revisi refrat

8

Click here to load reader

Upload: isri-nur-fazriyah

Post on 22-Sep-2015

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PatofisiologiPada reaksi urtikaria alergen masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan respon imun dengan diawali oleh tertangkapnya antigen pada reseptor IgE yang saling berhubungan dan menempel pada sel mast atau basofil. (Baskoro, 2009)Baik faktor imunologik maupun non-imunologik mampu merangsang sel mast atau basofil untuk melepas mediator-mediator tersebut :1. Mekanisme ImunDegranulasi sel mast dikatakan melalui mekanisme imun bila terdapat antigen dengan pembentukan atau adanya mekanisme sensitisasi. Degranulasi sel mast melalui mekanisme imun dapat melalui reaksi hipersensitivitas tipe 1 atau melalui aktivasi komplemen jalur klasik. (Akib, 2007)a. Reaksi hipersensitivitas tipe IReaksi ini dinamakan juga reaksi tipe cepat dan terbanyak terlihat pada urtikaria akut. Bila individu tertentu akan membentuk antibody IgE yang bersifat homositotropik, yaitu mudah terikat pada sel sejenis (homolog), dalam hal ini adalah sel mast. Bila individu tersebut kemudian terpajan kembali dengan allergen serupa, maka akan berikatan dengan molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast. Jembatan dari 2 molekul IgE yang ada pada permukaan sel mast oleh allergen akan mengakibatkan perubahan konfigurasi membrane sel mast. Perubahan ini akan mengakibatkan aktivasi enzim dalam sel sehingga terjadilah degranulasi sel mast. Akibatnya isi granula keluar dan menimbulkan efek pada sel target yaitu pembuluh darah bawah kulit. Alergen dapat berupa allergen lingkungan seperti debu rumah, tungau, serbuk sari bunga, bulu binatang, atau alergi makanan, obat-obatan dan bahan kimia seperti pengawet, penyedap dan zat warna. (Sudoyo, 2006)b. Aktivasi komplemen jalur klasikAdanya kompleks imun dapat mengaktivasi komplemen melalui jalur klasik dan akan menghasilkan peptide C3a serta C5a yang dinamakan anafilatoksin. Anafilatoksin dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast melalui ikatan langsung dengan reseptor pada membrane sel mast. Akibat degranulasi terjadilah pelepasan histamine sehingga terbentuklah urtikaria. Pelepasan histamin melalui aktivasi komplemen ini sering dikaitkan dengan patofisiologi urtikaria kronik. (Akib, 2007)

2. Mekanisme non imuna. Liberator histamineBeberapa macam obat, makanan atau zat kimia dapat menginduksi degranulasi sel mast. Zat ini dinamakan liberator histamine, contohnya kodein, morfin, polimiksin, zat kimia, tiamin, buah murbei, tomat dan lain-lain. Namun zat-zat ini merangsang degranulasi sel mast hanya pada sebagian orang saja, alas an mengapa terjadi seperti itu belum jelas. (Akib, 2007)

b. Faktor fisikFaktor fisik seperti cahaya, dingin, gesekan, tekanan, panas, dan getaran dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast. (Akib, 2007)

c. Latihan jasmaniLatihan jasmani pada seseorang dapat menimbulkan urtikaria yang dinamakan juga urtikaria kolinergik. Bentuknya khas, kecil dengan diameter 1-3 mm dan sekitarnya berwarna merah terdapat pada tempat yang berkeringat. Diperkirakan yang berperan adalah asetilkolin yang terbentuk bersifat langsung menginduksi sel mast. (Akib, 2007)

d. Zat penghambat siklooksigenaseZat penghambat enzim siklooksigenase akan menghambat metabolism asam arakhidonat melalui jalur siklooksigenase, sehingga metabolism hanya melalui jalur lipooksigenase yang akan menghasilkan leukotrien yang bersifat sama dengan histamine. Zat tersebut antara lain aspirin, obat anti inflamasi non steroid, zat warna tartazine, dan zat pengawet sodium benzoate. (Akib, 2007)

e. AnafilatoksinFragmen komplemen anafilatoksin (C3a, C5a) yang terbentuk melalui aktivsi komplemen jalur alternative misal oleh endotoksin dapat langsung merangsang degranulasi sel mast. (Akib, 2007)Proses selanjutnya dari aktifasi sel mast adalah mengeluarkan berbagai macam mediator yang pada akhirnya mengundang sel-sel inflamasi. Sel-sel yang berperan pada reaksi tipe lambat.(Baskoro, 2009)Histamine merupakan mediator terpenting pada alergi fase cepat yang diperantarai IgE pada penyakit atopik. Histamin terikat pada reseptor histamine yang berbeda-beda. Ada 4 jenis reseptor histamine, reseptor H1, H2, H3, dan H4 masing-masing memiliki efek fisiologi yang berbeda. (Djuanda, 2008)Histamin melalui reseptor H1 dan peningkatan Ca+2 selular di endotel akan menyebabkan endotel melepaskan NO, yang merupakan dilator arteri dan vena. Melalui resptor H2 histamin juga menyebabkan pelebaran pembuluh darah kecil yang tidak bergantung pada NO. Pelebaran pembuluh darah perifer ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang hebat, meskipun terjadi perangsangan kontraktilitas, denyut jantung, pelepasan katekolamin dan kontraksi pembuluh darah yang besar yang diperantarai oleh histamin. (Silbernagl, 2012)Histamin meningkatkan permeabilitas protein di kapiler. Jadi, protein plasma diinfiltrasi dibawah pengaruh histamin dan gradien tekanan onkotik yang melewati dinding kapiler akan menurun sehingga terjadi edema. Cairan edema akan menghilang dengan mengorbankan volume plasma, akibatnya terjadi hipovolemia yang berperan dalam menurunkan tekanan darah. Edema glotis dapat juga menyebabkan asfiksia dengan menyumbat jalan nafas. Selain itu, histamin meningkatkan kontraksi otot volos di uterus dan bronkus. Hal ini diantaranya akan menyebabkan peningkatan resistensi jalan nafas dan kram abdomen. Dengan merangsang ujung saraf perifer akan menyebabkan rasa gatal. Melalui reseptor H2 merangsang sekresi HCl di lambung (Sibernagl, 2012)Efek dari histamin mengakibatkan cairan dan sel keluar dari pembuluh darah terutama eosinofil, yang menyebabkan pembengkakan kulit local, cairan serta sel yang keluar akan merangsang ujung saraf perifer kulit sehingga timbul rasa gatal. Terjadilah bentol merah yang gatal. (Akib, 2007)Pada pasien urtikaria, berkembang pendapat terjadinya peningkatan kemampuan sel mast dalam melepaskan histamin serta peningkatan jumlahnya/ kadarnya. Peningkatan histamin ini murni akibat degranulasi sel mast kulit bukan akibat sekunder dari mobilisasi dan stimulasi basofil yang dikenal sebagai sumber histamin. (Baskoro, 2009)Gambar 1. Diagram faktor imunologik dan nonimunologik yang menimbulkan urtikaria. (Djuanda, 2008)

Dapus Baskoro, Ari., Soegiarto, Gatot., Effendi, Chairul., Konthen, PG. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. InternaPublishing.Silbernagl, Lang., Lang, Florian. 2012. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Penerbit EGC.Akib A AP, Munasir Z, Kurniati N. 2007.Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Jakarta : Balai Penerbit IDAI.Djuanda, A. 2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.