refreshing fix

82
BAB I STRUKTUR DAN FISIOLOGI Kepala Dalam kepala terdapat tulang tengkorak, otak, saraf – saraf otak (nervi craniales), salut – salut otak (meninges), dan organ indra khusus. Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu Neurocranium (tulang-tulang yang membungkus otak otak) dan Viscerocranium (tulang-tulang yang membentuk wajah). Tulang tulang pada Neurocranium (Tulang yang melindungi otak) : Os.occipitale Os.temporale Os.sphenoidale Os.ethmoidale Os.parietale Os.frontale Stase THT-KL Kepala dan leher

Upload: anisah-noviariyanti

Post on 14-Dec-2015

256 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bsahhas

TRANSCRIPT

Page 1: Refreshing Fix

BAB I

STRUKTUR DAN FISIOLOGI

Kepala

Dalam kepala terdapat tulang tengkorak, otak, saraf – saraf otak (nervi

craniales), salut – salut otak (meninges), dan organ indra khusus.

Tulang tengkorak dibagi menjadi dua bagian yaitu Neurocranium (tulang-

tulang yang membungkus otak otak) dan Viscerocranium (tulang-tulang yang

membentuk wajah). 

Tulang tulang pada Neurocranium (Tulang yang melindungi otak) :

Os.occipitale

Os.temporale

Os.sphenoidale

Os.ethmoidale

Os.parietale

Os.frontale

Tulang tulang Viscerocranium (Tulang yang membentuk wajah) :

Maxila

Mandibula

Os.Zygomaticum

Concha nasalis

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 2: Refreshing Fix

Os.nasale

Os.lacrimalis

Os.vomer

Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100

triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar),

serebelum (otak kecil), brainsterm (batang otak), dan diensefalon (Satyanegara,

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 3: Refreshing Fix

1998). Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks

serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan

area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur

parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi

sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area

sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks

penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater

yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian

posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang

mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan

kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh. Bagian-bagian batang

otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak

tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung,

vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah.

Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis

yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan

bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus

serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan

penglihatan.

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan

hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal

yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 4: Refreshing Fix

pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan

kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan

pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan

pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai

ekspresi tingkah dan emosi.

Nervus Cranialis

a. Nervus olvaktorius. Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi,

membawa rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak.

b. Nervus optikus. Mensarafi bola mata, membawa rangsangan penglihatan ke

otak.

c. Nervus okulomotoris. Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital (otot

pengerak bola mata) menghantarkan serabut-serabut saraf para simpati untuk

melayani otot siliaris dan otot iris

d. Nervus troklearis. Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital. Saraf pemutar

mata yang pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e. Nervus trigeminus. Bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf ini mempunyai

tiga buah cabang. Fungsinya sebagai saraf kembar tiga, saraf ini merupakan

saraf otak besar, sarafnya yaitu:

1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian depan

kelopak mata atas, selaput lendir kelopak mata dan bola mata.

2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas, bibir atas, palatum,

batang hidung, ronga hidung dan sinus maksilaris.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 5: Refreshing Fix

3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi otot-

otot pengunyah. Serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit

daerah temporal dan dagu.

f. Nervus abdusen. Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai

saraf penggoyang sisi mata.

g. Nervus fasialis. Sifatnya majemuk (sensori dan motori) serabut-serabut

motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan selaput lendir ronga mulut. Di dalam

saraf ini terdapat serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan

kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk menghantarkan rasa

pengecap.

h. Nervus auditoris. Sifatnya sensori, mensarafi alat pendengar, membawa

rangsangan dari pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf

pendengar.

i. Nervus glosofaringeus. Sifatnya majemuk (sensori dan motoris) mensarafi

faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j. Nervus vagus. Sifatnya majemuk (sensoris dan motoris) mengandung saraf-saraf

motorik, sensorik dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esofagus, gaster

intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. Fungsinya

sebagai saraf perasa.

k. Nervus asesorius. Saraf ini mensarafi muskulus sternokleidomastoid dan

muskulus trapezium, fungsinya sebagai saraf tambahan.

l. Nervus hipoglosus. Saraf ini mensarafi otot-otot lidah, fungsinya sebagai saraf

lidah. Saraf ini terdapat di dalam sumsum penyambung.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 6: Refreshing Fix

Otot utama dari mulut adalah adalah orbikularis oris. Otot tunggal ini

mengililingi bibir, dengan banyak otot muka berinsensersi padanya. Fungsi

orbikularis oris ialah dengan menutup bibir.

Otot pengunyah terdiri atas maseter, pterigoideus dan temporalis. Otot-

otot ini berinsersi pada mandibula dan berfungsi untuk mengunyah. Maseter adalah

otot tebal dan kuat untuk menutup rahang dengan cara mengangkat dan menarik

mandibula ke belakang. Ketegangan pada maseter dapat diraba dengan mengatup

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 7: Refreshing Fix

rahang dengan kencang. Meskipun penting bagi berfungsinya rahang, otot-otot

pengunyah lain secara klinik tidak penting bagi diagnosis fisik. Lokasi-lokasi otot ini

diperlihatkan dalam gambar 6-2.

Gambar 6.2 Otot bagian muka dan tengkorak. A. Otot-otot yang lebih superficial. B.

Otot-otot dibawahnya

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 8: Refreshing Fix

Nervus trigeminus atau saraf kranial kelima, membawa serat-serat motoris eferen

menuju ke otot-otot pengunyah

Leher

Leher ialah bangunan yang terdiri dari tulang belakang sum-sum tulang

punggung, laring dan trakea, faring dan esofagus, kelenjar tiroid, pembuluh darah

besar dan otot dan saraf. Selanjutnya leher mengandung otot-otot, lemak, dan banyak

kelenjar getah bening.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 9: Refreshing Fix

Sebagai penghubung antara kepala dan badan, leher berisi sejumlah struktur

neurovaskular sangat penting dalam ruang yang sangat terbatas. Sistem

muskuloskeletal leher harus melindungi leher, sementara juga memungkinkan

mobilitas maksimum kepala dan koordinasi pada proses ventilasi, menelan, bicara.

Leher dibagi oleh muskulus sternokleidomastoideus menjadi trigonum anterior

atau medial dan trigonum posterior atau lateral.

1. Trigonum anterior : di anterior dibatasi oleh sternokleidomastoideus, linea

mediana leher dan mandibulae, terdiri dari :

1. Trigonum muscular : dibentuk oleh linea mediana, musculus

omohyoid venter superior, dan musculus sternokleidomastoideus.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Gambar : gambaran otot leher

Page 10: Refreshing Fix

2. Trigonum caroticum : dibentuk oleh musculus omohyoid venter

superior, musculus sternokleidomastoideus, musculus digastricus

venter posterior.

3. Trigonum submentale : dibentuk oleh venter anterior musculus

digastricus, os. hyoid dan linea mediana.

4. Trigonum submandibulare : dibentuk oleh mandibula, venter superior

musulus digastricus, dan venter anterior musculus digastricus

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 11: Refreshing Fix

2. Trigonum posterior : dibatasi superior oleh musculus sternokleidomastoideus,

musculus trapezius dan clavicula, terdiri dari :

1. Trigonum supraclavicular : dibentuk oleh venter inferior musculus

omohyoid, clavicula dan musculus sternokleidomastoideus

2. Trigonum occipitalis : dibentuk oleh venter inferior musculus

omohyoid, musculus trapezius dan musculus sternokleidomastoideus.

Diperkirakan bahwa leher mengandung lebih dari 75 kelenjar limfe pada setiap

sisinya. Untaian kelenjar limfe ini dinamai sesuai letaknya.

Sekitar 75 buah kelenjar limfa terdapat pada setiap sisi leher, dan kebanyakan

berada pada rangkaian jugularis interna dan spinalis asesorius. Rangkaian jugularis

interna dibagi dalam kelompok superior, media dan inferior. Kelompok kelenjar

limfe yang lain adalah submental, submandibula, servikalis superfisial, retrofaring,

paratrakeal, spinal asesorius, skalenus anterior, dan supraklavikul

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 12: Refreshing Fix

Gambar 1. Daerah Kelenjar Limfe Leher

Letak kelenjar limfa leher menurut Sloan Kattering Memorial Cancer Center

Classiffication dibagi dalam lima daerah (region) penyebaran kelompok kelenjar,

yaitu:

I : Kelenjar yang terletak di segitiga submental dan submandibula.

II : Kelenjar yang terletak di 1/3 (sepertiga) atas dan termasuk kelenjar limfa

jugularis superior, kelenjar digastrik, dan kelenjar servikal posterior superior.

III : Kelenjar limfa jugularis di antara bifurkasio karotis dan persilangan m.

omohioid dengan m. sternokleidomastoid dan batas posterior m.

sternokleidomastoid.

IV : Grup kelenjar di daerah jugularis inferior dan supraklavikula.

V : Kelenjar yang berada di segitiga posterior servikal

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 13: Refreshing Fix

Gambar 2. Sistem Limfe Leher

Region I

a. Kelenjar limfa submental

Terletak pada segitiga submental di antara platisma dan m. omohioid di dalam

jaringan lunak. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari dagu,

bibir bawah bagian tengah, pipi, gusi, dasar mulut bagian depan, dan 1/3

(sepertiga) bagian bawah lidah. Sedangkan pembuluh darah eferen mengalirkan

limfa ke kelenjar limfa submandibula sisi homolateral atau kontra lateral,

kadang-kadang dapat langsung ke rangkaian kelenjar limfa jugularis interna.

b. Kelenjar limfa submandibula

Terletak di sekitar kelenjar liur submandibula dan di dalam kelenjar ludah nya

sendiri. Pembuluh aferen menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar liur

submandibula, bibir atas, bagian lateral bibir bawah, rongga hidung, bagian

anterior rongga mulut, bagian medial kelopak mata, palatum mole, dan 2/3

(duapertiga) depan lidah. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa

jugularis interna superior.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 14: Refreshing Fix

Region II

a. Kelenjar limfa jugularis superior

Kelenjar limfa jugularis superior menerima aliran limfa yang berasal dari daerah

palatum mole, tonsil, bagian posterior lidah, dasar lidah, sinus piriformis, dan

supraglotik laring. Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa

retrofaring, spinalis asesorius, parotis, servikalis superfisial, dan kelenjar

submandibula.

b. Kelenjar limfa retrofaring

Kelenjar limfa retrofaring terletak diantara faring dan fasia prevertebrata, mulai

dari dasar tengkorak sampai ke perbatasan leher dan toraks. Pembuluh aferen

menerima aliran limfa dari nasofaring, hipofaring, telinga tengah, dan tuba

eustachius. Sedangkan pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa

jugularis interna dan kelenjar limfa spinal asesorius bagian superior.

Region III

a. Kelenjar limfa jugularis media

Kelenjar limfa jugularis media menerima aliran limfa yang berasal langsung dari

subglotik laring, sinus piriformis bagian inferior, dan daerah krikoid posterior.

Juga menerima aliran limfa yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna

superior dan kelenjar retrofaring bagian bawah.

b. Kelenjar limfa paratrakea

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 15: Refreshing Fix

Kelenjar limfa paratrakea menerima aliran limfa yang berasal dari laring bagian

bawah, hipofaring, esophagus bagian servikal, trakea bagian atas, dan tiroid.

Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar limfa jugularis interna inferior

atau kelenjar mediastinum superior.

Region IV

Kelenjar limfa jugularis inferior.

Kelenjar limfa jugularis inferior menerima aliran limfa yang berasal langsung

dari glandula tiroid, trakea, esofagus bagian servikal. Juga menerima aliran limfa

yang berasal dari kelenjar limfa jugularis interna superior dan media, dan

kelenjar limfa paratrakea.

Region V

a. Kelenjar limfa servikal superfisial

Terletak di sepanjang vena jugularis eksterna, menerima aliran limfa yang berasal

dari kulit muka, sekitar kelenjar parotis, daerah retroaurikula, kelenjar parotis,

dan kelenjar limfa oksipital. Pembuluh eferen mengalirkan limfa ke kelenjar

limfa jugularis interna superior.

b. Kelenjar limfa spinal asesorius

Terletak di sepanjang saraf spinal asesoris, menerima aliran limfa yang berasal

dari kulit kepala bagian parietal dan bagian belakang leher.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 16: Refreshing Fix

BAB II

EMBRIOLOGI KEPALA DAN LEHER

Mesenkim untuk pembentukan daerah kepala berasal dari mesoderm lempeng

paraksial dan lateral, Krista neuralis, dan daerah ectoderm yang menebal yang

dikenal sebagai plakoda ectoderm. Mesoderm paraksial (somit dan somitomer)

membentuk lantai tengkorak dan sebagian kecil daerah oksipital, semua otot

volunteer di daerah kraniofasial, dermis dan jaringan penyambung di daerah dorsal

kepala, selaput otak di sebelah kaudal prosensefalon. Mesoderm lempeng lateral

membentuk kartilago-kartilago laring (aritenoid dan krikoid) dan jaringan

penyambung di daerah ini. Sel-sel Krista neuralis berasal dari neuroektoderm daerah

otak depan, otak tengah, dan otak belakang dan bermigrasi kearah ventral menuju ke

lengkung-lengkung faring kearah rostral menuju ke sekitar otak depan, dan piala

mata masuk ke daerah wajah. Di tempat-tempat ini, mereka membentuk struktur-

struktur tulang dengan wajah (midfasial) dan lengkung faring. Dan semua jaringan

lain di daerah ini, termasuk kartilago, tulang dentin, tendo, dermis, pia, dan

arakhnoid, neuron sensorikdan stroma kelenjar. Sel dari plakoda ectoderm bersamaan

dengan Krista neuralis membentuk neuron ganglia sensorik cranial ke-5, 7, 9,10.

Gambaran paling khas dalam perkembangan kepala dan leher adalah

terbentuknya lengkung brakhialis atau lengkung faring. Lengkung-lengkung ini

tampak dalam perkembangan minggu ke-4 dan ke-5., serta ikut menentukan tampilan

luar mudigah yang khas. Pada mulanya, lengkung-lengkung ini berupa batang

jaringan mesenkim yang dipisahkan oleh celah-celah dalam, yang dikenal sebagai

celah branchial atau celah faring. Bersamaan dengan perkembangan lengkung dan

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 17: Refreshing Fix

celah tersebut, sejumlah kantung yaitu kantung faring , tampak disepanjang dinding

lateral faring yang merupakan bagian paling cranial dari usus primitive depan.

Kantong-kantong ini menembus mesenkim sekitarnya tetapi tidak membentuk

hubungan langsung dengan celah-celah luar. Oleh karena itu sekalipun

perkembangannya lengkung, celah dan kantung faring mirip pembentukannya insang

pada ikan dan amfibi pada mudigah manusa insang sebenarnya (brachia) tidak

pernah terbentuk, oleh karena itu dipakai istilah lengkung, celah dan kantung faring

untuk mudigah manusia.

Lengkung faring tidak ikut membentuk leher, tetapi memainkan peran

penting dalam pembentukan kepala. Pada akhir minggu ke-4, bagian pusat wajah

dibentuk oleh stomadeum, yang dikelilingi oleh pasangan pertama lengkung faring.

Ketika mudigah berusia 4 ½ minggu, dapat dikenali lima buah tonjolan mesenkim

yaitu ; tonjol-tonjol mandibula (lengkung faring I) di sebelah lateral stomodeum ;

dan tonjol frontonasal, suatu tonjolan yang agak membulat di sebelah kaudal

stomatodeum. Perkembangan wajah selanjutnya dilengkapi dengan pembentukan

tonjolan hidung.

Lengkung Faring

Setiap lengkung faring terdiri atas sebuah inti jaringan mesenkim, yang di

sebelah luarnya dibungkus oleh ectoderm permukaan dan di sebelah dalamnya oleh

epitel yang berasal dari endoderm. Selain mesenkim yang berasal dari mesoderm

lempeng paraksial dan lateral, inti tiap tiap lengkung faring menerima banyak sekali

sel Krista neuralis, yang bermigrasi ke dalam lengkung faring menerima banyak

sekali unsure-unsur rangka pada wajah, mesoderm lengkung yang asli membentuk

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 18: Refreshing Fix

susunan otot di wajah dan leher. dengan demikian, setiap lengkung faring

mempunyai unsur ototnya sendiri. Unsur otot pada masing-masing lengkung

membawa sarafnya sendiri, dan kemampuan sel otot ini bermigrasi, sel-sel tersebut

akan membawa unsur saraf kranial bersamanya. Selain itu setiap lengkung

mempunyai unsure arterinya sendiri. (derivate lengkung faring dan persarfannya).

Lengkung Faring Pertama

Lengkung faring pertama terdiri atas satu bagian dorsal, yang dikenal

sebagai prominensia maksilaris, yang meluas di bawah daerah mata, dan satu bagian

ventral, prominensia mandibularis atau tulang rawan Meckel. Pada perkembangan

selanjutnya, tulang rawan Meckel menghilang kecuali dua bagian kecil di ujung

dorsal dan masing-masing membentuk inkus dan malleus. Mesenkim prominensia

maksilaris selanjutnya membentuk premaksila, maksila, os zygomaticus dan bagian

os temporalis melalui penulangan membranosa. Mandibula juga terbentuk melalui

penulangan membranosa jaringan mesenkim yang mengelilingi tulang rawan meckel.

Selain itu lengkung pertama ikut dalam pembentukan tulang telinga tengah.

Susunan otot dari lengkung faring pertama dibentuk oleh otot pengnyah (m.

temporalis , m. maseter, m. pterygoideus) venter anterior m. digastricus, m.

mylohyoideus, m. tensor tympani, dan m. tensor veli palatini. Persarafan ke otot-otot

lengkung pertama ini diberikan oleh cabang mandibula nervus trigeminus. Karena

mesenkim dari lengkung pertama juga ikut membentuk dermis wajah, persarafan

sensorik ke kulit wajah diberikan oleh nervus ophtalmicus, n. maxillaries dan

cabang-cabang mandibula nervus maxillaris.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 19: Refreshing Fix

Otot otot pada lengkung yang berbeda tidak selalu melekat ke unsure tulang

atau rawan pada lengkungnya sendiri, tetapi kadang-kadang bermigrasi ke daerah di

sekitarnya . Akan tetapi,asal usul otot ini selalu dapat di telusuri,karena

persarafannya dating dari lengkung asalnya.

Lengkung Faring Kedua

Tulang rawan lengkung ke-2 atau lengkung hyoid (tulang rawan Reichert)

membentuk stapes, processus styloideus ossis temporalis,ligamentum stylohyoideus,

dan di ventral, membentuk cornu minus dan bagian atas corpusos hypoid. Otot- otot

lengkung hyoid adalah m. stapedius, m stylohyoideus, venter posterior m.

Digastricus, m. auricularis, dan otot-otot ekspresi wajah. Nervus facialis, saraf dari

lengkung kedua, mempersarafi semua otot ini.

Lengkung Faring Ketiga

Tulang rawan lengkung faring ke-3 membentuk bagian bawah corpus dan

cornu majus os hyoid. Susunan ototnya terbatas pada m. stylopharyngeus. Otot-otot

ini dipersarafi oleh nervus glossopharyngeus, saraf dari lengkung ketiga.

Lengkung Faring ke empat dan ke enam

Unsur rawan dari lengkung faring ke-4 dan ke-6 bersatu membentuk tulang

rawan thyroidea,cricoidea,arythenoidea,corniculata dan cuneiforme dari laring. Otot-

otot lengkung ke empat(m. Cricothyroideus,m. Levator veli palatini, dan mm.

Constrictrores pharyngei) dipersarafi oleh ramus laryngeus superior nervus

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 20: Refreshing Fix

vagus,saraf dari lengkung ke-4. Akan tetapi,otot-otot instrinsik laring dipersarafi oleh

ramus laryngeus recurrens nervus vagus, saraf dari lengkung ke-6.

Kantung Faring

Mugidah manusia mempunyai lima pasang kantung faring. Pasangan yang

terakhir adalah kantung atipik dan sering dianggap sebagai bagian kantung ke-4.

Karena epitel endoderm yang melapisi kantung-kantung ini menghasilkan sejumlah

organ penting, nasib tiap-tiap kantung akan dibahas secara terpisah.

Kantong Faring Pertama

Kantong Faring pertama membentuk sebuah divertikulum yang menyerupai

sebuah tangkai, yaitu recessus tubotympanicus, yang berdampingan ddengan epitel

yang membatasi celah faring pertama, yang kelak menjadi meatus acusticus externus.

Bagian distal di ventrikulum ini melebar menjadi bangunan yang menyerupai

kantung, yaitu cavum tympani primitif atau rongga telinga tengah primitif,

sedangkan bagian proksimalnya tetap sempit, membentuk tuba auditiva(eustachi).

Epitel yang melapisi kavum timpani kelak membantu dalam pembentukan

memnbrana tympani atau gendang telinga.

Kantong Faring Kedua

Lapisan epitel kantung ini berproliferasi dan membentuk tunas-tunas yang

menembus kedalam mesenkim di sekelilingnya. Tunas-tunas ini kemudian di susupi

oleh jaringan mesoderm, sehingga membentuk primordiom tonsilla platina. Selama

bulan ke-3 hingga bulan ke-5,tonsil berangsur-angsur diinfiltrasi oleh jaringan getah

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 21: Refreshing Fix

bening. Sebagian dari kantung ini merasa tersisa dan pada orang dewasa ditemukan

sebagai fossa tonsillaris.

Kantung Faring Ke tiga

Tanda khas kantung ke-3 dan k3-4 ialah sayap dorsal dan sayap ventral pada

ujung distalnya. Dalam minggu ke-5,epitel sayap dorsal kantung ketiga

berdiferensiasi menjadi glandula parathyroidea inferior, sedangkan sayap ventralnya

membentuk timus. Kedua primordium kelenjar ini terputus hubungannya dari

dinding faring,dan timus kemudian bermigrasi ke arah kaudal dan medial, sambil

menarik glandula parathyroidea bersamanya. Walaupun bagian utama timus bergerak

dengan cepat menuju ke kedudukan akhirnya di dalam rongga dada( untuk bersatu

dengan pasangan dari sisi yang lain). Ekornya kadang-kadang menetap atau

menempel pada kelenjar tiroid atau sebagai sarang-sarang timus yang terpisah.

Pertumbuhan dan perkembangan timus berlanjut terus setelah lahir hingga masa

pubertas. Pada anak yang masih kecil, kelenjar ini menempati banyak sekali ruang

dada dan terletak dibelakang sternum dan didepan perikardium serta pembuluh-

pembuluh besar. Pada orang dewasa, kelemjar ini sulit dikenali karena menganlami

atrofi dan digantikan oleh jaringan lemak. Jaringan paratiroid dari kantung ketiga

pada akhirnya terletak di permukaan dorsal kelenjar tiroid dan membentuk glandula

parathyroidea inferior

Kantung faring ke empat

Epitel sayap dorsal kantung ini membentuk glandula parathyroidea superior.

Ketika kelenjar paratiroid tidak lagi berhubungan dengan dinding faring, kelenjar ini

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 22: Refreshing Fix

menempelkan diri ke kelenjar tiroid yang bermigrasi ke kaudal dan,akhirnya, terletak

pada permukaan dorsal kelenjar ini sebagai kelenjar paratiroid superior.

Kantung Faring kelima

Kantung faringke-5 adalah kantung faring terakhir yang berkembang dan

biasanya dianggap sebagai bagian dari kantung ke 4. Kantung ini menghasilkan

corpus ultimobranchiale,yang kelak menyatu ke dalam glandula thyroidea. Pada

orang dewasa, sel-sel corpus ultimobranchiale menghasilkan sel parafollicular atau

sel C dari glandula thyroidea. Sel-sel ini mensekresi kalsitonin,yaitu suatu hormon

yang terlibat dalam pengaturan kadar kalsium darah.

Celah Faring

Mudigah yang berusia 5 minggu ditandai oleh adanya empat celah faring,

diantaranya hanya ada satu yang ikut mempengaruhi bentuk definitif mudigah.

Bagian dorsal celah pertama menembus mesenkim di bawahnya dan menghasilkan

meatus acusticus externus. Laisan epitel dasar liang ini ikut berperan dalam

pembentukan gendang telinga. Proliferasi aktif jaringan mesenkim di dalam

lengkung ke 2 menyebabkan lengkung ke 2 menyebabkan lengkung ke 2 ini

menutupi lengkung ke 3 dan 4. Akhirnya, lengkung ke-2 ini bersatu dengan rigi

epikardium di bagian bawah leher dan celah ke 2, ke 3 dan ke 4 terputus

hubungannya dengan dunia luar. Untuk sementara, celah-celah ini membentuk

sebuah rongga yang dilapisi epitel ektoderm, sinus cervicalis, tetapi pada

perkembangan selanjutnya sinus ini menghilang.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 23: Refreshing Fix

Glandula thyroidea

Glandula thyroidea tampak sebagai suatu proliferasi epitel di dasar faring,

antara tuberkulum impar dan copula, pada suatu titik yang kelak ditandai oleh

foramoid en cecum. Selanjutnya thyroid turun di depan usus faringeal sebagai

divertikulum yang berlobus dua. Selama migrasinya ini kelanjar tersebut tetap

dihubungkan dengan lidah oleh sebuah saluran sempit yaitu ductus thyroglossus.

Saluran ini kelak menjadi padat dan akhirnya menghilang.

Pada perkembangan selanjutnya kelenjar tiroid bergerak turun depan tulang

hioid dan tulang rawan laring. Tiroid mencapai kedudukan tetapnya di depan trakea

pada minggu ke 7. Pada saat itu glandula thyroidea sudah berupa ishtmus kecil di

tengah dan dua lobus lateral. Kelenjar thyroid mulai berfungsi kurang lebih pada

akhir bulan ke 3, pada saat itu mulai tampak folikel-folikel pertama yang

mengandung koloid. Sel-sel folikuler menghasilkan koloid yang menjadi sumber

tiroksin dan triidiotironin. Sel parafolikuler atau sel C berasal dari corpus

ultimobranciale yang menjadi sumber calcitonin.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 24: Refreshing Fix

BAB III

ANAMNESA DAN PEMERIKASAAN FISIK

TINJAUAN GEJALA SPESIFIK

Gejala paling umum yang berkaitan dengan leher meliputi adalah massa leher

Massa Leher

Gejala paling umum adalah adanya benjolan atau pembengkakan di leher.

Apabila pasien mengeluh adanya benjolan di leher, ajukan pertanyaan berikut:

“Bila pertama kali Anda mengetahui adanya benjolan?”

“Apakah terasa nyeri?

“Apakah benjolan itu membesar?”

“Pernah mengalami infeksi telinga? ... . infeksi di mulut?”

“Apakah suara menjadi serak dengan adanya benjolan?”

Jika benjolan di leher itu disertai nyeri, kemungkinan besar terdapat infeksi

akut. Benjolan yang baru ada selama beberapa hari biasanya karena radang,

sementara yang ada selama berbulan-bulan biasanya neoplasma. Massa yang terdapat

berbulan-bulan hingga tahunan tanpa perubahan ukuran yang berarti biasanya

merupakan lesi jinak atau kongenital. Bendungan pada saluran keluar kelenjar liur

dapat menimbulkan pembengkakan yang berubah ukuran sewaktu pasien makan.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 25: Refreshing Fix

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan kelenjar getah bening

Langkah- langkah dalam pemeriksaan kelenjar getah bening leher:

1. Memperkenalkan diri dan inform consent terlebih dahulu kepada pasien

2. Cuci tangan dengan sabun dan bilas dengan air mengalir

3. Tanyakan kepada pasien bagian mana yang dianggap sakit oleh pasien dan

informasikan bahwa apabila pada pemeriksaan nanti ada rasa sakit yang

dirasakan pasien, maka pasien harus memberi tahu.

4. Posisikan pasien. Idealnya, pemeriksaan sebaiknya dilakukan dengan berdiri di

belakang pasien. Dan pasien diperiksa dalam posisi duduk.

5. Inspeksi

Kelenjar getah bening leher terletak di sepanjang bagian anterior dan posterior

dari leher tepat di bagian bawah dagu. Jika kelenjar getah bening cukup besar,

dapat terlihat adanya pembengkakan di bawah kulit dan lebih mudah lagi jika

pembesarannya asimetris (akan lebih mudah untuk melihat adanya pembesaran

kelenjar getah bening jika hanya satu bagian saja yang membesar). 16

Hal-hal yang harus diperhatikan pada inspeksi:

Pembesaran kelenjar getah bening

Skar bekas operasi (cancer exision)

Massa yang jelas

6. Palpasi

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 26: Refreshing Fix

Palpasi kelenjar getah bening harus menggunakan empat ujung-ujung

jari karena ujung jari adalah bagian yang paling sensitif. Palpasi dilakukan

dengan membandingkan antara bagian kiri dan kanan secara simultan, dari atas

ke bawah dan dengan sedikit tekanan.

Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular yaitu pemeriksa

berada dibelakang penderita kemudian palpasi dilakukan dengan kepala

penderita condong ke depan sehingga ujung-ujung jari-jari meraba di bawah

tepi mandibula. Kepala dapat dimiringkan dari satu sisi ke sisi yang lain

sehingga palpasi dapat dilakukan pada kelenjar yang superficial maupun yang

profunda. Juga dapat dilakukan dengan palpasi bimanual. 15

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 27: Refreshing Fix

Gambar : Palpasi kelenjar limfe submental dan submandibular15

Palpasi kelenjar jugularis dapat dimulai di superficial dengan

melakukan penekanan ringan dengan menggerakkan jari-jari sepanjang

musculus sternokleidomastoideus. Pada palpasi yang lebih dalam, ibu jari

ditekan di bawah musculus Sternokleidomastoideus pada kedua sisi sehingga

dapat di palpasi kelenjar yang terdapat di sub atau retro dari muskulus ini. Bila

pemeriksaan ini negatif atau meragukan, maka pemeriksa harus berdiri di

belakang penderita kemudian ibu jari digunakan untuk menggeser musculus

Sternokleidomastoideus ke depan sementara jari yang lain meraba pada tepi

anterior muskular tersebut. Perabaan secara bilateral dan simultan selalu

dianjurkan untuk menilai perabaan antara kedua sisi. Palpasi kelenjar leher ini

agak sulit pada orang gemuk, leher pendek dan leher yang berotot. Terutama

bila kelenjarnya masih kecil. 15

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 28: Refreshing Fix

Gambar : Palpasi kelenjar limfe rantai kelenjar jugularis15

Palpasi kelenjar limfa asesorius dilakukan dengan menekan ibu jari

pada tepi posterior m. Trapezium ke depan dan jari-jari ditempatkan pada

permukaan anterior muskulus ini. 15

Gambar : Palpasi kelenjar limfe asesorius15

Palpasi kelenjar limfa supraklavikular dapat dilakukan dengan duduk

di depan atau berdiri dibelakang penderita dimana jari-jari digunakan untuk

palpasi fosa supraklavikular.

Gambar : Palpasi kelenjar limfe supraklavikular15

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 29: Refreshing Fix

BAB III

2 PENYAKIT TERBANYAK

1. Karsinoma Nasofaring

Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan leher

yang terbanyak ditemukan di Indonesia. Hampir 60% umor ganas kepala dan

leher merupakan karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas

hidung dan sinus paranasal (18%), laring (16%), dan tumor ganas rongga mulut,

tonsil, hipofaring dalam presentase rendah. Berdasarkan data laboratorium

patologi anatomik tumor ganas nasofaring sendiri selalu berada dalam

kependudukan lima besar dari tumor ganas tubuh manusia bersama tumor ganas

serviks uteri, tumor payudara, tumor getah bening dan tumor kulit.

diagnosis dini menentukan prognosis pasien, namun cukup sulit

dilakukan, karena nasofaring tersembunyi dibelakang tabir langit langit dan

terletak dibawah dasar tengkorak sserta berhubungan dengan banyak daerah

penting didalam tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher. Oleh

karena letak nasofaring tidak mudah diperiksa oleh mereka yang bukan ahli,

seringkali tumor ditemukan terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher

lebih sering ditemukan sebagai gejala pertama.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 30: Refreshing Fix

Sangat mencolok perbedaan prognosis (angka kehidupan 5 tahun) dari

stadium awal dengan stadium lanjut, yakni 76,9% untuk stadium I, 56,9% untuk

stadium II, 38,4 % untuk stadium III dan hanya 16,4 % untuk stadium IV. Untuk

dapat berperan dalam pencegahan, deteksi dini dan rehabilitasi perlu diketahui

seluruh aspeknya, antara lain epidemologi, etiologi, diagnostic, pemeriksaan

serologgi, hispatologi, terapi dan pencegahan, serta perawatan paliatif pasien

yang pengobatannya tidak berhasil baik.

a) epidemologi

Meskipun banyak ditemukan di Negara dengan penduduk non

mongoloid, namun demikian daerah cina bagian selatan masih menduduki

tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun untuk propinsi Guang-

dong (Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000 penduduk.

Ras mongolois merupkan faktor dominan timbulnya kanker nasofaring,

sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian Selatan,

Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan Indonesia. Ditemukan

cukup banyak kasus di yunani, Afrika bagian utra seperti Aljazair dan Tunisia,

pada orang eskimo di Alaska dan tanah hijau yang diduga penyebabnya adalah

karenaa mereka memakan makanan yang di awetkan dalam musim dingin

dengan menggunakan bahan pengawet nitrosamine.

Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir merata di setiap daerah. Di

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta saja ditemukan lebih dari 100 kasus

setahun, Rs. Hasan Sadikin Bandung rata rata 60 kasus, Ujung Pandang 25

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 31: Refreshing Fix

kasus, Palembang 25 kasus, 15 kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus di

Padang dan Bukittinggi. Demikin pula angka-angka yang didapatkan di Medan,

Semarang, Surabaya dan lain-lain menunjukan bahwa tumor ganas ini terdapat

merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik tumor THT

RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari Ras Cina relative sedikit lebih banyak

dari suku bangsa lainnya.

b) Etiologi

Sudah hampir dapat dipastika bahwa penyebab karsinoma nasofaring

adalah virus Epstein-Barr, karena pada semua pasien nasofaring didaptkan titer

ani-virus RB yang cukup tinggi. Titer ini lebih tinggi dari titer orang sehat,

pasien tumor ganas leher dan kepala lainnya, tumor organ tubuh lainnya, bahkan

pada kelainan nasofaring yang lain sekalipun.

Banyak penyelidian mengenai perangai dari virus ini dikemukakan, tetapi

virus ini bukan satu-satunya faktor, karena banyak faktor lain yang sangat

mempengaruhi kemungkinan timbulnya tumor ini, seperti letak geografis, rasial,

jenis kelamin, genetic, ekerjaan, lingkungan, kebiasaan hidup, kebudayaan,

social ekonomi, infeksi kuman atau parasite.

Letak geografis sudah disebutkan diatas, demikian pula faktor rasial.

Tumor ini lebih sering ditemukan pada laki-laki dan apa sebabnya belum dapat

diungkapkan dengan pasti, mungkin ada hubungannya dengan faktor genetic,

kebiasaan hidup, pekerjaan dan lain-lain

Faktor lingkungan yang berpengaruh yang berpengaruh adalah iritasi oleh

bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 32: Refreshing Fix

bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan terlalu panas. Terdapat

hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan dengan mortalitas

karsinoma nasofaring, sedangkan adanya hubungan dengan keganasan lain tidak

jelas.

Kebiasaan penduduk eskimo memakan makanan yang diawetkan (daging

dan ikan) terutama pad amusim dingin menyebabkan tingginya kejadian

karsinoma ini.

Tentang faktor genetik telah telah banyak di temukan kasus herediter atau

familier dari pasien karsinoma nasofaring dengan keganasan pada organ tubuh

lain. Suatu contoh terkenal di cina selatan, satu keluarga dengan 49 anggota dari

dua generasi didapatkan 9 pasien karsinoma nasofaring dan 1 menderita tumor

ganas payudara. Secara umum didapatkan 10% dari pasien karsinoma nasofaring

menderita keganasan organ lain. Pengaruh genetic terhadap karsinoma

nasofaring sedang dalam pembuktian dengan mempelajari cell-mediated

immunity dari virus EB dan tumor associated immunity dari virus EB dan tumor

associated antigens pada karsinoma nasofaring. Sebagian besar pasien adalah

golongan social ekonomi rendah dan hal ini menyangkut pula dengan keadaan

lingkungan dan kebiasaan hidup. Pengaruh infeksi dalam dapat dilihat dengan

menurunnya kejadian malaria akan diikuti oleh menurunnya kejadian malaria

akan diikuti oleh menurunya pula limfoma burkitt, suatu keganasan yang

disebabkan oleh virus yang sama.

c) Gejala dan tanda

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 33: Refreshing Fix

Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala

nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau

gejala di leher. Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau sumbatan

hidung, untuk itu nasofaring harus diperiksa dengan cermat, kalau perlu dengan

nasofaringoskop, karena sering gejala belum ada sedangkan tumor sudah

tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di bawah mukosa

(creeping tumor).

Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat

asal tumor dekat muara tuba Eustachius (fosa Rosenmüller). Gangguandapat

berupa tinnitus, rasa tidak nyaman di telinga (otalgia). Tidak jarang pasien

dengan gangguan pendengaran ini baru kemudian disadari bahwa penyebabnya

adalah karsinoma nasofaring.

Karena nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui

beberapa lubang, maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai

gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui foramen laserum akan mengenai

saraf otak ke III, IV, VI dan dapat pula ke V, sehingga tidak jarang gejala

diplopialah yang membawa pasien lebih dahulu ke dokter mata. Neuralgia

trigeminal merupakan gejala yang sering ditemukan oleh ahli saraf jika belum

terdapat keluhan yang berarti.

Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX,X, XI dan

XII jika penjalaran melalui foramen jugulare, yaitu suatu tempat yang relatif

jauh dari nasofaring. Gangguan ini sering disebut dengan sindrom Jackson. Bila

sudah mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral. Dapat pula

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 34: Refreshing Fix

disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila sudah terjadi demikian,

biasanya prognosis buruk.

Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher yang

mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.

Suatu kelainan nasofaring yang disebut lesi hiperplastik nasofaring telah

diteliti di Cina, yaitu 3 bentuk yang mencurigakan pada nasofaring, seperti

pembesaran adenoid pada orang dewasa, pembesaran nodul dan mukositis berat

pada daerah nasofaring. Kelainan ini bila diikuti bertahun-tahun kemudian akan

menjadi karsinoma nasofaring.

d) Diagnosis

Diagnosis sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan didaerah

kepala dan leher , sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan

terlalu sulit ditemukan

Pemeriksaan seroloi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infksi virus E-

B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tjokro

Setiyo dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta mendapatkan dari

41 pasien karsinoma nasofaring stadium lanjut (stadium III dan IV) sensitivitas

IgA VCA adalah 97,5% dan spesiffitas 91,8% dengan titer berkisar antara 160

IgA anti EA sensitifitasnya 100% tetapi spesifitasnya hanya 30,0%, sehingga

pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.

Titer yang didapat bekisar antara 80-1280 dan terbanyak pada titter 160.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 35: Refreshing Fix

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsy nasofaring.

Biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari hidungbatau dari mulut. Biopsy

melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). Cunam

biopsy dimasukan melalui rongga hidung menyelusuri konka media ke

nasofaring kemudian cunam diarahkan kelateral dan dilakukan biopsy.

Biopsy melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nellaton yang

dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada dalam mulut ditarik

keluar dan di klem bersama-sama ujung kateter yang di hidung. Demikia juga

dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga paatum mole tertarik ke atas.

Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsy dilakukan

dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang

dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsy tumor

nasofaring umumnya dilakukan dengan analgesia topical dengan xylocain 10%.

Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil memuaskan, maka dilakuan

pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam narkosis.

e) HISTOPATOLOGI

Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma

(epidemoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi),

karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi. Semua yang

kita kenal selama ini dengan limfoepitelloma, sel transisional, sel spindle, sel

clear, anaplastic dan lain-lain dimasukkan dalam kelompok tidak berdiferensiasi.

Pada penelitian di Malaysia oleh prathap dkk sering didapat kombinasi

dari ketiga jenis karsinoma , seperti didapatkan karsinoma sel skuamosa dan

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 36: Refreshing Fix

karsinoma tidak berkeratinisasi, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak

berdiferensiasi, karsinoma tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak

berdiferensiasi, atau karsinoma sel skuamosa dan karsinoma tidak berkeratinisasi

serta karsinoma tidk berdiferensiasi..

f) Stadium

Stadium ini berdasarkan kriteria dari UICC (2002)

T = Tumor primer

T0 - Tidak tampak tumor.

T – Karsinoma insitu, dimana tumor hanya terdapat pada 1 lapisan jaringan.

T1- Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap

dan lain- lain).

T2 - Tumor yang sudah meluas kedalam jaringan lunak dari rongga

tenggorokan. T2a : perluasan tumor ke orofarinng dan / atau rongga hidung

tanpa perluasan ke parafaring. T2b : disertai perluasan ke parafaring

T3 - tumor menginfasi struktur tulang dan atau sinus paranasal

T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang tengkorak

atau mengenai saraf-saraf otak.

TX - Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 37: Refreshing Fix

N = Nodule

N - Pembesaran kelenjar getah bening regional .

NX - Pembesaran kelenjar reginol tidak dapat dinilai

N0 - Tidak ada pembesaran.

N1 - Terdapat pembesaran tetapi unilateral dan tumor dalam kelenjar limfe

berukuran 6 cm atau lebih kecil, diatas fossa supraklavikularis

N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dengan ukuran tumor 6

cm atau lebih kecil, diatas fossa supraklavikularis.

N3 - Tumor terdapat di kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm,

pembesaran secara bilateral, terletak didlam fossa supraklavikularis.

N3A – Tumor dalam kelenjar limfe dengan ukuran lebih dari 6 cm.

N3B – Tumor ditemukan didalam fossa supraklavikularis.

M = Metastasis

M - Metastasis jauh

M0 - Tidak ada metastesis jauh.

M1 – Terdapat Metastesis jauh .

Berdasarkan TNM tersebut di atas, stadium penyakit dapat ditentukan :

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 38: Refreshing Fix

Stadium 0 T1s No Mo

Stadium I T1 No Mo

Stadium IIa T2a No Mo

Stadium IIb T1 N1 Mo

T2a N1 Mo

T2b No, N1 Mo

Stadium III T1 N2 Mo

T2a,T2b N2 Mo

T3 N2 Mo

Stadium Iva T4 No, N1, N2 Mo

Semua T N3 Mo

Semua T Semua N M1

Tis : Carcinoma in situ

- Stadium 0 :

- Stadium I :

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 39: Refreshing Fix

- Stadium IIA :

- Stadium IIB :

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 40: Refreshing Fix

- Stadium III :

- Stadium IVA :

- Stadium IVB :

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 41: Refreshing Fix

- Stadium IVC :

g) Penatalaksanaan

Stadium I : Radioterapi

Stadium II dan III : Kemoradiasi

Stadium IV dengan N<6cm : Kemoradiasi

Stadium IV dengan N>6 cm :kemoterapi dosis penuh dilanjutkan

kemoradiasi

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 42: Refreshing Fix

Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada

penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan

tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin,

faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua

pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan, sedangkan kemoterapi

masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan). Berbagai macam

kombinasi dikembangkan, yang terbaik sampai saat ini adalah kombinasi

dengan Cis-platinum sebagai inti.

Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-

fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup

memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi

praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping

yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik.

Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari

sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil

yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring

Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap

benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul

kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah

hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi, serta tidak

ditemukan adanya metastasis jauh. Operasi sisa tumor induk (residu) atau

kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat

akibat operasi

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 43: Refreshing Fix

Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan

radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun

minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan

pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun

pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga

merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut

karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat

penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah

atau rasa mual

Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan

lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat

pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak.

Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat

diberikan selain pengobatan simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup

pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk ,

perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan

terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor.

h) Follow up

Tidak seperti keganasan kepala dan leher lainnya, KNF mempunyai resiko

terjadinya rekurensi, dan follow up jangka panjang diperlukan. Kekambuhan

tersering terjadi kurang dari 5 tahun, 5-15% kekambuhan seringkali terjadi

antara 5-10 tahun. Sehingga pasien KNF perlu difollow up setidaknya 10 tahun

setelah terapi.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 44: Refreshing Fix

i) Pencegahan

Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan

risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara

memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan

yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat,

meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan

kemungkinan-kemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes

serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan

karsinoma nasofaring lebih dini.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 45: Refreshing Fix

2. Karsinoma Laring

Keganasan laring bukanlah hal yang jarang ditemukan dan masih

merupakan masalah, karena penanggulangannya mencakup berbagai segi.

Penatalaksanaan keganasan di laring tanpa memperhatikan bidang rehabilitasi

belumlah lengkap.

 Sebagai gambaran perbandingan, diluar negeri karsinoma laring

menempati tempat pertama dalam urutan kegansan di bidang THT sedangkan di

RS Cipto Mangunkusomo Jakarta, karsinoma laring menduduki urutan ketiga

setelah karsinoma nasofaring dan tumor ganas hidung dan sinus paranasal.

Menurut data statistic dari WHO (1961) yang meliputi 35 negara seperti dikutip

leh Batsakis (1979), rata-rata 1.2 orang per 100 000 penduduk meninggal oleh

karsinoma laring

Di departemen THT FKUI/RSCM periode 1982-1987 proporsi karsinoma

laring 13,8% dari 1030 kasus keganasan THT. Jumlah kasus rata-rata 25

pertahun. Perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 11:1, terbanyak pada

usia 56-59 tahun dengan kebiasaan merokok didapatkan pada 73,94%. Periode

1988-1992 karsinoma laring sebanyak 9,97% menduduki peringkat ketiga

keganasan THT (712 kasus). Karsinoma nasofaring sebesar 71,77%, diikuti oleh

keganasan hidung dan paranasal 10,11%, telinga 2,11%, orofaring/tonsil 1,69%,

esofagus/bronkus 1,54%, rongga mulut 1,40% dan parotis 0,28%.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 46: Refreshing Fix

a) Faktor resiko dan Etiologi

Etiologi karsinoma laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan oleh

para ahli bahwa perokok dan peminum alkohol merupakan kelompok

orang-orang dengan resiko tinggi terhadap karsinoma laring. Penelitian

epidemologik menggambarkan beberapa hal yang diduga menyebabkan

karsinoma laring yang kuat antara lain rokok, alkohol, dan terpajan oleh

sinar radioaktif.

b) histopatologi

Karsinoma sel skuamosa meliputi 95% sampai 98% dari semua tumor

ganas laring. Karsinoma sel skuamosa dibagi 3 tingkat diferensiasi :

1) Berdiferensiasi baik (grade I)

2) Berdiferensiasi sedang (grade 2)

3) Berdiferensiasi buruk (grade 3)

Kebanyakan tumor ganas pita suara cenderung berdiferensiasi baik. Lesi

yang mengenai hipofaring, sinus piriformis dan plika ariepiglotika kurang

berdiferensiasi baik.

c) Klasifikasi berdasarkan letaknya

1) Tumor supraglotik terbatas pada daerah mulai mulai dari tepi atas

epiglotis sampai batas atas glotis termasuk pita suara palsu dan

ventrikel laring

2) Tumor glotik mengenai pita suara asli. Batas inferior glotik adlah 10

mm dibawah tepi bebas pita suara, 10 mm merupakan batas inferior

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 47: Refreshing Fix

otot-otot intrinsik pita suara. Batas superior aadalah ventrikel laring.

Oleh karena itu tumor glotik dapat mengenai 1 atau ke 2 pita suara,

dapat meluas ke subglotik sejauh 10 mm dan dapat mengenai

komisura vikalis kartilago aritenoid.

3) Tumor subglotik tumbuh lebih dari 10 mm dibawah tepi bebas pita

suara asli sampai batas inferior krikoid.

4) Tumor ganas transglotik adalah tumor yang menyeberangi ventrikel

mengenai pita suara asli dan pita suara palsu , atau meluas ke

subglotik lebih dari 10 mm

d) Gejala klinis

Gejala klinis tumor laring, yaitu :

1. Serak

Serak merupakan gejala utama karsinoma laring, merupakan gejala

dini tumor pita suara. Hal ini disebabkan karena gangguan fungsi

fonasi laring. Kualitas nada sangat dipengaruhi oleh besar celah

glotik, besar pita suara, ketajaman tepi pita suara, kecepatan getaran,

dan ketegangan pita suara. Pada tumor ganas laring, pita suara gagal

berfungsi secara baik disebabkan oleh ketidakaturan pita suara, oklusi

atau penyempitan celah glotik, teserangnya otot-otot vokalis, sendi

dan ligamen krikoaritenoid, dan kadang-kadang menyerang saraf.

Adanya tumor di pita suara akan mengganggu gerak maupun getaran

kedua pita suara tersebut. Serak menyebabkan kualitas suara menjadi

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 48: Refreshing Fix

kasar, mengganggu, sumbang dan nadanya lebih rendah dari biasa.

Kadang-kadang bisa afoni karena nyeri, sumbatan jalan napas, atau

paralisis komplit.

Hubungan antara serak dengan tumor laring tergantung pada letak

tumor. Apabila tumor tumbuh pada pita suara asli, serak merupakan

gejala dini dan menetap. Apabila tumor tumbuh di daerah ventrikel

laring, di bagian bawah plika ventrikularis atau di batas inferior pita

suara, serak akan timbul kemudian. Pada tumor supraglotis dan

subglotis, serak dapat merupakan gejala akhir atau tidak timbul sama

sekali. Pada kelompok ini, gejala pertama tidak khas dan subjektif,

seperti perasaan tidak nyaman, rasa ada yang mengganjal di

tenggorok. Tumor hipofaring jarang menimbulkan serak, kecuali

tumor eksentif. Fiksasi dan nyeri menimbulkan suara bergumam (hot

potato voice).

2. Dispnea dan stridor

Merupakan gejala yang disebabkan oleh sumbatan jalan napas dan

dapat timbul pada tiap tumor laring. Gejala ini disebabkan oleh

gangguan jalan napas oleh massa tumor, penumpukan kotoran atau

sekret, maupun oleh fiksasi pita suara. Pada tumor supraglotik atau

transglotik terdapat kedua gejala tersebut. Sumbatan yang terjadi

secara perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya

dispnea dan stridor adalah tanda prognosis yang kurang baik.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 49: Refreshing Fix

3. Nyeri tenggorok

Keluhan ini dapat bervariasi dari rasa goresan sampai rasa nyeri yang

tajam.

4. Disfagia

Disfagia adalah ciri khas tumor pangkal lidah, supraglotik, hipofaring,

dan sinus piriformis. Keluhan ini merupakan keluhan yang paling

sering pada tumor ganas postkrikoid. Rasa nyeri ketika menelan

(odinofagi) menandakan adanya tumor ganas lanjut yang mengenai

struktur ekstra laring.

5. Batuk dan hemoptisis

Batuk jarang ditemukan pada tumor ganas glotik, biasanya timbul

dengan tertekannya hipofaring disertai sekret yang mengalir ke dalam

laring. Hemoptisis sering terjadi pada tumor glotik dan tumor

supraglotik.

6. Gejala lain

Berupa nyeri alih di telinga ipsilateral, halitosis, batuk, hemoptisis dan

penurunan berat badan menandakan perluasan tumor ke luar laring

atau metastasis jauh. Pembesaran kelenjar getah bening

dipertimbangkan sebagai metastasis tumor ganas yang menunjukkan

tumor pada stadium lanjut. Nyeri tekan laring adalah gejala lanjut

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 50: Refreshing Fix

yang disebabkan oleh komplikasi supurasi tumor yang menyerang

kartilago tiroid dan perikondrium.

e) Klasifikasi dan stadium tumor berdasarkan AJCC dan UICC 1988 :

1. TUMOR PRIMER (T)

SUPRAGLOTIS :

Tis : tumor in situ

T1 : tumor terdapat pada satu sisi suara atau pita suara palsu (gerakan

masih baik).

T2 : tumor telah meluas ke satu dan dua sisi daerah supraglotis dan

glotis masih bisa bergerak (tidak terfiksir).

T3 : tumor terbatas pada laring dan sudah terfiksir atau meluas ke

daerah krikoid bagian belakang, dinding medial dari sinus piriformis,

dan kearah rongga pre-epiglotis.

T4 : tumor sudah meluas ke luar laring, menginfiltrasi orofaring

jaringan lunak pada leher atau sudah merusak tulang rawan tiroid.

GLOTIS :

Tis : tumor in situ.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 51: Refreshing Fix

T1 : tumor mengenai satu atau dua sisi pita suara, tetapi gerakan pita

suara masih baik atau tumor sudah terdapat pada komisura anterior

atau posterior.

T2 : tumor meluas ke daerah supraglotis atau subglotis, pita suara

masih dapat bergerak atau sudah terfiksasi.

T3 : tumor meliputi laring dan pita suara sudah terfiksir.

T4 : tumor sangat luas dengan kerusakan tulang rawan tiroid atau

sudah keluar dari laring.

SUBGLOTIS :

Tis : tumor in situ.

T1 : tumor terbatas pada subglotis.

T2 : tumor sudah meluas ke pita, pita suara masih dapat bergerak atau

sudah terfiksasi.

T3 : tumor sudah mengenai laring dan pita suara sudah terfiksasi.

T4 : tumor yang luas dengan destruksi tulang rawan atau perluasan

keluar laring atau dua-duanya.

2. PEMBESARAN KELENJAR GETAH BENING LEHER (N)

Nx : kelenjar tidak teraba.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 52: Refreshing Fix

N0 : secara klinis tidak teraba kelenjar.

N1 : klinis teraba kelenjar homolateral dengan diameter = 3 cm.

N2 : klinis teraba kelenjar tunggal,ipsilateral dengan diameter 3–6 cm.

N2a: klinis terdapat satu kelenjar ipsilateral dengan diameter > 3 cm

dan tidak >6 cm.

N2b : klinis terdapat kelenjar ipsilateral multipel dengan diameter >6

cm

N2c : metastasis bilateral atau kontralateral, diameter tidak > 6 cm.

N3 : metastase kelenjar limfe lebih dari 6 cm.

3. METASTASE JAUH (M)

Mx : tidak terdapat atau terdeteksi.

M0 : tidak ada metastase jauh.

M1 : terdapat metastase jauh.

4. STADIUM

Stadium I : T1 N0 M0

Stadium II : T2 N0 M0

Stadium III : T3 N0 M0, T1/T2/T3 N1 M0

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 53: Refreshing Fix

Stadium IV : T4 N0/N1 M0

T1/T2/T3/T4 N2/N3

T1/T2/T3/T4 N1/N2/N3 M1

f) Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan aamnesis dan pemeriksaan

klinis. Pemeriksaan laring dapat dilakukan degan cara tidak langsug

menggunakan kaca laring atau langsung dengan menggunakan

laringoskop. Pemeriksaan ini untuk menilai lokasi tumor, penyebaran

tumor, kemudian dilakukan biopsy untuk pmeriksaan patologik anatomic.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan selain pemeriksaan

laboraorium darah, juga pemeriksaan radiologic. Foto toraks diperlukan

untuk menilai keadaan paru, ada atau tidaknya proses spesifik dan

metastasis di paru. CT Scan Laring dapat memperlihatkan keadaan tumor

dan laring lebih seksama, misalnya penjalaran tumor pada tulang rawan

tyroid dan daerah pre-epiglotis serta metastasis kelenjar getah bening

leher.

Meskipun banyak ditemukan di Negara dengan penduduk non

mongoloid, namun demikian daerah cina bagian selatan masih

menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus baru pertahun

untuk propinsi Guang-dong (Kwantung) atau prevalensi 39.84/100.000

penduduk. Ras mongolois merupkan faktor dominan timbulnya kanker

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 54: Refreshing Fix

nasofaring, sehingga kekerapan cukup tinggi pada penduduk Cina bagian

Selatan, Hongkong, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura dan

Indonesia. Ditemukan cukup banyak kasus di yunani, Afrika bagian utra

seperti Aljazair dan Tunisia, pada orang eskimo di Alaska dan tanah

hijau yang diduga penyebabnya adalah karenaa mereka memakan

makanan yang di awetkan dalam musim dingin dengan menggunakan

bahan pengawet nitrosamine. . Di Indonesia frekuensi pasien ini hampir

merata di setiap daerah. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

saja ditemukan lebih dari 100 kasus setahun, Rs. Hasan Sadikin Bandung

rata rata 60 kasus, Ujung Pandang 25 kasus, Palembang 25 kasus, 15

kasus setahun di Denpasar dan 11 kasus di Padang dan Bukittinggi.

Demikin pula angka-angka yang didapatkan di Medan, Semarang,

Surabaya dan lain-lain menunjukan bahwa tumor ganas ini terdapat

merata di Indonesia. Dalam pengamatan dari pengunjung poliklinik

tumor THT RSCM, pasien karsinoma nasofaring dari Ras Cina relative

sedikit lebih banyak dari suku bangsa lainnya

g) penatalaksanaan

Setelah diagnosis tumor ditegakkan, maka ditentukan tindakan

yang akan diambil sebagai penanggulangannya. Ada 3 cara

penanggulangan yang lazim dilakukan, yakni pembedahan, radiasi, obat

sitostatika atau pun kombinasi daripadanya, tergantung pada stadium

penyakit dan keadaan umum pasien.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 55: Refreshing Fix

Sebagai patokan dapat dikatakan stadium 1 dikirim untuk

mendapatkan radiasi, stadium 2 dan 3 dikirim untuk dilakukan operasi,

stadium 4 dilakukan operasi dengan rekonstruksi, bila masih

memungkinkan atau dikirim untuk mendapatkan radiasi

Jenis pembedahan adalah laringektomi totalis ataupun parsial,

tergantung lokasi dan penjalaran tumor, serta dilakukan juga diseksi

radikal bila terdapat penjalaran ke kelenjar limfa leher. Di depatermen

THT RSCM tersering dilakukan laringektomia totalis, karena

beberapapertimbangan, sedangkan laringektomi parsial jarang dilakukan,

karena teknik sulit untuk menentukan batas tumor.

Pemakaian sitostatika belum memuaskan, biasanya jadwal

pemberian sitostatika tidak sampai selesai karena keadaan umum

memburuk, disamping harga obat ini yang relative mahal, sehingga tidak

terjangkau oleh pasien.

Para ahli berpendapat, bahwa tumor laring ini mempunyai

pathogenesis yang paling baik diantara tumor-tumor daerah traktus aero-

digestivus, bila dikelola dengan tepat, cepat dan radikal.

Rehabilitasi suara

Laringektomi yang dikerjakan untuk mengobati karsinoma laring

menyebabkan cacat pada pasien. Dengan dilakukannya pengangkatan

laring beserta pita-suara yang ada didalamnya, maka pasien akan menjadi

afonia dan bernafas melakui stoma permae di leher.

Stase THT-KL Kepala dan leher

Page 56: Refreshing Fix

Untuk itu diperlukan rehabilitasi terhadap pasien, baik yang bersifat

umum, yakni agar pasien dapat memasyarakat dapat mandiri kembali,

maupun rehabilitasi khusus yani rehabilitasi suara (voice rehabilitation),

agar pasien dapat berbicara (bersuara), sehingga berkomunikasi verbal.

Rehabilitasi suara dapat dilakukan dengan pertolongan alat bantu suara,

yakni semacam vibrator yang ditempelkan didaerah submandibula,

ataupun dengan suara yang dihasilkan dari esofagus (esophageal speech)

melalui proses belajar. Banyak faktor yang mempengaruhi suksesnya

proses rehabilitasi suara ini, tetai dapat disimpulkan menjadi 2 faktor

utama, ialah faktor fisik dan faktor psiko-sosial.

Suatu hal yang sangat membantu adalah pembentukan wadah

perkumpulan guna menghimpun pasien-pasien tuna-laring guna

menyokong aspek psikis dalam lingkup yan luas dan pasien, baik

sebelum maupun sesudah operasi.

Stase THT-KL Kepala dan leher