referat mh

11
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tidurmerupakan kebutuhan setiap individu guna menyeimbangkan fungsi fisiologis tubuh. Tidur memiliki definisi sebagai suatu keadaan kambuhan, dan mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif di dan peningkatan ambang respon terhadap rangsang luar relatif dari kead terjaga yang terkait dengan keadaan perilaku dan biologis. Waktu tidur orang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan istirahat tubuh dan aktiv masing-masing individu (Hoffman, Rosenlicth, !!"#. $erbedaan %aktu tidur masing-masingindividutersebut dapat dikategorikan sebagai %aktu tidur normal, kurang, hingga berleb pembahasan referat kali ini, kelompok kami mengangkat bahasan mengena gangguan terkait jumlah %aktu tidur berlebih yang dikenal seca sebagai hipersomnia. $enyakit hipersomnia ini dahulu dikenal sebagai gangguan somnolensi berlebih. Hipersomnia memiliki angka prevalensi kejadian & hingga '& dengan gangguan sosial dan kerja yang bervariasi. sia yang rentan terhadap penyakit hipersomnia ini berada pada rentang usia ) * ' ta jumlah penderita prialebih banyak daripada jumlah penderita %anita. $enyakit ini dapat sembuh sendiri pada perjalanan usia hingga usia +) (Hoffman, Rosenlicth, !!"#. eberapa gejala yang perlu di%aspadai terkait penyakit ini diantara mengantuk disiang hari secara berlebihan, hiperfagia, apatis, iritabilitas, keadaan bingung, kehilangan inhibisi seksual, dan penarikan diri dari lingkungan sosial. leh sebab itu penyakit ini kami bahas melalui ref agar nantinya masyarakat dan pembaca yang masih masuk kriteria produktif yang mengetahui atau mengalami gejala hipersomnia ini melakukantindakan pengobatan dini. engan demikian kami harapkan nantinya gangguan tidur ini tidakberlangsung terus-menerus sehingga produktivitas individu tersebut dapat kembali normal. B. Tujuan . /engetahui mengenai penyakit gangguan tidur hipersomnia. '. /engetahui mengenai tata laksana dini dari penyakit hipersomnia. 1

Upload: muh-rizal-akhyar

Post on 06-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

referat MH

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUAN

A. Latar BelakangTidur merupakan kebutuhan setiap individu guna menyeimbangkan fungsi fisiologis tubuh. Tidur memiliki definisi sebagai suatu keadaan teratur, kambuhan, dan mudah reversibel yang ditandai dengan keadaan relatif diam dan peningkatan ambang respon terhadap rangsang luar relatif dari keadaan terjaga yang terkait dengan keadaan perilaku dan biologis. Waktu tidur setiap orang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan istirahat tubuh dan aktivitas masing-masing individu (Hoffman, Rosenlicth, 1997).Perbedaan waktu tidur masing-masing individu tersebut dapat dikategorikan sebagai waktu tidur normal, kurang, hingga berlebih. Pada pembahasan referat kali ini, kelompok kami mengangkat bahasan mengenai gangguan terkait jumlah waktu tidur berlebih yang dikenal secara medis sebagai hipersomnia. Penyakit hipersomnia ini dahulu dikenal sebagai gangguan somnolensi berlebih.Hipersomnia memiliki angka prevalensi kejadian 1% hingga 2% dengan gangguan sosial dan kerja yang bervariasi. Usia yang rentan terhadap penyakit hipersomnia ini berada pada rentang usia 10 21 tahun dengan jumlah penderita pria lebih banyak daripada jumlah penderita wanita. Penyakit ini dapat sembuh sendiri pada perjalanan usia hingga usia 40 tahun (Hoffman, Rosenlicth, 1997).Beberapa gejala yang perlu diwaspadai terkait penyakit ini diantaranya mengantuk disiang hari secara berlebihan, hiperfagia, apatis, iritabilitas, keadaan bingung, kehilangan inhibisi seksual, dan penarikan diri dari lingkungan sosial. Oleh sebab itu penyakit ini kami bahas melalui referat ini agar nantinya masyarakat dan pembaca yang masih masuk kriteria usia produktif yang mengetahui atau mengalami gejala hipersomnia ini, dapat melakukan tindakan pengobatan dini. Dengan demikian kami harapkan nantinya gangguan tidur ini tidak berlangsung terus-menerus sehingga produktivitas individu tersebut dapat kembali normal.

B. Tujuan 1. Mengetahui mengenai penyakit gangguan tidur hipersomnia.2. Mengetahui mengenai tata laksana dini dari penyakit hipersomnia.3. Mengetahui bahaya dan hal-hal yang perlu diwaspadai terkait hipersomnia.4. Mengetahui tindakan pencegahan penyakit hipersomnia yang perlu dilakukan.

II. ISI

A. DefinisiKata Hipersomnia (hypersomnia) berasal dari kata Yunani hyper, yang artinya lebih atau lebih dari normal, dan dari bahasa Latin somnus, artinya tidur. Hioersomnia disebut juga dengan oversleeping. Hipersomnia adalah gejala kelebihan tidur atau bertambahnya waktu tidur sampai 25% dari pola tidur yang biasa. Karena kelebihan, hipersomnia juga tidak baik untuk kesehatan tubuh. Maka dari itu para pakar menganjurkan untuk tidur sesuai kebutuhan.Hipersomnia terbagi menjadi dua macam yaitu hipersomnia primer dan hipersomnia sekunder. Hipersomnia primer merupakan rasa kantuk yang berlebihan sepanjang hari yang berlangsung sampai sebulan atau lebih. Rasa kantuk yang berlebihan ( terkadang disebut sebagai mabuk tidur) dapat berbentuk kesulitan untuk bangun setelah periode tidur yang panjang (biasanya 8 sampai 12 jam tidur), atau mungkin ada pola episode tidur siang , muncul setiap hari, dalam bentuk tidur siang yang diharapkan atau tidak diharpkan. Hipersomnia sekunder adalah bentuk pola tidur berlebih yang berlangsung selama beberapa hari (Depkes,1993).

B. EpidemiologiHipersomnia mempengaruhi sekitar 5% dari populasi umum, "dengan prevalensi yang lebih tinggi untuk laki-laki karena sindrom apnea tidur (Dauvilliers, 2006).

C. PsikopatologiPsikopatologi adalah suatu cabang dari ilmu psikologi yang berkepentingan untuk penyelidikan mental, gangguan mental, dan gejala gejala abnormal lainnya (Chaplin, 2009). Dipandang dari sudut psikopatologik, seseorang dikatakan normal dan abnormal apabila ia tidak mendapatkan simtom-simtom dari penyakit tersebut. Misalnya, ada banyak unsur ketakutan dan kecemasan yang kronis yang tidak beralasan dengan pasien psikoneurotik, simtom ilusi, delusi, dan halusinasi pada orang tersebut (Semiun, 2006).Mekanisme terjadinya hypersomnia sendiri masih belum bisa dipastikan namun beberapa teori dapat menjelaskan terjadi adanya hypersomnia atau Excessive Daytime Sleepiness (Preda, 2013) :1. EDS ditemukan pada pasien yang terinfeksi virus Guillan Barre Syndrome, hepatitis, mononucleosis, atypical viral pneumonia, selain itu beberapa kasus yang bersifat genetik, EDS berhubungan dengan genotype HLA-cw-2 dan HLA-DR11, namun pada mayoritas pasien ditemukan dengan riwayat infeksi virus pada keluarga atau riwayat penyakit dahulu pasien sendiri.2. Pada penelitian yang dilakukan pada hewan, kerusakan neuron non-adrenergik pada rostral ketiga dari locus cerleus complex menyebabkan EDS. Trauma disebutkan memiliki hubungan pada EDS, metabolit neurotransmitter pada pasen post traumatik EDS tidak berbeda dengan pasien yang mengidap EDS dengan narkolepsi atau pasien EDS lainnya. Kerusakan pada neuron adrenergik pada bundle istmus berhubungan dengan peningkatan yang berarti pada tidur NREM maupun REM. 3. Penelitan menunjukkan pahwa disfungsi sistem dopamine dapat terjadipadapasiennarcolepsyyangmenyebabkanEDS,selainitumalfungsi dari system norepeinefrin dapat menyebabkan primary hypersomnia (EDS). Selain itu penurunan histamin pada CSF telah dilaporkan pada hypersomnia primer dan narcolepsy namun tidak pada non CNS hypersomnia, hal ini mengindikasikan histamine dapat dijadikan indikator pembeda hypersomnia yang berasal dari CNS atau perifer.4. Pada penelitian pada hewa coba, ditemukan gen yang berperan padapatologidarihypocretin/ligandorexindanreseptorya.Konsentrasi hypocretin 1 dan hypocretin-2 pada HLA DQB*0602 pada CSF juga ditemukan pada hypersomnia primer dan akan mengganggu pada transmisi HCRT-2 dan hal ini akan menimbulkan gangguan, karena hypocretin peptide mengeksitasi system histaminergic melalui reseptor hipokretin 2, deficiency hypocretin dapat menyebabkan EDS viapenurunan fungsi histaminergik.5. Pasien dengan hipersomnia idiopatik atau narkolepsi jika dibandingkan dengan orang normal memiliki kadar dopamine dan asam indoleaktik yang rendah di cairan serebrospinal, namun sebaliknya, tidak ada perbedaan yang terjadi pada beberapa metabolit monoamin termasuk 3,4-dihydroxyphenylacetic acid, 3-methoxy-4-hydroxyphenylethyleneglycol, asam homovanilik dan asam 5-hydroxyindoleacetic. Pada pasien dengan hipersomnia narcoleptik terjadi kolerasi antara perubahan 3,4-dihydroxyphenylacetic acid dan asam homovanilik yang disebut dengan jalur metabolisme dopamine, sedangkan hipersomnia idiopatik terjadi melalui jalur noradrenergic berupa perubahan subsekuen 3-methoxy-4-hydroxyphenylethyleneglycol.

D. Penegakan Diagnosis Sebelum mencari diagnosa penyebab suatu gangguan tidur, sebaiknya ditentukan terlebih dahulu jenis dan lamanya gangguan tidur (duration of sleep disorder), dengan mengetahui jenis dan lamanya gangguan tidur, selain untuk membantu mengidentifikasi penyebabnya, juga dapat memberikan pengobatan yang adekuat (Avidan, 2008).Pada saat pemeriksaan pasien mengeluh nyeri kepala di pagi hari, tidak segar saat bangun, masalah dengan fungsi mental atau emosional, mengantuk berlebihan pada siang hari, dan kelelahan. Dalam sleep apneu pasangan tidur mungkin melaporkan megap-megap atau mendengkur saat tidur. Dalam narkolepsi, individu dan keluarga mereka mngeluh tertidur pada waktu yang tidak tepat,cataplex,hypnagogic halusinasi,dan ketidakmampuan sesaat untuk bergerak atau berbicara saat bangun (kelumpuhan tidur). Obat dan riwayat pengobatan penting untuk menyingkirkan kantuk di siang hari yang terkait dengan penggunaan narkoba (Avidan, 2008).Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah polysomnography adalah tes semalam di mana perangkat pemantauan terhubung ke individu untuk menilai berbagai tahapan tidur untuk aktivitas muatan listrik otak (electroencephalogram, atau EEG), jantung (elektrokardiogram), gerakan otot-otot (electromyogram) dan mata (elektro-oculogram). Kadar oksigen dalam darah dan perubahan dalam pernapasan juga dipantau. Beberapa tes latensi tidur (MSLT) mengukur waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur siang hari dalam ruangan yang tenang. Tes-tes lain mungkin termasuk pemeliharaan uji terjaga dan skala kantuk Epworth (Avidan, 2008):1. Epworth Sleepiness Scale (ESS)ESS merupakan instrument penting untuk menilai derajat rasa kantuk dalam kegiatan sehari-hari. 8 item pertanyaan ,menanyakan pasien untuk menilai potensi pasien untuk jatuh tertidur selama berbagai macam aktivitas dan situasi. Nilai 0 (tidak ada rasa kantuk sama sekali) sampai 3 (rasa kantuk yang amat sangat). Nilai maksimalnya adalah 24, jika nilai >10 dipertimbangkan untuk kemungkinan adanya EDS, jika nilai>15 maka disimpulkan bahwa adanya EDS berat (Pagel, 2009).

Gambar 1. Epworth Sleepiness Scale (ESS) (Pagel, 2009)

2. Stanford Sleepiness ScaleSSS bernilai 7 point skala likert-type dengan deskripsi dari sangat terjaga sampai sangat mengantuk.Subjek diperintah untuk memilih hal yang mendeskripsikan rasa kantuknya pada waktu tertentu (Pagel, 2009).

Gambar 2. Stanford Sleepiness Scale (Pagel, 2009).3. Clinical Global Impression of ChangeClinical Global Impression of Change didesain untuk menilai seberapa berat penyakit dan perubahan kondisi klinis dari waktu kewaktu (Pagel, 2009).4. Diary tidurData tidur selama beberapa minggu dapat menyediakan informasi tentang kebiasaan tidur pasien (Pagel, 2009).

Gambar 3. Sleep Log (Pagel, 2009).

E. TatalaksanaTerapi untuk pasien dengan hipersomnia idiopatik dengan pendekatan farmakologi, termasuk dengan trisiklik antidepresi, inhibitor monoamin oksidasi, inhibitor selektif pengambilan serotonin, klonidin, levodopa, bromokriptin, selegilin, dan amantadin. Pasien dengan hipersomnia idiopatik memiliki siklus sirkadian yang tertuda, pasien hipersomnia idiopatik dengan polisimtomatik diberi terapi 2 mg melatonin (Culebras, 2007).Terapi hipersomnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti amfetamin, yang diberikan saat pagi atau sore hari. Obat antidepresan nonsedasi seperti bupropion (wellbutrin) dan stimulan baru seperti modafinil (provigil) juga mungkin berguna bagi beberapa pasien (Sadock, 2010).Modafinil (provigil), suatu agonis reseptor alpha1-adrenergik dapat mengurangi jumlah serangan tidur dan meningkatkan kinerja psikomotor. Modafinil tidak memiliki efek samping merugikan psikostimulan (Sadock, 2010).

F. PrognosisPrognosis bergantung kepada tatalaksana penyakit tersebut dan pengendalian faktor penyebabnya (Depkes,1993).

III. KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Avidan , AY. 2008. Narcolepsy and Idiopathic Hypersomnia. ACCP Sleep Medicine Board Review Course.

Culebras, Antonio. 2007. Sleep Disorder and Neurologic Diseases Ed.2. New York: Informa Healthcare USA, Inc.

Dauvilliers, Yves et al 2006. Differential Diagnosis in Hypersomnia.Current Neurology and Neuroscience Reports.Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. 1993. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Cetakan Pertama.

Hoffman, Elisa., Rosenlicht, Nicolas,. 1997. Buku Saku Psikiatri Residen Bagian Psikiatri UCLA. EGC : Jakarta.

Pagel.JS. 2009. Excessive Daytime Sleepiness. Issues of American Family Physician volume 79 number 5, 1 Maret 2009.

Sadock, Benjamin J. 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Ed.2. Jakarta: EGC.

1