relung ekologi

Upload: widicahyaadi

Post on 09-Jan-2016

242 views

Category:

Documents


18 download

DESCRIPTION

EKOLOGI

TRANSCRIPT

6

BAB 1PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangEkologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang ekosistem. Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dilingkungannya, oleh sebab itu ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Makhluk hidup dalam ekosistem tidak dapat dipisahkan dengan unsur-unsur kehidupan baik biotik maupun abiotik.Dalam sebuah ekosistem, terdapat kedudukan makhluk hidup yang berada dalam satu habitat yang disebut dengan relung. Relung atau Niche tidak dapat dipisahkan dari kajian habitat suatu ekosistem atau populasi serta individu didalamnya. Relung (Niche) menurut Heddy (1994), menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam ekosistem. Relung suatu organisme ditentukan oleh tempat hidupnya (habitat) dan oleh berbagai fungsi yang dikerjakannya. Dapat dikatakan, bahwa relung adalah kedudukan organisme dalam habitatnya.

1Kedudukan organisme menunjukkan fungsi organisme dalam habitatnya. Seperti yang kita ketahui, berbagai organisme dapat hidup pada habitat yang sama akan tetapi apabila dua atau lebih organisme berbeda menempati relung yang sama dalam satu habitat akan terjadi persaingan. Makin besar kesamaan dalam relung dari tiap organisme pada suatu habitat maka semakin besar pula persaingan yang ada. Adanya kesaman relung ini disebut dengan Niche overlap (relung tumpang tindih). Sejauh mengandalkan dua spesies yang sama jenis makanan untuk mempertahankan populasi mereka, sejauh itu mereka bersaing dengan satu sama lain. Organisasi bergantung pada lingkungan untuk sumber daya mereka untuk mempertahankan diri mereka sendiri, dan sehingga organisasi populasi bersaing satu sama lain.Tingkat persaingan di antara dua populasi adalah sebanding dengan tingkat tumpang tindih dalam sumber daya relung mereka.Pengetahuan tentang konsep relung dalam ekologi merupakan hal yang penting, pengetahuan ini dapat dimanfaatkan untuk mengetahui kedudukan fungsional suatu makhluk hidup tertentu dalam komunitasnya. Konsep relung ekologi dapat diaplikasikan dalam upaya pelestarian atau konservasi hewan langka. Manfaat relung dalam ekologi untuk aktivitas konservasi adalah sebagai pengetahuan penggunaan sumber daya biotik dan abiotik oleh organisme yang secara teoritis mampu digunakan oleh suatu populasi dibawah keadaan ideal, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan acuan memahami dan mengatasi masalah kondisi dan sumberdaya yang membatasi atau secara potensian membatasi suatu populasi hewan langka tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, makalah ini disusun dengan judul Konsep Relung Ekologi dan Pemisahan Relung serta Aplikasinya dalam Konservasi Hewan Langka.

1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah sebagai berikut.1. Apakah pengertian relung (niche) dalam ekologi?2. Bagaimana konsep relung tumpang tindih (niche overlap) dan pemisahan relung?3. Bagaimanakah aplikasi konsep relung ekologi dalam upaya konservasi hewan langka?

1.3 TujuanBerdasarkan rumusan masalah diatas maka rumusan masalah sebagai berikut.1. Menjelaskan pengertian relung (niche) dalam ekologi.2. Menjelaskan konsep relung tumpang tindih (niche overlap) dan pemisahan relung.3. Mendeskripsikan aplikasi konsep relung ekologi dalam upaya konservasi hewan langka.

BAB 2PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Relung EkologiRelung ekologi adalah posisi atau status dari struktur adaptasi organisme, respon psikologi, dan tingkah laku spesifik (Odum, 1993). Menurut Pidwirny (2006) relung ekologi merupakan total kebutuhan suatu spesies terhadap seluruh sumber daya dan kondisi fisik yang menjadi faktor penentu di mana dia hidup dan seberapa melimpah spesies tersebut pada suatu lokasi dalam rentangan tersebut. Suarsana (2011) menyatakan bahwa relung ekologi berbeda dengan habitat, habitat adalah suatu tempat organisme hidup sedangkan relung merupakan status organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi struktural, tanggap fisiologis, serta perilaku spesifik organisme itu. Jadi relung suatu organisme bukan hanya ditetntukan oleh tempat organisme itu hidup, tetapi juga oleh berbagai fungsi yang ada disekitarnya. Para ahli ekologi menggunakan istilah Niche untuk mencoba mengungkapkan dalam satu kata: diaman, kapan, dan bagaimana spesies disesuaikan genetik untuk bersaing dengan spesies lain (untuk cahaya, kelembapan, nutrisi dan lain-lain) dalam ekosistem, yaitu situs atau habitat, waktu dominasi dalam urutan succesional dan (fisiologis) adaptasi fungsionalnya. Relung spesies adalah hasil spesialisasi multidimensi yang spesies dalam ekosistemnya. Dengan menempati Niche yang berbeda, spesies dapat hidup berdampingan dalam sebuah ekosistem dengan minimal kompeteisi langsung (Spurr dan Burton, 1980). Menurut Hutchinson dalam Chase dan Leibold (2003), relung ekologi memperkenalkan konsep relung ekologi multidimensi, dengan setiap kisaran toleransi terhadap suatu faktor lingkungan dianggap sebagai satu dimensi. Sementara persyaratan hidup suatu hewan pasti menyangkut banyak dimensi.

Dimensi relung adalah toleransi terhadap kondisi-kondisi yang bervariasi (kelembaban, pH, temperatur, kecepatan angin, aliran air, dan sebagainya) dan kebutuhannya akan sumber daya alam yang bervariasi. Di alam, dimensi relung suatu spesies bersifat multidimensi. Relung dua dimensi contohnya adalah hubungan temperatur dan salinitas sebagai bagian dari relung kerang di pasir. Untuk relung tiga dimensi, contohnya adalah hubungan temperatur, pH, dan ketersediaan makanan sebagai bagian dari relung suatu organisme. Dimensi relung ekologi digambarkan oleh Hutchinson dalam Chase dan Leibold (2003) yakni Penggambaran hipotetis volume tiga dimensi (tiga faktor) n-dimensi Niche hypervolume. Area di dalam kubus mewakili jumlah total yang tersedia dari masing-masing faktor, sementara wilayah dalam lingkup yang mewakili jumlah masing-masing faktor yang diperlukan untuk spesies tertentu untuk bertahan hidup.

Gambar 2.1 Hipotesis Volume Tiga Dimensi(Sumber: Chase dan Leibold, 2003)Pengertian relung sebenarnya lebih ditekankan pada fungsi setiap organisme terhadap komunitas dibandingkan dengan tempatnya secara fisik didalam habitat, pernyataan ini sesuai dengan definisi yang dikemukakan oleh Olton (dalam Colinvaux,1973), yang menyatakan bahwa relung adalah tempat hewan didalam lingkungan biotiknya, dalam hubungannya dengan makanan dan musuh.Relung ekologi merupakan tempat dimana menentukan habitatnya dan menentukan status organisme dalam suatu komunitas dan mengetahui kegiatan atau aktivitas terutama mengenai sumber pangan dan energinya, laju metabolisme dan pertumbuhannya, pengaruh terhadap organisme lain sehingga mampu mengubah hal-hal yang penting di dalam suatu ekosistemHutchinson dalam Pidwirny (2006), menyatakan bahwa relung dapat dimodelkan sebagai ruang imajiner dengan banyak dimensi. Setiap dimensi mewakili rentangan kondisi lingkungan yang dibutuhkan oleh spesies. Perluasan konsep relung adalah perbedaan antara relung fundamental (pokok) dan relung yang terealisasi. Relung fundamental suatu spesies meliputi total rentangan kondisi lingkungan yang sesuai untuk hidup tanpa pengaruh kompetisi interspesies atau predasi. Sedangkan relung terealisasi adalah bagian dari relung fundamental yang ditempati oleh spesies tersebut. Pengertian tersebut diilustrasikan pada gambar 2.2 berikut.

Gambar 2.2 Relung Fundamental dan Relung Terealisasi(Sumber: Pidwirny, 2006)Gambar 2.2 di atas menunjukkan bahwa distribusi spesies yang dikontrol oleh dua macam variabel lingkungan, yaitu suhu dan kelembaban. Area kuning dan hijau menunjukkan kombinasi suhu dan kelembaban yang dibutuhkan oleh spesies untuk bertahan dn berkembangbiak dalam habitatnya, ruang sumber daya ini disebut relung fundamnetal. Sedangkan area hijau menunjukkan kombinasi dua variabel yang benar-benar digunakan oleh spesies dalam habitatnya (Pidwirny, 2006).Dicetuskan oleh Hutchinson dalam Colinvaux (1973) atas dasar kondisi fisikokimia (faktor-faktor lingkungan), Niche dibagi menjadi 2 macam, yaitu:1) Niche Pokok (Fundamental Niche) adalah beberapa kondisi fisikokimia yang masih memungkinkan suatu organisme atau populasi dapat hidup, atau merupakan potensi secara utuh kisaran toleransi hewan terhadap berbagai faktor lingkungan, yang hanya dapat diamati dalam laboratorium dengan kondisi lingkungan terkendali. Misalnya yang diamati hanya satu atau dua faktor saja, tanpa ada pesaing, predator dan lain sebagainya.2) Niche Sesungguhnya (Realized Niche) adalah kondisi fisikokimia yang ditempati oleh organisme atau populasi tertentu secara bersamaan atau merupakan status fungsional yang benar-benar ditempati dalam kondisi alami, dengan beroperasinya banyak faktor lingkungan seperti interaksi faktor, kehadiran pesaing, predator dan lain sebagainya.Joseph Connell seorang biologiwan mempelajari dua spesies kerang yakni Balanus balanoides dan Chthamalus stellatus, yang telah dikelompokkan distribusi di bebatuan sepanjang pantai Skotlandia. Di alam, Balanus gagal untuk bertahan hidup di bebatuan yang tinggi karena tidak mampu menahan kekeringan selama pasang surut. Sebaliknya, Chthamalus biasanya terkonsentrasi pada lapisan atas batuan.

Gambar 2.3 Realized Niche Balanus dan Chthamalus(Sumber : www.blendspace.com)

Percobaan Connell untuk menentukan fundamental Niche Chthamalus, Connell membuang Balanus dari strata yang lebih rendah, ketika Connell membuang Balanus dari strata yang lebih rendah, hal ini menyebabkan penyebaran Chthamalus ke daerah strata yang lenih rendah tersebut. Penyebaran Chthamalus ketika Balanus telah dihapus menunjukkan bahwa adanya kompetisi antara Balanus dan Chthamalus, hal ini juga menunjukkan bahwa relaized Niche Chthamalus jauh lebih kecil daripada fundamental Niche nya.

Gambar 2.4 Fundamental Niche Chthamalus(Sumber : www.blendspace.com)

Relung (Niche) dalam ekologi merujuk pada posisi unik yang ditempati oleh suatu spesies tertentu berdasarkan rentang fisik yang ditempati dan peranan yang dilakukan di dalam komunitasnya. Konsep ini menjelaskan suatu cara yang tepat dari suatu organisme untuk menyelaraskan diri dengan lingkungannya. Habitat adalah pemaparan tempat suatu organisme dapat ditemukan, sedangkan relung adalah pertelaahan lengkap mengenai bagaimana suatu organisme berhubungan dengan lingkungan fisik dan biologisnya oleh sebab itu relung ekologi suatu organisme tidak hanya tergantung di mana organisme tadi hidup, tetapi juga pada apa yang dilakukan organisme (bagaimana organisme mengubah energi, bertingkah laku, bereaksi, mengubah lingkungan fisik maupun biologi) dan bagaimana organisme dihambat oleh spesies lain (Heddy, 1994). Colinvaux (1973) mengemukakan bahwa ada beberapa pengertian yang berbeda tentang relung, meskipun semua saling berhubungan, sebagai berikut.1. Relung sebagai fungsi komunitas (disebut relung kelas 1).Dalam pengertian ini, relung berarti tempat hewan didalam lingkungan biotiknya, dalam hubungannya dengan makanan dan musuh. Relung ini juga dapat disebut relung komunitas. Misalnya, ular berperan sebagai pemangsa katak dan merupakan makanan burung elang. Dalam rantai makanan, relung dalam pengertian ini dinyatakan sebagai tingkat trofik, artinya jika suatu hewan menduduki suatu tingkat trofik tertentu maka tingkat trofik tersebut merupakan relungnya didalam rantai makanan. Misalnya kijang menduduki tingkat trofik II mempunyai relung sebagai trofik II bagi organisme lain dalam rantai makanan yang didudukinya dalam rantai makanan tersebut kijang mempunyai relung sebagai pemangsa produsen dan menjadi mangsa dari konsumen yang menduduki trofik di atasnya.2. Relung dalam definisi jenis (relung kelas II)Relung dapat didefinisikan dari sudut pandang individu diantara populasinya. Maka relung adalah sejumlah kemampuan khusus dari individu untuk memenfaatkan sumber daya, bertahan dari bahaya dan berkompetisi sesuai dengan keperluannya. Kemampuan-kemampuan individu yang sudah teradaptasi merupakan ciri dari populasi atau sejenisnya, dan ciri itu merupakan relung jenis (species Niche). Sebagai contoh: Burung Robin yang aslinya hidup di Amerika (Turdus migratorius) mempunyai kemampuan yang sudah teradaptasi yaitu menarik cacing dari liangnya, berburu serangga, menerima panggilan alam dari sesamanya, dan mempunyai ketrampilan navigasi untuk bermigarsi ketempat yang jauh sebanyak dua kali dalam setahun. Kemampuan-kemampuan tersebut merupakan cara hidup yang khas dari burung Robin, dan merupakan relung burung Robin. Relung kelas I dan kelas II sama-sama menjelaskan tentang profesi hewan, tetapi dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya relung kelas I menyoroti burung Robin sebagai pemangsa cacing dan menjadi makanan elang (perannya dalam komunitas), sedangkan relung kelas II memandang peran burung Robin bagi dirinya sendiri (relung jenis) yaitu menarik cacing, menghindarkan diri dari elang dan lain-lain. Relung kelas II hanya dimiliki oleh burung Robin dari Eropa. Burung Robin dari Eropa (antara lain : Turdus merula, dan Turdus ericetorum) meskipun dapat menarik cacing, mungkin kecakapannya berbeda.3. Relung sebagai kualitas lingkungan (Relung kelas III).Relung jenis ini hanya dapat dijalankan pada kondisi-kondisi tertentu saja. Misalnya ; kemampuan burung Robin untuk menarik cacing hanya dapat dilakukan dilingkungan yang banyak cacingnya. Maka dari itu pengertian relung jenis ini ada hubungannya dengan kondisi-kondisi lingkungan khusus. Colivaux (1973) menyebutkan denga environmental space, dimana suatu populasi dapat bertahan hidup dan berkembang biak secara optimal. Berdasarkan prinsip inilah tampaknya Macfayden (dalam Colinvaux, 1973) merumuskan definisi tentang relung sebagai berikut; relung adalah sejumlah kondisi ekologis diman jenis dapat mengkolonisasi sumber energi secara efektif sehingga mampu berkembang biak dan selanjutnya dapat mengkolonisasi ko0ndisi lingkungan tersebut. Sementar itu Hucthinson (dalam Colinvaux, 1973) menyatakan relung adalah suatu hipervolume yang multidimensional dari akses-akses sumber daya. Definisi Hutchinson itu dapat dijelaskan dengan mudah sebagai berikut. Organisme dari suatu jenis dapat bertahan hidup, tumbuh dan berkenbang biak, serta mempertahankan populasinya hanya dalam batas temperatur tertentu. Rentangan temperatur itu merupakan relung hanya dalam satu dimensi yaitu dimensi suhu.Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Relung Ekologi antara lain sebagai berikut.a. Kedudukan yang ditempati oleh suatu spesies di dalam jaring-jaring makanan (relung trofik).b. Kisaran suhu, kelembaban, salinitas yang diterima oleh setiap spesies dalam suatu habitat (relung multidimensional).c. Tempat atau ruang spesies hidup (relung habitat).Tiap faktor merupakan bagian dari relung suatu spesies, biasanya berkisar dalam kisaran toleransi. Jadi setiap organisme dapat menahan suatu kisaran tertentu dari suhu, kelembaban, pH, dan salinitas.

2.2 Konsep Niche Overlap dan Pemisahan RelungNiche overlap (relung tumpang tindih) terjadi ketika ada dua organisme yang menggunakan sumber daya alam yang sama atau variabel lingkungan lainnya. Dalam terminologi Hutchinson, setiap n-dimensi hypervolume termasuk bagian dari yang lain, atau beberapa poin dalam dua kelompok yang membentuk mereka menyadari Niche adalah identik. Tumpang tindih berakhir ketika dua unit organisme memiliki relung yang identik, dan tidak ada tumpang tindih jika dua Niche benar-benar berbeda. Pada umumnya, relung tumpang tindih hanya sebagian, dengan beberapa sumber dibagi dan lain-lain yang digunakan secara eksklusif oleh masing-masing unit organisme.Hutchinson (1957) dalam Colinvaux (1973) mengatakan bahwa memperlakukan relung tumpang-tindih dalam cara yang sederhana dengan asumsi bahwa lingkungan adalah sepenuhnya jenuh, tumpang tindih Niche itu tidak dapat ditoleransi untuk jangka waktu dan pengecualian kompetitif harus terjadi di bagian tumpang tindih dari setiap dua celah. Dengan demikian, persaingan diasumsikan intens dan menghasilkan hanya satu spesies hidup di relung yang diperebutkan. Sementara pendekatan disederhanakan ini memiliki kekurangan, itu sangat berguna untuk memeriksa setiap kemungkinan kasus yang mungkin terjadi sebelum mempertimbangkan relung tumpang tindih dan persaingan dalam cara yang lebih realistis. Pertama, dua relung mendasar bisa identik, sesuai persis satu sama lain, walaupun identitas ekologis seperti tidak terbatas. Dalam hal ini sangat mustahil hal tersebut, unit organisme yang unggul termasuk kompetisi yang lain. Kedua, salah satu relung mendasar mungkin akan benar-benar termasuk dalam lain; dalam situasi ini, hasil dari kompetisi tergantung pada kemampuan kompetitif relatif dari dua unit organisme. Jika satu dengan yang disertakan adalah secara kompetisi relung lebih rendah, hal itu dimusnahkan dan seluruh relung menempati ruang lain, sedangkan jika unit organisme sebelumnya lebih unggul, menghilangkan yang terakhir dari relung yang diperebutkan. Dua unit organisme lalu hidup berdampingan dengan menduduki relung yang unggul termasuk dalam relung-relung yang lain. Ketiga, dua segmen mendasar mungkin tumpang tindih hanya sebagian, dengan beberapa relung ruang yang sedang berbagi dan beberapa digunakan organisme tertentu oleh masing-masing unit, dalam kasus ini masing-masing unit organisme memiliki "perlindungan" dari pesaingnya ruang relung dan keberadaan yang tidak bisa dihindari, dengan pesaing superior yang menduduki diperebutkan (tumpang tindih) ruang relung. Keempat, relung mendasar mungkin berbatasan satu sama lain seperti pada; meskipun persaingan tidak langsung dapat terjadi, seperti hubungan relung mungkin mencerminkan menghindari persaingan. Akhirnya, jika dua fundamental relung sepenuhnya terpisah-pisah (tidak tumpang tindih), tidak ada persaingan dan keduanya menempati unit organisme seluruh relung mendasar. Berikut adalah macam-macam Niche overlap (Smith,1990).1) An Included NicheKeadaan ini terjadi pada suatu kedudukan dari suatu spesies berada dalam kedudukan dari spesies yang lain. Keadaan ini digambarkan pada grafik dibawah ini.

Gambar 2.5 An Included Niche (Sumber: Pianca, 1974)Pada grafik di atas terlihat bahwa kedudukan dari spesies dua (S2) berada di dalam kedudukan spesies satu (S1), artinya seluruh kedudukan dari spesies 2 tumpang tindih dengan kedudukan spesies 1. Dalam hal ini ada 2 bentuk kompetisi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari adanya Niche overlap atau kedudukan yang tumpang tindih, yaitu:Jika spesies 2 unggul maka akan mengurangi kedudukan atau relung yang dimiliki oleh spesies 1 karena spesies 2 mampu berkompetisi dalam mempertahankan sumber daya dan kedudukannya di dalam ekosistem (digambarkan dengan garis putus-putus), sehingga relung yang dimiliki oleh spesies 1 semakin berkurang.Sebaliknya jika spesies 1 unggul maka spesies 2 akan terancam keberadaannya, karenanya spesies 2 tidak mampu bersaing atau berkompetisi dengan spesies 1 sehingga tidak mampu mempertahankan kedudukannya dalam ekosistem untuk mendapatkan sumber daya atau faktor-faktor lingkungan yang lain. 2) Equal overlap

Gambar 2.6 Equal overlap (Sumber: Pianca, 1974).Pada equal overlap besar kedudukan yang dimiliki oleh dua spesies adalah sama besar, dan di antara Niche tersebut ada sebagian kedudukan yang digunakan secara bersama-sama (tumpang tindih/overlap sebagian). Persaingan atau kompetisi yang muncul antara spesies 1 (S1) dan spesies 2 (S2) cenderung seimbang karena masing-masing spesies memiliki luas kedudukan yang sama.3) Unequal Overlap

Gambar 2.7 Unequal Overlap (Sumber: Pianca, 1974))Unequal overlap terjadi apabila kedudukan dari spesies 1 lebih besar dari pada kedudukan spesies 2, dan terjadi penggunaan sebagian kedudukan dan sumber daya secara bersama-sama. Kompetisi yang timbul dalam menggunakan sumber daya/kedudukan pada keadaan ini tidak seimbang karena kedudukan dari spesies 1 hanya sebagian kecil saja, sedangkan pada spesies 2 hampir mencapai separuh dari kedudukannya mengalami overlap (digunakan bersama-sama) dengan spesies 1.4) Abuting Niche

Gambar 2.8 Abuting Niche (Sumber: Pianca, 1974))Kondisi ini terjadi ketika kedudukan dari spesies 1 dan spesies 2 bersinggungan, namun tidak sampai terjadi overlap. Hal ini memungkinkan terjadinya kompetisi secara tidak langsung pada bagian yang bersinggungan. Persinggungan kedudukan ini dihasilkan dari kompetisi yang terjadi pada Niche overlap sebagai indikasi untuk menghindari terjadinya persaingan (kompetisi).5) Disjunct Niche

Gambar 2.9 Disjunct Nice (Sumber: Pianca, 1974))Pada keadaan ini tidak terjadi overlap karena relung atau kedudukan dari dua organisme memisah secara sempurna. Masing-masing organisme memiliki Niche yang tidak saling berhubungan satu sama lain sehingga tidak terjadi kompetisi.Apabila terjadi overlap relung dalam suatu area sumber daya yang sama, pilihan untuk hidup bersama menunjukkan bahwa pemisahan relung atau pengurangan overlap dapat terjadi. Meskipun terdapat banyak spesies yang memiliki relung yang sama, aksioma kunci dalam ekologi menyebutkan bahwa tidak ada satu spesies yang dapat berperan dalam relung yang sama. Teori dan beberapa eksperimen menunjukkan bahwa jika hal tersebut terjadi maka salah satu spesies akan keluar dari kompetisi atau mengeluarkan spesies lainnya.Desmukh (1992) menyatakan bahwa berbagai jenis populasi dengan keperluan sumber daya yang sama tidak dapat berkoeksistensi (hidup bersama dalam satu habitat) untuk waktu yang tidak terbatas dan bahwa hal ini akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi dalam pemanfaatan sumber daya. Suatu spesies biasanya memiliki relung yang lebih besar pada saat ketidakhadiran predator dan kompetitor, Dengan kata lain, ada beberapa kombinasi tertentu dari kondisi dan sumber daya alam yang dapat membuat suatu spesies mempertahankan viabilitas (kehidupan) populasinya, hanya bila tidak sedang diberi pengaruh merugikan oleh musuh-musuhnya.Prinsip eksklusif kompetitif menyatakan bahwa dua spesies tidak dapat hidup bersama-sama dalam suatu komunitas jika relungnya identik. Akan tetapi, spesies yang secara ekologis serupa dapat hidup bersama-sama dalam suatu komunitas, jika terdapat satu atau lebih perbedaan yang berarti dalam relung mereka. Bila dua spesies bergantung pada sumber tertentu dalam lingkungannya, maka mereka saling bersaing untuk mendapatkan sumber tersebut. Peristiwa yang paling sering terjadi, sumber yang diperebutkan tersebut adalah makanan, tetapi dapat pula hal-hal seperti tempat berlindung, tempat bersarang, sumber air. Adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies-spesies tersebut tidak terkoeksistensi dalam habitat yang sama secara terus-menerus. Hal ini menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai Asas eksklusif persaingan atau Aturan Gause.Sehubungan dengan asas tersebut di atas, menurut Asas koeksistensi, beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng dalam habitat yang sama ialah spesies-spesies yang relung ekologinya berbeda-beda. Tentang pentingnya perbedaan-perbedaan diantara berbagai spesies telah lama dikemukakan oleh Darwin pada tahun 1859. Darwin menyatakan bahwa makin besar perbedaan-perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang hidup di suatu tempat, makin besar pula jumlah spesies yang dapat hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai asas Asas divergensi.Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan, dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar dapat berkoeksistensi dalam habitat yang sama. Perbedaan atau pemisahan relung itu juga mencakup aspek waktu aktif.

2.3 Aplikasi Relung (Niche) pada Konservasi Hewan LangkaKonservasi adalah seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat. Konservasi muncul akibat adanya suatu kebutuhan untuk melestarikan sumber daya alam yang mengalami degradasi mutu secara tajam, dampak degradasi tersebut dapat menimbulkan kepunahan, misalnya satwa langka. Dengan memanfaatkan pengetahuan tentang relung ekologi maka aktivitas konservasi dapat dilaksanakn dengan baik. Pengetahuan tentang relung ekologi bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara hewan tersebut hidup seperti tumbuh kembang, tempat tinggal yang sesuai dengan hewan tersebut, serta interaksi hewan dengan hewan lainnya. Jadi, dalam sebuah konservasi maka harus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan hewan yang akan kita lindungi tersebut, terutama kita mempelajari tentang relungnya agar kita dapat melestarikannya dengan baik. Berikut beberapa contoh konservasi hewan langka.1) Penangkaran Penyu Hijau (Chelonia mydas L.)Penyu hijau (Chelonia mydas L.) merupakan jenis penyu yang paling sering ditemukan dan hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang kecil dan paruhnya yang tumpul. Ternyata nama penyu hijau bukan karena sisiknya berwarna hijau, tapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya berwarna hijau. Tubuhnya bisa berwarna abu abu, kehitam-hitaman atau kecoklatcoklatan. Populasi penyu hijau di Indonesia terus menurun, penurunan populasi penyu hijau di alam disebabkan oleh pencurian telur dan anak penyu semakin meningkat, lalu lintas air yang semakin ramai oleh para nelayan serta para pengunjung dan banyaknya vegetasi yang rusak akibat terjadinya abrasi yang mengakibatkan terjadinya pendegradasi habitat penyu. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi penyu hijau.

Gambar 2.10 Penyu Hijau (Chelonia mydas L.)(Sumber: http://alamendah.org/2009/08/29/hindari-kepunahan-penyu)

Pantai tempat habitat untuk bertelur penyu memiliki persyaratan umum antara lain pantai mudah dijangkau dari laut, posisinya harus cukup tinggi agar dapat mencegah telur terendam oleh air pasang tertinggi, pasir relatif lepas (loose) serta berukuran sedang untuk mencegah runtuhnya lubang sarang pada saat pembentukannya. Pemilihan lokasi ini merupakan habitat tempat bertelur yang disukai oleh penyu dengan keadaan lingkungan bersalinitasi rendah, lembab, dan substrat yang baik sehingga telurtelur penyu tidak tergenang air selama masa inkubasi. Salah satu tempat habitat bertelur penyu hijau adalah Kawasan TWA Sungai Liku yang terdapat di Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Kawasan TWA Sungai Liku merupakan pantai berpasir yang cukup luas dan relatif datar dengan ketinggian tempat 05 meter dari permukaan laut yang sangat baik untuk habitat tempat bertelur penyu hijau.Hasil penelitian Pradana, dkk (2013) mengungkap bahwa kondisi fisik Kawasan TWA Sungai Liku merupakan kawasan dengan pantai yang cukup panjang, dengan panjang yaitu sebesar 9.893 meter, kemiringan pantai sebesar 612% nilai tersebut menujukkan bahwa Kawasan TWA Sungai Liku termasuk dalam kategori pantai landai. Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara pada lokasi penelitian terdapat rerata yaitu suhu pada pukul 18.00 dengan rerata sebesar 26,4C suhu terendah sedangkan kelembaban pada pukul 18.00 dengan rerata sebesar 73% merupakan kelembaban tertinggi bahwa penyu naik untuk bertelur pada malam hari karena suhu relatif rendah dengan kelembaban udara yang tinggi. Jenis vegetasi yang terdapat di Kawasan TWA Sungai Liku yang paling mendominasi adalah jenis cemara (Casuarinaceae equisetifolia). Dari hasil penelitian diketahui bahwa kondisi habitat tempat bertelur penyu hijau di Kawasan TWA Sungai Liku masih sangat baik untuk habitat dan tempat bertelur penyu yang dapat dilihat dari kondisi fisik dan bioligis pada kawasan tersebut, walaupun masih terdapat beberapa gangguan yang terjadi namum gangguan tersebut masih dapat bisa diatasi.

2) Konservasi Burung Maleo (Macrocephalon maleo)Burung maleo (Macrocephalon maleo) adalah satwa endemik Sulawesi yang statusnya dilindungi undang-undang, populasi burung maleo terus menurun dengan drastis karena degradasi dan fragmentasi habitat, serta dipercepat oleh eksploitasi terhadap telurnya. Degradasi habitat meliputi penurunan kualitas yang disebabkan oleh kerusakan hutan dan pengurangan luas akibat konversi hutan. Fragmentasi habitat disebabkan oleh konversi hutan di sekitar habitatnya sehingga menjadi terisolasi dan terpencar-pencar dalam kantongkantong habitat yang kecil. Hal ini disebabkan oleh rencana tata ruang wilayah yang kurang memperhatikan aspek ekologiakibat kurangnya koordinasi antar sektor.Komponen habitat burung maleo yang terpenting adalah lapangan tempat mengeramkan telurnya, karena burung maleo tidak mengerami sendiri telurnya, melainkan memendamnya didalam tanah atau pasir pada kedalaman tertentu di pantai atau di hutan dengan cara menimbun tanah dan seresah dengan tinggi satu setengah meter dan diameter sarang 3 4 meter tergantung jumlah pasangan yang bertelur. Dalam rangka upaya konservasi burung maleo, diperlukan berbagai informasi ekologis satwa tersebut. Salah satu aspek yang sangat penting untuk diketahui adalah strategi burung tersebut dalam seleksi dan penggunaan habitat tempat bertelurnya sehubungan dengan adanya perbedaan sumber panas, perubahan struktur vegetasi, keragaman jenis vegetasi, ketersediaan pakan dan meningkatnya gangguan oleh aktivitas oleh manusia.

Gambar 2.11 Burung Maleo (Macrocephalon maleo) (Sumber: http://www.gocelebes.com/burung-maleo/)

Hasil penelitian Tuhumury (tanpa tahun), mengungkap bahwa burung maleo membuat sarang pengeraman telurnya dengan bentuk, dimensi dan tipe sedemikian rupa sehingga dapat memberikan fungsi pengeraman yang efektif dan memberikan perlindungan serta kemudahan bagi anak maleo setelah menetas agar dapat mencapai permukaan tanah dengan selamat. Rata-rata masa pengeramannya 65,19 hari, masa pengeraman terpendek 30 hari pada temperatur 38 C dan terlama 98 hari pada temperatur 34 C. Peningkatan temperatur lebih dari 34 C dapat memperpendek masa pengeraman tetapi menurunkan keberhasilan penetasan. Tipe sarang yang paling disukai oleh burung maleo di dalam hutan berturut-turut yaitu tipe sarang di antara banir pohon, di bawah pohon tumbang, di samping sistem perakaran, di bawah naungan tajuk danyang paling tidak disukai adalah di tempat terbuka. Sementara itu, di Tanjung Maleo 100% sarang yang dipergunakan dibuat di tempat terbuka.Burung maleo berinteraksi dengan satwa liar lain di habitat tempat bertelurnya dalam bentuk pemangsaan, persaingan makanan dan komensalisme. Satwaliar yang menjadi pemangsa (predator) burung maleo atau telurnya antara lain: Hydrosaurus amboinensis, Varanus sp., Phyton sp., Sus sp., dan burung elang. Pesaing burung maleo dalam makanan adalah burung-burung yang memiliki jenis makanan yang sama (buah, biji dan invertebrata) dan mencari makan di hutan. Interaksi dalam bentuk komensalisme terjadi dengan satwaliar yang memiliki makanan yang sama tetapi melakukan aktivitas makan di atas pohon dan karena aktivitasnya membuat makanan jatuh ke lantai hutan, seperti burung rangkong (Rhyticeros plicatus), pombo hutan (Ducula consina/Ducula bicolor) dan satwa-satwa pemakan buah/biji lainnya seperti kuskus (Phalanger sp.). Predator yang sering di temukan pada malam hari adalah ular, kucing, anjing, babi, dan tikus, sedangkan pada siang hari yaitu; burung elang dan manusia yang mengambil telur atau satwa burung maleonya dengan menggunakan jerat.Berdasarkan hal diatas, maka upaya pelestarian dan pengelolaan burung maleo, yaitu:a. Mengevaluasi rencana tata ruang wilayah yang melibatkan habitat tempat bertelur burung Maleo.b. Mencagarkan semua habitat tempat bertelur burung Maleo yang terletak di luar kawasan konservasi.c. Membersihkan rumput dan vegetasi sekunder yang menutupi lapangan persarangan agar dapat memberikan ruang bagi sarang yang cukup.d. Mengefektifkan Pengamanan habitat tempat bertelur burung Maleo dan sanksi terhadap pencuri telur burung Maleo.e. Melakukan penetasan buatan secara in-situ di beberapa lokasi yang rawan.f. Pembinaan habitat yang telah rusak dan restorasi habitat yang telah ditinggalkan sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan memulihkan kembali fungsinya.

3) Konservasi ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)Hasil penelitian Kartamihardja dan Purnomo (2006), mengungkapkan bahwa ikan bilih atau dalam bahasa ilmiah disebut Mystacoleucus padangensis Bleeker adalah ikan endemik yang hidup di danau Singakarak, Sumatera Barat Kottelat. Sebagai ikan endemik, ikan bilih hidup dalam geografisyang terbatas sehingga di dunia hanya ditemukan di danau Singkarak. Oleh karenaitu, danau Singkarak merupakan habitat asli ikan bilih. Ikan bilih rentan terhadap kepunahan akibat kerusakan habitat dan eksploitasi yang intensif.

Gambar 2.12 Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis)(Sumber: http://p2mkp.com/selamatkan-ikan-bilih/)

Ikan bilih melakukan reproduksi atau pemijahan dengan mengikuti aliran air di sungai yang bermuara ke danau. Habitat pemijahan adalah perairan sungai yang jernih, dengan suhu air relatif rendah, berkisar 24-26 C, dasar sungai yang berbatu kerikil dan atau pasir. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pemijahan ikan bilih adalah arus air dan substrat dasar. Ikan bilih menuju ke daerah pemijahan menggunakan orientasi visual dan insting. Sesampai di habitat pemijahan, betina melepaskan telur dan bersamaan jantan melepaskan sperma untuk membuahi telur. Telur yang telah dibuahi berwarna transparan dan tenggelam di dasar sungai (di kerikil atau pasir) untuk kemudian hanyut terbawa arus air masuk ke danau. Telur-telur tersebut akan menetas di danau sekitar 19 jam setelah dibuahi pada suhu air antara 27-28 C dan larva berkembang di danau menjadi dewasa.Pola tingkah laku pemijahan ikan bilih dimanfaatkan nelayan di danau Singakarak untuk menangkap menggunakan alat penangkap dipasang di aliran sungai oleh masyarakat setempat disebut alahan. Alahan ini menangkap ikan bilih yang akan memijah, sehingga jika terus-menerus dilakukan tanpa pengelolaan yang baik, populasi ikan bilih akan menurun dan menjadi langka atau punah. Ikan bilih rentan terhadap kepunahan akibat kerusakan habitat dan eksploitasi yang intensif. Konservasi ikan bilih dimulai pada tahun 2003 dengan melakukan introduksi ikan. Introduksi ikan (fish introduction/transplantation) adalah upaya memindahkan atau menebar ikan dari suatu perairan ke perairan lain dimana jenis ikan yang ditebarkan semula tidak terdapat di perairan tersebut. Dengan demikian, introduksi ikan bilih berarti memindahkan ikan bilih dari habitat asli di danau Singkarak ke habitat baru di Danau Toba. Introduksi ikan bilih ke Danau Toba dilakukan melalui proses penelitian yang cukup panjang. Kegiatan penelitian pertama adalah mempelajari tingkah laku di habitat asli Danau Singkarak yang meliputi aspek makanan dan kebiasaan makan, pertumbuhan, dan reproduksi serta karakteristik habitat yang diperlukan, baik habitat pemakanan, asuhan dan pemijahan (Kartamihardja dan Purnomo, 2006).Faktor-faktor kunci keberhasilan introduksi ikan bilih antara lain adalah karakteristik limnologis Danau Toba mirip dengan Danau Singkarak, habitat pemijahan ikan bilih di Danau Toba lebih banyak/luas dari Danau Singkarak, makanan alami sebagai makanan utama ikan bilih cukup tersedia dan belum seluruhnya dimanfaatkan oleh jenis ikan lain yang hidup di Danau Toba. Selain introduksi ikan, konservasi yang dilakukan pada ikan bilih adalah dengan penetapan suaka perikanan di muara-muara sungai seperti Sungai Sipangolu di Bakara, Sungai Sipiso-piso di Tongging, Sungai Sisodang di Tornok dan Sungai Naborsahan di Ajibata. Upaya untuk melindung ikan bilih yang memijah diantaranya dengan pengaturan alat tangkap baik jenis maupun jumlahnya dan pengaturan ukuran ikan bilih yang tertangkap.BAB 3PENUTUP

3.1 22Kesimpulan Relung ekologi adalah posisi atau status dari struktur adaptasi organisme, respon psikologi, dan tingkah laku spesifik organisme. Relung ekologi juga diartikan sebagai total kebutuhan suatu spesies terhadap seluruh sumber daya dan kondisi fisik yang menjadi faktor penentu di mana dia hidup dan seberapa melimpah spesies tersebut pada suatu lokasi dalam rentangan tersebut. Relung ekologi berbeda dengan habitat, habitat adalah suatu tempat organisme hidup sedangkan relung merupakan status organisme dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan akibat adaptasi struktural, tanggap fisiologis, serta perilaku spesifik organisme itu. Niche overlap (relung tumpang tindih) terjadi ketika ada dua organisme yang menggunakan sumber daya alam yang sama atau variabel lingkungan lainnya. Adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies-spesies tersebut tidak terkoeksistensi dalam habitat yang sama secara terus-menerus. Berbagai jenis populasi dengan keperluan sumber daya yang sama tidak dapat berkoeksistensi (hidup bersama dalam satu habitat) untuk waktu yang tidak terbatas dan bahwa hal ini akan menyebabkan terjadinya pemisahan relung ekologi dalam pemanfaatan sumber daya. Manfaatkan pengetahuan tentang relung ekologi maka aktivitas konservasi dapat dilaksanakan dengan baik. Pengetahuan tentang relung ekologi bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara hewan tersebut hidup seperti tumbuh kembang, tempat tinggal yang sesuai dengan hewan tersebut, serta interaksi hewan dengan hewan lainnya. Jadi, dalam sebuah konservasi maka harus mempelajari segala hal yang berhubungan dengan hewan yang akan dilindungi. Konservasi di Indonesia telah dilakukan seperti konservasi Penyu hijau, burung maelo dan ikan bilih.3.2 Saran Dengan mengetahui konsep relung ekologi diharapkan manusia dapat lebih menjaga perilaku dalam menggunakan unsur-unsur kehidupan, karena segala unsur kehidupan yang ada saat ini sangat berpengaruh terhadap kelangsungan seluruh makhluk hidup yang ada di bumi Konsep relung ekologi dapat dimanfaatkan dalam konservasi hewan langka, dengan demikian diharapkan konservasi hewan langka dapat diselenggarakan ditempat yang memiliki dimensi yang sama dengan habitat asli hewan langka tersebut (konservasi ex-situ).

DAFTAR PUSTAKAChase, Jonathan M. dan Leibold, Mathew A. 2003. Ecological Niche. London: University Of Chicago

Chase, Timothy. 2014. Evolutioan And Biodiversity. (Online). https://www.blendspace.com/lessons/Mc1YUCSxrVLZOA/evolution-biodiversity). Diakses tanggal 10 September 2015

Colinvaux, Paul. 1986. Ecology 2. New york: John wiley & son, inc. Desmukh. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika Terjemahan Kuswata dan Sarkat P. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Heddy, S., M. Kurniati. 1994. Prinsip-Prinsip Dasar Ekologi. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

Kartamiharja, E. S. dan Purnomo, K. 2006. Keberhasilan Introduksi Ikan Bilih (Mystacoleucos padangens) ke Habitatnya yang Baru di Danau Toba, Sumatera Utara. Prosiding Seminar Nasional Ikan IV. Jatiluhur, Agustus 29-30.

Odum, E.P. 1993. Dasar- Dasar Ekologi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada

Pianca, Eric.1974. Evolution Ecology. New York: Harper and Row Publisers

Pidwirny. 2006. Fundamentals of Physical Geography, 2nd Edition. (Online) http://www.physicalgeography.net. Diakses tanggal 10 September 2015

Pradana, F. A., Said, S., Siahaan S.,. 2013. Habitat Tempat Bertelur Penyu Hijau (Chelonia mydas L) di Kawasan Taman Wisata alam Sungai Liku Kabupaten Sambas Kalimantan Barat. jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfkh/article/view/2688/2668

Smith, Robert leo. 1990. Ecologi and Field Biologi Fourt Edition. New York: Harper Collins Publisher.Inc

Spurr, Stephen H and Burton V.barnes. 1980. Forest Ecology Third Edition. Florida: Krieger publishing company

Suarsana, I made. 2011. Habitat Dan Niche Paku Air Tawar (Azolla pinnata Linn) (Suatu Kajian Komponen Penyususn Ekosistem Sawah). Widyatech Jurnal Sains dan Teknologi Vol 1 no 2Tuhumury, A. A. Tanpa Tahun. Rencana pengelolaan Satwa Burung Maleo/ Maleo (Eulipoa wallace) di Maluku. (Online) http://www.kewang-haruku.org. Diakses tanggal 10 September 2015