delicate ring

26
Delicate ring: cincin halus adalah suatu bentuk khusus dari perkembangan p.falcifarum berupa tropozoit immature (muda) Bagaimana mekanisme tidak sadar dan kejang? Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yg berlebihan sehingga menggangu fungsi normal otak. Namun, kejang juga terjadi dari jaringan otak norrmal di bawah kondisi patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Kejang juga merupakan suatu manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan.misalnya gangguan metabolisme, infeksi intrakranium,intoksikasi obat, atau ensefalopati hipertensi.

Upload: mertaaulia18

Post on 15-Dec-2015

8 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

kedokteran

TRANSCRIPT

Page 1: Delicate Ring

Delicate ring: cincin halus adalah suatu bentuk khusus dari perkembangan p.falcifarum

berupa tropozoit immature (muda)

Bagaimana mekanisme tidak sadar dan kejang?

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yg berlebihan sehingga menggangu fungsi

normal otak. Namun, kejang juga terjadi dari jaringan otak norrmal di bawah kondisi

patologik tertentu, seperti perubahan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Kejang juga

merupakan suatu manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang membahayakan.misalnya

gangguan metabolisme, infeksi intrakranium,intoksikasi obat, atau ensefalopati hipertensi.

Merozoit bertambah jumlah dalam rbc , mengekspresikan p.falcifarum eritrosit membran

protein (pfemp-1) pada permukaan rbc, melekat di endotel kapiler, terjadi penyumbatan,

iskemia di otak (-o2) , fofporilisasi berhenti, sel mengandalkan glikolisis, peningkatan asam

laktat, menurunkan pH intrasel, pnurunkan aktivitas enzim, gangguan pompa na-k,

depolarisasi berlebihan , kejang

Isi kesadaran disimpan di area korteks asosiasi yang khusus berfungsi pada hal tersebut.

Kesigapan kesadaran tidak hanya membutuhkan aferen spesifik yang ditransmisikan. ke

Page 2: Delicate Ring

korteks serebri, tetapi juga membutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik dari ARAS.

Di ARAS ini, neuron dari formasio retikularis akan mengaktifkan sebagian besar area

korteks serebri melalui neuron intralaminar talamus. Kerusakan luas di area korteks dan/atau

gangguan di ARAS akan menyebabkan kehilangan kesadaran.

Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk mempertahankan fungsi

kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri

yang intak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau

formasio retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Bergantung pada beratnya

kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma.

Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik

protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer

disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan

asendens aspesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan

menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang

otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya

disebarkan difus keseluruh permukaan otak Pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah

Page 3: Delicate Ring

pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan aspesifik ini

disebut diffuse ascending reticularactivating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini,

suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks

serebri.

Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada

pokoknya berbeda.Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor

ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik

menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri.

Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan olehimpuls asendens aspesifik itu

dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio

retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan.

Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan

kesadaran.

Nyeri kepala

Mekanisme :

Infeksi Plasmodium →melepaskan toksin malaria (GPI) →mengaktivasi makrofag

→menskresikan IL12 → mengaktivasi sel Th → mensekresikan IL 3 → mengaktivasi sel

mast → menskresikan PAF →mengaktivasi faktor Hagemann → sintesis bradikinin →

merangsang serabut saraf (di otak) →nyeri →SAKIT KEPALA

Atau :

Infeksi Plasmodium →melepaskan toksin malaria (GPI) →mengaktivasi makrofag → Σ

TNF α meningkat →menstimulasi sel-sel otak → mensintesis NO (Nitrit oksida) → SAKIT

KEPALA

Terdapat tiga mekanisme terjadinya sakit kepala :

1. NO yang meningkat karena IL-1&TNF yang tinggi akibat toksin dari plasmodium.

Page 4: Delicate Ring

2. merozoit yang keluar dari RBC yang pecah, memacu produksi prostaglandin dan

bradikinin yang bisa merangsang reseptor nyeri di kepala ( prostaglandin mediator

kimiawi sensitivasi nyeri kepala)

3. akibat iritasi serebral yang bersifat sementara

4. Nyeri pada tulang dan sendi

Mekanisme nyeri dimulai dari stimulus nociceptor oleh stimulus noxious pada jaringan,

yang kemudian akan mengakibatkan stimulasi nocereceptor di mana di sini stimulus noxious

tersebut akan diubah menjadi potensial aksi. Proses ini disebut transduksi atau aktivasi

reseptor. Selanjutnya potensial aksi tersebut akan ditransmisikan menuju neuron susunan

saraf pusat yang berhubungan dengan nyeri. Tahap pertama transmisi adalah konduksi

impuls dari neuron aferen primer ke kornu dorsalis medulla spinalis, pada kornu dorsalis ini

neuron aferen primer bersinap dengan neuron susunan saraf pusat. Dari sini jaringan neuron

tersebut akan naik ke atas medulla spinalis menuju batang otak dan thalamus selanjutnya

terjadi hubungan timbal balik antara thalamus dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak yang

mengurusi respon persepsi dan afektif yang berhubungan dengan nyeri. Terdapat proses

modulasi sinyal yang mampu mempengaruhi proses nyeri tersebut tempat modulasi sinyal

yang paling diketahui adalah pada kornu dorsalis medulla spinalis. Setelah itu, timbullah

persepsi di mana pesan nyeri menuju ke otak dan menghasilkan pengalaman yang tidak

menyenangkan.

Stimulasi mosiceptor ini merupakan akibat dari pembebasan berbagai mediator

biokimiawi selama proses inflamasi terjadi.

Selain nyeri karena inflamasi, nyeri pada sendi dapat pula disebabkan karena adanya

osteofit, bakteri, dan adanya fibrilasi tulang rawan.

Page 5: Delicate Ring
Page 6: Delicate Ring

Patogenesis

Setelah sporozoit dilepas sewaktu nyamuk anopeles betina menggigit manusia, akan

masuk kedalam sel hati dan terjadi skizogoni ektsra eritrosit. Skizon hati yang matang akan

pecah dan selanjutnya merozoit akan menginvasi sel eritrosit dan terjadi skizogoni intra

eritrosit, menyebabkan eritrosit mengalami perubahan seperti pembentukan knob,

sitoadherens, sekuestrasi dan rosseting Eritrosit Parasit (EP)

EP memulai proses patologik infeksi malaria falsiparum dengan kemampuan adhesi

dengan sel lain yaitu endotel vaskular, eritrosit dan menyebabkan sel ini sulit melewati

kapiler dan filtrasi limpa. Hal ini berpengaruh terjadinya sitoadherens dan sekuestrasi.

Sitoadherens

Sitoadherens adalah melekatnya EP matang di permukaan endotel vaskular. Sitoaherens

merupakan proses spesifik yang hanya terjadi di kapiler dan venula post kapiler.

Penumpukan EP di mikrovaskular menyebabkan gangguan aliran mikrovaskular sehingga

terjadi anoksia/hipoksia jaringan.

Sekuestrasi

Sitoadherens menyebabkan EP bersekuestrasi dalam mikrovaskular organ vital. Parasit yang

bersekuestrasi menumpuk di otak, paru, usus, jantung, limpa, hepar, otot dan ginjal.

Sekuestrasi menyebabkan ketidak sesuaian antara parasitemia di perifer dan jumlan total

parasit dalam tubuh. Penelitian di Vietnam melaporkan bahwa sekuestrasi di otak terjadi baik

pada kasus malaria serebral maupun non serebral dengan jumlah kuantitatif lebih tinggi pada

malaria serebral. Dilaporkan juga tidak ada kasus malaria serebral yang tidak mengalami

sekustrasi. Dengan demikian sekuentrasi diperlukan dalam patogenesa malaria serebral.

Rosetting

Rosetting adalah perlekatan antara satu buah EP matang yang diselubungi oleh sekitar 10

atau lebih eritrosit non parasit sehingga berbentuk seperti bunga. Rosetting berperan dalam

terjadinya obstruksi mikrovaskular. Meskipun demikian peranan rosetting dalam patogenesis

malaria berat masih belum jelas.

Sitokin

Kadar TNF-alfa di daerah perifer meningkat secara nyata pada penderita malaria terutama

malaria berat. Kadar IFN-gamma, IL-1, IL-6, LT dan IL-3 juga meningkat pada malaria

Page 7: Delicate Ring

berat. Sitokin-sitokin ini saling berinteraksi dan menghasilkan efek patologi Meskipun

demikian peranan sitokin dalam patogenesis malaria berat masih dalam perdebatan.

Patogenesis

Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui

dua cara yaitu :

Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria

Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia,

misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta

ibu yang terinfeksi (congenital).

Sporozoit malaria dilepaskan ke dalam darah dan dalam beberapa menit akan menempel

dan menginvasi sel hati dengan cara berikatan dengan reseptor hepatosit pada protein plasma

thrombospondin dan properdin, yang terletak di basolateral permukaan hepatosit. Di dalam

sel hati, parasit malaria bermultiplikasi. Setelah sel hati pecah, merozoit (aseksual, bentuk

darah haploid) sebanyak 30,000 (P. falciparum, sedangkan 20,000 untuk P. Malariae) untuk

keluar.

Setelah dilepaskan, merozoit P.falciparum berikatan oleh parasit molekul seperti lektin

dengan protein sialic pada molekul glycophorin di permukaan sel darah merah. ( Merozoit P.

vivax berikatan dengan antigen Duffy pada sel darah merah oleh lektin). Setelah masuk ke

dalam sel darah merah, parasit akan bereplikasi di dalam membran vakuola digestive dan

akan mengeluarkan beberapa enzim protease dari organel spesial yang disebut rhoptry.

Enzim protease ini berfungsi untuk menghidrolisis hemoglobin. Setelah sel pecah, merozoit

keluar dan mulai menginfeksi sel darah merah yang lain, dan beberapa merozoit lainnya

berkembang menjadi gametosit yang menginfeksi nyamuk saat menghisap darah manusia.

Selama parasit malaria matang di dalam sel darah merah, ia mengubah bentuknya dari

stadium ring menjadi schizont dan mensekresi protein yang membentuk benjolan 100 nm di

permukaan sel darah merah yang disebut knob. Protein malaria yang ada di permukaan knob

disebut sequestrin. Sequestrin ini berikatan dengan sel endotelial oleh ICAM-1, yang

merupakan reseptor thrombospondin, dan glycophorin CD46 yang dapat menyebabkan sel

darah merah yang terinfeksi sel darah merah terbuang dari sirkulasi.

Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara parasit , inang dan lingkungan.

Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah.

Page 8: Delicate Ring

Oleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan menyebabkan anemia.

Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia, hal ini menunjukkan adanya kelainan

eritrosit selain yang mengandung parasit. Diduga terdapat toksin malaria yang menyebabkan

gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah saat melalui limpa sehingga parasit

keluar. Faktor lain yang menyebabkan anemia mungkin karena terbentuknya antibodi

terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah

pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis

dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi

hiperplasi dari retikulum disertai peningkatan makrofag.

Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke

dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami

perubahan struktur dan biomolekuler sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.

Perubahan tersebut meliputi mekanisme transpor membran sel, penurunan deformabilitas,

pembentukan knob, ekspresi varian non antigen di permukaan sel, sitoadherensi, sekuestrasi

dan rosetting, peranan sitokin dan NO (Nitrik Oksida) 8.

Menurut pendapat ahli lain patogenesis malaria berat atau malaria falciparum dipengaruhi

oleh faktor parasit dan faktor penjamu (host). Yang termasuk ke dalam faktor parasit adalah

intensitas transmisi, densitas parasit dan virulensi parasit. Sedangkan yang termasuk ke

dalam faktor penjamu adalah tingkat endemisitas daerah tempat tinggal, genetik, usia, status

nutrisi, dan status imunologi. Parasit dalam eritrosit (EP) secara garis besar mengalami 2

stadium, yaitu stadium cincin pada 24 jam I dan stadium matur pada 24 jam ke II. Permukaan

EP stadium cincin akan menampilkan antign RESA (Ring-erythrocyte surgace antigen) yang

menghilang setelah parasit masuk stadium matur. Permukaan membran EP stadium matur

akan mengalami penonjolan dan membentuk knob dengan Histidin Rich Protein-1 (HRP-1)

sebagai komponen utamanya. Selanjutnya bila EP tersebut mengalami merogoni, akan

dilepaskan toksin malaria berupa GP1 yaitu glikosilfosfatidilinositol yang merangsang

pelepasan TNF-α dan IL-1 dari makrofag.

Timbulnya manifestasi klinis dimulai dari :

Page 9: Delicate Ring

Keterangan :

Sitoadherensi ialah perlekatan antara EP stadium matur pada permukaan endotel

vaskular.

Sekuestrasi ialah Parasit dalam eritrosit matur yang tinggal dalam jaringan mikrovaskular

karena sitoadherensi menyebabkan EP matur tidak beredar kembali dalam sirkulasi.

Rosetting ialah berkelompoknya EP matur yang diselubungi 10 atau lebih eritrosit yang

non-parasit. Rosseting ini menyebabkan obstruksi aliran darah lokal/dalam jaringan sehingga

mempermudah terjadinya sitoadherensi.

Sitokin. Sitokin terbentuk dari sel endotel, monosit, dan makrofag setelah mendapat

stimulasi dari malaria toksin (LPS, GP1). Sitokin ini antara lain : TNF-α, IL-1, IL-6, IL-3,

LT (lymphotoxin), dan IFN-γ.

Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai

berikut :

-Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :

-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit

-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit

-Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler

-Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag

-Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai

mediator endotoksin.

Sitoadherensi

Sekuestrasi

Rosetting

Pengeluaran mediator inflamsi (sitokin)

Timbul manifestasi klinis

Page 10: Delicate Ring

-Pelepasan TNF

Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini

bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.

-Sekuetrasi eritrosit

Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung

antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan

menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi

bendungan.

Patologi malaria

Sporozoit pada fase eksoeritrosit bermultiplikasi dalam sel hepar tanpa menyebabkan

reaksi inflamasi, kemudian merozoit yang dihasilkan menginfeksi eritrosit yang merupakan

proses patologi dari penyakit malaria. Infeksi eritrosit ini mengakibatkan 250 juta kasus

malaria dan 2 juta kematian setiap tahunnya di seluruh dunia. Proses terjadinya patologi

malaria serebral yang merupakan salah satu dari malaria berat adalah terjadinya perdarahan

dan nekrosis sekitar venula dan kapiler. Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit, terjadi

sumbatan pembuluh darah oleh roset eritrosit yang terinfeksi.

Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis malaria tergantung pada imunitas penderita, tingginya transmisi infeksi

malaria. Berat/ringannya infeksi dipengaruhi oleh jenis plasmodium, daerah asal infeksi,

umur, dugaan konstitusi genetic, kesehatan dan nutrisi, kemoprofilaktis, dan pengobatan

sebelumnya.

1. Demam

Demam mempunyai  dua stadium yaitu : stadium frigoris (menggigil) yang berlangsung

selama 20-60 menit, kemudian stadium akme (puncak demam) selama 1-4 jam, lalu

memasuki stadium surodis selama 1-3 jam dimana penderita banyak berkeringat.

Serangan demam ini umumnya diselingi masa tidak demam. Pada malaria tertiana

demam timbul setiap 2 hari, pada malaria quartana timbul setiap 3 hari; sedangkan pada

malaria tropikal demam bersifat “hectic”, timbul tidak teratur. Bila tidak diobati, karena

kekebalan yang timbul, demam ini akan hilang dalam 3 bulan. Dan jika keadaan tubuh

lemah dapat terjadi relaps.

2. Pembesaran Limpa

Page 11: Delicate Ring

Pada malaria tertiana, limpa membesar mulai minggu kedua, sedangkan  pada malaria

tropika pada hari ke-3 sampai 4, limpa membesar karena harus menghilangkan eritrosit

yang pecah. Pada infeksi kronik hepar juga akan membesar.

3. Anemia

Bervariasi dan ringan sampai berat. Paling berat pada infeksi “plasmodium falciparum”.

Eritrosit juga menjadi lebih mudah melekat satu dengan yang lain dan dengan endotel,

sehingga lebih mudah timbul trombus.

Gejala Patologik

Masa tunas intrinsik berakhir dengan timbulnya serangan demam pertama. Serangan

demam yang khas terdiri atas 3 stadium : a. stadium ferigoris (menggigil) ; b. stadium acme

(puncak demam) ; c. stadium sudoris (berkeringat banyak, suhu turun). Serangan demam

berbeda-beda sesuai dengan jenis malaria.

Kekambuhan dapat bersifat :

a. Rekrudensi (short term relapse) : timbul karena marasit malaria dalam eritrosit menjadi

banyak. Timbul beberapa minggu setelah penyakit sembuh .

b. Rekuren (long term relapse) karena parasit ekso-eritrosit masuk kedalam darah dan

menjadi banyak. Biasanya timbul 6 bulan setelah penyakit sembuh.

Hipertrofi dan hiperplasi sistim retikuloendotelial menyebabkan limpa membesar. Sel

makrofag bertambah dan dalam darah terdapat monositosis.

3. Anemia dapat terjadi oleh karena: a. Eritrosit ysng diserang hancur pada sporulasi. b.

Derajat fagositosis RES meningkat, akibatnya banyak eritrosit hancur.

Manifestasi umum malaria

Malaria memiliki gambaran karakteristik demam periodic, anemia, dan splenomegali.

Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing plasmodium. Keluhan prodormal dapat terjadi

sebelum terjadinya demam berupa kelesuhan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa

dingin di punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan, anoreksia, perut tak enak, diare

ringan dan kadang-kadang dingin. Keluhan prodormal sering terjadi pada P.ovale dan

P.vivax, sedang pada Pfalsiparum dan P.malariae sering tidak jelas bahkan dapat timbul

mendadak.

Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan:

1. Periode dingin (15-60) menit

Page 12: Delicate Ring

2. Periode panas

3. Periode berkeringat

Trias Malaria lebih sering terjadi pa P.vivax, pada P.falsiparum menggigil dapat

berlangsung berat atau tidak ada. Periode tidak panas belangsung 12 jam pada P.falsiparum,

36 jam pada P.vivax dan P.ovale, 60 jam pada P.malariae.

Anemia merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada infeksi malaria.

Pembesaran limpa sering dijumpai pada penderita malaria, limpa akan teraba setelah 3 hari

dari serangan infeksi akut, limpa menjadi bengkak, nyeri dan hiperemis. Limpa merupakan

organ yang penting dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi malaria.

Beberapa keadaan klinik dalam perjalanan infeksi malaria:

Serangan primer: masa dari akhir masa inkubasi dan mulai terjadi serangan paroksismal yang

terdiri dari dingin / menggigil, panas, dan berkeringat. Serangan paroksismal ini dapat

pendek atau panjang tergantung dari perbanyakan parasit dan keadaan imunitas penderita

Periode laten : yaitu periode tanpa gejala dan tanpa parasitemia selama terjadinya infeksi

malaria. Biasanya terjadi diantara 2 keadaan paroksismal.

Recrudescence: yaitu berulangnya gejala klinik dan parasitemia dalam masa 8 minggu

sesudah berakhirnya serangan primer. Recrudescence dapat terjadi berupa berulangnya gejala

klinik sesudah periode laten dari serangan primer.

Recurrence: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia setelah 24 minggu berakhirnya

serangan primer.

Relaps atau rechute: yaitu berulangnya gejala klinik atau parasitemia yang lebih lama dari

waktu diantara serangan periodic dari infeksi primer yaitu setelah periode yang lama dari

masa laten (sampai 5 tahun), biasanya terjadi karena infeksi tidak sembuh atau oleh bentuk

diluar eritrosit atau hati pada malaria vivax atau ovale.

Komplikasi (dan patofisiologinya, misal komplikasinya malaria cerebral, jelaskan

patofisiologi malaria cerebral

Komplikasi

Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum dan sering disebut

pernicious manifestations. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan

Page 13: Delicate Ring

sebagai malaria berat yang menurun WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falsiparum

dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut :

1. Malaria Serebral (coma)

Gejala klinisnya dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan

yang tidak disebabkan oleh penyakit lain. Sakit kepala disusul dengan kehilangan

kesadaran, kelainan saraf dan kejang yang bersifat fokal atau menyeluruh.koma adalah

ketiks lebih dari 30 menit tidak memberi respons motorik dan atau verbal setelah

serangan kejang, derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS

(Glasgow Coma Scale)

Patogenesis malaria serebral sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat

beberapa faktor yang berperan dalam terjadinya malaria serebral antara lain edema otak,

peninggian tekanan intrakranial, hipoksia serebri obstruksi mikrovaskuler,

dan sequestration. Sel-sel darah merah yang mengandung parasit, alirannya menjadi lambat

dalam mikrosirkulasi otak karena deformabilitas eritrosit dan adanya perlengketan eritrosit

pada endotel kapiler. Kedua keadaan ini dapat menyebabkan hipoksia serebri. Selain itu pada

pemeriksaan postmortem, didapatkan kapiler-kapiler penuh dengan sel-sel darah merah yang

mengandung parasit malaria, petekie, dan makrofag berisi pigmen malaria (6).

Patogenesis malaria berat sangat kompleks karena dipengaruhi oleh berbagai faktor yang

terdiri dari faktor parasit, host dan sosial geografik. Faktor parasit tampaknya berperan sangat

besar untuk terjadinya malaria berat.  Seluruh manifestasi klinis dari malaria disebabkan oleh

perkembangannya di darah.  Parasit yang sedang tumbuh mengkonsumsi dan menghancurkan

protein sel dengan hebatnya terutama hemoglobin yang menyebabkan terbentuknya pigmen

malaria dan hemolisis dari sel darah merah yang terinfeksi.  Selain itu juga mengganggu

sistem transportasi dari membran sel itu sendiri sehingga terjadi perubahan bentuk menjadi

lebih spheris . Ruptur dari sel akan mengeluarkan faktor penting dan toksin seperti

glikosifosfotidilnositol dari protein membran parasit, fosfoliopprotein, produk membran sel

darah merah, komponen yang sensitif pada protease dengan hemozoin, dan toksin malaria .

Toksin ini akan menginduksi terlepasnya sitokin seperti TNF dan IL 1 dari makrofag

sehingga terjadi demam.     Selain itu sitokin pro inflamasi juga keluar seperti TNF alpha dan

Interferon alpha.  Sitokin ini memberikan perlindungan terhadap stadium aseksual

parasit . sitokin ini juga dapat menginduksi penambahan dan produksi yang tidak terkontrol

Page 14: Delicate Ring

dari nitrit oksida. Nitrit Oksida dapat berdifusi kedalam sawar darah otak dan mengganggu

fungsi sinaps yang mirip anastesi umum dan konsentrasi etanol yang tinggi yang menurunkan

kesadaran  (7).Di lain pihak kadar sitokin lokal  di suatu organ yang tinggi dapat mengganggu

fungsi organ tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dengan meningkatkan

atau memperberat sitoadherens.  

Pada malaria falciparum, semua sel darah merah di berbagai tingkat terinfeksi, ditambah

dengan adanya pembentukan sticky knobs (tonjolan) pada permukaan sel yang disebabnya

oleh Pf Erythrocyte Membrane Protein 1 (PEMP1). Sel darah merah yang terinfeksi ini akan

terikat pada sel endotel pada venula post capilary atau disebut sitoaderens.  Sel darah merah

dan sel endotel ini akan membentuk rosettes dengan sel yang tidak terinfeksi.  Selain itu juga

eritrosit terinfeksi ini dapat menyebabkan agregasi dengan trombosit (clumping).  Proses

Knobs-cytoadherence-rosetting dan clumping ini  menghasilkan sekuestrasi parasit pada

jaringan yang lebih dalam , jauh dari pembersihan limpa dan membantu parasit untuk

berkembang biak dengan aman.  Selain itu akan menghambat mikrosirkulasi yang

menyebabkan hipoksia, asidosis laktat dan kerusakan orga

2. Acidemia/acidosis

Asidosis (bikarbonat < 15 meq) atau asidemia (pH < 7,25), pada malaria menunjukkan

prognosa buruk.

Asidosis disebabkan karena:

–        Perfusi jaringan yang buruk oleh karena hipovolemia yang akan menurunkan

pengangkutan oksigen.

–        Produksi laktat oleh parasit.

–        Pembentukan laktat karena aktifasi sitokin terutama TNF alfa.

–        Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu kebersihan laktat.

–        Gangguan fungsi ginjal, sehingga mengganggu ekskresi asam.

3. Anemia berat

(Hb < 5g/dl atau hematokrit ,15%) pada keadaan parasit >10.000/ul; bila anemianya

hipokromik dan/atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi,

talasemia/ hemoglobinopati lainnya

Page 15: Delicate Ring

Pada malaria dapat terjadi anemia. Derajat anemia tergantung pada spesies parasit yang

menyebabkannya. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falsiparum dengan

penghancuran eritrosit yang cepat dan hebat dan pada malaria menahun. Jenis anemia

pada malaria adalah hemolitik, normokrom dan normositik. Pada serangan akut kadar

hemoglobin turun secara mendadak.

Anemia disebabkan beberapa faktor :

a. Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak mengandung parasit

terjadi di dalam limpa, dalam hal ini faktor auto imun memegang peran.

b. Reduced survival time, maksudnya eritrosit normal yang tidak mengandung parasit

tidak dapat hidup lama.

c. Diseritropoesis yakni gangguan dalam pembentukan eritrosit karena depresi

eritropoesis dalam sumsum tulang, retikulosit tidak dapat dilepaskan dalam peredaran

darah perife

4. Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa.

Komplikasi ini menunjukkan tanda-tanda klinis dehidrasi, yaitu penurunan tekanan

okular dan turgor kulit.

5. Gagal ginjal akut

(urine kurang dari 400ml/24 jam pad/da orang dewasa atau 12ml/kg BB pada anak-anak)

setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >3 mg/dl

Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya ±5-10 %

disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang

disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular

akibatsekuestrasi, sitoadherendan rosseting.

Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin yang

pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan dehidrasi

Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya  GGA ialah

hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.

Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada

hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah negati

Page 16: Delicate Ring

6. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)

Petunjuk pertama edema paru yang akan terjadi adalah peningkatan frekuensi pernapasan,

yang terjadi mendahului perkembangan tanda-tanda lain di dada. Keadaan ini dapat

dilihat dengan radiografik.

Kolaps sirkulatorik dan syok.

Yaitu suatu keadaan pasien memiliki tekanan darah sistolik < 80 mm Hg pada posisi

berbaring dan < 50 mm Hg pada anak-anak. Disebut juga dengan malaria algid bila

menyebabkan syok dan hipovolemik.

7. Hipoglikemi

gula darah < 40 mg/dl Gagal sirkulasi atau syok; tekanan sistolik <70 mmHg (anak 1-5

tahun <50 mmHg); disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa

>10oC

Hipoglikemi sering terjadi pada anak-anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam

pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1) Cadangan glukosa

kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan absorbsi glukosa karena

berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya metabolisme glukosa di

jaringan;4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu

glukoneogenesis; 6)Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine.

Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan

memperburuk prognosis malaria berat

8. Pendarahan abnormal

Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan/atau disertai kelainan laboratorik

adanya gangguan koagulasi intravaskular

9. Malaria Algid

Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis

keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 ˚C, kulit tidak elastis, pucat.

Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur

dan nadi yang normal.Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan

dengan sepsis. Pada kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang

disebabkan karena vasodilatas

Page 17: Delicate Ring

10. hemoglobinuria

Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena antimalaria /

kelaian eritrosit kekurangan G-6-PD) Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan

akut, menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal.

Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum yang berulang-ulang pada orang non-imun

atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat dan yang bukan disebabkan oleh karena

defisiensi G6PD atau kekurangan G6PD yang biasanya karena pemberian primakuin

Diagnosa post mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler

pada jaringan otak.

Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan

gambaran klinis daerah setempat ialah :

1. gangguan kesadaran ringan (GCS < 15) di Indonesia sering dalam keadaan delirium

2. kelemahan otot tanpa kelaian neurologik

3. hiperparasitemia > 5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria

4. ikterik (bilirubin >3mg/dl) bila disertai gagal organ lain

5. hiperpireksia (temperatur rektal >40oC) pada orang dewasa/ anak.

Dapus

 FKUP, IPD. Penatalaksanaan Malaria Berat. ILMU PENYAKIT DALAM Fakultas

Kedokteran Universitas Padjajaran.

Buku parasitologi kedokteran fkui

Buku patofisiologi murray

Buku ipd ui