review kad retno

13
i Retno Utami (09/283087/SP/23668) Tugas Review Jurnal (UTS Mata Kuliah Kerjasama Antar Daerah) Public-Private Partnership: An International Perfomance Review oleh Graeme A.Hodge dan Carsten Greve Dalam abstraksinya jurnal ini menyebutkan bahwa kemitraan antara pemerintah-swasta sedang menikmati kepopulerannya secara global, akan tetapi masih ada kebingungan tentang gagasan keseluruhan atau makna yang terkandung dari kemitraan itu sendiri, seperti apa saja yang bisa dipelajari dari sejarah kita selama ini mengenai kemitraan dan apa yang baru mengenai bentuk- bentuk kemitraan yang paling mode saat ini. Ini menarik menurut saya karena lebih mendalami akan batasan apa yang disebut kemitraan dan dinamika perkembangan kemitraan antara state-privat dipandang dalam segi positif maupun negatif dari contoh-contoh Negara yang sudah mempraktekkannya. Kontrak jangka panjang adalah salah satu bentuk jenis PPP, menurut artikel jurnal ini, bahwa hasil evaluasi yang dilakukan sejauh ini bertentangan dengan makna efektivitas menurut mereka, kepedulian terbesar dibutuhkan untuk memperkuat evaluasi kedepannya dan penilaian tingkah laku dari para pendukung kebijakan itu sendiri. Artikel ini menyebutkan PPP, dengan longgar didefinisikan sebagai kelembagaan kooperatif yang menggabungkan antara aktor sektor pemerintah dan sektor swasta yang telah memperoleh kepentingan luas di seluruh dunia. Pernyataan tersebut memang

Upload: aisyatunnurlaely

Post on 05-Aug-2015

50 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Review Kad Retno

i

Retno Utami (09/283087/SP/23668)

Tugas Review Jurnal (UTS Mata Kuliah Kerjasama Antar Daerah)

Public-Private Partnership: An International Perfomance Review oleh Graeme A.Hodge dan Carsten Greve

Dalam abstraksinya jurnal ini menyebutkan bahwa kemitraan antara pemerintah-swasta

sedang menikmati kepopulerannya secara global, akan tetapi masih ada kebingungan tentang

gagasan keseluruhan atau makna yang terkandung dari kemitraan itu sendiri, seperti apa saja

yang bisa dipelajari dari sejarah kita selama ini mengenai kemitraan dan apa yang baru mengenai

bentuk-bentuk kemitraan yang paling mode saat ini. Ini menarik menurut saya karena lebih

mendalami akan batasan apa yang disebut kemitraan dan dinamika perkembangan kemitraan

antara state-privat dipandang dalam segi positif maupun negatif dari contoh-contoh Negara yang

sudah mempraktekkannya. Kontrak jangka panjang adalah salah satu bentuk jenis PPP, menurut

artikel jurnal ini, bahwa hasil evaluasi yang dilakukan sejauh ini bertentangan dengan makna

efektivitas menurut mereka, kepedulian terbesar dibutuhkan untuk memperkuat evaluasi

kedepannya dan penilaian tingkah laku dari para pendukung kebijakan itu sendiri.

Artikel ini menyebutkan PPP, dengan longgar didefinisikan sebagai kelembagaan

kooperatif yang menggabungkan antara aktor sektor pemerintah dan sektor swasta yang telah

memperoleh kepentingan luas di seluruh dunia. Pernyataan tersebut memang tidak bisa

terbantahkan, hampir sebagian Negara di belahan dunia ini telah menerapkan apa yang disebut

PPP, yang saya tahu PPP justru mulai berkembang di Negara-negara maju seperti Jepang,

Korea, Amerika, Inggris, sedangkan Negara berkembang pun juga mulai mengaplikasikannya

contohnya seperti di Malaysia. Menurut saya bukan tidak mungkin PPP dipraktekkan secara

maksimal di Indonesia apalagi dengan penduduknya yang berjumlah besar dan luasnya geografis

Negara ini, padahal masyarakat juga berhak mendapatkan pelayanan publik yang maksimal maka

pemerintah bisa mengajak kerjasama pihak atau sektor swasta untuk meningkatkan pelayanan

publik yang lebih baik, karena pemerintah pun pasti mempunyai keterbatasan dana dan

sumberdaya. Jurnal ini menyebutkan bahwa beberapa pihak melihat PPP sebagai alat

pemerintahan baru yang akan menggantikan metode tradisional dari pihak-pihak yang

mengadakan kontrak atau perjanjian untuk pelayanan publik melalui tender yang lebih

Page 2: Review Kad Retno

i

kompetitif. Memang di Indonesia sebagian besar kerjasama public-private lebih kepada sektor

infrastruktur contohnya seperti pembangunan jembatan, jalan, terowongan, tol, pelabuhan dan

lain-lain. Jurnal ini menyebutkan bahwa manfaat atau sebaliknya dari syarat/ketentuan kemitraan

pelayanan swasta versus syarat/ketentuan dari pelayanan state dan intervensinya dalam

perekonomian terus mendorong perdebatan penting yang serius. Isu ini memang sensitif terhadap

pertumbuhan ekonomi suatu Negara karena logikanya memang melalui kemitraan tersebut bisa

menjadi sebuah peluang besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan tentang beberapa

kemungkinan besaran input yang diberikan oleh masing-masing pihak dalam kesepakatan

perjanjian kerjasama, karena itu yang menjadi dasar pertimbangan pembagian keuntungan kedua

belah pihak.

Jurnal menyebutkan, dari segi sejarah pun sebenarnya implementasi dari bentuk

kerjasama kemitraan sektor swasta dan pemerintah sudah diaplikasikan sejak dulu baik di abad18

maupun abad 19, maka bisa disimpulkan bahwa sepanjang waktu ini, argumen tentang kualitas

efisiensi, pelayanan dan akuntabilitas dalam dua sektor tersebut telah dilatih dengan baik.

Menurut jurnal ini, PPP dipuji sebagai alternatif utama untuk privatisasi dan contracting out dan

upaya untuk menggabungkan sisi yang kuat dari sektor publik dan swasta dan bisa dikatakan

bahwa PPP adalah prinsip utama yang diambil layaknya “jalan ketiga/alternatif” bagi pemerintah

untuk diaplikasikan. Karena kolaborasi kedua sektor tersebut sama-sama menguntungkan kedua

belah pihak dan menjadi jalan alternatif untuk menuju good governance dan jaminan pelayanan

publik yang lebih baik dan maksimal untuk masyarakat. Namun menurut saya memang

diharapkan peran dan kontrol pemerintah juga tetap ada karena bagaimanapun juga keterwakilan

dan yang membawa hak-hak dan suara masyarakat disini adalah publik/Negara yang punya

tanggungjawab sosial, walaupun tidak dominan secara mayoritas peran Negara harus jelas dan

ada bentuknya.

Kedua penulis dalam jurnal menyebutkan urgensi penulisan mereka ada tiga alasan, yang

pertama adalah ada kebutuhan untuk menguji kembali definisi atau makna arti berbeda-beda

tentang PPP yanng kemudian dipertimbangkan sebagai konsep yang layak untuk dijadikan studi

empiris, kedua adalah ada kebutuhan penting untuk meninjau kembali berbagai pengalaman kita

terhadap PPP karena konsepnya kini telah berkembang pesat di seluruh dunia dan yang ketiga

adalah trend pemerintah saat ini yang mulai merambah untuk menjajal hubungan kerjasama

Page 3: Review Kad Retno

i

jangka panjang dengan mitra bisnis swasta dibawah kontrak dan jangkauan yang lebih maju atau

berkembang daripada yang sebelum-sebelumnya. Jadi lebih kepada fenomena PPP dan lebih

mengenal secara mendalam tentang PPP yang dinamikanya berkembang seiring berjalannya

waktu di beberapa Negara belahan dunia. Maka dari itu artikel jurnal ini secara garis besar

berisikan berbagai variasi definisi tentang konsep PPP yang kemudian direview kembali, lalu

lebih fokus terhadap kontrak infrastruktur jangka panjang sebagai salah satu bentuk PPP dan

mengevaluasi performance dari bentuk kerjasama dengan mengartikulasikan kriteria evaluasinya

dan mereview kembali atau meninjau kembali berbagai bukti yang tersedia dari literatur

mengenai PPP dan pada akhir artikel jurnal ada diskusi singkat mengenai evaluasi pengamatan

dan implikasinya. Temanya sangat menarik untuk memperdalam wawasan dan perkembangan

mengenai public-private partnership berikut contoh dan pengalaman riilnya yang sejalan dengan

konteks mekanisme pengelolaan kerjasama serta manfaat, hambatan dan jaringan pengelolaan

kerjasama namun tetap focus untuk mencapai nilai efektif, efisien dan kualitas pelayanan yang

lebih baik.

Definisi Konsep dari Kemitraan Sektor Public-Swasta

(Menurut Teisman and Klijin 2001,2002) bahwa kesenjangan terbesar tampaknya berada

di antara para peneliti yang melihat PPP sebagai alat pemerintah dan mereka yang berfikir seperti

itu hanyalah permainan bahasa. Di dalam artikel dijelaskan bahwa di dalam proyek infrastruktur

di dunia ini, PPP juga menjadi model keuangan yang memungkinkan sektor publik untuk

memanfaatkan modal keuangan/sumber daya sektor swasta dengan cara meningkatkan

kemungkinannya baik di pemerintahan terpilih ataupun perusahaan swasta. Dimana menurut

saya ini berhubungan dengan urgensi PPP di Indonesia, yaitu swasta memang butuh investasi,

maka mereka juga perlu ruang untuk berinvestasi dan pemerintah juga memiliki keterbatasan

dana dan sumberdaya, maka kerjasama ini dibutuhkan. Dan operasional PPP juga perlu

pergeseran mendalam atau mindset penyelenggara pemerintahan yang berimplikasi pada

kemampuan menyelesaikan masalah. Regulasi disini perlu diperjelas dan ketat agar swasta tidak

sepenuhnya menguasai apalagi sifat swasta/privat yang perlu digarisbawahi yaitu benefit interest

sehingga peran pemerintah harus kuat dan jelas.

PPP Sebagai Organisasi dan Pengaturan Keuangan

Page 4: Review Kad Retno

i

Di dalam jurnal disebutkan bahwa kerjasama mungkin memperoleh beberapa produk

baru atau layanan yang tak seorang pun akan berpikir jika organisasi publik dan swasta telah

menutup diri, ada peluang inovasi dalam penyediaan pelayanan publik karena pihak swasta

dilibatkan, apalagi ada dukungan dari pengguna jasa untuk melibatkan pihak swasta sebagai

penyedia layanan namun kekurangannya sulit mendeteksi ketertutupan dari pihak sektor swasta

atau state. Proyek infrastruktur bentuk pengaturan kontraknya ada 3 macam yaitu BOOT(build-

own-operate-transfer) dan BOT (build-own-transfer) serta sale-and-lease-back. Pada akhirnya

kerjasama kemitraan melibatkan komitmen jangka panjang untuk beberapa tahun kedepannya.

Sarjana Manajemen Publik Belanda Van Ham dan Kopenjan secara eksplisit menyebutkan

definisi beberapa keuntungan PPP, menggarisbawahi kerjasama dari beberapa durabilitas,

menekankan pembagian resiko sebagai bagian dari komponen penting bentuk kerjasama dan

faktor-faktor lain untuk saling berbagi dan kemitraan yang terjalin memproduksi beberapa hal

penting seperti produk atau pelayanan dan mungkin secara eksplisit keduanya berdiri dari upaya

bersama-sama.

Dengan ini lebih kepada aspek penjelasan konsep proses kerjasama kedua pihak ketika

komitmen dijalankan dan output yang diharapkan, menurut saya ini penting karena harus jelas

input dan output yang dicurahkan oleh masing-masing pihak dalam kemitraan ini. Bisa

disimpulkan interpertasi meluas tentang kemitraan, membuat aspek organisasi itu dilihat sebagai

interorganisasi yang lebih memahami bahwa policy networks itu dijadikan “aturan khusus”

dalam kemitraan kerjasama publik dan swasta. Disini saya artikan sebagai bentuk aspek

organisasi dan policy sebagai alat untuk mengkontrol kemitraan kedua pihak, karena kerjasaama

kemitraan tersebut erat lingkupnya dengan arah kebijakan suatu Negara atau keputusan yang

diambil oleh para aktor kebijakan dan juga aspek jenis organisasinya, disini fungsi kelembagaan

harus kuat maka yang perlu disoroti juga adalah aspek regulasi aturan pendukung yang jelas dan

tegas.

Jurnal juga menyebutkan implikasi berbeda antara PPP dibandingkan dengan pengaturan

pihak-pihak yang mengadakan kontrak atau perjanjian secara tradisional yaitu dampaknya

berjangka panjang, peran yang lebih potensial dalam pengambilan keputusan infrastruktur, arus

keuangan yang besar, dan kapasitas yang besar untuk menerima resiko dialihkan atau dibagi ke

kedua sisi/pihak kemitraan itu sendiri. Diatas disebutkan berbagai kelebihan PPP, disini sangat

Page 5: Review Kad Retno

i

jelas keduanya menjadi mitra dan tak ada kesan ada pihak yang bersifat membawahi pihak lain,

ada tujuan bersama yang didasarkan pada komitmen yang hendak dicapai dan tanggung jawab

masing-masing pihak, kedua pelaku yang terlibat dalam kemitraan ini sama-sama tahu posisinya

dan bersama-sama menanggung resiko bila ada permasalahan, jadi tidak cuma berbagi untung

dan sumberdaya/input namun kedua pihak juga siap unkt menanggung resiko, ini yang menjadi

syarat atau prakondisi kemitraan privat-state.

Kemitraan Public-Private sebagai Permainan Bahasa

Jurnal menyatakan bahwa tampaknya adil untuk mengatakan bahwa sejumlah atau

sebagian pemerintah telah mencoba untuk menghindari kata-kata privatisasi dan contracting out

ketika dalam membicarakan dukungan adanya kemitraan, itu mungkin salah satu bagian dari

kecenderungan umum manajemen public untuk perlu memperbaharui istilah-istilah tersebut dari

waktu ke waktu. Memang kedua istlah tersebut amat sensitive kaitannya dengan stigma negative

di masyarakat, dan dikhawatirkan dengan imej istilah tersebut maka kemitraan akan sulit

diwujudkan. Seperti yang kita tahu contracting out amat ditentang kaum pekerja maupun buruh

karena menimbulkan ketidakjelasan status kita dalam bekerja karena sewaktu-waktu kita bisa

diberhentikan oleh perusahaan, namun cara ini dianggap efektif dan efisien oleh swasta dalam

merekrut karyawan, sedangkan privatisasi mempunyai stigma negative karena penerapan yang

salah kaprah oleh para aktor penentu kebijakan di Indonesia mengenai privatisasi, seperti yang

terjadi di era presiden Megawati bahwa BUMN potensial kita dijual pada asing/swasta yang

kemudian dinamakan privatisasi, padahal maknanya bukan seperti itu tetapi lebih kepada

penerapan prinsip-prinsip privat/swasta dalam pengelolaan BUMN atau institusi publik kita,

karena tak bisa dipungkiri prinsip-prinsip swasta/privat yang konsumen oriented jauh lebih baik

dan humanis dan cepat dalam pelayanan publiknya, itu yang dimaksud privatisasi menurut

pendapat saya. Penggunaan istilah memang harus hati-hati, salah-salah malah menghambat

kemitraan yang sedang ingin dijalin.

Kerangka Evaluasi

Salah satu mode/jenis PPP yaitu PFI syarat/ ketentuan infrastruktur, secara singkat kita

akan mengevaluasi sejauh mana model kemitraan tampaknya telah berhasil, contohnya seperti

pembangunan jalan, pembangunan pelabuhan, stadion olahraga, transportasi, pelayanan darurat

Page 6: Review Kad Retno

i

yang kesemuanya diatur dari segi keuangannya, desain dan pengembangan pembangunannya,

operasional dan kepemilikan.

Evaluasi Kemitraan Jenis PFI

Ada dua janji dalam artikel jurnal yang disebutkan mendukung adanya fenomena PFI

yaitu mengurangi tekanan pada anggaran pemerintah dan memungkinkan kapasitas yang lebih

besar untuk dibelanjakan pada prioritas kebijakan lain karena penggunaan dana sektor privat atau

swasta untuk infrastruktur dan yang kedua adalah nilai uang yang lebih baik dalam penyediaan

infrastruktur publik. Kedua alasan dan janji diatas yang menjadi landasan dasar fenomena PFI.

Secara logika kita juga berasumsi bahwa pemerintah dalam penyediaan sektor publik baik itu

infrastruktur yang pembiayaan awalnya dari swasta itu tidak mengurangi tanggung jawab utama

pemerintah. Saya setuju dengan hal tersebut, karena pemerintah juga tidak boleh langsung lepas

tangan, karena itu juga sudah tanggung jawab pokok pemerintah. Menurut Shaoul(2005)

menyebutkan bahwa jenis PFI telah berubah menjadi sangat mahal dan kurangnya akuntabilitas

menyebabkan adanya kesulitan belajar dari pengalaman masa lalu. English(2005) mencatat

kegagalan dari studi kasus Rumah sakit daerah Latrobe dan menjadi pengingat kita akan

pentingnya dan sulitnya memperkirakan nilai uang.

Penulis artikel menyebutkan secara keseluruhan warga masyarakat mulai khawatir

dengan janji-janji politik yang diberikan tipe PPP yaitu PFI dan terlihat bahwa keuntungan secar

ekonmi dan keuangan masih menjadi subyek yang diperdebatkan karena ketidakpastannya, saya

setuju dengan pernyataan ini karena memperkirakan besaran nilai mata uang dan sejarah

memberikan kita banyak contoh, analoginya warga menjadi saasaran ideologis pemerintah dan

bertekad menerapkan resep kebijakan terbaru padahal warga sedang sedang tidak sakit, jadilah

kebijakan tersebut menjadi tidak efektif, karena salah penanganan resep tadi. Menurut saya

konsep PPP kurang lebih sama dengan kerjasama antar daerah harusnya pemerintah tahu

bagaimana kondisi warga dan mencari data pendukung mengenai kemitraan public-privat dan

informasi tentang kemampuan dan pengalaman dalam kemitraan PPP, kemudian menilai dan

mengukur kemampuan Pemerintah, masyarakat dan swasta dalam menangani kerjasama, diskusi

dan komunikasi secara mendalam antara kedua pihak untuk komitmen dan kesepakatan

kerjasama yang paling prioritas dan urgensi yang isi pembicaraannya meliputi, tanggungan

Page 7: Review Kad Retno

i

resiko, tanggung jawab, input sumber daya dan masing-masing persetujuan keuntungan dan

output yang jadi tujuan bersama untuk dijadikan program kerja.

Diskusi, Observasi dan Implikasi

Dalam jurnal menyebutkan ketersediaan pembiayaan oleh swasta untuk proyek-proyek

infrastruktur pemerintah pada dasarnya telah memberikan kemampuan baru layaknya

penggunaaan “kartu kredit” untuk mengisi ulang penawaran infrastruktur Negara. Analogi yang

bagus, dan PPP menurut saya sebagai harapan tercapainya pembangunan dn pertumbuhan

ekonomi dalam penyediaan infratstruktur pelayanan publik yang mempunyai peran penting

terhadap kesejahteraan masyarakat luas namun tetap saja tata kelola dan akuntabilitas mesti hati-

hati untuk kita musyawarahkan bersama untuk memperkecil resiko munculnya permasalahan

dalam kemitraan. Namun menurut penulis artikel juga, dengan transparansi yang terbatas dan

penyesuaian yang begitu kompleks di PPP maka kejelasan pengaturan kemitraan keuangan

memang sulit untuk bisa dimengerti, ini malah tidak memberikan keyakinan terhadap warga

akan pengaturan dan pembagian risiko dengan pembiayaan swasta dan peran finansial bagi

pemerintah juga menadi isu penting di dalamnya. Maka akan muncul keengganan untuk

mendukung kemitraan bila hal-hal diatas tidak diantisipasi oleh pemerintah. (IPPR 2001, 90-93)

bahwa demikian juga yang terjadi di Inggris yaitu nilai uang di sektor kesehatan dan pendidikan

telah dirundung keraguan oleh warganya. Maka pemerintah perlu menjaga tanggung jawab yang

diberikan oleh masyarakat yaitu tanggung jawab kepemrintahan mereka ynag mestinya

dipisahkan dari concern kinerja yang komersial atau sekedar cari untung semata, ini tentu jadi

dilemma dan tekanan tersendiri bagi pemerintah.

Saran dari penulis jurnal adalah jika Negara membuat unit organisasi spesial untuk

kebijakan PPP, maka harus jelas bentuk “top-down” untuk mendorong adanya PPP di

pemerintah dan dibutuhkan juga pemisahan yang jelas tentang advokasi kebijakan dan

responbilitas pelayanan dari dana publik. Dan kesimpulan tentang evaluasi PPP terhadap PFI-

salah satu jenis pengaturan kemitraan yang aplikasikan di Inggris dalam realitas bukti yang ada

malah kontradiksi dengan makna efektifitas. Pemerintahan yang baik atau good government pada

sejatinya adalah pemerintahan yang efektif dan akuntabel. PFI-jenis PPP yang mempunyai

karakteristik baru yang dibandingkan dengan kemitraan tradisional, mencakup penggunaan

Page 8: Review Kad Retno

i

kompleksitas yang rumit, mengubah penguasaan pemerintah, dan asumsi atau anggapan tentang

akuntabilitas/tanggung jawab.

DAFTAR PUSTAKA

1. Teisman, Geert, and Erik-Hans Klijin.2001.Public-Private Partnership in the European

Union; Official Suspect, Embraced in Daily Practice. In Public-Private

Partnership:Theory and Practice in International Perspective, edited by Stephen

Osborne,165-86.New York:Routledge.

2. Van Ham, Hans, and Joop Koppenjan.2001. Building Public-Private

Partnership:Assesing and Managing Risk in Port Development. Public Management

Review 4(1):593:616

3. English, Linda.2005. Using Public-Private Partnership to Deliver Social Infrastructure:

The Australian Experience. In The Challenge of Public-Private Partnership:Learning

from International Experience, edited by Graeme Hodge and Carsten Greve, 290-

304.Cheltenham, UK;Edward Elgar

4. Shaoul, Jean.2004.Railpolitik:The Financial Realities of Operating Britain’s National

Railways. Public Money and Management 24(1):27-36

5. Institute for Public Policy Research(IPPR).2001.Building Better

Partnership.London:Institute of Public Policy Research.