refleksi kasusjanuari 2015.docx
TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS JANUARI 2015
TUBERKULOSIS PARU
DISUSUN OLEH :
NAMA : BYZANTINE WULANDARI
STAMBUK : N 111 12 030
PEMBIMBING : dr. BENNY SIYULAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit tuberkulosis (TB) paru masih merupakan masalah utama kesehatan yang dapat
menimbulkan kesakitan ( morbiditas ) dan kematian (mortalitas). Diperkirakan sekitar
sepertiga penduduk dunia telahterinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995,
diperkirakan ada sembilan juta pasien TB baru dan tiga juta kematian akibat TB di seluruh
dunia (Depkes RI, 2006). Angka kejadian TB di Indonesia menempati urutan ketiga
terbanyak didunia setelah India dan Cina. Diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus
TB baru dengan kematian sekitar 91.000 orang. Prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2009
adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebihdari 70% usia produktif (15-50
tahun) (WHO, 2010).
Strategi penanganan TB berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 1990
dan International Union Against Tuberkulosa and Lung Diseases (IUATLD) yang dikenal
sebagai strategi Directly observed Treatment Short-course DOTS) secara ekonomis paling
efektif (cost-efective), strategi ini juga berlaku di Indonesia. Pengobatan TB paru menurut
strategi DOTS diberikan selama 6-8 bulan dengan menggunakan paduan beberapa obat atau
diberikan dalam bentuk kombinasi dengan jumlah yang tepat dan teratur, supaya semua
kuman dapat dibunuh. Obat-obat yang dipergunakan sebagai obat antituberkulosis (OAT)
yaitu : Isoniazid (INH), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z), Streptomisin (S) dan
Etambutol (E). Efek samping OAT yang dapat timbul antara lain tidak ada nafsu
makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, kesemutan sampai rasa terbakar di kaki, gatal
dan kemerahan kulit, ikterus, tuli hingga gangguan fungsi hati (hepatotoksik)
dari yang ringan sampai berat berupa nekrosis jaringan hati. Obat anti tuberkulosis
yang sering hepatotoksik adalah INH, Rifampisin dan Pirazinamid. Hepatotoksitas
mengakibatkan peningkatan kadar transaminase darah (SGPT/SGOT) sampai pada hepatitis
fulminan, akibat pemakaian INH dan/ Rifampisin (Depkes RI, 2011).
Mengingat akan bahaya TB paru dan pentingnya pelayanan bagi pasien TB paru
dalam memberikan terapi yang tepat serta pencegahan maka dalam laporan ini akan dibahas
pasien dengan kasus TB Paru beserta dengan aspek lingkungannya.
BAB II
KASUS
I. IDENTITAS
Nama : Ny. M
Umur : 53 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Domba no. 50A
Pendidikan Terakhir : SD
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : batuk berdahak
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien masuk dengan keluhan batuk sudah dialami sekitar 1 minggu. Batuk yang
dikeluhkan berdahak berwarna keputihan. Pasien tidak mengeluhkan adanya sesak napas,
dan batuk tidak disertai darah. Pasin juga mengeluh mual. Pasien mengeluh selama 1
minggu ini nafsu makannya berkurang. Riwayat demam (-), riwayat BAB dan BAK biasa.
Pasien
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien mengatakan pernah mendapat pengobatan 6 bulan (terapi obat anti-
tuberkulosis), tapi hanya menjalani terapi hanya sampai 3 bulan (putus lebih dari 2 bulan).
Riwayat Penyakit Dalam Keluarga :
Pasien mengaku tidak ada anggota keluarga yang menderita hal yang sama dengan
pasien.
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM : (-)
Riwayat PJK : (-)
Riwayat Psikososial :
Pasien tinggal bertiga dengan suami dan 1 anak perempuannya yang sudah kuliah.
Pasien memiliki hubungan yang baik dengan keluarga dan tetangga sekitarnya. Pasien
sehari-harinya bekerja sebagai petani dan pergi berkebun di pagi hari dan pulang pada sore
hari. Suami pasien juga bekerja dengan pekerjaan yang sama dengan pasien. Pasien
mengaku jika sering bekerja dengan tidak memakai penutup hidung dan mulut sehingga
debu-debu yang berterbangan mudah masuk ke dalam tubuhnya. Pasien sudah
membiarkan hal ini sampai sekarang. Pasien juga mengaku suka merokok, tiap harinya
sekitar 3 sampai 5 batang.
Riwayat Lingkungan :
Pasien tinggal bersama suami dan anak perempuannya di rumah permanen, berukuran
luas 8x10 m2. Rumah terdiri dari ruang tamu, 2 kamar tidur, dapur dan kamar mandi yang
berada di belakang rumah. Lantai rumah terbuat dari keramik, dinding rumah dari semen,
dan atap rumah memakai plafon. Di kamar tidur pasien tidak terdapat jendela ataupun
ventilasi sebagai tempat pertukaran udara. Hanya pintu utama sebagai jalan keluar. Jendela
dan ventilasi hanya terdapat di ruang tamu. Pekarangan rumah pasien cukup bersih dan
jarak rumah pasien dengan rumah tetangganya tidak terlalu berdekatan. Sumber air minum
yang dipakai sehari-hari berasal dari sumur suntik yang telah dimasak.
III. PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Vital Sign :
Tekana Darah : 100/70 mmHg Pernapasan : 28 Kali/ Menit
Nadi : 98 Kali/ Menit Suhu : 36,5 °C
Kepala :
Deformitas : Tidak ada
Bentuk : Normocephali
Rambut : Hitam, tidak rontok, menyebar
Mata : - Konjungtiva : Anemia -/-
- Skelra : Ikterus -/-
- Pupil : Isokor
Mulut : Lidah : kotor (-)
Bibir : sianosis (-), stomatitis (-)
Faring : hiperemis (-),
Tonsil : hiperemis (-), T1=T1
Leher :
Kelenjar GB : Pembesaran (-), NT (-)
Tiroid : Pembesaran (-)
JVP : R 1 + CmH2O
Massa lain : Tidak ada
Deviasi trakea : ada
Dada :
Paru - Paru :
Inspeksi : Bentuk dada rata, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan, tumor/massa tidak ada
Palpasi : NT (-), massa/tumor (-), vokal fremitus kanan < kiri
Perkusi : Pekak bagian paru kanan, sonor pada bagian paru kiri.
Auskultasi : bronkovesikuler Rh +/-, wh -/-
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tampak
Palpasi : iktus kordis teraba, pada ICS V linea mid klavikula sinistra
Perkusi : pekak, batas jantung kanan atas : ICS II lines parasternal
dexter, batas jantung kanan bawah : ICS V linea
midsternal, batas jantung kiri atas : ICS II parasternal
sinister, batas jantung kiri bawah : ICS VI midklavikula
sinister.
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler, murni.
Perut :
Inspeksi : Cekung, massa/tumor (-), sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik usus reguler, bising vaskuler abdomen (-)
Perkusi : Timpani diseluruh kuadran abdomen, pekak beralih (-)
Palpasi : NT (-), massa (-), hepar dan lien tidak teraba/membesar
Anggota Gerak : - Atas : Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
- Bawah : Akral hangat, sianosis (-), edema (-)
V. DIAGNOSIS KERJA :
Bronchitis Kronik ec. Susp. TB Paru
VI. DIAGNOSIS BANDING :
Tumor Paru
VII. PENATALAKSANAAN :
Non Medikamentosa :
Tirah baring
Diet TKTP
Memakai masker saat bekerja
Membuat jendela atau ventilasi yang baik sebagai jalan keluar udara dan kuman
mikobakterium dapat terkena cahaya matahari.
Medikamentosa :
Amoxicilin 3x 500 mg
Ambroxol 30 mg
Salbutamol 0,8 mg
CTM 3,5 mg
Vit. C 3x 1 tab
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN :
o Periksa sputum BTA
o Foto thoraks
XI. PROGNOSIS : Dubia et Bonam
BAB III
PEMBAHASAN
Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronik menular yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini biasanya mengenai paru, tetapi bisa
menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. Biasanya bagian tengah granuloma tuberkel
mengalami nekrosis perkejuan.
Mikroorganisme adalah organism berbentuk batang langsing yang tahan asam (yaitu
mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen dan sulit
didekolorisasi). Mycobacterium tuberculosis hominis merupakan penyebab sebagian besar
kasus tuberculosis ; sumber infeksi biasanya ditemukan pada manusia dengan penyakit paru
aktif. Penularan biasanya langsung melalui inhalasi organism di udara dalam aerosol yang
dihasilkan oleh ekspektorasi atau pajanan ke sekresi pasien yang tercemar. (Maitra & Kumar,
2007)
Gambar alur diagnosis TB paru :
Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap OAT.
B. Jenis, sifat dan dosis OAT
C. Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
- OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
- Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung
(DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
- Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
- Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
- Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
- Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
- Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama
- Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan. (Depkes, 2011).
Paduan OAT Yang Digunakan Di Indonesia
Paduan pengobatan yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB oleh
Pemerintah Indonesia :
• Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3.
• Kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3.
• Kategori 3 : 2 HRZ/4H3R3.
• Disamping ketiga kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket kombipak, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai
selesai. 1 paket untuk 1 penderita dalam 1 masa pengobatan. Obat Paket Tuberkulosis ini
disediakan secara gratis melalui Institusi pelayanan kesehatan milik pemerintah, terutama
melalui Puskesmas, Balai Pengobatan TB paru, Rumah Sakit Umum dan Dokter Praktek
Swasta yang telah bekerja sama dengan Direktorat Pemberantasan Penyakit Menular
Langsung, Depkes RI.
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
1. komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet’s
arthropathy.
2. komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas, kor pulmonale, amiloidosis,
karsinoma paru, sindrom gagal napas (Amin Z. & Asril B, 2009)
Aspek Klinis
Pasien masuk dengan keluhan batuk sudah dialami sekitar 1 minggu. Batuk yang
dikeluhkan berdahak berwarna keputihan. Pasien tidak mengeluhkan adanya sesak napas,
dan batuk tidak disertai darah. Pasin juga mengeluh mual. Pasien mengeluh selama 1
minggu ini nafsu makannya berkurang. Riwayat demam (-), riwayat BAB dan BAK biasa.
Pasien. Pasien mengatakan pernah mendapat pengobatan 6 bulan (terapi obat anti-
tuberkulosis), tapi hanya menjalani terapi hanya sampai 3 bulan (putus lebih dari 2 bulan).
Pasien sehari-harinya bekerja sebagai petani dan pergi berkebun di pagi hari dan pulang
pada sore hari. Suami pasien juga bekerja dengan pekerjaan yang sama dengan pasien.
Pasien mengaku jika sering bekerja dengan tidak memakai penutup hidung dan mulut
sehingga debu-debu yang berterbangan mudah masuk ke dalam tubuhnya. Pasien sudah
membiarkan hal ini sampai sekarang. Pasien juga mengaku suka merokok, tiap harinya
sekitar 3 sampai 5 batang. Pasien tinggal di rumah beton namun kamar tidur pasien tidak
terdapat jendela ataupun ventilasi sebagai tempat pertukaran udara. Hanya pintu utama
sebagai jalan keluar. Jendela dan ventilasi hanya terdapat di ruang tamu.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada pasien ini kecurigaan
menderita penyakit tuberkulosis paru. Namun untuk mendiagnosis penyakit tuberculosis
paru dibutuhkan pemeriksaan sputum dan pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan
sputum didapatkan hasil 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, TY,. Chairil, AS,. 2002. Jurnal Tuberkulosis Indonesia. Jakarta :Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia
Alsagaff, H., Mukty, H.A., 2008. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
Press
Amin, Z.,Bahar, A., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Tuberkulosis Paru. Edisi 5
Jilid III. Jakarta : Interna Publishing
Depkes RI. 2005. Pharmaceutical care untuk penyakit tuberculosis. Jakarta. Depkes
Press
Depkes RI. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta : Depkes
press
Maitra A., Kumar V., 2007. Buku ajar patologi robbins. Edisi 7 volume 2. Jakarta :
EGC
PDPI.2002.tuberkulosis : pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Depkes Press
World Health Organization. 2010. Epidemiolog i tuberk ulosis di Indonesia diakses
pada 23 Desember.2012 http://www.tbindonesia.or.id