refreshing fix
DESCRIPTION
bsahhasTRANSCRIPT
BAB I
STRUKTUR DAN FISIOLOGI
Kepala
Dalam kepala terdapat tulang tengkorak, otak, saraf – saraf otak (nervi
craniales), salut – salut otak (meninges), dan organ indra khusus.
Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu Neurocranium (tulang-
tulang yang membungkus otak otak) dan Viscerocranium (tulang-tulang yang
membentuk wajah).
Tulang tulang pada Neurocranium (Tulang yang melindungi otak) :
Os.occipitale
Os.temporale
Os.sphenoidale
Os.ethmoidale
Os.parietale
Os.frontale
Tulang tulang Viscerocranium (Tulang yang membentuk wajah) :
Maxila
Mandibula
Os.Zygomaticum
Concha nasalis
Stase THT-KL Kepala dan leher
Os.nasale
Os.lacrimalis
Os.vomer
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100
triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),
serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara,
Stase THT-KL Kepala dan leher
1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks
serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan
area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area
sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks
penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater
yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian
posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan
kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang
otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak
tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,
vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah.
Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis
yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan
bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus
serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan
hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal
yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi
Stase THT-KL Kepala dan leher
pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan
kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan
pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan
pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai
ekspresi tingkah dan emosi.
Nervus Cranialis
a. Nervus olvaktorius. Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,
membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.
b. Nervus optikus. Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke
otak.
c. Nervus okulomotoris. Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot
pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk
melayani otot siliaris dan otot iris
d. Nervus troklearis. Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar
mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
e. Nervus trigeminus. Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai
tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan
saraf otak besar, sarafnya yaitu:
1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan
kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.
2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,
batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.
Stase THT-KL Kepala dan leher
3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-
otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit
daerah temporal dan dagu.
f. Nervus abdusen. Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai
saraf penggoyang sisi mata.
g. Nervus fasialis. Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut
motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam
saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan
kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa
pengecap.
h. Nervus auditoris. Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa
rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf
pendengar.
i. Nervus glosofaringeus. Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi
faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
j. Nervus vagus. Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf
motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster
intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya
sebagai saraf perasa.
k. Nervus asesorius. Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan
muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.
l. Nervus hipoglosus. Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf
lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Otot utama dari mulut adalah adalah orbikularis oris. Otot tunggal ini
mengililingi bibir, dengan banyak otot muka berinsensersi padanya. Fungsi
orbikularis oris ialah dengan menutup bibir.
Otot pengunyah terdiri atas maseter, pterigoideus dan temporalis. Otot-
otot ini berinsersi pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah. Maseter adalah
otot tebal dan kuat untuk menutup rahang dengan cara mengangkat dan menarik
mandibula ke belakang. Ketegangan pada maseter dapat diraba dengan mengatup
Stase THT-KL Kepala dan leher
rahang dengan kencang. Meskipun penting bagi berfungsinya rahang, otot-otot
pengunyah lain secara klinik tidak penting bagi diagnosis fisik. Lokasi-lokasi otot ini
diperlihatkan dalam gambar 6-2.
Gambar 6.2 Otot bagian muka dan tengkorak. A. Otot-otot yang lebih superficial. B.
Otot-otot dibawahnya
Stase THT-KL Kepala dan leher
Nervus trigeminus atau saraf kranial kelima, membawa serat-serat motoris eferen
menuju ke otot-otot pengunyah
Leher
Leher ialah bangunan yang terdiri dari tulang belakang sum-sum tulang
punggung, laring dan trakea, faring dan esofagus, kelenjar tiroid, pembuluh darah
besar dan otot dan saraf. Selanjutnya leher mengandung otot-otot, lemak, dan banyak
kelenjar getah bening.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Sebagai penghubung antara kepala dan badan, leher berisi sejumlah struktur
neurovaskular sangat penting dalam ruang yang sangat terbatas. Sistem
muskuloskeletal leher harus melindungi leher, sementara juga memungkinkan
mobilitas maksimum kepala dan koordinasi pada proses ventilasi, menelan, bicara.
Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior
atau medial dan trigonum posterior atau lateral.
1. Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea
mediana leher dan mandibulae, terdiri dari :
1. Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus
omohyoid venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Gambar : gambaran otot leher
2. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter
superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus
venter posterior.
3. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus
digastricus, os. hyoid dan linea mediana.
4. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior
musulus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus
Stase THT-KL Kepala dan leher
2. Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus sternokleidomastoideus,
musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :
1. Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus
2. Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus
omohyoid, musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus.
Diperkirakan bahwa leher mengandung lebih dari 75 kelenjar limfe pada setiap
sisinya. Untaian kelenjar limfe ini dinamai sesuai letaknya.
Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, dan kebanyakan
berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Rangkaian jugularis
interna dibagi dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar
limfe yang lain adalah submental, submandibula, servikalis superfisial, retrofaring,
paratrakeal, spinal asesorius, skalenus anterior, dan supraklavikul
Stase THT-KL Kepala dan leher
Gambar 1. Daerah Kelenjar Limfe Leher
Letak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center
Classiffication dibagi dalam lima daerah (region) penyebaran kelompok kelenjar,
yaitu:
I : Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula.
II : Kelenjar yang terletak di 1/3 (sepertiga) atas dan termasuk kelenjar limfa
jugularis superior, kelenjar digastrik, dan kelenjar servikal posterior superior.
III : Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan persilangan m.
omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m.
sternokleidomastoid.
IV : Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula.
V : Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal
Stase THT-KL Kepala dan leher
Gambar 2. Sistem Limfe Leher
Region I
a. Kelenjar limfa submental
Terletak pada segitiga submental di antara platisma dan m. omohioid di dalam
jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari dagu,
bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan, dan 1/3
(sepertiga) bagian bawah lidah. Sedangkan pembuluh darah eferen mengalirkan
limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau kontra lateral,
kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna.
b. Kelenjar limfa submandibula
Terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan di dalam kelenjar ludah nya
sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur
submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian
anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole, dan 2/3
(duapertiga) depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa
jugularis interna superior.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Region II
a. Kelenjar limfa jugularis superior
Kelenjar limfa jugularis superior menerima aliran limfa yang berasal dari daerah
palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis, dan
supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa
retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superfisial, dan kelenjar
submandibula.
b. Kelenjar limfa retrofaring
Kelenjar limfa retrofaring terletak diantara faring dan fasia prevertebrata, mulai
dari dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen
menerima aliran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah, dan tuba
eustachius. Sedangkan pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa
jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius bagian superior.
Region III
a. Kelenjar limfa jugularis media
Kelenjar limfa jugularis media menerima aliran limfa yang berasal langsung dari
subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior, dan daerah krikoid posterior.
Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna
superior dan kelenjar retrofaring bagian bawah.
b. Kelenjar limfa paratrakea
Stase THT-KL Kepala dan leher
Kelenjar limfa paratrakea menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian
bawah, hipofaring, esophagus bagian servikal, trakea bagian atas, dan tiroid.
Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior
atau kelenjar mediastinum superior.
Region IV
Kelenjar limfa jugularis inferior.
Kelenjar limfa jugularis inferior menerima aliran limfa yang berasal langsung
dari glandula tiroid, trakea, esofagus bagian servikal. Juga menerima aliran limfa
yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan media, dan
kelenjar limfa paratrakea.
Region V
a. Kelenjar limfa servikal superfisial
Terletak di sepanjang vena jugularis eksterna, menerima aliran limfa yang berasal
dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah retroaurikula, kelenjar parotis,
dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar
limfa jugularis interna superior.
b. Kelenjar limfa spinal asesorius
Terletak di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima aliran limfa yang berasal
dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher.
Stase THT-KL Kepala dan leher
BAB II
EMBRIOLOGI KEPALA DAN LEHER
Mesenkim untuk pembentukan daerah kepala berasal dari mesoderm lempeng
paraksial dan lateral, Krista neuralis, dan daerah ectoderm yang menebal yang
dikenal sebagai plakoda ectoderm. Mesoderm paraksial (somit dan somitomer)
membentuk lantai tengkorak dan sebagian kecil daerah oksipital, semua otot
volunteer di daerah kraniofasial, dermis dan jaringan penyambung di daerah dorsal
kepala, selaput otak di sebelah kaudal prosensefalon. Mesoderm lempeng lateral
membentuk kartilago-kartilago laring (aritenoid dan krikoid) dan jaringan
penyambung di daerah ini. Sel-sel Krista neuralis berasal dari neuroektoderm daerah
otak depan, otak tengah, dan otak belakang dan bermigrasi kearah ventral menuju ke
lengkung-lengkung faring kearah rostral menuju ke sekitar otak depan, dan piala
mata masuk ke daerah wajah. Di tempat-tempat ini, mereka membentuk struktur-
struktur tulang dengan wajah (midfasial) dan lengkung faring. Dan semua jaringan
lain di daerah ini, termasuk kartilago, tulang dentin, tendo, dermis, pia, dan
arakhnoid, neuron sensorikdan stroma kelenjar. Sel dari plakoda ectoderm bersamaan
dengan Krista neuralis membentuk neuron ganglia sensorik cranial ke-5, 7, 9,10.
Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah
terbentuknya lengkung brakhialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini
tampak dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5., serta ikut menentukan tampilan
luar mudigah yang khas. Pada mulanya, lengkung-lengkung ini berupa batang
jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah dalam, yang dikenal sebagai
celah branchial atau celah faring. Bersamaan dengan perkembangan lengkung dan
Stase THT-KL Kepala dan leher
celah tersebut, sejumlah kantung yaitu kantung faring , tampak disepanjang dinding
lateral faring yang merupakan bagian paling cranial dari usus primitive depan.
Kantong-kantong ini menembus mesenkim sekitarnya tetapi tidak membentuk
hubungan langsung dengan celah-celah luar. Oleh karena itu sekalipun
perkembangannya lengkung, celah dan kantung faring mirip pembentukannya insang
pada ikan dan amfibi pada mudigah manusa insang sebenarnya (brachia) tidak
pernah terbentuk, oleh karena itu dipakai istilah lengkung, celah dan kantung faring
untuk mudigah manusia.
Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peran
penting dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah
dibentuk oleh stomadeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring.
Ketika mudigah berusia 4 ½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim
yaitu ; tonjol-tonjol mandibula (lengkung faring I) di sebelah lateral stomodeum ;
dan tonjol frontonasal, suatu tonjolan yang agak membulat di sebelah kaudal
stomatodeum. Perkembangan wajah selanjutnya dilengkapi dengan pembentukan
tonjolan hidung.
Lengkung Faring
Setiap lengkung faring terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim, yang di
sebelah luarnya dibungkus oleh ectoderm permukaan dan di sebelah dalamnya oleh
epitel yang berasal dari endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm
lempeng paraksial dan lateral, inti tiap tiap lengkung faring menerima banyak sekali
sel Krista neuralis, yang bermigrasi ke dalam lengkung faring menerima banyak
sekali unsure-unsur rangka pada wajah, mesoderm lengkung yang asli membentuk
Stase THT-KL Kepala dan leher
susunan otot di wajah dan leher. dengan demikian, setiap lengkung faring
mempunyai unsur ototnya sendiri. Unsur otot pada masing-masing lengkung
membawa sarafnya sendiri, dan kemampuan sel otot ini bermigrasi, sel-sel tersebut
akan membawa unsur saraf kranial bersamanya. Selain itu setiap lengkung
mempunyai unsure arterinya sendiri. (derivate lengkung faring dan persarfannya).
Lengkung Faring Pertama
Lengkung faring pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal
sebagai prominensia maksilaris, yang meluas di bawah daerah mata, dan satu bagian
ventral, prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan
selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang kecuali dua bagian kecil di ujung
dorsal dan masing-masing membentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia
maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zygomaticus dan bagian
os temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui
penulangan membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan meckel.
Selain itu lengkung pertama ikut dalam pembentukan tulang telinga tengah.
Susunan otot dari lengkung faring pertama dibentuk oleh otot pengnyah (m.
temporalis , m. maseter, m. pterygoideus) venter anterior m. digastricus, m.
mylohyoideus, m. tensor tympani, dan m. tensor veli palatini. Persarafan ke otot-otot
lengkung pertama ini diberikan oleh cabang mandibula nervus trigeminus. Karena
mesenkim dari lengkung pertama juga ikut membentuk dermis wajah, persarafan
sensorik ke kulit wajah diberikan oleh nervus ophtalmicus, n. maxillaries dan
cabang-cabang mandibula nervus maxillaris.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Otot otot pada lengkung yang berbeda tidak selalu melekat ke unsure tulang
atau rawan pada lengkungnya sendiri, tetapi kadang-kadang bermigrasi ke daerah di
sekitarnya . Akan tetapi,asal usul otot ini selalu dapat di telusuri,karena
persarafannya dating dari lengkung asalnya.
Lengkung Faring Kedua
Tulang rawan lengkung ke-2 atau lengkung hyoid (tulang rawan Reichert)
membentuk stapes, processus styloideus ossis temporalis,ligamentum stylohyoideus,
dan di ventral, membentuk cornu minus dan bagian atas corpusos hypoid. Otot- otot
lengkung hyoid adalah m. stapedius, m stylohyoideus, venter posterior m.
Digastricus, m. auricularis, dan otot-otot ekspresi wajah. Nervus facialis, saraf dari
lengkung kedua, mempersarafi semua otot ini.
Lengkung Faring Ketiga
Tulang rawan lengkung faring ke-3 membentuk bagian bawah corpus dan
cornu majus os hyoid. Susunan ototnya terbatas pada m. stylopharyngeus. Otot-otot
ini dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus, saraf dari lengkung ketiga.
Lengkung Faring ke empat dan ke enam
Unsur rawan dari lengkung faring ke-4 dan ke-6 bersatu membentuk tulang
rawan thyroidea,cricoidea,arythenoidea,corniculata dan cuneiforme dari laring. Otot-
otot lengkung ke empat(m. Cricothyroideus,m. Levator veli palatini, dan mm.
Constrictrores pharyngei) dipersarafi oleh ramus laryngeus superior nervus
Stase THT-KL Kepala dan leher
vagus,saraf dari lengkung ke-4. Akan tetapi,otot-otot instrinsik laring dipersarafi oleh
ramus laryngeus recurrens nervus vagus, saraf dari lengkung ke-6.
Kantung Faring
Mugidah manusia mempunyai lima pasang kantung faring. Pasangan yang
terakhir adalah kantung atipik dan sering dianggap sebagai bagian kantung ke-4.
Karena epitel endoderm yang melapisi kantung-kantung ini menghasilkan sejumlah
organ penting, nasib tiap-tiap kantung akan dibahas secara terpisah.
Kantong Faring Pertama
Kantong Faring pertama membentuk sebuah divertikulum yang menyerupai
sebuah tangkai, yaitu recessus tubotympanicus, yang berdampingan ddengan epitel
yang membatasi celah faring pertama, yang kelak menjadi meatus acusticus externus.
Bagian distal di ventrikulum ini melebar menjadi bangunan yang menyerupai
kantung, yaitu cavum tympani primitif atau rongga telinga tengah primitif,
sedangkan bagian proksimalnya tetap sempit, membentuk tuba auditiva(eustachi).
Epitel yang melapisi kavum timpani kelak membantu dalam pembentukan
memnbrana tympani atau gendang telinga.
Kantong Faring Kedua
Lapisan epitel kantung ini berproliferasi dan membentuk tunas-tunas yang
menembus kedalam mesenkim di sekelilingnya. Tunas-tunas ini kemudian di susupi
oleh jaringan mesoderm, sehingga membentuk primordiom tonsilla platina. Selama
bulan ke-3 hingga bulan ke-5,tonsil berangsur-angsur diinfiltrasi oleh jaringan getah
Stase THT-KL Kepala dan leher
bening. Sebagian dari kantung ini merasa tersisa dan pada orang dewasa ditemukan
sebagai fossa tonsillaris.
Kantung Faring Ke tiga
Tanda khas kantung ke-3 dan k3-4 ialah sayap dorsal dan sayap ventral pada
ujung distalnya. Dalam minggu ke-5,epitel sayap dorsal kantung ketiga
berdiferensiasi menjadi glandula parathyroidea inferior, sedangkan sayap ventralnya
membentuk timus. Kedua primordium kelenjar ini terputus hubungannya dari
dinding faring,dan timus kemudian bermigrasi ke arah kaudal dan medial, sambil
menarik glandula parathyroidea bersamanya. Walaupun bagian utama timus bergerak
dengan cepat menuju ke kedudukan akhirnya di dalam rongga dada( untuk bersatu
dengan pasangan dari sisi yang lain). Ekornya kadang-kadang menetap atau
menempel pada kelenjar tiroid atau sebagai sarang-sarang timus yang terpisah.
Pertumbuhan dan perkembangan timus berlanjut terus setelah lahir hingga masa
pubertas. Pada anak yang masih kecil, kelenjar ini menempati banyak sekali ruang
dada dan terletak dibelakang sternum dan didepan perikardium serta pembuluh-
pembuluh besar. Pada orang dewasa, kelemjar ini sulit dikenali karena menganlami
atrofi dan digantikan oleh jaringan lemak. Jaringan paratiroid dari kantung ketiga
pada akhirnya terletak di permukaan dorsal kelenjar tiroid dan membentuk glandula
parathyroidea inferior
Kantung faring ke empat
Epitel sayap dorsal kantung ini membentuk glandula parathyroidea superior.
Ketika kelenjar paratiroid tidak lagi berhubungan dengan dinding faring, kelenjar ini
Stase THT-KL Kepala dan leher
menempelkan diri ke kelenjar tiroid yang bermigrasi ke kaudal dan,akhirnya, terletak
pada permukaan dorsal kelenjar ini sebagai kelenjar paratiroid superior.
Kantung Faring kelima
Kantung faringke-5 adalah kantung faring terakhir yang berkembang dan
biasanya dianggap sebagai bagian dari kantung ke 4. Kantung ini menghasilkan
corpus ultimobranchiale,yang kelak menyatu ke dalam glandula thyroidea. Pada
orang dewasa, sel-sel corpus ultimobranchiale menghasilkan sel parafollicular atau
sel C dari glandula thyroidea. Sel-sel ini mensekresi kalsitonin,yaitu suatu hormon
yang terlibat dalam pengaturan kadar kalsium darah.
Celah Faring
Mudigah yang berusia 5 minggu ditandai oleh adanya empat celah faring,
diantaranya hanya ada satu yang ikut mempengaruhi bentuk definitif mudigah.
Bagian dorsal celah pertama menembus mesenkim di bawahnya dan menghasilkan
meatus acusticus externus. Laisan epitel dasar liang ini ikut berperan dalam
pembentukan gendang telinga. Proliferasi aktif jaringan mesenkim di dalam
lengkung ke 2 menyebabkan lengkung ke 2 menyebabkan lengkung ke 2 ini
menutupi lengkung ke 3 dan 4. Akhirnya, lengkung ke-2 ini bersatu dengan rigi
epikardium di bagian bawah leher dan celah ke 2, ke 3 dan ke 4 terputus
hubungannya dengan dunia luar. Untuk sementara, celah-celah ini membentuk
sebuah rongga yang dilapisi epitel ektoderm, sinus cervicalis, tetapi pada
perkembangan selanjutnya sinus ini menghilang.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Glandula thyroidea
Glandula thyroidea tampak sebagai suatu proliferasi epitel di dasar faring,
antara tuberkulum impar dan copula, pada suatu titik yang kelak ditandai oleh
foramoid en cecum. Selanjutnya thyroid turun di depan usus faringeal sebagai
divertikulum yang berlobus dua. Selama migrasinya ini kelanjar tersebut tetap
dihubungkan dengan lidah oleh sebuah saluran sempit yaitu ductus thyroglossus.
Saluran ini kelak menjadi padat dan akhirnya menghilang.
Pada perkembangan selanjutnya kelenjar tiroid bergerak turun depan tulang
hioid dan tulang rawan laring. Tiroid mencapai kedudukan tetapnya di depan trakea
pada minggu ke 7. Pada saat itu glandula thyroidea sudah berupa ishtmus kecil di
tengah dan dua lobus lateral. Kelenjar thyroid mulai berfungsi kurang lebih pada
akhir bulan ke 3, pada saat itu mulai tampak folikel-folikel pertama yang
mengandung koloid. Sel-sel folikuler menghasilkan koloid yang menjadi sumber
tiroksin dan triidiotironin. Sel parafolikuler atau sel C berasal dari corpus
ultimobranciale yang menjadi sumber calcitonin.
Stase THT-KL Kepala dan leher
BAB III
ANAMNESA DAN PEMERIKASAAN FISIK
TINJAUAN GEJALA SPESIFIK
Gejala paling umum yang berkaitan dengan leher meliputi adalah massa leher
Massa Leher
Gejala paling umum adalah adanya benjolan atau pembengkakan di leher.
Apabila pasien mengeluh adanya benjolan di leher, ajukan pertanyaan berikut:
“Bila pertama kali Anda mengetahui adanya benjolan?”
“Apakah terasa nyeri?
“Apakah benjolan itu membesar?”
“Pernah mengalami infeksi telinga? ... . infeksi di mulut?”
“Apakah suara menjadi serak dengan adanya benjolan?”
Jika benjolan di leher itu disertai nyeri, kemungkinan besar terdapat infeksi
akut. Benjolan yang baru ada selama beberapa hari biasanya karena radang,
sementara yang ada selama berbulan-bulan biasanya neoplasma. Massa yang terdapat
berbulan-bulan hingga tahunan tanpa perubahan ukuran yang berarti biasanya
merupakan lesi jinak atau kongenital. Bendungan pada saluran keluar kelenjar liur
dapat menimbulkan pembengkakan yang berubah ukuran sewaktu pasien makan.
Stase THT-KL Kepala dan leher
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan kelenjar getah bening
Langkah- langkah dalam pemeriksaan kelenjar getah bening leher:
1. Memperkenalkan diri dan inform consent terlebih dahulu kepada pasien
2. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air mengalir
3. Tanyakan kepada pasien bagian mana yang dianggap sakit oleh pasien dan
informasikan bahwa apabila pada pemeriksaan nanti ada rasa sakit yang
dirasakan pasien, maka pasien harus memberi tahu.
4. Posisikan pasien. Idealnya, pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan berdiri di
belakang pasien. Dan pasien diperiksa dalam posisi duduk.
5. Inspeksi
Kelenjar getah bening leher terletak di sepanjang bagian anterior dan posterior
dari leher tepat di bagian bawah dagu. Jika kelenjar getah bening cukup besar,
dapat terlihat adanya pembengkakan di bawah kulit dan lebih mudah lagi jika
pembesarannya asimetris (akan lebih mudah untuk melihat adanya pembesaran
kelenjar getah bening jika hanya satu bagian saja yang membesar). 16
Hal-hal yang harus diperhatikan pada inspeksi:
Pembesaran kelenjar getah bening
Skar bekas operasi (cancer exision)
Massa yang jelas
6. Palpasi
Stase THT-KL Kepala dan leher
Palpasi kelenjar getah bening harus menggunakan empat ujung-ujung
jari karena ujung jari adalah bagian yang paling sensitif. Palpasi dilakukan
dengan membandingkan antara bagian kiri dan kanan secara simultan, dari atas
ke bawah dan dengan sedikit tekanan.
Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa
berada dibelakang penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala
penderita condong ke depan sehingga ujung-ujung jari-jari meraba di bawah
tepi mandibula. Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi ke sisi yang lain
sehingga palpasi dapat dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun yang
profunda. Juga dapat dilakukan dengan palpasi bimanual. 15
Stase THT-KL Kepala dan leher
Gambar : Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular15
Palpasi kelenjar jugularis dapat dimulai di superficial dengan
melakukan penekanan ringan dengan menggerakkan jari-jari sepanjang
musculus sternokleidomastoideus. Pada palpasi yang lebih dalam, ibu jari
ditekan di bawah musculus Sternokleidomastoideus pada kedua sisi sehingga
dapat di palpasi kelenjar yang terdapat di sub atau retro dari muskulus ini. Bila
pemeriksaan ini negatif atau meragukan, maka pemeriksa harus berdiri di
belakang penderita kemudian ibu jari digunakan untuk menggeser musculus
Sternokleidomastoideus ke depan sementara jari yang lain meraba pada tepi
anterior muskular tersebut. Perabaan secara bilateral dan simultan selalu
dianjurkan untuk menilai perabaan antara kedua sisi. Palpasi kelenjar leher ini
agak sulit pada orang gemuk, leher pendek dan leher yang berotot. Terutama
bila kelenjarnya masih kecil. 15
Stase THT-KL Kepala dan leher
Gambar : Palpasi kelenjar limfe rantai kelenjar jugularis15
Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari
pada tepi posterior m. Trapezium ke depan dan jari-jari ditempatkan pada
permukaan anterior muskulus ini. 15
Gambar : Palpasi kelenjar limfe asesorius15
Palpasi kelenjar limfa supraklavikular dapat dilakukan dengan duduk
di depan atau berdiri dibelakang penderita dimana jari-jari digunakan untuk
palpasi fosa supraklavikular.
Gambar : Palpasi kelenjar limfe supraklavikular15
Stase THT-KL Kepala dan leher
BAB III
2 PENYAKIT TERBANYAK
1. Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher
yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% umor ganas kepala dan
leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas
hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut,
tonsil, hipofaring dalam presentase rendah. Berdasarkan data laboratorium
patologi anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam
kependudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas
serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.
diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit
dilakukan, karena nasofaring tersembunyi dibelakang tabir langit langit dan
terletak dibawah dasar tengkorak sserta berhubungan dengan banyak daerah
penting didalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh
karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli,
seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher
lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Sangat mencolok perbedaan prognosis (angka kehidupan 5 tahun) dari
stadium awal dengan stadium lanjut, yakni 76,9% untuk stadium I, 56,9% untuk
stadium II, 38,4 % untuk stadium III dan hanya 16,4 % untuk stadium IV. Untuk
dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui
seluruh aspeknya, antara lain epidemologi, etiologi, diagnostic, pemeriksaan
serologgi, hispatologi, terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif pasien
yang pengobatannya tidak berhasil baik.
a) epidemologi
Meskipun banyak ditemukan di Negara dengan penduduk non
mongoloid, namun demikian daerah cina bagian selatan masih menduduki
tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guang-
dong (Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk.
Ras mongolois merupkan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring,
sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan,
Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan
cukup banyak kasus di yunani, Afrika bagian utra seperti Aljazair dan Tunisia,
pada orang eskimo di Alaska dan tanah hijau yang diduga penyebabnya adalah
karenaa mereka memakan makanan yang di awetkan dalam musim dingin
dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine.
Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus
setahun, Rs. Hasan Sadikin Bandung rata rata 60 kasus, Ujung Pandang 25
Stase THT-KL Kepala dan leher
kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus di
Padang dan Bukittinggi. Demikin pula angka-angka yang didapatkan di Medan,
Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukan bahwa tumor ganas ini terdapat
merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT
RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari Ras Cina relative sedikit lebih banyak
dari suku bangsa lainnya.
b) Etiologi
Sudah hampir dapat dipastika bahwa penyebab karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didaptkan titer
ani-virus RB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat,
pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan
pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.
Banyak penyelidian mengenai perangai dari virus ini dikemukakan, tetapi
virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat
mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial,
jenis kelamin, genetic, ekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan,
social ekonomi, infeksi kuman atau parasite.
Letak geografis sudah disebutkan diatas, demikian pula faktor rasial.
Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dan apa sebabnya belum dapat
diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetic,
kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain
Faktor lingkungan yang berpengaruh yang berpengaruh adalah iritasi oleh
bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau
Stase THT-KL Kepala dan leher
bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat
hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas
karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak
jelas.
Kebiasaan penduduk eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging
dan ikan) terutama pad amusim dingin menyebabkan tingginya kejadian
karsinoma ini.
Tentang faktor genetik telah telah banyak di temukan kasus herediter atau
familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh
lain. Suatu contoh terkenal di cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari
dua generasi didapatkan 9 pasien karsinoma nasofaring dan 1 menderita tumor
ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring
menderita keganasan organ lain. Pengaruh genetic terhadap karsinoma
nasofaring sedang dalam pembuktian dengan mempelajari cell-mediated
immunity dari virus EB dan tumor associated immunity dari virus EB dan tumor
associated antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian besar pasien adalah
golongan social ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan
lingkungan dan kebiasaan hidup. Pengaruh infeksi dalam dapat dilihat dengan
menurunnya kejadian malaria akan diikuti oleh menurunnya kejadian malaria
akan diikuti oleh menurunya pula limfoma burkitt, suatu keganasan yang
disebabkan oleh virus yang sama.
c) Gejala dan tanda
Stase THT-KL Kepala dan leher
Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala
nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau
gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan
hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat, kalau perlu dengan
nasofaringoskop, karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah
tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di bawah mukosa
(creeping tumor).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmüller). Gangguandapat
berupa tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien
dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya
adalah karsinoma nasofaring.
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui
beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai
gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai
saraf otak ke III, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala
diplopialah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia
trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum
terdapat keluhan yang berarti.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX,X, XI dan
XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif
jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila
sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula
Stase THT-KL Kepala dan leher
disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian,
biasanya prognosis buruk.
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring telah
diteliti di Cina, yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring, seperti
pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat
pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan
menjadi karsinoma nasofaring.
d) Diagnosis
Diagnosis sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan didaerah
kepala dan leher , sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan
terlalu sulit ditemukan
Pemeriksaan seroloi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infksi virus E-
B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro
Setiyo dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta mendapatkan dari
41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) sensitivitas
IgA VCA adalah 97,5% dan spesiffitas 91,8% dengan titer berkisar antara 160
IgA anti EA sensitifitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga
pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Titer yang didapat bekisar antara 80-1280 dan terbanyak pada titter 160.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring.
Biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidungbatau dari mulut. Biopsy
melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam
biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke
nasofaring kemudian cunam diarahkan kelateral dan dilakukan biopsy.
Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nellaton yang
dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik
keluar dan di klem bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikia juga
dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga paatum mole tertarik ke atas.
Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsy dilakukan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang
dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsy tumor
nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topical dengan xylocain 10%.
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil memuaskan, maka dilakuan
pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.
e) HISTOPATOLOGI
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma
(epidemoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi),
karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Semua yang
kita kenal selama ini dengan limfoepitelloma, sel transisional, sel spindle, sel
clear, anaplastic dan lain-lain dimasukkan dalam kelompok tidak berdiferensiasi.
Pada penelitian di Malaysia oleh prathap dkk sering didapat kombinasi
dari ketiga jenis karsinoma , seperti didapatkan karsinoma sel skuamosa dan
Stase THT-KL Kepala dan leher
karsinoma tidak berkeratinisasi, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak
berdiferensiasi, karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak
berdiferensiasi, atau karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berkeratinisasi
serta karsinoma tidk berdiferensiasi..
f) Stadium
Stadium ini berdasarkan kriteria dari UICC (2002)
T = Tumor primer
T0 - Tidak tampak tumor.
T – Karsinoma insitu, dimana tumor hanya terdapat pada 1 lapisan jaringan.
T1- Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap
dan lain- lain).
T2 - Tumor yang sudah meluas kedalam jaringan lunak dari rongga
tenggorokan. T2a : perluasan tumor ke orofarinng dan / atau rongga hidung
tanpa perluasan ke parafaring. T2b : disertai perluasan ke parafaring
T3 - tumor menginfasi struktur tulang dan atau sinus paranasal
T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak
atau mengenai saraf-saraf otak.
TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
Stase THT-KL Kepala dan leher
N = Nodule
N - Pembesaran kelenjar getah bening regional .
NX - Pembesaran kelenjar reginol tidak dapat dinilai
N0 - Tidak ada pembesaran.
N1 - Terdapat pembesaran tetapi unilateral dan tumor dalam kelenjar limfe
berukuran 6 cm atau lebih kecil, diatas fossa supraklavikularis
N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dengan ukuran tumor 6
cm atau lebih kecil, diatas fossa supraklavikularis.
N3 - Tumor terdapat di kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm,
pembesaran secara bilateral, terletak didlam fossa supraklavikularis.
N3A – Tumor dalam kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm.
N3B – Tumor ditemukan didalam fossa supraklavikularis.
M = Metastasis
M - Metastasis jauh
M0 - Tidak ada metastesis jauh.
M1 – Terdapat Metastesis jauh .
Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :
Stase THT-KL Kepala dan leher
Stadium 0 T1s No Mo
Stadium I T1 No Mo
Stadium IIa T2a No Mo
Stadium IIb T1 N1 Mo
T2a N1 Mo
T2b No, N1 Mo
Stadium III T1 N2 Mo
T2a,T2b N2 Mo
T3 N2 Mo
Stadium Iva T4 No, N1, N2 Mo
Semua T N3 Mo
Semua T Semua N M1
Tis : Carcinoma in situ
- Stadium 0 :
- Stadium I :
Stase THT-KL Kepala dan leher
- Stadium IIA :
- Stadium IIB :
Stase THT-KL Kepala dan leher
- Stadium III :
- Stadium IVA :
- Stadium IVB :
Stase THT-KL Kepala dan leher
- Stadium IVC :
g) Penatalaksanaan
Stadium I : Radioterapi
Stadium II dan III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N>6 cm :kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
kemoradiasi
Stase THT-KL Kepala dan leher
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada
penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan
tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,
faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua
pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi
masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Berbagai macam
kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi
dengan Cis-platinum sebagai inti.
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup
memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi
praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping
yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.
Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari
sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil
yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap
benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul
kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah
hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi, serta tidak
ditemukan adanya metastasis jauh. Operasi sisa tumor induk (residu) atau
kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat
akibat operasi
Stase THT-KL Kepala dan leher
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan
radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun
minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan
pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun
pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga
merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut
karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah
atau rasa mual
Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan
lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat
pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak.
Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat
diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup
pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk ,
perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan
terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.
h) Follow up
Tidak seperti keganasan kepala dan leher lainnya, KNF mempunyai resiko
terjadinya rekurensi, dan follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan
tersering terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi
antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu difollow up setidaknya 10 tahun
setelah terapi.
Stase THT-KL Kepala dan leher
i) Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan
risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara
memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan
yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,
meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes
serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan
karsinoma nasofaring lebih dini.
Stase THT-KL Kepala dan leher
2. Karsinoma Laring
Keganasan laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih
merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi.
Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi
belumlah lengkap.
Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri karsinoma laring
menempati tempat pertama dalam urutan kegansan di bidang THT sedangkan di
RS Cipto Mangunkusomo Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga
setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.
Menurut data statistic dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara seperti dikutip
leh Batsakis (1979), rata-rata 1.2 orang per 100 000 penduduk meninggal oleh
karsinoma laring
Di departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma
laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25
pertahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada
usia 56-59 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%. Periode
1988-1992 karsinoma laring sebanyak 9,97% menduduki peringkat ketiga
keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77%, diikuti oleh
keganasan hidung dan paranasal 10,11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,
esofagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.
Stase THT-KL Kepala dan leher
a) Faktor resiko dan Etiologi
Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh
para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok
orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian
epidemologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan
karsinoma laring yang kuat antara lain rokok, alkohol, dan terpajan oleh
sinar radioaktif.
b) histopatologi
Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor
ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi :
1) Berdiferensiasi baik (grade I)
2) Berdiferensiasi sedang (grade 2)
3) Berdiferensiasi buruk (grade 3)
Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi
yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang
berdiferensiasi baik.
c) Klasifikasi berdasarkan letaknya
1) Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai mulai dari tepi atas
epiglotis sampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan
ventrikel laring
2) Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adlah 10
mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior
Stase THT-KL Kepala dan leher
otot-otot intrinsik pita suara. Batas superior aadalah ventrikel laring.
Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 atau ke 2 pita suara,
dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm dan dapat mengenai
komisura vikalis kartilago aritenoid.
3) Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita
suara asli sampai batas inferior krikoid.
4) Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikel
mengenai pita suara asli dan pita suara palsu , atau meluas ke
subglotik lebih dari 10 mm
d) Gejala klinis
Gejala klinis tumor laring, yaitu :
1. Serak
Serak merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala
dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi
fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah
glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran,
dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal
berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidakaturan pita suara, oklusi
atau penyempitan celah glotik, teserangnya otot-otot vokalis, sendi
dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf.
Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran
kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi
Stase THT-KL Kepala dan leher
kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa.
Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan napas, atau
paralisis komplit.
Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak
tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan
gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel
laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita
suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan
subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama
sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif,
seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di
tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali
tumor eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot
potato voice).
2. Dispnea dan stridor
Merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan
dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh
gangguan jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau
sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau
transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi
secara perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya
dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.
Stase THT-KL Kepala dan leher
3. Nyeri tenggorok
Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang
tajam.
4. Disfagia
Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring,
dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling
sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan
(odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai
struktur ekstra laring.
5. Batuk dan hemoptisis
Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul
dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam
laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor
supraglotik.
6. Gejala lain
Berupa nyeri alih di telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan
penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring
atau metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah bening
dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan
tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut
Stase THT-KL Kepala dan leher
yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang
kartilago tiroid dan perikondrium.
e) Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan AJCC dan UICC 1988 :
1. TUMOR PRIMER (T)
SUPRAGLOTIS :
Tis : tumor in situ
T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara atau pita suara palsu (gerakan
masih baik).
T2 : tumor telah meluas ke satu dan dua sisi daerah supraglotis dan
glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).
T3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke
daerah krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis,
dan kearah rongga pre-epiglotis.
T4 : tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring
jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.
GLOTIS :
Tis : tumor in situ.
Stase THT-KL Kepala dan leher
T1 : tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita
suara masih baik atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior
atau posterior.
T2 : tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara
masih dapat bergerak atau sudah terfiksasi.
T3 : tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.
T4 : tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau
sudah keluar dari laring.
SUBGLOTIS :
Tis : tumor in situ.
T1 : tumor terbatas pada subglotis.
T2 : tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau
sudah terfiksasi.
T3 : tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.
T4 : tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan
keluar laring atau dua-duanya.
2. PEMBESARAN KELENJAR GETAH BENING LEHER (N)
Nx : kelenjar tidak teraba.
Stase THT-KL Kepala dan leher
N0 : secara klinis tidak teraba kelenjar.
N1 : klinis teraba kelenjar homolateral dengan diameter = 3 cm.
N2 : klinis teraba kelenjar tunggal,ipsilateral dengan diameter 3–6 cm.
N2a: klinis terdapat satu kelenjar ipsilateral dengan diameter > 3 cm
dan tidak >6 cm.
N2b : klinis terdapat kelenjar ipsilateral multipel dengan diameter >6
cm
N2c : metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak > 6 cm.
N3 : metastase kelenjar limfe lebih dari 6 cm.
3. METASTASE JAUH (M)
Mx : tidak terdapat atau terdeteksi.
M0 : tidak ada metastase jauh.
M1 : terdapat metastase jauh.
4. STADIUM
Stadium I : T1 N0 M0
Stadium II : T2 N0 M0
Stadium III : T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0
Stase THT-KL Kepala dan leher
Stadium IV : T4 N0/N1 M0
T1/T2/T3/T4 N2/N3
T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1
f) Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan aamnesis dan pemeriksaan
klinis. Pemeriksaan laring dapat dilakukan degan cara tidak langsug
menggunakan kaca laring atau langsung dengan menggunakan
laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran
tumor, kemudian dilakukan biopsy untuk pmeriksaan patologik anatomic.
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan
laboraorium darah, juga pemeriksaan radiologic. Foto toraks diperlukan
untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan
metastasis di paru. CT Scan Laring dapat memperlihatkan keadaan tumor
dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan
tyroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening
leher.
Meskipun banyak ditemukan di Negara dengan penduduk non
mongoloid, namun demikian daerah cina bagian selatan masih
menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun
untuk propinsi Guang-dong (Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000
penduduk. Ras mongolois merupkan faktor dominan timbulnya kanker
Stase THT-KL Kepala dan leher
nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian
Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan
Indonesia. Ditemukan cukup banyak kasus di yunani, Afrika bagian utra
seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang eskimo di Alaska dan tanah
hijau yang diduga penyebabnya adalah karenaa mereka memakan
makanan yang di awetkan dalam musim dingin dengan menggunakan
bahan pengawet nitrosamine. . Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir
merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, Rs. Hasan Sadikin Bandung
rata rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15
kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi.
Demikin pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang,
Surabaya dan lain-lain menunjukan bahwa tumor ganas ini terdapat
merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik
tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari Ras Cina relative
sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya
g) penatalaksanaan
Setelah diagnosis tumor ditegakkan, maka ditentukan tindakan
yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3 cara
penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat
sitostatika atau pun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium
penyakit dan keadaan umum pasien.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk
mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi,
stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih
memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi
Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial,
tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi
radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher. Di depatermen
THT RSCM tersering dilakukan laringektomia totalis, karena
beberapapertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan,
karena teknik sulit untuk menentukan batas tumor.
Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal
pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum
memburuk, disamping harga obat ini yang relative mahal, sehingga tidak
terjangkau oleh pasien.
Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai
pathogenesis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aero-
digestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.
Rehabilitasi suara
Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring
menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan
laring beserta pita-suara yang ada didalamnya, maka pasien akan menjadi
afonia dan bernafas melakui stoma permae di leher.
Stase THT-KL Kepala dan leher
Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat
umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dapat mandiri kembali,
maupun rehabilitasi khusus yani rehabilitasi suara (voice rehabilitation),
agar pasien dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal.
Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara,
yakni semacam vibrator yang ditempelkan didaerah submandibula,
ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophageal speech)
melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya
proses rehabilitasi suara ini, tetai dapat disimpulkan menjadi 2 faktor
utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.
Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah
perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna-laring guna
menyokong aspek psikis dalam lingkup yan luas dan pasien, baik
sebelum maupun sesudah operasi.
Stase THT-KL Kepala dan leher