revisi

58
LAPORAN INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI SEBAGAI LAPORAN KERJA PRAKTEK DI DINAS PUSAT BENGKEL INSTRUMENT ( PBI ) PT. KRAKATAU STEEL CILEGON BANTEN KALIBRASI TIMBANGAN TRANSAKSI DAN TIMBANGAN CONVEYOR DI PT. KRAKATAU STEEL Disetujui, Cilegon, Agustus 2013 Udin Syamsudin Dinas Tr & Education Admin &I Ir.Nur Setyobudi, MBA Superintendent PBI Andi Subandi Supervisor Metrologi Sarif Hidayatullah Pembimbing Lapangan

Upload: gery-rheynhard-manurung

Post on 23-Oct-2015

80 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

hfjjhgjh,vskbjkdbvkjhdvkabdlvkabsdljbvrubv;adb;sd

TRANSCRIPT

Page 1: revisi

LAPORAN INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI SEBAGAI

LAPORAN KERJA PRAKTEK DI DINAS PUSAT BENGKEL

INSTRUMENT ( PBI ) PT. KRAKATAU STEEL

CILEGON – BANTEN

KALIBRASI TIMBANGAN TRANSAKSI DAN TIMBANGAN

CONVEYOR DI PT. KRAKATAU STEEL

Disetujui,

Cilegon, Agustus 2013

Udin Syamsudin

Dinas Tr & Education Admin &I

Ir.Nur Setyobudi, MBA

Superintendent PBI

Andi Subandi

Supervisor Metrologi

Sarif Hidayatullah

Pembimbing Lapangan

Page 2: revisi

Sena Harimurty ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek ini yang

berjudul ” KALIBRASI TIMBANGAN TRANSAKSI DAN TIMBANGAN

CONVEYOR DI PT. KRAKATAU STEEL”.

Tujuan dari penyusunan laporan kerja praktek ini adalah sebagai salah satu

syarat untuk menyelesaikan kerja praktek di PT.Krakatau Steel. Penulis

menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis

sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk

penyempurnaan laporan kerja praktek ini.

Selama melakukan kerja praktek ini, penulis menyadari begitu banyak

keterlibatan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh

karena itu, melalui laporan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang tak terhingga sehingga praktek kerja

ini dapat terlaksana dengan baik.

2. Ibu dan Ayah tercinta, adikku dan semua keluargaku atas kasih sayang, do’a

dan dukungan moral serta materiil yang diberikan.

3. Bapak Andi Subandi selaku supervisor di lab kalibrasi PBI, PT. Krakatau

Steel yang telah memberikan Bimbingan dan mengizinkan untuk mengikuti

kerja praktik.

4. Bapak Risdiana selaku dosen pembimbing yang telah mengizinkan untuk

mengikuti kerja praktik.

5. Bapak Sarif Hidyatullah dan bapak Wasam , sebagai pembimbing teknis.

6. Seluruh teknisi dan petugas di PBI PT. Krakatau Steel, Pak Mulyana, Pak

Nandang, Pak Edward, Pak Aprian, Pak Andi K, Pak Ayi, Pak Gugun, Pak

Page 3: revisi

Sena Harimurty iii

Salehudin, Pak Didin, Pak Budiyana Pak Bayu dan lainnya yang telah

membantu dan berbagi ilmunya dengan penulis.

7. Seluruh dosen pengajar Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran yang telah

mendidik penulis selama menuntut ilmu di jurusan Fisika.

8. Teman KP seperjuangan dan seperjalanan dari Kampus Jatinangor Sagung

Oka, Ayu, Suci serta teman baru, Bayu atas pembelajaran dan pengalaman

yang tak berhingga.

9. Teman-teman dari SMKN 2 Cilegon Aim, Medi,Inul,Tedi, dan Amin.

10. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu atas

segala dukungan dan bantuannya khususnya selama penulis melakukan studi di

Fisika UNPAD dan kerja praktek di PT Krakatau Steel.

Akhir kata mudah-mudahan laporan ini bermanfaat, khususnya bagi

penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian. Penulis hanya dapat menyampaikan

doa semoga segala kebaikan yang diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah

SWT. Amin Ya Robbal Alamin .

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.

Cilegon, Agustus 2013

Penulis

Sena Harimurty

140310100028

Page 4: revisi

Sena Harimurty iv

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………….....…….. i

KATA PENGANTAR ……………………………………………...................... ii

DAFTAR ISI...……………………………………………………………….......iv

DAFTAR GAMBAR …………………………..……………………………......vi

BAB I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang Penelitian ..…………...………………………………. 1

I.2. Identifikasi Masalah …….……….....…………………………………. 1

I.3. Rumusan Masalah ….………………………….……………………… 1

I.4. Tujuan …………………………….....………………………………... 2

I.5. Rincian Pelaksanaan ………………………………………………….. 2

I.6. Sistematika Penulisan ………………………………………………… 2

BAB II. TINJAUAN UMUM PT. KRAKATAU STEEL

II.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. Krakatau Steel ……........…... 3

II.2. Visi, Misi dan Values PT. Krakatau Steel..............................................9

II.3. Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT. Krakatau Steel..……………..........10

II.4. Struktur Organisasi PT. Krakatau Steel................................................10

II.5. Unit-Unit Produksi PT. Krakatau Steel.................................................11

II.6. Anak Perusahaan PT. Krakatau Steel...................................................12

II.7. Kepegawaian dan Karyawan PT. Krakatau Steel.................................14

II.8. Divisi Utility & Energy Maintenance...................................................16

BAB III. TEORI

III.1. Konsep Pengukuran……….....……………………........................19

Page 5: revisi

Sena Harimurty v

III.2. Load Cell…......…………………....……………………………… 23

III.3.Jembatan Timbang / Timbangan Transaksi (Weighbridge)...............29

III.4. Timbangan Konveyor (Conveyor Weigh)........................................30

BAB IV. PEMBAHASAN

IV.1. Metode Kalibrasi Pada Timbangan Transaksi (Jembatan

Timbang)........................................................................................34

IV.2. Perhitungan ketidakpastian Pada Jembatan Timbang.......................43

IV.3. Masalah yang Biasa Terjadi Saat Proses Kalibrasi Jembatan

Timbang / Timbangan Transaksi......................................................44

IV.4. Kalibrasi Timbangan Konveyor........................................................45

BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………….......…. 48

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 49

Page 6: revisi

Sena Harimurty vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1. Struktur Manajemen PT. Krakatau Steel......................................................11

Gambar II.2. Bisnis proses Pusat Bengkel Instrumen............................................18

Gambar III.1. ketertelusuran alat ukur...................................................................22

Gambar III.2. Konfigurasi Load Cell untuk Timbangan Transaksi.......................24

Gambar III.3. Contoh Load Cell............................................................................25

Gambar III.4. Strain gage......................................................................................26

Gambar III.5. Rangkaian konfigurasi jembatan Wheatstone dengan load cell......28

Gambar III.6. Jenis jenis jembatan timbang bergantung jumlah load cell dan

bentuk masukan untuk kendaraan..................................................30

Gambar III.7. Konfigurasi konveyor......................................................................32

Gambar III.8. Penampang Timbangan Konveyor..................................................33

Page 7: revisi

Sena Harimurty vii

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Waktu kerja karyawan non-shift...........................................................15

Tabel IV.1. Contoh tabel pengamatan pengujian repeatibilitas.............................36

Tabel IV.2. Contoh tabel pengamatan pengujian eksentrisitas..............................37

Page 8: revisi

Sena Harimurty 1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Kalibrasi secara sederhana merupakan suatu proses mengembalikan atau

menyesuaikan ke keadaan yang sebenarnya dengan cara membandingkan ke

standar yang lebih terpercaya. Alat ukur tentu saja butuh kalibrasi untuk

mengembalikan nilai alat ukur tersebut ke nilai yang sebenarnya. Industri sangat

membutuhkan alat-alat ukur yang terkalibrasi dengan baik. Tanpa alat ukur yang

terkalibrasi maka proses pengukuran di industri akan menghasilkan hasil yang

salah dan akan memberikan kerugian bagi industri tersebut. Salah satu yang perlu

dikalibrasi adalah alat ukur massa atau timbangan. Tanpa timbangan yang

terkalibrasi dengan baik, hasil pengukuran akan tidak sesuai dengan

kenyataannya. Contohnya pada timbangan untuk bahan baku yang akan diolah

seperti pada timbangan konveyor di pabrik baja slab PT. Krakatau Steel . Jika

timbangan tidak dikalibrasi, maka bahan baku yang ditimbang akan berbeda

dengan kenyataannya dan menyebabkan hasil produksi yang tidak sesuai dengan

keinginan kita. Oleh karena itu, penulis merasa penting untuk membahas tentang

kalibrasi timbangan di dunia industri.

I.2. Idenfikasi Masalah

Kalibrasi sangat dibutuhkan untuk menjamin kepuasan konsumen dan

jaminan mutu baja hasil produksi dari PT. Krakatau Steel. Terutama pada

timbangan yang menjamin hasil produksi seperti pada timbangan konveyor dan

timbangan yang hasil produksi seperti pada timbangan transaksi (jembatan

timbang).

I.3. Rumusan Masalah

Masalah yang diangkat hanya tentang kalibrasi pada jembatan timbang

(timbangan transaksi) di Plant Site PT. Krakatau Steel dan timbangan konveyor

yang terdapat di Slab Steel Plant I (SSP I).

Page 9: revisi

Sena Harimurty 2

I.4. Tujuan

Mengetahui cara mengkalibrasi timbangan transaksi (jembatan timbang)

dan timbangan konveyor.

Mengetahui masalah-masalah yang sering timbul pada saat

pengkalibrasian.

I.5. Rincian Pelaksanaan

Lokasi penelitian terletak di Laboratorium Kalibrasi, Pusat Bengkel

Instrument, Divisi Utility, PT Krakatau Steel , Jalan Coil I Kompleks Pabrik PT

KS Cilegon 42435 selama 1 bulan terhitung mulai tanggal 1 Juli 2013 sampai 1

Agustus 2013.

I.6. Sstematika Penulisan

Sistematika yang digunakan mencakup 5 pokok bahasan, yang terdiri dari

:

Bab I Pendahuluan, yaitu berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,

batasan masalah, tujuan dan manfaat, rincian pelaksanaan, serta

sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Umum PT. Krakatau Steel, yaitu berisi tentang sejarah

dan perkembangan PT. Krakatau Steel, visi misi, sistem organisasi, unit

kerja serta anak perusahaan.

Bab III Teori, yaitu berisi tentang prinsip-prinsip kalibrasi, load cell,

jembatan timbangan, dan timbangan konveyor.

Bab IV Pembahasan, yaitu berisi tentang metode-metode kalibrasi pada

jembatan timbang, timbangan konveyor, dan masalah-masalah yang biasa

terjadi pada saat kalibrasi serta cara mengatasinya.

Bab V Kesimpulan, yaitu berisi tentang kesimpulan yang mengacu pada

tujuan.

Page 10: revisi

Sena Harimurty 3

BAB II

TINJAUAN UMUM PT. KRAKATAU STEEL

II.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. Krakatau Steel

II.1.1. Sejarah Singkat PT. Krakatau Steel

PT. Krakatau Steel didirikan pada tanggal 31 Agustus 1970 dengan adanya

Surat Keputusan dari Pemerintah Indonesia oleh Indonesian Goverment

Regulation (IGR) dengan P.P. No. 35 tahun 1970 yang berisi tentang

penindaklanjutan proyek besi baja dan disahkan oleh Tan Hong Kie di Jakarta.

Menurut pasal 1 peraturan pemerintah tersebut, PT. Krakatau Steel didirikan

dengan tujuan menyelesaikan dan mengoperasikan proyek industri baja bekas

bantuan Rusia dan mengembangkan industri baja di Indonesia dalam arti luas.

Industri baja umumnya bersifat padat modal (capital besar / intensif),

karena itu di negara berkembang diawali dengan perusahaan negara (BUMN),

seperti PT. Krakatau Steel. Tujuan didirikannya pabrik baja adalah untuk

memenuhi kebutuhan vital industrialisasi dan pembangunan nasional. Selain itu

biasanya untuk kepentingan nasional dalam rangka pembangunan atau

pengembangan wilayah terpencil, seperti Cilegon atau Banten pada saat itu.

Usaha untuk membangun industri besi baja di tanah air sebenarnya telah

dimulai dengan mendirikan dua proyek, yaitu proyek besi Lampung dan proyek

baja Cilegon. Besi yang dihasilkan di Lampung dilebur bersama-sama dengan

besi tua di Cilegon serta baja yang dihasilkan pada proses menjadi barang-barang

baja jadi yang berupa besi beton, besi profil dan kawat. Namun proyek besi

Lampung dihentikan karena bahan baku yang berasal dari bijih besi setempat

tidak cukup banyak. Sedangkan proyek baja Cilegon sempat terhenti karena

adanya pemberontakan G 30 S/PKI.

Page 11: revisi

Sena Harimurty 4

Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja, antara lain :

Adanya cikal bakal industri baja (Trikora)

Letak geografis (pinggir laut)

Tersedianya tanah yang cukup luas

Tersedianya air yang cukup banyak

Kondisi sosial budaya daerah

Daerah tandus (bukan agraris)

Tersedianya tenaga kerja

II.1.2. Perkembangan PT. Krakatau Steel

PT. Krakatau Steel sebagai industri pengolahan besi baja terpadu terbesar nasional

memiliki sejarah perkembangan yang cukup panjang. Kilas balik perkembangan

PT. Krakatau Steel adalah sebagai berikut

Tahun 1960

Kontrak pembangunan pabrik baja Cilegon Nomor 080 tanggal 7 Juni 1960

antara pemerintah Republik Indonesia dengan All Union Export-Import

Corporation (Tjazpromex Pert) of Moskow.

Tahun 1962

Peletakan batu pertama atau peresmian pembangunan proyek besi baja Trikora

Cilegon yang menenpati area seluas 616 hektar pada tanggal 20 Mei 1962.

Berdasarkan ketetapan MPRS Nomor 2 Tahun 1960 proyek pembangunan

proyek besi baja Trikora diharuskan selesai sebelum tahun 1968.

Tahun 1963

Pemerintah RI mengeluarkan keputusan Presiden RI Nomor 123 Tahun 1963

pada tanggal 25 Juni 1963 tentang penetapan status proyek pabrik baja Trikora

Cilegon menjadi proyek vital.

Page 12: revisi

Sena Harimurty 5

Tahun 1965

Terhentinya kegiatan pembangunan proyek besi baja Trikora karena krisis

politik nasional, yaitu adanya pemberontakan G30S/PKI.

Tahun 1967

Berubahnya status proyek besi baja Trikora menjadi bentuk Perseroan

Terbatas (PT) berdasarkan Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17

yang dikeluarkan pada tanggal 28 Desember 1967.

Tahun 1970

PT. Krakatau Steel resmi berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 35 yang dikeluarkan pada tanggal 31 Agustus 1970

mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian

perusahaan perseroan (persero) PT. Krakatau Steel dengan maksud dan tujuan

untuk mempercepat penyelesaian pembangunan proyek baja Trikora serta

mengembangkan industri baja nasional dalam arti luas.

Tahun 1973—1974

PT. Krakatau Steel dengan bantuan keuangan dari Pertamina memutuskan

untuk memperluas kapasitas produksi untuk melakukan proses pembuatan

baja billet sendiri, bahkan berencana untuk dapat memproduksi baja slab dan

baja lembaran panas. Namun rencana ini tidak dapat berjalan dengan

semestinya karena pihak Pertamina sendiri pada saat itu mengalami masalah

keuangan.

Tahun 1975

Proses lanjutan pembangunan PT. Krakatau Steel tahap satu dengan kapasitas

produksi 0,5 juta ton per tahun berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 30

tanggal 27 Agustus 1975.

Tahun 1977

Page 13: revisi

Sena Harimurty 6

Peresmian Pabrik Besi Beton, Pabrik Besi Profil dan Pelabuhan Khusus

Cigading PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto pada tanggal 27 Juli

1977.

Tahun 1979

Peresmian Pabrik Besi Spons dengan teknologi Hylsa (50%), Pabrik Baja

Billet atau Billet Steel Plant (BSP) yang dilengkapi dengan tanur busur listrik

atau Electric Arc Furnace (EAF) untuk proses pengolahan baja, Dapur

Thomas untuk Pabrik Baja Batang Kawat atau Wire Rod Mill (WRM),

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas produksi listrik

mencapai 400 MW, Pusat Penjernihan Air dengan kapasitas 2000 liter per

detik serta PT. KHI Pipe oleh Presiden Soeharto pada tanggal 9 Oktober 1979.

Tahun 1982

Penambahan dua modul teknologi pengolahan besi baja dengan menggunakan

teknologi Hylsa pada Pabrik Besi Spons PT. Krakatau Steel.

Tahun 1983

Peresmian Pabrik Baja Slab atau Slab Steel Plant (SSP) yang dilengkapi

dengan dengan tanur busur listrik atau Electric Arc Furnace (EAF), Pabrik

Pengerolan Baja Lembaran Panas (PPBLP) atau Hot Strip Mill (HSM) Plant

serta Pabrik Besi Spons unit dua PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto

pada tanggal 24 Februari 1983.

Tahun 1985

Expor perdana produk baja PT. Krakatau Steel ke beberapa negara seperti

Jepang, Inggris, Amerika Serikat, India, China, negara-negara Timur Tengah,

Korea dan negara-negara di kawasan ASEAN.

Tahun 1987

Page 14: revisi

Sena Harimurty 7

Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Dingin (PPMLD) atau Cold Rolling Mill

(CRM) Plant dioperasikan oleh perusahaan swasta, yaitu Indo Steel.

Tahun 1990

Peletakan batu pertama proyek perluasan dan modernisasi PT. Krakatau Steel

oleh Menteri Perindustrian atau Direktur Utama PT. Krakatau Steel, yaitu Ir.

Tungky Ariwibowo pada tanggal 10 November 1990. Proyek perluasan dan

modernisasi PT. Krakatau Steel meliputi beberapa sasaran sebagai berikut:

1. Peningkatan kapasitas produksi PT. Krakatau Steel dari 1,5 juta ton per

tahun menjadi 2,5 juta ton per tahun.

2. Peningkatan kualitas dan diversifikasi jenis baja yang dapat diproduksi.

3. Peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi di PT. Krakatau

Steel.

Tahun 1991

Pengabungan unit usaha atau merger PT. Cold Rolling Mill Indonesia Utama

(PT. CRMIU) dan PT. Krakatau Baja Permata (PT KBP) menjadi unit operasi

PT Krakatau Steel pada tanggal 1 Oktober 1991. Selanjutnya Pabrik

Pengerolan Baja Lembaran Dingin (PPBLD) atau Cold Rolling Mill (CRM)

Plant didirikan pada tanggal 19 Februari 1983 yang kemudian diresmikan

tahun 1987.

Tahun 1992

Pemisahan Pabrik Baja Tulangan, Pabrik Besi Profil, dan Pabrik Kawat Baja

menjadi PT. Krakatau Wajatama yang dilakukan pada tanggal 24 Juli 1992.

Tahun 1993

Peresmian proyek perluasan PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto pada

tanggal 18 Februari 1993. Proyek perluasan PT. Krakatau Steel kali ini terdiri

atas beberapa sasaran, yaitu sebagai berikut:

Page 15: revisi

Sena Harimurty 8

1. Modernisasi dan perluasan Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Panas

(PPBLP) atau Hot Strip Mill (HSM) dari kapasitas produksi 1,2 juta ton

per tahun menjadi 2 juta ton per tahun.

2. Peningkatan kualitas dan efisiensi proses produksi di Pabrik Pengerolan

Baja Lembaran Panas (PPBLP) atau Hot Strip Mill (HSM).

3. Perluasan pelabuhan bongkar muat pellet bijih besi dari kapasitas bongkar

muat dari 3 juta ton per tahun menjadi 6 juta ton per tahun.

Tahun 1994

PT. Krakatau Steel memperoleh pengakuan dan sertifikasi dari dunia

internasional terhadap kualitas atau produk besi baja yang diproduksi PT.

Krakatau Steel dengan diterimanya sertifikat ISO9002 pada tanggal 17

November 1994.

Tahun 1995

Penyelesaian proyek perluasan dan modernisasi PT. Krakatau Steel oleh

Menteri Muda Perindustrian Republik Indonesia atau Komisaris Utama PT.

Krakatau Steel, yaitu Ir.Tungky Ariwibowo yang bertepatan dengan hari ulang

tahun ke-25 PT. Krakatau Steel pada tanggal 31 Agustus 1995. Proyek

perluasan tersebut adalah modernisasi Pabrik Besi Spons yang dilengkapi

dengan teknologi pengolahan besi spons dengan menggunakan proses Hylsa

III.

Tahun 1998

PT. Krakatau Steel menjadi anak perusahaan dari PT. Pakarya Industri

(Persero) pada tanggal 10 Agustus 1998 berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 35 Tahun 1998.

Tahun 1999

Page 16: revisi

Sena Harimurty 9

PT. Pakarya Industri (Persero) berubah nama menjadi PT. Bahana Pakarya

Industri Strategis (BPIS) dengan total aset mencapai Rp 16 Triliun. Neuro

Furnace Controller (NFC) yang merupakan sistem pengendali elektroda

terpadu berbasis jaringan saraf tiruan mulai diterapkan pada operasi rutin tanur

busur listrik atau Electric Arc Furnace (EAF) pada Pabrik Baja Slab atau Slab

Steel Plant (SSP) II PT. Krakatau Steel. Neuro Furnace Controller (NFC)

adalah hasil inovasi tenaga kerja PT. Krakatau Steel dengan LSDE-BPPT dan

telah dipatenkan dengan nomor paten P990187 serta meraih ASEAN

Engineering Awards pada tanggal 24 Oktober 2001.

Tahun 2002

Pemerintah melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa

pada tanggal 28 Maret 2002 telah membubarkan PT. Bahana Pakarya Industri

Strategis (BPIS)PT. BPIS. Pengalihan aset PT. Krakatau Steel sebagai Badan

Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) ke pemerintah pusat

melalui Kantor Menteri Negara BUMN sebagai pemegang kuasa dari Menteri

Keuangan.

II.2. Visi, Misi dan Values PT. Krakatau Steel

Visi : ”Perusahaan baja terpadu dengan keunggulan kompetitif untuk dan

berkembang secara berkesinambungan menjadi perusahaan terkemuka di dunia”.

Misi : “Menyediakan produk baja bermutu dan jasa terkait untuk kemakmuran

bangsa”.

Values : “Keterbukaan, disiplin, saling menghargai dan kerjasama.”

Sistem manajemen mutu berkualitas untuk produk PT. Krakatau Steel telah

diakui secara nasional maupun internasional. Hal ini dibuktikan dengan

diperolehnya sertifikasi mutu produk seperti ISO 9002, Jepang (JIS), Amerika

(ASTM), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Di samping itu, sistem

Page 17: revisi

Sena Harimurty 10

manajemen mutu lingkungan di PT. Krakatau Steel juga telah mendapat

pengakuan secara nasional maupun internasional, yaitu dengan diperolehnya

sertifikat ISO 14001 mengenai standar manajemen mutu lingkungan

II.3. Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT. Krakatau Steel

PT. Krakatau Steel terletak sekitar 110 km dari Jakarta dengan luas

keseluruhan 350 ha. PT. Krakatau Steel terletak di kawasan industri Krakatau,

tepatnya di Jalan Industri No.5 PO BOX 14, Cilegon 42435. Kantor pusat PT.

Krakatau Steel terletak di Wisma Baja, Jl. Gatot Subroto Kav. 54, Jakarta.

Adapun yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah :

a. Dekat dengan laut sehingga dapat memudahkan pengangkutan bahan baku

dan produk dengan menggunakan kapal.

b. Dekat dengan daerah pemasaran (ibu kota).

c. Tanah yang tersedia untuk pabrik cukup luas.

d. Sumber air cukup memadai untuk pabrik.

e. Adanya jaringan rel kereta api dan jalan raya yang memadai untuk

pengangkutan.

II.4. Struktur Organisasi PT. Krakatau Steel

Page 18: revisi

Sena Harimurty 11

STRUKTUR ORGANISASI PT. KRAKATAU STEEL

Gambar II.1. Struktur Manajemen PT. Krakatau Steel

II.5. Unit-Unit Produksi PT. Krakatau Steel

PT Krakatau Steel merupakan satu-satunya industri baja terpadu yang ada di

Indonesia bahkan sampai tahun 2003 terbesar di Asia Tenggara (sebelum adanya

industri Baja Thailand). PT Krakatau Steel memiliki 6 (enam) buah fasilitas

Direktur Utama

Direktur Pemasaran

Direktur Keuangan

Direktur Produksi

Direktur Perenc. & Tek.

Direktur SDM & Umum

Direktur Logistik

SubDiv. Perencanaan

Produk

SubDiv. Penjamin Kualitas

SubDiv. Perawatan

Pabrik

SubDiv. Produksi

Besi & Baja

SubDiv. Produksi

Pengerolan

Manager Utility and energy

maintenance

Manager Maintenance

Planning

Manager Workshop

Superintendent

General Service

Superintendent

Pabrik Kapur

Superintendent

Pabrik Gas

Industri

Superintendent

Bengkel Listrik

Superintendent

Bengkel

Instrumen

Page 19: revisi

Sena Harimurty 12

produksi. Kapasitas produksi total PT Krakatau Steel 2.5 juta ton baja kasar

(crude steel) per tahun.

Proses produksi baja di PT Krakatau Steel dimulai dari pembuatan besi spons

dalam Direct Reduction Plant atau Pabrik Besi Spons. Pabrik ini mengolah biji

besi pellet menjadi besi dengan menggunakan air dan gas alam. Besi yang

dihasilkan kemudian diproses lebih lanjut pada Electric Arc Furnace (EAF) di

pabrik slab baja dan pabrik billet baja. Di dalam EAF besi dicampur dengan

scrap, dan material tambahan lainnya untuk menghasilkan dua jenis baja yang

disebut baja slab dan baja billet.

Baja slab selanjutnya mengalami proses pemanasan ulang dan pengerolan di

Pabrik Baja Lembaran panas (Hot Strip Mill) menjadi produk akhir yang dikenal

dengan nama baja lembaran panas. Produk ini banyak digunakan untuk untuk

aplikasi konstruksi umum, dan lain-lain. Baja lembaran panas dapat diolah lebih

lanjut melalui proses pengerolan ulang dan proses kimiawi di pabrik Baja

Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill) menjadi produk akhir yang disebut baja

lembaran dingin. Produk ini umumnya digunakan untuk aplikasi bagian dalam

dan luar kendaraan bermotor, kaleng, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

Sedangkan baja billet akan diolah lebih lanjut di pabrik Batang Kawat (Wire

Rod Mill) untuk menghasilkan batang kawat baja yang banyak digunakan untuk

aplikasi senar piano, mur dan baut, kawat baja, pegas, dan lain-lain.

II.6. Anak Perusahaan PT. Krakatau Steel

Selain beberapa factor pendukung yang telah disebutkan di atas, PT.

Krakatau Steel memiliki beberapa anak perusahaan yang mendukung

kelangsungan produksi perusahaan. Anak perusahaan PT. Krakatau Steel adalah

sebagai berikut:

1. PT. KHI Pipe Industri (PT. KHI)

Page 20: revisi

Sena Harimurty 13

PT KHI didirikan pada bulan Januari 1973 dan bertujuan untuk memproduksi

pipa kualitas tinggi yang akan memenuhi tuntutan industri minyak dan gas yang

terus meningkat dan proyek konstruksi besar lainnya.

2. PT. Plat Timah Nusantara (PT. Latinusa)

PT Latinusa adalah Perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel, PT.

Tambang Timah, PT. Nusantara Ampera Bhakti yang didirikan pada tanggal 10

Agustus 1982

3. PT. Krakatau Wajatama (PT. KW)

Didirikan pada tahun 1992, memproduksi berbagai produk Baja Batangan yang

berkualitas tinggi, seperti : INP, IWF, H-Beam, U-Channel dan L-Angles, Baja

Tulangan (Deformed dan Plain Bars) serta Kawat Baja.

4. PT. Krakatau Engineering Coorporation (PT. KEC)

Didirikan pada tanggal 12 Oktober 1988 yang bertugas melayani dan

mengerjakan pekerjaan dari pemerintah maupun swasta berupa EPC Contractor

(Engineering, Procurement, Construction) dan Konsultan (Studi, manajemen

proyek dan perawatan industri).

5. PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC)

PT Krakatau Industrial Estate Cilegon didirikan pada tanggal 16 Juni 1982

dengan misi menjadi pusat lokasi Industri hulu dan hilir Industri Baja, Kimia dan

Petrokimia serta telah mengikuti urutan logis pengembangan dan pembangunan,

khususnya sehubungan dengan daya tariknya dari segi lokasi yang strategis dan

fasilitas infrastruktur yang tersedia. PT Krakatau Industrial Estate Cilegon telah

sukses membangun jalur bisnis yaitu : Properti Industri, Properti Komersial,

Properti Rumah tinggal, Investasi dan Perdagangan.

6. PT. Krakatau Information Technology (KIT)

KI Tech hadir dalam dunia teknologi informasi sejak tahun 1993 dengan

basis tenaga IT professional, PT Krakatau Steel mengembangkan teknologi

informasi untuk mendukung proses bisnis dan pengambilan keputusan di PT

Krakatau steel. KIT memberikan jasa konsultasi, perencanaan, pengembangan

Page 21: revisi

Sena Harimurty 14

instalasi, implementasi dan jasa pendukung termasuk komunikasi dan perangkat

lunak teknologi informasi.

7. PT. Krakatau Daya Listrik (PT. KDL)

Merupakan perusahaan pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 400

MW yang digunakan untuk mensuplai kebutuhan listrik PT Krakatau Steel.

Sahamnya 100% dimiliki oleh PT Krakatau Steel. PT. Krakatau Daya Listrik

didirikan tanggal 1 Maret 1996.

8. PT. Krakatau Medika (PT. KM)

PT Krakatau Medika mengoperasikan rumah sakit dan memberikan jasa

pelayanan kesehatan lainnya kepada karyawan PT Krakatau Steel dan masyarakat

sekitarnya.

9. PT. Krakatau Bandar Samudra (PT. KBS)

PT Krakatau Bandar Samudera terletak di Pelabuhan Cigading yang memiliki

kedalaman pelabuhan yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain di Indonesia

dimana berbagai jenis kapal bisa dengan mudah bersandar. Secara umum jasa

yang diberikan oleh PT Krakatau Bandar Samudera meliputi: jasa dermaga,

bongkar muat, jasa pengarungan dan jasa kawasan.

10. PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI)

Didirikan pada tanggal 1 Maret 1996, merupakan anak perusahaan yang

sahamnya 100% dimiliki PT Krakatau Steel. Perusahaan mengolah air baku yang

diambil dari sungai Cidanau berasal dari danau alam Rawa Dano dan diolah

menjadi air bersih melalui Water Treatment Plant. Sebagian besar dari air bersih

yang dihasilkan digunakan untuk kebutyhan industri dan sebagian lagi untuk

kebutuhan kota Cilegon.

II.7. Kepegawaian dan Karyawan PT. Krakatau Steel

1. Status Tenaga Kerja

Page 22: revisi

Sena Harimurty 15

Tenaga kerja yang bekerja di PT. Krakatau Steel, berdasarkan statusnya

digolongkan menjadi 2 golongan yaitu :

a. Tenaga Kerja Organik

Tenaga kerja ini merupakan karyawan tetap yang diangkat karena telah

memenuhi kriteria direksi, yang bertugas melaksanakan pekerjaan yang

diberikan dalam jangka panjang dan berstatus karyawan BUMN. Yang

termasuk karyawan ini adalah tenaga staf dan karyawan biasa.

b. Tenaga Kerja Non- Organik

Tenaga kerja non-organik adalah karyawan yang diangkat dalam waktu

tertentu yang terdiri dari karyawan lepas dan karyawan honorer. Tenaga

kerja non-organik yang ada saaat ini disediakan oleh labour supply sesuai

dengan jenis pekerjaan dan jangka waktu tertentu (kontrak) antara PT.

Krakatau Steel dengan labour supply itu sendiri.

2. Jam Kerja

PT. Krakatau Steeel bekerja secara kontinyu selama 24 jam sehari sehingga

jadwal karyawan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

a. Karyawan Biasa (Non-Shift)

Hari Jam Kerja ( WIB ) Jam Istirahat ( WIB )

Senin - Kamis 08.00 – 16.30 12.00 – 14.00

Jumat 08.00 – 17.00 11.30 – 14.00

Tabel II.1 Waktu kerja karyawan non-shift

Hari Sabtu dan Minggu merupakan hari libur untuk karyawan non-shift.

b. Karyawan Shift

Page 23: revisi

Sena Harimurty 16

Karyawan ini bekerja secara shift dan masing-masing shift bekerja

selama 8 jam. Sistem kerja dilakukan dalam 4 group shift, dengan ketentuan 3

hari 3 group shift masuk, dan 1 group lain libur. Sistem pembagian shift

adalah sebagai berikut :

Shift I : 22.00-06.00 WIB

Shift II : 06.00-14.00 WIB

Shift III : 14.00-22.00 WIB

Selain itu terdapat juga waktu lembur dan waktu cuti karyawan PT

Krakatau Steel. Waktu lembur dilakukan di luar jam kerja atas yang

berwenang. Untuk waktu cuti dibagi menjadi dua macam, yaitu cuti tahunan

dan cuti besar. Cuti tahunan yaitu masa cuti selama 12 hari kerja yang tidak

dapat digantikan dengan uang dan cuti besar diberikan selama 4 tahun sekali

dengan lama cuti 1 bulan.

II.8. Divisi Utility & Energy Maintenance

Divisi utility merupakan divisi dibawah Direktorat Produksi dan General Manajer

Perawatan Pabrik (Central Maintenance and Facilities). Divisi ini dipimpin oleh

seorang manager dan membawahi lima dinas yang dipimpin oleh masing-masing

seorang superintendent. Dinas-dinasnya yaitu :

a. Dinas PKKS (Pabrik Kapur Krakatau Steel)

Adalah dinas yang memproduksi kapur sebagai bahan tambahan produksi

baja yang digunakan untuk proses produksi besi spons (Direct Reduction

Plant atau DRP), CRM (Cold Rolling Mill), Billet Steel Plant (BSP), Baja

Slab (Slab Steel Plant), dan HSM (Hot Strip Mill).

b. Dinas PGI (Pabrik Gas Industri)

Merupakan dinas yang memproduksi gas-gas alam seperti N2 (Nitrogen),

O2 (Oksigen), Ar (Argon). Gas-gas alam ini digunakan untuk menunjang

hasil produksi baja di PT Krakatau Steel.

c. Dinas BL (Bengkel Listrik)

Page 24: revisi

Sena Harimurty 17

Adalah dinas yang bertugas untuk memperbaiki alat-alat listrik yang

digunakan oleh PT Krakatau Steel yang mengalami kerusakan sehingga

semua alat yang digunakan dalam keadaan optimal.

d. Dinas PBI (Pusat Bengkel dan Instrumentasi)

Merupakan dinas yang terbagi menjadi tiga seksi yaitu seksi perencanaan,

perawatan dan perbaikan, dan metrologi. Seksi perencanaan bertugas

untuk membuat jadwal kerja dua seksi lainnya sehingga tiap seksi

memiliki tugas yang terstruktur dan terencana. Seksi perawatan dan

perbaikan bertugas untuk memperbaiki alat-alat instrumen dan mekanik.

Sedangkan seksi metrologi bertugas untuk mengkalibrasi alat-alat ukur

seperti alat ukur dimensi, massa dan volumetrik, mekanik, elektrik, dan

suhu. Alat ukur dimensi yang dikalibrasi adalah dial indicator, jangka

sorong, mikrometer sekrup, dll. Alat ukur mekanik yang dikalibrasi adalah

dial gauge. Alat ukur massa yang dikalibrasi adalah timbangan analitik,

timbangan konveyor, dan timbangan transaksi. Alat ukur volumetrik yang

dikalibrasi adalah pipet ukur, gelas ukur dll. Alat ukur elektrik yang

dikalibrasi adalah multimeter, indikator termokopel, dll. alat ukur suhu

yang dikalibrasi adalah termokopel, pyrometer, dll.

e. Dinas GS (General Service)

Adalah dinas yang bertugas untuk merenovasi gedung dan fasilitas umum

PT Krakatau Steel serta mengatur tata letak lokasi pabrik.

Masing-masing dinas memiliki struktur organisasi yaitu Superintendent,

Supervisor, Foreman, dan Karyawan.

Page 25: revisi

Sena Harimurty 18

Bisnis Proses PBI

Gambar II.2. Bisnis proses Pusat Bengkel Instrumen

constumer Penerima Order

Database Order

SPK Service

SPK Kalibrasi

LPP, BASTP, LHP Delivery Order

Rekap Order

Bengkel Instrument dan Elektronika

Laboratorium Kalibrasi

Urusan Material

- PM/ASPEC - UM/PC - MR/MRIT - MPAT

Urusan Jasa

- Kontrak - WO2 - Subkontrak

kalibrasi

constumer

Sertifikat

Kalibrasi

Lembar Kerja

Service /

Perawatan

Page 26: revisi

Sena Harimurty 19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Konsep Pengukuran

III.1.1. Pengertian Dasar Pengukuran

Pengukuran merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk

menentukan nilai suatu besaran dalam bentuk angka (kwantitatif). Jadi mengukur

adalah suatu proses mengaitkan angka secara empirik dan obyektif pada sifat-sifat

obyek atau kejadian nyata sehingga angka yang diperoleh tersebut dapat

memberikan gambaran yang jelas mengenai obyek atau kejadian yang diukur.pada

pengukuran terdapat hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu ketelitian dan akurasi

pengukuran. Yang sering menjadikan masalah dalam tingkat kesalahan yang

terjadi dalam pengukuran sangat diperlukan, untuk mengerti karakteristik

operasional alat ukur dan cara pengujian, kinerja yang telah ditentukan. [1]

III.1.2. Akurasi dan Presisi

Ketelitian (accuracy) meupakan kemampuan dari alat ukur untuk

memberikan indikasi pendekatan terhadap harga sebenarnya dari obyek yang

diukur. Akurasi dapat juga didefinisikan sebagai beda atau kedekatan (closeness)

antara nilai yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam

eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan suatu

nilai standar yang diakui secara konvensional. Sedangkan presisi (precision)

adalah kedekatan nilai-nilai pengukuran individual yang didistribusikan sekitar

nilai rata-ratanya atau penyebaran nilai pengukuran individual dari nilai rata-

ratanya. Alat ukur yang mempunyai presisi yang bagus tidak menjamin bahwa

alat ukur tersebut mempunyai akurasi yang bagus.[1]

Kesalahan (error) adalah beda aljabar antara nilai ukuran yang terbaca

dengan nilai “sebenarnya “ dari obyek yang diukur. Perubahan pada reaksi alat

ukur dibagi oleh hubungan perubahan aksinya. Resolusi ( resolution) adalah besar

Page 27: revisi

Sena Harimurty 20

pernyataan dari kemampuan peralatan untuk membedakan arti dari dua tanda

harga atau skala yang paling berdekatan dari besaran yang ditunjukkan. [1]

III.1.3. Kalibrasi

Akurasi suatu instrument tidak sendirinya timbul, tetapi dipengaruhi oleh unjuk

kerja (perfomance), stabilitas keandalan dan biaya yang tersedia, stabilitas

keandalan, dan biaya yang tersedia. Akurasi hanya akan timbul dari kalibrasi yang

benar, artinya hasil pengukurannya dapat ditelusur kembali ke standar nasional

atau internasional. Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan untuk menentukan

kebenaran konvensional penunjukan alat ukur atau menujukkan nilai yang

diabadikan bahan ukur dengan cara membadingkannya dengan standar ukur yang

tertelusuri ke standar nasional dan/atau international. [1]

Tujuan kalibrasi adalah :

Menentukan devisi kebenaran konvensial (nilai penunjukan suatu

instrument-ukur atau deviasi dimensi nasional yang seharusnya untuk

bahan ukur.

Menjamin hasil-hail pengukuran sesuai dengan Standard Nasional maupun

Internasional.

Setelah dilakukan kalibrasi kita biasanya akan mendapatkan nilai koreksi. Koreksi

merupakn harga yang harus ditambahkan secara al jabar pada hasil yang

sebenarnya untuk mendapatkan nilai yang benar. Atau secara matematis :

nilai sebenarnya = pembacaan/penunjukkan alat + koreksi

factor-faktor yang berpengaruh dalam kalibrasi adalah Setting titik nol,nilai skala

penuh,kelinieran,penguatan atau transduction coefficient,efek dari lingkungan

sekitar pengukuran (misalnya suhu,kelembapan, getaran mekanis, tingkat

penerangan,dsb),variasi dari catu daya (noise),respon kejutan (impuls) dan

frekuensi,step response dan response terhadap besaran stimulus lainnya,tingkat

tegangan aman, tahanan bocor ke ground,tegangan baterai

[1]

III.1.4. Metrologi

Page 28: revisi

Sena Harimurty 21

Metrologi secara sederhana merupakan ilmu pengetahuan tentang pengukuran.

Metrologi mencakup tiga hal utama:

Penetapan definisi satuan-satuan ukuran yang diterima secara

internasional; misalnya meter.

Pewujudan satuan-satuan ukuran berdasarkan metode-metode ilmiah;

misalnya pewujudan nilai meter menggunakan sinar laser.

Penetapan rantai ketertelusuran dengan menentukan dan merekam nilai

dan akurasi suatu pengukuran dan menyebarluaskan pengetahuan itu;

misalnya hubungan (perbandingan) antara nilai ukur sebuah mikrometer

ulir di bengkel dan standar panjang di laboratorium standar panjang.

Metrologi dikelompokkan dalam tiga kategori utama dengan tingkat

kerumitan dan akurasi yang berbeda-beda:

1. Metrologi Ilmiah (Scientific metrology): berhubungan dengan pengaturan

dan pengembangan standar-standar pengukuran dan pemeliharaannya

(tingkat tertinggi).

2. Metrologi Industri (Industrial metrology): bertujuan untuk memastika

bahwa sistem pengukuran dan alat-alat ukur di industri berfungsi dengan

akurasi yang memadai, baik dalam proses persiapan, produksi maupun

pengujiannya.

3. Metrologi Legal (Legal metrology): berkaitan dengan pengukuran yang

berdampak pada transaksi ekonomi, kesehatan, dan keselamatan.[2]

III.1.5. Ketertelusuran

Sebuah rantai ketertelusuran, adalah suatu rantai tak terputus dari beberapa

perbandingan, yang masing-masing dinyatakan dengan suatu ketidakpastian. Hal

ini untuk memastikan bahwa suatu hasil pengukuran atau nilai dari suatu standar

terpaut dengan suatu acuan yang lebih tinggi, dan seterusnya hingga standar

primer. [2]

Dari gambar dibawah, semakin ke bawah maka akan semakin besar

ketidakpastiannya. Seorang pemakai dapat memperoleh ketertelusuran hingga ke

tingkat tertinggi di tingkat internasional, baik secara langsung (melalui suatu

Page 29: revisi

Sena Harimurty 22

lembaga metrologi nasional) maupun tidak langsung (melalui suatu laboratorium

kalibrasi sekunder). Berkat adanya berbagai pengaturan saling mengakui (Mutual

Recognition Arrangement, MRA), ketertelusuran juga dapat diperoleh dari

laboratorium di negara-negara lain. [2]

BPIM((Bureau International des Poids et Mesures)

Lembaga metrologi nasional

Lembaga kalibrasi

Perusahaan

Pengguna akhir

Gambar III.3. ketertelusuran alat ukur

III.1.6. Ketidakpastian

Ketidakpastian (atau ketidakpastian pengukuran) adalah suatu ukuran

kuantitatif mutu dari sebuah hasil pengukuran, sehingga hasil pengukuran tersebut

dapat diperbandingkan dengan hasil-hasil pengukuran lain, acuan, spesifikasi atau

standar. Semua pengukuran cenderung mengandung kesalahan, dalam pengertian

bahwa hasil pengukuran ternyata berbeda dengan “nilai sejati” dari besaran yang

diukur. Dengan waktu dan sumber daya yang ada, kebanyakan sumber-sumber

kesalahan pengukuran dapat dikenali dan karenanya besarnya kesalahan dapat

diketahui, sehingga kesalahan tersebut dapat dikoreksi (misalnya dengan

Page 30: revisi

Sena Harimurty 23

kalibrasi). Walaupun begitu, biasanya kita tidak punya cukup waktu dan sumber

daya untuk menentukan dan mengoreksi semua kesalahan pengukuran secara

menyeluruh. [2]

Ketidakpastian pengukuran dapat dihitung dengan berbagai cara. Suatu

metode yang digunakan dan diterima secara luas (misalnya oleh badan-badan

akreditasi) adalah “metode GUM” yang direkomendasikan oleh ISO dan

diuraikan dalam dokumen “Guide to the Expression of Uncertainty in

Measurement”. Pokok-pokok penting dalam metode GUM dan filosofi dasarnya

diuraikan di bawah ini. [2]

Filosofi Ketidakpastian GUM

1. Suatu besaran ukur X, yang nilainya tidak diketahui dengan tepat,

dianggap sebagai variabel stokastik dan mempunyai fungsi probabilitas.

2. Hasil x dari suatu pengukuran merupakan estimasi dari nilai harapan E(X).

3. Ketidakpastian baku u(x) sama dengan akar kuadrat dari estimasi variansi

V(X).

4. Evaluasi tipe A: nilai harapan dan variansi diestimasi secara statistik dari

sehimpunan pengukuran.

5. Evaluasi tipe B: nilai harapan dan variansi diestimasi dengan cara-cara

lain. Metode yang paling umum adalah dengan cara mengasumsikan suatu

sebaran probabilitas, misalnya sebaran persegi, berdasarkan suatu

pengalaman atau informasi lain. [2]

III.2. LOAD CELL

III.2.1. Load Cell

Load cell merupakan komponen penting di dalam alat pengukuran massa

seperti pada timbangan analitik, timbangan transaksi, timbangan conveyor dan

timbangan lainnya. Load cell adalah sensor atau transduser yang mengubah massa

atau berat yang dialami menjadi sinyal elektrik yang kemudian akan dibaca oleh

sistem sebagai massa atau berat benda tersebut . Sinyal elektrik ini bisa sebagai

Page 31: revisi

Sena Harimurty 24

perubahan tegangan listrik, perubahan arus atau perubahan frekuensi tergantung

dari tipe load cell dan sirkuit yan digunakan. Load cell dapat dibuat secara resistif,

kapasitif, induktif, atau juga teknik lainnya. Yang paling umum adalah load

dengan prinsip perubahan resistansi sebagai respon dari perubahan berat. [3]

Gambar III.2. Konfigurasi Load Cell untuk Timbangan Transaksi

Load cell dapat diklasifikasikan dari pelindung lingkungannya.

Penggolongan ini meliputi:

1. Penyegelan secara hermetik.

2. Dilindungi dari faktor-faktor lingkungan

3. Lingkungan yang terkontrol.

Hermatik yang benar membutuhkan konstruksi load cell yang

menggunakan hanya konstruksi logam ke logam atau kaca ke logam untuk

Page 32: revisi

Sena Harimurty 25

melindungi konstruksi internal load cell. Dengan menggunakan proses penyatuan

dengan pengelasan atau solder. Load cell dapat dibuat kedap gas dan tahan air.

Load cell yang diberi perlindungan terhadap faktor-faktor lingkungan

memakai beberapa tipe potting material, yang biasanya berupa suatu material tipe

karet yang fleksibel dan/atau perlindungan anti-air, seperti sedikit neoprene diatas

daerah strain gage dari load cell tersebut.[4]

Load cells umumnya digunakan pada skala tipe platform. Pada dasarnya

cell diapit oleh dua lempengan baja. Cell tersebut dipasangkan dengan lempengan

atas dan bawah menggunakan rigid bolt. Ukuran nominal dari lempengan tersebut

berkisar dari 10 inci persegi untuk kapasitas ringan, dan sampai 28 inci persegi

untuk cell yang berkapasitas lebih besar. Dikarenakan efek side loading telah

dapat dihilangkan, kurang lebih 25% dari kapasitas dapat ditempatkan pada ujung

luar dari lempengan. [4]

Gambar III.3. Contoh Load Cell

III.1.2. Strain Gage

Page 33: revisi

Sena Harimurty 26

Strain gage adalah bagian utama dari load cell. Strain gage adalah sebuah

alat yang memiliki nilai tahanan yang dapat berubah apabila alat mengalami

penekanan. Secara tradisional gage-gage tersebut terbuat dari lembaran logam

yang sangat tipis yang sudah mengalami pengerjaan panas dan terikat secara

kimia pada sebuah lapisan dielektrik yang tipis. Lalu "gage patches" tersebut

dipasang atau diletakkan pada elemen regang (strain element) dengan alat perekat

yang telah diformulasikan secara khusus. Posisi yang sesuai dari gage, prosedur

pemasangan (mounting procedure) dan material yang digunakan semuanya

memiliki efek yang dapat diukur pada unjuk kerja keseluruhan dari load cell

tersebut. [4]

Gambar III.4. Strain gage

Setiap gage patch terdiri dari satu atau lebih kabel ,baik yang terlekat pada

permukaan batang penahan (beam), cincin (ring), atau column (elemen regang

atau strain element) di dalam load cell. Pada saat permukaan dimana gage melekat

mulai meregang, kawat pada strain gage memanjang atau memendek sehingga

timbul perubahan nilai tahanan yang sesuai atau proporsional dengan beban yang

timbul atau beban yang diberikan. Satu atau lebih strain gages digunakan dalam

pembuatan load cell. [4]

Strain gage dalam jumlah banyak disambungkan untuk menciptakan

keempat kaki dari konfigurasi jembatan wheatstone. Ketika voltase input

dikenakan pada jembatan, timbul tegangan output yang proporsional atau sesuai

dengan beban yang ditimbulkan atau diberikan. Output ini dapat diperkuat dan

diproses dengan menggunakan peralatan-peralatan elektrik konvensional. [4]

Deteksi besarnya perubahan, dalam hal ini berupa dimensi jarak, yang

disebabkan oleh suatu elemen gaya. Strain gage menghasilkan perubahan nilai

Page 34: revisi

Sena Harimurty 27

tahanan yang proporsional dengan perubahan panjang atau jarak (length). Pada

umumnya strain gage dipasang sebagai bagian dari rangkaian jembatan

Wheatstone untuk aplikasi sirkuit elektrik. [4]

Ada dua tipe dasar strain gage, yaitu yang terikat (bonded) dan yang tidak

terikat (unbonded). Bonded strain gage seluruhnya terpasang pada elemen gaya

(force member) dengan menggunakan semacam bahan perekat. Selagi elemen

gaya tersebut meregang, strain gage tersebut juga memanjang. Unbonded strain

gage memiliki salah satu ujung yang dipasang pada elemen gaya dan ujung

satunya dipasang pada pengumpul gaya (force collector). [5]

Setiap perubahan panjang, baik pada bonded maupun unbonded gage

menyebabkan perubahan nilai tahanan listrik. Strain gage dibuat dari logam dan

bahan-bahan semikonduktor. Strain gage sangat akurat, bisa digunakan baik pada

arus searah (d.c.) maupun arus bolak-balik (a.c.) dan memiliki respons statis dan

dinamis yang sangat bagus. Sinyal yang dihasilkan oleh strain gage sangat lemah,

tetapi kelemahan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan peralatan bantu yang

baik. [5]

III.2.3. Kompensasi Strain Gage

Regangan (strain or shear) diakibatkan oleh karena pengindera tegangan

pada elemen kawat atau kristal pada strain gage. Setiap elemen yang aktif

menunjukkan perubahan nilai tahanan listrik yang semuanya dapat dijumlah di

dalam sirkuit jembatan Wheatstone.[4]

Perbandingan antara perubahan nilai tahanan listrik dengan nilai

tahanan listrik elemen yang tidak mengalami regangan disebut dengan gage

factor. Rumus gage factor

Page 35: revisi

Sena Harimurty 28

Gambar III.5. Rangkaian konfigurasi jembatan Wheatstone dengan load

cell

Dimana :

GF = gage factor

ΔR = perubahan nilai tahanan

R = nilai tahanan elemen yang tidak mengalami regangan

ΔL = perubahan panjang elemen

L = panjang elemen yang tidak mengalami regangan

Setiap jenis gage memberikan gage factor yang berbeda. Gage factor

sangat penting agar dapat menghasilkan rancangan transduser yang sesuai.

Perubahan sinyal dengan amplitudo yang tinggi merupakan suatu karakteristik

yang baik, asalkan karakteristik-karakteristik unjuk kerja lainnya seperti tingkat

kepekaan terhadap temperatur dapat diterima sesuai dengan pengukuran. [4]

Produsen biasanya memberi spesifikasi tahanan gage yang tidak diregang

R. jika data R telah diukur, rasio ΔR/R dapat dikalkulasi. Produsen juga

Page 36: revisi

Sena Harimurty 29

melengkapi gage faktor ( GF ) tertentu untuk tiap gage. Gage faktor adalah rasio

dari persen perubahan dalam tahanan dari sebuah gage ke persen perubahan

panjangnya. Persen perubahan ini mungkin juga bisa dinyatakan dalam bentuk

desimal. Jika rasio ΔR/R dibagi oleh Gage faktor, hasilnya adalah rasio turunan

panjang gage ΔL terhadap panjang awal. Tentu saja struktur dimana gage

dipasang adalah ΔL/L. [4]

III.3. JEMBATAN TIMBANG / TIMBANGAN TRANSAKSI

(WEIGHBRIDGE)

Jembatan timbang adalah alat ukur timbangan yang dilengkapi dengan

platform berbentu seperti timbangan dan loadcell sebagai sensor terhadap gaya

berat yang diberikan, dan mengirimkan gaya berat tersebut ke indikator yang

selanjutnya dikonverensikan dalam bentuk satuan berat. Jembatan timbang terdiri

dari 4 bagian yaitu indikator, sistem perkabelan, load cell, dan jembatan. Prinsip

kerja dari timbangan ini adalah secara statis atau benda yang ingin diukur harus

diam diatas timbangan. Saat beban berada diatas, jembatan akan menekan load

cell hingga akan memberikan respon sinyal listrik yang kemudian akan diubah

oleh indikator menjadi bentuk massa atau berat.

Load cell pada jembatan timbang dapat terangkai secara seri maupun

paralel. Pada paralel terdapat junction box yang akan mengabungkan seluruh

sinyal dari load cell ke indikator. Perbedaannya adalah pada saat terjadi

kerusakan.jika pada rangkaian paralel, kita harus mengecek satu per satu untuk

mengetahui load cell mana yang mengalami kerusakan. Sedangkan pada

rangkaian seri, kita dapat langsung mengetahui load cell mana yang rusak melalui

indikator pembacanya.

Page 37: revisi

Sena Harimurty 30

Gambar III.6. Jenis jenis jembatan timbang bergantung jumlah load cell dan

bentuk masukan untuk kendaraan.

III.4. TIMBANGAN KONVEYOR (CONVEYOR WEIGH)

III.4.1. Konveyor

Konveyor sering disebut juga dengan ban berjalan. Konveyor terbagi

menjadi 2 bagian yaitu :

Carcass , bagian struktur dari pada konveyor termasuk juga bagian roda

yang berjalan. Terbuat dari baja atau bahan lainnya yang cukup kuat

untuk menahan tensi operasi dan juga beban yang ada.

Penutup (cover), bagian yang melindungi Carcass dan tempat berjalannya

bahan. Harus memiliki ketahanan fisis dan kimia untuk melindungi

carcass.bagian penutup ini juga harus memiliki ketahanan yang cukup

terhadap beban yang digunakan. [6]

Pemilihan bahan baik untuk carcass dan penutup hharus dilakukan dengan

sangat cermat. Hal ini karena tiap-tiap bahan memiliki kemampuan yang berbeda-

beda. Parameter yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk carcass

dan penutupnya adalah :

Kekuatan tekanan

Page 38: revisi

Sena Harimurty 31

Kemampuan Proteksi terhadap panas, zat kimia, abrasi dan robek

Elongasi

Ketahanan terhadap benturan

Friksi atau gaya gesek antar bahan

Aplikasi dari konveyor

Kemampuan menangani bahan mineral dan minyak

Untuk kemampuan yang maksimal, konveyor seharusnya dijalankan dalam

keadaan penuh dan dalam kecepatan tertinggi yang direkomendasikan. Kapasitas

dari konveyor bergantung pada:

Lebar dari sabuk konveyor, Lebar sabuk bergantung dari kebutuhan

pengangkutan dan juga titik transfer serta ukuran dari bahan

Kecepatan sabuk, Kecepatan sabuk dipengaruhi oleh banyak faktor

terutama muatan, pengaturan transfer, standar perawatan, ukuran bahan

Massa jenis dari bahan yang akan diangkut serta sudut surcharge. Sudut

surcharge merupakan sudut yang terbentuk akibat pengurangan dari

sudut natural bahan karena melalui konveyor

Sudut Inklinasi, merupakan sudut kemiringan dari konveyor.

Sudut jelajah (trough angle), merupakan sudut kemiringan samping dari

konveyor. Yang paling umum adalah 350 walaupun terkadang banyak

juga konveyor yang memiliki sudut kemiringan antara 200-40

0

Konfigurasi konveyor, yaitu konfigurasi bentuk rol dari konveyor. Yang

paling umum adalah terdiri dari 3 rol sama panjang. Namun terkadang

ditemukan yang terdiri dari 4 atau 5 rol.

Setiap bahan memiliki sudut surcharge yang berbeda-beda. Densitas juga

berpengaruh ada sudut tersebut. Bahan yang sama dengan densitas yang berbeda

memiliki sudut yang berbeda. Seperti contohnya bahan mineral seperti batu bara

dengan densitas 720-880 kg/m3 memiiki sudut sebesar 25

0. Sedangkan bahan

dengan densitas 480-560 memiliki sudut sebesar 100. [6]

Page 39: revisi

Sena Harimurty 32

Gambar III.7. Konfigurasi konveyor

Kapasitas angkut dari konveyor dapat diketahui melalui faktor kapasitas,

massa jenis material,dan kecepatan sabuk. Atau secara matematis dapat ditulis

dengan :

Kapasitas(ton/jam)=kapasitas*d*faktor kapasitas*v/1000

Dimana :

d= massa jenis (kg/m3)

v= kecepatan sabuk (m/s)

faktor kapasitas merupakan faktor dari konveyor yang bergantung pada sudut

jelajah dari konveyor tersebut. sedangkan kapasitas didapatkan dari tabel yang

menghubungkan antara kecepatan sabuk dengan lebar sabuk pada densitas

material tertentu. [6]

III.4.2. Timbangan Conveyor

Timbangan conveyor merupakan salah satu penimbangan secara dinamis (

barang dalam keadaan bergerak). Biasanya digunakan sebagai pembaca

(pembuktian) beban yang sudah ditentukan beratnya melalui persamaan berat

bahan per satuan waktu seperti diatas. Timbangan ini terdiri atas carcass yang

tersambung dengan load cell. Load cell yang digunakan hampir sama dengan yang

ada pada timbangan transaksi atau timbangan jembatan.

Page 40: revisi

Sena Harimurty 33

Gambar III.8. Penampang Timbangan Konveyor

Page 41: revisi

Sena Harimurty 34

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1. METODE KALIBRASI PADA TIMBANGAN TRANSAKSI

(JEMBATAN TIMBANG)

IV.1.1. Pengecekan Alat

Sebelum dilakukan pengujian atau kalibrasi, timbangan harus diperiksa

secara visual terhadap :

1. Surat ijin tipe/ijin tanda pabrik/ ijin perusahaan

2. Nama dan alat pemohon

3. Merek, tipe, nomor seri, kapasitas maksimum, kapasitas minimum,

kelas kesaksamaan, interval skala verifikasi, interval skala terkecil

d (jika d<e), tara penambah maksimum (T+), tara pengurang

minimum (T-), batas temperatur yang memenuhi syarat kondisi

kerja yang benar.

4. Tanda-tanda tera lainnya.

IV.1.2.Pemeriksaan Terhadap Syarat Khusus Timbangan Jembatan

1. Lantai muatan harus dalam keadaan bersih

2. Lantai muatan dalam keadaan bebasdari rintangan , gesekan dan tidak

terjepit.

3. Operaor dapat melihat dengan jelas dan tidak terhalang proses

penimbangan.

4. Jalan menuju atau keluar timbangan harus :

- Satu biang dengan lantai muatan

- Panjang lantai muata minimal minimum 8 m

- Konstrusi beton ata bahan lain yang serupa.

5. Timbangan harus sesuai dengan syarat timbangan bukan otomatis

Page 42: revisi

Sena Harimurty 35

IV.1.3.Pengujian Kemampuan Ulang (Repeatabilitas)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah timbangan dapat

memberikan hasil yang konsisten, apabila diberi muatan yang sama secara

berulang-ulang pada posisi yang relatif sama. Muatan uji yng digunakan adalah

beban yang bersifat tetap denagn massa sekurang-kurangnya 50% maks.

Langkah-langkah pengujiannya adalah :

1. Nolkan timbangan (I0)

2. Masukkan muatan uji (L) dan diberi tanda letak posisi muatan.

3. Setelah timbangan diberi muatan L, catat penujukan timbangan (IL), IL

adalah penunjukan timbangan sebelum diberikan imbuh DL. Kemudian

tambahkan imbuh 0,1e secara bertahap ke atas lantai sampai penunjukan

tepat pada saat berubah (+1e) dan stabil, catat jumlah imbuh yang

dibutuhkn yaitu DL.

4. Hitung posisi penun jukkan timbangan (P) dengan rumus :

P = IL+1/2e-DL

5. Turunkan muatan uji dan imbuh yang digunakan

6. Jika penunjukan timbangan tidak nol maka dinolkan

7. Lakukan langkah dari 2 sampai 6 secara berulang dengan minimum 3 kli

pengujian.

8. Hitung repeatability (ketdaktetapan) timbangan denagn rumus:

R= Pi-P2n-1

Dimana Pi = posisi penunjukan ke i (i = 1,2,3,...)

Rata-rata penunjukan posisi timbangan

N= jumlah pengujian

9. Bandingkan hasil pengukuran dan periksa apakah nilai R tidak lebih besar

dari nilai absolut (BKD) untuk muatan uji.

Urutan Beban Lt Pembacaan Indikasi (Iij=Il-I0)

1 0

M

2 0

M

Page 43: revisi

Sena Harimurty 36

3 0

M

Tabel IV.1. Contoh tabel pengamatan pengujian repeatibilitas

Pada perhitungan ini, simpangan baku dihitung dari beda antara pembacaan nol

(I0) dan pembacaan massa M pada platform (IL) yaitu Iji maka:

IV.1.4. Pengujian ekentrisitas

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja timbangan dalam memberi

hasil penimbangan bila muatan yang sama diletakkan pada posisi yang berbeda

harus memenuhi BKD. Pengujian eksentrisitas dapat dilakukan dengan 2 cara

yaitu pengujian beban statis dan pengujian beban bergerak.

A. Pengujian beban statis

Muatan uji yang digunakan aadalah anak timbangan standar dengan

massa minimal 10% Maks. Langkah pengujiannya adalah

1. Hitung jumlah titik penyamngganya (load cell)

2. Bagi permukaan penerima muatan menjadi n bagian yang

mendekati sama, beri tanda nomor mulai bagian kiri-bawah sesuai

jarum jam.

3. Nolkan timbangan (I0)

4. Naikan muatan uji (L) secara merata pada posisi 1, tambahkan

imbuh 0,1e secara bertahap hingga penunjukan berubah 1e dan

stabil.

5. Catat muatan uji (L) , DL, dan penunjukannya (IL), hitung

kesalahan penunjukan timbangan (E) dengan rumus :

E= IL+1/2e-DL-L

6. Lakukan langkah 3 sampai 5 pada osisi lain secara searah jarum

jam.

7. Periksa apakah kesalahan penunjukan E pada setiap bagian

permukaan tidak melebihi BKD untuk muatan uji tersebut.

Page 44: revisi

Sena Harimurty 37

Tabel pengamatan pengujian :

Tabel IV.2. Contoh tabel pengamatan pengujian eksentrisitas

Posisi Beban (m) Indikasi beban

(I)

Error

(E= I-m)

B. Pengujian beban dinamis

Muatan menggunakan benda bergerak dengan massa sekurang-

kurangnya 50% maks dan tidak melebihi 80% maks. Langkah-langkah

pengujiannya adalah

1. Bagi penerima muatan menjadi 3 bagian yan g sma ke arah

memanjang dan diberi tanda nomor secara berurutan.

2. Nolkan timbangan.

3. Naikan muatan uji (L) secara merata pada posisi 1, tambahkan

imbuh 0,1e secara bertahap hingga penunjukan berubah 1e dan

stabil.

4. Catat muatan uji (L), DL dan penunjukannya (IL), hitung kesalahan

penunjukan dengan rumus

5. Turunkan muatan uji/geser muatan ke posisi berikutnya

6. Lakukan langkah 2 sampai 5 pada posisi lainnya dan arah yang

sama

7. Lakukan langkah 2 sampai 5 pada posisi lainnya dan arah yang

berbeda

8. Bandingkn hasil pengukuran dan periksa apakah selisih

terbesarnya tidak melebihi BKD untuk muatan uji tersebut

IV.1.5.Pengujian Disriminasi

Pengujian ini bertujuan untuk mngetahui kemampuan timbangan terhadap

perubahan kecil muatn. Untuk timbangan yang memiliki d tidak sama dengan e

maka ketentuan dalam prosedu inin yang ditulis e menjadi d. Pengujian dilakukan

pada 1 titik uji (minimum menimbang, 50% Maks dan 100% Maks).

Page 45: revisi

Sena Harimurty 38

A. Timbangan Dengan Penunjukan Digital

Persyaratan : Imbuh Standar 1,4 kali nilai skala sesungguhnya (1,4d) bila

secara berhati-hati ditempatkan pada atau diturunkan dari timbanga n pada

kesetimbangannya (kedaan setimbang), maka harus ada perubahan sebesar

1 interval skala terkecil (1d).

Langkah pengujiannya adalah :

1. Nolkan timbangan (I0)

2. Naikan muatan uji ke atas penerima muatan

3. Tambahkan imbuh 0,1e secara bertahap sampai penunjukan tepat

pada saat berubah sebesar 1 interval skala (+1e) dan stabil.

4. Catan penunjukkan (I1).

5. Dengan hati-hati naikkan imbuh 1,4e dan amati perubahan

penunjukan timbangan(I2).

6. Periksa apakah perubahan penunjukan sebesar 1 interval skala (I2-

I1)=1e.

B. Timbangan Penunjukan Analog/otomotis

Persayaratan : Imbuh sebesar nilai absolt BKD untuk muatan yang

digunakan bila dengan hati-hati ditempatkan pad atau diturunkan dari

timbangan pada kesetimbangannya (keadaan setimbang) harus

menyebabkan suatu perubahan yang tetap dari elemen penunjukan

sekurang-kurangnya 0,7 kali besarnya imbuh tadi (0,7 BKD).

Langkah-langkahnya :

1. Nolkan timbangan

2. Naikan muatan di atas lantai muatan.

3. Catat penunjukan awal timbangan I1

4. Dengan hati-hati tambahkan imbuh sebesar BKD untuk

muatan yang digunakan keatas lantai muatan.

5. Catat perubahan penunjukan I2

6. Hitung selisih penunjukkan (I2-I1)

7. Pastikan bahwa selisih penunjukan (I2-I1) kurang dari atau

sama dengan 0,7 BKD.

Page 46: revisi

Sena Harimurty 39

8. Periksa apakah penunjukan sah atau batal.

C. Timbangan Penunjukan Tidak Otomatis

Persyaratan: Imbuh 0,4 kali nilai absolut BKD untuk muatan yang

digunakan bila dengan hati-hati ditempatkan pada atau diturunkan dari

timbangan pada kesetimbangannya (keadaan setimbang) harus

menyebabkan suatu gerakan yang terlihat dari elemen penunjukan.

Langkah-langkahnya :

1. Nolkan timbangan

2. Naikan muatan di atas lantai muatan.

3. Amati posisi kesetimbangannya.

4. Dengan hati-hati tambahkan imbuh sebesar 0,4 kali nilai

BKD untuk muatan yang digunakan keatas lantai muatan.

5. Amati perubahan kesetimbangannya.

6. Periksa apakah perubahan penunjukannya memenuhi

persyaratan yang ditetapkan.

IV.1.6.Pengujian Ketelitian Penyetelan Nol

Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pnyetel nol timbangan

setelah timbangan di stel nol. Persyaratan : setelah dilakukan penyetelan nol,

maka pengaruh penyimpangan nol tidak boleh lebih dari 0,25e. Akan tetapi pada

timbangan dengan alat penunjukan tambahan penyimpangan ini tidak boleh lebih

dari 0,5d.

A. Timbangan Dengan Penunjukan Digital

Pada timbangan jenis ini terdapat beberapa tipe timbangan yaitu

penyetelan nol otomatis, penyetelan nol semi otomatis, dan penyetelannon

otomatis. Penyetelan nol otomatis adalah saat kita memberikan bebn pada

timbangan kemudian kita nolkan, setelah kita angkat beban ternyata

pembacaan kembali ke nol.

Langkah-langkahnya :

1. Nolkan timbangan (I0), kemudian

Page 47: revisi

Sena Harimurty 40

i. Muati timbangan dengan anak timbangan yang besarnya

pada rentang ukur penyetel nol (0%-4% maks, biasanya

2%)

ii. Tambahkan imbuh 0,1e secara bertahap sampai

penunjukan tepat pada saat beruba +1e dan stabil, tarik

kembali imbuh sebsar +1e itu.

2. Nolkan timbangan (I0).

3. Naikan muatan 10e, amati penunjukannya.

4. Dengan hati-hati tambahkan imbuh standar 1/4e dan amati

penunjukan timbangan bila :

i. Tetap tidak berubah, lanjutkan ke langkah pada point 5

ii. Berubah dan stabil sebesar sebesar 1e dari penunjukan

semula maka timbangan dinyatakan tidak baik dan

pengujian dihentikan.

5. Dengan hati-hati tambahkan imbuh sebesar o,5e dan amati

penunjukan timbangan, bila:

i. Berubah dan stabil sebesar sebesar 1e dari penunjukan

semula maka timbangan dinyatakan baik (sah).

ii. Tetap tidk berubah maka timbangan dinyatakan tidak baik.

B. Timbangan Penunjukan Analog

Pengujian dilakukan dengan menaika dan menurunkan muatan (sembarang

muatan) serta mengamati perubahan penunjukannya.

Langkah-langkah :

1. Nolkan timbangan (I0).

2. Naikan muatan uji.

3. Turunkan kembali muatan uji.

4. Amati secara visual perubahan posisi penunjukn nol timbangan dan

periksa perubahan penunjukannya tidak lebih dari ± 0,25e dari nol.

C. Timbangan Penunjukan Tidak Otomatis

Pengujian dilakukan dengan mmenaikkan dan menurunkn muatan

(sembarang muatan) serta mengamati perubahan penunjukannya.

Page 48: revisi

Sena Harimurty 41

Langkah-langkah :

1. Nolkan timbangan (I0).

2. Naikan muatan uji ditambah imbuh sebesar 0,25e.

3. Turunkan kembali muatan uji, imbuh standar 0,25e tetap diatas

lantai muatan.

4. Amati secara visual dan periksa posisi alat penunjuk terhadap

indeks kesetimbangan jika posisinya berada :

i. Diatas indeks kesetimbangan, mak turunkan imbuh 0,25e.

Jika alat penunjuk bergerak sampai melewati indeks

kesetimbangan, maka timbangan dinyatakan baik

(sah).

Jika alat menunjukkan belum bergerak atau

bergerak tetapi tidak sampai batas kesetimbangnya,

maka timbangan dinyatakan tidak baik (batal).

ii. Dibawah indeks kesetimbangannya, maka timbangan

dinyatakan tidak baik (batal).

IV.1.7.Pengujian Kebenaran

Metoda pengujian yang digunakan adalah metode substitusi dan dilakukan

setelah pengujian kemampuan ulang (repeatanbilitas) selesai.

1. Tentukan masa anak timbangan standar minimal yang harus digunakan

dengan kriteria sbb:

Repeatability (R) Massa anak timbangan standar

minimal

R <= 0,1e 10 % maks

0,1e < R <= 0,2e 20 % maks

0,2e < R <= 0,3e 35 % maks

R > 0,3e 50 % maks

Tabel IV.3. kriteria untuk pengujian repeatibilitas

2. Tentukan massa dan jumlah material (ballast) yang dibutuhkan dengan

ketentuan sbb:

Page 49: revisi

Sena Harimurty 42

a. Perbedaan massa yang diperbolehkan antara massa material

substitusi (ballast) dengan penunjukan timbangan yang

telahdiketahui kesalahannya adalah ±5% atau 1 ton dipilih yang

terkecil.

b. material substitusi (ballast) hatus dipilih dari bahan yang tidak

mudah berubah.

c. material substitusi (ballast) harus tersedia agar pengujian bisa

dilakukan hingga titik maksimal.

3. Tentukan titik uji penimbangan dengan minimal 5 titik uji dalam

rentang ukur penimbangannya dengan ketentuan harus mencakup

minimum menimbang, pada titik-titik perubahan BKD, dan maksimum

menimbang atau boleh kurang sampai 5e dari maks.

4. Langkah-langkah pengujian.

a. Nolkan timbangan (I0).

b. Titik-titik uji yang berad dalam rentang penggunaan anak

timbangan standar L.

c. Muati anak timbangan dengan standar L sesuai denan titik uji

yang akan diperiksa.

d. Catat penunjukkan timbangan (L) dan nilai yang tercetak pada

alat pencetak (printer).

e. Tentukan kesalahan penunjukan dengan rumus

f. Tambahkan anak timbangan standardan lakukan kembali

prosedur c – e untuk titik uji lainnya sampai titik uji dengan

penggunaan maksimum anak timbangan standar yang tersedia.

g. Titik-titik uji yang berada dalam rentang penggunaan material

substitusi (B).

IV.1.8. Batas Kesalahan yang Diijinkan (BKD)

Kelas E

0<= m <=50000 ±0,5e

Page 50: revisi

Sena Harimurty 43

0<= m <=5000

0<= m <=500

0<= m <=50

50000 <= m <= 200000

±1,0e 5000 <= m <= 20000

500 <= m <= 2000

50 <= m <= 200

200000 < m

±1,5e 20000 <= m <= 100000

2000 <= m <= 10000

200 <= m <= 1000

Tabel IV.4. Tabel Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD)

IV.2. PERHITUNGAN KETIDAKPASTIAN PADA JEMBATAN

TIMBANG

E=I-mref

u2(E)= u

2(I)+u

2(mref)

Dimana: u2(E) standar ketidakpastian nilai diskrit

u2(I) standar ketidakpastian untuk indikasi timbangan(UUT)

u2(mref)standar ketidakpastian massa referen

IV.2.1. Standar Ketidakpastian dari Indikasi

I=IL+DIdigL+DIrep+DIecc-I0-DIdigO

Dimana :

DIdigL = Estimasi keslahan pembulatan dari penunukan timbangan pada saat

dibebani. Ketidakpastiannya adalah

U(DIdigL)=d/2

DIrep = Estimasi nilai error yang ditimbulkan oleh pengaruh pengulangan

(repeatailitas) dengan asumsi distribusi normal. Ketidakpastiannya adalah

U(DIrep)=s(Ij)/

DIecc = Estimasi error yang ditimbulkan oleh penempatan beban atau posisi

tengah. Ketidakpastiannya adalah

U(DIecc)=

Page 51: revisi

Sena Harimurty 44

DIdigO = Estimasi kesalahan pembulatan dari penunjukan timbangan pada saat

tanpa beban. Ketidakpastiannya adalah

U(DIdigO) = d0/(2 )

IV.2.2 Standar Ketidakpastian untuk Massa Referens

Standar ketidakpastian untuk massa referens secara umum dapat dhitung dengan

persamaan :

U2(mref) = u

2(Dmc)+u

2(DmB)+u

2(DmD)+u

2(Dmconv)

Dimana :

Dmc = koreksi untuk nilai massa nominal yang bersumber dari sertifikat kalibrasi

massa standart. Ketidakpastiannya adalah

U(Dmc)=U/k

DmB = Koreksi bouncy udara. Ketidakpastiannya

U(DmB)=w(mB)mN/

DmD = Koreksi drift dari nilai konvensional massa standart sejak kalibrasi.

Ketidakpastiannya adalah :

U(DmD)=kDu(mC)/

Dmconv = Koreksi untuk efek konveksi. Ketidak pastiannya adalah

U(Dmconv) =

IV.3. MASALAH YANG BIASA TERJADI SAAT PROSES KALIBRASI

JEMBATAN TIMBANG / TIMBANGAN TRANSAKSI

Saat proses kalibrasi dan pengujian, jika jembatan timbang tersebut tidak

sesuai dengan hasil yang diharapkan atau diluar dari batas kesalahan yang

diijinkan (BKD) maka perlu dilakukan pengecekan kembali alat tersebut.

Pengecekan yang dilakukan terkait dengan sistem perkabelan, alat indikator

penunjukan, load cell yang digunakan. Pengecekan pada sistem perkabelan

Page 52: revisi

Sena Harimurty 45

dilakukan secara fisik yaitu dengan melihat apakah kabel ada yang terkelupas atau

tidak. Dan dlihat juga apakah semua kabel telah menyambung dengan benar.

Untuk load cell pengecekan dilakukan dengan menggunakan multimeter

untuk mengetahui apakah tegangan keluaran dari load cell sudah sesuai dengan

yang seharusnya. Jika tidak sesuai dengan yang seharusnya, dapat dilakukan

penambahan bantalan pada load cell sehingga tegangan keluaran sesuai dengan

yang seharusnya. Selain itu juga, jika rangkaian load cell berupa rangkaian paralel

pasti akan terdapat junction box. Junction box dapat kita adjust sehingga nilai

keluaran yang didapat di indikator akan tetap sama walaupun ada load cell yang

bermasalah. Jika tetap tidak sesuai juga maka load cell sudah rusak dan harus

diganti. Sebab-sebab load cell rusak adalah akibat terendam banjir dalam waktu

yang lama, tersambar petir dan akibat beban / truk yng terlalu lama menekan load

cell.

Masalah lain yang juga sering timbul adalah indikator yang berkedip-

kedip sehingga menyulitkan pembacaan indikator. Hal ini kemungkinan besar

akibat rangkaian yang tidak terground dengan sempurna. Sehingga perlu dicek

kembali pentanahan (ground) pada rangkaian tersebut.

IV.4. KALIBRASI TIMBANGAN KONVEYOR

Proses pengkalibrasian timbangan konveyor dapat dilakukan dengan 2

cara yaitu dengan dengan menggunakan kalibrator GJG (alat khusus, berupa

barbel yang ditempatkan diatas timbangan konveyor) dan secara langsung dengan

bantuan truk dan jembatan timbang.

IV.4.1. Kalibrasi Tanpa Material

Kalibrasi timbngan knveyor dengan metode ini contohnya ada pada

timbangan WF 1 sampai WF 12 EAF SSP1. Hal-hal yang perlu diperhatikan

adalah :

Weighing harus dalam keadaan bersih dari ganjlan sponge atu

material lain yang menggangu timbangan.

Memeriksa identitas timbangan serta material yang digunakan

Page 53: revisi

Sena Harimurty 46

Load cell harus bebas dari debu

Langkah-langkahnya adalah

1. Tutup pemasukan materil (cut bungker), putar belt sampai kosong

2. Semprot dan bersihkan area WF denagn udara lalu matikan timbangan dan

set mode operasi “gravimetrik non-interlocked” buka tara bridge RT

dalam terminal box GKK

3. Pasangg unt kalibrasi (berbentuk seperti barbel), masukan program adapter

ke dalam unit kalibrasi

4. Atur switch kalibrasi ke posisi Vkv , start, hitung pulsa dan

waktunya(untuk sponge pulsanya 112 dan waktu 0,993; untuk kapur

pulsanya 296 dan waktunya 2728) jika tidak sesuai ubah dengan r3 GVT

(error ±1%) .

5. Buka fse scr e1, e2 dan periksa nol amplifer (amplifier zero) pada socket

b1, b2 GMV, apabila ada penyimpangan betulkan dengan menggunakan

r10 GMV (error ±10V) .

6. Lakukan tara bridge ukur pada socket b1, b2 GMV, apabila ada

penyimpangan atur dengan jumperan RT dengan box GKK dan pasang

kembali e1, e2.

7. Atur switch kalibrasi ke posisi NK, laul hitung pulsa dan waktunya, untuk

sponge pulsanya 101 waktunya 5.407 untuk kapur pulsanya 202 dan

waktunya 5,470 apabila ada penyimpangan atur dengan r10 GTK

8. Atur switch kalibrasi ke posisi Vkg, hitung seperti langkah 4. Apabila ada

penyimpangan atur dengan r23 GTK.

9. Atur switch kalibrasi ke posisi 10ZK 100%, turunkan barbel (beban),

hitung pulsa dan waktunya. Jangan diubah.

10. Atur switch ke posisi ZK 10%, hitung pulsa dan waktunya jika salah

koreksi dengan r10 GVT

11. Ulangi langkah 7 untuk pulsa sponge 3 waktu 1500 dan untuk kapur pulsa

8 dan waktu 1200, apabila ada penyimpangan koreksi dengan r13 GMK

12. Ulangi langkah 6 dan ukur tegangan setpoint pada 0, ln GVT dan tegangan

load cell b1, b2 GMV harus :

Page 54: revisi

Sena Harimurty 47

100% = 18v koreksi dengan r63 GMK

10% = 1.8v koreksi dengan r30 GTK

b1,b2 = 20v koreksi dengan r33 GMK

13. Matikan timbangan , cabut alat kalibrasi dan kembalikan WF ke posisi

semula. Lakukan test penimbangan aktual material.

IV.4.2.Metode dengan Material

Pada metode ini, menggunakan material asli. Maksudnya jika konveyor

digunakan untuk sponge, maka material penguji yang digunakan adalah besi

sponge. Dari timbangan konveyor kemudian dimasukkan ke dalam truk yang

kemudian akan ditimbang di jembatan timbang. Langkah-langkahnya adalah :

1. Menjalankan konveyor selama kurang lebih 10 menit tanpa menggnkan

material.

2. Menutup deflector dan arahkan ke patio/chut. Pastikan deflector tidak

bocor.

3. Catat span lama dan counter massa. Untuk kalibrasi biasanya penarikan

material sebanyak 20 – 30 ton.

4. Angkut material dan timbang di timbangan kalibrator

5. Bandigkan antara massa counter dengan massa calibrator. Hitung dengan

rumus untuk mendapatkan nilai toleransi. Toleransi yang diijinkan adalah

± 0,5%

6. Jika hasil belum memenuhi persyaratan tersebut, ubah span dan ulangi

proses hingga hasilnya normal.

Page 55: revisi

Sena Harimurty 48

BAB V

KESIMPULAN

V.1. Kesimpulan

Proses kalibrasi pada timbangan transaksi ada beberapa proses, yang

pertama pengecekan timbangan, pengujian kemampuan ulang (repeatabilitas),

eksentrisitas, diskriminasi, ketelitian penyetelan nol, dan pengujian kebenaran.

Proses kalibrasi untuk timbangan konveyor terbagi menjadi 2 yaitu tanpa mterial

dengan bantuan barbel, dan dengan menggunakan material secara langsung.

Masalah yang sering timbul pada proses kalibrasi adalah kerusakan pada

load cell, load cell yang tidak memberikan nilai tegangan keluaran yang tidak

tepat, indikator yang berkedip-kedip.

Page 56: revisi

Sena Harimurty 49

DAFTAR PUSTAKA

[1] Dasar-Dasar Pengukuran dan Kesalahan Pengukuran.P2M Departemen

Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

[2] Howarth, Preben dan Fiona Redgrave. 2008. Metrologi Sebuah Pengantar.

Serpong: Pusat Penelitian Kalibrasi, Instumentasi, dan Metrologi,

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PUSKIM LIPI)

[3] www.loadstarenergy.com/technology.html

[4] Koestoer, Reldi Artono.2004 . Pengukuran Teknik. Depok: Departemen

Teknik Mesin Fakultas Teknik Univ. Indonesia

[5] www.sensorland.com/HowPage005.html

[6] Conveyor Handbook. Fenner Dunlop, Conveyor Belting Australia.

Page 57: revisi

This book was distributed courtesy of:

For your own Unlimited Reading and FREE eBooks today, visit:http://www.Free-eBooks.net

Share this eBook with anyone and everyone automatically by selecting any of the options below:

To show your appreciation to the author and help others have wonderful reading experiences and find helpful information too,

we'd be very grateful if you'd kindlypost your comments for this book here.

COPYRIGHT INFORMATION

Free-eBooks.net respects the intellectual property of others. When a book's copyright owner submits their work to Free-eBooks.net, they are granting us permission to distribute such material. Unless otherwise stated in this book, this permission is not passed onto others. As such, redistributing this book without the copyright owner's permission can constitute copyright infringement. If you

believe that your work has been used in a manner that constitutes copyright infringement, please follow our Notice and Procedure for Making Claims of Copyright Infringement as seen in our Terms of Service here:

http://www.free-ebooks.net/tos.html