refreshing infeksi saluran napas pada anak

Upload: lucial

Post on 10-Jan-2016

221 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ISPA

TRANSCRIPT

  • REFRESHING RESPIROLOGIINFEKSI SALURAN NAPAS PADA ANAKDisusun Oleh:Riandiani (0810713036)Prisca Angelina K.(105070100111046)Fadhilah Az Zahro(105070100111083)Ruth Tabitha(105070107111043)Wiwik Novitasari(105070107121002)Ibrahim Yusuf(105070107121008)Pembimbing: dr. Ery Olivianto, Sp.A

  • LATAR BELAKANG(Schluger, 2010; Khor, 2012)Infeksi Saluran Napas pada Anak

  • TUBERKULOSIS

  • FAKTOR RISIKORisiko infeksi TBAnak yang terpajan dengan orang dewasa dengan TB aktif (kontak TB positif).Anak yang berada pada daerah endemis, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (higiene dan sanitasi tidak baik), dan tempat penampungan umum (panti asuhan, penjara, atau panti perawatan lain) yang banyak pasien TB dewasa aktif.

    Risiko sakit TBUsia. Infeksi baruStatus sosioekonomiMigrasi pendudukVirulensi M. tuberculosis dan dosis infeksi*(Kemenkes RI, 2013)

  • PATOFISIOLOGI(Kemenkes RI, 2013)

  • PATOGENESIS(Kemenkes RI, 2013)

  • DIAGNOSIS*(Kemenkes RI, 2013)

  • MANIFESTASI SISTEMIKBerat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya perbaikan gizi yang baik.Demam lama (2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik/umum lain.Batuk lama 3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah dapat disingkirkan.Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh (failure to thrive).Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.Diare persisten/menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.(Kemenkes RI, 2013)

  • MANIFESTASI SPESIFIK ORGANTergantung organ yang terkena:Tuberkulosis kelenjar (terbanyak di daerah leher atau regio colli): pembesaran KGB multipel (>1 KGB), diameter 1 cm, konsistensi kenyal, tidak nyeri, dan kadang saling melekat atau konfluens.Tuberkulosis otak dan selaput otak:Meningitis TB: gejala-gejala meningitis dan seringkali disertai gejala akibat keterlibatan saraf-saraf otak yang terkena.Tuberkuloma otak: gejala-gejala adanya lesi desak ruang.Tuberkulosis sistem skeletal:Tulang belakang (spondilitis): penonjolan tulang belakang (gibbus).Tulang panggul (koksitis): pincang, gangguan berjalan, atau tanda peradangan di daerah panggul.Tulang lutut (gonitis): pincang dan/atau bengkak pada lutut tanpa sebab yang jelas.Tulang kaki dan tangan (spina ventosa/daktilitis).Skrofuloderma: ditandai adanya ulkus disertai dengan jembatan kulit antar tepi ulkus (skin bridge).Tuberkulosis mata:Konjungtivitis fliktenularis (conjunctivitis phlyctenularis).Tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi).Tuberkulosis organ-organ lain, misalnya peritonitis TB, TB ginjal dicurigai bila ditemukan gejala gangguan pada organ-organ tersebut tanpa sebab yang jelas dan disertai kecurigaan adanya infeksi TB.(Kemenkes RI, 2013)

  • PEMERIKSAAN PENUNJANG(Kemenkes RI, 2013)

  • DIAGNOSIS TB ANAK DENGAN SISTEM SKORING(Kemenkes RI, 2013)

  • TATALAKSANA TB(Kemenkes RI, 2013)

  • OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)Keterangan:Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10mg/kgBB/hari.Rifampisin tidak boleh diracik dalam 1 puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.Rifampisin diabsorbsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perut kosong (1 jam sebelum makan).(Kemenkes RI, 2013)

  • PANDUAN OAT KATEGORI ANAK DAN PERUNTUKANNYA(Kemenkes RI, 2013)

  • Fixed Dose Combination (FDC)(Kemenkes RI, 2013)

  • Fixed Dose Combination (FDC)Keterangan: BB >30 kg diberikan 6 tablet atau menggunakan KDT dewasa.Bayi
  • OAT Kombipak Fase Intensif

    Fase Lanjutan(Kemenkes RI, 2013)

  • MONITORING PENGOBATANPada fase intensif kontrol tiap minggu untuk melihat kepatuhan, toleransi, dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada fase lanjutan kontrol tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, evaluasi respon pengobatan respon baik jika gejala klinis berkurang, nafsu makan , BB , demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik, pemberian OAT dilanjutkan sampai 6 bulan. Jika respon pengobatan kurang/tidak baik pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap.(Kemenkes, 2013)

  • MONITORING PENGOBATANSetelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks.Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan dan pasien dinyatakan selesai. Pada pasien TB anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang.Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intensif atau >2 bulan di fase lanjutan DAN menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari awal. Jika anak tidak minum obat
  • KOMPLIKASI(Taufik, 2009)

  • PENCEGAHAN(IDAI, 2012; Kemenkes, 2013)

  • KEMOPROFILAKSISObat yang diberikan adalah INH (isoniazid) dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.Setiap bulan (saat pengambilan obat INH) dipantau adanya gejala TB. Jika terdapat gejala TB pada bulan ke-2, 3, 4, 5, atau 6, maka harus segera dievaluasi terhadap sakit TB. Apabila terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB anak dimulai dari awal.Jika regimen INH profilaksis selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian), regimen INH profilaksis dapat dihentikan.Bila anak tersebut belum pernah mendapat vaksinasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis selesai diberikan.(Kemenkes, 2013)

  • PROGNOSISumur anakberapa lama setelah mendapat infeksiluasnya lesikeadaan gizikeadaan sosial ekonomi keluargadiagnosa dinipengobatan adekuatkepatuhan minum obatadanya infeksi lain seperti morbilli, pertusis, diare yang berulang, dll.

  • PNEUMONIAInfeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial.(Setyanto dkk., 2009)

  • EPIDEMIOLOGIJumlah kematian anak balita : 78,8% / 1000 balita.Jumlah kematian bayi : 13,6% / 1000 bayi.

  • Period Prevalence Pneumonia Menurut Provinsi (Riskesdas, 2013) Insiden Pneumonia per 1000 Balita Berdasarkan Kelompok Umur (Riskesdas, 2013)

  • KLASIFIKASI

  • KLASIFIKASI

  • Etiologi Pneumonia pada Anak sesuai dengan Kelompok Usia(Opstapchuk et al., 2004)

    UsiaEtiologi yang SeringEtiologi yang JarangLahir 20 hariBakteriBakteriE. coliBakteri anaerobStreptococcus group BStreptococcus group DListeria monocytogenesHaemophillus influenzaeStreptococcus pneumoniaeUreaplasma urealyticumVirusCytomegalovirusHerpes simplex virus

  • 3 minggu 3 bulanBakteriBakteriChlamydia trachomatisBordetella pertussisStreptococcus pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe BVirusMoraxella catharalisAdenovirusStaphylococcus aureusInfluenza virusUreaplasma urealyticumParainfluenza virus 1,2,3VirusRespiratory Syncytial VirusCytomegalovirus4 bulan 5 tahunBakteriBakteriChlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzae tipe BMycoplasma pneumoniaeMoraxella catharalisStreptococcus pneumoniaeNeisseria meningitidisVirusStaphylococcus aureusAdenovirusVirusInfluenza virusVaricella-Zoster virusParainfluenza virusRhinovirusRespiratory Syncytial Virus

  • Etiologi (Cont)

    5 tahun remajaBakteriBakteriChlamydia pneumoniaeHaemophillus influenzaeMycoplasma pneumoniaeLegionella spStreptococcus pneumoniaeStaphylococcus aureusVirusAdenovirusEpstein-Barr virusInfluenza virusParainfluenza virusRhinovirusRespiratory Syncytial VirusVaricella-Zoster virus

  • Faktor Risiko

  • Patofisiologi dan Patogenesis(Alatas dan Hasan, 2007; Said, 2008; Bennett, 2014)

  • Manifestasi Klinis(Said, 2008)

  • Pemeriksaan penunjang(Said, 2008)

  • Diagnosa banding(Said, 2008)

  • TERAPI(Nelson, 2000)

  • Faktor Indikasi Perlunya Rawat Inap pada Anak dengan Pneumonia(Marcdante et al., 2011)

    Usia < 6 bulanStatus imunokompromaisTampak toksikDistres pernapasan beratMembutuhkan suplementasi oksigenDehidrasiMuntahTidak berespon terhadap pemberian antibiotik oralOrang tua yang tidak komplians

  • komplikasi

  • pencegahanMenghindari kontak dengan penderita pneumonia.Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan ASI pada bayi sampai berumur 2 tahun dan makanan yang bergizi pada balita. Di samping itu, zat-zat gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu diperhatikan.Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam ruangan dan polusi di luar ruangan.Mengurangi kepadatan hunian rumah.Melakukan vaksinasi antara lain vaksinasi universal sejak masa kanak-kanak dengan vaksinasi H. influenza tipe B terkonjungasi dan S. pneumonia serta vaksinasi influenza yang diberikan setiap tahun dan dianjurkan untuk anak usia 6 bulan-18 tahun.

  • BRONKIOLITISBronkiolitisInfeksi saluran pernapasan bawah yang disebabkan oleh virus, yang biasanya lebih berat pada bayi mudaTerjadi epidemik setiap tahun dan ditandai dengan obstruksi saluran pernapasan danwheezingSebagian besar kasus bronkiolitis berat terjadi pada bayi dikarenakan akibat kaliber saluran pernapasan yang lebih kecil dan sistem pertahanan saluran napas yang masih imatur Inflamasi dan terjadinya obstruksi pernapasan akibat pembengkakan pada bronkiolus yang berkaliber kecil sehingga mengakibatkan timbulnya aliran ekspirasi yang inadekuat(WHO, 2009; Marcdante et al., 2011)

  • EPIDEMIOLOGI(Magdalena, 2008)

  • EtiologiPenyebabUtamaRespiratory Syncytial Virus (RSV), diikuti human meta pneumovirus, virus parainfluenza, virus influenza, adenovirus, rhinovirus, dan yang sangat jarang yaitu Mycoplasma pneumoniaDapat pula disebabkanInhalasi gas toksik, karbon tetraklorida, asam klorida, gas klorin, amonia, dan sulfur dioksida. Dapat pula terjadi karena penyakit jaringan ikat dan faktor idiopatikMenyebar melalui droplet dan inokulasi/kontak langsung. Droplet yang besar dapat bertahan di udara bebas selama 6 jam dan seorang penderita dapat menularkan virus tersebut selama 10 hari.Penyebaran RSV(Betz dan Sowden, 2009; Djojodibroto, 2009; Marcdante et al., 2011)

  • FAKTOR RISIKO(Magdalena, 2008)

  • Patofisiologi dan PatogenesisKarena tahanan aliran udara berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran pernapasan, maka sedikit saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar, terutama pada bayi yang memiliki penampang saluran pernapasan yang kecil. Infeksi virus pada epitel bersilia bronkusrespon inflamasi akutobstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus, timbunan debris selular/sel-sel mati yang terkelupasinfiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa.

  • Diagnosis

  • RDAI

    SkorSkor Maksimal01234Wheezing :EkspirasiInspirasiLokasi (-)(-)(-)AkhirSebagian 2 dari 4 lapangan paruSemua 3 dari 4 lapangan paru3/4Semua422Retraksi :SupraklavikularInterkostalSubkostal(-)(-)(-)RinganRinganRingan SedangSedangSedang BeratBeratBerat 333Total17

  • TATALAKSANA

  • Algoritma Tatalaksana Bronkiolitis(Setiawati dkk., 2005)

  • *Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak dapat minum/menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang, atau anak letargi/tidak sadar.*Neonatus & bayi kecil: Streptococcus group B & bakteri gram negatif (E. colli, Pseudomonas sp., Klebsiella sp.) Bayi lebih besar & anak balita: Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, & Staphylococcus aureus.Anak yang lebih besar dan remaja: selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi Mycoplasma pneumoniae.*I: Stadium hiperemia respon peradangan peningkatan aliran darah & permeabilitas kapiler di tempat infeksi, pelepasan mediator peradangan dari sel mast (histamin & prostaglandin) & degranulasi sel mast jalur komplemen. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitial edema antarkapiler dan alveolus. Edema akan mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya.II: Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, eritrosit, cairan edema, fibrin, dan ditemukannya kuman di alveoli. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit, dan cairan sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Pada stadium ini, udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak.III: stadium hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu leukosit mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.IV: stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan mengalami degenerasi, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.*