ringkasan tesis

28
KARAKTERISTIK PERJALANAN PENDUDUK KAWASAN PINGGIRAN KOTA (HINTERLAND) SEMARANG (STUDI KASUS KAWASAN SENDANG MULYO SEMARANG) Oleh : Bambang Sudarmanto L4B099088 Abstrak Perkembangan kota sudah sedemikian cepat yang tercermin dari tingginya peningkatan jumlah penduduknya. Jumlah penduduk yang tinggi ini, sebagaimana ciri umum perkotaan di negara yang sedang berkembang, tidak terlepas dari apa yang disebut dengan urbanisasi.Dampak yang nyata dari sisi keruangannya yaitu munculnya pemukiman-pemukiman baru di kawasan pinggiran kota (hinterland) dengan alasan harga tanah relatif lebih murah daripada pusat kota. Permasalahan kependudukan dan ruang ini akan menimbulkan beban baru bagi sebuah kota terutama dalam hal transportasinya. Permasalahan transportasi yang inline dengan kependudukan dan ruang dimaksud yaitu karena kawasan hinterland ini dihuni oleh kelompok urban yang mampu membeli hunian di lokasi tersebut, bekerja di pusat kota, dan mampu untuk membayar ongkos transportasi, dan dalam mobilitasnya akan semakin membebani jalur jalan menuju ketempat-tempat tujuan aktifitas mereka. Kawasan Sendang Mulyo merupakan contoh kasus yang tepat untuk dijadikan sampel penelitian karena berada pada pinggiran kota, terdapat perkembangan perumahan yang cepat, penduduknya sebagian besar merupakan kelompok angkatan kerja. Pola perjalanan penduduk sangat identik dengan struktur internal kawasan seperti struktur sosial ekonomi dan tiap-tiap kawasan mempunyai ciri khusus atau karakteristik tersendiri. Metode penggalian data berfokus pada pencarian data bangkitan perjalanan beridasarkan pada analisis katagori individu berbasis zona dan dicoba dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian juga menganalisis dari sisi perkembangan ruang kawasan untuk lebih tepat dalam memberikan gambaran mengenai perilaku perjalanan kawasan. Dari hasil analisis dengan menggunakan model regresi linier dimana variabel dependend adalah jumlah perjalanan serta penggunaan moda transportasi tertentu dan variabel independend adalah faktor-faktor pembentuk struktur internal sosial ekonomi kawasan, didapatkan persamaan kecenderungan penggunaan moda transportasi antara laki-laki dan perempuan yaitu terjadi kecenderungan untuk menggunakan moda transport pribadi yang lebih besar 1

Upload: abi-ais

Post on 24-Jun-2015

428 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: ringkasan tesis

KARAKTERISTIK PERJALANAN PENDUDUK KAWASAN PINGGIRAN KOTA (HINTERLAND) SEMARANG

(STUDI KASUS KAWASAN SENDANG MULYO SEMARANG)

Oleh :

Bambang SudarmantoL4B099088

Abstrak

Perkembangan kota sudah sedemikian cepat yang tercermin dari tingginya peningkatan jumlah penduduknya. Jumlah penduduk yang tinggi ini, sebagaimana ciri umum perkotaan di negara yang sedang berkembang, tidak terlepas dari apa yang disebut dengan urbanisasi.Dampak yang nyata dari sisi keruangannya yaitu munculnya pemukiman-pemukiman baru di kawasan pinggiran kota (hinterland) dengan alasan harga tanah relatif lebih murah daripada pusat kota. Permasalahan kependudukan dan ruang ini akan menimbulkan beban baru bagi sebuah kota terutama dalam hal transportasinya. Permasalahan transportasi yang inline dengan kependudukan dan ruang dimaksud yaitu karena kawasan hinterland ini dihuni oleh kelompok urban yang mampu membeli hunian di lokasi tersebut, bekerja di pusat kota, dan mampu untuk membayar ongkos transportasi, dan dalam mobilitasnya akan semakin membebani jalur jalan menuju ketempat-tempat tujuan aktifitas mereka. Kawasan Sendang Mulyo merupakan contoh kasus yang tepat untuk dijadikan sampel penelitian karena berada pada pinggiran kota, terdapat perkembangan perumahan yang cepat, penduduknya sebagian besar merupakan kelompok angkatan kerja.

Pola perjalanan penduduk sangat identik dengan struktur internal kawasan seperti struktur sosial ekonomi dan tiap-tiap kawasan mempunyai ciri khusus atau karakteristik tersendiri. Metode penggalian data berfokus pada pencarian data bangkitan perjalanan beridasarkan pada analisis katagori individu berbasis zona dan dicoba dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Penelitian juga menganalisis dari sisi perkembangan ruang kawasan untuk lebih tepat dalam memberikan gambaran mengenai perilaku perjalanan kawasan.

Dari hasil analisis dengan menggunakan model regresi linier dimana variabel dependend adalah jumlah perjalanan serta penggunaan moda transportasi tertentu dan variabel independend adalah faktor-faktor pembentuk struktur internal sosial ekonomi kawasan, didapatkan persamaan kecenderungan penggunaan moda transportasi antara laki-laki dan perempuan yaitu terjadi kecenderungan untuk menggunakan moda transport pribadi yang lebih besar (diatas 70%) dari pada moda transport umum. Namun dari angka yang didapat, tingkat penolakan moda transportasi umum laki-laki lebih besar dari pada perempuan. Sedangkan perbedaannya, cara pandang perempuan dalam menyikapi kebutuhan hidup, lebih mengutamakan persoalan tempat tinggal sebagai yang utama sedangkan laki-laki justru menempatkan sarana transportasi sebagai yang sangat utama. Karakteristik perjalanan penduduk Kawasan Sendang Mulyo dibagi menjadi dua yaitu karakteristik perjalanan penduduk pendatang yang diwakili oleh penduduk perumahan yaitu jumlah perjalanan banyak dilakukan oleh responden usia < 25 tahun baik itu laki-laki maupun perempuan. Kelompok usia <25 tahun paling banyak melakukan perjalanan (rata-rata lebih dari 6 kali/orang/hari) dengan moda transportasi pribadi berupa sepeda

1

Page 2: ringkasan tesis

motor. Hal ini terjadi karena kelompok usia ini adalah kelompok penduduk yang paling tinggi mengalami stres sosial di lingkungan perumahan menengah ke bawah yang mempunyai karakteristik tata letak/posisi/ukuran bangunan yang serba terbatas. Jadi perjalanan bagi mereka juga berarti sarana melepaskan kejenuhan ruang dalam bentuk rekreasi. Untuk penduduk pedesaan Sendang Mulyo secara umum menunjukkan produksi perjalanan penduduk yang lebih kecil dari pada penduduk perumahan, dan didominasi oleh kelompok usia kerja (26 – 55 tahun). Penggunaan sepeda tidak bermotor (sepeda onthel) merupakan ciri khusus bagi kawasan pedesaan dan tidak terdapat pada kawasan perumahan.

Kata Kunci : Perjalanan (Travel Demand), Pinggiran Kota (Hinterland)

PENDAHULUANPada tahun 2003, berdasarkan pelat nomornya, jumlah kendaraan di kota Semarang

sudah mencapai lebih dari 414.000 unit dengan pertumbuhan 10 % tiap tahunnya. Dari angka tersebut, jumlah kendaraan terbanyak adalah sepeda motor dan roda tiga yaitu 300.910 unit. Sedangkan jumlah bus dan microbus tidak umum (kendaraan pribadi) 1047 unit atau dua kali lipat lebih dibandingkan dengan bus dan microbus umum 496 unit (Suara Merdeka September 2004). Dari data ini dapat diambil gambaran, bahwa angkutan umum yang sebenarnya mempunyai keunggulan dari sisi ekonomi dan lingkungan, menghadapi pesaing utama yaitu penggunaan kendaraan pribadi bila pengertian kendaraan pribadi diperluas dengan keberadaan sepeda motor yang merupakan representasi “private car” golongan masyarakat menengah kebawah. Dengan demikian, sudah selayaknya kajian transportasi kota dilakukan secara lebih mendalam dan teliti yang melibatkan berbagai ahli dan bukan hanya ahli transportasi saja.

Salah satu faktor yang penting dalam hal ini adalah pengetahuan tentang karakteristik permintaan transport (transport demand) dari pengguna sarana dan prasarana lalu lintas. Pengetahuan tentang pola pergerakan penduduk merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan tepat tidaknya sistem jaringan jalan, penyediaan moda angkutan, regulasi dan pembiayaan, serta perlindungan terhadap kepentingan penduduk itu sendiri secara langsung seperti kenyamanan perjalanan, ketepatan waktu perjalanan, serta yang tidak langsung seperti perlindungan terhadap penduduk secara umum dari polusi/pencemaran gas buang yang diakibatkan oleh adanya kendaraan tersebut.Dalam rangka mengetahui karakteristik permintaan transport penduduk kota Semarang ini, agaknya perlu diadakan penelitian dengan mengambil sample kawasan yang berpotensi besar mengadakan perjalanan. Seperti ciri umum kawasan perkotaan di negara yang sedang berkembang, pertumbuhan penduduk yang tinggi di kota Semarang tidak lepas dari fenomena urbanisasi yang tinggi. Orang yang melakukan urbanisasi dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu 1) orang yang mampu membeli tanah di dalam kota dan bekerja di dalam kota; 2) orang yang bekerja di dalam kota tetapi tinggal di pinggiran (zona hinterland) serta mampu membayar biaya transportasi; 3) orang yang tidak mampu membeli tanah di dalam kota dan tidak mempunyai kemampuan untuk membayar biaya transportasi. Kelompok dua inilah yang berpotensi menimbulkan permasalahan transportasi kota Semarang.

Kawasan Sendang Mulyo yang berada dalam lingkup administrasi Kecamatan Tembalang merupakan kawasan pinggiran kota dan merupakan persentuhan urban-rural kota Semarang. merupakan sample yang cocok untuk diadakan kajian tersebut. Kawasan ini secara histories dulunya merupakan areal pertanian / persawahan yang merupakan

2

Page 3: ringkasan tesis

garapan penduduk asli setempat, dan dalam perkembangannya menjadi sebuah kawasan pemukiman yang padat dan relatif cepat perkembangannya. Sebagai sebuah kawasan yang dinamis serta dipicu oleh letak kawasan yang strategis yaitu sebagai jalur alternative arus lalu lintas dari arah Timur menuju Semarang atas, bebas banjir, dan relative dekat dengan pusat kota, ciri kekotaan semakin terlihat nyata dengan munculnya fasilitas-fasilitas sosial seperti rumah sakit, pasar, terminal. Hal ini menunjukkan tingkat pertumbuhan ruang yang tinggi dan cerminan dinamika pergerakan penduduk yang tinggi pula.

Penelitian memusatkan pada kajian keinginan transport yang merupakan cerminan tingkah laku penduduk dalam berkendaraan karena penduduk merupakan subyek yang melakukan pergerakan dan membangkitkan lalu lintas yang seiring dengan kebutuhan masing-masing (Warpani, S.,1990 : 78). Jadi penelitian mengarah pada aspirasi ataupun sisi psikologis penduduk pengguna jasa transportasi dalam memandang transportasi sebagai kebutuhan mereka, harapan yang diinginkan dalam menggunakan jasa transportasi dan alasan keengganan ataupun ketertarikan menggunakan moda transport tertentu.

Tujuan Penelitian adalah mengetahui karakteristik (pola, moda, keinginan) perjalanan / transportasi penduduk dan arah perkembangan tata guna lahan – sistem transportasi kawasan Sendang Mulyo Semarang.

PERMASALAHAN TRANSPORTASI PERKOTAAN DARI SUDUT PANDANG RUANG DAN KEPENDUDUKAN

Berbeda dengan yang terjadi di kota-kota Eropa (revolusi industri tumbuh bersamaan dengan in-migration), maka pada negara-negara Dunia Ke-Tiga kota-kotanya tumbuh karena pertumbuhan alami dan migrasi dari rural ke urban (Potter,1985). Ciri utama pertumbuhan dan bentuk kota-kota di negara yang kurang maju sebagai cerminan dari perbedaan (gap) antara daerah pedesaaan (rural) dan perkotaan (urban) serta migrasi di kawasan perkotaan adalah : Kemiskinan yang tinggi, Ketidak seimbangan sosial dan pertumbuhan kota, Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan cepat, pergerakan migrasi yang besar dari rural ke urban, perubahan dasar perekonomian masyarakat, tantangan dan kemampuan kota-kota untuk menyediakan pekerjaan dan kehidupan yang layak bagi penghuninya, rapuhnya infrastruktur, miskinnya pelayanan sosial, merajalelanya real estate dengan segala spekulasinya, lemahnya peranan pemerintah dalam menekan / mengontrol perkembangan kota yang seringkali mengabaikan keberadaan bangunan-bangunan bersejarah, degradasi lingkungan yang akhirnya akan membatasi kemampuan pertumbuhan kota itu sendiri, marginalisasi kelompok yang kurang mampu baik dari segi finansial maupun kualitas SDM (terutama kaum imigran yang tersedot magnet -- backwash effect -- kota) sehingga memaksa mereka untuk mencukupi sendiri kehidupannya dengan fasilitas minimum serta seadanya. Akhirnya berdiri lingkungan/kawasan kumuh (slum area) maupun kawasan pemukiman liar (squater area)., Terciptanya gap antar kelompok sosial dan ketegangan-ketegangan dalam kota memunculkan pertentangan dalam susunan sosial masyarakat seperti halnya spekulasi ekonomi yang telah merubah susunan/tatanan kota, pusat kota semakin tumbuh dengan warna minoritasnya (tempat kelompok kaya dengan berbagai kemudahan dan fasilitasnya), sementara kelompok menengah dan aktifitas-aktifitas ekonomi cenderung lari ke luar dan pada akhirnya merusak susunan kota itu sendiri.

Permasalahan tingginya pertumbuhan penduduk di perkotaan merupakan salah satu faktor penting yang menjadi pertimbangan dalam sebuah perencanaan transportasi. Penduduk yang besar akan mendorong terjadinya kepadatan wilayah, yang mana kepadatan wilayah ini sangat berpengaruh dalam membentuk pola dalam artian pemilihan

3

Page 4: ringkasan tesis

moda transportasi penduduknya. Dalam sebuah penelitian di Amerika, terdapat hubungan antara kepadatan wilayah dengan moda transportasi khususnya transportasi menuju tempat kerja yang tergambar dari grafik berikut:

Grafik 1Moda Transport berdasarkan kepadatan penduduk

1 2 3 5 10 20 30 50 100orang/mil2 (000)

Sumber: Travel Demand Management and Public Policy, p.235

Cerminan hubungan antara kepadatan dan moda transport yang demikian menjadikan bukti bahwa peranan perencanaan transportasi yang melihat penduduk sebagai subyek penghasil pergerakan menjadi sangat penting dalam menjaga keberlangsungan kota itu sendiri.

Sebesar apapun kota dengan segala kelengkapannya, pasti mempunyai batasan daya tampung. Jika batas tersebut dilampaui maka akan terjadi dampak yang merugikan. Orang yang bekerja di dalam kota tetapi tinggal di pinggiran kota serta mampu membayar biaya transportasi yang prosentasinya tinggi di dalam kota, sangat potensial menimbulkan permasalahan transportasi. Permasalahan tersebut terjadi setiap hari, yaitu pada jam sibuk pagi hari dan sore hari. Pada jam sibuk pagi hari terjadi proses pergerakan dengan volume tinggi bergerak ke pusat kota untuk bekerja. Pada sore hari terjadi hal yang sebaliknya yaitu pergerakan kembali ke rumah masing-masing di pinggiran kota. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan juga merembet ke daerah penyangga / daerah pinggiran (hinterland). Kondisi ini mendorong semakin tingginya penggunaan kendaraan pribadi karena pada umumnya peningkatan pemilikan kendaraan pribadi merupakan cerminan hasil interaksi antara peningkatan taraf hidup dan kebutuhan mobilitas penduduk. Dampak yang sangat jelas dari adanya peningkatan yang tinggi akan kendaraan pribadi adalah adanya kepadatan lalu lintas dan kemacetan.

Tingkat pertumbuhan pergerakan yang sangat tinggi yang hampir tidak mungkin dihambat, sementara sarana dan prasarana transportasi sangat terbatas, mengakibatkan aksesibilitas dan mobilitas menjadi terganggu. Sekarang ini program pembangunan jalan di daerah perkotaan membutuhkan biaya yang sangat besar. Usaha pemerintah untuk memecahkan masalah transportasi perkotaan telah banyak dilakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada maupun dengan pembangunan jaringan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

Mengendarai mobil sendiri

Angkutan umum

Carpool

Sepeda/jalan kaki

4

Page 5: ringkasan tesis

jalan baru, ditambah dengan rekayasa dan manajemen lalu lintas terutama pengaturan efisiensi transportasi angkutan umum dan penambahan armadanya. Tetapi, berapapun besarnya biaya yang dikeluarkan, kemacetan dan tundaan lalu lintas tetap tidak bisa dihindari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus berkembang pesat, sedangkan perkembangan penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak bisa mengikutinya.

Peluang angkutan umum sebagai sarana transportasi masyarakat kota Semarang masih cukup besar untuk dikembangkan. Yaitu berangkat dari beberapa alasan, antara lain penggunaan angkutan umum yang masih relatif besar (diatas 40 %), minat masyarakat yang masih besar yang tercermin dari angka kenaikan jumlah bis (sekitar 5 % per tahun), dan type perjalanan penduduk yang memungkinkan untuk dilayani dengan “mass transit” yaitu type perjalanan komunal menuju atau dari tempat kerja (53 %). (Sumber : Consulting Services for Urban Transportation Studies for Cities of Semarang and Denpasar ( ADB Loan NO. 1111-INO ). CHINA ENGINEERING CONSULTANS.INC.Final Report Semarang. 1995)

Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan perencanaan kota atau perencanaan wilayah. Rencana kota atau rencana wilayah tanpa memperhatikan / mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat rencana itu sendiri akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari. Keadaan ini akan membawa akibat berantai cukup panjang dengan meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran lalu lintas, menurunnya sopan santun lalu lintas dan lain-lain.

Sebagai sebuah proses yang dinamis (perencanaan transportasi yang diperuntukkan bagi masyarakat umum didasarkan pada filisofi dari pertumbuhan/perkembangan yang terus-menerus (Black, 1979)), perencanaan transportasi harus tanggap terhadap perubahan tata guna lahan, keadaan ekonomi, dan pola arus lalu lintas. Dampak penerapan sistem transportasi sangat besar sehingga mungkin saja terjadi perubahan yang radikal terhadap tata guna lahan tempat prasarana transportasi dibangun.

Saat ini, prinsip yang digunakan yaitu menekan biaya dengan harapan bila transportasi murah akan mendorong terjadinya mobilitas. Mobilitas yang tinggi akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan perkembangan kawasan. Namun agaknya ada sesuatu yang dilupakan yaitu bahwa transportasi yang terlalu murah justru akan mendorong semakin banyaknya perjalanan yang pada akhirnya akan timbul kemacetan dan permasalahan-permasalahan lain yang kalau dihitung biayanya juga besar. Salah satu alternatif dalam mengatasi ini adalah dengan mempertimbangkan keseimbangan biaya sosial dari dampak buruk transportasi (impact fees) melalui mekanisme subsidi silang dengan perencanaan tata guna lahan, sehubungan dengan kenyataan bahwa domain dari perencanaan transportasi adalah pada public policy yang intinya berusaha memberikan pelayanan yang murah bagi masyarakat, sedangkan pengembangan tata guna lahan ditujukan atau diperuntukkan bagi kepentingan swasta (domainnya pada private sector). Namun efisiensi biaya prasarana transportasi dan pengaturan mekanisme subsidi silang biaya sosial dari pengembangan tata guna lahan tidak selalu berhasil dilakukan. Koordinasi yang baik antara perencanaan transportasi dan perencanaan tata guna lahan menjadi alternatif yang paling menjanjikan dalam mengurangi dampak-dampak negatif yang tidak diinginkan.

Sebuah kebijakan baru dalam perencanaan transportasi sudah sepantasnya dilakukan meliputi : pengurangan supply transportasi, meningkatkan biaya transportasi, dan mengenalkan kembali teknologi transportasi lama. Ketiga katagori ini mengarahkan

5

Page 6: ringkasan tesis

Sistem Kegiatan Sistem Jaringan

Sistem Pergerakan

Sistem Kelembagaan

supply dan demand transportasi menuju keseimbangan dengan mengatur demand transportasi sambil menjaga faktor supply, harga dan teknologi tetap konstan.(lihat tabel berikut)

Tabel 1.Supply dan Demand dalam Perencanaan Transportasi

DemandSupply Meningkat Dimodifikasi MenurunMeningkat Investasi baru Insentif Management

Sistem TransportasiPenggunaan bentuk teknologi lama transportasi (Inferior Technology)

Tidak Berubah Menekan biaya ke titik terendah

Manajemen Kebutuhan

Perjalanan (Travel Demand Management)

Menekan biaya ke titik tertinggi

Menurun Inovasi teknologi yang mutakhir

Dis-Insentif Management Sistem Transportasi

Dis – Investasi

Sumber : Travel Demand Management and Public Policy, p.12

Sistem transportasi secara menyeluruh (makro) dapat dipecahkan menjadi beberapa sistem yang lebih kecil (mikro) yang masing-masing saling terkait seperti dapat dilihat pada skema berikut:

Diagram 1.Sistem Transportasi Makro

Sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan akan saling mempengaruhi. Perubahan pada sistem kegiatan akan mempengaruhi sistem jaringan melalui perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu juga perubahan pada sistem jaringan akan dapat mempengaruhi sistem kegiatan melalui peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari sistem pergerakan tersebut.

Dasar dari pergerakan penduduk kota adalah adanya gaya sentripetal dan sentrifugal (Colby, 1933). Gaya sentripetal ini diarahkan menuju kepusat kota dan sangat penting dalam tahap awal pengembangan kota yang menganut konsep penguatan CBD. Seiring perjalanan waktu, gaya sentripetal ini justru kalah kuat jika dibandingkan dengan

Sumber : Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, hal. 48

6

Page 7: ringkasan tesis

gaya sentrifugal. Pendorong dari gaya sentrifugal ini yaitu semakin luasnya cakupan layanan pusat kota, meningkatnya kelangkaan lokasi, kemacetan lalu lintas, tingginya harga sewa dan pajak, serta keterbatasan-keterbatasan lokasi lain di pusat kota.

Gaya sentrifugal ini menjadikan tata guna lahan kawasan pinggiran kota (hinterland) mengalami tekanan dalam arti perubahan fungsi seiring dengan dinamika sosial ekonomi penduduk perkotaan dalam mensikapi persoalan tersebut. Bisa dikatakan tekanan (penetrasi) ruang kota ke kawasan hinterland ini merupakan bentuk dari migrasi kelompok yang tidak mampu menanggung “biaya ruang” di pusat kota dengan segala kelebihan fasilitasnya untuk kemudian mencari lokasi lain di pinggiran kota.

Secara teoritis, biaya ruang ini oleh Robert Murray Haig (1926) dikatakan sebagai “costs of friction” yaitu biaya ruang perkotaan pada dasarnya adalah biaya dari pergerakan (costs of movement) yang mempunyai dua dimensi yaitu biaya transportasi dan sewa lokasi (site rentals). Biaya transportasi didefinisikan sebagai biaya yang timbul karena adanya pergerakan manusia dan barang di wilayah perkotaan, sedangkan site rentals merupakan ongkos yang dikeluarkan bagi sebuah lokasi dimana asesibilitas diperoleh dengan pengertian termasuk didalamnya perhitungan biaya transportasi yang rendah. Pola dari site rentals ini ekuivalen dengan pola dari harga tanah (land values).

Sifat dari dua hal ini sangat berlawanan bila diukur dari pusat kota (CBD). Semakin dekat dengan pusat kota berarti semakin besar keuntungan lokasi yang didapatkan karena tingkat asesibilitas ataupun interaksi dengan lokasi lain dalam kontek jarak waktu (time-distance) sangat tinggi dan itu berarti harga sewa lahannya tinggi. Dengan pengertian ini berarti orang yang menempati lokasi di pusat kota harus memanfaatkan lokasi seefektif mungkin karena mereka harus membayar ongkos lokasi yang sangat tinggi. Untuk itu fungsi lokasi di pusat maupun yang dekat dengan CBD lebih tepat untuk kawasan komersial maupun industri dan bukan permukiman.

Fenomena ini terjadi di kota – kota besar di negara kita termasuk kota Semarang. Kawasan pinggiran yang secara historis berfungsi sebagai kawasan penyangga kebutuhan hidup penduduk kota, seiring dengan waktu justru menjadi primadona tempat hunian baru. Saat ini muncul permukiman-permukiman baru di pinggiran kota baik yang alami maupun yang non alami (yang disediakan oleh pihak pengembang untuk dijual kepada pihak yang membutuhkan). Sebagai sebuah kawasan yang dinamis, mempunyai mobilitas tinggi dengan asumsi merupakan kawasan hunian kelompok urban dengan katagori kelompok yang mampu membeli hunian di pinggir kota dan orang yang bekerja di dalam kota serta mampu membayar biaya transportasi. Beban transportasi kota, terutama yang terkait dengan jaringan jalan yang berakses ke kawasan ini menjadi semakin berat atau katakanlah menjadi lebih berkembang diluar prediksi perencanaan sistem transportasi yang ada. Kemacetan lalu lintas terjadi pada simpul-simpul jalan yang menjadi “koridor” masuknya arus perjalanan penduduk pada kawasan permukiman ini ke pusat-pusat kegiatan di pusat kota. Dengan demikian, sebuah perencanaan transportasi kota, seyogyanya tidak boleh meninggalkan kawasan hinterland ini sebagai kajian, dalam arti untuk mendapatkan gambaran yang nyata dalam membuat deskripsi perjalanan penduduknya.

Karakteristik perjalanan penduduk tidak dapat digeneralisir sama di semua tempat. Hal ini karena masing-masing kawasan mempunyai ciri ataupun karakteristik struktur internal yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sebagai sebuah subyek perencanaan transportasi, ketidak tepatan dalam membuat peta perjalanan penduduk dalam lingkup kota akan berakibat kurang tahan lamanya konsep perencanaan tersebut. Hal ini mungkin, yang selama ini terjadi, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan seringnya dilakukan review perencanaan transportasi yang seharusnya sudah diarahkan berskala

7

Page 8: ringkasan tesis

jangka menengah (5 tahunan) maupun jangka panjang. Dengan asumsi bahwa pilihan orang dalam menentukan perjalanan bersifat mandiri dan tidak dipengaruhi oleh orang lain, maka metode pencarian data pada penelitian yang dilakukan adalah dalam bentuk daftar pertanyaan mengikuti metode pendekatan katagori orang (Supernak, 1979). Daftar pertanyaan untuk memetakan karakteristik perjalanan kawasan terpilih pada prinsipnya adalah hal-hal yang terkait dengan struktur internal sosial ekonomi penduduk kawasan terpilih yang meliputi : usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan. Kemudian data ini dikorelasikan dengan jumlah perjalanan rata-rata per hari, moda transportasi yang digunakan, tujuan perjalanan, serta ditambah dengan wawancara mengenai pendapat mereka mengenai moda transportasi yang ada saat ini dan sikap mereka dalam memandang persoalan pokok lingkungan (fisik dan non fisik) yang mereka tempati. Selanjutnya juga dilakukan analisis mengenai perkembangan ruang / kajian spatial kawasan untuk melengkapi penggambaran karakteristik perjalanan penduduk tersebut.

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDIKawasan Sendang Mulyo merupakan kawasan dalam lingkup area Kecamatan

Tembalang yang berada pada pusat pengembangan III, dan berada pada BWK VI. Dari sistem pusat pelayanan kota, kawasan ini difungsikan sebagai pusat pelayanan komersial dengan skala lokal bersama-sama dengan kecamatan Ngaliyan, Mijen, Gunungpati, Banyumanik, Candisari, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Selatan, dan Semarang Timur.

Kedudukan kawasan Sendang Mulyo dalam konstelasi regional sangat prospektif, karena keuntungan topografis dan lokasional. Keuntungan topografis karena kawasan ini merupakan area yang bebas banjir, sedangkan keuntungan lokasional karena sebagai jalur alternatif menuju ke kawasan Semarang Atas dari arah Timur. Keuntungan/keunggulan ini menjadikan kawasan Sendang Mulyo berkembang menjadi kawasan perumahan.

8

Page 9: ringkasan tesis

Kondisi Fisik Daerah

9

Page 10: ringkasan tesis

Kondisi TopografiKawasan Sendang Mulyo berada pada perbatasan antara daerah Semarang

Bawah (topografi < 20%) dan daerah Semarang Atas (topografi 20 – 40 %), merupakan kawasan yang bersentuhan dengan rural area (lihat Peta 3). Di kawasan ini terdapat perumahan yang menempati area sebelah Utara dan area perbukitan, sedangkan sebelah Selatan merupakan area persawahan dan pemukiman penduduk. Kondisi Hidrologi

Menurut data yang ada, kota Semarang dilewati oleh beberapa kali antara lain: Kali Garang, Kali Kreo, Kali Kripik, Kali Pengkol, Kali Semarang, Kali Watu Kodok, Sungai Banjir Kanal Barat, Sungai Banjir Kanal Timur, Kali Babon, dll. Salah satu Kali tersebut melewati kawasan Sendang Mulyo yaitu Kali Babon, yang berkapasitas 100 m3/detik mulai dari hilir sampai muara dengan km 4,50. Kawasan ini masuk dalam kelompok wilayah potensi air tanah sedang, yang untuk wilayah Semarang meliputi daerah sepanjang perbulitan Candi bagian Utara memanjang dari Barat ke Timur melalui Randugarut, Beji, Jrakah, Ngaliyan, Manyaran, Simongan, Candibaru, Wonodri, Jomblang, Kedung Mundu, Ketileng di bagian Tengah dan berlanjut ke Timur sampai ke daerah Sambak, serta sepanjang daerah perbukitan Candi bagian Selatan hingga ke Banyumanik dan Pudak Payung. Di daerah ini dijumpai akuifer tertekan dengan ketebalan kurang dari 25 meter, kelulusan sekitar 5 m/hari.Kondisi KependudukanJumlah dan Pertumbuhan Penduduk

Dalam lingkup kecamatan, penduduk di daerah ini mencapai angka 100 ribu jiwa (proyeksi penduduk th. 1999-2005, Bappeda Kota Semarang 2000). Tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 2.3 % per tahun. Dari data didapatkan hal yang spesifik mengenai kawasan ini, yaitu bahwa tingkat pertumbuhan penduduk alami lebih rendah dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan non alami. Jadi, kawasan ini merupakan kawasan yang terindikasi mendapat “dorongan kekotaan” yang kuat. Mata Pencaharian

Jumlah penduduk berdasarkan mata pencaharian berkaitan erat dengan jumlah penduduk usia kerja dengan jumlah penduduk yang bekerja. Berdasarkan sumber yang ada, Kecamatan Tembalang sebagian besar penduduknya (lebih besar dari pada 20 %) adalah buruh bangunan dan buruh industri. Sedangkan yang bekerja sebagai petani hanya sekitar 6%. Jumlah angkatan kerja mencapai berjumlah sekitar 79.000 jiwa atau 11 % dari total jumlah angkatan kerja Kota Semarang. Angka ini menempati angka tertinggi dari ke 16 kecamatan yang ada di lingkup kota.

Kondisi Penggunaan LahanData terakhir yang ada, kawasan studi (kawasan Sendang Mulyo) merupakan

kawasan dengan peruntukan tegalan dan pemukiman.

Kondisi Jaringan Transportasi

10

Page 11: ringkasan tesis

Kondisi eksisting jaringan transportasi kawasan studi dapat dilihat pada gambar berikut.

ANALISIS PENETRASI RUANG KOTA DAN PERILAKU PERJALANAN PENDUDUK KAWASAN SENDANG MULYO

Penetrasi Ruang Kota dalam bentuk PerumahanBerdasarkan sumber produk tata ruang kota yang ada (RTRW dan RUTRK Kota

Semarang), arahan pemanfaatan lahan kawasan Sendang Mulyo yaitu sebagai kawasan konservasi dan pemukiman intensitas rendah. Sedangkan dari penataan system jaringan jalan, kelas fungsi jalan yang menuju ke lokasi ini adalah kolektor sekunder. Sebagai sebuah kawasan yang dilalui jalur alternatif dari Semarang Bawah (Kawasan Timur Kota Semarang), kawasan Sendang Mulyo berkembang menjadi pemukiman yang berpotensi untuk menjadi daerah pembangkit lalu lintas yang tinggi (lihat Peta 4.1). Bila mengikuti trend perkembangan ini, tidak tertutup kemungkinan jalur lalu lintas yang menuju dan dari kawasan akan berkembang tidak sesuai dengan arah tatanan system yang direncanakan dan ini perlu diantisipasi. Pengendalian arah pemanfaatan lahan ini sangat terkait dengan pembentukan system transportasi dalam pengertian system jaringan jalan dan penempatan serta pengaturan sarana transportasinya.

Terdapat 3 moda angkutan umum,yaitu:1. Minibus Klipang – PRPP2. Microlet Klipang-

Penggaron3. Plat Hitam Klipang-

Sompok

Kondisi Jalan Agak Rusak - Rusak

Terdapat 1 Moda Angkutan Umum yaitu :Minibus Sendang Mulyo – Citarum –Terboyo

Kondisi Jalan Cukup Bagus (Konstruksi Paving)

Belum ada moda angkutan umum Penduduk melakukan perjalanan

dengan menggunakan sepeda motor dan sepeda ontel

Kondisi Jalan Bagus

11

Page 12: ringkasan tesis

Dari segi penyusunan jaringan jalan, dalam rangka membentuk struktur ruang kota yang mendorong pertumbuhan di pusat III (ke arah Barat Daya dan Tenggara), direncanakan pembuatan jalur lingkar luar. Sampai saat ini usaha tersebut masih mengalami kendala dari sisi fisik dasar lahan yang mempunyai kelerengan yang tinggi. Akan tetapi, untuk arah Tenggara kota yang mencakup kawasan Sendang Mulyo, perkembangan kawasan sebagai pusat pertumbuhan III sangat positif.

Namun, hal yang terjadi dan perlu dicermati saat ini yaitu adanya kecenderungan ketidak sesuaian arah perkembangan seperti yang telah direncanakan dalam RTRW dan RUTRK. Banyak terjadi pengeprasan bukit dan peningkatan perubahan fungsi lahan dari sawah / tegalan ke fungsi permukiman penduduk. Ini menjadi dilema tersendiri mengingat arah pemanfaatan lahan pada kawasan ini adalah sebagai area konservasi dan pemukiman dengan kepadatan sedang.

Semarang Atas

Kawasan Sendang Mulyo dilalui oleh jalur alternatif dari kawasan Timur / bawah ke kawasan Semarang Atas

Jalur Alternatif

Peta 4.1.Jalur Alternatif arus lalu lintas Semarang Timur ke Semarang Atas

12

Page 13: ringkasan tesis

Aktifitas ataupun perubahan fungsi lahan menjadi permukiman tersebut terjadi pada lokasi sepanjang jalur alternative menuju ke Semarang Atas, dan ini perlu dikontrol karena mempunyai kecenderungan mengkawatirkan mengingat pada jalur jalan tersebut. Seperti diketahui, di sisi kanan dan kiri jalan, adalah area perbukitan yang sebenarnya sangat penting peranannya sebagai Catchment Area sungai Babon (lihat Peta 2).Dengan posisi lokasi perumahan yang berada pada alur Kali Babon seperti terlihat pada peta tersebut, maka usaha mengontrol fungsi lahan terutama yang berada pada garis sempadan sungai harus menjadi perhatian utama.

Komersial

Industri

permukiman

Peta 4.2.Analisis Tata Guna Lahan Kawasan Sendang Mulyo

CBD

13

Page 14: ringkasan tesis

Keterangan:: Perbukitan

: Sendang Mulyo

Peningkatan Jumlah Perjalanan dari Kawasan Sendang MulyoKonsekuensi logis dari peningkatan jumlah permukiman di kawasan Sendang

Mulyo adalah adanya peningkatan volume pergerakan / transportasi penduduk yang ditandai dengan padatnya lalu lintas pada jalur utama kawasan pada jam-jam sibuk (pagi hari dan sore hari), serta makin banyaknya jumlah sarana angkutan yang ada baik sarana angkutan umum maupun pribadi.

Namun, berdasarkan pengamatan lapangan, jalur alternatif dari dan ke kawasan Semarang Atas untuk lalu lintas dari kawasan Semarang Timur yang sebenarnya merupakan jalur utama yang melintasi kawasan nampaknya belum dilayani sarana angkutan umum (penduduk zona 10 penelitian yang merupakan zona pemukiman penduduk asli pedesaan saat ini menggunakan moda transportasi sederhana seperti sepeda untuk melakukan perjalanan menuju ke tempat kerja). Ini berbeda dengan jalan yang menuju ke kawasan perumahan (zona 1 s/d 9 penelitian) yang bahkan dilayani 3 moda angkutan umum. (lihat peta 3)

Kali Babon

Kawasan perumahan / urban – zona 1 s/d 9 penelitian

Kawasan permukiman penduduk rural dan tegalan/sawah – zona 10 penelitian

14

Page 15: ringkasan tesis

Peta 4.4.Sarana Angkutan Umum di Kawasan Sendang Mulyo

Dari analisis pengguna angkutan umum, didapatkan gambaran profil pengguna angkutan umum sebagian besar adalah anak-anak sekolah dan ibu rumah tangga. Sedangkan moda angkutan umum yang paling sering digunakan adalah bus. Dari 3 moda angkutan umum yaitu bus, mikrolet dan “plat hitam”, penggunanya sebagian besar adalah anak-anak usia sekolah laki-laki dan perempuan (0-25th), pada jam berangkat sekolah pagi hari (moda angkutan bus). Sedangkan moda angkutan umum mikrolet diminati oleh perempuan usia 25 – 55 th dan >55 tahun, dan pegawai swasta serta pedagang menggunakan angkutan plat hitam (lihat lampiran perhitungan korelasi antara faktor sosial ekonomi penduduk dengan jumlah perjalanan dan penggunaan moda transportasi).

Berdasarkan hal tersebut diatas, anak-anak usia sekolah yang proporsinya besar di kawasan perumahan merupakan pasar angkutan umum yang oleh pengusaha angkutan dijadikan dasar dalam investasi mereka.

Analisis Karakteristik Transportasi / Perjalanan Penduduk Kawasan Sendang MulyoKarakteristik perjalanan kawasan Sendang Mulyo bisa dibagi menjadi dua, yaitu

karakteristik perjalanan penduduk perumahan dan karakteristik perjalanan penduduk asli pedesaan.Karakteristik Perjalanan Penduduk Perumahan Sendang Mulyo

Pada kawasan perumahan, analisis kuantitatif secara statistik (korelasi linier) antara faktor sosio-ekonomi penduduk dengan jumlah perjalanan, menunjukkan bahwa responden laki-laki, mobilitas dipengaruhi oleh usia, jenis pekerjaan dan tingkat pendidikannya. Dari faktor usia, disimpulkan bahwa semakin muda usia responden semakin tinggi mobilitas kesehariannya. Faktor jenis pekerjaan, yang paling mempengaruhi mobilitas responden

Sub Terminal KlipangJalur alternatif

Bus Sendang Mulyo – Citarum - Terboyo

Bus Klipang-PRPP

Plat Hitam Klipang-Ssompok

Mikrolet Klipang-Penggaron

Belum ada trayek angkutan

umum

15

Page 16: ringkasan tesis

laki-laki adalah jenis pekerjaan ataupun kelompok responden yang masih sekolah/kuliah. Sedangkan dari faktor tingkat pendidikan, agaknya kurang menunjukkan korelasi yang nyata / meyakinkan. Namun dari analisis, tingkat pendidikan sarjana merupakan faktor yang mempengaruhi mobilitas walaupun dengan tingkat korelasi yang kecil. Untuk Responden perempuan, dari faktor usia, kondisinya sama dengan responden laki-laki, yaitu semakin muda usianya semakin tinggi mobilitasnya. Sedangkan jenis pekerjaan yang paling mempengaruhi jumlah perjalanan/mobilitas responden yaitu sekolah/kuliah. Hal ini sama dengan yang terjadi pada responden laki-laki. Untuk faktor tingkat pendidikan, berbeda dengan responden laki-laki, tingkat pendidikan SMP lebih mempengaruhi mobilitas responden perempuan. Penggunaan moda transportasi umum yang dalam hal ini diambil contoh moda transportasi bus, kelompok responden laki-laki yang cenderung menggunakan moda tersebut adalah yang berpenghasilan kurang dari Rp. 500 ribu per bulan, tidak dipengaruhi oleh usia, jenis pekerjaan petani, buruh kasar dan pedagang, dan tingkat pendidikan SD SMP. Untuk responden perempuan, moda transportasi bus cenderung digunakan oleh responden perempuan yang mempunyai pekerjaan petani, pembantu, wiraswasta, dan pegawai negeri sipil, usia diatas 55 tahun, dan tidak dipengaruhi oleh penghasilan. Untuk moda transportasi pribadi yang dalam hal ini tercermin dari penggunaan sepeda motor, responden laki-laki yang menggunakan moda transport ini adalah kelompok responden yang belum mempunyai penghasilan sendiri, tidak dipengaruhi oleh usia, berstatus sekolah/kuliah, wiraswasta, pegawai baik swasta maupun negeri, serta yang mempunyai tingkat pendidikan sarjana. Sedangkan responden perempuan, penggunaan moda transportasi sepeda motor cenderung digunakan oleh kelompok responden yang belum mempunyai penghasilan sendiri, tidak dipengaruhi oleh usia, berstatus ibu rumah tangga, sekolah, wiraswasta, pegawai, serta tingkat pendidikan sarjana.

Kondisi ini kemungkinan sama dengan kondisi penduduk di kawasan lain, yaitu produktifitas perjalanan berbanding terbalik dengan usia, berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan, serta penggunaan moda angkutan umum yang kalah populer dengan moda angkutan pribadi. Namun, khusus kawasan Sendang Mulyo yang merepresentasikan kawasan persentuhan urban dengan rural area, menunjukkan beberapa hal yang menjadi catatan tersendiri. Hal ini berangkat dari kenyataan bahwa faktor psikologi dan keberagaman latar belakang penghuni perumahan sangat menonjol dalam membentuk perilaku perjalanannya. Sebagai contoh penghuni perumahan cenderung untuk ingin dibedakan dengan penduduk asli pedesaan. Penduduk perumahan yang secara ekonomi setingkat dengan penduduk asli pedesaan relatif tidak mau menggunakan moda transport “tradisional” yang sebenarnya sudah ada sebelum mereka menempati kawasan ini.

Demikian juga adanya keberagaman latar belakang dan perilaku penghuni perumahan, menimbulkan tingkat “kompetisi hidup” yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan penghuni kawasan permukiman yang tumbuh secara alami. Contohnya mengenai moda transportasi, secara awam dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat ekonomi maupun tingkat kemandirian ekonomi seseorang maka semakin tinggi pula prasarat moda / sarana transportasi yang diinginkan. Sarana transportasi (umum maupun pribadi) oleh sebagian orang mungkin hanya untuk memudahkan perjalanan mereka dari satu tempat ke tempat lain. Akan tetapi bagi sebagian orang yang dipacu kompetisi tingkat sosial ekonominya, sarana transportasi bisa diartikan juga sebagai sesuatu yang menunjukkan kebanggaan ataupun life style (prestise) yang akan mendorong tingkat sosialnya. Disini sarana transportasi tidak hanya berfungsi sebagai alat untuk membantu perjalanan, tetapi

16

Page 17: ringkasan tesis

bahkan lebih dari pada itu adalah sebagai sarana untuk meningkatkan status sosial seseorang.

Produksi perjalanan penduduk perumahan kawasan Sendang Mulyo (zona 1 s/d 9) secara kuantitif juga berbeda dengan penduduk asli pedesaan (zona 10). Kondisi ini tergambar dalam grafik berikut ini:

Grafik 4.2. Jumlah Perjalanan Rata-Rata/Hari

Karakteristik Perjalanan Penduduk Pedesaan Sendang MulyoKawasan Sendang Mulyo yang berjarak sekitar 15 Km dari pusat kota Semarang

telah mengalami perubahan dari segi fisik dan prasarana terutama sejak dibukanya ataupun dibangunnya jalur jalan lingkar untuk lalu lintas bus antar kota dari arah Purwodadi – Semarang, yaitu jalur Pedurungan-Ketileng-Kedung Mundu – Mataram – Terboyo.

Dampak dari infiltrasi kekotaan dari sisi transportasi agaknya kurang dirasakan pada penduduk di kawasan pedesaan Sendang Mulyo. Disamping karena letak sub terminal

17

Page 18: ringkasan tesis

ataupun terminal tiban yang belum menjangkau, penduduk pedesaan mempunyai sejarah transportasi tersendiri yaitu seperti lazimnya penduduk pedesaan yang bercirikan agraris, moda transportasi yang digunakan biasanya berfungsi untuk mengangkut manusia dan barang khususnya yang terkait dengan aktifitas pertaniannya. Moda transport yang ada berdasarkan informasi penduduk pedesaan Sendang Mulyo yaitu Kereta Kuda (andong) untuk angkutan penumpang (manusia) dan Kereta Sapi (pedati) untuk angkutan barang / produk pertanian.

Dalam perkembangannya, moda transportasi umum tersebut sudah tidak dipergunakan lagi karena fisik jalan yang ada sudah memungkinkan untuk dilalui kendaraan bermotor. Penulis mencatat, “andong” masih digunakan pada tahun 1995, dan setelah itu sudah tidak ada lagi. Sarana transportasi andong yang semula berfungsi di kawasan ini lama kelamaan menghilang dan bahkan berubah fungsi menjadi sarana rekreasi yang disediaan oleh pemilik angkutan ini (penduduk pedesaan) dan diperuntukkan kepada penduduk perumahan.

Angkutan umum dalam pengertian angkutan penumpang manusia yang sampai saat ini masih belum menjangkau kawasan diantisipasi penduduk pedesaan dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor maupun sepeda ontel (tidak bermotor). Penggunaan sepeda tidak bermotor ini merupakan ciri khusus bagi kawasan pedesaan dan tidak terdapat pada kawasan perumahan.

Penelitian belum menjangkau analisis mengenai latar belakang penggunaan moda transportasi sepeda tak bermotor ini. Barangkali fenomena penggunaan jenis angkutan ini perlu dikaji lebih jauh dalam penelitian lanjutan.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

Dalam bentuk fisik, penetrasi ruang kota ke kawasan Sendang Mulyo ditandai dengan aktifitas fisik berupa perubahan fungsi lahan kosong dan lahan persawahan/tegalan menjadi lahan permukiman maupun lahan siap bangun.

Dari sisi transportasi terjadi peningkatan volume pergerakan / transportasi penduduk yang ditandai dengan padatnya lalu lintas pada jalur utama kawasan pada jam-jam sibuk (pagi hari dan sore hari), serta makin banyaknya jumlah sarana angkutan yang ada baik sarana angkutan umum maupun pribadi. Dari 3 moda angkutan umum yaitu bus, mikrolet dan “plat hitam”, kesemuanya hanya untuk melayani penduduk di kawasan perumahan dan penggunanya sebagian besar adalah anak-anak usia sekolah laki-laki dan perempuan (0-25th), pada jam berangkat sekolah pagi hari (moda angkutan bus). Sedangkan moda angkutan umum mikrolet diminati oleh perempuan usia 25 – 55 th dan >55 tahun, dan pegawai swasta serta pedagang menggunakan angkutan plat hitam. Anak-anak usia sekolah yang proporsinya besar di kawasan perumahan merupakan pasar angkutan umum yang oleh pengusaha angkutan dijadikan dasar dalam investasi mereka. Keberadaan angkutan umum yang cukup banyak di lingkungan perumahan ini di satu sisi sangat menguntungkan, namun agaknya yang menjadi permasalahan adalah posisi terminal akhir angkutan umum yang berada didalam kawasan perumahan yaitu : keberadaan terminal angkutan umum di dalam kawasan menambah beban konstruksi jalan yang sebenarnya diperuntukkan hanya untuk lalu lintas kelas III. Akibat yang ditimbulkan yaitu adanya kerusakan badan jalan utama kawasan perumahan, moda angkutan bus yang hanya efektif dan diminati pada jam berangkat sekolah saja (untuk perjalanan meninggalkan

18

Page 19: ringkasan tesis

kawasan) menjadi kurang efektif bila dibandingkan dengan dampak kerusakan jalan yang dilaluinya, serta untuk perjalanan non sekolah, peminat angkutan umum lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan moda angkutan pribadi sepeda motor.

Karakteristik perjalanan penduduk perumahan Sendang Mulyo: jumlah perjalanan banyak dilakukan oleh responden usia < 25 tahun baik itu laki-laki maupun perempuan. Jumlah perjalanan dalam arti bangkitan perjalanan sebuah kawasan biasanya memang identik dengan jumlah penduduk kelompok usia produktif (usia kerja ---- di bawah usia 55 tahun). Akan tetapi khusus pada kawasan ini, kelompok usia produktif dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok usia 0-25 tahun dan kelompok usia 25-55 tahun. Kelompok usia <25 tahun paling banyak melakukan perjalanan (rata-rata lebih dari 6 kali/orang/hari). Hal ini terjadi karena kelompok usia ini adalah kelompok penduduk yang paling tinggi mengalami stres sosial di lingkungan perumahan menengah ke bawah yang mempunyai karakteristik tata letak/posisi/ukuran bangunan yang serba terbatas. Jadi perjalanan bagi mereka juga berarti sarana melepaskan kejenuhan ruang dalam bentuk rekreasi.

Karakteristik perjalanan penduduk pedesaan Sendang Mulyo : secara umum produksi perjalanan penduduk pedesaan lebih kecil dari pada penduduk perumahan. Untuk zona 10 yang merepresentasikan penduduk asli pedesaan, berbeda dengan zona 1 - 9 (perumahan), kelompok usia kerja (26 – 55 tahun) ternyata lebih produktif dalam melakukan perjalanan jika dibandingkan dengan usia 0-25 tahun. Moda transportasi umum secara tradisional sudah dilayani oleh andong / kereta kuda, akan tetapi sejak dibangunnya prasarana fisik jalan yang memadai untuk angkutan kendaraan bermotor, mulai tahun 1995 jenis angkutan ini mulai tidak dipergunakan lagi. Sarana transportasi andong yang semula berfungsi di kawasan ini lama kelamaan menghilang dan bahkan berubah fungsi menjadi sarana rekreasi yang disediaan oleh pemilik angkutan ini (penduduk pedesaan) dan diperuntukkan kepada penduduk perumahan. Akan tetapi angkutan umum kendaraan bermotor sampai saat ini masih belum menjangkau kawasan pedesaan. Oleh penduduk pedesaan, kondisi ini diantisipasi dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti sepeda motor maupun sepeda ontel (tidak bermotor). Penggunaan sepeda tidak bermotor ini merupakan ciri khusus bagi kawasan pedesaan dan tidak terdapat pada kawasan perumahan.

RekomendasiStudi tentang karakteristik perjalanan penduduk kawasan Sendang Mulyo

Semarang yang merupakan contoh kawasan hinterland ini masih mempunyai kekurangan-kekurangan, antara lain : jumlah sampel yang relatif sedikit, proporsi sampel kurang merata dalam mewakili setiap kelompok sampel seperti kelompok usia, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan, tingkat pendidikan. Dengan demikian diperlukan beberapa koreksi menyangkut hal tersebut, apabila model penelitian ini dipergunakan di lokasi lain.

Kawasan Sendang Mulyo yang sudah ditetapkan sebagai zona konservasi dan tempat pemukiman kepadatan rendah perlu ditindak lanjuti dengan kontrol yang memadai mengingat kecenderungan penyimpangan perkembangan yang terjadi yaitu terjadi penetrasi ruang kota secara fisik berupa pengeprasan lahan perbukitan yang merupakan daerah tangkapan air serta perubahan lahan-lahan pertanian di sepanjang alur sungai Babon menjadi perumahan.

Penanganan penataan sistem transportasi yang mencakup sistem jaringan jalan, kelas fisik jalan, dan sarana transportasi harus melihat dan menyatu dengan penataan arahan pemanfaatan ruang (land-use) kawasan. Kawasan Sendang Mulyo yang merupakan persentuhan antara urban dengan rural perlu diarahkan pada pembuatan sistem jaringan

19

Page 20: ringkasan tesis

transportasi yang menyatu dan mampu melayani perjalanan penduduk pendatang (perumahan) dan penduduk asli pedesaan yang mempunyai karakteristik yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Potter R.B. 1985. Urbanization and Planning in The 3rd World. Biddles Ltd., Great Britain.

Ismail Serageldin. 1997. The Architecture of Empowerment. Academy Edition, Academy Group Ltd, London.

Richardson H.W. 1984. Towards a National Urban Development Strategy for Thailand.Kuei Lin Chang. 1998. Urban Problems and Urban Policy in Taiwan. Final Report of the Urban Task Force, Chaired by Lord Rogers of Riverside. 1999.

Towards an Urban Renaissance. Department of the Environment, Transport and the Regions. Eland House. Bressenden Place. London.

Frey H. 1999. Designing the City. E & FN Spon. London.Qian Wenbao. 1996. Rural-Urban Migration and its Impact on Economic Development in

China. Avebury. Gower House, Croft Road, Aldershot, Hampshire GUII 3HR, England.

Yeates M and Garner B. 1980. The North American City. Third Edition. Harper & Row. New York.

George E. Gray and Lester A.Hoel. 1979. Public Transportation: Planning, Operation and Management. Prentice-Hall,Inc. Englewood Cliffs.New Jersey.

Y. Slamet. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Cetakan Pertama. Dabara Publisher. Jl. Adisucipto 68. Solo

Barry J. Simpson. 1994. Urban Public Transport Today. First Edition. E&FN Spon. The Alden Press. Oxford. Great Britain.

Ofyar Z. Tamin. 1997. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Penerbit ITB. Bandung.Erik Ferguson. 2000. Travel Demand Management and Public Policy. Ashgate. Aldershot.

England.Institution of Highways and Transportation, 1997. Transport in the Urban Environment.

IHT. London WC1.Lucas, Karen (ed.). 2004. Running on Empty: Transport, social exclusion and

environmental justice. The Policy Press. Bristol.Newman, Peter & Kenworthy, Jeffrey. 1999. Sustainability and Cities: Overcoming

Automobile Dependence. Island Press. Washington DC / Earthscan. London.Pharoah, Tim. 1992. Less traffic; better towns. Friend on the Earth. London.Tolley, Rodney (ed.). (1990 &) 1997. The Greening of Urban Transport. John Wiley,

Chichester, Sussex (second edition).Tolley, Rodney (ed.). 2003. Sustainable Transport: Planning for walking and cycling in

urban environments. Woodhead Publishing. Cambridge.Owen, Susan & Cowell, Richard. 2001. Land and Limits: Interpreting Sustainability in the

Planning Process. Routledge. London.Whitelegg, John, et al. 1992. Traffic Congestion: is there a way out?. Leading Edge

Publisher.Whitelegg, John; Adams, John & Hillman, Mayer. 1991. One False Move. Policy Studies

Institute. London.Whitelegg, John. 1996. Critical Mass: Transport, Environment and Equity in the 21st

Century. Pluto Press.

20