revisi
DESCRIPTION
hfjjhgjh,vskbjkdbvkjhdvkabdlvkabsdljbvrubv;adb;sdTRANSCRIPT
LAPORAN INI TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI SEBAGAI
LAPORAN KERJA PRAKTEK DI DINAS PUSAT BENGKEL
INSTRUMENT ( PBI ) PT. KRAKATAU STEEL
CILEGON – BANTEN
KALIBRASI TIMBANGAN TRANSAKSI DAN TIMBANGAN
CONVEYOR DI PT. KRAKATAU STEEL
Disetujui,
Cilegon, Agustus 2013
Udin Syamsudin
Dinas Tr & Education Admin &I
Ir.Nur Setyobudi, MBA
Superintendent PBI
Andi Subandi
Supervisor Metrologi
Sarif Hidayatullah
Pembimbing Lapangan
Sena Harimurty ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kerja praktek ini yang
berjudul ” KALIBRASI TIMBANGAN TRANSAKSI DAN TIMBANGAN
CONVEYOR DI PT. KRAKATAU STEEL”.
Tujuan dari penyusunan laporan kerja praktek ini adalah sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan kerja praktek di PT.Krakatau Steel. Penulis
menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, mengingat terbatasnya
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
penyempurnaan laporan kerja praktek ini.
Selama melakukan kerja praktek ini, penulis menyadari begitu banyak
keterlibatan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, melalui laporan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas rahmat dan nikmat yang tak terhingga sehingga praktek kerja
ini dapat terlaksana dengan baik.
2. Ibu dan Ayah tercinta, adikku dan semua keluargaku atas kasih sayang, do’a
dan dukungan moral serta materiil yang diberikan.
3. Bapak Andi Subandi selaku supervisor di lab kalibrasi PBI, PT. Krakatau
Steel yang telah memberikan Bimbingan dan mengizinkan untuk mengikuti
kerja praktik.
4. Bapak Risdiana selaku dosen pembimbing yang telah mengizinkan untuk
mengikuti kerja praktik.
5. Bapak Sarif Hidyatullah dan bapak Wasam , sebagai pembimbing teknis.
6. Seluruh teknisi dan petugas di PBI PT. Krakatau Steel, Pak Mulyana, Pak
Nandang, Pak Edward, Pak Aprian, Pak Andi K, Pak Ayi, Pak Gugun, Pak
Sena Harimurty iii
Salehudin, Pak Didin, Pak Budiyana Pak Bayu dan lainnya yang telah
membantu dan berbagi ilmunya dengan penulis.
7. Seluruh dosen pengajar Jurusan Fisika Universitas Padjadjaran yang telah
mendidik penulis selama menuntut ilmu di jurusan Fisika.
8. Teman KP seperjuangan dan seperjalanan dari Kampus Jatinangor Sagung
Oka, Ayu, Suci serta teman baru, Bayu atas pembelajaran dan pengalaman
yang tak berhingga.
9. Teman-teman dari SMKN 2 Cilegon Aim, Medi,Inul,Tedi, dan Amin.
10. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat penulis sebutkan satu per satu atas
segala dukungan dan bantuannya khususnya selama penulis melakukan studi di
Fisika UNPAD dan kerja praktek di PT Krakatau Steel.
Akhir kata mudah-mudahan laporan ini bermanfaat, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca sekalian. Penulis hanya dapat menyampaikan
doa semoga segala kebaikan yang diberikan kepada penulis dibalas oleh Allah
SWT. Amin Ya Robbal Alamin .
Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh.
Cilegon, Agustus 2013
Penulis
Sena Harimurty
140310100028
Sena Harimurty iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………….....…….. i
KATA PENGANTAR ……………………………………………...................... ii
DAFTAR ISI...……………………………………………………………….......iv
DAFTAR GAMBAR …………………………..……………………………......vi
BAB I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Penelitian ..…………...………………………………. 1
I.2. Identifikasi Masalah …….……….....…………………………………. 1
I.3. Rumusan Masalah ….………………………….……………………… 1
I.4. Tujuan …………………………….....………………………………... 2
I.5. Rincian Pelaksanaan ………………………………………………….. 2
I.6. Sistematika Penulisan ………………………………………………… 2
BAB II. TINJAUAN UMUM PT. KRAKATAU STEEL
II.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. Krakatau Steel ……........…... 3
II.2. Visi, Misi dan Values PT. Krakatau Steel..............................................9
II.3. Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT. Krakatau Steel..……………..........10
II.4. Struktur Organisasi PT. Krakatau Steel................................................10
II.5. Unit-Unit Produksi PT. Krakatau Steel.................................................11
II.6. Anak Perusahaan PT. Krakatau Steel...................................................12
II.7. Kepegawaian dan Karyawan PT. Krakatau Steel.................................14
II.8. Divisi Utility & Energy Maintenance...................................................16
BAB III. TEORI
III.1. Konsep Pengukuran……….....……………………........................19
Sena Harimurty v
III.2. Load Cell…......…………………....……………………………… 23
III.3.Jembatan Timbang / Timbangan Transaksi (Weighbridge)...............29
III.4. Timbangan Konveyor (Conveyor Weigh)........................................30
BAB IV. PEMBAHASAN
IV.1. Metode Kalibrasi Pada Timbangan Transaksi (Jembatan
Timbang)........................................................................................34
IV.2. Perhitungan ketidakpastian Pada Jembatan Timbang.......................43
IV.3. Masalah yang Biasa Terjadi Saat Proses Kalibrasi Jembatan
Timbang / Timbangan Transaksi......................................................44
IV.4. Kalibrasi Timbangan Konveyor........................................................45
BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………….......…. 48
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 49
Sena Harimurty vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.1. Struktur Manajemen PT. Krakatau Steel......................................................11
Gambar II.2. Bisnis proses Pusat Bengkel Instrumen............................................18
Gambar III.1. ketertelusuran alat ukur...................................................................22
Gambar III.2. Konfigurasi Load Cell untuk Timbangan Transaksi.......................24
Gambar III.3. Contoh Load Cell............................................................................25
Gambar III.4. Strain gage......................................................................................26
Gambar III.5. Rangkaian konfigurasi jembatan Wheatstone dengan load cell......28
Gambar III.6. Jenis jenis jembatan timbang bergantung jumlah load cell dan
bentuk masukan untuk kendaraan..................................................30
Gambar III.7. Konfigurasi konveyor......................................................................32
Gambar III.8. Penampang Timbangan Konveyor..................................................33
Sena Harimurty vii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Waktu kerja karyawan non-shift...........................................................15
Tabel IV.1. Contoh tabel pengamatan pengujian repeatibilitas.............................36
Tabel IV.2. Contoh tabel pengamatan pengujian eksentrisitas..............................37
Sena Harimurty 1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kalibrasi secara sederhana merupakan suatu proses mengembalikan atau
menyesuaikan ke keadaan yang sebenarnya dengan cara membandingkan ke
standar yang lebih terpercaya. Alat ukur tentu saja butuh kalibrasi untuk
mengembalikan nilai alat ukur tersebut ke nilai yang sebenarnya. Industri sangat
membutuhkan alat-alat ukur yang terkalibrasi dengan baik. Tanpa alat ukur yang
terkalibrasi maka proses pengukuran di industri akan menghasilkan hasil yang
salah dan akan memberikan kerugian bagi industri tersebut. Salah satu yang perlu
dikalibrasi adalah alat ukur massa atau timbangan. Tanpa timbangan yang
terkalibrasi dengan baik, hasil pengukuran akan tidak sesuai dengan
kenyataannya. Contohnya pada timbangan untuk bahan baku yang akan diolah
seperti pada timbangan konveyor di pabrik baja slab PT. Krakatau Steel . Jika
timbangan tidak dikalibrasi, maka bahan baku yang ditimbang akan berbeda
dengan kenyataannya dan menyebabkan hasil produksi yang tidak sesuai dengan
keinginan kita. Oleh karena itu, penulis merasa penting untuk membahas tentang
kalibrasi timbangan di dunia industri.
I.2. Idenfikasi Masalah
Kalibrasi sangat dibutuhkan untuk menjamin kepuasan konsumen dan
jaminan mutu baja hasil produksi dari PT. Krakatau Steel. Terutama pada
timbangan yang menjamin hasil produksi seperti pada timbangan konveyor dan
timbangan yang hasil produksi seperti pada timbangan transaksi (jembatan
timbang).
I.3. Rumusan Masalah
Masalah yang diangkat hanya tentang kalibrasi pada jembatan timbang
(timbangan transaksi) di Plant Site PT. Krakatau Steel dan timbangan konveyor
yang terdapat di Slab Steel Plant I (SSP I).
Sena Harimurty 2
I.4. Tujuan
Mengetahui cara mengkalibrasi timbangan transaksi (jembatan timbang)
dan timbangan konveyor.
Mengetahui masalah-masalah yang sering timbul pada saat
pengkalibrasian.
I.5. Rincian Pelaksanaan
Lokasi penelitian terletak di Laboratorium Kalibrasi, Pusat Bengkel
Instrument, Divisi Utility, PT Krakatau Steel , Jalan Coil I Kompleks Pabrik PT
KS Cilegon 42435 selama 1 bulan terhitung mulai tanggal 1 Juli 2013 sampai 1
Agustus 2013.
I.6. Sstematika Penulisan
Sistematika yang digunakan mencakup 5 pokok bahasan, yang terdiri dari
:
Bab I Pendahuluan, yaitu berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan dan manfaat, rincian pelaksanaan, serta
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Umum PT. Krakatau Steel, yaitu berisi tentang sejarah
dan perkembangan PT. Krakatau Steel, visi misi, sistem organisasi, unit
kerja serta anak perusahaan.
Bab III Teori, yaitu berisi tentang prinsip-prinsip kalibrasi, load cell,
jembatan timbangan, dan timbangan konveyor.
Bab IV Pembahasan, yaitu berisi tentang metode-metode kalibrasi pada
jembatan timbang, timbangan konveyor, dan masalah-masalah yang biasa
terjadi pada saat kalibrasi serta cara mengatasinya.
Bab V Kesimpulan, yaitu berisi tentang kesimpulan yang mengacu pada
tujuan.
Sena Harimurty 3
BAB II
TINJAUAN UMUM PT. KRAKATAU STEEL
II.1. Sejarah Singkat dan Perkembangan PT. Krakatau Steel
II.1.1. Sejarah Singkat PT. Krakatau Steel
PT. Krakatau Steel didirikan pada tanggal 31 Agustus 1970 dengan adanya
Surat Keputusan dari Pemerintah Indonesia oleh Indonesian Goverment
Regulation (IGR) dengan P.P. No. 35 tahun 1970 yang berisi tentang
penindaklanjutan proyek besi baja dan disahkan oleh Tan Hong Kie di Jakarta.
Menurut pasal 1 peraturan pemerintah tersebut, PT. Krakatau Steel didirikan
dengan tujuan menyelesaikan dan mengoperasikan proyek industri baja bekas
bantuan Rusia dan mengembangkan industri baja di Indonesia dalam arti luas.
Industri baja umumnya bersifat padat modal (capital besar / intensif),
karena itu di negara berkembang diawali dengan perusahaan negara (BUMN),
seperti PT. Krakatau Steel. Tujuan didirikannya pabrik baja adalah untuk
memenuhi kebutuhan vital industrialisasi dan pembangunan nasional. Selain itu
biasanya untuk kepentingan nasional dalam rangka pembangunan atau
pengembangan wilayah terpencil, seperti Cilegon atau Banten pada saat itu.
Usaha untuk membangun industri besi baja di tanah air sebenarnya telah
dimulai dengan mendirikan dua proyek, yaitu proyek besi Lampung dan proyek
baja Cilegon. Besi yang dihasilkan di Lampung dilebur bersama-sama dengan
besi tua di Cilegon serta baja yang dihasilkan pada proses menjadi barang-barang
baja jadi yang berupa besi beton, besi profil dan kawat. Namun proyek besi
Lampung dihentikan karena bahan baku yang berasal dari bijih besi setempat
tidak cukup banyak. Sedangkan proyek baja Cilegon sempat terhenti karena
adanya pemberontakan G 30 S/PKI.
Sena Harimurty 4
Dasar penentuan lokasi pendirian pabrik besi baja, antara lain :
Adanya cikal bakal industri baja (Trikora)
Letak geografis (pinggir laut)
Tersedianya tanah yang cukup luas
Tersedianya air yang cukup banyak
Kondisi sosial budaya daerah
Daerah tandus (bukan agraris)
Tersedianya tenaga kerja
II.1.2. Perkembangan PT. Krakatau Steel
PT. Krakatau Steel sebagai industri pengolahan besi baja terpadu terbesar nasional
memiliki sejarah perkembangan yang cukup panjang. Kilas balik perkembangan
PT. Krakatau Steel adalah sebagai berikut
Tahun 1960
Kontrak pembangunan pabrik baja Cilegon Nomor 080 tanggal 7 Juni 1960
antara pemerintah Republik Indonesia dengan All Union Export-Import
Corporation (Tjazpromex Pert) of Moskow.
Tahun 1962
Peletakan batu pertama atau peresmian pembangunan proyek besi baja Trikora
Cilegon yang menenpati area seluas 616 hektar pada tanggal 20 Mei 1962.
Berdasarkan ketetapan MPRS Nomor 2 Tahun 1960 proyek pembangunan
proyek besi baja Trikora diharuskan selesai sebelum tahun 1968.
Tahun 1963
Pemerintah RI mengeluarkan keputusan Presiden RI Nomor 123 Tahun 1963
pada tanggal 25 Juni 1963 tentang penetapan status proyek pabrik baja Trikora
Cilegon menjadi proyek vital.
Sena Harimurty 5
Tahun 1965
Terhentinya kegiatan pembangunan proyek besi baja Trikora karena krisis
politik nasional, yaitu adanya pemberontakan G30S/PKI.
Tahun 1967
Berubahnya status proyek besi baja Trikora menjadi bentuk Perseroan
Terbatas (PT) berdasarkan Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 17
yang dikeluarkan pada tanggal 28 Desember 1967.
Tahun 1970
PT. Krakatau Steel resmi berdiri berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 35 yang dikeluarkan pada tanggal 31 Agustus 1970
mengenai penyertaan modal negara Republik Indonesia untuk pendirian
perusahaan perseroan (persero) PT. Krakatau Steel dengan maksud dan tujuan
untuk mempercepat penyelesaian pembangunan proyek baja Trikora serta
mengembangkan industri baja nasional dalam arti luas.
Tahun 1973—1974
PT. Krakatau Steel dengan bantuan keuangan dari Pertamina memutuskan
untuk memperluas kapasitas produksi untuk melakukan proses pembuatan
baja billet sendiri, bahkan berencana untuk dapat memproduksi baja slab dan
baja lembaran panas. Namun rencana ini tidak dapat berjalan dengan
semestinya karena pihak Pertamina sendiri pada saat itu mengalami masalah
keuangan.
Tahun 1975
Proses lanjutan pembangunan PT. Krakatau Steel tahap satu dengan kapasitas
produksi 0,5 juta ton per tahun berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 30
tanggal 27 Agustus 1975.
Tahun 1977
Sena Harimurty 6
Peresmian Pabrik Besi Beton, Pabrik Besi Profil dan Pelabuhan Khusus
Cigading PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto pada tanggal 27 Juli
1977.
Tahun 1979
Peresmian Pabrik Besi Spons dengan teknologi Hylsa (50%), Pabrik Baja
Billet atau Billet Steel Plant (BSP) yang dilengkapi dengan tanur busur listrik
atau Electric Arc Furnace (EAF) untuk proses pengolahan baja, Dapur
Thomas untuk Pabrik Baja Batang Kawat atau Wire Rod Mill (WRM),
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan kapasitas produksi listrik
mencapai 400 MW, Pusat Penjernihan Air dengan kapasitas 2000 liter per
detik serta PT. KHI Pipe oleh Presiden Soeharto pada tanggal 9 Oktober 1979.
Tahun 1982
Penambahan dua modul teknologi pengolahan besi baja dengan menggunakan
teknologi Hylsa pada Pabrik Besi Spons PT. Krakatau Steel.
Tahun 1983
Peresmian Pabrik Baja Slab atau Slab Steel Plant (SSP) yang dilengkapi
dengan dengan tanur busur listrik atau Electric Arc Furnace (EAF), Pabrik
Pengerolan Baja Lembaran Panas (PPBLP) atau Hot Strip Mill (HSM) Plant
serta Pabrik Besi Spons unit dua PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto
pada tanggal 24 Februari 1983.
Tahun 1985
Expor perdana produk baja PT. Krakatau Steel ke beberapa negara seperti
Jepang, Inggris, Amerika Serikat, India, China, negara-negara Timur Tengah,
Korea dan negara-negara di kawasan ASEAN.
Tahun 1987
Sena Harimurty 7
Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Dingin (PPMLD) atau Cold Rolling Mill
(CRM) Plant dioperasikan oleh perusahaan swasta, yaitu Indo Steel.
Tahun 1990
Peletakan batu pertama proyek perluasan dan modernisasi PT. Krakatau Steel
oleh Menteri Perindustrian atau Direktur Utama PT. Krakatau Steel, yaitu Ir.
Tungky Ariwibowo pada tanggal 10 November 1990. Proyek perluasan dan
modernisasi PT. Krakatau Steel meliputi beberapa sasaran sebagai berikut:
1. Peningkatan kapasitas produksi PT. Krakatau Steel dari 1,5 juta ton per
tahun menjadi 2,5 juta ton per tahun.
2. Peningkatan kualitas dan diversifikasi jenis baja yang dapat diproduksi.
3. Peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi di PT. Krakatau
Steel.
Tahun 1991
Pengabungan unit usaha atau merger PT. Cold Rolling Mill Indonesia Utama
(PT. CRMIU) dan PT. Krakatau Baja Permata (PT KBP) menjadi unit operasi
PT Krakatau Steel pada tanggal 1 Oktober 1991. Selanjutnya Pabrik
Pengerolan Baja Lembaran Dingin (PPBLD) atau Cold Rolling Mill (CRM)
Plant didirikan pada tanggal 19 Februari 1983 yang kemudian diresmikan
tahun 1987.
Tahun 1992
Pemisahan Pabrik Baja Tulangan, Pabrik Besi Profil, dan Pabrik Kawat Baja
menjadi PT. Krakatau Wajatama yang dilakukan pada tanggal 24 Juli 1992.
Tahun 1993
Peresmian proyek perluasan PT. Krakatau Steel oleh Presiden Soeharto pada
tanggal 18 Februari 1993. Proyek perluasan PT. Krakatau Steel kali ini terdiri
atas beberapa sasaran, yaitu sebagai berikut:
Sena Harimurty 8
1. Modernisasi dan perluasan Pabrik Pengerolan Baja Lembaran Panas
(PPBLP) atau Hot Strip Mill (HSM) dari kapasitas produksi 1,2 juta ton
per tahun menjadi 2 juta ton per tahun.
2. Peningkatan kualitas dan efisiensi proses produksi di Pabrik Pengerolan
Baja Lembaran Panas (PPBLP) atau Hot Strip Mill (HSM).
3. Perluasan pelabuhan bongkar muat pellet bijih besi dari kapasitas bongkar
muat dari 3 juta ton per tahun menjadi 6 juta ton per tahun.
Tahun 1994
PT. Krakatau Steel memperoleh pengakuan dan sertifikasi dari dunia
internasional terhadap kualitas atau produk besi baja yang diproduksi PT.
Krakatau Steel dengan diterimanya sertifikat ISO9002 pada tanggal 17
November 1994.
Tahun 1995
Penyelesaian proyek perluasan dan modernisasi PT. Krakatau Steel oleh
Menteri Muda Perindustrian Republik Indonesia atau Komisaris Utama PT.
Krakatau Steel, yaitu Ir.Tungky Ariwibowo yang bertepatan dengan hari ulang
tahun ke-25 PT. Krakatau Steel pada tanggal 31 Agustus 1995. Proyek
perluasan tersebut adalah modernisasi Pabrik Besi Spons yang dilengkapi
dengan teknologi pengolahan besi spons dengan menggunakan proses Hylsa
III.
Tahun 1998
PT. Krakatau Steel menjadi anak perusahaan dari PT. Pakarya Industri
(Persero) pada tanggal 10 Agustus 1998 berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 35 Tahun 1998.
Tahun 1999
Sena Harimurty 9
PT. Pakarya Industri (Persero) berubah nama menjadi PT. Bahana Pakarya
Industri Strategis (BPIS) dengan total aset mencapai Rp 16 Triliun. Neuro
Furnace Controller (NFC) yang merupakan sistem pengendali elektroda
terpadu berbasis jaringan saraf tiruan mulai diterapkan pada operasi rutin tanur
busur listrik atau Electric Arc Furnace (EAF) pada Pabrik Baja Slab atau Slab
Steel Plant (SSP) II PT. Krakatau Steel. Neuro Furnace Controller (NFC)
adalah hasil inovasi tenaga kerja PT. Krakatau Steel dengan LSDE-BPPT dan
telah dipatenkan dengan nomor paten P990187 serta meraih ASEAN
Engineering Awards pada tanggal 24 Oktober 2001.
Tahun 2002
Pemerintah melalui forum Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Luar Biasa
pada tanggal 28 Maret 2002 telah membubarkan PT. Bahana Pakarya Industri
Strategis (BPIS)PT. BPIS. Pengalihan aset PT. Krakatau Steel sebagai Badan
Usaha Milik Negara Industri Strategis (BUMNIS) ke pemerintah pusat
melalui Kantor Menteri Negara BUMN sebagai pemegang kuasa dari Menteri
Keuangan.
II.2. Visi, Misi dan Values PT. Krakatau Steel
Visi : ”Perusahaan baja terpadu dengan keunggulan kompetitif untuk dan
berkembang secara berkesinambungan menjadi perusahaan terkemuka di dunia”.
Misi : “Menyediakan produk baja bermutu dan jasa terkait untuk kemakmuran
bangsa”.
Values : “Keterbukaan, disiplin, saling menghargai dan kerjasama.”
Sistem manajemen mutu berkualitas untuk produk PT. Krakatau Steel telah
diakui secara nasional maupun internasional. Hal ini dibuktikan dengan
diperolehnya sertifikasi mutu produk seperti ISO 9002, Jepang (JIS), Amerika
(ASTM), dan Standar Nasional Indonesia (SNI). Di samping itu, sistem
Sena Harimurty 10
manajemen mutu lingkungan di PT. Krakatau Steel juga telah mendapat
pengakuan secara nasional maupun internasional, yaitu dengan diperolehnya
sertifikat ISO 14001 mengenai standar manajemen mutu lingkungan
II.3. Lokasi dan Tata Letak Pabrik PT. Krakatau Steel
PT. Krakatau Steel terletak sekitar 110 km dari Jakarta dengan luas
keseluruhan 350 ha. PT. Krakatau Steel terletak di kawasan industri Krakatau,
tepatnya di Jalan Industri No.5 PO BOX 14, Cilegon 42435. Kantor pusat PT.
Krakatau Steel terletak di Wisma Baja, Jl. Gatot Subroto Kav. 54, Jakarta.
Adapun yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pabrik adalah :
a. Dekat dengan laut sehingga dapat memudahkan pengangkutan bahan baku
dan produk dengan menggunakan kapal.
b. Dekat dengan daerah pemasaran (ibu kota).
c. Tanah yang tersedia untuk pabrik cukup luas.
d. Sumber air cukup memadai untuk pabrik.
e. Adanya jaringan rel kereta api dan jalan raya yang memadai untuk
pengangkutan.
II.4. Struktur Organisasi PT. Krakatau Steel
Sena Harimurty 11
STRUKTUR ORGANISASI PT. KRAKATAU STEEL
Gambar II.1. Struktur Manajemen PT. Krakatau Steel
II.5. Unit-Unit Produksi PT. Krakatau Steel
PT Krakatau Steel merupakan satu-satunya industri baja terpadu yang ada di
Indonesia bahkan sampai tahun 2003 terbesar di Asia Tenggara (sebelum adanya
industri Baja Thailand). PT Krakatau Steel memiliki 6 (enam) buah fasilitas
Direktur Utama
Direktur Pemasaran
Direktur Keuangan
Direktur Produksi
Direktur Perenc. & Tek.
Direktur SDM & Umum
Direktur Logistik
SubDiv. Perencanaan
Produk
SubDiv. Penjamin Kualitas
SubDiv. Perawatan
Pabrik
SubDiv. Produksi
Besi & Baja
SubDiv. Produksi
Pengerolan
Manager Utility and energy
maintenance
Manager Maintenance
Planning
Manager Workshop
Superintendent
General Service
Superintendent
Pabrik Kapur
Superintendent
Pabrik Gas
Industri
Superintendent
Bengkel Listrik
Superintendent
Bengkel
Instrumen
Sena Harimurty 12
produksi. Kapasitas produksi total PT Krakatau Steel 2.5 juta ton baja kasar
(crude steel) per tahun.
Proses produksi baja di PT Krakatau Steel dimulai dari pembuatan besi spons
dalam Direct Reduction Plant atau Pabrik Besi Spons. Pabrik ini mengolah biji
besi pellet menjadi besi dengan menggunakan air dan gas alam. Besi yang
dihasilkan kemudian diproses lebih lanjut pada Electric Arc Furnace (EAF) di
pabrik slab baja dan pabrik billet baja. Di dalam EAF besi dicampur dengan
scrap, dan material tambahan lainnya untuk menghasilkan dua jenis baja yang
disebut baja slab dan baja billet.
Baja slab selanjutnya mengalami proses pemanasan ulang dan pengerolan di
Pabrik Baja Lembaran panas (Hot Strip Mill) menjadi produk akhir yang dikenal
dengan nama baja lembaran panas. Produk ini banyak digunakan untuk untuk
aplikasi konstruksi umum, dan lain-lain. Baja lembaran panas dapat diolah lebih
lanjut melalui proses pengerolan ulang dan proses kimiawi di pabrik Baja
Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill) menjadi produk akhir yang disebut baja
lembaran dingin. Produk ini umumnya digunakan untuk aplikasi bagian dalam
dan luar kendaraan bermotor, kaleng, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.
Sedangkan baja billet akan diolah lebih lanjut di pabrik Batang Kawat (Wire
Rod Mill) untuk menghasilkan batang kawat baja yang banyak digunakan untuk
aplikasi senar piano, mur dan baut, kawat baja, pegas, dan lain-lain.
II.6. Anak Perusahaan PT. Krakatau Steel
Selain beberapa factor pendukung yang telah disebutkan di atas, PT.
Krakatau Steel memiliki beberapa anak perusahaan yang mendukung
kelangsungan produksi perusahaan. Anak perusahaan PT. Krakatau Steel adalah
sebagai berikut:
1. PT. KHI Pipe Industri (PT. KHI)
Sena Harimurty 13
PT KHI didirikan pada bulan Januari 1973 dan bertujuan untuk memproduksi
pipa kualitas tinggi yang akan memenuhi tuntutan industri minyak dan gas yang
terus meningkat dan proyek konstruksi besar lainnya.
2. PT. Plat Timah Nusantara (PT. Latinusa)
PT Latinusa adalah Perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel, PT.
Tambang Timah, PT. Nusantara Ampera Bhakti yang didirikan pada tanggal 10
Agustus 1982
3. PT. Krakatau Wajatama (PT. KW)
Didirikan pada tahun 1992, memproduksi berbagai produk Baja Batangan yang
berkualitas tinggi, seperti : INP, IWF, H-Beam, U-Channel dan L-Angles, Baja
Tulangan (Deformed dan Plain Bars) serta Kawat Baja.
4. PT. Krakatau Engineering Coorporation (PT. KEC)
Didirikan pada tanggal 12 Oktober 1988 yang bertugas melayani dan
mengerjakan pekerjaan dari pemerintah maupun swasta berupa EPC Contractor
(Engineering, Procurement, Construction) dan Konsultan (Studi, manajemen
proyek dan perawatan industri).
5. PT. Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC)
PT Krakatau Industrial Estate Cilegon didirikan pada tanggal 16 Juni 1982
dengan misi menjadi pusat lokasi Industri hulu dan hilir Industri Baja, Kimia dan
Petrokimia serta telah mengikuti urutan logis pengembangan dan pembangunan,
khususnya sehubungan dengan daya tariknya dari segi lokasi yang strategis dan
fasilitas infrastruktur yang tersedia. PT Krakatau Industrial Estate Cilegon telah
sukses membangun jalur bisnis yaitu : Properti Industri, Properti Komersial,
Properti Rumah tinggal, Investasi dan Perdagangan.
6. PT. Krakatau Information Technology (KIT)
KI Tech hadir dalam dunia teknologi informasi sejak tahun 1993 dengan
basis tenaga IT professional, PT Krakatau Steel mengembangkan teknologi
informasi untuk mendukung proses bisnis dan pengambilan keputusan di PT
Krakatau steel. KIT memberikan jasa konsultasi, perencanaan, pengembangan
Sena Harimurty 14
instalasi, implementasi dan jasa pendukung termasuk komunikasi dan perangkat
lunak teknologi informasi.
7. PT. Krakatau Daya Listrik (PT. KDL)
Merupakan perusahaan pembangkit listrik tenaga uap dengan kapasitas 400
MW yang digunakan untuk mensuplai kebutuhan listrik PT Krakatau Steel.
Sahamnya 100% dimiliki oleh PT Krakatau Steel. PT. Krakatau Daya Listrik
didirikan tanggal 1 Maret 1996.
8. PT. Krakatau Medika (PT. KM)
PT Krakatau Medika mengoperasikan rumah sakit dan memberikan jasa
pelayanan kesehatan lainnya kepada karyawan PT Krakatau Steel dan masyarakat
sekitarnya.
9. PT. Krakatau Bandar Samudra (PT. KBS)
PT Krakatau Bandar Samudera terletak di Pelabuhan Cigading yang memiliki
kedalaman pelabuhan yang tidak dimiliki oleh perusahaan lain di Indonesia
dimana berbagai jenis kapal bisa dengan mudah bersandar. Secara umum jasa
yang diberikan oleh PT Krakatau Bandar Samudera meliputi: jasa dermaga,
bongkar muat, jasa pengarungan dan jasa kawasan.
10. PT. Krakatau Tirta Industri (PT. KTI)
Didirikan pada tanggal 1 Maret 1996, merupakan anak perusahaan yang
sahamnya 100% dimiliki PT Krakatau Steel. Perusahaan mengolah air baku yang
diambil dari sungai Cidanau berasal dari danau alam Rawa Dano dan diolah
menjadi air bersih melalui Water Treatment Plant. Sebagian besar dari air bersih
yang dihasilkan digunakan untuk kebutyhan industri dan sebagian lagi untuk
kebutuhan kota Cilegon.
II.7. Kepegawaian dan Karyawan PT. Krakatau Steel
1. Status Tenaga Kerja
Sena Harimurty 15
Tenaga kerja yang bekerja di PT. Krakatau Steel, berdasarkan statusnya
digolongkan menjadi 2 golongan yaitu :
a. Tenaga Kerja Organik
Tenaga kerja ini merupakan karyawan tetap yang diangkat karena telah
memenuhi kriteria direksi, yang bertugas melaksanakan pekerjaan yang
diberikan dalam jangka panjang dan berstatus karyawan BUMN. Yang
termasuk karyawan ini adalah tenaga staf dan karyawan biasa.
b. Tenaga Kerja Non- Organik
Tenaga kerja non-organik adalah karyawan yang diangkat dalam waktu
tertentu yang terdiri dari karyawan lepas dan karyawan honorer. Tenaga
kerja non-organik yang ada saaat ini disediakan oleh labour supply sesuai
dengan jenis pekerjaan dan jangka waktu tertentu (kontrak) antara PT.
Krakatau Steel dengan labour supply itu sendiri.
2. Jam Kerja
PT. Krakatau Steeel bekerja secara kontinyu selama 24 jam sehari sehingga
jadwal karyawan dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Karyawan Biasa (Non-Shift)
Hari Jam Kerja ( WIB ) Jam Istirahat ( WIB )
Senin - Kamis 08.00 – 16.30 12.00 – 14.00
Jumat 08.00 – 17.00 11.30 – 14.00
Tabel II.1 Waktu kerja karyawan non-shift
Hari Sabtu dan Minggu merupakan hari libur untuk karyawan non-shift.
b. Karyawan Shift
Sena Harimurty 16
Karyawan ini bekerja secara shift dan masing-masing shift bekerja
selama 8 jam. Sistem kerja dilakukan dalam 4 group shift, dengan ketentuan 3
hari 3 group shift masuk, dan 1 group lain libur. Sistem pembagian shift
adalah sebagai berikut :
Shift I : 22.00-06.00 WIB
Shift II : 06.00-14.00 WIB
Shift III : 14.00-22.00 WIB
Selain itu terdapat juga waktu lembur dan waktu cuti karyawan PT
Krakatau Steel. Waktu lembur dilakukan di luar jam kerja atas yang
berwenang. Untuk waktu cuti dibagi menjadi dua macam, yaitu cuti tahunan
dan cuti besar. Cuti tahunan yaitu masa cuti selama 12 hari kerja yang tidak
dapat digantikan dengan uang dan cuti besar diberikan selama 4 tahun sekali
dengan lama cuti 1 bulan.
II.8. Divisi Utility & Energy Maintenance
Divisi utility merupakan divisi dibawah Direktorat Produksi dan General Manajer
Perawatan Pabrik (Central Maintenance and Facilities). Divisi ini dipimpin oleh
seorang manager dan membawahi lima dinas yang dipimpin oleh masing-masing
seorang superintendent. Dinas-dinasnya yaitu :
a. Dinas PKKS (Pabrik Kapur Krakatau Steel)
Adalah dinas yang memproduksi kapur sebagai bahan tambahan produksi
baja yang digunakan untuk proses produksi besi spons (Direct Reduction
Plant atau DRP), CRM (Cold Rolling Mill), Billet Steel Plant (BSP), Baja
Slab (Slab Steel Plant), dan HSM (Hot Strip Mill).
b. Dinas PGI (Pabrik Gas Industri)
Merupakan dinas yang memproduksi gas-gas alam seperti N2 (Nitrogen),
O2 (Oksigen), Ar (Argon). Gas-gas alam ini digunakan untuk menunjang
hasil produksi baja di PT Krakatau Steel.
c. Dinas BL (Bengkel Listrik)
Sena Harimurty 17
Adalah dinas yang bertugas untuk memperbaiki alat-alat listrik yang
digunakan oleh PT Krakatau Steel yang mengalami kerusakan sehingga
semua alat yang digunakan dalam keadaan optimal.
d. Dinas PBI (Pusat Bengkel dan Instrumentasi)
Merupakan dinas yang terbagi menjadi tiga seksi yaitu seksi perencanaan,
perawatan dan perbaikan, dan metrologi. Seksi perencanaan bertugas
untuk membuat jadwal kerja dua seksi lainnya sehingga tiap seksi
memiliki tugas yang terstruktur dan terencana. Seksi perawatan dan
perbaikan bertugas untuk memperbaiki alat-alat instrumen dan mekanik.
Sedangkan seksi metrologi bertugas untuk mengkalibrasi alat-alat ukur
seperti alat ukur dimensi, massa dan volumetrik, mekanik, elektrik, dan
suhu. Alat ukur dimensi yang dikalibrasi adalah dial indicator, jangka
sorong, mikrometer sekrup, dll. Alat ukur mekanik yang dikalibrasi adalah
dial gauge. Alat ukur massa yang dikalibrasi adalah timbangan analitik,
timbangan konveyor, dan timbangan transaksi. Alat ukur volumetrik yang
dikalibrasi adalah pipet ukur, gelas ukur dll. Alat ukur elektrik yang
dikalibrasi adalah multimeter, indikator termokopel, dll. alat ukur suhu
yang dikalibrasi adalah termokopel, pyrometer, dll.
e. Dinas GS (General Service)
Adalah dinas yang bertugas untuk merenovasi gedung dan fasilitas umum
PT Krakatau Steel serta mengatur tata letak lokasi pabrik.
Masing-masing dinas memiliki struktur organisasi yaitu Superintendent,
Supervisor, Foreman, dan Karyawan.
Sena Harimurty 18
Bisnis Proses PBI
Gambar II.2. Bisnis proses Pusat Bengkel Instrumen
constumer Penerima Order
Database Order
SPK Service
SPK Kalibrasi
LPP, BASTP, LHP Delivery Order
Rekap Order
Bengkel Instrument dan Elektronika
Laboratorium Kalibrasi
Urusan Material
- PM/ASPEC - UM/PC - MR/MRIT - MPAT
Urusan Jasa
- Kontrak - WO2 - Subkontrak
kalibrasi
constumer
Sertifikat
Kalibrasi
Lembar Kerja
Service /
Perawatan
Sena Harimurty 19
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
III.1. Konsep Pengukuran
III.1.1. Pengertian Dasar Pengukuran
Pengukuran merupakan serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
menentukan nilai suatu besaran dalam bentuk angka (kwantitatif). Jadi mengukur
adalah suatu proses mengaitkan angka secara empirik dan obyektif pada sifat-sifat
obyek atau kejadian nyata sehingga angka yang diperoleh tersebut dapat
memberikan gambaran yang jelas mengenai obyek atau kejadian yang diukur.pada
pengukuran terdapat hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu ketelitian dan akurasi
pengukuran. Yang sering menjadikan masalah dalam tingkat kesalahan yang
terjadi dalam pengukuran sangat diperlukan, untuk mengerti karakteristik
operasional alat ukur dan cara pengujian, kinerja yang telah ditentukan. [1]
III.1.2. Akurasi dan Presisi
Ketelitian (accuracy) meupakan kemampuan dari alat ukur untuk
memberikan indikasi pendekatan terhadap harga sebenarnya dari obyek yang
diukur. Akurasi dapat juga didefinisikan sebagai beda atau kedekatan (closeness)
antara nilai yang terbaca dari alat ukur dengan nilai sebenarnya. Dalam
eksperiman, nilai sebenarnya yang tidak pernah diketahui diganti dengan suatu
nilai standar yang diakui secara konvensional. Sedangkan presisi (precision)
adalah kedekatan nilai-nilai pengukuran individual yang didistribusikan sekitar
nilai rata-ratanya atau penyebaran nilai pengukuran individual dari nilai rata-
ratanya. Alat ukur yang mempunyai presisi yang bagus tidak menjamin bahwa
alat ukur tersebut mempunyai akurasi yang bagus.[1]
Kesalahan (error) adalah beda aljabar antara nilai ukuran yang terbaca
dengan nilai “sebenarnya “ dari obyek yang diukur. Perubahan pada reaksi alat
ukur dibagi oleh hubungan perubahan aksinya. Resolusi ( resolution) adalah besar
Sena Harimurty 20
pernyataan dari kemampuan peralatan untuk membedakan arti dari dua tanda
harga atau skala yang paling berdekatan dari besaran yang ditunjukkan. [1]
III.1.3. Kalibrasi
Akurasi suatu instrument tidak sendirinya timbul, tetapi dipengaruhi oleh unjuk
kerja (perfomance), stabilitas keandalan dan biaya yang tersedia, stabilitas
keandalan, dan biaya yang tersedia. Akurasi hanya akan timbul dari kalibrasi yang
benar, artinya hasil pengukurannya dapat ditelusur kembali ke standar nasional
atau internasional. Kalibrasi adalah serangkaian kegiatan untuk menentukan
kebenaran konvensional penunjukan alat ukur atau menujukkan nilai yang
diabadikan bahan ukur dengan cara membadingkannya dengan standar ukur yang
tertelusuri ke standar nasional dan/atau international. [1]
Tujuan kalibrasi adalah :
Menentukan devisi kebenaran konvensial (nilai penunjukan suatu
instrument-ukur atau deviasi dimensi nasional yang seharusnya untuk
bahan ukur.
Menjamin hasil-hail pengukuran sesuai dengan Standard Nasional maupun
Internasional.
Setelah dilakukan kalibrasi kita biasanya akan mendapatkan nilai koreksi. Koreksi
merupakn harga yang harus ditambahkan secara al jabar pada hasil yang
sebenarnya untuk mendapatkan nilai yang benar. Atau secara matematis :
nilai sebenarnya = pembacaan/penunjukkan alat + koreksi
factor-faktor yang berpengaruh dalam kalibrasi adalah Setting titik nol,nilai skala
penuh,kelinieran,penguatan atau transduction coefficient,efek dari lingkungan
sekitar pengukuran (misalnya suhu,kelembapan, getaran mekanis, tingkat
penerangan,dsb),variasi dari catu daya (noise),respon kejutan (impuls) dan
frekuensi,step response dan response terhadap besaran stimulus lainnya,tingkat
tegangan aman, tahanan bocor ke ground,tegangan baterai
[1]
III.1.4. Metrologi
Sena Harimurty 21
Metrologi secara sederhana merupakan ilmu pengetahuan tentang pengukuran.
Metrologi mencakup tiga hal utama:
Penetapan definisi satuan-satuan ukuran yang diterima secara
internasional; misalnya meter.
Pewujudan satuan-satuan ukuran berdasarkan metode-metode ilmiah;
misalnya pewujudan nilai meter menggunakan sinar laser.
Penetapan rantai ketertelusuran dengan menentukan dan merekam nilai
dan akurasi suatu pengukuran dan menyebarluaskan pengetahuan itu;
misalnya hubungan (perbandingan) antara nilai ukur sebuah mikrometer
ulir di bengkel dan standar panjang di laboratorium standar panjang.
Metrologi dikelompokkan dalam tiga kategori utama dengan tingkat
kerumitan dan akurasi yang berbeda-beda:
1. Metrologi Ilmiah (Scientific metrology): berhubungan dengan pengaturan
dan pengembangan standar-standar pengukuran dan pemeliharaannya
(tingkat tertinggi).
2. Metrologi Industri (Industrial metrology): bertujuan untuk memastika
bahwa sistem pengukuran dan alat-alat ukur di industri berfungsi dengan
akurasi yang memadai, baik dalam proses persiapan, produksi maupun
pengujiannya.
3. Metrologi Legal (Legal metrology): berkaitan dengan pengukuran yang
berdampak pada transaksi ekonomi, kesehatan, dan keselamatan.[2]
III.1.5. Ketertelusuran
Sebuah rantai ketertelusuran, adalah suatu rantai tak terputus dari beberapa
perbandingan, yang masing-masing dinyatakan dengan suatu ketidakpastian. Hal
ini untuk memastikan bahwa suatu hasil pengukuran atau nilai dari suatu standar
terpaut dengan suatu acuan yang lebih tinggi, dan seterusnya hingga standar
primer. [2]
Dari gambar dibawah, semakin ke bawah maka akan semakin besar
ketidakpastiannya. Seorang pemakai dapat memperoleh ketertelusuran hingga ke
tingkat tertinggi di tingkat internasional, baik secara langsung (melalui suatu
Sena Harimurty 22
lembaga metrologi nasional) maupun tidak langsung (melalui suatu laboratorium
kalibrasi sekunder). Berkat adanya berbagai pengaturan saling mengakui (Mutual
Recognition Arrangement, MRA), ketertelusuran juga dapat diperoleh dari
laboratorium di negara-negara lain. [2]
BPIM((Bureau International des Poids et Mesures)
Lembaga metrologi nasional
Lembaga kalibrasi
Perusahaan
Pengguna akhir
Gambar III.3. ketertelusuran alat ukur
III.1.6. Ketidakpastian
Ketidakpastian (atau ketidakpastian pengukuran) adalah suatu ukuran
kuantitatif mutu dari sebuah hasil pengukuran, sehingga hasil pengukuran tersebut
dapat diperbandingkan dengan hasil-hasil pengukuran lain, acuan, spesifikasi atau
standar. Semua pengukuran cenderung mengandung kesalahan, dalam pengertian
bahwa hasil pengukuran ternyata berbeda dengan “nilai sejati” dari besaran yang
diukur. Dengan waktu dan sumber daya yang ada, kebanyakan sumber-sumber
kesalahan pengukuran dapat dikenali dan karenanya besarnya kesalahan dapat
diketahui, sehingga kesalahan tersebut dapat dikoreksi (misalnya dengan
Sena Harimurty 23
kalibrasi). Walaupun begitu, biasanya kita tidak punya cukup waktu dan sumber
daya untuk menentukan dan mengoreksi semua kesalahan pengukuran secara
menyeluruh. [2]
Ketidakpastian pengukuran dapat dihitung dengan berbagai cara. Suatu
metode yang digunakan dan diterima secara luas (misalnya oleh badan-badan
akreditasi) adalah “metode GUM” yang direkomendasikan oleh ISO dan
diuraikan dalam dokumen “Guide to the Expression of Uncertainty in
Measurement”. Pokok-pokok penting dalam metode GUM dan filosofi dasarnya
diuraikan di bawah ini. [2]
Filosofi Ketidakpastian GUM
1. Suatu besaran ukur X, yang nilainya tidak diketahui dengan tepat,
dianggap sebagai variabel stokastik dan mempunyai fungsi probabilitas.
2. Hasil x dari suatu pengukuran merupakan estimasi dari nilai harapan E(X).
3. Ketidakpastian baku u(x) sama dengan akar kuadrat dari estimasi variansi
V(X).
4. Evaluasi tipe A: nilai harapan dan variansi diestimasi secara statistik dari
sehimpunan pengukuran.
5. Evaluasi tipe B: nilai harapan dan variansi diestimasi dengan cara-cara
lain. Metode yang paling umum adalah dengan cara mengasumsikan suatu
sebaran probabilitas, misalnya sebaran persegi, berdasarkan suatu
pengalaman atau informasi lain. [2]
III.2. LOAD CELL
III.2.1. Load Cell
Load cell merupakan komponen penting di dalam alat pengukuran massa
seperti pada timbangan analitik, timbangan transaksi, timbangan conveyor dan
timbangan lainnya. Load cell adalah sensor atau transduser yang mengubah massa
atau berat yang dialami menjadi sinyal elektrik yang kemudian akan dibaca oleh
sistem sebagai massa atau berat benda tersebut . Sinyal elektrik ini bisa sebagai
Sena Harimurty 24
perubahan tegangan listrik, perubahan arus atau perubahan frekuensi tergantung
dari tipe load cell dan sirkuit yan digunakan. Load cell dapat dibuat secara resistif,
kapasitif, induktif, atau juga teknik lainnya. Yang paling umum adalah load
dengan prinsip perubahan resistansi sebagai respon dari perubahan berat. [3]
Gambar III.2. Konfigurasi Load Cell untuk Timbangan Transaksi
Load cell dapat diklasifikasikan dari pelindung lingkungannya.
Penggolongan ini meliputi:
1. Penyegelan secara hermetik.
2. Dilindungi dari faktor-faktor lingkungan
3. Lingkungan yang terkontrol.
Hermatik yang benar membutuhkan konstruksi load cell yang
menggunakan hanya konstruksi logam ke logam atau kaca ke logam untuk
Sena Harimurty 25
melindungi konstruksi internal load cell. Dengan menggunakan proses penyatuan
dengan pengelasan atau solder. Load cell dapat dibuat kedap gas dan tahan air.
Load cell yang diberi perlindungan terhadap faktor-faktor lingkungan
memakai beberapa tipe potting material, yang biasanya berupa suatu material tipe
karet yang fleksibel dan/atau perlindungan anti-air, seperti sedikit neoprene diatas
daerah strain gage dari load cell tersebut.[4]
Load cells umumnya digunakan pada skala tipe platform. Pada dasarnya
cell diapit oleh dua lempengan baja. Cell tersebut dipasangkan dengan lempengan
atas dan bawah menggunakan rigid bolt. Ukuran nominal dari lempengan tersebut
berkisar dari 10 inci persegi untuk kapasitas ringan, dan sampai 28 inci persegi
untuk cell yang berkapasitas lebih besar. Dikarenakan efek side loading telah
dapat dihilangkan, kurang lebih 25% dari kapasitas dapat ditempatkan pada ujung
luar dari lempengan. [4]
Gambar III.3. Contoh Load Cell
III.1.2. Strain Gage
Sena Harimurty 26
Strain gage adalah bagian utama dari load cell. Strain gage adalah sebuah
alat yang memiliki nilai tahanan yang dapat berubah apabila alat mengalami
penekanan. Secara tradisional gage-gage tersebut terbuat dari lembaran logam
yang sangat tipis yang sudah mengalami pengerjaan panas dan terikat secara
kimia pada sebuah lapisan dielektrik yang tipis. Lalu "gage patches" tersebut
dipasang atau diletakkan pada elemen regang (strain element) dengan alat perekat
yang telah diformulasikan secara khusus. Posisi yang sesuai dari gage, prosedur
pemasangan (mounting procedure) dan material yang digunakan semuanya
memiliki efek yang dapat diukur pada unjuk kerja keseluruhan dari load cell
tersebut. [4]
Gambar III.4. Strain gage
Setiap gage patch terdiri dari satu atau lebih kabel ,baik yang terlekat pada
permukaan batang penahan (beam), cincin (ring), atau column (elemen regang
atau strain element) di dalam load cell. Pada saat permukaan dimana gage melekat
mulai meregang, kawat pada strain gage memanjang atau memendek sehingga
timbul perubahan nilai tahanan yang sesuai atau proporsional dengan beban yang
timbul atau beban yang diberikan. Satu atau lebih strain gages digunakan dalam
pembuatan load cell. [4]
Strain gage dalam jumlah banyak disambungkan untuk menciptakan
keempat kaki dari konfigurasi jembatan wheatstone. Ketika voltase input
dikenakan pada jembatan, timbul tegangan output yang proporsional atau sesuai
dengan beban yang ditimbulkan atau diberikan. Output ini dapat diperkuat dan
diproses dengan menggunakan peralatan-peralatan elektrik konvensional. [4]
Deteksi besarnya perubahan, dalam hal ini berupa dimensi jarak, yang
disebabkan oleh suatu elemen gaya. Strain gage menghasilkan perubahan nilai
Sena Harimurty 27
tahanan yang proporsional dengan perubahan panjang atau jarak (length). Pada
umumnya strain gage dipasang sebagai bagian dari rangkaian jembatan
Wheatstone untuk aplikasi sirkuit elektrik. [4]
Ada dua tipe dasar strain gage, yaitu yang terikat (bonded) dan yang tidak
terikat (unbonded). Bonded strain gage seluruhnya terpasang pada elemen gaya
(force member) dengan menggunakan semacam bahan perekat. Selagi elemen
gaya tersebut meregang, strain gage tersebut juga memanjang. Unbonded strain
gage memiliki salah satu ujung yang dipasang pada elemen gaya dan ujung
satunya dipasang pada pengumpul gaya (force collector). [5]
Setiap perubahan panjang, baik pada bonded maupun unbonded gage
menyebabkan perubahan nilai tahanan listrik. Strain gage dibuat dari logam dan
bahan-bahan semikonduktor. Strain gage sangat akurat, bisa digunakan baik pada
arus searah (d.c.) maupun arus bolak-balik (a.c.) dan memiliki respons statis dan
dinamis yang sangat bagus. Sinyal yang dihasilkan oleh strain gage sangat lemah,
tetapi kelemahan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan peralatan bantu yang
baik. [5]
III.2.3. Kompensasi Strain Gage
Regangan (strain or shear) diakibatkan oleh karena pengindera tegangan
pada elemen kawat atau kristal pada strain gage. Setiap elemen yang aktif
menunjukkan perubahan nilai tahanan listrik yang semuanya dapat dijumlah di
dalam sirkuit jembatan Wheatstone.[4]
Perbandingan antara perubahan nilai tahanan listrik dengan nilai
tahanan listrik elemen yang tidak mengalami regangan disebut dengan gage
factor. Rumus gage factor
Sena Harimurty 28
Gambar III.5. Rangkaian konfigurasi jembatan Wheatstone dengan load
cell
Dimana :
GF = gage factor
ΔR = perubahan nilai tahanan
R = nilai tahanan elemen yang tidak mengalami regangan
ΔL = perubahan panjang elemen
L = panjang elemen yang tidak mengalami regangan
Setiap jenis gage memberikan gage factor yang berbeda. Gage factor
sangat penting agar dapat menghasilkan rancangan transduser yang sesuai.
Perubahan sinyal dengan amplitudo yang tinggi merupakan suatu karakteristik
yang baik, asalkan karakteristik-karakteristik unjuk kerja lainnya seperti tingkat
kepekaan terhadap temperatur dapat diterima sesuai dengan pengukuran. [4]
Produsen biasanya memberi spesifikasi tahanan gage yang tidak diregang
R. jika data R telah diukur, rasio ΔR/R dapat dikalkulasi. Produsen juga
Sena Harimurty 29
melengkapi gage faktor ( GF ) tertentu untuk tiap gage. Gage faktor adalah rasio
dari persen perubahan dalam tahanan dari sebuah gage ke persen perubahan
panjangnya. Persen perubahan ini mungkin juga bisa dinyatakan dalam bentuk
desimal. Jika rasio ΔR/R dibagi oleh Gage faktor, hasilnya adalah rasio turunan
panjang gage ΔL terhadap panjang awal. Tentu saja struktur dimana gage
dipasang adalah ΔL/L. [4]
III.3. JEMBATAN TIMBANG / TIMBANGAN TRANSAKSI
(WEIGHBRIDGE)
Jembatan timbang adalah alat ukur timbangan yang dilengkapi dengan
platform berbentu seperti timbangan dan loadcell sebagai sensor terhadap gaya
berat yang diberikan, dan mengirimkan gaya berat tersebut ke indikator yang
selanjutnya dikonverensikan dalam bentuk satuan berat. Jembatan timbang terdiri
dari 4 bagian yaitu indikator, sistem perkabelan, load cell, dan jembatan. Prinsip
kerja dari timbangan ini adalah secara statis atau benda yang ingin diukur harus
diam diatas timbangan. Saat beban berada diatas, jembatan akan menekan load
cell hingga akan memberikan respon sinyal listrik yang kemudian akan diubah
oleh indikator menjadi bentuk massa atau berat.
Load cell pada jembatan timbang dapat terangkai secara seri maupun
paralel. Pada paralel terdapat junction box yang akan mengabungkan seluruh
sinyal dari load cell ke indikator. Perbedaannya adalah pada saat terjadi
kerusakan.jika pada rangkaian paralel, kita harus mengecek satu per satu untuk
mengetahui load cell mana yang mengalami kerusakan. Sedangkan pada
rangkaian seri, kita dapat langsung mengetahui load cell mana yang rusak melalui
indikator pembacanya.
Sena Harimurty 30
Gambar III.6. Jenis jenis jembatan timbang bergantung jumlah load cell dan
bentuk masukan untuk kendaraan.
III.4. TIMBANGAN KONVEYOR (CONVEYOR WEIGH)
III.4.1. Konveyor
Konveyor sering disebut juga dengan ban berjalan. Konveyor terbagi
menjadi 2 bagian yaitu :
Carcass , bagian struktur dari pada konveyor termasuk juga bagian roda
yang berjalan. Terbuat dari baja atau bahan lainnya yang cukup kuat
untuk menahan tensi operasi dan juga beban yang ada.
Penutup (cover), bagian yang melindungi Carcass dan tempat berjalannya
bahan. Harus memiliki ketahanan fisis dan kimia untuk melindungi
carcass.bagian penutup ini juga harus memiliki ketahanan yang cukup
terhadap beban yang digunakan. [6]
Pemilihan bahan baik untuk carcass dan penutup hharus dilakukan dengan
sangat cermat. Hal ini karena tiap-tiap bahan memiliki kemampuan yang berbeda-
beda. Parameter yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan untuk carcass
dan penutupnya adalah :
Kekuatan tekanan
Sena Harimurty 31
Kemampuan Proteksi terhadap panas, zat kimia, abrasi dan robek
Elongasi
Ketahanan terhadap benturan
Friksi atau gaya gesek antar bahan
Aplikasi dari konveyor
Kemampuan menangani bahan mineral dan minyak
Untuk kemampuan yang maksimal, konveyor seharusnya dijalankan dalam
keadaan penuh dan dalam kecepatan tertinggi yang direkomendasikan. Kapasitas
dari konveyor bergantung pada:
Lebar dari sabuk konveyor, Lebar sabuk bergantung dari kebutuhan
pengangkutan dan juga titik transfer serta ukuran dari bahan
Kecepatan sabuk, Kecepatan sabuk dipengaruhi oleh banyak faktor
terutama muatan, pengaturan transfer, standar perawatan, ukuran bahan
Massa jenis dari bahan yang akan diangkut serta sudut surcharge. Sudut
surcharge merupakan sudut yang terbentuk akibat pengurangan dari
sudut natural bahan karena melalui konveyor
Sudut Inklinasi, merupakan sudut kemiringan dari konveyor.
Sudut jelajah (trough angle), merupakan sudut kemiringan samping dari
konveyor. Yang paling umum adalah 350 walaupun terkadang banyak
juga konveyor yang memiliki sudut kemiringan antara 200-40
0
Konfigurasi konveyor, yaitu konfigurasi bentuk rol dari konveyor. Yang
paling umum adalah terdiri dari 3 rol sama panjang. Namun terkadang
ditemukan yang terdiri dari 4 atau 5 rol.
Setiap bahan memiliki sudut surcharge yang berbeda-beda. Densitas juga
berpengaruh ada sudut tersebut. Bahan yang sama dengan densitas yang berbeda
memiliki sudut yang berbeda. Seperti contohnya bahan mineral seperti batu bara
dengan densitas 720-880 kg/m3 memiiki sudut sebesar 25
0. Sedangkan bahan
dengan densitas 480-560 memiliki sudut sebesar 100. [6]
Sena Harimurty 32
Gambar III.7. Konfigurasi konveyor
Kapasitas angkut dari konveyor dapat diketahui melalui faktor kapasitas,
massa jenis material,dan kecepatan sabuk. Atau secara matematis dapat ditulis
dengan :
Kapasitas(ton/jam)=kapasitas*d*faktor kapasitas*v/1000
Dimana :
d= massa jenis (kg/m3)
v= kecepatan sabuk (m/s)
faktor kapasitas merupakan faktor dari konveyor yang bergantung pada sudut
jelajah dari konveyor tersebut. sedangkan kapasitas didapatkan dari tabel yang
menghubungkan antara kecepatan sabuk dengan lebar sabuk pada densitas
material tertentu. [6]
III.4.2. Timbangan Conveyor
Timbangan conveyor merupakan salah satu penimbangan secara dinamis (
barang dalam keadaan bergerak). Biasanya digunakan sebagai pembaca
(pembuktian) beban yang sudah ditentukan beratnya melalui persamaan berat
bahan per satuan waktu seperti diatas. Timbangan ini terdiri atas carcass yang
tersambung dengan load cell. Load cell yang digunakan hampir sama dengan yang
ada pada timbangan transaksi atau timbangan jembatan.
Sena Harimurty 33
Gambar III.8. Penampang Timbangan Konveyor
Sena Harimurty 34
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1. METODE KALIBRASI PADA TIMBANGAN TRANSAKSI
(JEMBATAN TIMBANG)
IV.1.1. Pengecekan Alat
Sebelum dilakukan pengujian atau kalibrasi, timbangan harus diperiksa
secara visual terhadap :
1. Surat ijin tipe/ijin tanda pabrik/ ijin perusahaan
2. Nama dan alat pemohon
3. Merek, tipe, nomor seri, kapasitas maksimum, kapasitas minimum,
kelas kesaksamaan, interval skala verifikasi, interval skala terkecil
d (jika d<e), tara penambah maksimum (T+), tara pengurang
minimum (T-), batas temperatur yang memenuhi syarat kondisi
kerja yang benar.
4. Tanda-tanda tera lainnya.
IV.1.2.Pemeriksaan Terhadap Syarat Khusus Timbangan Jembatan
1. Lantai muatan harus dalam keadaan bersih
2. Lantai muatan dalam keadaan bebasdari rintangan , gesekan dan tidak
terjepit.
3. Operaor dapat melihat dengan jelas dan tidak terhalang proses
penimbangan.
4. Jalan menuju atau keluar timbangan harus :
- Satu biang dengan lantai muatan
- Panjang lantai muata minimal minimum 8 m
- Konstrusi beton ata bahan lain yang serupa.
5. Timbangan harus sesuai dengan syarat timbangan bukan otomatis
Sena Harimurty 35
IV.1.3.Pengujian Kemampuan Ulang (Repeatabilitas)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah timbangan dapat
memberikan hasil yang konsisten, apabila diberi muatan yang sama secara
berulang-ulang pada posisi yang relatif sama. Muatan uji yng digunakan adalah
beban yang bersifat tetap denagn massa sekurang-kurangnya 50% maks.
Langkah-langkah pengujiannya adalah :
1. Nolkan timbangan (I0)
2. Masukkan muatan uji (L) dan diberi tanda letak posisi muatan.
3. Setelah timbangan diberi muatan L, catat penujukan timbangan (IL), IL
adalah penunjukan timbangan sebelum diberikan imbuh DL. Kemudian
tambahkan imbuh 0,1e secara bertahap ke atas lantai sampai penunjukan
tepat pada saat berubah (+1e) dan stabil, catat jumlah imbuh yang
dibutuhkn yaitu DL.
4. Hitung posisi penun jukkan timbangan (P) dengan rumus :
P = IL+1/2e-DL
5. Turunkan muatan uji dan imbuh yang digunakan
6. Jika penunjukan timbangan tidak nol maka dinolkan
7. Lakukan langkah dari 2 sampai 6 secara berulang dengan minimum 3 kli
pengujian.
8. Hitung repeatability (ketdaktetapan) timbangan denagn rumus:
R= Pi-P2n-1
Dimana Pi = posisi penunjukan ke i (i = 1,2,3,...)
Rata-rata penunjukan posisi timbangan
N= jumlah pengujian
9. Bandingkan hasil pengukuran dan periksa apakah nilai R tidak lebih besar
dari nilai absolut (BKD) untuk muatan uji.
Urutan Beban Lt Pembacaan Indikasi (Iij=Il-I0)
1 0
M
2 0
M
Sena Harimurty 36
3 0
M
Tabel IV.1. Contoh tabel pengamatan pengujian repeatibilitas
Pada perhitungan ini, simpangan baku dihitung dari beda antara pembacaan nol
(I0) dan pembacaan massa M pada platform (IL) yaitu Iji maka:
IV.1.4. Pengujian ekentrisitas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja timbangan dalam memberi
hasil penimbangan bila muatan yang sama diletakkan pada posisi yang berbeda
harus memenuhi BKD. Pengujian eksentrisitas dapat dilakukan dengan 2 cara
yaitu pengujian beban statis dan pengujian beban bergerak.
A. Pengujian beban statis
Muatan uji yang digunakan aadalah anak timbangan standar dengan
massa minimal 10% Maks. Langkah pengujiannya adalah
1. Hitung jumlah titik penyamngganya (load cell)
2. Bagi permukaan penerima muatan menjadi n bagian yang
mendekati sama, beri tanda nomor mulai bagian kiri-bawah sesuai
jarum jam.
3. Nolkan timbangan (I0)
4. Naikan muatan uji (L) secara merata pada posisi 1, tambahkan
imbuh 0,1e secara bertahap hingga penunjukan berubah 1e dan
stabil.
5. Catat muatan uji (L) , DL, dan penunjukannya (IL), hitung
kesalahan penunjukan timbangan (E) dengan rumus :
E= IL+1/2e-DL-L
6. Lakukan langkah 3 sampai 5 pada osisi lain secara searah jarum
jam.
7. Periksa apakah kesalahan penunjukan E pada setiap bagian
permukaan tidak melebihi BKD untuk muatan uji tersebut.
Sena Harimurty 37
Tabel pengamatan pengujian :
Tabel IV.2. Contoh tabel pengamatan pengujian eksentrisitas
Posisi Beban (m) Indikasi beban
(I)
Error
(E= I-m)
B. Pengujian beban dinamis
Muatan menggunakan benda bergerak dengan massa sekurang-
kurangnya 50% maks dan tidak melebihi 80% maks. Langkah-langkah
pengujiannya adalah
1. Bagi penerima muatan menjadi 3 bagian yan g sma ke arah
memanjang dan diberi tanda nomor secara berurutan.
2. Nolkan timbangan.
3. Naikan muatan uji (L) secara merata pada posisi 1, tambahkan
imbuh 0,1e secara bertahap hingga penunjukan berubah 1e dan
stabil.
4. Catat muatan uji (L), DL dan penunjukannya (IL), hitung kesalahan
penunjukan dengan rumus
5. Turunkan muatan uji/geser muatan ke posisi berikutnya
6. Lakukan langkah 2 sampai 5 pada posisi lainnya dan arah yang
sama
7. Lakukan langkah 2 sampai 5 pada posisi lainnya dan arah yang
berbeda
8. Bandingkn hasil pengukuran dan periksa apakah selisih
terbesarnya tidak melebihi BKD untuk muatan uji tersebut
IV.1.5.Pengujian Disriminasi
Pengujian ini bertujuan untuk mngetahui kemampuan timbangan terhadap
perubahan kecil muatn. Untuk timbangan yang memiliki d tidak sama dengan e
maka ketentuan dalam prosedu inin yang ditulis e menjadi d. Pengujian dilakukan
pada 1 titik uji (minimum menimbang, 50% Maks dan 100% Maks).
Sena Harimurty 38
A. Timbangan Dengan Penunjukan Digital
Persyaratan : Imbuh Standar 1,4 kali nilai skala sesungguhnya (1,4d) bila
secara berhati-hati ditempatkan pada atau diturunkan dari timbanga n pada
kesetimbangannya (kedaan setimbang), maka harus ada perubahan sebesar
1 interval skala terkecil (1d).
Langkah pengujiannya adalah :
1. Nolkan timbangan (I0)
2. Naikan muatan uji ke atas penerima muatan
3. Tambahkan imbuh 0,1e secara bertahap sampai penunjukan tepat
pada saat berubah sebesar 1 interval skala (+1e) dan stabil.
4. Catan penunjukkan (I1).
5. Dengan hati-hati naikkan imbuh 1,4e dan amati perubahan
penunjukan timbangan(I2).
6. Periksa apakah perubahan penunjukan sebesar 1 interval skala (I2-
I1)=1e.
B. Timbangan Penunjukan Analog/otomotis
Persayaratan : Imbuh sebesar nilai absolt BKD untuk muatan yang
digunakan bila dengan hati-hati ditempatkan pad atau diturunkan dari
timbangan pada kesetimbangannya (keadaan setimbang) harus
menyebabkan suatu perubahan yang tetap dari elemen penunjukan
sekurang-kurangnya 0,7 kali besarnya imbuh tadi (0,7 BKD).
Langkah-langkahnya :
1. Nolkan timbangan
2. Naikan muatan di atas lantai muatan.
3. Catat penunjukan awal timbangan I1
4. Dengan hati-hati tambahkan imbuh sebesar BKD untuk
muatan yang digunakan keatas lantai muatan.
5. Catat perubahan penunjukan I2
6. Hitung selisih penunjukkan (I2-I1)
7. Pastikan bahwa selisih penunjukan (I2-I1) kurang dari atau
sama dengan 0,7 BKD.
Sena Harimurty 39
8. Periksa apakah penunjukan sah atau batal.
C. Timbangan Penunjukan Tidak Otomatis
Persyaratan: Imbuh 0,4 kali nilai absolut BKD untuk muatan yang
digunakan bila dengan hati-hati ditempatkan pada atau diturunkan dari
timbangan pada kesetimbangannya (keadaan setimbang) harus
menyebabkan suatu gerakan yang terlihat dari elemen penunjukan.
Langkah-langkahnya :
1. Nolkan timbangan
2. Naikan muatan di atas lantai muatan.
3. Amati posisi kesetimbangannya.
4. Dengan hati-hati tambahkan imbuh sebesar 0,4 kali nilai
BKD untuk muatan yang digunakan keatas lantai muatan.
5. Amati perubahan kesetimbangannya.
6. Periksa apakah perubahan penunjukannya memenuhi
persyaratan yang ditetapkan.
IV.1.6.Pengujian Ketelitian Penyetelan Nol
Prosedur ini bertujuan untuk mengetahui kinerja pnyetel nol timbangan
setelah timbangan di stel nol. Persyaratan : setelah dilakukan penyetelan nol,
maka pengaruh penyimpangan nol tidak boleh lebih dari 0,25e. Akan tetapi pada
timbangan dengan alat penunjukan tambahan penyimpangan ini tidak boleh lebih
dari 0,5d.
A. Timbangan Dengan Penunjukan Digital
Pada timbangan jenis ini terdapat beberapa tipe timbangan yaitu
penyetelan nol otomatis, penyetelan nol semi otomatis, dan penyetelannon
otomatis. Penyetelan nol otomatis adalah saat kita memberikan bebn pada
timbangan kemudian kita nolkan, setelah kita angkat beban ternyata
pembacaan kembali ke nol.
Langkah-langkahnya :
1. Nolkan timbangan (I0), kemudian
Sena Harimurty 40
i. Muati timbangan dengan anak timbangan yang besarnya
pada rentang ukur penyetel nol (0%-4% maks, biasanya
2%)
ii. Tambahkan imbuh 0,1e secara bertahap sampai
penunjukan tepat pada saat beruba +1e dan stabil, tarik
kembali imbuh sebsar +1e itu.
2. Nolkan timbangan (I0).
3. Naikan muatan 10e, amati penunjukannya.
4. Dengan hati-hati tambahkan imbuh standar 1/4e dan amati
penunjukan timbangan bila :
i. Tetap tidak berubah, lanjutkan ke langkah pada point 5
ii. Berubah dan stabil sebesar sebesar 1e dari penunjukan
semula maka timbangan dinyatakan tidak baik dan
pengujian dihentikan.
5. Dengan hati-hati tambahkan imbuh sebesar o,5e dan amati
penunjukan timbangan, bila:
i. Berubah dan stabil sebesar sebesar 1e dari penunjukan
semula maka timbangan dinyatakan baik (sah).
ii. Tetap tidk berubah maka timbangan dinyatakan tidak baik.
B. Timbangan Penunjukan Analog
Pengujian dilakukan dengan menaika dan menurunkan muatan (sembarang
muatan) serta mengamati perubahan penunjukannya.
Langkah-langkah :
1. Nolkan timbangan (I0).
2. Naikan muatan uji.
3. Turunkan kembali muatan uji.
4. Amati secara visual perubahan posisi penunjukn nol timbangan dan
periksa perubahan penunjukannya tidak lebih dari ± 0,25e dari nol.
C. Timbangan Penunjukan Tidak Otomatis
Pengujian dilakukan dengan mmenaikkan dan menurunkn muatan
(sembarang muatan) serta mengamati perubahan penunjukannya.
Sena Harimurty 41
Langkah-langkah :
1. Nolkan timbangan (I0).
2. Naikan muatan uji ditambah imbuh sebesar 0,25e.
3. Turunkan kembali muatan uji, imbuh standar 0,25e tetap diatas
lantai muatan.
4. Amati secara visual dan periksa posisi alat penunjuk terhadap
indeks kesetimbangan jika posisinya berada :
i. Diatas indeks kesetimbangan, mak turunkan imbuh 0,25e.
Jika alat penunjuk bergerak sampai melewati indeks
kesetimbangan, maka timbangan dinyatakan baik
(sah).
Jika alat menunjukkan belum bergerak atau
bergerak tetapi tidak sampai batas kesetimbangnya,
maka timbangan dinyatakan tidak baik (batal).
ii. Dibawah indeks kesetimbangannya, maka timbangan
dinyatakan tidak baik (batal).
IV.1.7.Pengujian Kebenaran
Metoda pengujian yang digunakan adalah metode substitusi dan dilakukan
setelah pengujian kemampuan ulang (repeatanbilitas) selesai.
1. Tentukan masa anak timbangan standar minimal yang harus digunakan
dengan kriteria sbb:
Repeatability (R) Massa anak timbangan standar
minimal
R <= 0,1e 10 % maks
0,1e < R <= 0,2e 20 % maks
0,2e < R <= 0,3e 35 % maks
R > 0,3e 50 % maks
Tabel IV.3. kriteria untuk pengujian repeatibilitas
2. Tentukan massa dan jumlah material (ballast) yang dibutuhkan dengan
ketentuan sbb:
Sena Harimurty 42
a. Perbedaan massa yang diperbolehkan antara massa material
substitusi (ballast) dengan penunjukan timbangan yang
telahdiketahui kesalahannya adalah ±5% atau 1 ton dipilih yang
terkecil.
b. material substitusi (ballast) hatus dipilih dari bahan yang tidak
mudah berubah.
c. material substitusi (ballast) harus tersedia agar pengujian bisa
dilakukan hingga titik maksimal.
3. Tentukan titik uji penimbangan dengan minimal 5 titik uji dalam
rentang ukur penimbangannya dengan ketentuan harus mencakup
minimum menimbang, pada titik-titik perubahan BKD, dan maksimum
menimbang atau boleh kurang sampai 5e dari maks.
4. Langkah-langkah pengujian.
a. Nolkan timbangan (I0).
b. Titik-titik uji yang berad dalam rentang penggunaan anak
timbangan standar L.
c. Muati anak timbangan dengan standar L sesuai denan titik uji
yang akan diperiksa.
d. Catat penunjukkan timbangan (L) dan nilai yang tercetak pada
alat pencetak (printer).
e. Tentukan kesalahan penunjukan dengan rumus
f. Tambahkan anak timbangan standardan lakukan kembali
prosedur c – e untuk titik uji lainnya sampai titik uji dengan
penggunaan maksimum anak timbangan standar yang tersedia.
g. Titik-titik uji yang berada dalam rentang penggunaan material
substitusi (B).
IV.1.8. Batas Kesalahan yang Diijinkan (BKD)
Kelas E
0<= m <=50000 ±0,5e
Sena Harimurty 43
0<= m <=5000
0<= m <=500
0<= m <=50
50000 <= m <= 200000
±1,0e 5000 <= m <= 20000
500 <= m <= 2000
50 <= m <= 200
200000 < m
±1,5e 20000 <= m <= 100000
2000 <= m <= 10000
200 <= m <= 1000
Tabel IV.4. Tabel Batas Kesalahan yang Diizinkan (BKD)
IV.2. PERHITUNGAN KETIDAKPASTIAN PADA JEMBATAN
TIMBANG
E=I-mref
u2(E)= u
2(I)+u
2(mref)
Dimana: u2(E) standar ketidakpastian nilai diskrit
u2(I) standar ketidakpastian untuk indikasi timbangan(UUT)
u2(mref)standar ketidakpastian massa referen
IV.2.1. Standar Ketidakpastian dari Indikasi
I=IL+DIdigL+DIrep+DIecc-I0-DIdigO
Dimana :
DIdigL = Estimasi keslahan pembulatan dari penunukan timbangan pada saat
dibebani. Ketidakpastiannya adalah
U(DIdigL)=d/2
DIrep = Estimasi nilai error yang ditimbulkan oleh pengaruh pengulangan
(repeatailitas) dengan asumsi distribusi normal. Ketidakpastiannya adalah
U(DIrep)=s(Ij)/
DIecc = Estimasi error yang ditimbulkan oleh penempatan beban atau posisi
tengah. Ketidakpastiannya adalah
U(DIecc)=
Sena Harimurty 44
DIdigO = Estimasi kesalahan pembulatan dari penunjukan timbangan pada saat
tanpa beban. Ketidakpastiannya adalah
U(DIdigO) = d0/(2 )
IV.2.2 Standar Ketidakpastian untuk Massa Referens
Standar ketidakpastian untuk massa referens secara umum dapat dhitung dengan
persamaan :
U2(mref) = u
2(Dmc)+u
2(DmB)+u
2(DmD)+u
2(Dmconv)
Dimana :
Dmc = koreksi untuk nilai massa nominal yang bersumber dari sertifikat kalibrasi
massa standart. Ketidakpastiannya adalah
U(Dmc)=U/k
DmB = Koreksi bouncy udara. Ketidakpastiannya
U(DmB)=w(mB)mN/
DmD = Koreksi drift dari nilai konvensional massa standart sejak kalibrasi.
Ketidakpastiannya adalah :
U(DmD)=kDu(mC)/
Dmconv = Koreksi untuk efek konveksi. Ketidak pastiannya adalah
U(Dmconv) =
IV.3. MASALAH YANG BIASA TERJADI SAAT PROSES KALIBRASI
JEMBATAN TIMBANG / TIMBANGAN TRANSAKSI
Saat proses kalibrasi dan pengujian, jika jembatan timbang tersebut tidak
sesuai dengan hasil yang diharapkan atau diluar dari batas kesalahan yang
diijinkan (BKD) maka perlu dilakukan pengecekan kembali alat tersebut.
Pengecekan yang dilakukan terkait dengan sistem perkabelan, alat indikator
penunjukan, load cell yang digunakan. Pengecekan pada sistem perkabelan
Sena Harimurty 45
dilakukan secara fisik yaitu dengan melihat apakah kabel ada yang terkelupas atau
tidak. Dan dlihat juga apakah semua kabel telah menyambung dengan benar.
Untuk load cell pengecekan dilakukan dengan menggunakan multimeter
untuk mengetahui apakah tegangan keluaran dari load cell sudah sesuai dengan
yang seharusnya. Jika tidak sesuai dengan yang seharusnya, dapat dilakukan
penambahan bantalan pada load cell sehingga tegangan keluaran sesuai dengan
yang seharusnya. Selain itu juga, jika rangkaian load cell berupa rangkaian paralel
pasti akan terdapat junction box. Junction box dapat kita adjust sehingga nilai
keluaran yang didapat di indikator akan tetap sama walaupun ada load cell yang
bermasalah. Jika tetap tidak sesuai juga maka load cell sudah rusak dan harus
diganti. Sebab-sebab load cell rusak adalah akibat terendam banjir dalam waktu
yang lama, tersambar petir dan akibat beban / truk yng terlalu lama menekan load
cell.
Masalah lain yang juga sering timbul adalah indikator yang berkedip-
kedip sehingga menyulitkan pembacaan indikator. Hal ini kemungkinan besar
akibat rangkaian yang tidak terground dengan sempurna. Sehingga perlu dicek
kembali pentanahan (ground) pada rangkaian tersebut.
IV.4. KALIBRASI TIMBANGAN KONVEYOR
Proses pengkalibrasian timbangan konveyor dapat dilakukan dengan 2
cara yaitu dengan dengan menggunakan kalibrator GJG (alat khusus, berupa
barbel yang ditempatkan diatas timbangan konveyor) dan secara langsung dengan
bantuan truk dan jembatan timbang.
IV.4.1. Kalibrasi Tanpa Material
Kalibrasi timbngan knveyor dengan metode ini contohnya ada pada
timbangan WF 1 sampai WF 12 EAF SSP1. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah :
Weighing harus dalam keadaan bersih dari ganjlan sponge atu
material lain yang menggangu timbangan.
Memeriksa identitas timbangan serta material yang digunakan
Sena Harimurty 46
Load cell harus bebas dari debu
Langkah-langkahnya adalah
1. Tutup pemasukan materil (cut bungker), putar belt sampai kosong
2. Semprot dan bersihkan area WF denagn udara lalu matikan timbangan dan
set mode operasi “gravimetrik non-interlocked” buka tara bridge RT
dalam terminal box GKK
3. Pasangg unt kalibrasi (berbentuk seperti barbel), masukan program adapter
ke dalam unit kalibrasi
4. Atur switch kalibrasi ke posisi Vkv , start, hitung pulsa dan
waktunya(untuk sponge pulsanya 112 dan waktu 0,993; untuk kapur
pulsanya 296 dan waktunya 2728) jika tidak sesuai ubah dengan r3 GVT
(error ±1%) .
5. Buka fse scr e1, e2 dan periksa nol amplifer (amplifier zero) pada socket
b1, b2 GMV, apabila ada penyimpangan betulkan dengan menggunakan
r10 GMV (error ±10V) .
6. Lakukan tara bridge ukur pada socket b1, b2 GMV, apabila ada
penyimpangan atur dengan jumperan RT dengan box GKK dan pasang
kembali e1, e2.
7. Atur switch kalibrasi ke posisi NK, laul hitung pulsa dan waktunya, untuk
sponge pulsanya 101 waktunya 5.407 untuk kapur pulsanya 202 dan
waktunya 5,470 apabila ada penyimpangan atur dengan r10 GTK
8. Atur switch kalibrasi ke posisi Vkg, hitung seperti langkah 4. Apabila ada
penyimpangan atur dengan r23 GTK.
9. Atur switch kalibrasi ke posisi 10ZK 100%, turunkan barbel (beban),
hitung pulsa dan waktunya. Jangan diubah.
10. Atur switch ke posisi ZK 10%, hitung pulsa dan waktunya jika salah
koreksi dengan r10 GVT
11. Ulangi langkah 7 untuk pulsa sponge 3 waktu 1500 dan untuk kapur pulsa
8 dan waktu 1200, apabila ada penyimpangan koreksi dengan r13 GMK
12. Ulangi langkah 6 dan ukur tegangan setpoint pada 0, ln GVT dan tegangan
load cell b1, b2 GMV harus :
Sena Harimurty 47
100% = 18v koreksi dengan r63 GMK
10% = 1.8v koreksi dengan r30 GTK
b1,b2 = 20v koreksi dengan r33 GMK
13. Matikan timbangan , cabut alat kalibrasi dan kembalikan WF ke posisi
semula. Lakukan test penimbangan aktual material.
IV.4.2.Metode dengan Material
Pada metode ini, menggunakan material asli. Maksudnya jika konveyor
digunakan untuk sponge, maka material penguji yang digunakan adalah besi
sponge. Dari timbangan konveyor kemudian dimasukkan ke dalam truk yang
kemudian akan ditimbang di jembatan timbang. Langkah-langkahnya adalah :
1. Menjalankan konveyor selama kurang lebih 10 menit tanpa menggnkan
material.
2. Menutup deflector dan arahkan ke patio/chut. Pastikan deflector tidak
bocor.
3. Catat span lama dan counter massa. Untuk kalibrasi biasanya penarikan
material sebanyak 20 – 30 ton.
4. Angkut material dan timbang di timbangan kalibrator
5. Bandigkan antara massa counter dengan massa calibrator. Hitung dengan
rumus untuk mendapatkan nilai toleransi. Toleransi yang diijinkan adalah
± 0,5%
6. Jika hasil belum memenuhi persyaratan tersebut, ubah span dan ulangi
proses hingga hasilnya normal.
Sena Harimurty 48
BAB V
KESIMPULAN
V.1. Kesimpulan
Proses kalibrasi pada timbangan transaksi ada beberapa proses, yang
pertama pengecekan timbangan, pengujian kemampuan ulang (repeatabilitas),
eksentrisitas, diskriminasi, ketelitian penyetelan nol, dan pengujian kebenaran.
Proses kalibrasi untuk timbangan konveyor terbagi menjadi 2 yaitu tanpa mterial
dengan bantuan barbel, dan dengan menggunakan material secara langsung.
Masalah yang sering timbul pada proses kalibrasi adalah kerusakan pada
load cell, load cell yang tidak memberikan nilai tegangan keluaran yang tidak
tepat, indikator yang berkedip-kedip.
Sena Harimurty 49
DAFTAR PUSTAKA
[1] Dasar-Dasar Pengukuran dan Kesalahan Pengukuran.P2M Departemen
Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
[2] Howarth, Preben dan Fiona Redgrave. 2008. Metrologi Sebuah Pengantar.
Serpong: Pusat Penelitian Kalibrasi, Instumentasi, dan Metrologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PUSKIM LIPI)
[3] www.loadstarenergy.com/technology.html
[4] Koestoer, Reldi Artono.2004 . Pengukuran Teknik. Depok: Departemen
Teknik Mesin Fakultas Teknik Univ. Indonesia
[5] www.sensorland.com/HowPage005.html
[6] Conveyor Handbook. Fenner Dunlop, Conveyor Belting Australia.
This book was distributed courtesy of:
For your own Unlimited Reading and FREE eBooks today, visit:http://www.Free-eBooks.net
Share this eBook with anyone and everyone automatically by selecting any of the options below:
To show your appreciation to the author and help others have wonderful reading experiences and find helpful information too,
we'd be very grateful if you'd kindlypost your comments for this book here.
COPYRIGHT INFORMATION
Free-eBooks.net respects the intellectual property of others. When a book's copyright owner submits their work to Free-eBooks.net, they are granting us permission to distribute such material. Unless otherwise stated in this book, this permission is not passed onto others. As such, redistributing this book without the copyright owner's permission can constitute copyright infringement. If you
believe that your work has been used in a manner that constitutes copyright infringement, please follow our Notice and Procedure for Making Claims of Copyright Infringement as seen in our Terms of Service here:
http://www.free-ebooks.net/tos.html