refreshing linda

30
BAB I SYOK Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau kehilangan darah ≥ 20% EBV (estimated blood volume). Secara umum, syok dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu: 1 1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang) 2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu) 3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung) 4. Distributif (vasomotor terganggu) A. HYPOVOLEMIC SHOCK 1 Syok hipovolemik terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat. Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik adalah CO (cardiac output) ↓, BP (blood pressure) ↓, SVR 1

Upload: marajuu

Post on 07-Dec-2015

263 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

anestesi

TRANSCRIPT

Page 1: Refreshing Linda

BAB I

SYOK

Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam mencukupi

kebutuhan oksigen jaringan tubuh. Syok terjadi akibat penurunan perfusi jaringan

vital atau menurunnya volume darah secara bermakna. Syok juga dapat terjadi

akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan) atau

kehilangan darah ≥ 20% EBV (estimated blood volume). Secara umum, syok

dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan penyebab, yaitu: 1

1. Hipovolemik (volume intravaskuler berkurang)

2. Kardiogenik (pompa jantung terganggu)

3. Obstruktif (hambatan sirkulasi menuju jantung)

4. Distributif (vasomotor terganggu)

A. HYPOVOLEMIC SHOCK 1

Syok hipovolemik terjadi karena volume intravaskuler berkurang akibat

perdarahan, kehilangan cairan akibat diare, luka bakar, muntah, dan third space

loss, sehingga menyebabkan pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tidak adekuat.

Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok hipovolemik

adalah CO (cardiac output) ↓, BP (blood pressure) ↓, SVR (systemic vascular

resistance) ↑, dan CVP (central venous pressure) ↓.

Terapi syok hipovolemik bertujuan untuk restorasi volume intravaskuler, dengan

target utama mengembalikan tekanan darah, nadi, dan perfusi organ secara

optimal. Bila kondisi hipovolemia telah teratasi dengan baik, selanjutnya pasien

dapat diberi agen vasoaktif, seperti dopamine, dobutamine.

1

Page 2: Refreshing Linda

1. Kehilangan Cairan

Akibat muntah-muntah, diare atau luka bakar. Sehingga terjadi dehidrasi.

Penanganan syok hipovolemik adalah sebagai berikut:

1. Tentukan defisit cairan

2. Atasi syok: cairan kristaloid 20 mL/kgBB dalam ½ - 1 jam, dapat diulang

3. Sisa defisit: 50% dalam 8 jam pertama, 50% dalam 16 jam berikutnya

4. Cairan RL atau NaCl 0,9%

5. Kondisi hipovolemia telah teratasi/hidrasi, apabila produksi urin: 0,5 – 1 mL/

kgBB/jam.

2

Page 3: Refreshing Linda

2. Perdarahan

Pada dewasa perdarahn > 15% EBV perlu dilakukan transfusi darah, sedang pada

bayi dan anak bila perdarahan > 10% EBV. Transfusi dengan Whole Blood atau

Paked Red Cell. Bila dipakai cairan kristaloid 3 kali volume darah yang hilang.

Cairan koloid : sesuai cairan darah yang hilang.

B. CARDIOGENIC SHOCK 1

Syok kardiogenik terjadi apabila terdapat gangguan kontraktilitas miokardium,

sehingga jantung gagal berfungsi sebagai pompa untuk mempertahankan curah

jantung yang adekuat. Disfungsi ini dapat terjadi pada saat sistolik atau diastolik

atau dapat terjadi akibat obstruksi pada sirkulasi jantung. Terapi syok kardiogenik

bertujuan untuk memperbaiki fungsi miokardium dan sirkulasi. Beberapa

perubahan hemodinamik yang terjadi pada kondisi syok kardiogenik adalah CO↓,

BP↓, SVR↑, dan CVP↑.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok kardiogenik adalah

sebagai berikut:

3

Page 4: Refreshing Linda

1. Infus cairan untuk memperbaiki sirkulasi

2. Inotropik

3. Apabila CO↓, BP↓, SVR↑, berikan dobutamine 5 μg/kg/min

4. Pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus diberi obat yang berefek

inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine

C. OBSTRUCTIVE SHOCK 1

Syok obstruktif terjadi apabila terdapat hambatan aliran darah yang menuju

jantung (venous return) akibat tension pneumothorax dan cardiac tamponade.

Beberapa perubahan hemodinamik yang terjadi pada syok obstruktif adalah CO↓,

BP↓, dan SVR↑. Penanganan syok obstruktif bertujuan untuk menghilangkan

sumbatan; dapat dilakukan sebagai berikut:

1. Pemberian cairan kristaloid isotonik untuk mempertahankan volume

intravaskuler

2. Pembedahan untuk mengatasi hambatan/ obstruksi sirkulasi

D. DISTRIBUTIVE SHOCK 1

Syok distributif apabila terdapat gangguan vasomotor akibat maldistribusi aliran

darah karena vasodilatasi perifer, sehingga volume darah yang bersirkulasi tidak

adekuat menunjang perfusi jaringan. Vasodilatasi perifer dapat menyebabkan

hipovolemia. Beberapa syok yang termasuk dalam golongan syok distributif ini

antara lain:

1. Syok Anafi laktik

Syok anafilaktik adalah syok yang disebabkan reaksi antigen-antibodi (antigen

IgE). Antigen menyebabkan pelepasan mediator kimiawi endogen, seperti

histamin, serotonin, yang menyebabkan peningkatan permeabilitas endotelial

vaskuler disertai bronkospasme. Gejala klinis dapat berupa pruritus, urtikaria,

angioedema, palpitasi, dyspnea, dan syok.

Terapi syok anafi laktik:

Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi)

4

Page 5: Refreshing Linda

Adrenaline: Dewasa 0,3-0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC

(larutan 1:1000)

Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas miokard, vasokonstriksi vaskuler,

meningkatkan tekanan darah dan bronkodilatasi

Pasang infus RL

Kortikosteroid: dexamethasone 0,2 mg/ kgBB IV (intravena)

Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline 5-6 mg/kgBB IV bolus

secara perlahan, dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit

2. Syok Neurogenik

Umumnya terjadi pada kasus cervical atau high thoracic spinal cord injury. Gejala

klinis meliputi hipotensi disertai bradikardia. Gangguan neurologis akibat syok

neurogenik dapat meliputi paralisis flasid, refleks ekstremitas hilang dan

priapismus.

Penanganan syok neurogenik:

Resusitasi cairan secara adekuat

Berikan vasopressor

3. Insufi siensi Adrenal Akut

Insufi siensi adrenal akut dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti:

Kegagalan adrenal gland: penyakit autoimun, adrenal hemorrhagic, infeksi HIV,

penggunaan ketoconazole dosis tinggi, meningococcemia, penyakit

granulomatous.

Kegagalan hypothalamic/pituitary axis: efek putus obat dari terapi glucocorticoid

Gejala klinisnya antara lain hiperkalemia, hiponatremia, asidosis, hipoglikemia,

azotemia prarenal. Kelompok pasien yang memiliki risiko tinggi insufisiensi

adrenal akut adalah pasien dengan sepsis, penggunaan antikoagulan pascaCABG

(coronary artery bypass graft), putus obat pada terapi glukokortikoid dalam jangka

12 bulan, HIV AIDS, tuberkulosis diseminata. Gejala umumnya meliputi lemah,

mual/muntah, nyeri abdominal, hipotensi ortostatik, hipotensi refrakter terhadap

resusitasi volume atau agen vasopressor, dan demam.

Terapi:

5

Page 6: Refreshing Linda

Infus D5% atau NS untuk mempertahankan tekanan darah

Dexamethasone 4 mg IV , dilanjutkan dengan 4 mg tiap 6 jam

Atasi faktor pencetus

Bila diagnosis telah pasti, dapat diberikan hydrocortisone 100 mg setiap 8 jam

atau infus kontinu 300 mg/24 jam

Ambil sampel darah, periksa elektrolit dan kortisol

4. Syok Septik

Syok septik adalah sepsis yang disertai hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg)

dan tanda-tanda hipoperfusi meskipun telah dilakukan resusitasi cairan secara

adekuat. Syok septik merupakan salah satu penyebab kematian utama pada unit

perawatan intensif.

Patofisiologi:

Vasodilatasi akibat menurunnya SVR

Kebocoran kapiler difus disebabkan peningkatan permeabilitas endothelial

vaskuler yang menyebabkan penurunan preload bermakna, sehingga berdampak

perburukan perfusi jaringan

Penanganan syok septik antara lain:

1. Pemberian antibiotik, umumnya dengan golongan spektrum luas

2. Perbaiki dan mempertahankan hemodinamik dengan terapi berikut:

a. Terapi cairan: Meskipun syok septik tergolong dalam syok hiperdinamik

(terjadi hipovolemi relatif akibat vasodilatasi dan hipovolemi absolut akibat

kebocoran kapiler), cairan yang direkomendasikan tetap cairan kristaloid

b. Vasopressor: Norepinephrine

c. Inotropik: Dobutamine

d. Oksigen

KATEGORI/STADIUM 1

Perbaikan kondisi syok dan outcome klinis dipengaruhi oleh stadium syok. Secara

6

Page 7: Refreshing Linda

umum stadium syok dibagi menjadi 3 kategori, yaitu stadium kompensasi,

stadium dekompensasi, dan stadium irreversible; setiap stadium syok memiliki

mekanisme dan patofisiologi yang berbeda, sebagai berikut:

1. Stadium Kompensasi

Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui mekanisme kompensasi

fisiologis tubuh dengan cara meningkatkan refleks simpatis, sehingga resistensi

sistemik meningkat, meningkatkan denyut jantung sehingga CO meningkat; dan

meningkatkan sekresi vasopressin, RAAS (renin-angiotensinaldosterone system)

menyebabkan ginjal menahan air dan sodium di dalam sirkulasi.

Gejala klinis pada syok dengan stadium kompensasi ini adalah takikardi, gelisah,

kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat.

2. Stadium Dekompensasi

Beberapa mekanisme terjadi pada fase dekompensasi, seperti memburuknya

perfusi jaringan yang menyebabkan penurunan O2 bermakna, mengakibatkan

metabolism anaerob sehingga produksi laktat meningkat menyebabkan asidosis

laktat. Kondisi ini diperberat oleh penumpukan CO2 yang menjadi asam karbonat.

Asidemia akan menghambat kontraktilitas miokardium dan respons terhadap

katekolamin. Selain itu, terdapat gangguan metabolisme energy dependent

Na+/K+ pump di tingkat seluler, menyebabkan integritas membran sel terganggu,

fungsi lisosom dan mitokondria memburuk yang dapat berdampak pada kerusakan

sel. Pada stadium dekompensasi ini aliran darah lambat, rantai kinin serta sistem

koagulasi rusak, akan diperburuk dengan agregrasi trombosit dan pembentukan

trombus yang disertai risiko perdarahan.

Pelepasan mediator vaskuler, seperti histamin, serotonin, dan sitokin,

menyebabkan terbentuknya oksigen radikal serta platelet aggregating factor.

Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi arteriol dan

permeabilitas kapiler meningkat, sehingga menurunkan venous return dan preload

yang berdampak pada penurunan CO.

Gejala pada stadium dekompensasi ini antara lain takikardi, tekanan darah sangat

rendah, perfusi perifer buruk, asidosis, oligouria, dan kesadaran menurun.

7

Page 8: Refreshing Linda

3. Stadium Irreversible

Stadium ini merupakan stadium lanjut syok yang tidak mendapatkan penanganan

tepat dan berkelanjutan. Pada stadium ini akan terjadi kerusakan dan kematian sel

yang dapat berdampak pada terjadinya MOF (multiple organ failure). Pada

stadium ini, tubuh akan kehabisan energi akibat habisnya cadangan ATP

(adenosine triphosphate) di dalam sel. Gejala klinis stadium ini meliputi nadi tak

teraba, tekanan darah tak terukur, anuria, dan tanda-tanda kegagalan organ

(MODS – multiple organ dysfunctions).

PENANGANAN SYOK 1

Tujuan penanganan tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan

oksigenasi jaringan dengan memulihkan volume sirkulasi intravaskuler. Terapi

cairan paling penting pada syok distributif dan syok hipovolemik, yang paling

sering terjadi pada trauma, perdarahan, dan luka bakar. Pemberian cairan

intravena akan memperbaiki volume sirkulasi intravaskuler, meningkatkan curah

jantung dan tekanan darah.

Cairan kristaloid umumnya digunakan sebagai terapi lini pertama, dapat dilanjut -

kan dengan cairan koloid apabila cairan kristaloid tidak adekuat atau

membutuhkan efek penyumbat untuk membantu mengurangi perdarahan. Cairan

kristaloid yang umum digunakan sebagai cairan resusitasi pada syok adalah RL,

NaCl 0,9%, dan dextrose 5%.

Terapi pada syok antara lain:

1. Tentukan defi sit cairan.

2. Atasi syok: berikan infus RL (jika terpaksa NaCl 0,9%) 20 mL/kgBB dalam ½-

1 jam, dapat diulang. Apabila pemberian cairan kristaloid tidak adekuat/gagal,

dapat diganti dengan cairan koloid, sepert HES, gelatin, dan albumin.

3. Bila dosis maksimal, cairan koloid tidak dapat mengoreksi kondisi syok, dapat

diberi noradrenaline, selanjutnya apabila tidak terdapat perbaikan, dapat

ditambahkan dobutamine.

4. Sisa defisit 8 jam pertama: 50% defisit + 50% kebutuhan rutin; 16 jam

berikutnya : 50% defisit + 50% kebutuhan rutin.

8

Page 9: Refreshing Linda

5. Apabila dehidrasi melebihi 3-5% BB, periksa kadar elektrolit; jangan memulai

koreksi defi sit kalium apabila belum ada diuresis.

Terapi resusitasi cairan dinyatakan berhasil dengan menilai perbaikan outcome

hemodinamik klinis, seperti:

• MAP (mean arterial pressure) ≥65 mmHg

• CVP (central venous pressure) 8-12 mmHg

• Urine output ≥0,5 mL/kgBB/jam

• Central venous (vena cava superior) atau mixed venous oxygen saturation ≥70%

• Status mental normal

KESIMPULAN

Terdapat beberapa jenis syok berdasarkan penyebabnya. Secara umum syok

merupakan kegagalan sirkulasi dan perfusi jaringan yang umumnya disebabkan

karena kehilangan/gangguan volume cairan intravaskuler, ditandai gejala klinis

seperti takikardi, hipotensi, dan penurunan kesadaran. Tujuan penanganan syok

9

Page 10: Refreshing Linda

tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan oksigenasi jaringan dengan

mengembalikan volume sirkulasi intravaskuler.1

Terapi cairan merupakan terapi paling penting pada syok distributif dan syok

hipovolemik. Penanganan syok secara dini dapat berdampak sangat bermakna

pada perbaikan outcome klinis. Keberhasilan resusitasi syok dinilai berdasarkan

perbaikan hemodinamik, seperti MAP, CVP, urine output, saturasi vena sentral,

dan status mental. 1

BAB II

CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. Cairan Tubuh1

10

Page 11: Refreshing Linda

Tubuh manusia terdiri dari zat padat dan zat cair. Distribusi cairan

tubuh manusia dewasa:

1. Zat padat : 40% dari berat badan

2. Zat cair : 60% dari berat badan

Zat cair (60% BB), terdiri dari:

a. Cairan intrasel : 40% dari BB

b. Cairan ekstrasel : 20% dari BB, terdiri dari:

- cairan intravaskuler : 5% dari BB

- cairan interstisial : 15% dari BB

c. Cairan transselular (1-3% BB), terdiri dari:

- LCS, sinovial, gastrointestinal dan intraorbital

Dalam cairan tubuh terlarut elektrolit. Elektrolit yang terpenting

dalam:

Ekstrasel : Na+ dan Cl-

Intrasel : K+ dan PO4-

Cairan intravaskuler (5% BB) bila ditambah eritrosit (3% BB)

menjadi darah. Jadi volume darah sekitar 8% dari berat badan. Jumlah

darah bila dihitung berdasarkan estimated blood volume (EBV) adalah:

Neonatus = 90 ml/kg BB

Bayi = 80 ml/kg BB

Anak dan dewasa = 70 ml/kg BB

11

Cairan Tubuh(60%)

Intraselular (40%)

Ekstraselular (20%)

Interstitial (15%)

Intravaskular (5%)

Page 12: Refreshing Linda

Fungsi ginjal sempurna setelah anak mencapai umur satu tahun,

sehingga komposisi cairan tubuh harus diperhatikan pada saat terapi

cairan.

1. Kebutuhan Air dan Elektrolit setiap hari

a. Dewasa:

Air : 30-35 ml/kg, kenaikan 1 derajat Celcius ditambah 10-5%

Na+: 1,5 mEq/kg (100 mEq/hari atau 5,9g)

K+ : 1 mEq/kg (60 mEq/hari atau 4,5g)

b. Bayi dan anak:

Air

0-10 kg : 4 ml/kg/jam (100 ml/kg)

10-20 kg : 40 ml + 2 ml/kg/jam setiap kg di atas 10 kg (1000

ml + 50 ml/kg di atas 10 kg)

>20 kg : 60 ml + 1 ml/kg/jam setiap kg di atas 20 kg (1500

ml + 20 ml/kg di atas 20 kg)

Na+ : 2 mEq/kg

K+ : 2 mEq/kg

Cairan masuk:

Minum : 800-1700 ml

Makanan : 500-1000 ml

Hasil oksidasi : 200-300 ml

Hasil metabolisme: - Dewasa : 5 ml/kg/hari

- Anak : 2-14 tahun = 5-6 ml/kg/hari

: 7-11 tahun = 5-7 ml/kg/hari

: 5-7 tahun = 8-8,5 ml/kg/hari

- Balita = 8 ml/kg/hari

Cairan keluar: - Urin : normal > 0,5-1 ml/kg/jam

- Feses : 1 ml/hari

- Invisble loss : - dewasa : 15 ml/kg/hari

- anak : {30-usia (tahun)} ml/kg/hari

Perpindahan cairan tubuh dipengaruhi oleh:

12

Page 13: Refreshing Linda

Tekanan hidrostatik

Tekanan onkotik mencapai keseimbangan

Tekanan osmotik

Gangguan kesimbangan cairan tubuh umumnya menyangkut

extracell fluid atau cairan ekstrasel. Tekanan hidrostatik adalah

tekanan yang mempengaruhi pergerakan air melalui dinding kapiler.

Bila albumin rendah maka tekanan hidrostatik akan meningkat dan

tekanan onkotik akan menurun sehingga cairan intravaskuler akan

didorong masuk ke interstisial yang berakibat edema.

Tekanan onkotik atau tekanan osmotik koloid adalah tekanan

yang mencegah pergerakan air. Albumin menghasilkan 80% dari

tekanan onkotik plasma, sehingga bila albumin cukup pada cairan

intravaskuler maka cairan tidak akan mudah masuk ke interstisial.

B. Jenis Cairan1

Cairan intravena ada tiga jenis:

1. Cairan Kristaloid

Misal : NaCl 0,9%, Lactate Ringer, Ringer’s solution, 5% Dextrose

Cairan yang mengandung zat dengan BM rendah (< 8000 Dalton)

dengan atau tanpa glukosa.

Tekanan onkotik rendah, sehingga cepat terdistribusi ke seluruh ruang

ekstraselular.

2. Cairan Koloid

Misalnya : protein

Cairan yang mengandung zat dengan BM tinggi (> 8000 Dalton),

misal: protein

Tekanan onkotik tinggi, sehingga sebagian besar akan tetap tinggal di

ruang intravaskuler.

3. Cairan khusus

13

Page 14: Refreshing Linda

Digunakan untuk koreksi atau indikasi khusus, seperti NaCl 3%,

Bicnat, Manitol

Cairan Kristaloid

1. Ringer Laktat

Cairan paling fisiologis jika sejumlah volume besar diperlukan.

Banyak digunakan sebagai replacement therapy, antara lain untuk syok

hipovolemik, diare, trauma, luka bakar. Laktat yang terdapat di dalam RL

akan dimetabolisme oleh hati menjadi bikarbonat untuk memperbaiki

keadaan seperti metabolik asidosis.

Kalium yang terdapat di dalam RL pula tidak cukup untuk

maintenance sehari-hari, apalagi untuk kasus defisit kalium. RL juga tidak

mengandung glukosa sehingga bila akan dipakai sebagai cairan

maintenance harus ditambah glukosa untuk mencegah terjadinya ketosis.

2. Ringer

Komposisinya mendekati fisiologis tetapi bila dibandingkan dengan

RL ada beberapa kekurangan, seperti:

Kadar Cl- terlalu tinggi, sehingga bila dalam jumlah besar dapat

menyebabkan asidosis dilusional dan asidosis hiperkloremia.

Tidak mengandung laktat yang dapat dikonversi menjadi bikarbonat

untuk memperingan asidosis.

Dapat digunakan pada keadaan dehidrasi dengan hiperkloremia,

muntah-muntah dan lain-lain.

3. NaCl 0,9% (normal saline)

Dipakai sebagai cairan resusitasi (replacement therapy) terutama

pada kasus:

Kadar Na+ yang rendah

Keadaan di mana RL tidak cocok untuk digunakan seperti pada

alkalosis, retensi kalium

Cairan pilihan untuk kasus trauma kepala

Dipakai untuk mengencerkan sel darah merah sebelum transfusi

Tetapi ia memiliki beberapa kekurangan yaitu:

14

Page 15: Refreshing Linda

Tidak mengandung HCO3-

Tidak mengandung K+

Kadar Na+ dan Cl- relatif lebih tinggi sehingga dapat terjadi asidosis

hiperkloremia, asidosis delusional dan hipernatremia.

4. Dextrose 5% dan 10%

Digunakan sebagai cairan maintenance pada pasien dengan

pembatasan intake natrium atau cairan pengganti pada pure water deficit.

Penggunaan perioperatif untuk:

Berlangsungnya metabolisme

Menyediakan kebutuhan air

Mencegah hipoglikemia

Mempertahankan protein yang ada, dibutuhkan minimal 100g

karbohidrat untuk mencegah dipecahnya kandungan protein tubuh

Menurunkan level asam lemak bebas dan keton

Mencegah ketosis, dibutuhkan minimal 200g karbohidrat

Cairan infus mengandung dextrose, khususnya dextrose 5% tidak

boleh diberikan pada pasien trauma kapitis (neuro trauma). Dextrose dan

air dapat berpindah secara bebas ke dalam sel otak. Sekali berada dalam

sel otak, dextrose akan dimetabolisme dengan sisa air yang menyebabkan

edema otak.

5. Darrow

Digunakan pada defisiensi kalium untuk mengantikan kehilangan

harian, kalium banyak terbuang (diare, diabetik asidosis).

Cairan Koloid

Yang termasuk golongan ini adalah:

1. Albumin

2. Bloood product: RBC

3. Plasma protein fraction: plasmanat

4. Koloid sintetik: dextran, hetastarch

Berdasarkan tujuan pemberian cairan, ada 3 jenis:

15

Page 16: Refreshing Linda

1. Cairan rumatan (maintenance)

Cairan bersifat hipotonis: 5% Dextrose, Dextrose 5% + 1/4 NS dan

Dextrose 5% + 1/2 NS

2. Cairan pengganti (replacement)

Cairan bersifat isotonis: RL, NaCl 0,9%, koloid

3. Cairan khusus

Cairan bersifat hipertonis: NaCl 3%, Manitol 20%, Sodium bicarbonas

(Bicnat).

Kristaloid dibanding Koloid

Resusitasi dengan kristaloid akan menyebabkan ekspansi ke ruang

interstisial, sedangkan koloid yang hiperonkotik akan cenderung

menyebabkan ekspansi ke volume intravaskuler dengan menarik cairan dari

ruang interstitial. Koloid isoonkotik akan mengisi ruang intravaskuler tanpa

mengurangi volume interstisial. 1

Secara fisiologis kristaloid akan lebih menyebabkan edema

dibandingkan koloid. Pada keadaan permeabilitas yang meningkat, koloid ada

kemungkinan akan merembes ke dalam ruang interstisial dan akan

meningkatkan tekananan onkotik plasma. Peningkatan tekanan onkotik plasma

ini dapat menghambat kehilangan cairan dari sirkulasi. 1

Keunggulan koloid terhadap respons metabolik adalah meningkatkan

pengiriman oksigen ke jaringan (DO2) dan konsumsi oksigen (VO2) serta

menurunkan laktat serum. DO2 dan VO2 dapat menjadi indikator untuk

mengetahui prognosis pasien.1

Efek terhadap Volume Intravaskuler

Antara ruang intravaskuler dan interststial dibatasi oleh dinding kapiler

yang permiabel terhadap air dan elektrolit tetapi impermeabel terhadap makro

(protein plasma). Cairan dapat melewati dinding kapiler akibat adanya tekanan

hidrostatik. Bila tekanan onkotik menurun maka tekanan hidrostatik lebih

besar, sehingga akan mendorong cairan dari intervaskuler ke interstisial.

16

Page 17: Refreshing Linda

Efek kristaloid terhadap volume intravaskuler jauh lebih singkat

dibanding koloid. Ini karena kristaloid dengan mudah didistribusi ke cairan

ekstraseluler, hanya sekitar 20% elektrolit yang diberikan akan tinggal di

ruang intravaskuler. Waktu paruh intravaskuler yang lama sering dianggap

sebagai sifat koloid yang menguntungkan. Hal ini akan merugikan jika terjadi

hemodilusi yang berlebihan atau terjadi hipovolemia yang tidak sengaja,

khususnya pada pasien penyakit jantung.

Kristaloid akan menyebabkan terjadinya hipovolemia pasca resusitasi.

Resusitasi dengan kristaloid dan koloid sampai saat ini masih kontroversi.

Untuk menentukan apakah diberikan kristaloid, harus dilihat kasus per kasus.

Efek terhadap Volume Interstitial

Pasca syok hemoragik akan terjadi perubahan cairan interstitial. Pada

syok terjadi defisit cairan interstitial, pendapat lain yang menyatakan volume

cairan interstitial meningkat pasca syok hemoragik. Kedua pendapat yang

bertentangan ini mungkin bias diterima, karena pada syok hemoragik dini

dapat terjadi defisit cairan interstitial sedangkan pada syok hemoragik lanjut

atau syok septik akan terjadi perubhan permeabilitas kapiler sehingga volume

cairan interstitial meningkat. Pada keadaan volume cairan interstitial

berkurang maka kristaloid lebih efektif untuk mengantikan defisit volume

dibanding koloid.

Distribusi koloid berbeda antara volume intravaskuler dan interstitial.

Jika volume cairan interstitial bertambah, maka garam hipertonik atau albumin

25% akan lebih efektif, karena cairan interstitial akan berpindah ke ruang

intravaskuler. Pada pemberian koloid dapat terjadi reaksi-reaksi yang tidak

diinginkan, seperto gangguan hemostasis yang berhubungan dengan dosis.

Pada umumnya pemberian koloid maksimal adalah 33 ml/kg BB.

17

Page 18: Refreshing Linda

C. Elektrolit 1

Gangguan elektrolit yang sering mengancam kehidupan pada pasien

keadaan kritis adalah kalium, natrium, kalsium, magnesium dan fosfat.

Urgensi terapi tergantung pada keadaan klinis, bukan kadar absolut (absolute

electrolyte value).

1. Kalium

a. Kalium penting untuk mempertahankan membran potensial elektrik.

b. Gangguan kadar kalium terutama mempengaruhi system

kardiovaskuler, neuromuskuler dan gastrointestinal.

c. Kadar normal: 3,5-5,5 mEq/L.

2. Natrium

a. Natrium penting dalam menentukan osmolaritas darah, berperan pada

regulasi volume ekstrasel.

18

Page 19: Refreshing Linda

b. Gangguan natrium mempengaruhi neuronal dan neuromuscular

junction.

c. Kadar normal: 135-145 mg/L.

3. Kalsium

a. Kalsium berfungsi untuk kontraski otot, transmisi impuls saraf, sekresi

hormone, pembekuan darah, pembelahan dan pergerakan sel dan

penyembuhan luka.

b. Kadar kalsium sebaiknya dinilai dari ionized calcium.

c. Kadar normal: 1-1,25 m.mol/L.

4. Fosfat

a. Berperan dalam metabolism energy

5. Magnesium

a. Berfungsi untuk transver energy dan stabilitas elektrik.

D. DARAH 1

Transfusi darah masih mempunyai peranan penting pada penanganan syok

hemoragik dan diperlukan bila kehilangan darah mencapau 25% volume darah

sirkulasi. Pada syok lainnya darah berguna untuk mengembalikan curah jantung

bila hematokrit rendah atau bila cairan gagal mempertahankan perfusi. Transfusi

darah mempunyai banyak resiko, seperti penularan penyakit dan reaksi transfusi

lainnya.

Kadar hemoglobin merupakan faktor penentu utama pada pengiriman

oksigen ke jarinagan. Pengiriman oksigen ditentukan oleh cardiac output dan

kandungan oksigen arterial (CaO2) berkaitan dengan saturasi oksigen arterial

(SO2) dan Hb.

VO2 (oksigen uptake = demand = consumption) dapat digunakan untuk

menilai adequate tissue oxygenation. VO2 meningkat setelah cardiac output

meningkat, tetapi VO2 tidak akan meningkat setelah peningkatan hematokrit pasca

transfusi darah.

19

Page 20: Refreshing Linda

Ini menunjukkan bahwa oksigen uptake (VO2) lebih rasinal dipakai

sebagai petunjuk untuk dilakukan transfusi dibanding serum hemoglobin secara

individual.

20

Page 21: Refreshing Linda

DAFTAR PUSTAKA

1. Leksana E. Terapi Cairan dan Elektrolit. SMF/Bagian Anestesi

dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Dipenogoro. Semarang.

21