ring kasan

11
KRIYA LOGAM 1. PENGETIAN KRIYA Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang ti dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata “Kr” (bhs Sanskerta) yang „mengerjakan‟, dari akar kata tersebut kemudian menjadi karya, kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau obyek yang bernilai (Prof. Dr. Timbul Haryono: 2002). Dalam pergulatan mengenai asal muasal kriya Prof. Dr. Seodarso Sp dengan meng dari ka mus, mengungkapkan “perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam bahasa Indonesia; perkataan kriya itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus Woj diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan dari kamus Winter diartikan sebagai demel ‟ atau m embuat”. (Prof. Dr. Soedarso Sp, dalam Asmudjo J. Irianto, 2000) Sementara menurut Prof. Dr. I Made Bandem kata “kriya” dalam bahasa indonesia pekerjaan (ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti energi atau kekuatan. Pada kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau ketrampilan seseorang”. (Prof. Dr. I Made Bandem, 2002) Dari tiga uraian ini dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pen adalah; kerja, pekerjaan, perbuatan, yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai penc seni yang didukung oleh ketrampilan ( skill ) yang tinggi. Seperti telah disinggung diawal bahwa istilah kriya digali khasanah budaya In tepatnya dari budaya Jawa tinggi (budaya yang berkembang di dalam lingkup istana pa kerajaan). Denis Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang budaya, menyatakan „istila yang diambil dari kryan menunjukkan pada hierarki strata pada masa kerajaan Majapahit, sebagai berikut ; “Pertama -tama terdapat para mantri, atau pejabat tinggi serta para arya kaum bangsawan, lalu para kryan yang berstatus kesatriya dan para wali atau perwira, yang tampaknya juga merupakan semacam golongan bangsawan rendah‟. (Denis Lombard dalam P SP. Gustami, 2002) Menyimak pendapat Prof. SP. Gustami yang menguraikan bahwa; seni kriya merupa warisan seni budaya yang adi luhung, yang pada zaman kerajaan di Jawa mendapat temp tinggi dari kerajinan. Seni kriya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan dan masyarakat sedangkan kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula alit, yakni masyaraka hidup di luar tembok keraton. Seni kriya dipandang sebagai seni yang unik dan berku karena didukung oleh craftmanship yang tinggi, sedangkan kerajinan dipandang kasar dan terkesan tidak tuntas. Bedakan pembuatan keris dengan pisau baik proses, bahan, ata kemampuan pembuatnya. Lebih lanjut Prof. SP. Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan kerajin disimak pada keprofesiannya, kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan istana pembuatnya diberikan gelar Empu. Dalam perwujudannya sangat mementingkan nilai estetika

Upload: ricky-iky-popalia

Post on 22-Jul-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

KRIYA LOGAM 1. PENGETIAN KRIYASeni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata Kr (bhs Sanskerta) yang berarti mengerjakan, dari akar kata tersebut kemudian menjadi karya, kriya dan kerja. Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau obyek yang bernilai seni (Prof. Dr. Timbul Haryono: 2002). Dalam pergulatan mengenai asal muasal kriya Prof. Dr. Seodarso Sp dengan mengutif dari kamus, mengungkapkan perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam bahasa Indonesia; perkataan kriya itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus Wojowasito diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan dari kamus Winter diartikan sebagai demel atau membuat. (Prof. Dr. Soedarso Sp, dalam Asmudjo J. Irianto, 2000) Sementara menurut Prof. Dr. I Made Bandem kata kriya dalam bahasa indonesia berarti pekerjaan (ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti energi atau kekuatan. Pada kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan sebagai karya yang dihasilkan karena skill atau ketrampilan seseorang. (Prof. Dr. I Made Bandem, 2002) Dari tiga uraian ini dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pengertian kriya adalah; kerja, pekerjaan, perbuatan, yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai penciptaan karya seni yang didukung oleh ketrampilan (skill) yang tinggi. Seperti telah disinggung diawal bahwa istilah kriya digali khasanah budaya Indonesia tepatnya dari budaya Jawa tinggi (budaya yang berkembang di dalam lingkup istana pada sistem kerajaan). Denis Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang budaya, menyatakan istilah kriya yang diambil dari kryan menunjukkan pada hierarki strata pada masa kerajaan Majapahit, sebagai berikut; Pertama-tama terdapat para mantri, atau pejabat tinggi serta para arya atau kaum bangsawan, lalu para kryan yang berstatus kesatriya dan para wali atau perwira, yang tampaknya juga merupakan semacam golongan bangsawan rendah. (Denis Lombard dalam Prof. SP. Gustami, 2002) Menyimak pendapat Prof. SP. Gustami yang menguraikan bahwa; seni kriya merupakan warisan seni budaya yang adi luhung, yang pada zaman kerajaan di Jawa mendapat tempat lebih tinggi dari kerajinan. Seni kriya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan dan masyarakat elit sedangkan kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula alit, yakni masyarakat yang hidup di luar tembok keraton. Seni kriya dipandang sebagai seni yang unik dan berkualitas tinggi karena didukung oleh craftmanship yang tinggi, sedangkan kerajinan dipandang kasar dan terkesan tidak tuntas. Bedakan pembuatan keris dengan pisau baik proses, bahan, atau kemampuan pembuatnya. Lebih lanjut Prof. SP. Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan kerajinan dapat disimak pada keprofesiannya, kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan istana untuk pembuatnya diberikan gelar Empu. Dalam perwujudannya sangat mementingkan nilai estetika

dan kualitas skill. Sementara kerajinan yang tumbuh di luar lingkungan istana, si-pembuatnya disebut dengan Pandhe. Perwujudan benda-benda kerajinan hanya mengutamakan fungsi dan kegunaan yang diperuntukkan untuk mendukung kebutuhan praktis bagi masyarakat (rakyat). (Prof. SP. Gustami, 2002) Pengulangan dan minimnya pemikiran seni ataupun estetika adalah satu ciri penanda benda kerajinan. Pemisahan yang berdasarkan strata atau kedudukan tersebut mencerminkan posisi dan eksistensi seni kriya di masa lalu. Seni kriya bukanlah karya yang dibuat dengan intensitas rajin semata, di dalamnya terkandung nilai keindahan (estetika) dan juga kualitas skill yang tinggi. Sedangkan kerajinan tumbuh atas desakan kebutuhan praktis dengan mempergunakan bahan yang tersedia dan berdasarkan pengalaman kerja yang diperoleh dari kehidupan sehari-hari. Kembali ditegaskan oleh Prof. SP. Gustami: seni kriya adalah karya seni yang unik dan punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik, simbolik, filosofis dan sekaligus fungsional oleh karena itu dalam perwujudannya didukung craftmenship yang tinggi, akibatnya kehadiran seni kriya termasuk dalam kelompok seni-seni adiluhung (Prof. SP.Gustami, 1992:71). Uraian tadi menyiratkan bahwa kriya merupakan cabang seni yang memiliki muatan estetik, simbolik dan filosofis sehingga menghadirkan karya-karya yang adiluhung dan munomental sepanjang jaman. Praktek kriya pada masa lalu dibedakan dari kerajinan, kriya berada dalam lingkup istana (kerajaan) pembuatnya diberi gelar Empu. Sedangkan kerajinan yang berakar dari kata rajin berada di luar lingkungan istana, dilakoni oleh rakyat jelata dan pembuatnya disebut pengerajin atau pandhe. Dari beberapa pendapat yang telah dibahas sebelumnya menjelaskan bahwa wujud awal seni kriya lebih ditujukan sebagai seni pakai (terapan). Praktek seni kriya pada awalnya bertujuan untuk membuat barang-barang fungsional, baik ditujukan untuk kepentingan keagamaan (religius) atau kebutuhan praktis dalam kehidupan manusia seperti; perkakas rumah tangga. Contohnya dapat kita saksikan pada dari artefak-artefak berupa kapak dan perkakas pada jaman batu serta peninggalan-peninggalan dari bahan perunggu pada jaman logam berupa; nekara, moko, candrasa, kapak, bejana, hingga perhiasan seperti; gelang, kalung, cincin. Bendabenda tersebut dipakai sebagai perhiasan, prosesi upacara ritual adat (suku) serta kegiatan ritual yang bersifat kepercayaan seperti; penghormatan terhadap arwah nenek moyang. Masuknya agama Hindu dan Budha memberikan perubahan tidak saja dalam hal kepercayaan, tetapi juga pada sistem sosial dalam masyarakat. Struktur pemerintahan kerajaan dan sistem kasta menimbulkan tingkatan status sosial dalam masyarakat. Masuknya pengaruh HinduBudha di Indonesia terjadi akibat asimilasi serta adaptasi kebudayaan Hindu-Budha India yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta Hindu-Budha dari India dengan kebudayaan prasejarah di Indonesia. Kedua sistem keagamaan ini mengalami akulturasi dengan kepercayaan yang sudah ada sebelumnya di Indonesia yaitu pengkultusan terhadap arwah nenek moyang, dan kepercayaan terhadap spirit yang ada di alam sekitar. Kemudian kerap tumpang tindih dan bahkan terpadu ke dalam pemujaan-pemujaan sinkretisme Hindu-Budha Indonesia. (Claire Holt diterjemahkan oleh RM. Soedarsono, 2000)

Tumbuh dan berkembangnya kebudayan Hindu-Budha di Indonesia kemudian melahirkan kesenian berupa seni ukir dengan beraneka ragam hias, dan patung perwujudan dewa-dewa. Dalam sistem sosial kemudian lahir sistem pemerintahan kerajaan yang berdasarkan kepada kepercayaan Hindu seperti kerajaan Sriwijaya di Sumatra, kerajaan Kutai di Kalimantan, kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, Mataram Kuno Jawa Tengah. Hingga kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan maha patih Gajah Mada yang tersohor, yang kemudian membawa pengaruh Hindu ke Bali. Seni ukir tradisional masih diwarisi hingga saat ini. Peran seni kriyapun menjadi semakin berkembang tidak saja sebagai komponen dalam hal kepercayaan/agama, namun juga menjadi konsumsi golongan elit bangsawan yaitu sebagai penanda status kebangsawanan. Kondisi tersebut menjadikan kriya sebagai seni yang bersifat elitis karena menduduki posisi terhormat pada masanya, berbeda dengan kerajinan yang cenderung tumbuh pada kalangan masyarakat biasa atau golongan rendah. Akan tetapi keadaannya berbeda pada masa modern, dimana tingkatan sosial seperti pada masa kerajaan yang disebut kasta sudah tidak lagi eksis. Kalaupun ada tingkatan sosial kini tidak lagi berdasarkan kasta atau kebangsawanan yang dimiliki oleh seseorang, akan tetapi kemapanan ekonomi kini menjadi penanda bagi status seseorang. Artinya tarap ekonomi yang dimiliki seseorang dapat membedakan posisi mereka dari orang lain, secara sederhana kekuasan sekarang ditentukan oleh kemampuan ekonomi yang dimiliki seseorang. Dalam sistem masyarakat modern kondisinya telah berubah kaum elit yang dulunya ditempati oleh kaum bangsawan (ningrat), sekarang digantikan kalangan konglomerat (pemilik modal). Kondisi ini membawa dampak bagi pada posisi kriya, karena kini kriya mulai kehilangan struktur sosial yang menopang eksistensinya seperti pada masa lalu. Situasi ini menjadikan kriya tidak lagi menjadi seni yang spesial karena posisi terhormatnya di masa lalu kini sudah terancam tidak eksis lagi, kriya kini menjadi sebuah artefak warisan masa lalu. Terlebih lagi dalam industri budaya seperti sekarang kedudukan kriya kini tidak lebih sebagai obyek pasar, yang diproduksi secara masal dan diperjualbelikan demi kepentingan ekonomi. Kriya kini mengalami desakralisasi dari posisi yang terhormat di masa lalu, yang adiluhung merupakan artefak yang tetap dihormati namun sekaligus juga direduksi dan diproduksi secara terus-menerus. Kehadiran kriya pada jenjang pendidikan adalah sebuah upaya mengangkat kriya dari hanya sebagai artefak, untuk menjadikannya sebagai seni yang masih bisa eksis dan terhormat sekaligus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Inilah tugas berat insan kriya kini. Dalam perkembangan selanjutnya sejalan dengan perkembangan jaman, konsep kriyapun terus berkembang. Perubahan senantiasa menyertai setiap gerak laju perkembangan zaman, praktek seni kriya yang pada awalnya sarat dengan nilai fungsional, kini dalam prakteknya khususnya di akademis seni kriya mengalami pergeseran orientasi penciptaan. Kriya kini menjelma menjadi hanya pajangan semata dengan kata lain semata-mata seni untuk seni. Pergerakan ini kemudian melahirkan kategori-kategori dalam tubuh kriya, kategori tersebut antara lain kriya seni, dan desain kriya.

2. JENIS-JENIS KRIYA LOGAMBumi mengandung sektiar seratus unsur yang berbeda, yang telah ditemukan manusia, zat yang tidak merupakan campuran bahan lain. Lebih dari 70 unsur-unsur tersebut adalah logam. Logam tersebut seperti emas, tembaga, timah dan besi. Sedangkan 20 persen unsur adalah non-logam, dan sisanya adalah unsur antara logam dan non-logam. Inilah beberapa diantaranya yang merupakan unsur-unsur logam : Alumunium Ciri-ciri Alumunium : Ringan dan lembek. Dapat dibentuk menjadi logam campuran yang ringan dan kuat yang digunakan untuk kaleng minuman, badan pesawat, kertas alumunium keperluan dapur, dan kabel tegangan tinggi. Tembaga Ciri-ciri tembaga : Penghantar panas dan listrik yang baik. Digunakan untuk kabel dan pipa air. Emas Ciri-Ciri Emas : Lembek, amat berat dan mudah ditempa menjadi lempengan tipis. Tidak berkarat, dan seringkali digunakan untuk dijadikan sebagai perhiasan dan lapisan yang berkilau. Besi Ciri-ciri Besi : Lembek bila murni, tetapi amat kuat jika dibuat menjadi baja. Mudah berkarat, terutama bila terkena udara dan kelembapan. Timbal Ciri-ciri Timbal : Lembek dan berat. Digunakan dalam bentuk lembaran untuk atap kedap air, dan beracun. Magnesium Ciri-ciri Magnesium : Dapat membentuk logam campuran yang ringan namun kuat bila dicampur dengan alumunium dan zink yang digunakan untuk membuat pesawat dan mobil. Magnesium murni dapat menghasilkan pijar putih yang cerah dan digunakan sebagai kembang api. Air Raksa Ciri-ciri Air Raksa : Cair pada suhu ruangan. Berat dan beracun. Digunakan dalam saklar suhu, pestisida dan termometer. Nikel Ciri-ciri Nikel : Tidak mudah bernoda atau berkarat dan bersifat magnetis. Digunakan sebagai campuran besi dan baja untuk membuatnya menjadi lebih kuat dan lebih tahan karat. Nikel juga digunakan untuk membuat uang logam. Platina Ciri-ciri Platina : Mudah dibentuk. Tidak berkarat. Digunakan sebagai perhiasan dan katalisator pada knalpot untuk mengurangi polusi. Perak Ciri-ciri Perak : Terutama digunakan sebagai obyek hiasan dan fotografi. Lama-kelamaan bernoda bila terkena udara, menjadi buram, dan akhirnya menjadi hitam. Timah Ciri-ciri Timah : Tidak berkarat. Terutama digunakan sebagai pelapis untuk menghindarkan karat, dan juga dicampur dengan timbel untuk dibuat solder.

Tungsten Ciri-ciri Tungsten : Kuat dan keras. Digunakan untuk kabel pijar pada bola lampu dan dalam baja khusus untuk membentuk ujung pemotong pada gergaji dan bor. Uranium Ciri-ciri Uranium : Logam radioaktif yang langka dan biasa digunakan untuk menghasilkan energi dalam reaktor nuklir. Zink Ciri-ciri Zink : Logam berwarna buram yang digunakan sebagai logam pelapis pada baja dengan cara menyepuh (galvanisasi) untuk menghindarkan karat.

3. BEBERAPA UNSUR KRIYA LOGAMDari 92 jenis unsur alam, 70 jenis diantaranya adalah unsur logam. Unsur-unsur buatanmanusia (NA 93-109) sering dikelompokkan sebagai unsur logam.Logam-logam diperoleh dengan cara mereduksi senyawa-senyawanya. Proses reduksi ini adayang mudah dan ada yang sukar tergantung dari kereaktifan masing-masing logam. Besi dantembaga misalnya, sudah dikenal manusia sejak zaman purba, sedang natrium dan kalium barudikenal manusia pada abad ke-19 setelah ditemukannya metode elektrolisis. Tembaga adalahlogam pertama yang dihasilkan oleh kebutuhan primitif yang mulai digunakan pada masa perunggu (3500 SM) yang diduga terbentuk dari penguraian batuan pada api unggun.Sementara sampel besi pada zaman dulu diduga berasal dari batu meteorit yang jatuh ke bumi.Beberapa unsur logam yang lain juga penting untuk kehidupan masyarakat, contohnya perak dan emas. 1. S i f a t S i f a t i s t i m e w a l o g a m Logam mempunyai sifat-sifat istimewa yang menjadi dasar penggunaanya. Sifat-sifattersebut dapat dirangkum sebagai berikut. a. Kuat Kecuali raksa, semua berwujud padat pada suhu kamar. Kekerasan dan kekuatan logamdapat ditimgkatkan dengan cara mencampurkan logam dengan logam yang lain ataudengan non logam yang disebut aliase(alloy) misalnya aliase aluminium denganmagnesium yang dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi bangunan, jembatan dankendaraan bermotor. b. Dapat ditempa dan dapat direnggangkan Logam tidak hancur bila dipukul. Maka, logam dapat ditempa untuk membuat berbagai perkakas, barang kerajinan atau perhiasan. Logam dapat pula diulur menjadi kawat. c. Konduktor lsitrik yang baik Sifat ini yang mendasari penggunaan logam sebagai kabel listrik, serta alat memasak seperti ketel, panci dan kuali. d. Mengkilap jika digosok Logam dimanfaatkan sebagai perhiasan maupun untuk dekorasi karena memiliki sifatmengkilap jika di gosok.e. Pada suhu kamar berwujud padat kecuali raksa (berwujud cair). 2. M e t a l u r g i Metalurgi adalah proses pengolahan bahan-bahan alam menjadi logam unsur yangselanjutnya menjadi logam dengan sifat-sifat yang diinginkan. Bahan an organic alamyang ditemukan di kerak bumi disebut mineral, contohnya bauksit dan aluminosilikat,sedang mineral yang dapat dijadikan sumber untuk memproduksi bahan secara komersialdisebut bijih. Bijih logam yang

paling umum adalah berupa oksida, sulfida, karbonat,silikat, halida dan sulfat. Silikat sebenarnya paling melimpah, tetapi relatif tidak berhargakarena pengolahannya sulit.Metalurgi melalui tiga tahapan, yaitu : a. Pemekatan bijih Di dalam bijih mengandung batuan tak berharga yang disebut batureja (gangue).Pemekatan bijih bertujuan untuk menyingkirkan sebanyak mungkin batureja. Bijidihancurkan dan digiling sehingga butiran terlepas dari batureja. Pemisahan selanjutnyadapat dilakukan dengan cara fisis seperti pengapungan (flotasi) atau penarikan denganmagnet.Pada proses pengapungan, bijih yang telah dihancurkan diberi minyak tertentu. Mineralakan melekat pada buih sehingga terlepas dari batureja atau batureja akan melekat pada buih. b. Peleburan Peleburan (smelting ) adalah proses reduksi bijih sehingga menjadi logam unsur yangdapat digunakan berbagai macam zat seperti karbid, hidrogen, logam aktif atau dengancara elektrolisis. Pemilihan zat peredusi ini tergantung dari kereaktifan masing-masing zat.Makin aktif logam makin sukar direduksi, sehingga diperlukan pereduksi yang lebih kuat.Logam yang kurang aktif sepeti tembaga dan emas dapat direduksi hanya dengan pemanasan. Logam dengan kereaktifan sedang, seperti besi, nikel dan timah dapatdireduksi denagn karbon, sedang logam aktif seperti magnesium dan almuinium dapat direduksi dengan elektrolisis. Seringkali proses peleburan ditambah dengan fluks, yaitu suatu bahan yang mengikat pengotor dan membentuk zat yang mudah mencair, yang disebutterak. c. Pemurnian Pemurnian (refining ) adalah penyesuaian komposisi kotoran dalam logam kasar. Beberapacara pemurnian:Elektrolisis, Misalnya pemurnian tembaga dan nikel.Destilasi, misalnya pemurnian seng dan raksa.Peleburan ulang, misalnya pemurnian besi.Pemurnian zona, yaitu suatu cara modern yang dilaksanakan dalam pemurnian logam

Proses pembuatan baja Baja merupakan salah satu bahan yang sangat banyak dipakai di seluruh dunia untuk keperluan kehidupan manusia, khususnya di dunia industri. Ditemukan buat pertama kali oleh orang Mesir lebih dari 4000 tahun yang lalu untuk perhiasan dan alat rumah tangga yang kemudian berkembang menjadi bahan berharga dan dimanfaatkan orang setiap hari saat ini. Untuk menjadikan baja, banyak proses yang dilakukan, sehingga membutuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi agar dapat dipakai dalam berbagai keperluan. A. Pembuatan Besi Kasar Besi kasar adalah hasil pengolahan dari bijih besi dengan melalui beberapa proses. Proses awal adalah dengan mengurangi senyawa-senyawa dan zat-zat lain yang terkandung dalam bijih besi dengan tahap sebagai berikut : Dibersihkan. Dipecah-pecah dan digiling sampai menjadi halus, sehingga partikel besi dapat dipisahkan dari bahan yang tidak diperlukan dengan menggunakan magnit.

Dibentuk menjadi pellet (bulatan-bulatan kecil) dengan diameter + 14 mm. Untuk memudahkan dalam pembentukan pellet maka ditambahkan tanah liat, sehingga dapat dirol menjadi bentuk bulat. Setelah proses awal dilakukan, maka bijih besi diproses pada dapur tinggi. Dapur tinggi mempunyai konstruksi yang cukup besar dengan ketinggian mencapai 100 meter. Dinding luar terbuat dari baja dan bagian dalam dilapisi batu tahan api yang mampu menahan temperatur tinggi. Pada bagian atas dapur tinggi terdapat corong untuk memasukkan bahan baku, yaitu bijih besi, kokas dan batu kapur. Kokas adalah batu bara yang telah diproses (disuling kering) sehingga dapat menghasilkan panas yang tinggi. Batu kapur berfungsi untuk mengikat bahan-bahan yang tidak diperlukan. Proses pada dapur tinggi adalah dengan meniupkan udara panas ke dalam dapur tinggi untuk membakar kokas dengan temperatur + 2000oC. Cairan besi dan terak akan turun ke dasar dapur tinggi secara perlahan-lahan dan selanjutnya dituang ke kereta khusus. Hasil ini disebut besi kasar, yang kemudian dapat diproses lebih lanjut menjadi baja. B. Proses Pembuatan Baja Besi kasar dari hasil proses dapur tinggi, kemudian diproses lanjut untuk dijadikan berbagai jenis baja. Ada beberapa proses yang dilakukan untuk merubah besi kasar menjadi baja : 1. Dapur Baja Oksigen (Proses Bassemer) Pada dapur baja oksigen dilakukan proses lanjutan dari besi kasar menjadi baja, yakni dengan membuang sebagian besar karbon dan kotoran-kotoran (menghilangkan bahanbahan yang tidak diperlukan) yang masih ada pada besi kasar. Ke dalam dapur dimasukkan besi bekas, kemudian baru besi kasar, tapi sebagian fabrik baja banyak yang langsung dari dapur tinggi, sehingga masih dalam keadaan cair langsung disalurkan ke dapur Oksigen. Kemudian, udara (oksigen) yang didinginkan dengan air dan kecepatan tinggi ditiupkan ke cairan logam. Ini akan bereaksi dengan cepat antara karbon dan kotoran-kotoran lain yang akan membentuk terak yang mengapung pada permukaan cairan. Dapur dimiringkan, maka cairan logam akan keluar melalui saluran yang kemudian

ditampung dalam kereta-kereta tuang. Untuk mendapatkan spesifikasi baja tertentu, maka ditambahkan campuran lain sebagai bahan paduan. Hasil penuangan ini dapat langsung dilanjutkan dengan proses pengerolan untuk mendapatkan bentuk/profil yang diinginkan. 2. Dapur Baja Terbuka (Siemens Martin) Sama halnya dengan Dapur Baja Oksigen, maka dapur baja terbuka (Siemens Martin) juga merupakan dapur yang digunakan untuk memproses besi kasar menjadi baja. Dapur ini dapat menampung baja cair lebih dari 100 ton dengan proses mencapai temperatur + 1600oC; wadah besar serta berdinding yang sangat kuat dan landai. Proses pembuatan dengan dapur ini adalah proses oksidasi kotoran yang terdapat pada bijih besi sehingga menjadi terak yang mengapung pada permukaan baja cair. Oksigen langsung disalurkan kedalam cairan logam melalui tutup atas. Apabila selesai tiap proses, maka tutup atas dibuka dan cairan baja disalurkan untuk proses selanjutnya untuk dijadikan bermacam-macam jenis baja. 3. Dapur Baja Listrik Panas yang dibutuhkan untuk pencairan baja adalah berasal arus listrik yang disalurkan dengan tiga buah elektroda karbon dan dimasukkan/diturunkan mendekati dasar dapur. Penggunaan arus listrik untuk pemanasan tidak akan mempengaruhi atau mengkontaminasi cairan logam, sehingga proses dengan dapur baja listrik merupakan salah satu proses yang terbaik untuk menghasilkan baja berkualitas tinggi dan baja tahan karat (stainless steel). Dalam proses pembuatan, bahan-bahan yang dimasukkan adalah bahan-bahan yang benar-benar diperlukan dan besi bekas. Setelah bahan-bahan dimasukkan, maka elektroda-elektroda listrik akan memanaskan bahan dengan panas yang sangat tinggi (+ 7000oC), sehingga besi bekas dan bahan-bahan lain yang dimasukkan dengan cepat dapat mencair. Adapun campuran-campuran lain (misalnya untuk membuat baja tahan karat) dimasukkan setelah bahan-bahan menjadi cair dan siap untuk dituang.

C. Proses Pembentukan dan Bentuk-bentuk Produk Baja Pembentukan baja adalah tahap lanjutan dari proses pengolahan baja dengan berbagai jenis dapur baja. Baja yang telah cair dan ditambah dengan campuran lain (sesuai dengan kebutuhan/sifatsifat baja yang diinginkan) dituang ke dalam cetakan yang berlubang dan didinginkan sehingga menjadi padat. Batangan baja yang masih panas dan berwarna merah dikeluarkan dari cetakan untuk disimpan sementara dalam dapur bentuk kotak serta dijaga panasnya dengan temperatur 1100oC - 1300oC menggunakan bahan bakar gas atau minyak. Penyimpanan tersebut adalah untuk meratakan suhu sebelum dilakukan proses pembentukan atau pengerolan. Proses pembentukan produk baja dilakukan dengan beberapa tahapan: 4. Proses Pengerolan Awal Proses ini adalah dengan cara melewatkan baja batangan diantara rol-rol yang berputar sehingga baja batangan tersebut menjadi lebih tipis dan memanjang. Proses pengerolan awal ini dimaksudkan agar struktur logam (baja) menjadi merata, lebih kuat dan liat, disamping membentuk sesuai ukuran yang diinginkan, seperti pelat tebal (bloom), batangan (billet) atau pelat (slab). 5. Proses Pengerolan Lanjut Proses ini adalah untuk merubah bentuk dasar pelat tebal, batangan menjadi bentuk lembaran, besi konstruksi (profil), kanal ataupun rel.

Ada tiga jenis pengerolan lanjut : Pengerolan bentuk struktur/konstruksi Pengerolan bentuk besi beton, strip dan profil Pengerolan bentuk (pelat). a. Bentuk Struktur Pengerolan bentuk struktur/profiil adalah lanjutan pengerjaan dari pelat lembaran tebal (hasil pengerolan awal) yang kemudian secara paksa melewati beberapa tingkat pengerolan untuk mendapatkan bentuk dan ukuran yang diperlukan.

b. Bentuk Strip, Besi Beton dan Profil Proses pembentukan ini tidak dilakukan langsung dari pelat tebal, tetapi harus dibentuk dulu menjadi batangan, kemudian dirol secara terus menerus dengan beberapa tingkatan rol dalam satu arah. Adapun hasil pengerolan adalah berbagai bentuk, yaitu : penampang bulat, bujur sangkar, segi-6, strip atau siku dan lain-lain sebagainya sesuai dengan disain rolnya. c. Bentuk Lembaran (Pelat) Pengerolan bentuk pelat akan menghasilkan baja lembaran tipis dengan cara memanaskan terlebih dahulu baja batangan kemudian didorong untuk melewati beberapa tingkat rol sampai ukuran yang diinginkan tercapai. 10 langkah pembutancara pembuatan. 1. lebur logam yang ingin dibuat 2. cetak logam sesuai dengan lebar kecinnya penampang cincin 3. giling sesuai ukuran lingkar jari 4. haluskan dengan melihat kontur logam 5. pemasangan diamound jika menggunakan diamoun 6. kilaukan dengan cara memoles dengan bahan kimia tertenu 7. graphire nama ika diinginkan 8. berikan stempel kadar dan tempat produksi di ring cincin 9. croom sesuai dengan warna pesanan 10. hangatkan hingga hasilnya sesuai

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK II DARLIN SITI MUMINAH VIVIN ALFIONATA WD. EVI LISDAYANTI ELBIN PUTRAWAN

SMAN 4 BAUBAUTAHUN PELAJARAN 2011\2012