai yang diekspor adalah sebanyak 1,110,553 kg. Kuantitas
ini terus mengalami peningkatan pada tahun 2004 dimana volume ekspor menjadi
1,879,374 kg. Peningkatan yang cukup drastis terjadi pada tahun 2005 yaitu
sebesar 5,617,739 kg. Sedangkan pada tahun 2006 volume ekspor kembali
meningkat menjadi 8,004,450 kg.
Cabai merupakan komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan
fenomenal sehingga dijuluki sebagai emas merah. Berdasarkan data yang
diuraikan tersebut maka sebenarnya cabai merah merupakan komoditi yang sangat
potensial untuk dibudidayakan. Kendati demikian petani cabai merah tidak
selamanya mengalami keuntungan. Ada waktu dimana petani sering mengalami
kerugian yang sangat besar. Hal ini terkait dengan risiko yang dihadapi oleh
petani terutama dari sisi harga. Harga cabai merah sangat fluktuatif. Hal ini tidak
terlepas dari adanya pengaruh permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar.
Oleh karena itu, penelitian mengenai risiko harga dan perumusan strategi terkait
dengan adanya risiko harga tersebut perlu dilakukan untuk membantu petani serta
pihak lain yang menghadapi risiko harga seperti pedagang.
Pasar Induk Kramat Jati adalah fasilitas pusat perdagangan besar sayur-
mayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat menyeluruh dengan fasilitas
terlengkap. Umumnya petani di daerah Jawa dan Sumatera menjual hasil
pertaniannya ke pasar ini yang kemudian didistribusikan kembali ke berbagai
tempat. Oleh karena itu, Departemen Pertanian menjadikan harga komoditi
6
sayuran dan buah-buahan yang ada di tempat ini sebagai salah satu referensi untuk
melihat harga komoditi secara nasional termasuk komoditi cabai besar. Dengan
demikian, penentuan model risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah
besar dilakukan berdasarkan data fluktuasi harga yang diperoleh dari Pasar Induk
Kramat Jati.
1.2 Perumusan Masalah
Adanya fluktuasi harga ini merupakan suatu risiko yang dihadapi oleh
petani. Sewaktu – waktu harga sangat tinggi namun tidak berselang lama harga
dapat turun dengan drastis. Fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah
besar dari bulan januari 2006 sampai dengan bulan Februari 2009 dapat dilihat
pada Gambar 1
Hari
Har
ga c
abai
bes
ar p
er k
ilogr
am
10359208056905754603452301151
25000
20000
15000
10000
5000
0
Variab leC abai Merah KeritingC abai Merah Besar
Gambar 1. Plot Harga Cabai Besar Bulan Januari 2006 – Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Kesenjangan harga tertinggi dan terendah pada komoditi cabai merah
cukup besar. Sepanjang tahun 2006-2008 cabai merah keriting terendah berada
pada harga Rp 2800 per kilogram, sedangkan harga tertinggi adalah Rp 26000 per
7
kilogram. Sementara itu untuk cabai merah besar harga terendah berada pada titik
Rp 3000 dan harga tertinggi Rp 25000.
Cabai besar merupakan produk hortikultura yang memiliki karakteristik
perishable (mudah rusak). Oleh karena itu, komoditi ini tidak dapat disimpan
dalam waktu yang relatif lama. Cabai besar yang sudah dipanen harus sesegera
mungkin sampai ke tangan konsumen agar langsung diolah sesuai dengan
kebutuhan. Cabai besar juga sangat rentan terhadap perubahan cuaca dan hama
penyakit yang berakibat pada ketidakpastian hasil produksi. Selain itu disisi lain
permintaan cabai juga bergantung pada waktu-waktu tertentu seperti hari-hari
besar keagamaan seperti lebaran, natal dan tahun baru, pendapatan serta daya beli
masyarakat. Hal inilah yang pada umumnya menjadi faktor-faktor penentu
fluktuasi harga cabai besar di Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di
Indonesia?
2. Bagaimana alternatif strategi dalam mengurangi risiko harga cabai merah
keriting dan cabai merah besar di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian
adalah:
1. Menganalisis risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar di
Indonesia
2. Menganalisis alternatif strategi terkait dengan adanya risiko harga komoditi
cabai merah keriting dan cabai merah besar di Indonesia
8
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Petani dan pedagang, sebagai bahan masukan dalam memperoleh hasil atau
profit yang optimal
2. Penulis, sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dalam
mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh serta melatih kemampuan
analisis dalam pemecahan masalah
3. Pembaca, agar dapat mengembangkan dan mengaplikasikan hasil penelitian
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis risiko harga cabai merah besar dan cabai merah
keriting sebagai komoditi hortikultura nasional yang penting. Analisis risiko
dilakukan melalui pengamatan terhadap fluktuasi harga masing-masing komoditi
dengan menggunakan model ARCH dan GARCH dan perhitungan nilai VAR
(Value at Risk). Analisis risiko yang dilakukan akan dilanjutkan pada analisis
terhadap strategi pengurangan risiko yang dapat dilakukan melalui pendekatan
deskriptif kualitatif. Analisis risiko dilakukan berdasarkan pada fluktuasi harga
dan pasokan cabai merah keriting dan cabai merah besar di Pasar Induk Kramat
Jati yang ditinjau dari data harga dan pasokan harian kedua komoditi tersebut
selama bulan Januari 2006 sampai dengan Februari 2009. Data harga yang
diperlukan tersebut diperoleh dari kantor Pasar Induk Kramat Jati .
9
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Tanaman Cabai
Menurut Topan (2008) cabai merupakan komoditi hortikultura yang
termasuk dalam tanaman terna tahunan. Tanaman ini tumbuh tegak dengan batang
berkayu, bercabang banyak, ukuran tinggi mencapai 120 cm dan lebar tajuk
tanaman hingga 90 cm. Cabai memiliki akar tunggang yang terdiri atas akar
utama dan akar lateral yang mengeluarkan serabut dan mampu menenbus ke
dalam tanah hingga 50 cm dan melebar sampai 45 cm.
Terdapat berbagai macam jenis cabai dengan ciri-ciri yang berbeda antara
satu dengan yang lainnya. Diantara jenis cabai tersebut adalah cabai besar, cabai
keriting, cabai hijau, cabai rawit, cabai paprika dan cabai hias. Masing-masing
cabai memiliki tingkat kepedasan yang berbeda-beda. Dalam perdagangan
internasional, cabai dibedakan menjadi tiga kelompok. Pengelompokan tersebut
dilakukan berdasarkan tingkat kepedasan yang dimilikinya, yaitu :
1. Cabai yang sangat pedas
2. Cabai dengan kepedasan pertengahan
3. Cabai dengan tingkat kepedasan kurang
4. Cabai tidak pedas
Kelompok cabai yang sangat pedas diklasifikasikan kembali dalam dua
kelompok yaitu kelompok cabai yang sangat pedas yang digunakan sebagai
ekstraksi oleoresin cabai dan cabai dengan tingkat kepedasan pertengahan. Secara
botanis, cabai yang sangat pedas memiliki ukuran kecil. Beberapa spesies yang
tergolong ke dalam kelompok cabai sangat pedas ini adalah Capsicum frutescens,
Capsicum baccatum, Capsicum chinense, dan Capsicum annum var.
Glabiriusculum.
Kelompok kedua yang merupakan cabai dengan tingkat kepedasan
pertengahan sampai kurang pedas merupakan jenis cabai yang memiliki tingkat
kepedasan yang kurang dibandingkan dengan cabai jenis pertama. Cabai jenis ini
biasanya berukuran lebih besar dan digunakan sebagai cabai bubuk yang memberi
10
rasa pedas dan warna pada makanan. Spesies cabai yang umumnya masuk ke
dalam kelompok ini adalah Capsicum annum.
Kelompok paprika adalah jenis cabai banyak digunakan sebagai bahan
pewarna dan penambah cita rasa makanan. Paprika berukuran besar, berukuran
besar, berbentuk lonjong atau bulat dan daging buahnya relatif tebal. Pada
umumnya paprika termasuk ke dalam spesies Capsicum annum.
2.2 Jenis-Jenis Cabai Komersial
Menurut Suyanti (2007) secara umum cabai digolongkan menjadi tiga
kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Cabai kecil dan cabai
besar merupakan jenis cabai yang biasanya diperdagangkan di pasar tradisional.
Umumnya cabai kecil dikenal dengan istilah cabai rawit sedangkan cabai besar
dikenal dengan istilah cabai merah.
1. Cabai besar
Cabai besar (Capsicum annum L) dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki
permukaan yang halus dan rasa yang kurang pedas sedangkan cabai merah
keriting, permukaan kulit buahnya tidak halus, lebih kecil dan rasanya lebih
pedas. Cabai besar memiliki panjang antara 6-10 cm dengan diameter 0,7-1,2 cm
2. Cabai kecil atau cabai rawit
Cabai kecil (Capsicum frustescens) atau yang lebih dikenal dengan cabai
rawit memiliki rasa yang sangat pedas. Cabai rawit memiliki warna kulit buah
yang bervariasi
Berdasarkan tingkat kepedasannya cabai dikelompokkan ke dalam empat
golongan berdasarkan aturan pasar internasional. Cabai berdasarkan tingkat
kepedasannya dibagi menjadi cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas,
kepedasan pertengahan, kepedasan pertengahan, kepedasan kurang dan tidak
pedas. Masing-masing kelompok cabai memiliki bentuk fisik serta kegunaan yang
berbeda-beda. Tabel 5 menunjukkan pengelompokan cabai berdasarkan tingkat
kepedasan, kandungan kapsaisin, warna serta kegunaannya.
11
Tabel 5. Pengelompokan Kepedasan Cabai dalam Perdagangan Internasional
No Kelompok Kepedasan Kandungan Kapsaisin
Warna Kegunaan
1 Cabai dengan tingkat kepedasan sangat pedas
70.000 – 175.000 40 - 100 merah Ekstrak oleoresin
2 Cabai dengan tingkat kepedasan pertengahan
30.000 – 70.000 20-40 merah Bahan campuran rempah-rempah
3 Cabai dengan tingkat kepedasan kurang
0 – 30.000 0 - 20 merah Serbuk cabai
4 Cabai tidak pedas - - Merah tua
Bahan pewarna dan bumbu
Sumber : Abdjad.A.N et al dalam Suyanti (2005)
Setiap petani memiliki perhitungan agribisnis cabai yang berbeda-beda
tergantung pada seberapa besar intensitas perawatan. Budidaya cabai dengan
intensitas perawatan yang tinggi tentunya akan mengakibatkan lebih besarnya
biaya produksi dibandingkan dengan budidaya cabai secara sederhana. Hal ini
tentunya juga akan sejalan dengan hasil yang akan diperoleh. Budidaya cabai
dengan intensitas perawatan yang lebih tinggi akan menghasilkan produksi yang
lebih besar dan berkualitas.
Topan (2008) melakukan perhitungan agribisnis cabai secara umum
dengan menggunakan beberapa asumsi tertentu. Asumsi tersebut terdiri dari
aspek-aspek seperti periode produksi, status lahan, populasi tanaman, jenis cabai,
jumlah produksi, produktivitas, harga jual dan perhitungan bunga bank. Berikut
merupakan beberapa asumsi yang digunakan dalam melakukan perhitungan
agribisnis cabai:
1. Analisis usaha dihitung selama enam bulan (satu kali periode produksi)
2. Lahan penanaman adalah lahan sewa selama enam bulan dengan luas satu
hektar
3. Populasi tanaman 17.000 pohon/ha
4. Jenis cabai yang ditanam adalah cabai hibrida TM 999
12
5. Buah cabai hibrida dapat menghasilkan antara 0,8 sampai 1,2 kilogram.
Jika diambil rata-rata, tiap pohon menghasilkan 1 kg cabai. Dari populasi
seluas satu hektare dihasilkan 17.000 kg cabai
6. Produktivitas cabai 90 persen dengan tingkat kegagalan 10 persen
sehingga diperoleh total hasil sebanyak 15.300 kg
7. Harga jual cabai Rp 6000/kg
8. Biaya produksi ditambah berupa bunga bank sebesar 15 persen
Total keuntungan dihitung melalui pengurangan total pendapatan dengan
total biaya yang terdiri dari total biaya produksi dan biaya tidak terduga.
Komponen biaya produksi yang digunakan dikelompokkan menjadi biaya
penyiapan lahan, biaya pembibitan dan penanaman, serta biaya pemeliharaan
tanaman dan panen. Tabel 6 menunjukkan perhitungan keuntungan yang terdiri
dari komponen-komponen tersebut. Deskripsi yang lebih jelas mengenai
perhitungan pendapatan yang terdiri dari uraian terperinci biaya produksi dan
pendapatan cabai besar dapat dilihat pada Lampiran 3
Tabel 6. Analisis Ekonomi Agribisnis Cabai Secara Umum
Uraian Nilai (Rp)
Biaya Produksi a. Total Penyiapan lahan b. Total biaya pembibitan dan penanaman c. Total biaya pemeliharaan dan panen
16.585.000
2.367.500 17.598.000
Total biaya produksi (a+b+c) 36.550.500
Biaya tak terduga 10 persen 3.655.050
Total biaya 40.205.550
A. Total biaya + bunga bank 15 persen 46. 236.400
B. Pendapatan (Total Produksi x harga jual)
= 15.300 kg x Rp 6.000
91.800.000
C. Keuntungan (B-A)
45.563.600
Sumber: Topan (2008)
13
Berdasarkan komponen-komponen berupa biaya produksi, pendapatan dan
keuntungan maka dapat dianalisis bentuk perhitungan ekonomi lainnya seperti
nilai benefit cost ratio (B/C ratio) dan Titik impas (BEP), baik BEP harga maupun
BEP produksi. Berikut ini merupakan perhitungan nilai B/C ratio serta
perhitungan BEP cabai besar.
1. Nilai benefit Cost Ratio (B/C Ratio)
B/C Ratio = Pendapatan/Total Biaya
= Rp 91.800.000/Rp 46.236.400
= 1,99
Artinya dengan modal Rp 46.236.400, usaha agribisnis cabai akan
memperoleh hasil penjualan sebesar 1,99 kali atau 199 persen dari modal yang
dikeluarkan.
2. Titik Impas (BEP)
a. BEP harga
BEP = Total Biaya/Total Produksi
BEP = Rp 46.236.400/15.300
BEP = Rp 3.201,99
Artinya, jika modal usaha Rp 46.236.400 dan total produksi 15.300 kg,
dengan harga jual cabai Rp 3.021,99/kg perhitungan usaha sudah mencapai titik
impas.
b. BEP Produksi
BEP = Total Biaya/Harga jual
BEP = Rp 46.236.400/6000
BEP = 7.706,07 kg
Artinya, jika modal usaha Rp 46.236.400 dan harga jual cabai Rp 6.000/kg
dengan jumlah produksi 7.706,07 kg perhitungan usaha cabai telah mencapai titik
impas.
14
2.3 Penelitian Terdahulu
2.3.1 Studi Terdahulu Mengenai Risiko
Penelitian mengenai risiko komoditi yang berfokus pada risiko produksi
dilakukan oleh Safitri (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas ASRI, Ciawi Kabupaten Bogor,
Jawa Barat”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya risiko produksi pada
usaha daun potong disebabkan oleh beberapa faktor yaitu iklim atau cuaca, tingkat
kesuburan lahan serta serangan hama dan penyakit. Risiko produksi berdasarkan
produktivitas yang paling tinggi terdapat pada daun potong Philodendron marble,
sedangkan risiko produksi berdasarkan pendapatan bersih, daun potong Asparagus
bintang mengalami risiko yang paling tinggi. Selain melakukan kegiatan
spesialisasi, risiko produksi dapat dikurangi dengan diversifikasi.
Selain analisis terhadap risiko produksi, penelitian mengenai risiko harga
juga telah pernah dilakukan. Analisis risiko harga terhadap komoditi agribisnis
dilakukan oleh Siregar (2009) dalam skripsinya yang berjudul ”Analisis Risiko
Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer Pada PT. Sierad Produce Tbk
Parung, Bogor”. Penelitian ini menganalisis risiko harga DOC dengan
menggunakan ARCH-GARCH. Penelitiannya mengambil kesimpulan bahwa
risiko harga DOC broiler dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC
periode sebelumnya. Sedangkan risiko harga DOC Layer hanya dipengaruhi oleh
volatilitas harga DOC layer periode sebelumnya.
Penerapan model ARCH-GARCH terhadap penentuan besar risiko lebih
banyak diaplikasikan terhadap harga saham. Hal ini seperti dilakukan oleh
Ramadhona (2004). Penelitian ini menyimpulkan bahwa model dugaan terbaik
untuk peramalan volatilitas saham AALI adalah GARCH (1,1), saham GGRM
adalah ARCH (1), dan saham INDF adalah ARCH (1). Analisis risiko dengan
model VaR menyimpulkan bahwa saham INDF memiliki tingkat risiko yang
tertinggi dan terendah adalah saham AALI.
Analisis risiko investasi kembali dilakukan oleh Iskandar (2006).
Penelitian yang lebih dikhususkan pada saham agribisnis rokok ini menyimpulkan
bahwa model terbaik untuk meramalkan tingkat risiko saham GGRM adalah
15
ARCH (1) dimana tingkat risiko hanya dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan
pengembalian sehari sebelumnya. Sedangkan model terbaik untuk meramalkan
tingkat risiko saham HMSP dan RMBA adalah GARCH (1,1) dimana tingkat
risiko dipengaruhi oleh besarnya nilai sisaan pengembalian sehari sebelumnya dan
besarnya simpangan baku pengembalian dari rataannya untuk satu hari
sebelumnya.
2.3.2 Studi Terdahulu Mengenai Cabai Besar
Penelitian mengenai cabai merah dilakukan oleh Muharlis (2007) terkait
dengan peramalan dan faktor-faktor penentu fluktuasi harga cabai merah di enam
kota besar di Jawa dan Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluktusi harga
cabai merah besar dan cabai merah keriting cukup besar akibat adanya
ketidakstabilan harga. Fluktuasi harga cabai merah di enam kota besar Jawa dan
Bali di pengaruhi oleh faktor harga jual cabai merah di PIKJ dan harga cabai
merah di tingkat produsen.
Darmawan (2007) menganalisis proses keputusan petani dalam pembelian
benih cabai merah keriting varietas TM 999. Proses keputusan pembelian
menunjukkan bahwa motivasi utama petani dalam membeli benih cabai merah
keritng varietas TM 999 karena kualitas yang telah terjamin dan keuntungan
usaha yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan harga benih yang yang relatif
mahal, tetapi walaupun demikian petani merasa puas dengan hasilnya dan akan
melakukan pembelian ulang selama kenaikan harga benih TM 999 masih berada
dalam taraf wajar.
Penelitian efisiensi tataniaga cabai merah dilakukan oleh Rachma (2008).
Hasil penelitian yang dilakukan di Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri,
Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat ini menghasilkan kesimpulan bahwa
pendistribusian cabai merah di Desa Cibeureum melibatkan pedagang pengumpul,
pedagang grosir, pedagang pengecer I dan pedagang pengecer II. Terdapat lima
saluran tataniaga cabai merah dengan daerah tujuan pemasaran Ciamis,
Tasikmalaya dan Bandung.
16
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian-
penelitian sebelumnya. Penelitian ini memiliki persamaan dengan penelitian
Safitri (2009) dalam hal kajian terhadap risiko namun berbeda dalam hal jenis
risiko dan komoditi yang dikaji. Penelitian ini menggunakan ARCH-GARCH
sebagai alat yang digunakan dalam menganalisis risiko harga. Hal ini memiliki
kesamaan dengan penelitian Ramadhona (2004), Iskandar (2006) dan Siregar
(2009). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut terletak
pada komoditi yang dikaji. Penelitian ini mengkaji objek yang sama dengan
penelitian Muharlis (2007), Darmawan (2007) dan Rachma (2008). Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada aspek yang diteliti.
Analisis risiko komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting pada
skripsi ini menggunakan metode ARCH-GARCH. Analisis risiko ini diawali
dengan pencarian model ARCH-GARCH terbaik pada masing-masing komoditi
cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui nilai AIC dan SC yang
terkecil. Volatiliti yang dihasilkan oleh metode ARC-GARCH inilah yang
kemudian akan digunakan untuk menghitung Value at Risk. Secara umum data
mengenai penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini dapat dilihat
pada Tabel 7 yang meliputi data nama penulis, tahun, judul dan metode analisis.
17
Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian
Nama Penulis Tahun Judul Metode Analisis
Ramadhona 2004
Analisis Investasi dengan Pendekatan Model ARCH-GARCH dan Pendugaan Harga Saham dengan Pendekatan Model Time Series pada Perusahaan Agribisnis Terpilih di PT. Bursa Efek Jakarta.
Model ARCH-GARCH untuk menghitung Value at Risk (VAR)
Iskandar 2006 Analisis Risiko Investasi Saham Agribisnis Rokok dengan Pendekatan ARCH-GARCH
Model ARCH-GARCH untuk menghitung Value at Risk (VAR)
Muharlis 2007
Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai Merah di Enam Kota Besar Di Jawa dan Bali
Metode Peramalan Time Series
Darmawan 2007
Analisis Proses Keputusan Petani dalam Pembelian Benih Cabai Merah Keriting Varietas TM 999
Analisis Deskriptif dan Model Multiatribut Fishbein
Rachma 2008
Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa barat
Analisis Saluran Tataniaga, Lembaga dan Fungsi Tataniaga, Struktur Pasar, Perilaku Pasar dan Efisiensi Tataniaga
Safitri 2009
Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Spesialisasi dan Analisis Risiko pada Kegiatan Usaha Diversifikasi
Siregar 2009
Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan Layer pada PT. Sierad Produce Tbk Parung, Bogor
Model ARCH-GARCH untuk menghitung Value at Risk (VAR)
18
III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Konsep Risiko
Menurut Harwood (1999) risiko menunjukkan kemungkinan kejadian
yang menimbulkan kerugian bagi pelaku bisnis yang mengalaminya. Menurut
Kountur (2004), risiko berhubungan dengan ketidakpastian, ketidakpastian ini
terjadi akibat kurangnya atau tidak tesedianya informasi yang menyangkut apa
yang akan terjadi. Menurut Robison dan Barry (1987) risiko menunjukkan
peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pembuat keputusan
berdasarkan pengalaman. Risiko juga menunjukkan peluang terjadinya peristiwa
yang menghasilkan pendapatan di atas atau dibawah rata-rata dari pendapatan
yang diharapkan.
Dari beberapa definisi risiko tersebut, dapat disimpulkan bahwa risiko
banyak dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu hal yang buruk atau
suatu kerugian yang tidak diinginkan atau tidak diharapkan dan terjadi secara
tidak terduga. Djohanputro (2004) mengklasifikasikan risiko atas:
a. Risiko murni dan spekulatif
Risiko murni adalah risiko yang dapat mengakibatkan suatu kerugian pada
perusahaan, tapi tidak ada kemungkinan untuk menguntungkan. Sedangkan risiko
spekulatif adalah risiko yang dapat menguntungkan atau merugikan.
b. Risiko sistematik atau spesifik
Risiko sistematik juga disebut sebagai risiko yang tidak dapat
didiversifikasi yaitu risiko yang tidak dapat dihilangkan atau dikurangi dengan
penggabungan berbagai risiko. Risiko spesifik adalah risiko yang dapat
didiversifikasi melalui proses penggabungan (pooling)
Setiap pelaku bisnis dalam menghadapi risiko mempunyai sikap dan
perilaku yang berbeda. Terdapat tiga karakteristik pelaku bisnis dalam
menanggapi adanya risiko yaitu Risk Taker, Risk Averter dan Risk Neutral yang
mana perilakunya dalam menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 2
19
Expected
Return
Variance Return
Gambar 2. Hubungan Antara Variance dan Expected Return Sumber: Debertin (1986)
Gambar 2 menunjukkan hubungan antara variance return, yang
merupakan ukuran tingkat risiko, dengan return yang diharapkan, yang
merupakan tingkat kepuasan pembuat keputusan. Sikap pembuat keputusan dalam
menghadapi risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori sebagai berikut :
1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (Risk Averter) menunjukkan
jika U1 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan maka adanya
kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat risiko akan
diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.
2. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (Risk Neutral)
menunjukkan jika U2 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan
maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat
risiko tidak akan diimbangi dengan menaikkan return yang diharapkan.
U1 Risk Averter
U3
Risk Taker/Lover
U2
Risk Neutral
20
3. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (Risk Taker/Lover)
menunjukkan jika U3 diasumsikan kurva isoutiliti pembuat keputusan
maka adanya kenaikan variance return yang merupakan ukuran tingkat
risiko akan diimbangi oleh pembuat keputusan dengan kesediaanya
menerima return yang diharapkan lebih rendah.
Bentuk lain yang dapat menggambarkan perilaku individu dalam
menghadapi risiko dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan kepuasan
individu berkaitan dengan kemungkinan pendapatan.
Keterangan U = utilitas (tingkat kepuasan)
Y = Pendapatan
Gambar 3. Fungsi Utilitas dengan Marginal Utility Menurun, Meningkat dan Tetap
Sumber: Debertin (1986)
Berdasarkan Gambar 3 individu yang digambarkan pada kurva U(y)1
termasuk dalam perilaku risk averter. Kurva tersebut menunjukkan kepuasan
marginal utility yang semakin menurun (diminishing marginal utility) dari
pendapatan. Meskipun tambahan pendapatan selalu meningkatkan kepuasan,
namun demikian kenaikan kepuasan yang dihasilkan karena kenaikan pendapatan
U(y)1
U(y)2
Y
U(y)3
U
21
yang mendekati titik original akan lebih besar dari kenaikan kepuasan karena
kenaikan pendapatan berikutnya. Analog dengan risk averter, pada risk lover,
kepuasan marginal utility yang semakin meningkat (increasing marginal utility)
dari pendapatan. Sedangkan pada risk neutral, kepuasan marginal utility yang
tetap (constan marginal utility).
3.1.2 Risiko Pertanian
Sektor pertanian tidak terlepas dari kondisi risiko yang disebabkan oleh
beberapa faktor atau sumber. Sumber-sumber risiko pertanian menurut Anderson
et al. (1977) dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Ketidakpastian hasil produksi
Ketidakpastian hasil produksi ini disebabkan oleh sektor pertanian yang
sangat tergantung kepada alam seperti cuaca dan iklim, hama dan
penyakit, temperatur udara, pergantian musim dan sebagainya. Adanya
risiko produksi berpengaruh nyata terhadap aktivitas produksi dan
penerimaan.
2. Ketidakpastian harga
Fluktuasi harga pada produk pertanian disebabkan oleh faktor alam dan
permintaan dan penawaran. Semakin tinggi tingkat permintaan, maka
semakin tinggi pula harga produk-produk pertanian, begitu juga
sebaliknya. Dengan demikian semakin berfluktuasi harga maka risiko
harga semakin besar.
3. Ketidakpastian keuntungan
Risiko produksi dan risiko harga dapat menimbulkan adanya risiko
keuntungan. Semakin tinggi fluktuasi keuntungan maka risiko yang
dihadapi akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah
fluktuasi keuntungan maka risiko yang dihadapi akan semakin rendah.
Petani perlu menerapkan strategi-strategi yang dapat memperkecil peluang
munculnya risiko yang menimbulkan kerugian. Menurut Debertin (1986) terdapat
22
beberapa strategi yang dapat mengurangi kerugian ketika alam dan pasar dalam
kondisi yang tidak menguntungkan petani. Demikian pula sebaliknya, dengan
menerapkan strategi ini maka keuntungan yang akan dimiliki petani akan
berkurang ketika kondisi alam dan pasar sedang menguntungkan. Strategi-strategi
tersebut adalah
1. Asuransi Pertanian
Asuransi pertanian dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif strategi
yang dapat mengurangi risiko dengan cara pembelian policy asuransi. Jika petani
membeli policy asuransi kebakaran bukan berarti petani berharap terjadinya
kebaran. Hal ini dilakukan karena biaya asuransi lebih kecil dibandingkan
kemungkinan biaya risiko yang akan ditanggung jika kebakaran benar-benar
terjadi. Asuransi yang baik adalah asuransi yang diberikan pada peristiwa yang
memiliki kemungkinan kecil untuk terjadi. Asuransi digunakan pada peristiwa
yang mengakibat kerugian besar namun memiliki probabilitas yang rendah
Asuransi pertanian menyebabkan pendapatan petani berkurang akibat
membayar premium asuransi. Premium asuransi mengurangi keuntungan
potensial dalam satu tahun dimana tidak terjadi peristiwa yang merugikan pada
tahun tersebut.
2. Kontrak
Future market merupakan suatu sistem dimana petani melakukan kontrak
penjualan pada komoditi dan harga tertentu. Oleh karena itu, sistem kontrak
merupakan salah satu cara yang ditempuh dalam menghadapi risiko harga. Future
market adalah suatu mekanisme mengurangi atau menghilangkan risiko dan
ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar setelah panen
atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Walaupun harga dan pendapatan
akan dikurangi, petani akan membatasi keuntungan potensial jika harga
ditentukan di awal musim produksi.
Future market bukan merupakan satu-satunya jenis kontrak untuk
menghilangkan ketidakpastian harga. Beberapa kontrak dengan penentuan harga
di awal musim produksi dan penerimaan di akhir produksi juga akan
23
menghilangkan ketidakpastian harga. Kontrak biasanya digunakan pada komoditi
seperti broiler dan hortikultura. Kontrak harga dapat bekerja dengan baik dalam
sebuah model analisis marjinal yang mempresentasikan kepastian harga.
3. Peralatan dan Fasilitas yang Fleksibel
Jika petani dapat mengatur perubahan produk dan harga input maka petani
juga dapat menyesuaikan bangunan dan peralatan yang dapat digunakan lebih dari
satu kali musim produksi dan lebih dari satu jenis produk pertanian. Fasilitas
khusus akan memungkinkan petani untuk memiliki perencanaan jangka panjang.
Petani yang mencoba untuk mengatasi ketidakpastian harga dengan pembelian
bangunan dan mesin yang adaptable dengan berbagai penggunaan tentunya akan
lebih memiliki elastisitas yang besar.
4. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan strategi jangka panjang yang dapat diterapkan
petani untuk mengatasi ketidakpastian harga dan output. Strategi diversifikasi
pada intinya menjadikan keuntungan dari suatu tipe usaha peternakan atau
pertanian untuk menutupi kerugian dari jenis usaha lainnya. Diversifikasi juga
membuat penggunaan tenaga kerja dan input yang lebih efektif sepanjang tahun.
Dengan demikian, pendapatan tetap baik walaupun berada pada kondisi yang
menguntungkan dan merugikan. Oleh karena itu, untuk mencapai hasil yang lebih
efektif maka diversifikasi hendaknya dilakukan komoditi yang memiliki karakter
yang berlawanan.
5. Program Pemerintah
Pemerintah juga dapat berperan dalam mengatasi ketidakpastian harga dan
produksi yang dihadapi oleh petani. Peranan pemerintah dapat berupa dukungan
dalam bentuk program-program yang dapat meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan petani yang berpartisipasi. Partisipasi dalam program secara normal
akan mengurangi variabilitas pendapatan namun pendapatan jangka panjang akan
jauh lebih besar.
24
3.1.3 Permintaan, Penawaran dan Penentuan Harga Barang
1. Permintaan
Menurut McConnel dan Brue (1990) permintaan didefinisikan sebagai
suatu daftar yang menunjukkan jumlah barang yang diinginkan dan dapat dibeli
oleh konsumen pada harga dan waktu tertentu. Hyman (1996) mendefinisikan
permintaan sebagai hubungan antara harga suatu barang dengan jumlah yang
diminta yang dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri, pendapatan konsumen,
kesejahteraan konsumen, ekspektasi perubahan harga di masa depan, harga barang
substitusi, selera konsumen dan jumlah penduduk yang dilayani oleh pasar
Hukum permintaan menjelaskan hubungan antara permintaan suatu
barang terhadap harga barang tersebut. Hukum permintaan merupakan suatu
hipotesa yang menyatakan bahwa makin rendah harga suatu barang maka akan
semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut. Sebaliknya makin tinggi
harga suatu barang maka akan semakin sedikit permintaan terhadap barang
tersebut. Hukum permintaan hanya menekankan perhatian pada hubungan antara
harga dengan jumlah barang yang diminta. Sedangkan pada kenyataannya jumlah
barang yang diminta tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang itu sendiri.
Menurut McConnel dan Brue (1990) faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan selain harga yaitu
a. Selera dan Preferensi Konsumen
Perubahan selera konsumen dapat disebabkan oleh adanya pengaruh iklan
dan perubahan tren atau fashion. Ketika selera masyarakat terhadap suatu barang
meningkat maka permintaan terhadap barang tersebut juga akan meningkat begitu
pula sebaliknya. Faktor teknologi juga mempengaruhi perubahan selera
masyarakat terhadap suatu barang. Sebagai contoh permintaan terhadap mesin tik
berkurang ketika ditemukan teknologi komputer.
b. Jumlah penduduk
Peningkatan jumlah konsumen dalam suatu pasar jelas akan meningkatkan
permintaan terhadap suatu barang pada pasar tersebut. Begitu pula sebaliknya,
ketika jumlah konsumen menurun maka permintaan terhadap suatu barang juga
25
akan mengalami penurunan. Umumnya pertambahan jumlah penduduk juga akan
diikuti dengan perkembangan kesempatan kerja yang kemudian diiringi dengan
peningkatan pendapatan. Dengan demikian pertambahan penduduk dengan
sendirinya akan menyebabkan pertambahan permintaan (Sukirno 1985).
c. Pendapatan
Pendapatan masyarakat merupakan faktor yang sangat berpengaruh
terhadap permintaan suatu barang. Perubahan pendapatan akan selalu
menimbulkan perubahan terhadap permintaan. Berdasarkan hubungannya dengan
tingkat pendapatan masyarakat maka barang ekonomi dibedakan menjadi dua
golongan yaitu barang normal dan barang inferior.
Barang normal adalah suatu barang yang mengalami kenaikan permintaan
ketika pendapatan masyarakat meningkat dan sebaliknya. Sedangkan barang
inferior adalah barang yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan
rendah. Sehingga ketika pendapatan naik maka permintaan terhadap barang ini
justru akan menurun.
d. Harga barang-barang lain
Permintaan konsumen terhadap suatu barang juga tergantug pada harga
barang lain. Berdasarkan fungsinya terhadap barang lain maka barang ekonomi
dapat digolongkan kedalam tiga bagian, yaitu barang substitusi, komplementer
dan barang lain yang tidak mempunyai kaitan sama sekali dengan barang tersebut.
Barang substitusi adalah barang yang fungsinya dapat saling menggantikan
sedangkan barang komplementer adalah barang yang fungsinya saling
melengkapi.
Kenaikan harga barang substitusi akan mengakibatkan kenaikan
permintaan terhadap suatu barang. Begitu pula sebaliknya penurunan harga
barang substitusi akan menyebabkan penurunan permintaan terhadap barang yang
digantikan. Contoh barang substitusi adalah margarin dan mentega, minyak tanah
dan gas dan sebagainya. Sementara untuk barang komplementer, peningkatan
harga akan menyebabkan penurunan permintaan suatu barang. Begitu pula
sebaliknya ketika harga barang komplementer turun maka akan terjadi kenaikan
26
permintaan. Contoh barang dengan fungsi saling melengkapi ini adalah pulpen
dengan tinta, teh dengan gula dan sebagainya. Banyak jenis barang yang tentu saja
tidak memiliki hubungan satu sama lain sehingga kenaikan atau penurunan harga
suatu barang tidak akan mempengaruhi harga barang lain, Misalnya saja
hubungan antara komoditi kentang dengan suku cadang mobil.
e. Harapan di masa yang akan datang
Ramalan masyarakat terhadap harga suatu barang yang akan bertambah tinggi
di masa depan akan menyebabkan kenaikan permintaan terhadap barang tersebut
pada saat ini. Jika masyarakat memperkirakan harga suatu barang akan turun pada
masa yang akan datang maka permintaan barang tersebut pada saat ini akan
mengalami penurunan. Begitu pula jika terdapat ramalan bahwa lowongan kerja
akan bertambah sulit pada masa yang akan datang maka masyarakat akan lebih
berhemat sehingga permintaan terhadap barang akan menurun.
Lipsey et al. (1995) mengemukakan bahwa untuk memahami pengaruh
setiap faktor-faktor tersebut terhadap permintaan secara sekaligus dalam waktu
yang bersamaan merupakan suatu hal yang sulit. Oleh karena itu, semua variabel
dipertahankan konstan kecuali satu variabel yang akan dipelajari pengaruhnya.
Dengan cara yang sama pengaruh semua variabel lainnya dapat dianalisis
sehingga tingkat kepentingan masing-masing variabel dapat dipahami.
Upaya mempertahankan konstan semua variabel yang ada pengaruhnya
dikenal dengan istilah ceteris paribus. Jika dinyatakan bahwa pengaruh harga
cabai merah terhadap jumlah cabai merah yang diminta ceteris paribus maka hal
ini berarti perubahan harga cabai merah mempengaruhi jumlah cabai merah yang
diminta jika semua faktor lain yang mempengaruhi permintaan cabai merah tetap.
27
Gambar 4. Pergeseran Kurva Permintaan Sumber : McConnel dan Brue (1990)
Hipotesis ekonomi dasar menyebutkan bahwa harga suatu komoditi dan
kuantitas yang akan diminta berhubungan secara negatif, dengan faktor lain tetap
sama. Semakin rendah harga suatu komoditi maka jumlah yang akan diminta
untuk komoditi itu akan semakin besar, dan semakin tinggi harga, semakin rendah
jumlah yang diminta.
2. Penawaran
Permintaan saja belum merupakan syarat yang cukup untuk menciptakan
terjadinya suatu transaksi di dalam pasar. Permintaan masyarakat akan dapat
terpenuhi apabila penjual menyediakan barang-barang yang diminta oleh
konsumen tersebut. Menurut McConnel dan Brue (1990) penawaran adalah
sebuah daftar yang menunjukkan jumlah suatu produk yang ingin dan dapat
diproduksi oleh produsen dan tersedia di pasar pada harga dan waktu tertentu.
Hyman (1996) mendefinisikan penawaran sebagai hubungan antara harga suatu
barang dengan jumlah yang ditawarkan. Hukum penawaran menjelaskan bahwa
semakin rendah harga suatu barang maka semakin sedikit penawaran terhadap
barang tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi harga suatu barang maka
semakin tinggi pula penawaran terhadap barang tersebut.
28
Selain akibat perubahan harga barang itu sendiri, penawaran menurut
McConnel dan Brue (1990) juga dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
a. Harga sumber daya atau harga input
Biaya produksi dan penawaran memiliki hubungan yang sangat erat.
Peningkatan harga input akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi
penawaran. Demikian pula sebaliknya, ketika harga input turun maka suatu
perusahaan dapat menekan biaya produksi sehingga penawaran dapat
ditingkatkan.
b. Teknologi
Perkembangan teknologi memiliki arti bahwa penemuan teknologi baru
tersebut memungkinkan kita untuk memproduksi suatu unit barang secara lebih
efisien dengan jumlah sumber daya yang semakin sedikit. Hal ini menyebabkan
anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pembelian sumberdaya atau input
menjadi berkurang sehingga perusahaan dapat meningkatkan penawaran. Biaya
yang lebih rendah akan meningkatkan keuntungan potensial sehingga mendorong
produsen untuk meningkatkan penawaran.
Sukirno (1985) menyatakan bahwa Tingkat teknologi sangat berperan
dalam menentukan tingkat penawaran. Kemajuan teknologi akan menimbulkan
dua akibat yaitu meningkatkan kemampuan perusahaan dalam memproduksi lebih
banyak barang dan meningkatkan keefisienan produksi. Dengan demikian,
kemajuan teknologi cenderung meningkat penawaran yang dilakukan perusahaan.
c. Pajak dan Subsidi
Sebuah usaha seringkali terkena pajak sebagai suatu biaya. Oleh karena itu
peningkatan pajak akan meningkatkan biaya produksi dan mengurangi
penawaran. Sebaliknya subisidi yang merupakan kebalikan dari pajak akan
mengakibatkan berkurangnya biaya dan meningkatkan penawaran
29
d. Harga barang-barang lain
Barang dengan posisi yang saling menggantikan akan mengalami
perubahan penawaran jika salah satu barang mengalami perubahan harga. Ketika
harga barang substitusi mengalami kenaikan maka permintaan masyarakat
terhadap barang yang digantikan akan meningkat. Kenaikan permintaan ini akan
memberikan dorongan kepada produsen untuk menaikkan produksi.
e. Ekspektasi
Perkiraan harga suatu barang di masa depan oleh produsen akan
mempengaruhi keinginan produsen untuk memproduksi barang tersebut pada saat
ini. Sebagai contoh petani kemungkinan akan menahan hasil panen jagung untuk
mengantisipasi tingginya harga jagung pada masa yang akan datang. Hal ini
tentunya akan menyebabkan penurunan penawaran jagung pada saat ini.
f. Jumlah produsen
Peningkatan jumlah produsen akan meningkatkan jumlah barang yang
ditawarkan. Selama beberapa waktu terakhir peningkatan jumlah produsen
merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam peningkatan penawaran.
Gambar 5. Pergeseran Kurva Penawaran Sumber : McConnel dan Brue (1990)
30
Hipotesis ekonomi mendasar mengenai penawaran adalah bahwa untuk
kebanyakan komoditi, harga komoditi dan kuantitas atau jumlah yang akan
ditawarkan berhubungan secara positif dengan semua faktor yang lain tetap sama.
Dengan kata lain, makin tinggi harga suatu komoditi, makin besar jumlah
komoditi yang akan ditawarkan, semakin rendah harga, semakin kecil jumlah
komoditi yang akan ditawarkan.
3. Mekanisme Pembentukan Harga Pasar
Harga dan jumlah suatu barang yang diperjualbelikan ditentukan oleh
permintaan dan penawaran dari barang tersebut. Keadaan pasar dikatakan
ekuilibrium atau seimbang apabila jumlah yang ditawarkan sama dengan jumlah
yang diminta pada harga tersebut. Kelebihan penawaran akan menyebabkan
turunnya harga sedangkan kelebihan permintaan akan menyebabkan naiknya
harga barang.
Perubahan variabel selain harga akan menyebabkan pergeseran baik kurva
permintaan maupun penawaran. Terdapat empat kemungkinan pergeseran yang
terjadi:
1. Permintaan bertambah (kurva permintaan bergeser ke kanan)
2. Permintaan berkurang (kurva permintaan bergeser ke kiri)
3. Penawaran bertambah (kurva penawaran bergeser ke kanan)
4. Penawaran berkurang (kurva penawaran bergeser ke kiri)
3.1.4 Pemodelan Volatilitas Time Series
Volatilitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar
harga berfluktuasi dalam suatu periode waktu. Biasanya volatilitas diestimasi
dengan cara menghitung deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu
tertentu yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya.
Volatilitas mengukur rata-rata fluktuasi dari data deret waktu. Namun hal
ini dikembangkan lebih jauh dengan menekankan pada nilai variansi (variable
statistika yang menggambarkan seberapa jauh perubahan dan persebaran nilai
fluktuasi terhadap nilai rata-rata) dari data keuangan. Oleh karena itu, dapat
31
dikatakan bahwa nilai volatilitas sebagai nilai variasi dari data fluktuasi (data
return).
Terdapat dua pendapat besar mengenai variansi yaitu homoskedastisitas
dan heterokedastisitas. Menurut Pindyck dan Rubinfeld (1983) homoskedastisitas
adalah model yang memiliki data deret waktu dengan variansi error yang konstan
sedangkan heteroskedastisitas adalah model yang memiliki data deret waktu
dengan variansi error yang selalu berubah berdasarkan waktu.
Pendapat pertama dimodelkan melalui kombinasi antara autoregressive
(AR) dan moving-average (MA) atau yang dikenal dengan ARMA. Sedangkan
pendapat kedua diwakili oleh metode ARCH (autoregressive conditional
heterokedastic) yang digeneralisasi menjadi GARCH (generalized autoregressive
conditional heterokedastic). Untuk data harga komoditi cabai merah dengan
tingkat fluktuasi yang tinggi, model otokorelasi dengan variansi berubah adalah
model yang lebih relevan untuk diterapkan dibanding model otokorelasi dengan
variansi konstan, sehingga model ARCH merupakan model yang lebih realistis
untuk memodelkan nilai volatilitas data harga dibandingkan model AR, MA, dan
ARMA.
3.1.5 ARCH Error
Pada time series univariate, tidak terdapat faktor heteroskedastisitas
sehingga tidak dapat dilakukan uji heteroskedastisitas secara umum, seperti uji
goldfield-quandt, uji White, maupun uji Park. Perhatian persamaan time series
univariate lebih ditujukan pada adanya ARCH error, yakni kuadrat residual yang
berperilaku autoregresi. Ada tidaknya fenomena ARCH error ini terlihat
fenomena adanya signifikansi autokorelasi dari kuadrat residual (Enders, 2004).
Cara yang lebih terkuantifikasi dalam menguji ada tidaknya ARCH error ialah
dengan menggunakan uji ARCH-LM. Uji ARCH LM didasarkan atas hipotesis
nol tidak terdapatnya ARCH error dan tidak perlu dimodelkan berdasarkan
ARCH.
32
3.1.6 Model ARCH-GARCH
Pemodelan data deret waktu umumnya dilakukan dengan menggunakan
asumsi ragam sisaan yang konstan (homoskedastisitas). Namun kenyataannya
banyak data deret waktu yang mempunyai ragam sisaan yang tidak konstan
(heteroskedastisitas), khususnya untuk data deret waktu di bidang ekonomi. Oleh
karena itu pemodelan analisis deret waktu biasa dengan asumsi homoskedastisitas
tidak dapat digunakan.
Model ARCH (Autoregressive Conditional Heteroscedasticity) merupakan
model yang memperhitungkan adanya heteroskedastisitas dalam analisis deret
waktu. Model ini pertama kali dipopulerkan oleh Engle pada tahun 1982 yang
dipakai untuk memodelkan ragam sisaan yang tergantung pada kuadrat sisaan
pada periode sebelumnya secara autoregresi (regresi diri sendiri).
Model ARCH ini kemudian disempurnakan oleh mahasiswa bimbingan
Engle, Tim Bollerslev, menjadi GARCH (generalized autoregressive conditional
heteroschedastic) yang lebih baik dibandingkan ARCH. Volatilitas berdasarkan
model GARCH (p,q) mengasumsikan bahwa variansi data fluktuasi dipengaruhi
oleh sejumlah p data fluktuasi sebelumnya dan q data volatilitas sebelumnya.
Secara umum model ini seperti Autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata
(MA), yaitu melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya.
Variansi terdiri atas dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians
yang tergantung dari besarnya volatilitas diperiode sebelumnya. Jika volatilitas
pada periode sebelumnya besar (baik positif maupun negatif), maka varians pada
saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan.
Bentuk umum model ARCH (m) :
ht = ξ + ε2t + 1ε2
t-1 + 2ε t-2 +.......+ mε2t-m
dimana
ht = variabel respon (terikat) pada waktu t / varians pada waktu ke t
ξ = variabel yang konstan
ε2t-m = Suku Arch / volatilitas pada periode sebelumnya
,1,... m = Koefisien orde m yang diestimasikan
33
Dalam metode OLS, error diasumsikan homoskedastis, yaitu variansi dari
error konstan dan terdistribusi normal dengan rata-rata nol. Varians tergantung
dari varians di masa lalu sehingga heteroskedastisitas dapat dimodelkan dan
varians diperbolehkan untuk berubah antar waktu. Dengan demikian volatilitas
yang besar di masa lalu dapat ditangkap dalam model ARCH.
Kondisi yang sering terjadi adalah bahwa varians saat ini tergantung dari
volatilitas beberapa periode di masa lalu. Hal ini akan menimbulkan banyaknya
parameter dalam conditional variance yang harus diestimasi. Pengestimasian
parameter-parameter tersebut sulit dilakukan dengan presisi yang tepat. Oleh
karena itu, Bollersley (Surya, 2003) memperkenalkan metode GARCH
(Generalized AutoRegressive Conditional Heteroscedasticity) guna menghasilkan
model parsimony (menggunakan parameter yang lebih sedikit).
Model GARCH dikembangkan dengan mengintegrasikan autoregresi dari
kuadrat residual lag kedua hingga lag tak hingga ke dalam bentuk varian pada lag
pertama. Model ini dikembangkan sebagai generalisasi dari model volatilitas.
Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH (r,m) mengasumsikan
bahwa variansi dari data fluktuasi dipengaruhi sejumlah m data fluktuasi
sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Ide dibalik model ini
seperti dalam model autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu
untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya.
Varians terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians
yang konstan. Komponen kedua adalah volatilitas pada periode sebelumnya, ε2t-m
(suku ARCH) dan komponen ketiga adalah varians pada pada periode
sebelumnya,
ht-r. Sehingga model GARCH dapat dirumuskan :
Bentuk umum model GARCH (r,m) :
ht = k + 1ht-1 + 2ht-2 + ...+ rht-r + 1ε2t-1 + 2ε2 t-2 +.......+ mε2
t-m
dimana :
ht = Varaiabel respon (terikat) pada waktu t / varians pada waktu ke t
К = Varians yang konstan
ε2t-m = Suku ARCH / Volatilitas pada periode sebelumnya
34
1, 2,... m = Koefisien orde m yang diestimasikan
1, 2,... r = Koefisien order r yang diestimasikan
ht-r = Suku Garch / varians pada periode sebelumnya
ARCH dan GARCH memiliki beberapa jenis. Masing- masing jenis
ARCH dan GARCH memiliki karakteristik masing-masing dengan penggunaan
yang berbeda-beda. Jenis-jenis ARCH GARCH dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.1.7 Value at Risk (VaR)
Value at Risk (VaR) merupakan ringkasan peluang kerugian maksimum
selama horizon waktu tertentu dengan selang kepercayaan tertentu (Jorion, 2002).
Secara matematis VaR dapat didefinisikan sebagai berikut :
VAR = (σt+1 x √b ) x Z x W
dengan :
VAR = Besarnya risiko
b = Periode investasi
Z = Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5%
W = Besarnya biaya investasi
σt+1 = Volatility yang akan datang dimana σt = √ht
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Cabai merah besar termasuk komoditi hortikultura penting di Indonesia.
Cabai merah besar memiliki luas lahan yang paling besar dibandingkan dengan
tanaman hortikultura lainnya. Selain itu komoditi ini memiliki berbagai macam
khasiat dan zat gizi serta tidak bisa dilepaskan dari aneka masakan nusantara yang
sangat beragam.
Walaupun memiliki jumlah permintaan yang terus meningkat dari tahun
ke tahun namun jika ditinjau dari sisi harga, komoditi ini sangat fluktuatif. Harga
yang fluktuatif tersebut digambarkan oleh data harga di Pasar Induk Kramat Jati
yang hampir selalu mengalami perubahan di setiap harinya. Harga yang fluktuatif
ini sangat tergantung pada kondisi permintaan dan penawaran yang ada di pasar.
Kondisi permintaan yang berubah-ubah umumnya dipengaruhi oleh adanya
35
momen-momen tertentu seperti hari besar keagamaan sedangkan penawaran
dipengaruhi oleh keadaan cuaca dan hama penyakit yang mempengaruhi proses
budidaya. Harga yang sangat fluktuatif ini tentu saja menyebabkan cabai merah
besar merupakan komoditi yang berisiko terhadap harga di pasaran termasuk pada
Pasar Induk Kramat Jati.
Kondisi cabai merah besar sebagai komoditi yang berisiko dari segi harga
merupakan hal yang tidak menguntungkan bagi petani. Oleh karena itu,
diperlukan manajemen yang baik agar kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu
besar. Untuk itu diperlukan adanya pengukuran risiko harga cabai merah besar ini
melalui penghitungan deviasi standar perubahan harga dalam jangka waktu
tertentu, yang menentukan seberapa cepat data berubah dengan keacakannya yang
kemudian lebih dikenal dengan istilah volatilitas.
Pengukuran tingkat risiko ini dapat dilakukan dengan menggunakan
metode peramalan time series ARCH-GARCH. Metode ARCH-GARCH ini
sangat berhubungan dengan pengukuran tingkat risiko (Value at Risk/VaR).
Berdasarkan hal tersebut maka kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat dari
diagram berikut
36
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional
Fluktuasi Harga dan Pasokan Cabai Besar
Risiko Harga Cabai Besar
Penerimaan Petani Alternatif Strategi yang Tepat Dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Besar
Pasar Induk Kramat Jati
37
IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mengenai risiko harga komoditi cabai merah besar dan cabai
merah keriting dan cabai merah besar dilakukan melalui pengambilan data di
Pasar Induk Kramat Jati yang beralamat di jalan raya Bogor KM 17 Jakarta
Timur. Lokasi penelitian ini dipilih karena Pasar Induk Kramat Jati merupakan
pasar komoditi hortikultura terbesar di Indonesia yang menjadi patokan penentuan
harga komoditi di daerah-daerah di Indonesia. Selain itu, harga komoditi di Pasar
Induk Kramat Jati merupakan salah satu sumber informasi yang digunakan oleh
Departemen Pertanian RI dalam penentuan kebijakan. Penelitian dilakukan
selama lima bulan yaitu dari bulan Februari 2009 – Juni 2009.
4.2 Data dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer dan sekunder.
Data primer diperoleh melalui wawancara dengan dua orang pedagang, dua orang
pegawai kantor Pasar Induk Kramat Jati dan petani budidaya sebanyak enam
orang. Data sekunder diperoleh berdasarkan data harga dan pasokan yang sudah
ada di Pasar Induk Kramat Jati, Departemen Pertanian dan literatur-literatur yang
terkait lainnya.
4.3. Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga harian
komoditi cabai merah besar dan cabai merah keriting pada tahun 2006 – 2009
yang berjumlah 1147 data. Data tersebut diperoleh berdasarkan catatan harga
yang sudah ada pada kantor Pasar Induk Kramat Jati. Selain itu, pengumpulan
data juga dilakukan dengan metode wawancara, observasi dan diskusi.
Wawancara dilakukan dengan beberapa pegawai dan pedagang Pasar Induk
Kramat Jati serta petani budidaya mengenai kondisi pasar dan fluktuasi harga
komoditi yang dikaji. Metode observasi dilakukan melalui pencatatan langsung
kondisi pasar, sedangkan diskusi dilakukan dengan pegawai kantor Pasar Induk
Kramat Jati mengenai kondisi pasar terkait dengan adanya fluktuasi harga.
38
4.4 Pengolahan dan Analisis Data
Pengukuran risiko harga cabai besar dalam penelitian ini menggunakan
metode ARCH GARCH yang digunakan untuk meramalkan volatilitas pada
periode selanjutnya. Volatilitas hasil peramalan tersebut kemudian digunakan
untuk mengukur risiko harga cabai besar dengan menggunakan perhitungan VaR
(Value at Risk).
4.5 Peramalan Tingkat Risiko (Value at Risk-VaR)
4.5.1 Analisis ARCH-GARCH
1. Tahap Identifikasi
Pemodelan ARCH-GARCH didahului dengan identifikasi apakah data
mengandung heteroskedastisitas atau tidak. Ini dapat dilakukan antara lain dengan
mengamati beberapa ringkasan statistik dari data. Pengujian keberadaan
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat nilai keruncingan (kurtosis)
data. Jika data tersebut memiliki nilai kurtosis yang lebih dari tiga maka data
tersebut memiliki sifat heteroskedastisitas (Davidson and MacKinnon, 2004
dalam Firdaus, 2006). Kemudian, dilanjutkan dengan pengujian
pengidentifikasian efek ARCH melalui fungsi autokorelasi kuadrat return. Suatu
data memiliki efek ARCH apabila nilai autokorelasi pada data kuadrat return
signifikan. Cara lain yang dapat dilakukan dalam menguji ARCH error ini adalah
melalui uji ARCH-LM. Uji ARCH-LM didasarkan pada hipotesisi nol yaitu tidak
terdapatnya ARCH error.
2. Estimasi Model
Estimasi model didahului oleh penentuan dugaan parameter ARCH
GARCH. Penentuan parameter ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan
metode kemungkinan maksimum secara iteratif. Melalui penggunaan sofware
Eviews 5.0, estimasi nilai-nilai parameter dapat dilakukan. model terbaik yang
ditemukan adalah adalah model yang memiliki ukuran kebaikan yang besar dan
koefisien yang nyata. Pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur
39
kebaikan model adalah AIC (Akaike Information Criterion) dan SC (Schwarz
Criterion)
a. AIC = Ln (MSE) + 2*K/N
b. SC = Ln (MSE) + [K*log (N)]/N
Keterangan :
MSE = Mean Squared Error
K = jumlah parameter yang diestimasi
n = jumlah observasi
AIC dan SC adalah standar informasi yang menyediakan ukuran informasi
yang dapat menemukan keseimbangan antara ukuran kebaikan model dan
spesifikasi model yang terlalu hemat. Model yang baik adalah model yang
memiliki nilai AIC dan SC yang terkecil dengan juga melihat signifikansi model.
3. Tahap Pemeriksaan Model ARCH-GARCH
Untuk memastikan bahwa apakah model yang diperoleh sudah memadai
maka dilakukan pemeriksaan model. Jika ternyata model yang ditemukan tidak
memadai maka kembali dilakukan identifikasi. Pemeriksaan model dapat
dilakukan melalui analisis residual yang telah distandarisasi melalui sebaram
residual, kebebasan residual yang dilihat dari fungsi autokorelasi dan kuadrat
residual, serta pengujian efek ARCH-GARCH dari residual.
Model ARCH-GARCH menunjukkan kinerja baik jika dapat
menghilangkan autokorelasi dari data, yaitu bila residual baku merupakan proses
ingar putih. Langkah selanjutnya adalah memeriksa koefisien autokorelasi
residual baku dengan uji statistic Ljung-Box.
4. Peramalan Tingkat Risiko Harga
Model terbaik yang sudah ditemukan digunakan untuk melakukan
peramalan ragam untuk periode mendatang. Hasil peramalan digunakan untuk
peritungan VAR. Peramalan ragam untuk periode yang mendatang diramalkan
dengan menggunakan rumus berikut
40
ht = ξ + ε2t + 1ε2
t-1 + 2ε t-2 +.......+ mε2t-m
dimana ht = E (ε2 / ε2t-1, ε2
t-2,...............) yang sering disebut sebagai ragam. Proses εt ~
ARCH (m) dicirikan oleh : ε2t = ht. Vt. Dalam hal in Vt ~ N (0,1). Lebih umum
lagi dapat diperlihatkan sebuah proses dimana ragam bersyaratnya tergantung
pada jumlah lag terhingga dari ε2t-j :
ht = ξ + (L) ε2t
dengan
∞
(L) = ∑ j(L)2
j=1
Kemudian (L) diparameterisasi sebagai rasio dari dua orde polinomial terhingga :
(L) = (L) = 1(L)1 + 2(L)2 + 3(L)3 + ..........+ m(L)m 1-(L) 1-1(L)1 - 2(L)2 - 3(L)3 - ............- r(L)r
dimana diasumsikan bahwa akar dari 1-(Z) = 0. Jika persamaan diatas dikalikan
dengan 1-(L), maka diperoleh persamaan sebagai berikut :
[1-(L)ht = [1-(L)] ξ + (L) ε2t
atau
ht = k + 1ht-1 + 2ht-2 + ...+ rht-r + 1ε2t-1 + 2ε t-2 +.......+ mε2
t-m
dimana :
K = [1-1 - 2- ........- 1r] ξ.
Persamaan di atas dikenal sebagai model General Conditional
Heteroschedastic dengan orde r dan orde m yang biasa dinotasikan sebagai εt ~
GARCH (r,m).
41
4.5.2. Perhitungan VaR (Value at Risk)
Value At Risk merupakan ukuran besaran risiko yang pada saat ini dapat
dianggap sebagai metode standar di dalam mengukur risiko pasar (market risk).
Value At Risk adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang
waktu/periode tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu.
Adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan VAR adalah sebagai
berikut Jorion (2002) :
VAR = (σt+1 x √b ) x Z x W
Keterangan :
VAR = Besarnya risiko
b = Periode investasi
Z = Titik kritik dalam table Z dengan alfa 5%
W = Besarnya biaya investasi
σt+1 = Volatiliti yang akan datang dimana σt = √ht
Penghitungan risiko pada komoditi cabai merah keriting dan cabai merah
besar dilakukan dengan menggunakan pendekatan penerimaan usahatani yang
diperoleh oleh petani dalam satu kali masa produksi serta dihitung berdasarkan
periode penjualan komoditi.
4.6 Definisi Operasional
Beberapa istilah yang digunakan dalam analisis risiko harga cabai merah
keriting dan cabai merah besar antara lain :
1. Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau
perusahaan yang dapat memberikan dampak yang merugikan.
2. Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan manajemen untuk
menangani berbagai permasalahan yang disebabkan oleh adanya risiko.
3. Heteroskedastisitas adalah varian dari setiap unsur disturbance yang
tergantung pada nilai yang dipilih dari variabel yang menjelaskan kevarianan
(volatilitas) yang tidak konstan disetiap titik waktu.
42
4. Homoskedastisitas adalah varian dari tiap unsure disturbance, tergantung
(conditional) pada nilai yang dipilih dari variable yang menjelaskan suatu
angka konstan yang sama dengan σ2 atau dengan kata lain variannya sama.
5. Trend (kecenderungan) yaitu pola data yang menunjukkan kecenderungan
meningkat atau menurun
6. Kurtosis adalah ukuran keruncingan distribusi data, derajat atau ukuran tinggi
rendahnya puncak suatu distribusi data terhadap distribusi normal data.
7. Volatilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar harga
berfluktuasi dalam suatu periode waktu.
8. Varian merupakan jumlah kuadrat semua deviasi nilai-nilai individual
terhadap rata-rata kelompok. Varian juga merupakan variasi harga yang terjadi
pada kurun waktu tertentu.
9. Error adalah perubahan-perubahan pergerakan harga pada kurun waktu
tertentu. Error menunjukkan adanya risiko.
10. Value at Risk (VAR) merupakan ukuran besarnya risiko.
11. ARCH-GARCH : Autoregressive Conditional Heteroscedasticity – General
Autoregressive Conditional Heteroscedasticity yaitu untuk menjawab
persoalan adanya volatilitas pada data dimana volatilitas tercermin dalam
varian residual yang tidak memenuhi asumsi homoskedastisitas.
43
V GAMBARAN UMUM CABAI BESAR DI INDONESIA
5.1 Sejarah Penyebaran Cabai di Indonesia
Menurut Topan (2008) cabai merupakan tanaman asli Amerika Tengah,
tepatnya daerah Bolivia. Awalnya cabai merupakan tanaman liar yang penyebaran
bijinya dibantu oleh bangsa burung (aves). Penyebaran biji cabai oleh burung ini
kemudian secara tanpa sengaja mengakibatkan terjadinya persilangan antara
beberapa varietas sehingga menjadi kultivar.
Suku Inca (Amerika Selatan), Suku Maya (Amerika Tengah), dan suku
Aztek (Meksiko) merupakan masyarakat yang pertama kali mampu
memanfaatkan dan membudidayakan cabai pada tahun 2500 SM. Mereka
menggunakan cabai sebagai bumbu penyedap masakan. Sebuah prasasti yang ada
di Amerika memperlihatkan bahwa kaisar Aztek terakhir, Montezuma, selalu
minum cokelat kekaisaran yang diberi bubuk cabai untuk sarapan. Selain untuk
bumbu, cabai juga digunakan sebagai penggugah selera makan.
Christophorus Columbus merupakan pelaut italia yang paling berjasa
dalam menyebarkan tanaman cabai ke seluruh dunia (1451-1506). Columbus
menemukan penduduk asli Kepulauan Karibia mengkonsumsi buah merah
menyala yang pedas sebagai bumbu masakan. Selama tiga kali pelayarannya
menuju benua Amerika, Columbus melihat tanaman cabai telah dibudidayakan
hampir di seluruh tempat yang didaratinya. Columbus membawa biji cabai
bersama dengan biji jagung dan tomat untuk dipersembahkan kepada Ratu dan
Raja Spanyol. Biji-bijian yang dibawa oleh Columbus tersebut kemudian ditanam
oleh petani Spanyol dan menyebar keseluruh Eropa.
Menurut perkiraan cabai Indonesia pertama kali dibawa oleh pelaut
Portugis yang bernama Ferdinand Magellan (1480-1521). Magellan melakukan
pelayaran hingga ke Maluku pada tahun 1519 melalui jalur laut sebelah barat.
Selain cabai, Magellan juga membawa tanaman lain seperti jagung (Zea Mays).
Para pedagang India juga turut andil dalam penyebaran cabai ke tanah air melalui
Pulau Sumatera.
44
Cabai yang ditemukan oleh Columbus di Bolivia berbeda dengan cabai
yang ada di indonesia saat ini. Kemunculan jenis-jenis cabai baru di daratan
Amerika disebabkan oleh penyerbukan silang yang dilakukan tanpa sengaja oleh
angin, serangga, atau burung. Kini banyak cabai yang mengalami perubahan baik
dari bentuk, rasa, maupun warna seperti cabai merah besar, cabai merah keriting,
cabai paprika, cabai rawit, cabai gondol, cabai dieng dan cabai hias.
5.2 Gambaran Daerah Sentra dan Petani Cabai Besar di Indonesia
Daerah sentra penanaman cabai di Indonesia tersebar mulai dari daerah
Sumatera hingga Sulawesi. Secara umum sistem budidaya cabai masih dilakukan
secara tradisional. Penerapan teknologi yang intensif masih jarang dilakukan
sehingga produksi cabai perhektar masih rendah. Daerah-daerah sentra
penanaman cabai di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Daerah Sentra Penanaman Cabai Besar di Indonesia
Propinsi Sentra Penanaman Sumatera Utara Langkat, Deli Serdang, Tanah Karo, Simalungun, Tapanuli
Utara dan Tapanuli Selatan Sumatera Barat Pasaman, Lima Puluh Kota, Agam, Tanah Datar, Padang
Pariaman, Solok, Sawahlunto Sijunjung, dan Pesisir Selatan Sumatera Selatan Lahat, Lematang Ilir, Ogan Tengah, Ogan Komering Ilir, dan
Bangka Jawa barat Serang, Tangerang, Bogor, Sukabumi, Bekasi, Bandung,
garut, Tasikmalaya, Ciamis, Indramayu, Majalengka, Kuningan dan Cirebon
Jawa Tengah Brebes, Tegal, Cilacap,Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Purwerojo, Temanggung, Magelang, Demak, Grobogan, Klaten, Sragen, Pati, Rembang, Blora dan Kudus
Jawa Timur Lamongan, Ponorogo, Trenggalek, Nganjuk, Malang, Lumajang, Probolinggo, Mojokerto, Jember, Banyuwangi, Bangkalan, dan Pamekasan
Bali Jembrana, Tabanan, badung, Gianjar, Klungkung, Bangli, Buleleng, dan Karang Asem
Nusa Tenggara Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur, Barat Sumbawa, dan Bima
Sulawesi Selatan Gowa, Bulukumba, Sinjai, Maros, Soppeng, Bone, Wajo, Luwu, Tana Toraja, dan Mamuju
Sumber : Prajnanta (1999)
45
Umumnya petani yang berada di daerah dataran rendah seperti sepanjang
utara Jawa, masih menanam cabai secara tradisional secara tumpang sari dengan
bawang merah. Petani daerah ini masih menggunakan bibit cabai OP (open
polineted) produksi sendiri yang digunakan secara terus menerus. Teknik
budidaya cabai dilakukan berdasarkan ilmu yang dipelajari secara turun temurun.
Pemupukan yang dilakukanpun tidak terarah dan kontinu. Pemupukan dilakukan
ketika tanaman menghasilkan produksi yang tinggi sedangkan ketika hasil panen
rendah maka petani hanya memberikan sedikit pupuk
Hal ini berbeda dengan petani pada daerah dataran tinggi. Umumnya
petani cabai dataran tinggi telah menggunakan bibit hibrida dan melakukan
budidaya yang intensif. Perawatan yang intensif tersebut telihat dari penggunaan
mulsa dan pemakaian pupuk yang berimbang
Perbedaan penggunaan bibit dan teknik budidaya inilah yang
menyebabkan perbedaan kualitas dan kuantitas produksi cabai antara daerah
dataran rendah dengan daerah dataran tinggi. Hal ini mengakibatkan harga cabai
dataran tinggi cenderung lebih mahal dibandingkan harga cabai dataran rendah.
5.3 Pemasaran Cabai Besar di Indonesia
DKI Jakarta, melalui pasar Induk Kramat Jati merupakan daerah tujuan
pasar cabai tertinggi dibandingkan propinsi lainnya di Pulau Jawa. Selain
ditujukan untuk memenuhi konsumsi rumah tangga, cabai besar juga digunakan
untuk memenuhi kebutuhan industri (sedang dan besar). Industri yang
menggunakan cabai besar yaitu industri pengawetan daging, pelumatan buah dan
sayuran, industri tepung dari padi-padian dan kacang-kacangan, mie, roti/kue,
kecap, kerupuk dan sejenisnya, bumbu masak dan makanan lainnya.
Terdapat empat pengendali harga (price leader) yang berperan dalam
kegiatan pemasaran cabai besar di Pulau Jawa :
1. Pasar Induk Kramat jati sebagai pasokan pasar cabai untuk wilayah jabotabek
dan sekitarnya. Harga cabai di Pasar Induk Kramat Jati dapat digunakan
sebagai patokan harga cabai dari titik produksi yang memasarkan cabainya ke
46
Pasar Induk Kramat Jati. Demikian pula pasar induk di kota besar seperti
Bandung, Semarang, Yogyakarta dan kota besar lainnya.
2. Pedagang pengumpul yang terdekat dengan produsen
3. Pedagang pengumpul yang mampu memasarkan lebih lanjut ke pasar yang
terdekat dengan konsumen
4. Industri pengolah yang mendasarkan harga beli bahan baku pada komponen
harga pokok penjualan produk olahannya
5.4 Pasar Induk Kramat jati
Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) didirikan berdasarkan SK Gubernur KDKI
Jakarta No. D- V a 18/1/17/1973 tanggal 28 Desember 1973 tentang Pendirian
Pasar Induk (food station) sayur mayur dan buah – buahan Kramat Jati Jakarta
Timur. Pasar yang memiliki luas 14,7 hektar ini beralamat di jalan raya Bogor
KM 17 Jakarta Timur.
Pendirian PIKJ sendiri dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menjamin
kelancaran distribusi dan juga sebagai bahan terminal pengadaan dan penyaluran
bahan makanan sayur-mayur dan buah-buahan yang berpengaruh pada kegiatan
perekonomian baik lokal maupun regional. PIKJ merupakan fasilitas pusat
perdagangan besar sayur-mayur dan buah-buahan di DKI Jakarta yang bersifat
menyeluruh dengan fasilitas pelengkap yang diperlukan. Secara organisasi dan
administrasi PIKJ merupakan salah satu pasar dari 151 pasar yang dikelola oleh
PD Pasar Jaya. Secara umum tugas pokok PIKJ diantaranya adalah mengatur dan
menyelenggarakan pengurusan fasilitas untuk kelancaran arus bahan makanan
sayur mayur dan buah-buahan, Menyediakan fasilitas perdagangan dan pemasaran
yang diperlukan bagi penyelenggaraan perdagangan besar sayur mayur dan buah-
buahan. Melaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat menyeluruh dari pada
fungsi Pasar Induk. Berikut adalah deskripsi fungsi PIKJ :
1. Menyediakan dan mengatur fasilitas-fasilitas perdagangan /pemasaran.
2. Menyediakan fasilitas umum.
3. Mengatur kegiatan angkutan dan bongkar muat.
4. Pencatatan harga dan tonase
47
5. Memperluas lahan parkir yang memadai.
6. Pedagang memperoleh Sertifikat Hak Pemakaian Tempat Usaha (SHPTU)
dalam Jangka 20 tahun agar pedagang lebih mendapatkan kepastian hukum.
7. Menyediakan sarana ibadah (Masjid) yang lebih baik.
8. Tersedianya Agro Outlet untuk 29 propinsi dengan tujuan mempermudah
tukar menukar informasi terhadap komoditi yang akan dijual ke Pasar
Induk.
9. Meremajakan Armada sebanyak 1.200 unit (swasta) yang akan dikelola
oleh Unit Usaha PD Pasar Jaya.
10. Memperbaiki pelayanan dan pembinaan pedagang Pasar Induk termasuk
cara mendapatkan tempat usaha bagi pedagang baru.
Pasar Induk Kramat Jati memiliki 4.648 tempat usaha dan 1.865 pedagang
dengan sifat layanan grosir dan eceran.. Tempat usaha tersebut terdiri dari tempat
usaha eksisting sebanyak 3.653 kios, tempat usaha bebas terdiri dari 890 kios,
UNIKO dengan jumlah 76 tempat dan juga terdapat Agro Outlet sebanyak 29
kios. Ukuran kios – kios tersebut bervariasi dengan luasan 8,4 m2 dan 12,6 m2
untuk grosir sedangkan subgrosir dengan luasan sampai dengan 4 m2. Pasar ini
terbagi dalam beberapa los atau blok-blok perdagangan. Ada delapan los di PIKJ
yang menjual berbagai komoditi berbeda.
PIKJ memiliki berbagai macam fasilitas layanan umum lengkap. Terdapat
sebuah masjid dan tiga mushola yang menjamin kelancaran para pengguna pasar
dalam beribadah. Fasilitas umum lainnya berupa toilet di 14 lokasi, Bank umum
yang terdiri dari Bank Mandiri dan Mayapada, serta lahan parkir seluas 14.737
m2. Layanan keamanan dan kebersihan pasar ini masing-masing dikelola oleh PT.
Kelola Jasa Amanusa dan PT. Garda Transmoes Mandiri. Sedangkan untuk
layanan angkutan dikelola oleh KABAPIN dengan jumlah angkutan sebanyak 700
unit. PIKJ. PIKJ juga menyediakan jasa bongkar muat yang dikelola oleh suatu
badan yang disebut BAPENGKAR. Selain itu BAPENGKAR juga menyediakan
jasa penimbangan komoditi yang kemudian akan dilaporkan ke kantor PIKJ.
Terdapat berbagai macam komoditi yang diperdagangkan di Pasar Induk
Kramat jati. Tidak hanya komoditi hortikultura saja namun juga berbagai barang
48
lainnya seperti makanan olahan, barang pecah belah dan alat rumah tangga.
Berbagai komoditi sayuran yang diperdagangkan di pasar Induk Kramat Jati
beserta daerah asal komoditi tersebut ditunjukkan oleh Tabel 9.
Tabel 9. Komoditi Sayuran yang Diperdagangkan di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008 Jenis Komoditi Sayuran
Daerah Asal
Kol Dieng, Pengalengan, Garut, Cipanas, Medan
Kembang Kol Pengalengan, Cipanas, Garut
Sawi Cipanas, Sukabumi, Kuningan, Bogor
Buncis Sukabumi, Cipanas. Lembang
Wortel Pengalengan, Cipanas Garut Sukabumi
Tomat Garut Pengalengan Cipanas Dieng
Labu Siem Cipanas, Sukabumi, Bogor, Garut
Terong Purwakarta, Bogor, Subang. Cirebon
Timun Cikarang. Cipanas, Purwakarta, Subang
Cabe Magelang, Rembang, Wates, Garut, Ampenan. Banyuwangi
Bawang Merah Brebes, Tegal, Patrol Import
Bawang Putih Wonosobo, Import
Daung Bawang Sukabumi, Cipanas, Pengalengan, Garut
Daun Sledri Sukabumi, Bogor, Cipanas
Nangka Muda Padang, Lampung, Bogor, Serang
Ceisim Cipanas, Bogor, Sukabumi
Jagung Garut, Cirebon, Tegal, Brebes
Jengkol Lampung, Tegal, Banyuwangi
Kentang Garut, Medan, Dieng, Pengalengan
Kelapa Lampung, Tasik, Serang, Padang
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Pasar Induk Kramat Jati tidak hanya menjual sayur-sayuran, namun juga
buah-buahan yang dipasok dari berbagai daerah di Indonesia. Jenis buah-buahan
beserta daerah asalnya ditunjukkan oleh Tabel 10.
49
Tabel 10. Komoditi Buah-buahan yang Diperdagangkan Di Pasar Induk Kramat Jati dan Daerah Asalnya Tahun 2008
Jenis Komoditi Buah-buahan
Daerah Asal
Apel Malang, Import
Alpukat Garut, Malang, Kediri, Sumatera Barat
Pepaya Sukabumi, Bogor, Probolinggo, Lampung, Malang
Nanas Palembang, Subang
Pisang Sukabumi, Lampung, Bogor, Serang
Jeruk Medan, Padang, Pontianak, Jember, Import
Semangka Banyuwangi, Lampung, Cirebon, Kediri
Anggur Bali, Malang, Import
Markisah Medan, Padang
Melon Malang, Banyuwangi. Kediri, Ngawi, Kulon Progo
Salak Bali, Yogyakarta, Tasikmalaya, Wonosobo
Manggis Sumatera Barat, Purwakarta
Mangga Indramayu, Madura Probolinggo, Tuban, Sumbawa
Dukuh Palembang, Jambi, Lampung
Durian Lampung, Palembang, Jepara
Kedondong Padang, Madura, Lampung
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati (2008)
Setiap harinya Pasar Induk Kramat Jati menerima pasokan sayur-sayuran,
buah-buahan, umbi-umbian dan bumbu dapur dari berbagai daerah di Indonesia.
Sebanyak 99,05 persen pasokan diperoleh dari luar daerah. Tonase dari masing-
masing komoditi yang diperjualbelikan tersebut yaitu sayuran dengan jumlah
1100-1400 ton, buah-buahan sebanyak 1200-1500 ton, umbi-umbian dengan
jumlah 90-120 ton dan bumbu dapur dengan jumlah 10-30 ton. Komoditi –
komoditi ini kemudian kembali didistribusikan ke daerah-daerah seperti DKI
Jakarta (70 persen), Bogor, Tangerang dan Bekasi (25 persen). Selain wilayah di
Jabotabek, komoditi yang diperdagangkan di PIKJ kadang-kadang juga disalurkan
50
ke daerah-daerah seperti Medan, Batam, Bangka Belitung, Padang, Lampung dan
Banten (3 persen).
Transaksi perdagangan yang dilakukan melalui pedagang perantara atau
langsung pada petani. Harga dan jumlah barang yang sudah disepakati kemudian
dibawa dengan menggunakan armada pengangkut. Setelah sampai di PIKJ maka
dilakukan bongkar muat dan penimbangan yang dilakukan oleh BAPENGKAR.
Kegiatan seleksi dan sortasi dilakukan hanya untuk buah-buahan saja, sedangkan
untuk jenis sayuran termasuk cabai merah tidak dilakukan tahap ini. Pembeli yang
datang ke Pasar Induk Kramat Jati umumnya adalah pedagang eceran yang akan
menjual kembali barang tersebut di pasar-pasar lain.
Cabai merah merupakan salah satu komoditi yang paling banyak
diperdagangkan di PIKJ. Khusus untuk cabai merah dijual pada los H yang
menampung lebih dari 240 pedagang grosir. Tingkat harga cabai merah yang
diperdagangkan sangat fluktuatif. Hal ini disebabkan oleh kondisi permintaan dan
penawaran yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang menurun, permintaan
luar daerah yang tidak menentu dan adanya kasus dimana petani langsung
menjual cabai merah tersebut ke pedagang pengecer. Gambar 7 menjelaskan
mengenai alur keluar masuk cabai merah di PIKJ yang melalui beberapa pihak
51
Gambar 7. Alur Keluar Masuk Cabai Besar di Pasar Induk Kramat Jati
Pedagang Pengumpul
Pedagang Besar Daerah
Pedagang Grosir PIKJ
Pedagang Pengecer
Petani Produsen
52
VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Risiko Harga Cabai Besar
Cabai merah keriting dan cabai merah besar tergolong dalam kelompok
cabai besar yang merupakan salah satu jenis sayuran unggulan di Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari Cabai besar merupakan jenis cabai yang paling banyak
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia dan volume cabai paling besar yang
dipasarkan di Pasar Induk Kramat Jati.
Cabai merah keriting adalah cabai yang paling banyak diperjualbelikan di
Pasar Induk Kramat Jati. Rata-rata 70 persen dari pasokan cabai yang masuk ke
pasar Induk Kramat Jati adalah jenis cabai merah keriting. Sedangkan sisanya
adalah cabai merah besar, cabai rawit merah, cabai rawit hijau dan lain-lain.
Harga cabai merah keriting sangat berfluktuasi. Sepanjang bulan Januari
2006 sampai bulan Februari 2009 diperoleh harga terendah adalah Rp 2.800
sedangkan harga tertinggi mencapai Rp 26.000. Harga terendah tersebut dicabai
pada hari ke 210. Hari ke 210 tersebut jatuh pada tanggal 29 Juli 2006. Harga
cabai merah keriting pada periode Mei hingga Juli memang selalu tergolong
rendah dibandingkan bulan-bulan lainnya. Hal ini disebabkan pada bulan-bulan
tersebut produksi dan pasokan sangat melimpah sehingga harga menjadi jatuh.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan petani dapat diketahui bahwa
pengurangan konsumsi cabai juga terjadi di bulan puasa. Harga tertinggi cabai
merah yaitu sebesar Rp 26.000 dicapai pada periode 359 yaitu pada bulan
Desember 2006, dimana periode tersebut berada pada akhir tahun dimana banyak
hari-hari besar keagamaan seperti Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru.
Berdasarkan analisis ARCH-GARCH dengan menggunakan diperoleh plot data
Fluktuasi harga cabai merah keriting di Pasar Induk Kramat Jati yang dapat dilihat
pada Gambar 8.
53
Hari
Har
ga (
kg)
10359208056905754603452301151
25000
20000
15000
10000
5000
0
Gambar 8. Plot Harga Cabai Merah Keriting di Pasar Induk Kramat Januari 2006-Februari 2009
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)
Pasokan rata-rata cabai merah besar di Pasar Induk Kramat Jati adalah
sekitar 5.75 persen dari seluruh jenis cabai yang ada. Harga cabai merah besar
terendah dicapai pada harga Rp 3.000 sedangkan harga tertinggi berada pada
harga Rp 25.000. Harga terendah terjadi pada titik 247 dan 248 yang berada pada
bulan September 2006. Sedangkan harga tertinggi dicapai pada periode 359 yaitu
bulan Desember 2006 atau akhir tahun dimana banyak perayaan hari-hari besar
keagamaan. Pola data harga cabai merah besar dengan periode januari 2006
sampai Februari 2009 dapat dilihat pada Gambar 9.
54
Hari
Har
ga (
kg)
10359208056905754603452301151
25000
20000
15000
10000
5000
0
Gambar 9. Plot Harga Cabai Merah Besar di Pasar Induk Kramat Jati Januari
2006-Februari 2009 Sumber : Pasar Induk Kramat Jati 2009 (diolah)
Analisis ARCH-GARCH dilakukan dengan menggunakan tiga variabel
yaitu harga sebagai variabel dependen (variabel terikat) dan harga sebelumnya
serta pasokan sebagai variabel independen (variabel bebas). Sebelum
menganalisis dengan metode ARCH-GARCH, terlebih dahulu dilakukan analisis
regresi. Hasil output model regresi cabai merah keriting dan cabai merah besar
dapat dilihat pada lampiran 5 dan 21. Tabel 11 menunjukkan hubungan regresi
antara harga cabai besar dengan pasokan cabai besar.
Tabel 11. Model Regresi Harga dan Pasokan Cabai Besar
Jenis Cabai Model Regresi
Cabai Merah Keriting lnPt = 0.291972 +0.976838 lnPt-1 – 0.006853lnS + et
Cabai Merah Besar lnPt = 0.339740 +0.964644 lnPt-1 – 0.001893lnS + et
55
Dimana :
Pt = Harga cabai besar pada periode ke t
Pt-1 = Harga cabai besar pada periode sebelumnya
S = Pasokan cabai besar
Pada taraf nyata lima persen untuk kedua model regresi di atas dapat
disimpulkan bahwa pasokan berpengaruh negatif terhadap harga cabai besar. Hal
ini berarti ketika pasokan berkurang maka harga akan naik. Melalui persamaan
regresi tersebut dapat diketahui bahwa koefisien pasokan cabai merah keriting
lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti bahwa harga cabai
merah keriting lebih tergantung pada jumlah pasokan dibandingkan cabai merah
besar.
Berdasarkan uji signifikansi dengan taraf nyata lima persen maka dapat
diketahui bahwa harga sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga pada waktu
tertentu. Sebaliknya, uji signifikansi model menunjukkan bahwa jumlah pasokan
tidak berpengaruh signifikan terhadap harga pada waktu tertentu. Kondisi ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya jumlah pasokan cabai merah keriting dan
cabai merah besar yang relatif stabil di Pasar Induk Kramat Jati.
Pengujian ada atau tidaknya heteroskedastisitas pada residual dalam model
persamaan harga cabai merah keriting dan cabai merah besar dilakukan dengan
menggunakan uji ARCH LM. Uji ARCH LM didasarkan pada hipotesis nol yaitu
tidak terdapatnya ARCH error. Hasil uji ARCH LM untuk model persamaan
cabai merah keriting dan cabai merah besar dapat dilihat pada lampiran 6 dan 22.
Tabel 12 menunjukkan ringkasan hasil uji ARCH LM untuk model persamaan
cabai merah keriting dan cabai merah besar.
Tabel 12. Ringkasan Hasil Uji ARCH LM Model Cabai Besar
Komoditas Obs*R-Squared
Probability F-Statistic Probability
Cabai Merah Keriting 63.51498 0.000000 67.12439 0.000000
Cabai Merah Besar 16.37071 0.000052 16.57897 0.000050
56
Berdasarkan uji ARCH LM pada kedua model tersebut maka dapat
diketahui bahwa Obs*R-Squared memiliki probability yang kecil dibandingkan α
yang biasanya dipakai, yaitu lima persen. Dengan demikian, dapat diambil
kesimpulan bahwa residual diatas mengandung heteroskedastisitas.
Selain itu keberadaan efek ARCH sebagai bukti bahwa data mengandung
heterokedastisitas juga dapat dilakukan dengan mengamati beberapa ringkasan
data yaitu dengan melihat data apakah data tersebut memiliki nilai yang lebih dari
tiga. Gambar 10 merupakan output yang menunjukkan kurtosis data cabai merah
keriting dan cabai merah besar
0
50
100
150
200
250
300
-0.50 -0.25 -0.00 0.25 0.50
Series: ResidualsSample 1 1147Observations 1147
Mean -3.30e-16Median -0.001643Maximum 0.606102Minimum -0.671945Std. Dev. 0.092751Skewness -0.189120Kurtosis 10.32479
Jarque-Bera 2570.985Probability 0.000000
Gambar 10. Kurtosis Model Cabai Merah Keriting
Gambar 10 memperlihatkan bahwa cabai merah keriting memiliki kurtosis
10.32479. Nilai kurtosis yang lebih dari tiga tersebut menunjukkan data
mengandung heteroskedastisitas. Hasil uji kurtosis menunjukkan bahwa nilai
koefisien kemenjuluran (skewness) adalah sebesar -0,189120 atau kurang dari nol.
Nilai skewness model cabai merah keriting yang kurang dari nol tersebut
mengindikasikan bahwa harga komoditas cabai merah keriting menumpuk pada
tingkat fluktuasi yang tinggi.
57
0
50
100
150
200
250
300
-0.4 -0.2 -0.0 0.2 0.4 0.6
Series: ResidualsSample 1 1147Observations 1147
Mean -3.43e-15Median 0.000389Maximum 0.592160Minimum -0.482655Std. Dev. 0.095256Skewness -0.060403Kurtosis 7.588916
Jarque-Bera 1007.102Probability 0.000000
Gambar 11. Kurtosis Model Cabai Merah Besar
Sebagaimana halnya cabai merah keriting, uji kurtosis juga menunjukkan
bahwa cabai merah besar memiliki heteroskedastisitas dengan nilai kurtosis
sebesar 7.588916. Berdasarkan nilai skewness yang ditunjukkan oleh Gambar 11
dapat diketahui bahwa model persamaan harga cabai merah besar memiliki
distribusi yang miring ke kiri. Hal ini berarti data cenderung menumpuk pada
tingkat fluktusi tinggi seperti halnya cabai merah keriting. Kendati memiliki nilai
skewness yang sama-sama negatif namun terdapat perbedaan besaran nilai antara
cabai merah keriting dan cabai merah besar. cabai merah keriting memiliki nilai
skewness negatif yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar. Hal ini berarti
bahwa kecenderungan model persamaan harga cabai merah keriting untuk
menumpuk pada tingkat fluktuasi tinggi lebih besar dibandingkan cabai merah
besar.
Untuk mengatasi adanya heteroskedastisitas tersebut maka data harga dan
pasokan dapat dimodelkan dengan menggunakan ARCH-GARCH. Penentuan
model ARCH-GARCH yang tepat dilakukan dengan simulasi beberapa model
ragam. Pendugaan parameter model menggunakan metode kemungkinan
maksimum atau quasi maximum likelihood. Simulasi model mengkombinasikan
nilai r = 0,1,2,3 dengan nilai m = 1,2,3 . Pemilihan model ragam terbaik dilakukan
dengan melihat salah satu dari alternatif model yang mempunyai nilai AIC dan SC
terendah dan sudah tidak adanya efek ARCH. Hasil uji coba untuk mendapatkan
58
model ARCH GARCH terbaik pada cabai merah keriting dapat dilihat pada
lampiran 7 sampai lampiran 20 sedangkan uji coba model ARCH GARCH cabai
merah besar ditunjukkan oleh lampiran 23 sampai lampiran 36. Tabel 13
menunjukkan ringkasan hasil uji coba model ARCH GARCH cabai merah
keriting dan cabai merah besar.
Tabel 13. Ringkasan Uji Coba Model ARCH GARCH Cabai Besar
Model Nilai Error Tidak Ada Efek ARCH
Keriting Besar Keriting
Besar
AIC SC AIC SC
ARCH (1) GARCH (0) -1.960378 -1.938387 -1.162954 -1.140962 ü ü
ARCH (1) GARCH (1) -1.985917 -1.959527 -1.136162 -1.109772 - ü
ARCH (1) GARCH (2) -1.986370 -1.955581 -1.280340 -1.249552 ü ü
ARCH (1) GARCH (3) -1.993711 -1.958525 -1.070276 -1.035090 ü ü
ARCH (2) GARCH (0) -1.970268 -1.943877 -1.147375 -1.120985 ü ü
ARCH (2) GARCH (1) -1.989689 -1.958900 -0.938884 -0.908096 ü -
ARCH (2) GARCH (2) -1.989729 -1.954542 -0.957312 -0.922125 ü -
ARCH (2) GARCH (3) -1.999800 -1.960215 -0.993906 -0.954321 ü -
ARCH (3) GARCH (0) -1.971090 -1.940302 -1.127877 -1.097089 ü ü
ARCH (3) GARCH (1) -1.990521 -1.955334 -0.954897 -0.919711 ü ü
ARCH (3) GARCH (2) -1.988802 -1.949217 -0.993596 -0.954011 ü ü
ARCH (3) GARCH (3) -1.999216 -1.955233 -0.975383 -0.931400 ü -
Model ARCH GARCH terbaik dipilih melalui kriteria error (AIC dan SC)
terkecil serta sudah tidak adanya efek ARCH pada model yang menandakan
bahwa model tidak lagi mengandung heteroskedastisitas. Selain itu model juga
dipilih berdasarkan tidak adanya variabel yang bernilai negatif pada varian dan
volatilitas. Berdasarkan kriteria tersebut model ARCH-GARCH terbaik untuk
cabai merah keriting dan cabai merah besar adalah seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 14.
59
Tabel 14. Model ARCH-GARCH Terbaik Cabai Besar
Jenis Cabai Model ARCH-GARCH Terbaik
Cabai Merah Keriting ARCH (1) GARCH (2)
Cabai Merah Besar ARCH (1) GARCH (1)
Tabel 14 menunjukkan bahwa model ARCH-GARCH terbaik untuk cabai
merah keriting adalah ARCH (1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan
harga cabai merah keriting dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan
varian pada dua hari sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik
pada cabai merah besar adalah ARCH (1) GARCH (1). Hal ini berarti pola
pergerakan harga dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan
varian pada satu hari sebelumnya. Persamaan ARCH-GARCH berdasarkan model
ARCH-GARCH terbaik ditunjukkan oleh Tabel 15.
Tabel 15. Persamaan Model ARCH GARCH Terbaik Cabai Besar Jenis Cabai Persamaan Model ARCH-GARCH Terbaik
Cabai Merah Keriting ht = 0.000788 + 0.413433ht-1 + 0.420100ht-2 +0.069386 ε2t-1
Cabai Merah Besar ht = 0.000448 + 0.886204 ht-1 + 0.065325 ε2t-1
Berdasarkan model ARCH-GARCH terbaik tersebut maka dapat
dilakukan perhitungan besarnya risiko yang dihadapi oleh petani dengan adanya
fluktuasi harga cabai merah keriting dan cabai merah besar melalui perhitungan
VAR. Tingkat penerimaan yang diambil untuk penghitungan VAR berasal dari
total penerimaan yang diterima oleh petani dalam satu kali masa produksi.
Berdasarkan perhitungan VAR dengan selang kepercayaan 95 persen dengan
besar rata-rata penerimaan satu kali masa produksi dengan luas lahan sebesar satu
hektar adalah Rp 91.800.000,00 maka risiko yang ditanggung dalam periode
penjualan satu hari,tujuh hari dan tiga puluh hari dapat dilihat pada Tabel 16.
60
Tabel 16. Besar Risiko Cabai Besar Berdasarkan Total Penerimaan Petani
Jenis Cabai
Besar Risiko
1 Hari 7 Hari 30 hari
* % * % * %
Cabai Merah Keriting 1,35 14,68 3,56 38,83 7,38 80.38
Cabai Merah Besar 0,45 4,85 1,17 12,82 2,44 26,54
Keterangan : *dalam puluhan jutaan rupiah
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah
keriting lebih tinggi dibandingkan cabai merah besar. Hal ini menunjukkan untuk
setiap rupiah penerimaan yang diperoleh oleh petani maka risiko harga cabai
merah keriting lebih tinggi dibandingkan risiko harga cabai merah besar. Tingkat
risiko yang dimiliki oleh cabai merah keriting adalah Rp 13.476.240 dari total
penerimaan yang diterima sebesar Rp 91.800.000. Sehingga jika terjadi
peningkatan penerimaan pada cabai merah keriting maka risiko harga cabai merah
keriting juga mengalami peningkatan. Begitu pula dengan risiko harga cabai
merah besar, tingkat risiko yang diterima adalah sebesar Rp 4.452.300 dari total
penerimaan Rp 91.800.000. Apabila terjadi peningkatan penerimaan maka risiko
yang ditanggung oleh petani juga akan mengalami peningkatan.
Berdasarkan Tabel 16 dapat diketahui bahwa risiko harga cabai merah
keriting adalah 14,68 persen dari total penerimaan yang diterima oleh petani
dengan jangka waktu penjualan satu hari. Hal ini berarti kenaikan penerimaan
sebesar satu rupiah akan meningkatkan risiko cabai merah keriting sebesar 14,68
persen. Begitu pula dengan cabai merah besar yang memiliki tingkat risiko
sebesar 4.85 persen. Kenaikan penerimaan cabai merah besar sebesar satu rupiah
akan meningkatkan risiko sebesar 4.85 persen.
Semakin lama periode penjualan setelah panen maka semakin besar risiko
yang ditanggung oleh petani. Hal tersebut dapat dilihat dari risiko harga yang
semakin meningkat pada periode penjualan 7 dan 30 hari. Periode penjualan yang
semakin lama akan menyebabkan cabai membusuk sehingga harga jual cabai
menjadi jatuh.
61
Berdasarkan hasil perhitungan risiko dengan metode ARCH GARCH
maka nilai risiko cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah
besar. Lebih tingginya risiko harga cabai merah keriting dibanding cabai merah
besar disebabkan oleh faktor tingginya volume permintaan cabai merah keriting,
sementara pasokan lebih berfluktuasi akibat risiko di tingkat produksi yang lebih
besar.
Penggunaan cabai merah keriting lebih besar dibandingkan cabai merah
besar. Hal ini dikarenakan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas
dibandingkan cabai merah besar. Pembuatan sambal atau makanan dengan cita
rasa pedas, biasanya menggunakan cabai merah keriting. Cabai merah besar
biasanya hanya digunakan untuk hiasan atau pewarna makanan. Cabai ini dipakai
di restaurant sebagai bahan untuk mempercantik makanan. Jika ditinjau dari daya
tahan maka cabai merah keriting memiliki daya tahan yang lebih besar
dibandingkan cabai merah besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kadar air dimana
kadar air cabai merah keriting lebih sedikit dibandingkan cabai merah besar.
Fluktuasi pasokan tidak terlepas dari adanya pengaruh risiko di tingkat
produksi. Risiko di tingkat produksi untuk komoditi cabai merah keriting lebih
besar dibandingkan cabai merah besar karena perawatan yang lebih rumit serta
masa tanam yang lebih lama. Cabai merah keriting memerlukan perawatan yang
lebih intensif dengan tingkat risiko terkena serangan hama yang lebih besar
dibandingkan cabai merah besar akibat masa tanam yang relatif lebih lama.
Masa tanam cabai merah keriting yang lebih lama dibandingkan cabai
merah besar membuat petani harus menunggu hingga mencapai masa panen. Hal
ini menyebabkan beberapa petani lebih memilih untuk membudidayakan cabai
merah besar. Selain itu cabai merah besar dapat dipetik dalam kondisi yang masih
hijau. Cabai merah besar yang masih dalam kondisi hijau memiliki permintaan
yang cukup besar sehingga petani dapat melakukan pemetikan jika dalam kondisi
terdesak secara finansial. Selain itu, sebagian petani memilih untuk memetik cabai
merah besar dalam kondisi hijau karena semakin lama waktu penungguan masa
panen maka akan semakin besar peluang risiko produksi yang akan ditanggung.
Hal ini dikarenakan ketika cabai semakin mendekati masa panen maka akan
62
semakin rentan terhadap hama dan penyakit yang berisiko pada kegagalan panen
akibat hama penyakit.
Serangan penyakit pada cabai terjadi pada saat musim hujan yang dapat
terjadi dari fase perkecambahan hingga buah terbentuk. Penyakit cabai dapat
mengakibatkan kegagalan panen hingga seratus persen. Beberapa penyakit
penting yang umumnya menyerang tanaman cabai yaitu penyakit antraknosa,
bercak daun, busuk fitopthora, layu fusarium, bercak bakteri, layu bakteri,
penyakit mosaik penyakit mosaik dan penyakit krupuk. Penanggulangan jenis
penyakit sangat tergantung pada jenisnya. Secara umum penanggulangan penyakit
dapat dilakukan melalui pemilihan lahan yang bebas patogen, pemilihan varietas
yang toleran, santasi lahan dan penggunaan bahan kimia. Selain hama dan
penyakit, gulma juga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman melalui perebutan
unsur hara dari dalam tanah dan inang serangga vektor, termasuk patogen
penyakit. Menurut Topan (2008) gulma yang menyerang tanaman cabai umumnya
adalah pisang (Musa parasdisiaca), teki (Cyperus rotundus, C. compressus dan C.
distans), rumput belulang (Eleusine indica), tuton (Echinochloa coona), rumput
grintingan (Cynodon dactilon), rumput pahit (Paspalum distichum), rumput
sendok gangsir (Digitaria ciliaris), gendong anak (Euphorbia hirta), krokot
(Portulaca oleracea), bayam duri (Amaranthus lividus), tolod (Alternanthera
philoxeriodes), babadaton (Ageratum conyzoides) dan sawi liar (Capsella
bursapastoris). Pengendalian gulma dapat dilakukan melalui pengolahan tanah.
Hama menyerang tanaman cabai pada saat musim kemarau. Serangan
hama ini mengakibatkan buah dan daun cabai menjadi rusak. Sebenarnya efek
serangan hama yang paling merusak disebabkan oleh bakteri atau virus yang
disebarkan oleh hama tersebut (vektor). Beberapa serangan hama yang sering
mengganggu tanaman cabai menurut Topan (2008) adalah kutu daun persik
(Myzus persicae Suiz), thrip (Thrips parvipinus karny), ulat buah (Helicoverpa
armigera hubner), Lalat buah (Bactrocera dorsalis Hendel), ulat grayak
(spodoptera litura Fabricius) dan Nematoda Bintil Akar (Meloidogyne sp).
Beberapa serangan hama dapat mengakibatkan kegagalan panen hingga 100
persen. Oleh karena itu diperlukan pengendalian yang efektif untuk
63
menanggulangi serangan hama. Pengendalian hama dapat dilakukan melalui
kultur teknik, penggunaan varietas toleran, pengendalian secara manual, mekanik
dan fisik, pengendalian secara hayati dan penggunaan bahan kimia.
Selain karena faktor hama dan penyakit, risiko produksi juga tidak terlepas
dari adanya faktor cuaca yang mempengaruhi hasil produksi. Cuaca sangat
mempengaruhi kualitas dan daya tahan cabai. Curah hujan yang tinggi akan
mengakibatkan kadar air dalam cabai juga tinggi. Hal ini mengakibatkan cabai
mudah busuk. Karakter mudah busuk memiliki sifat menular. Ketika satu buah
cabai busuk, maka hal ini akan dengan cepat menyebar pada cabai lainnya. Selain
dari sisi risiko produksi, fluktuasi pasokan juga disebabkan oleh beberapa faktor
seperti pencurian dan penjarahan, transportasi dan pensortiran.
1. Pencurian dan Penjarahan
Harga jual cabai yang terkadang sangat tinggi membuat sebagian orang
berpikiran jahat untuk melakukan pencurian dan penjarahan. Pencurian dan
penjarahan ini sering terjadi terutama saat harga cabai sangat tinggi pada tahun
1997-1998. Penjarahan yang dilakukan juga sering diikuti dengan perusakan. Hal
ini tentu saja akan merugikan petani dan mengakibatkan berkurangnya pasokan.
Pencurian dan penjarahan biasanya dilakukan oleh masyarakat sekitar
yang diikuti dengan perusakan tanaman, sehingga menyebabkan kerugian dapat
mencapai seratus persen. Pencurian dan penjarahan dapat diatasi dengan
mempekerjakan masyarakat lokal pada lahan perkebunan dan membagikan hasil
panen pada masyarakat sekitar jika memungkinkan.
2. Transportasi
Selain akibat kondisi alam dan lahan pertanian, fluktuasi pasokan ternyata
juga disebabkan oleh kondisi transportasi yang mengangkut cabai yang akan
dipasarkan. Transportasi merupakan hal yang sangat penting dalam mengangkut
hasil pertanian dari petani ke pedagang. Kendaraan yang biasa dipakai dalam
lingkup pulau Jawa adalah truk atau mobil. Sedangkan untuk lingkup daerah di
luar Pulau Jawa dan jauh dari daerah pusat pemasaran, alat transportasi yang
digunakan adalah pesawat terbang. Pengaturan dan penyusunan cabai di didalam
64
alat transportasi sangat mempengaruhi kondisi komoditi tersebut ketika sampai di
pasar. Cabai yang diletakkan secara sembarangan akan mengakibatkan turunnya
kualitas. Hal ini tentunya berhubungan positif dengan harga cabai. Ketika
kualitas cabai menurun maka harga cabai juga akan turun.
3. Pensortiran
Pensortiran adalah kegiatan mengelompokkan komoditas cabai besar
berdasarkan kualitas yang dimiliki. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko
harga. Selain itu kegiatan pensortiran juga dilakukan pada saat penyusunan barang
sebelum dibawa ke daerah lain. Pensortiran dilakukan dengan sederhana yaitu
memisahkan antara cabai yang terindikasi membusuk dengan cabai yang masih
berkualitas bagus. Pensortiran harus benar-benar dilakukan dengan hati-hati.
Walaupun hanya ada satu cabai busuk yang tertinggal dalam pengemasan
menjelang transportasi maka hal itu akan berpengaruh pada cabai-cabai lainnya.
Satu cabai yang membusuk akan dengan cepat menyebar pada cabai-cabai lain.
6.2 Alternatif Strategi dalam Mengatasi Risiko Harga Cabai Merah Keriting dan Cabai Merah Besar
6.2.1 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Petani
Petani cabai besar umumnya tidak langsung menjual hasil panen kepada
konsumen ataupun pedagang besar. Cabai besar hasil panen terlebih dahulu dijual
pada pengepul yang mengumpulkan hasil panen dari banyak petani. Pengepul
biasanya juga merupakan orang yang satu desa dengan petani. Kerja sama antara
petani dan pengepul biasanya sudah berlangsung selama bertahun-tahun. Seorang
petani akan selalu mengumpulkan hasil panennya pada pengepul yang sama. Hasil
panen yang sudah terkumpul pada pengepul dibawa pada pedagang besar yang
kemudian mendistribusikannya pada industri makanan dan pasar induk di
berbagai daerah.
Awal mula penentuan harga ditingkat petani dilakukan oleh pedagang di
Pasar Induk Kramat Jati. Pedagang pasar induk akan mematok harga tertentu pada
pedagang besar di daerah. Demikian seterusnya, pedagang besar akan
memberikan harga tertentu pada pengepul dan pengepul juga menentukan harga
65
pada petani. Margin harga yang diambil antara elemen tataniaga biasanya tidak
terlalu besar. Masing-masing komponen biasanya berusaha bersikap seadil
mungkin. Kerjasama yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun serta adanya
pemikiran jangka panjang terhadap usaha yang dilakukan menyebabkan semua
pihak bersikap sebaik mungkin dalam menjalin kerja sama.
Sistem pembayaran yang dilakukan antara petani dan pengepul dilakukan
dengan berbagai cara tergantung pada besarnya hasil panen. Sistem pembayaran
yang dilakukan pada petani besar tidak dilakukan secara langsung ketika barang
diterima. Namun terdapat selang waktu antara diterimanya barang dengan
pembayaran. Hal ini berbeda pada petani dengan skala kecil. Petani skala kecil
biasanya langsung menerima pembayaran pada saat penerimaan barang secara
tunai.
Petani merupakan pihak yang paling merasakan dampak adanya fluktuasi
harga dalam sistem tataniaga suatu produk pertanian. Seringkali petani sebagai
produsen tidak dapat berbuat apa-apa ketika harga di pasaran jatuh. Namun
demikian terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh petani terkait dengan
adanya risiko harga ini.
1. Perhitungan yang Cermat dalam Penentuan Masa Tanam Cabai
Umur panen cabai sangat bervariasi tergantung pada jenis dan varietas.
Namun secara umum, umur panen cabai adalah tiga bulan atau 90 hari. Dalam
satu kali penanaman cabai dapat dipanen hingga sembilan kali dengan interval
lima hari. Jumlah cabai yang dapat dipanen pada masing-masing periode sangat
bervariasi. Riwayat panen cabai besar menyerupai kurva sebaran normal dimana
hasil panen sangat sedikit di awal dan kemudian mencapai puncaknya pada
periode panen ke lima dan ke enam. Hasil ini kemudian sedikit demi sedikit
menurun pada periode selanjutnya.
Petani berupaya mencegah jatuhnya harga melalui perhitungan cermat
dalam penentuan masa tanam cabai untuk mencegah kerugian dan memperoleh
keuntungan maksimal. Petani memanfaatkan waktu tertentu seperti hari raya
keagamaan, tahun baru, dan hari besar lainnya untuk menghitung waktu panen.
66
Sebagian petani mampu menyelaraskan antara waktu puncak panen dengan waktu
puncak harga cabai besar.
2. Melakukan Diversifikasi Tanaman
Diversifikasi merupakan upaya yang dilakukan oleh petani dalam
menanggulangi risiko dengan cara menamam berbagai jenis tanaman dalam satu
hamparan. Misalnya ketika petani akan menanam cabai seluas satu hektar, maka
sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini bertujuan agar rentang waktu panen
panjang hingga kemungkinan memperoleh harga rendah dapat dihindari.
3. Rotasi Tanaman
Penanaman tanaman tertentu secara terus menerus dalam satu hamparan
akan mengakibatkan berkurangnya zat-zat hara tertentu di dalam tanah. Hal ini
akan menyebabkan berkurangnya hasil panen dalam jangka panjang. Oleh karena
penggantian tanaman perlu dilakukan untuk menjaga kualitas tanah. Tanaman
selingan dapat berasal dari kacang-kacangan yang terbukti mampu menyuburkan
tanah dengan mengikat nitrogen dari udara. Strategi rotasi tanaman ini akan
semakin efektif jika dilakukan beriringan dengan kebijakan pengaturan pola
produksi cabai merah.
4. Pembuatan Produk Olahan Cabai
Terdapat beberapa produk olahan cabai yang dapat dijadikan alternatif
solusi ketika harga cabai sangat rendah. Berbagai macam produk olahan cabai
seperti saos/sambal cabai, cabai kering, oleoresin cabai, manisan cabai dan cabai
kalengan.
Saos cabai merupakan produk olahan yang sangat memasyarakat. Bahan
utama saos cabai adalah cabai segar, tomat, bawang putih, gula pasir, garam, cuka
dan natrium benzoat. Pembuatan saos diawali dengan membersihkan cabai dan
tomat dari bijinya dan direndam dengan air panas selama enam menit. Selanjutnya
dicampur dengan bawang putih dan diblender. Hasil blender ditambahkan garam
dapur dan natrium benzoat (0.05-0.1 persen). Campuran dipanaskan sampai kental
seraya ditambahkan asam cuka dan diaduk merata. Campuran kemudian
dimasukkan ke dalam botol dan dikukus selama 15 menit pada suhu 1000C.
67
Cabai kering dapat diperoleh melalui pengeringan alami (penjemuran) atau
dengan menggunakan pengeringan mekanis. Sebelum dikeringkan cabai terlebih
dahulu harus mengalami proses pembersihan, pembelahan, dan perendaman
dalam air panas (blancing). Pembersihan dimaksudkan untuk menghilangkan
kotoran yang menempel pada cabai di saat proses pemanenan. Sedangkan
pembelahan dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan. Pengeringan cabai
dapat dilanjutkan dengan pengolahan menjadi oleoresin atau cabai serbuk.
Oleoresin dari cabai banyak dibutuhkan dalam industri farmasi dan makanan.
Oleoresin digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan koyo cabai, krim obat
gosok anti rematik, dan pegal-pegal sedangkan pada industri makanan oleoresin
diperlukan untuk pembutan minuman.
Sebagaimana halnya buah-buahan, cabai khususnya cabai merah besar
juga dapat dijadikan manisan. Cabai yang dapat dijadikan manisan adalah cabai
yang memiliki daging tebal serta tidak pedas. Pembuatan manisan cabai diawali
dengan pembelahan dan perendaman di dalam air mendidih yang telah dicampur
natrium metabisulfit 0.2 persen selama 5-10 menit. Tahapan selanjutnya adalah
perendaman dengan larutan gula secara bertahap selama tiga malam. Malam
pertama dilakukan perendaman dengan kadar gula 30-40 persen sedangkan malam
berikutnya kadar gula dinaikkan hingga 40-50 persen. Malam ketiga, kadar gula
larutan kembali dinaikkan menjadi 50-60 persen. Selanjutnya cabai yang telah
direndam tersebut ditiriskan dan dioven selama 14 jam. Agar penampilan lebih
menarik maka buah cabai dapat dilapisi dengan madu atau larutan gula.
Produk olahan cabai lainnya adalah cabai kalengan yang dapat dibuat
dengan sederhana. Cabai yang sudah dibersihkan dari tangkainya dicuci dan
direndam selama 2-3 menit dalam air panas dan dilanjutkan dengan pencucian
dengan air dingin. Selanjutnya cabai dimasukkan ke dalam kaleng dan
ditambahkan 50 mg asam sitrat/100 g dan larutan garam dapur 2 persen. Cabai
dikukus selama 6-7 menit dan kemudian ditutup rapat serta direbus dalam air
mendidih selama tiga puluh menit. Tahap selanjutnya kaleng yang berisi cabai
dimasukkan kedalam air agar dingin. Tahap akhir yang bisa dilakukan adalah
68
proses pelabelan berupa nama produk, tanggal kadaluarsa, nama produsen, dan
sebagainya.
5. Sistem Kontrak
Sistem kontrak merupakan mekanisme mengurangi atau menghilangkan
risiko dan ketidakpastian harga dengan penentuan harga yang harus dibayar
setelah panen atau pada saat komoditi siap untuk dipasarkan. Kontrak sebaiknya
dilakukan antara petani yang tergabung dalam kelembagaan baik berupa
kelompok tani atau koperasi dengan pihak lain berupa industri makanan seperti mi
instan, saos dan jenis produk lainnya yang menggunakan cabai sebagai salah satu
komposisinya. Sistem kontrak ini menjamin terserapnya hasil panen dengan harga
yang sesuai dengan kesepakatan.
6.2.2 Strategi Pengurangan Risiko Harga oleh Pedagang
Pedagang merupakan elemen penting dalam menjamin sampainya cabai
dari produsen (petani) ke konsumen. Pedagang cabai Pasar Induk Kramat jati
umumnya sudah memiliki petani pemasok cabai yang sudah menjadi langganan
selama bertahun-tahun. Kegiatan berlangganan ini bahkan terjadi dari generasi ke
generasi. Hal ini menyebabkan sistem perdagangan yang dilakukan tidak hanya
memperhitungkan untung rugi atau murni bisnis namun juga terdapat unsur
kekerabatan di dalamnya. Kegiatan bisnis umumnya dilakukan dengan sistem
kepercayaan antara petani dan pedagang.
Beberapa pedagang selalu menampung seluruh hasil panen dari petani
yang menjadi mitranya. Berapapun hasil panen pasti akan diterima oleh pedagang
namun dengan risiko harga yang belum pasti. Biasanya pedagang dengan sistem
ini akan melakukan pembayaran kepada petani dalam dua hari setelah barang
dikirimkan. Pembayaran dapat dilakukan dengan tunai atau melalui rekening.
Sistem ini biasanya dilakukan atas dasar saling kepercayaan dan keterbukaan.
Baik petani maupun pedagang tidak akan menghianati kerja sama yang sudah
berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang bahkan dari zaman dua generasi
sebelumnya. Berikut merupakan strategi yang dapat dilakukan pedagang dalam
upaya mengurangi risiko harga cabai merah.
69
1. Menjual Cabai pada Industri Makanan
Selain menjual cabai langsung pada pedagang pengecer atau konsumen
akhir, pedagang juga menjual cabai pada pabrik pengolahan saos atau mie instan
melalui kerjasama dengan perusahaan-perusahaan terkait. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi risiko banyaknya cabai yang membusuk karena tidak terjual. Selain
itu cara ini dapat dilakukan untuk mencegah jatuhnya harga secara ekstrim.
2. Pengeringan Cabai
Kegiatan pengeringan dapat dijadikan salah satu kegiatan alternatif yang
dapat diterapkan untuk mencegah jatuhnya harga cabai akibat jumlah cabai di
pasaran melebihi permintaan. Cabai kering dapat diolah lebih lanjut menjadi cabai
serbuk dan oleoresin cabai. Cabai serbuk ditemukan pada produk makanan awetan
seperti mie instant. Sedangkan oleorosin cabai dibutuhkan sebagai bahan baku
dalam industri makanan dan farmasi. Industri makanan yang menggunakan
oleorosin seperti minuman ginger beer sedangkan industri farmasi seperti koyo
cabai, krim obat gosok anti rematik dan pegal-pegal. Cabai kering umumnya
dibutuhkan di daerah Kalimantan. Selain itu cabai kering merupakan komoditi
ekspor ke berbagai negara seperti Singapura, Jepang, Hongkong, Thailand dan
Belanda.
Pengeringan cabai dapat dilakukan secara alami dan mekanis. Pengeringan
secara alami dilakukan dengan menggunakan sinar matahari dalam waktu 8-10
hari. Pengeringan cabai secara mekanis dilakukan dengan menggunakan alat
tertentu seperti tray dryer. Pengeringan cabai dengan menggunakan alat ini hanya
memerlukan waktu 14-20 jam.
6.2.3 Strategi Pengurangan Risiko oleh Pemerintah
Pemerintah dapat memiliki peranan penting dalam mengurangi risiko
harga komoditi pertanian sehubungan dengan peran pemerintah sebagai fasilitator
dan regulator. Berikut merupakan strategi yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mengurangi risiko harga cabai merah
70
1. Pembentukan atau Pengaktifan Koperasi dan Kelompok Tani
Petani cabai merah tidak memiliki kekuatan dalam menentukan harga.
Harga pada umumnya sudah ditentukan oleh pedagang besar yang ada di pasar-
pasar induk seperti Jakarta, Cibitung, Bogor dan sebagainya berdasarkan kondisi
pasar. Petani yang di beberapa daerah seringkali merasa tidak puas terhadap harga
yang ditawarkan oleh pengepul. Hal ini dikarenakan harga yang ditawarkan oleh
pengepul jauh lebih rendah dari harga pasar yang sesungguhnya.
Pembentukan koperasi dan kelembagaan lainnya dijadikan sebagai salah
satu alternatif solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Koperasi ini berperan
dalam mengumpulkan hasil panen cabai petani sebelum dikirim ke pasar-pasar di
daerah yang membutuhkan. Melalui koperasi, harga yang diterima oleh petani
akan lebih adil dan wajar.
Selain itu kelembagaan tani juga dijadikan sebagai sarana bagi petani
dalam menjalankan sistem kontrak dengan mitra, wadah dalam pengembangan
produk olahan cabai serta penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan oleh
pemerintah terkait dengan upaya mengurangi risiko harga cabai besar.
2. Pengaturan Pola Produksi
Adanya risiko harga tidak terlepas dari pengaruh fluktuasi produksi di
tingkat petani. Saat tertentu produksi melimpah yang menyebabkan harga turun,
namun pada saat lainnya produksi sangat sedikit yang menyebabkan naiknya
harga. Pengaturan pola produksi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Pengaturan pola produksi dapat
dijalankan secara efektif dengan adanya koordinasi yang jelas antara Departemen
Pertanian dan dinas-dinas pertanian di daerah.
Pengaturan pola produksi ini diawali dengan kajian yang mendalam
mengenai karakteristik tanaman cabai. Sehingga pengaturan pola produksi tidak
merugikan petani. Pengaturan pola produksi disesuaikan dengan tingkat
kebutuhan masyarakat terhadap cabai di setiap waktunya sehingga implikasinya
akan terdapat perbedaan luas tanam dalam periode-periode waktu tertentu. Hal
tersebut tidak hanya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat namun juga aspek
71
musim dimana kemungkinan tingkat kegagalan panen tinggi pada musim
tertentu.
3. Penyuluhan dan Pembinaan yang Intensif
Penyuluhan dan pembinaan yang intensif tidak hanya terkait dengan
teknik budidaya yang baik namun juga berkenaan dengan pengolahan pasca
panen. Pengolahan pasca panen merupakan salah satu alternatif solusi yang dapat
dilakukan oleh petani ketika harga cabai di pasaran sangat rendah. Pemerintah
melalui Departemen Pertanian dan kelembagaan terkait dapat melakukan
pelatihan-pelatihan terkait dengan pembuatan produk-produk olahan dari cabai.
Sosialisasi mengenai pentingnya kebijakan pengaturan pola produksi juga
dilakukan melalui penyuluhan. Hal ini dikarenakan petani akan sulit menerima
kebijakan pengaturan pola produksi ini. Oleh karena itu, diperlukan upaya
penyadaran yang terus menerus terkait dengan hal tersebut. Upaya untuk
meyakinkan petani dapat diiringi dengan penyuluhan teknik budidaya yang tepat
pada musim dimana tingkat kegagalan produksi sangat tinggi seperti musim
hujan. Umumnya petani enggan untuk menanam cabai besar di musim hujan.
Tingkat kelembapan udara yang sangat tinggi mendorong munculnya berbagai
jenis cendawan yang mengakibatkan tingginya risiko produksi. Daerah-daerah
dimana petani mendapat giliran untuk berproduksi di musim hujan tentunya akan
mengalami ketakutan terhadap gagalnya produksi yang berakibat pada kerugian.
72
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Cabai merah keriting dan cabai merah besar merupakan komoditi yang
sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga yang sangat fluktuatif ini menyebabkan
tingginya risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar tersebut. Risiko
harga cabai merah keriting yang lebih besar dibandingkan cabai merah besar
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu volume permintaan cabai merah keriting
yang lebih besar sementara pasokan lebih berfluktuasi terkait dengan risiko
produksi
Model ARCH GARCH terbaik untuk cabai merah keriting adalah ARCH
(1) GARCH (2). Hal ini berarti pola pergerakan harga cabai merah keriting
dipengaruhi oleh volatilitas satu hari sebelumnya dan varian pada dua hari
sebelumnya. Sedangkan model ARCH-GARCH yang terbaik pada cabai merah
besar adalah ARCH (1) GARCH (1). Hal ini berarti pola pergerakan harga
dipengaruhi oleh volatilitas pada satu hari sebelumnya dan varian pada satu hari
sebelumnya
Penanggulangan risiko oleh petani dilakukan melalui tindakan seperti
Perhitungan yang cermat dalam penentuan masa tanam cabai, menghindari
penanaman cabai dalam satu hamparan, rotasi tanaman dan pembuatan produk
olahan cabai. Penanggulangan risiko oleh pedagang dapat dilakukan melalui
tindakan seperti penjualan cabai pada industri makanan dan pengeringan cabai.
Penanggulangan risiko harga cabai merah keriting dan cabai merah besar akan
efektif melalui peran dan kontribusi pemerintah. Tindakan yang dapat dilakukan
oleh pemerintah terkait dengan hal tersebut adalah melalui pembentukan atau
pengaktifan koperasi dan kelompok tani, pengaturan pola produksi serta
pembinaan dan penyuluhan yang terkait dengan pengolahan pasca panen,
budidaya dan pendekatan terhadap petani terkait pentingnya kebijakan pengaturan
pola produksi untuk mengurangi risiko harga
73
7.2 Saran
1. Upaya meminimalisir adanya risiko harga cabai merah keriting dan cabai
merah besar sebaiknya dilakukan secara terintegrasi antara petani,
pedagang pemerintah dan pihak-pihak lainnya. Semua komponen yang
terkait seperti petani, pedagang dan pemerintah harus dapat bekerja sama
untuk mengatasi risiko harga agar dapat lebih efektif
2. Kerjasama yang dilakukan antara berbagai pihak tersebut hendaknya
diiringi dengan konsistensi dan komitmen yang kuat seperti pembinaan
yang berkelanjutan dan adanya pengawasan yang baik. Hal ini dilakukan
agar dalam upaya mencapai hasil yang diharapkan dapat lebih efisien
3. Penelitian mengenai cabai terutama terkait dengan upaya budidaya agar
dapat ditanam pada berbagai musim serta meminimalkan risiko produksi
perlu terus dikembangkan. Hal ini juga berhubungan dengan usaha untuk
menyukseskan kebijakan pengaturan pola produksi cabai besar untuk
mengurangi risiko harga.
4. Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia yang baru terbentuk pada tanggal 22
November 2008 diharapkan dapat berperan optimal dalam menghadapi
risiko harga cabai merah yang cukup tinggi tersebut.
74
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Produk Domestik Bruto Nasional. Indonesia : BPS Indonesia
Darmawan EY. 2007. Analisis Proses Keputusan Petani dalam Pembelian Benih
Cabai Merah Keriting Varietas TM 999 (Kasus di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Debertin DL. 1986. Agricultural Productions Economics. Macmillan Publishing
Company : New York [Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2008. Nilai PDB Hortikultura Berdasarkan
Harga Konstan Periode 2003 – 2006. http:// www.deptan.go.id. [22 Desember 2008]
[Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2007. Luas Panen Tanaman Sayuran Di
Indonesia Periode 2003-2007. http//www.hortikultura.deptan.go.id. [6 Februari 2009]
[Direktorat Jenderal Hortikultura]. 2008.Volume Ekspor Komoditas Sayuran Di
Indonesia.http// www.hortikultura.deptan.go.id. [ 6 Februari 2009] [Direktorat Jenderal Hortikultura]. Kebutuhan Perkapita (Kg) Beberapa Jenis
Cabai di Indonesia. 2008. http//www.hortikultura.deptan.go.id. [6 Februari 2009]
Firdaus M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam. IPB Press : Bogor
Gaynor PE, Kirckpatrick RC. 1994. Introduction to Time-series Modelling and
Forecasting in Business and Economics. Mc Graw-Hill, Inc : Singapura. Hyman DN. 1996. Microeconomics. New York : McGraw-Hill,Inc Iskandar, E. 2006. Analisis Risiko Investasi Saham Agribisnis Rokok dengan
Pendekatan ARCH-GARCH [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Jorion P.2002. Value at Risk : the new benchmark for managing financial risk,
second edition. McGraw-Hill. California. North America. Kountur, R. 2004. Manajemen Risiko Operasional (Memahami Cara Mengelola
Risiko Operasional Perusahaan. PPM. Jakarta.
75
Lipsey RG, Courant PN, Purvis DD, Steiner PO. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Jaka W dan Kirbrandoko, penerjemah; Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Economis 10th ed
McConnel CR, Brue SL. 1990. Microeconomics, Principles, Problems and
Policies. New York : McGraw-Hill, Inc Muharlis A. 2007. Peramalan dan Faktor-Faktor Penentu Fluktuasi Harga Cabai
Merah Di Enam Kota Besar Di Jawa-Bali (Kasus Pengendalian Harga Cabai Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional, DEPTAN RI [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Prajnanta F. 1999. Agribisnis Cabai Hibrida. Penebar Swadaya : Jakarta Pyndyck RS, Rubinfeld, DL. 1983. Econometric Models And Economic
Forecasts. Japan : McGraw-Hill, Inc Rachma M. 2008. Efisiensi Tataniaga Cabai Merah (Studi Kasus Desa
Cibeureum, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Ramadhona, B. S. 2004. Analisis Investasi dengan Pendekatan Model ARCH-
GARCH dan Pendugaan Harga Saham dengan Pendekatan Model Time Series pada Perusahaan Agribisnis Terpilih di PT. Bursa Efek Jakarta [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Robison, L.J. and P.J Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response To Risk.
Macmillan Publishing Company. New York. Safitri NA. 2009. Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas
Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Siregar YR. 2009. Analisis Risiko Harga Day Old Chick (DOC) Broiler dan
Layer pada PT Sierad Produce Tbk Parung, Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
Sukirno S. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi UI Suyanti. 2007. Membuat Aneka Olahan Cabai. Jakarta : Penebar Swadaya Topan M. 2008. Panduan Lengkap Budidaya dan Bisnis Cabai. Jakarta :
Agromedia Pustaka
76
LAMPIRAN
77
Lampiran 1. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan
a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan & Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
14.34 7.21 2.16 1.77 0.88 2.31
13.13 6.54 2.03 1.59 0.81 2.15
12.97 6.42 1.90 1.53 0.90 2.23
13.83 6.78 2.13 1.57 0.90 2.45
2. Pertambangan & Penggalian a. Pertambangan Minyak & Gas Bumi b. Pertambangan Bukan Migas c. Penggalian
8.94 5.16 2.84 0.94
11.14 6.40 3.77 0.97
10.97 5.99 3.91 1.07
11.14 5.92 4.05 1.17
3. Industri Pengolahan
a. Industri Migas b. Industri bukan Migas
28.07 4.11 23.96
27.41 4.99 22.42
27.54 5.15 22.33
27.01 4.61 22.40
4. Listrik, Gas & Air Bersih
a. Listrik b. Gas Kota c. Air Bersih
1.03 0.76 0.13 0.14
0.96 0.69 0.14 0.13
0.91 0.63 0.15 0.12
0.88 0.58 0.17 0.12
5. Konstruksi
6.59 7.03 7.52 7.71
6. Perdagangan, Hotel &Restoran
a. Perdagangan besar & eceran b. Hotel c. Restoran
16.05 12.53 0.55 2.98
15.56 12.21 0.51 2.84
15.02 11.77 0.48 2.77
14.93 11.82 0.44 2.67
7. Pengangkutan & Komunikasi
a. Pengangkutan b. Komunikasi
6.20 3.85 2.35
6.51 3.97 2.54
6.94 4.28 2.67
6.70 3.79 2.91
8. Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan
a. Bank b. Lembaga Keuangan Bukan Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Real Estat e. Jasa Perusahaan
8.47 3.42 0.73 0.06 2.88 1.39
8.31 3.18 0.75 0.06 2.94 1.38
8.06 2.87 0.80 0.06 2.92 1.41
7.71 2.67 0.82 0.06 2.79 1.37
9. Jasa-Jasa
a. Pemerintahan umum b. Swasta
10.32 5.28 5.04
9.96 4.87 5.08
10.07 5.02 5.04
10.09 5.19 4.90
78
Lampiran 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Persen)
Lapangan Usaha 2004 2005 2006 2007 2. Pertanian, Peternakan, Kehutanan &
Perikanan
a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan & Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
7.63 5.02 6.15 8.78 10.18 16.22
10.65 9.53 13.71 8.78 11.20 12.50
18.96 18.21 12.35 15.55 33.26 24.64
26.32 25.09 33.21 21.58 18.85 30.25
2. Pertambangan & Penggalian d. Pertambangan Minyak & Gas Bumi e. Pertambangan Bukan Migas f. Penggalian
22.49 24.52 22.15 13.28
59.55 49.90 60.62 23.86
18.60 12.65 24.95 33.25
20.28 17.03 22.77 29.35
3. Industri Pengolahan
c. Industri Migas d. Industri bukan Migas
13.26 21.37 11.97
18.01 46.87 13.06
20.93 24.31 20.18
16.23 5.93 18.61
4. Listrik, Gas & Air Bersih
d. Listrik e. Gas Kota f. Air Bersih
23.96 25.15 34.56 9.59
12.49 9.55 26.05 15.51
13.71 10.58 29.21 13.65
14.40 8.81 36.90 15.69
5. Konstruksi
20.67 29.00 28.71 21.54
6. Perdagangan, Hotel &Restoran
d. Perdagangan besar & eceran e. Hotel f. Restoran
9.98 10.35 11.97 8.11
17.11 17.78 11.52 15.35
16.20 16.06 13.62 17.28
17.80 19.02 8.45 14.26
7. Pengangkutan & Komunikasi
c. Pengangkutan d. Komunikasi
19.66 11.03 37.08
26.91 24.74 18.57
28.37 29.63 16.74
14.43 29.57 13.41
8. Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan
f. Bank g. Lembaga Keuangan Bukan Bank h. Jasa Penunjang Keuangan i. Real Estat j. Jasa Perusahaan
11.68 5.42 17.24 17.22 16.85 14.92
18.57 12.42 25.00 22.95 23.25 20.52
16.74 8.41 28.69 27.18 19.54 23.08
13.41 10.27 21.68 23.82 13.19 15.12
9. Jasa-Jasa
c. Pemerintahan umum d. Swasta
19.13 19.22 19.05
16.61 11.56 21.89
21.74 24.17 19.41
18.75 22.37 15.13
Produk Domestik Bruto 14.01 20.84 20.37 18.50
79
Lampiran 3. Deskripsi Komponen Biaya Produksi Cabai Besar Menurut Topan (2008)
A. Biaya Produksi a. Penyiapan Lahan 1. Sewa lahan 2. Pembersihan lahan 3. Pengolahan Lahan 4. Pembuatan bedengan kasar (50 HKP) 5. Pupuk Kandang 20 ton 6. Kapur pertanian 1 ton 7. Tenaga untuk pengapuran 8. Pupuk urea 5 sak @50 kg x Rp 77.000 9. Pupuk Za 650 kg @ Rp 2000 10. Pupuk TSP 500 kg @ Rp 4000 11. Pupuk KCL 400 kg @ Rp 2000 12. Pupuk Borat 18 kg @Rp 15.000 13. Insektisida/nematisida 40 kg @Rp 10.000 14. Tenaga pemupukan pupuk kandang (20 HK) 15. Tenaga pemupukan pupuk anorganik (10 HKP) 16. Tenaga pembuatan bedengan jadi (40 HKP) 17. Mulsa plastik hitam perak 12 rol x 300.000 18. Tenaga pemasangan mulsa plastik (30 HKP)
Rp. 3.000.000 Rp. 400.000 Rp. 700.000 Rp. 500.000 Rp. 2.000.000 Rp. 200.000 Rp. 30.000
Rp. 385.000 Rp. 1.300.000 Rp. 2.000.000 Rp. 800.000 Rp. 270.000 Rp. 400.000 Rp. 200.000 Rp 100.000 Rp 400.000 Rp 3.600.000
Rp 300.000
Total Penyiapan lahan Rp 16.585.000 b. Biaya Pembibitan dan Penanaman 1. Plastik semai 15 kg x Rp 10.000 2. Benih cabai hibrida TM 999 18 bungkus @ 60.000 3. Plastik transparan penutup persemaian 75 m x Rp 3.500 4. Tenaga penyemaian (50 HKW) 5. Tenaga pembuatan lubang penanaman (10 HKP) 6. Tenaga penanaman (10 HKP + 40 HKW)
Rp 150.000 Rp 1.080.000 Rp 262.500 Rp 375.000 Rp 100.000 Rp 400.000
Total biaya pembibitan dan penanaman Rp 2.367.500
c. Biaya Pemeliharaan tanaman dan panen 1. Bambu 150 batang @ Rp 2.500 2. Tenaga Pemangkasan tunas (60 HKW) 3. Tenaga Pemasangan ajir (30 HKP) 4. Pupuk NPK susulan 276 kg @ Rp 3500 5. Pupuk KNO3 7 kg @ Rp 16.000 6. Tenaga pemupukan susulan (30 HKP) 7. Insektisida 301 @ Rp 150.000 8. Fungisida 30 kg @ Rp 50.000 9. Bakterisida 1 Kg 10. Surfaktan 101 @ Rp 50.000 11. Pupuk daun 10 Kg @ Rp 12.000 12. ZPT/atonik 31 @ Rp 100.000
Rp. 375.000 Rp. 450.000 Rp 300.000 Rp 966.000 Rp 112.000 Rp 300.000 Rp 4.500.000 Rp 1.500.000 Rp 400.000 Rp 500.000 Rp 120.000 Rp 300.000
80
13. Tali rafia 5 gulung @ Rp 5.000 14. Tenaga penyemprotan (90 HKP) 15. Tenaga penyiangan (60 HKW) 16. Tenaga panen (120 HKW + 30 HKP) 17. Tenaga keamanan selama 6 bulan x Rp 300.000 18. Gaji mandor selama enam bulan x Rp 400.000 19. Peralatan (sprayer 3 buah, ember, drum dan gembor)
Rp 25.000 Rp 900.000 Rp 450.000 Rp 1.200.000 Rp 1.800.000 Rp 2.400.000 Rp 1.000.000
Total biaya pemeliharaan dan panen Rp 17.598.000
Total biaya produksi (a+b+c) Rp 36.550.500
Biaya tak terduga 10 persen Rp 3. 655.050
Total biaya produksi Rp 40.205.550
81
Lampiran 4. Jenis-Jenis ARCH GARCH
GARCH (1,1) Persamaan standar ARCH/GARCH :
ttt xy εγ +=
21
21
2−− ++= ttt βσαεωα
Varian bersyarat 2tσ (karena tergantung pada periode sebelumnya)
memiliki tiga bagian, yaitu:
• Rata-rata ω
• Volatilitas periode sebelumnya 21−tε (disebut ARCH)
• Varian periode sebelumnya 21−tσ (disebut GARCH)
ARCH in mean (ARCH-M) Dikenalkan oleh Engle, Lilien dan Robins (1987), dengan persamaan
: tttt xy εσγ ++= 2
TARCH (Treshold ARCH) Diperkenalkan oleh Zakoian (1994) dan Glosten, Jaganathan dan
Rungkle (1993). Varian bersyarat dihitung dengan rumus : 2
112
12
12
−−−− +++= ttttt d βσγεαεωα
dengan 1=td bila 0<tε dan 0=td bila tidak. Model ini
biasanya digunakan pada analisis harga saham yang terpengaruh
oleh berita buruk (bad news) berbeda dengan berita baik (good
news). Pengaruh berita baik ditunjukkan oleh sedangkan
pengaruh berita buruk oleh ( )γα + . Bila 0>γ berarti ada
leverage effect, pengaruh berita buruk lebih besar dan bersifat
volatil. Jika 0≠γ , pengaruh berita baik dan buruk bersifat
asimetris. Pada program Eviews, koefisien γ ini ditunjukkan oleh
(RESID<0)*ARCH(1)
EGARCH (Exponential
GARCH)
Diperkenalkan oleh Nelson (1991). Varian bersyarat dihitung dengan
rumus :
1
1
1
121
2 loglog−
−
−
−− +++=
t
t
t
ttt σ
εγ
σε
ασβωα
Karena berbentuk log, maka leverage effect-nya bersifat
eksponensial (bukan kuadratik), sehingga selalu bersifat nonnegatif.
Keberadaan leverage effect diuji dengan hipotesis nul 0>γ
82
Component ARCH Pada GARCH (1,1), persamaan berikut ini:
( ) )( 21
21
2 ϖσβϖεαϖσ −+−+= −− ttt
Menunjukkan pembalikan rata-rata terhadap ϖ yang bersifat
konstan sepanjang waktu. Sebaliknya model Component ARCH
memungkinkan pembalikan rata-rata pada berbagai tingkat q, dengan
persamaan berikut ini:
( ) ( )ϖσβϖεαϖσ −+−+=− −−2
12
12t tttq
( ) ( )21
211 −−− −+−+= tttt qpq σεφωω
Asymetric Component Fungsi ini digunakan untuk menggabungkan antara component
ARCH dengan model simetris TARCH
83
Lampiran 5. Model Regresi Cabai Merah Keriting
Dependent Variable: PT Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 02:41 Sample: 1 1147 Included observations: 1147
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PT1 0.976838 0.006312 154.7580 0.0000
S -0.006853 0.011639 -0.588802 0.5561 C 0.291972 0.151526 1.926876 0.0542 R-squared 0.954527 Mean dependent var 9.107590
Adjusted R-squared 0.954447 S.D. dependent var 0.434951 S.E. of regression 0.092832 Akaike info criterion -1.913435 Sum squared resid 9.858778 Schwarz criterion -1.900240 Log likelihood 1100.355 F-statistic 12006.78 Durbin-Watson stat 2.222306 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 6. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Keriting
ARCH Test: F-statistic 67.12439 Prob. F(1,1144) 0.000000 Obs*R-squared 63.51498 Prob. Chi-Square(1) 0.000000
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/27/09 Time: 02:45
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.006583 0.000794 8.294124 0.0000
RESID^2(-1) 0.235485 0.028742 8.192947 0.0000
R-squared 0.055423 Mean dependent var 0.008603 Adjusted R-squared 0.054598 S.D. dependent var 0.026269
S.E. of regression 0.025541 Akaike info criterion -4.495281
Sum squared resid 0.746309 Schwarz criterion -4.486478
Log likelihood 2577.796 F-statistic 67.12439
Durbin-Watson stat 1.991144 Prob(F-statistic) 0.000000
84
Lampiran 7. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 03:18 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 16 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2
Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.981260 0.006248 157.0539 0.0000
S -0.005596 0.010019 -0.558552 0.5765
C 0.236384 0.137258 1.722191 0.0850
Variance Equation
C 0.007271 0.000206 35.23776 0.0000
RESID(-1)^2 0.137292 0.023884 5.748185 0.0000
R-squared 0.954506 Mean dependent var 9.107590
Adjusted R-squared 0.954346 S.D. dependent var 0.434951
S.E. of regression 0.092935 Akaike info criterion -1.960378
Sum squared resid 9.863312 Schwarz criterion -1.938387
Log likelihood 1129.277 F-statistic 5990.010
Durbin-Watson stat 2.231078 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 8. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (0) Cabai
Merah Keriting ARCH Test:
F-statistic 0.741379 Prob. F(1,1144) 0.389400
Obs*R-squared 0.742194 Prob. Chi-Square(1) 0.388959
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 03:20 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.975490 0.085118 11.46048 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.025459 0.029568 0.861034 0.3894 R-squared 0.000648 Mean dependent var 1.000888
Adjusted R-squared -0.000226 S.D. dependent var 2.702596 S.E. of regression 2.702901 Akaike info criterion 4.828272 Sum squared resid 8357.692 Schwarz criterion 4.837075 Log likelihood -2764.600 F-statistic 0.741379 Durbin-Watson stat 2.000851 Prob(F-statistic) 0.389400
85
Lampiran 9. Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting
Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/27/09 Time: 10:41
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 16 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1)
Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.983203173469762 0.00597541804477545 164.541320139001 0
S -0.00471291972811898 0.0100223774417341 -0.470239696670567 0.638183769571331
C 0.208367347540464 0.135035146817697 1.54306010287653 0.122816193808129
Variance Equation
C 0.000546488425329932 0.000127474564608695 4.2870389634785 1.81070542869788e-05
RESID(-1)^2 0.0498554310660485 0.00800022042712986 6.23175717721249 4.61232025756839e-10
GARCH(-1) 0.882952470272267 0.0200084230025556 44.1290385633835 0
R-squared 0.954484763123448 Mean dependent var 9.10758988666086
Adjusted R-squared 0.954285309850544 S.D. dependent var 0.434951200129958
S.E. of regression 0.0929968897043371 Akaike info criterion -1.98591781178041
Sum squared resid 9.86784892543062 Schwarz criterion -1.95952772398374
Log likelihood 1144.92386505606 F-statistic 4785.50564364918
Durbin-Watson stat 2.23436541977137 Prob(F-statistic) 0
86
Lampiran 10. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (1) Cabai Merah Keriting
ARCH Test:
F-statistic 4.6587265840417 Prob. F(1,1144) 0.031103600990007
4
Obs*R-squared 4.64794332881537 Prob. Chi-Square(1) 0.031090776780204
4
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/27/09 Time: 10:46
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.945981077057228 0.0856500926971549 11.0447174926251 5.10039127224294e-
27
WGT_RESID^2(-1) 0.063683709034483
7 0.0295049401472789 2.15840834506342 0.031103600990047
8
R-squared 0.004055796971043
08 Mean dependent var 1.01021484008415
Adjusted R-squared 0.003185216373989
72 S.D. dependent var 2.72317040901906
S.E. of regression 2.71883000649413 Akaike info criterion 4.84002402866631
Sum squared resid 8456.48987521954 Schwarz criterion 4.84882687839978
Log likelihood -2771.3337684258 F-statistic 4.6587265840417
Durbin-Watson stat 1.99980489083734 Prob(F-statistic) 0.031103600990007
4
87
Lampiran 11 . Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting
Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/27/09 Time: 10:48
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 23 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7)
*GARCH(-2) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.98349996010067 0.00615165681152895 159.875622166937 0
S
-0.005435666101251
65 0.00991574784141178 -0.548185188670322 0.583564732053585
C 0.214197940777215 0.133294161504059 1.6069566615691 0.108063875396692 Variance Equation
C 0.000787645429019
118 0.000213511079661096 3.68901431377397 0.000225124554769
362
RESID(-1)^2 0.069386210407976
2 0.0145077130844662 4.7827117895149 1.72946011912171e
-06
GARCH(-1) 0.413433337225028 0.165391083928154 2.49973171107956 0.012428739103949
2
GARCH(-2) 0.420099940815582 0.145711239046545 2.88309909080788 0.003937835466124
51
R-squared 0.95448142967125 Mean dependent var 9.10758988666086
Adjusted R-squared 0.954241858248467 S.D. dependent var 0.434951200129958
S.E. of regression 0.093041075764475
9 Akaike info criterion -1.98637030658856
Sum squared resid 9.86857162852848 Schwarz criterion -1.95558187082578
Log likelihood 1146.18337082854 F-statistic 3984.12055404544
Durbin-Watson stat 2.23488518386952 Prob(F-statistic) 0
88
Lampiran 12. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (2) Cabai Merah Keriting
ARCH Test:
F-statistic 2.136927 Prob. F(1,1144) 0.144064
Obs*R-squared 2.136672 Prob. Chi-Square(1) 0.143814
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/27/09 Time: 10:52
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.965232 0.085450 11.29591 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.043180 0.029539 1.461823 0.1441
R-squared 0.001864 Mean dependent var 1.008707
Adjusted R-squared 0.000992 S.D. dependent var 2.713183
S.E. of regression 2.711837 Akaike info criterion 4.834873
Sum squared resid 8413.046 Schwarz criterion 4.843676
Log likelihood -2768.382 F-statistic 2.136927
Durbin-Watson stat 2.000765 Prob(F-statistic) 0.144064
89
Lampiran 13 . Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/27/09 Time: 10:54
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 33 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7)
*GARCH(-2) + C(8)*GARCH(-3) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.984203 0.005649 174.2313 0.0000
S -0.005649 0.009932 -0.568790 0.5695
C 0.210498 0.133010 1.582569 0.1135 Variance Equation
C 0.000795 0.000190 4.190726 0.0000
RESID(-1)^2 0.060823 0.008297 7.330302 0.0000
GARCH(-1) 0.423696 0.014165 29.91182 0.0000
GARCH(-2) -0.453938 0.012525 -36.24304 0.0000
GARCH(-3) 0.870448 0.022276 39.07532 0.0000
R-squared 0.954472 Mean dependent var 9.107590
Adjusted R-squared 0.954192 S.D. dependent var 0.434951
S.E. of regression 0.093091 Akaike info criterion -1.993711
Sum squared resid 9.870568 Schwarz criterion -1.958525
Log likelihood 1151.393 F-statistic 3411.242
Durbin-Watson stat 2.236011 Prob(F-statistic) 0.000000
90
Lampiran 14. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (3) Cabai Merah Keriting
ARCH Test:
F-statistic 1.913509 Prob. F(1,1144) 0.166844
Obs*R-squared 1.913653 Prob. Chi-Square(1) 0.166558
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/27/09 Time: 10:55
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.967697 0.078962 12.25526 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.040865 0.029542 1.383296 0.1668
R-squared 0.001670 Mean dependent var 1.008847
Adjusted R-squared 0.000797 S.D. dependent var 2.477110
S.E. of regression 2.476122 Akaike info criterion 4.653008
Sum squared resid 7014.071 Schwarz criterion 4.661811
Log likelihood -2664.174 F-statistic 1.913509
Durbin-Watson stat 2.001173 Prob(F-statistic) 0.166844
91
Lampiran 15 . Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution Date: 03/27/09 Time: 03:25 Sample: 1 1147 Included observations: 1147 Convergence achieved after 16 iterations Variance backcast: ON GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2
Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. PT1 0.981989 0.006216 157.9720 0.0000
S -0.004789 0.011293 -0.424046 0.6715 C 0.219783 0.149402 1.471090 0.1413 Variance Equation C 0.006568 0.000213 30.90160 0.0000
RESID(-1)^2 0.146714 0.025683 5.712408 0.0000 RESID(-2)^2 0.082384 0.018413 4.474201 0.0000
R-squared 0.954495 Mean dependent var 9.107590 Adjusted R-squared 0.954296 S.D. dependent var 0.434951 S.E. of regression 0.092986 Akaike info criterion -1.970268 Sum squared resid 9.865610 Schwarz criterion -1.943877 Log likelihood 1135.948 F-statistic 4786.644 Durbin-Watson stat 2.232162 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 16. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (0) Cabai
Merah Keriting ARCH Test:
F-statistic 0.774515 Prob. F(1,1144) 0.379009
Obs*R-squared 0.775344 Prob. Chi-Square(1) 0.378569
Test Equation: Dependent Variable: WGT_RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/27/09 Time: 03:26 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.974878 0.085852 11.35531 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.026010 0.029554 0.880065 0.3790 R-squared 0.000677 Mean dependent var 1.000879
Adjusted R-squared -0.000197 S.D. dependent var 2.728545 S.E. of regression 2.728814 Akaike info criterion 4.847355 Sum squared resid 8518.709 Schwarz criterion 4.856157 Log likelihood -2775.534 F-statistic 0.774515 Durbin-Watson stat 1.999296 Prob(F-statistic) 0.379009
92
Lampiran 17 . Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/27/09 Time: 11:00
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 18 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7)
*GARCH(-1) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.983699 0.005990 164.2140 0.0000
S -0.005211 0.009938 -0.524397 0.6000
C 0.209647 0.133764 1.567285 0.1170 Variance Equation
C 0.000475 0.000140 3.392118 0.0007
RESID(-1)^2 0.107553 0.023865 4.506631 0.0000
RESID(-2)^2 -0.068790 0.022738 -3.025390 0.0025
GARCH(-1) 0.902395 0.023683 38.10375 0.0000
R-squared 0.954478 Mean dependent var 9.107590
Adjusted R-squared 0.954239 S.D. dependent var 0.434951
S.E. of regression 0.093044 Akaike info criterion -1.989689
Sum squared resid 9.869266 Schwarz criterion -1.958900
Log likelihood 1148.086 F-statistic 3983.827
Durbin-Watson stat 2.235165 Prob(F-statistic) 0.000000
93
Lampiran 18 . Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (1) Cabai Merah Keriting
ARCH Test:
F-statistic 0.364564 Prob. F(1,1144) 0.546102
Obs*R-squared 0.365085 Prob. Chi-Square(1) 0.545696
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/27/09 Time: 11:01
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.990000 0.085122 11.63043 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.017849 0.029562 0.603791 0.5461
R-squared 0.000319 Mean dependent var 1.007958
Adjusted R-squared -0.000555 S.D. dependent var 2.699233
S.E. of regression 2.699982 Akaike info criterion 4.826111
Sum squared resid 8339.651 Schwarz criterion 4.834914
Log likelihood -2763.362 F-statistic 0.364564
Durbin-Watson stat 2.000382 Prob(F-statistic) 0.546102
94
Lampiran 19. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/27/09 Time: 11:03
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 28 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7)
*GARCH(-1) + C(8)*GARCH(-2) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.983636 0.006035 163.0003 0.0000
S -0.004468 0.010261 -0.435423 0.6633
C 0.201395 0.136957 1.470495 0.1414 Variance Equation
C 0.000311 0.000176 1.767605 0.0771
RESID(-1)^2 0.115158 0.026223 4.391451 0.0000
RESID(-2)^2 -0.090457 0.023462 -3.855528 0.0001
GARCH(-1) 1.198365 0.196873 6.087003 0.0000
GARCH(-2) -0.261578 0.168510 -1.552299 0.1206
R-squared 0.954478 Mean dependent var 9.107590
Adjusted R-squared 0.954198 S.D. dependent var 0.434951
S.E. of regression 0.093085 Akaike info criterion -1.989729
Sum squared resid 9.869262 Schwarz criterion -1.954542
Log likelihood 1149.110 F-statistic 3411.715
Durbin-Watson stat 2.235008 Prob(F-statistic) 0.000000
95
Lampiran 20. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Keriting
ARCH Test:
F-statistic 0.238719 Prob. F(1,1144) 0.625226
Obs*R-squared 0.239086 Prob. Chi-Square(1) 0.624867
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/27/09 Time: 11:04
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.993724 0.085277 11.65294 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.014444 0.029562 0.488589 0.6252
R-squared 0.000209 Mean dependent var 1.008265
Adjusted R-squared -0.000665 S.D. dependent var 2.704449
S.E. of regression 2.705349 Akaike info criterion 4.830082
Sum squared resid 8372.834 Schwarz criterion 4.838885
Log likelihood -2765.637 F-statistic 0.238719
Durbin-Watson stat 2.000079 Prob(F-statistic) 0.625226
96
Lampiran 21. Model Regresi Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 16:57
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PT1 0.964644 0.007807 123.5595 0.0000
S -0.001893 0.008939 -0.211743 0.8323
C 0.339740 0.115085 2.952085 0.0032
R-squared 0.931072 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930952 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095339 Akaike info criterion -1.860149
Sum squared resid 10.39836 Schwarz criterion -1.846954
Log likelihood 1069.795 F-statistic 7726.533
Durbin-Watson stat 2.056514 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 22.. Uji ARCH LM Terhadap Model Regresi Cabai Merah Besar ARCH Test:
F-statistic 16.57897 Prob. F(1,1144) 0.000050
Obs*R-squared 16.37071 Prob. Chi-Square(1) 0.000052
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/28/09 Time: 16:58 Sample (adjusted): 2 1147 Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.007989 0.000733 10.89422 0.0000
RESID^2(-1) 0.119516 0.029353 4.071729 0.0000 R-squared 0.014285 Mean dependent var 0.009074
Adjusted R-squared 0.013423 S.D. dependent var 0.023289 S.E. of regression 0.023133 Akaike info criterion -4.693405 Sum squared resid 0.612174 Schwarz criterion -4.684602 Log likelihood 2691.321 F-statistic 16.57897 Durbin-Watson stat 2.000991 Prob(F-statistic) 0.000050
97
Lampiran 23. Model ARCH (1) GARCH (0) Cabai Merah Besar
Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:01
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 16 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.968501 0.006814 142.1422 0.0000
S 0.007951 0.008566 0.928240 0.3533
C 0.212672 0.116886 1.819483 0.0688 Variance Equation
C 0.007904 0.000253 31.27694 0.0000
RESID(-1)^2 0.129784 0.030085 4.313923 0.0000
R-squared 0.930989 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930747 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095480 Akaike info criterion -1.881665
Sum squared resid 10.41094 Schwarz criterion -1.859673
Log likelihood 1084.135 F-statistic 3851.507
Durbin-Watson stat 2.067385 Prob(F-statistic) 0.000000
98
Lampiran 24. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (0) Cabai Merah Besar
ARCH Test:
F-statistic 0.009448 Prob. F(1,1144) 0.922583
Obs*R-squared 0.009465 Prob. Chi-Square(1) 0.922499
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:12
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.997993 0.080681 12.36964 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.002874 0.029564 0.097202 0.9226
R-squared 0.000008 Mean dependent var 1.000868
Adjusted R-squared -0.000866 S.D. dependent var 2.539966
S.E. of regression 2.541065 Akaike info criterion 4.704788
Sum squared resid 7386.823 Schwarz criterion 4.713590
Log likelihood -2693.843 F-statistic 0.009448
Durbin-Watson stat 1.999998 Prob(F-statistic) 0.922583
99
Lampiran 25. Model ARCH (1) GARCH (1) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:19
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 18 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.960694 0.005949 161.4774 0.0000
S 0.008498 0.009176 0.926088 0.3544
C 0.278364 0.117492 2.369222 0.0178 Variance Equation
C 0.000448 9.27E-05 4.833891 0.0000
RESID(-1)^2 0.065325 0.013204 4.947504 0.0000
GARCH(-1) 0.886204 0.019497 45.45377 0.0000
R-squared 0.930960 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930658 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095541 Akaike info criterion -1.916679
Sum squared resid 10.41524 Schwarz criterion -1.890289
Log likelihood 1105.215 F-statistic 3077.144
Durbin-Watson stat 2.050803 Prob(F-statistic) 0.000000
100
Lampiran 26. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (1) Cabai Merah Besar
ARCH Test:
F-statistic 0.085506 Prob. F(1,1144) 0.770023
Obs*R-squared 0.085649 Prob. Chi-Square(1) 0.769783
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:15
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.997730 0.084173 11.85340 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.008645 0.029564 0.292414 0.7700
R-squared 0.000075 Mean dependent var 1.006430
Adjusted R-squared -0.000799 S.D. dependent var 2.664491
S.E. of regression 2.665556 Akaike info criterion 4.800446
Sum squared resid 8128.337 Schwarz criterion 4.809249
Log likelihood -2748.656 F-statistic 0.085506
Durbin-Watson stat 1.999920 Prob(F-statistic) 0.770023
101
Lampiran 27. Model ARCH (1) GARCH (2) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:21
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 22 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7)
*GARCH(-2) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.962568 0.005954 161.6599 0.0000
S 0.009628 0.009182 1.048550 0.2944
C 0.250711 0.117499 2.133728 0.0329 Variance Equation
C 0.000719 0.000203 3.545139 0.0004
RESID(-1)^2 0.098227 0.022383 4.388426 0.0000
GARCH(-1) 0.301125 0.168062 1.791752 0.0732
GARCH(-2) 0.522511 0.144873 3.606680 0.0003
R-squared 0.930955 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930591 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095587 Akaike info criterion -1.916529
Sum squared resid 10.41605 Schwarz criterion -1.885740
Log likelihood 1106.129 F-statistic 2561.824
Durbin-Watson stat 2.055193 Prob(F-statistic) 0.000000
102
Lampiran 28. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (2) Cabai Merah Besar
ARCH Test:
F-statistic 0.013007 Prob. F(1,1144) 0.909218
Obs*R-squared 0.013030 Prob. Chi-Square(1) 0.909120
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:23
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.008949 0.083822 12.03676 0.0000
WGT_RESID^2(-1) -0.003372 0.029565 -0.114050 0.9092
R-squared 0.000011 Mean dependent var 1.005559
Adjusted R-squared -0.000863 S.D. dependent var 2.652059
S.E. of regression 2.653202 Akaike info criterion 4.791155
Sum squared resid 8053.169 Schwarz criterion 4.799958
Log likelihood -2743.332 F-statistic 0.013007
Durbin-Watson stat 2.000002 Prob(F-statistic) 0.909218
103
Lampiran 29. Model ARCH (1) GARCH (3) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:23
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 30 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*GARCH(-1) + C(7)
*GARCH(-2) + C(8)*GARCH(-3) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.963078 0.006262 153.7952 0.0000
S 0.008909 0.008782 1.014473 0.3104
C 0.251714 0.114634 2.195802 0.0281 Variance Equation
C 0.000586 0.000122 4.808098 0.0000
RESID(-1)^2 0.104057 0.015288 6.806432 0.0000
GARCH(-1) 0.940547 0.034819 27.01265 0.0000
GARCH(-2) -0.849900 0.054669 -15.54628 0.0000
GARCH(-3) 0.744969 0.046616 15.98086 0.0000
R-squared 0.930947 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930523 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095634 Akaike info criterion -1.919319
Sum squared resid 10.41721 Schwarz criterion -1.884133
Log likelihood 1108.730 F-statistic 2193.660
Durbin-Watson stat 2.055560 Prob(F-statistic) 0.000000
104
Lampiran 30. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(1) GARCH (3) Cabai Merah Besar ARCH Test:
F-statistic 0.013763 Prob. F(1,1144) 0.906631
Obs*R-squared 0.013787 Prob. Chi-Square(1) 0.906530
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:26
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.005926 0.083774 12.00760 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.003468 0.029565 0.117315 0.9066
R-squared 0.000012 Mean dependent var 1.009426
Adjusted R-squared -0.000862 S.D. dependent var 2.648829
S.E. of regression 2.649970 Akaike info criterion 4.788718
Sum squared resid 8033.560 Schwarz criterion 4.797520
Log likelihood -2741.935 F-statistic 0.013763
Durbin-Watson stat 1.999873 Prob(F-statistic) 0.906631
105
Lampiran 31. Model ARCH (2) GARCH (0) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:27
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 21 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.967517 0.006763 143.0534 0.0000
S 0.009288 0.008817 1.053403 0.2922
C 0.209105 0.117852 1.774296 0.0760 Variance Equation
C 0.007634 0.000266 28.72766 0.0000
RESID(-1)^2 0.129995 0.029768 4.366861 0.0000
RESID(-2)^2 0.031346 0.019627 1.597066 0.1103
R-squared 0.930972 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930669 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095533 Akaike info criterion -1.881707
Sum squared resid 10.41350 Schwarz criterion -1.855317
Log likelihood 1085.159 F-statistic 3077.694
Durbin-Watson stat 2.065674 Prob(F-statistic) 0.000000
106
Lampiran 32. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (0) Cabai Merah Besar
ARCH Test:
F-statistic 0.013659 Prob. F(1,1144) 0.906982
Obs*R-squared 0.013683 Prob. Chi-Square(1) 0.906881
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:30
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.997418 0.081341 12.26216 0.0000
WGT_RESID^2(-1) 0.003455 0.029564 0.116872 0.9070
R-squared 0.000012 Mean dependent var 1.000875
Adjusted R-squared -0.000862 S.D. dependent var 2.563952
S.E. of regression 2.565057 Akaike info criterion 4.723582
Sum squared resid 7526.967 Schwarz criterion 4.732385
Log likelihood -2704.613 F-statistic 0.013659
Durbin-Watson stat 1.999887 Prob(F-statistic) 0.906982
107
Lampiran 33. Model ARCH (2) GARCH (1) Cabai Merah Besar
Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:32
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 23 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7)
*GARCH(-1) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.962240 0.005823 165.2370 0.0000
S 0.011762 0.008981 1.309582 0.1903
C 0.233730 0.116269 2.010248 0.0444 Variance Equation
C 0.000360 9.02E-05 3.990295 0.0001
RESID(-1)^2 0.131793 0.034071 3.868225 0.0001
RESID(-2)^2 -0.076068 0.033803 -2.250348 0.0244
GARCH(-1) 0.905728 0.020236 44.75898 0.0000
R-squared 0.930908 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930545 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095619 Akaike info criterion -1.917763
Sum squared resid 10.42306 Schwarz criterion -1.886975
Log likelihood 1106.837 F-statistic 2559.973
Durbin-Watson stat 2.054515 Prob(F-statistic) 0.000000
108
Lampiran 34. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (1) Cabai Merah Besar
ARCH Test:
F-statistic 0.134772 Prob. F(1,1144) 0.713602
Obs*R-squared 0.134992 Prob. Chi-Square(1) 0.713311
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:34
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.017580 0.083522 12.18335 0.0000
WGT_RESID^2(-1) -0.010853 0.029563 -0.367114 0.7136
R-squared 0.000118 Mean dependent var 1.006656
Adjusted R-squared -0.000756 S.D. dependent var 2.640934
S.E. of regression 2.641933 Akaike info criterion 4.782642
Sum squared resid 7984.902 Schwarz criterion 4.791445
Log likelihood -2738.454 F-statistic 0.134772
Durbin-Watson stat 2.000090 Prob(F-statistic) 0.713602
109
Lampiran 35. Model ARCH (2) GARCH (2) Cabai Merah Besar Dependent Variable: PT
Method: ML - ARCH (Marquardt) - Normal distribution
Date: 03/28/09 Time: 17:35
Sample: 1 1147
Included observations: 1147
Convergence achieved after 22 iterations
Variance backcast: ON
GARCH = C(4) + C(5)*RESID(-1)^2 + C(6)*RESID(-2)^2 + C(7)
*GARCH(-1) + C(8)*GARCH(-2) Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.
PT1 0.961695 0.005794 165.9868 0.0000
S 0.012315 0.009119 1.350466 0.1769
C 0.233550 0.116711 2.001104 0.0454 Variance Equation
C 0.000263 0.000145 1.818036 0.0691
RESID(-1)^2 0.133314 0.033875 3.935514 0.0001
RESID(-2)^2 -0.090983 0.035493 -2.563389 0.0104
GARCH(-1) 1.120753 0.287360 3.900168 0.0001
GARCH(-2) -0.191140 0.253923 -0.752750 0.4516
R-squared 0.930892 Mean dependent var 9.118154
Adjusted R-squared 0.930467 S.D. dependent var 0.362821
S.E. of regression 0.095673 Akaike info criterion -1.916293
Sum squared resid 10.42556 Schwarz criterion -1.881106
Log likelihood 1106.994 F-statistic 2191.774
Durbin-Watson stat 2.053271 Prob(F-statistic) 0.000000
110
Lampiran 36. Uji ARCH LM Terhadap Model ARCH(2) GARCH (2) Cabai Merah Besar ARCH Test:
F-statistic 0.131340 Prob. F(1,1144) 0.717114
Obs*R-squared 0.131554 Prob. Chi-Square(1) 0.716826
Test Equation:
Dependent Variable: WGT_RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/28/09 Time: 17:38
Sample (adjusted): 2 1147
Included observations: 1146 after adjustments
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1.017676 0.083644 12.16676 0.0000
WGT_RESID^2(-1) -0.010714 0.029563 -0.362408 0.7171
R-squared 0.000115 Mean dependent var 1.006890
Adjusted R-squared -0.000759 S.D. dependent var 2.645251
S.E. of regression 2.646255 Akaike info criterion 4.785912
Sum squared resid 8011.049 Schwarz criterion 4.794714
Log likelihood -2740.327 F-statistic 0.131340
Durbin-Watson stat 2.000212 Prob(F-statistic) 0.717114