analisis inflasi tpi dan pokjanas tpid - bi.go.id · jawa, bengkulu, dan lampung. deflasi cabai...

4
Analisis Inflasi September 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 1 TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan, Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri Analisis Inflasi Edisi 3 November 2015 “BERLANJUTNYA KOREKSI HARGA BAHAN PANGAN MENDORONG DEFLASI PADA OKTOBER” Koreksi harga bahan pangan yang masih berlanjut mendorong deflasi pada bulan Oktober 2015. Deflasi IHK pada bulan Oktober 2015 mencapai -0,08% (mtm) atau secara tahunan sebesar 6,25% (yoy). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan historisnya selama 2011-2014 (inflasi 0,15%, mtm). Deflasi IHK terutama bersumber dari koreksi harga komoditas volatile food yang masih berlanjut. Dengan demikian, inflasi IHK tahun kalender Januari – Oktober 2015 sebesar 2,16% (ytd). Koreksi harga aneka daging dan aneka cabai menyebabkan kelompok volatile food kembali mencatat deflasi. Pada Oktober 2015, deflasi kelompok volatile food tercatat sebesar -1,22% (mtm) atau 6,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan historisnya (deflasi -0,33%, mtm). Koreksi harga aneka cabai didorong oleh melimpahnya pasokan sejalan dengan panen raya yang masih berlangsung di beberapa daerah, yaitu: Jawa, Bengkulu, dan Lampung. Deflasi cabai merah pada bulan ini mencapai -26,45% (mtm), dengan koreksi harga yang paling dalam terjadi di Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan DI. Yogyakarta. Sementara itu, koreksi harga daging ayam ras didorong oleh tingginya pasokan di tengah permintaan masyarakat yang cenderung menurun. Sementara itu, kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,03% (mtm) atau 9,83% (yoy). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan historisnya (inflasi 0,50%, mtm) karena penurunan harga beberapa komoditas administered prices. Beberapa komoditas administered prices yang mengalami koreksi harga adalah tarif listrik seiring dengan tariff adjustment listrik kelompok rumah tangga dengan daya di atas 2.200 VA yang mengalami koreksi harga sejalan dengan rendahnya harga minyak dunia. Komoditas administered prices lainnya yang memberikan andil deflasi adalah bahan bakar rumah tangga. Hal tersebut sejalan dengan penurunan harga LPG 12 kg pada pertengahan September 2015 yang dampaknya terhadap inflasi masih berlangsung hingga Oktober 2015. Sejalan dengan hal tersebut, komoditas bensin memberikan andil deflasi sebesar -0,01% seiring dengan penurunan harga minyak dunia. Kelompok inflasi inti tercatat mengalami inflasi sebesar 0,23% (mtm) atau 5,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan historisnya selama tahun 2012-2014 (inflasi 0,31%, mtm). Hal tersebut seiring dengan menguatnya rupiah, melambatnya pertumbuhan ekonomi dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok inti pada periode ini terutama bersumber dari komoditas kontrak rumah, emas perhiasan, dan mobil. Rendahnya tekanan inflasi IHK diperkirakan berlanjut hingga dua bulan terakhir di tahun 2015 sehingga inflasi akhir tahun diperkirakan mencapai batas bawah sasaran inflasi. Terkendalinya inflasi tersebut antara lain disumbang oleh relatif terkendalinya inflasi beras dibandingkan dampak El Nino dengan intensitas yang sama pada tahun 1997/ 1998 seiring berbagai kebijakan pemerintah dalam melakukan antisipasi terhadap dampak El Nino. 1. Realisasi inflasi Oktober 2015 lebih rendah dibandingkan pola historisnya dalam 4 tahun terakhir (2011- 2014). Pada Oktober 2015, IHK tercatat mengalami deflasi sebesar -0,08% (mtm) atau 6,25%, yoy (Grafik 1 dan Tabel 1). Deflasi IHK tersebut terutama bersumber dari deflasi kelompok volatile food. Rendahnya tekanan harga di bulan ini terjadi di seluruh kelompok disagregasi yang lebih rendah dibandingkan dengan historisnya.

Upload: hoanganh

Post on 05-Jun-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID - bi.go.id · Jawa, Bengkulu, dan Lampung. Deflasi cabai merah pada bulan ini mencapai -26,45% (mtm), dengan koreksi Deflasi cabai merah pada

Analisis Inflasi September 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 1

TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,

Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan

Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri

Analisis Inflasi

Edisi 3 November 2015

“BERLANJUTNYA KOREKSI HARGA BAHAN PANGAN MENDORONG DEFLASI PADA OKTOBER”

Koreksi harga bahan pangan yang masih berlanjut mendorong deflasi pada bulan Oktober 2015. Deflasi IHK pada bulan Oktober 2015 mencapai -0,08% (mtm) atau secara tahunan sebesar 6,25% (yoy). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan historisnya selama 2011-2014 (inflasi 0,15%, mtm). Deflasi IHK terutama bersumber dari koreksi harga komoditas volatile food yang masih berlanjut. Dengan demikian, inflasi IHK tahun kalender Januari – Oktober 2015 sebesar 2,16% (ytd).

Koreksi harga aneka daging dan aneka cabai menyebabkan kelompok volatile food kembali mencatat deflasi. Pada Oktober 2015, deflasi kelompok volatile food tercatat sebesar -1,22% (mtm) atau 6,95% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan historisnya (deflasi -0,33%, mtm). Koreksi harga aneka cabai didorong oleh melimpahnya pasokan sejalan dengan panen raya yang masih berlangsung di beberapa daerah, yaitu: Jawa, Bengkulu, dan Lampung. Deflasi cabai merah pada bulan ini mencapai -26,45% (mtm), dengan koreksi harga yang paling dalam terjadi di Kalimantan Selatan, Jawa Tengah, dan DI. Yogyakarta. Sementara itu, koreksi harga daging ayam ras didorong oleh tingginya pasokan di tengah permintaan masyarakat yang cenderung menurun. Sementara itu, kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,03% (mtm) atau 9,83% (yoy). Realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan historisnya (inflasi 0,50%, mtm) karena penurunan harga beberapa komoditas administered prices. Beberapa komoditas administered prices yang mengalami koreksi harga adalah tarif listrik seiring dengan tariff adjustment listrik kelompok rumah tangga dengan daya di atas 2.200 VA yang mengalami koreksi harga sejalan dengan rendahnya harga minyak dunia. Komoditas administered prices lainnya yang memberikan andil deflasi adalah bahan bakar rumah tangga. Hal tersebut sejalan dengan penurunan harga LPG 12 kg pada pertengahan September 2015 yang dampaknya terhadap inflasi masih berlangsung hingga Oktober 2015. Sejalan dengan hal tersebut, komoditas bensin memberikan andil deflasi sebesar -0,01% seiring dengan penurunan harga minyak dunia. Kelompok inflasi inti tercatat mengalami inflasi sebesar 0,23% (mtm) atau 5,02% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan historisnya selama tahun 2012-2014 (inflasi 0,31%, mtm). Hal tersebut seiring dengan menguatnya rupiah, melambatnya pertumbuhan ekonomi dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok inti pada periode ini terutama bersumber dari komoditas kontrak rumah, emas perhiasan, dan mobil.

Rendahnya tekanan inflasi IHK diperkirakan berlanjut hingga dua bulan terakhir di tahun 2015 sehingga inflasi akhir tahun diperkirakan mencapai batas bawah sasaran inflasi. Terkendalinya inflasi tersebut antara lain disumbang oleh relatif terkendalinya inflasi beras dibandingkan dampak El Nino dengan intensitas yang sama pada tahun 1997/ 1998 seiring berbagai kebijakan pemerintah dalam melakukan antisipasi terhadap dampak El Nino.

1. Realisasi inflasi Oktober 2015 lebih rendah dibandingkan pola historisnya dalam 4 tahun terakhir (2011-

2014). Pada Oktober 2015, IHK tercatat mengalami deflasi sebesar -0,08% (mtm) atau 6,25%, yoy (Grafik 1

dan Tabel 1). Deflasi IHK tersebut terutama bersumber dari deflasi kelompok volatile food. Rendahnya

tekanan harga di bulan ini terjadi di seluruh kelompok disagregasi yang lebih rendah dibandingkan dengan

historisnya.

Page 2: Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID - bi.go.id · Jawa, Bengkulu, dan Lampung. Deflasi cabai merah pada bulan ini mencapai -26,45% (mtm), dengan koreksi Deflasi cabai merah pada

Analisis Inflasi September 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 2

TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,

Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan

Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri

Analisis Inflasi

Edisi 3 November 2015

Grafik 1. Disagregasi Inflasi Oktober 2015

Tabel 1. Disagregasi Inflasi September 2015

2. Inflasi kelompok inti bulan Oktober tercatat sebesar 0,23% (mtm) atau 5,02% (yoy), lebih rendah dari rata-

rata 4 tahun terakhir (0,31% mtm). Perlambatan inflasi inti bulan ini terjadi di seluruh kelompok baik traded

maupun nontraded, baik food maupun non food (Grafik 2 dan 3). Hal tersebut seiring dengan menguatnya

rupiah, melambatnya pertumbuhan ekonomi dan terkendalinya ekspektasi inflasi. Inflasi kelompok inti pada

periode ini terutama disumbang oleh komoditas kontrak rumah, emas perhiasan, dan mobil (Tabel 2). Nilai

tukar Rupiah pada bulan Oktober 2015 menguat sekitar 4,28%,mtm (Grafik 4). Perlambatan ekonomi yang

terjadi juga tercermin dari daya beli masyarakat yang masih cenderung lemah sebagaimana terlihat dari

masih rendahnya indeks keyakinan konsumen dan penjualan riil.

Grafik 2. Disagregasi Inflasi Core

Grafik 3. Inflasi Core Non Traded

Grafik 1. Inflasi Core Traded dan Faktor Eksternal

Tabel 1. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Inti

3. Melimpahnya pasokan pangan terutama aneka cabai dan aneka daging menyebabkan deflasi kelompok

volatile food. Pada Oktober 2015, kelompok volatile food tercatat mengalami deflasi sebesar -1,22%

(mtm) atau 6,95%-yoy (Grafik 5). Hal tersebut berlanjutnya koreksi harga aneka daging ayam ras, telur

ayam ras, dan daging sapi (Tabel 3). Cabai merah dan cabai rawit masing-masing tercatat deflasi sebesar -

26,45% (mtm) dan -32,77% (mtm), berbeda dengan pola historisnya dalam empat tahun terakhir yang

mengalami inflasi (mtm) masing-masing sebesar 27,33% dan 12,18%. Koreksi harga aneka cabai didorong

oleh masih berlangsungnya panen raya di beberapa daerah sentra (antara lain Jawa, Bengkulu, dan

Lampung). Dengan perkembangan tersebut, harga cabai merah pada bulan ini mencapai Rp25.000 per kg,

berada di bawah harga referensi sebesar Rp26.300 per kg.

Page 3: Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID - bi.go.id · Jawa, Bengkulu, dan Lampung. Deflasi cabai merah pada bulan ini mencapai -26,45% (mtm), dengan koreksi Deflasi cabai merah pada

Analisis Inflasi September 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 3

TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,

Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan

Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri

Analisis Inflasi

Edisi 3 November 2015

Koreksi harga daging ayam ras masih terus berlanjut hingga bulan ini. Pada Oktober 2015, daging ayam ras

tercatat mengalami deflasi sebesar -5,31% (mtm), setelah sebelumnya tercatat deflasi sebesar -9,33%

Hal tersebut didorong oleh masih tingginya pasokan di tengah permintaan masyarakat yang cenderung

menurun. Dengan demikian rata-rata harga daging ayam ras bulan ini mencapai kisaran Rp28.773 per kg,

masih berada dalam range harga indikatif yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan (Rp28.000 -

Rp31.000 per kg). Kendati demikian, harga daging ayam ras diperkirakan akan mengalami peningkatan seiring

penurunan pasokan dari peternak ke pedagang sejak pekan V Oktober 2015 sejalan dengan kesepakatan

antara Pemerintah dan pengusaha untuk mengurangi produksi DOC sebanyak 18 juta ekor/minggu. Sejalan

dengan daging ayam ras, koreksi harga daging sapi juga berlanjut pada bulan ini. Harga daging sapi tercatat

mengalami deflasi sebesar -0,04%, berbeda dengan pola historisnya dalam empat tahun terakhir yang

mengalami inflasi (0,03% mtm). Koreksi harga daging sapi bulan ini ditengarai didorong oleh tambahan izin

impor daging sapi sebanyak 19 ribu ton yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan sehingga pasokan

daging sapi meningkat. Tekanan inflasi volatile food pada Oktober 2015 terutama bersumber dari komoditas

bawang merah dan beras.

Grafik 5. Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food

Tabel 3. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok VF

3. Inflasi kelompok administered prices lebih rendah dibandingkan pola historisnya empat tahun terakhir.

Pada Oktober 2015, kelompok administered prices tercatat mengalami inflasi sebesar 0,03% (mtm), lebih

rendah dibandingkan pola historisnya selama 4 tahun sebesar 0,50% (Grafik 6). Deflasi kelompok

administered prices terutama didorong oleh koreksi tarif listrik, bensin, dan bahan bakar rumah tangga (Tabel

4). Koreksi tarif listrik sejalan dengan kebijakan tariff adjustment pada kelompok pelanggan listrik dengan

daya diatas 2200VA, rendahnya harga minyak dunia sehingga menyumbang deflasi sebesar -0,01% (mtm).

Sejalan dengan hal tersebut, koreksi harga minyak dunia juga mendorong penurunan harga Pertamax sebesar

Rp150 per liter menjadi Rp8.850 per liter, sehingga menyumbang deflasi sebesar -0,01% (mtm) dan

penurunan harga solar sebesar Rp200 per liter, sehingga menyumbang deflasi sebesar -0,004% (mtm).

Sementara itu, deflasi komoditas bahan bakar rumah tangga bersumber dari koreksi harga LPG 12 kg sebesar

Rp6.000 per tabung atau Rp500 per kg pada 15 September 2015 dan masih menyumbang deflasi pada bulan

ini. Sementara itu, inflasi kelompok administered prices pada Oktober 2015 bersumber dari komoditas rokok

kretek, rokok kretek filter, dan angkutan udara.

Page 4: Analisis Inflasi TPI dan Pokjanas TPID - bi.go.id · Jawa, Bengkulu, dan Lampung. Deflasi cabai merah pada bulan ini mencapai -26,45% (mtm), dengan koreksi Deflasi cabai merah pada

Analisis Inflasi September 2015 – TPI dan Pokjanas TPID 4

TPI dan Pokjanas TPID Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter - Bank Indonesia, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro – Kementerian Keuangan,

Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan – Kementerian Koordinator Perekonomian, Direktorat Sinkronisasi Urusan

Pemerintahan Daerah II – Kementerian Dalam Negeri

Analisis Inflasi

Edisi 3 November 2015

Grafik 6. Pola Inflasi/Deflasi Administered Prices

Tabel 4. Komoditas Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Administered prices

4. Deflasi terutama terjadi di wilayah Sumatera dan Jawa, sementara Kalimantan dan KTI mengalami inflasi.

Sumatera tercatat mengalami deflasi yang paling besar yaitu -0,27% bersumber dari deflasi di sebagian besar

daerah di Sumatera seperti Bangka Belitung (-2,57%), Kepulauan Riau (-0,72%), Bengkulu (-0,52%) dan Sumut

(-0,23%). Sementara itu, deflasi di Jawa sebesar -0,07% dipengaruhi oleh terjadinya deflasi di hampir seluruh

daerah di Jawa, kecuali Yogyakarta. Jakarta yang memiliki bobot cukup besar dalam pembentukan inflasi

nasional tercatat mengalami deflasi sebesar -0,05%. Di sisi lain, inflasi di wilayah Kalimantan yang sebesar

0,28% disumbang oleh inflasi yang terjadi di hampir seluruh daerah kecuali Kalimantan Barat yang

mengalami deflasi (-0,13%). Demikian halnya dengan KTI yang secara agregat mencatatkan sebesar 0,09%,

terutama didorong oleh inflasi yang terjadi di Sulawesi Utara (1,49%), Maluku Utara (0,91%) dan Maluku

(0,80%).

Gambar 1. Peta Inflasi Regional, Oktober 2015 (% mtm)

5. Bank Indonesia dan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah terus memperkuat koordinasi dalam

rangka pengendalian inflasi. Kendati inflasi tahun 2015 diprakirakan berada dalam batas bawah rentang

sasaran inflasi 4%±1%, namun tantangan pengendalian inflasi pada tahun 2016 tidaklah ringan dan perlu

dimitigasi sejak dini. Berbagai risiko inflasi 2016 terutama yakni (i) penyesuaian harga LPG 3 kg sebesar

Rp1000,-/kg; (ii) pengalihan pelanggan listrik dengan daya 450VA dan 900VA ke daya 1300VA; (iii)

penyesuaian Tarif Listrik Rumah Tangga golongan 1.300VA dan 2.200VA sesuai harga keekonomiannya yang

semula akan dilaksanakan pada tahun 2015; dan (iv) dampak lanjutan El Nino pada harga beras pada triwulan

I-2016. Oleh karena itu, koordinasi lintas K/L baik di tingkat pusat maupun daerah perlu diperkuat untuk

mengawal pencapaian sasaran inflasi.

Jakarta, 3 November 2015

Sumber: BPS, diolah