referat krisis ht

Download Referat Krisis HT

If you can't read please download the document

Upload: muallim-hawary

Post on 26-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

referat

TRANSCRIPT

2

BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangHipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan masyarakat di seluruh dunia. Jumlah mereka yang menderita hipertensi terus bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensi berkisar 6-15%.1Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya. Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent killer.1Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of Hight Blood Pressure). Ketetapan ini juga telah disepakati Badan Kesehatan Dunia (WHO), organisasi hipertensi International (ISH), maupun organisasi hipertensi regional, termasuk Indonesia (InaSH).6Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII6KategoriTekanan Darah SistolikTekanan Darah DiastolikNormal< 120 mmHg(dan) < 80 mmHgPre-hipertensi120-139 mmHg(atau) 80-89 mmHgStadium 1140-159 mmHg(atau) 90-99 mmHgStadium 2>= 160 mmHg(atau) >= 100 mmHg

Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut menjadi Krisis Hipertensi, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.1,2B. Batasan MasalahDalam referat ini akan dibahas mengenai penatalaksanaan krisis hipertensi C. Tujuan PenulisanPenulisan referat ini betujuan untuk lebih memahami tentang krisis hipertensi dan penatalaksanaannya.D. Metode PenulisanPenulisan referat ini disusun berdasarkan metode tinjauan kepustakaan dari beberapa literatur.

BAB IITINJAUAN PUSTAKADefinisi dan Klasifikasi Krisis Hipertensi 3,4Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg yang membutuhkan penanganan segera.

Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yaitu :Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam.

Hipertensi mendesak (urgency hypertension) : kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mm Hg dan / atau diastolik 120 mm Hg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal. Sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitung jam sampai hari.

Faktor Resiko Krisis Hipertensi 4Penderita hipertensi tidak minum obat atau tidak teratur minum obat.Kehamilan Penderita hipertensi dengan penyakit parenkim ginjal.Pengguna NAPZAPenderita dengan rangsangan simpatis tinggi. (luka bakar, trauma kepala, penyakit vaskular/ kolagen)

Gambar: Patofisiologi Krisis HipertensiPatofisiologi terjadinya krisis hipertensi tidaklah begitu jelas, namun demikian ada dua peran penting yang menjelaskan patofisiologi tersebut yaitu : Peran peningkatan Tekanan Darah

Akibat dari peningkatan mendadak TD yang berat maka akan terjadi gangguan autoregulasi disertai peningkatan mendadak resistensi vaskuler sistemik yang menimbulkan KOT dengan sangat cepat. Gangguan terhadap sistem autoregulasi secara terus-menerus akan memperburuk keadaan pasien selanjutnya. Pada keadaan tersebut terjadi keadaan kerusakan endovaskuler (endothelium pembuluh darah) yang terus-menerus disertai nekrosis fibrinoid di arteriolus. Keadaan tersebut merupakan suatu siklus (vicious circle) dimana akan terjadi iskemia, pengendapan platelet dan pelepasan beberapa vasoaktif. Trigernya tidak diketahui dan bervariasi tergantung dari proses hipertensi yang mendasarinya.Bila stress peningkatan tiba-tiba TD ini berlangsung terus-menerus maka sel endothelial pembuluh darah menganggapnya suatu ancaman dan selanjutnya melakukan vasokontriksi diikuti dengan hipertropi pembuluh darah. Usaha ini dilakukan agar tidak terjadi penjalaran kenaikan TD ditingkat sel yang akan menganggu hemostasis sel. Akibat dari kontraksi otot polos yang lama, akhirnya akan menyebabkan disfungsi endotelial pembuluh darah disertai berkurangnya pelepasan nitric oxide (NO). Selanjutnya disfungsi endotelial akan ditriger oleh peradangan dan melepaskan zat-zat inflamasi lainnya seperti sitokin, endhotelial adhesion molecule dan endhoteli-1.Mekanisme ditingkat sel ini akan meningkatkan permeabilitas dari sel endotelial, menghambat fibrinolisis dan mengaktifkan sistem koagulasi. Sistem koagulasi yang teraktifasi ini bersama-sama dengan adhesi platelet dan agregasi akan mengendapkan materi fibrinoid pada lumen pembuluh darah yang sudah kecil dan sempit sehingga makin meningkatkan TD. Siklus ini berlangsung terus dan menyebabkan kerusakan endotelial pembuluh darah yang makin parah dan meluas.Peranan Mediator Endokrin dan Parakrin

Sistem renin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) memegang peran penting dalam patofisiologi terjadinya krisis hipertensi. Peningkatan renin dalam darah akan meningkatkan vasokonstriktor kuat angiotensin II, dan akan pula meningkatkan hormon aldosteron yang berperan dalam meretensi air dan garam sehingga volume intravaskuler akan meningkat pula. Keadaan tersebut diatas bersamaan pula dengan terjadinya peningkatan resistensi perifer pembuluh darah yang akan meningkatkan TD. Apabila TD meningkat terus maka akan terjadi natriuresis sehingga seolah-olah terjadi hipovolemia dan akan merangsang renin kembali untuk membentuk vasokonstriktor angiotensin II sehingga terjadi iskemia pembuluh darah dan menimbulkan hipertensi berat atau krisis hipertensi.Gambaran Klinis Krisis Hipertensi 2,3,5Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.

Diagnosis 2Sebenarnya tidak terdapat tekanan darah yang tertentu merupakan krisis hipertensi, namun merupakan kombinasi pemburukan cepat pada satu atau lebih organ vital (susunan saraf pusat, kardiovaskuler, ginjal) disertai peningkatan tekanan darah yang tidak sesuai. Perburukan cepat artinya jika tidak diberikan terapi secara efektif dalam waktu tertentu, terdapat kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan. Hipertensi ini memerlukan penurunan tekanan darah segera meskipun tidak perlu menjadi normal, untuk membatasi atau mencegah terjadinya kerusakan organ sasaran.

Krisis hipertensi adalah keadaan hipertensi yang memerlukan penurunan tekanan darah segera karena akan mempengaruhi keadaan pasien selanjutnya. Tingginya tekanan darah bervariasi, yang terpenting adalah cepat naiknya tekanan darah. Krisis hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi urgensi dan hipertensi emergensi.Hipertensi emergensi situasi di mana diperlukan penurunan tekanan darah yang segera dengan obat antihipertensi parenteral karena adanya kerusakan organ target akut atau progresif. Kerusakan yang dapat terjadi antara lain :Neurologik ; Encephalopati Hipertensi, stroke hemoragik (intraserebral atau subdural) atau iskemik, papil edema.Kardiovaskuler ; Unstable angina, infark miokardium akut, gagal jantung dengan edema peru, diseksi aorta.Renal ; Proteinuria, hamaturia, gagal ginjal akut, krisis ginjal scleroderma.Mikroangiopati ; anemia hemolitik.Preeklampsia dam eklampsia.

Riwayat penyakit ditujukan pada sistem neurologis dan kardiovaskular, medikasi dan penggunaan obat. Keluhan neurologi mungkin dramatik, tetapi sering kali berupa gejala yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, malaise, dan persepsI yang samar-samar tentang kemampuan mental, dan merupakan satu-satunya tanda dekompensasi SSP akut. Riwayat penyakit SSP atau serebrovaskular sebelumnya harus dicari, karena komplikasi terapetik lebih sering terjadi pada pasien dengan riwayat penyakit tersebut. Hipertensi urgensi situasi di mana terdapat peningkatan tekanan darah yang bermakna tanpa adanya gejala berat atau kerusakan target organ progresif dan tekanan darah perlu diturunkan dalam beberapa jam. Prinsip-prinsip penegakan diagnosis Hipertensi emergensi dan Hipertensi Urgensi tidak berbeda dengan penyakit lainnya ;Anamnesis

Riwayat hipertensi dan terapinya, kepatuhan minum obat, tekanan darah rata-rata, riwayat pemakaian obat-obat simpatomimetik dan steroid, kelainan hormonal, riwayat penyakit kronik lain, gejala-gejala serebral, jantung dan gangguan penglihatan.Pemeriksaan Fisik Pengukuran tekanan darah pada kedua lengan, perabaan denyut nadi perifer (raba nadi radialis kedua lengan dan kemungkinan adanya selisih dengan nadi femoral, radial-femoral pulse leg ), Mata: Lihat adanya papil edema, pendarahan dan eksudat, penyempitan yang hebat arteriol.Jantung : Palpasi adanya pergeseran apeks, dengarkan adanya bunyi jantung S3 dan S4 serta adanya murmur.Paru :perhatikan adanya ronki basal yang mengindikasikan CHF.Status neurologik : pendekatan pada status mental dan perhatikan adanya defisit neurologik fokal. Periksa tingkat kesadarannya dan refleks fisiologis dan patologis.Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan penyakit dasarnya, penyakit penyerta, dan kerusakan target organ. Yang sering dilakukan antara lain ; pemeriksaan elektrolit, BUN, glukosa darah, kreatinin, urinalisis., hitung jenis komponen darah dan SADT. Pemeriksaan lainnya antara lain foto rontgen toraks, EKG dan CT Scan.

BAB IIIPEMBAHASANPenatalaksanaan Hipertensi Emergensi

Dalam penatalaksaan kegawatan hipertensi dua hal penting perlu dipertimbangkan yaitu berapa cepat dan berapa rendah tekanan darah harus diturunkan. Penurunan tekanan darah sampai normal pada umumnya tidak diperlukan bahkan pada keadaan tertentu bukan merupakan tujuan pengobatan. Tabel Antihipertensi Parenteral untuk Hipertensi EmergensiTujuan pengobatan Hipertensi emergency adalah memperkecil kerusakan organ target akibat tingginya tekanan darah dan menghindari pengaruh buruk akibat pengobatan. Berdasarkan prinsip ini maka obat antihipertensi pilihan adalah yang bekerja cepat, efek penurunan tekanan darah dapat dikontrol dan dengan sedikit efek samping. Hipertensi emergensi memerlukan perhatian medis segera, termasuk masuk ke unit perawatan intensif.Monitoring jantung terus menerus, pengukuran sering urin, dan penilaian neurologis adalah semua yang diperlukan.Terapi dengan obat antihipertensi IVdiperlukan pada pengaturan ini.Pemilihan obat harus didasarkan pada karakteristik khusus dari obat (yaitu, efek samping) dan pasien-spesifik atribut, seperti status volume dan adanya komorbiditas13Target pengobatan menurunkan tekanan arteri rata-rata (MAP) sebanyak 25 % atau mencapai tekanan darah diastolik 100 110 mmHg dalam waktu beberapa menit sampai satu atau dua jam. Kemudian tekanan darah diturunkan menjadi 160/100 mmHg dalam 2 sampai 6 jam. Tekanan darah diukur setiap 15 sampai 30 menit. Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dapat menyebabkan iskemia renal, cerebral dan miokardium. Pada stroke penurunan tekanan darah hanya boleh 20 % dan khusus pada stroke iskemik penurunan tekanan darah secara bertahap bila tekanan darah > 220/130 mmHg. Namun, pada pasien dengan diseksi aorta, TD harus diturunkan secara agresif.3Setelah TD stabil dan resiko kerusakan akhir organ telah hilang, titrasi ke bawah dari agen IV mungkin mulai, diikuti dengan konversi ke terapi oral.Dokter kemudian harus berusaha untuk memastikan faktor penyebab untuk aktivitas tersebut.Agen Antihipertensi Parenteral pada Hipertensi EmergensiSodium nitroprusidSodium nitroprusside adalah agen hipotensi ampuh intravena dengan onset cepat dan short acting.Tempat kerjanya pada otot polos vaskular.Tidak memiliki aksi langsung pada miokardium, meskipun secara tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja jantung melalui perubahan dalam hemodinamik sistemik.Nitroprusside adalah kompleks besi-koordinasi dengan lima gugus sianida dan kelompok nitroso.Kelompok nitroso bergabung dengan sistein untuk membentuk nitrososistein, sebuah adenilat penggerak guanilat yang menyebabkan akumulasi siklik guanosin monofosfat (cGMP) dan relaksasi otot polos vaskular.

Nitroprusside menyebabkan vasodilatasi dari resistensi arteriola dan kapasitansi vena.Aksi hipotensi terjadi akibat penurunan SVR.Penurunan gabungan di preload dan afterload dapat mengurangi ketegangan dinding miokard dan kebutuhan oksigen miokard.Efek nitroprusside pada curah jantung dan denyut jantung tergantung pada keadaan intrinsik dari miokardium.Pada pasien dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri dan ventrikel peningkatan tekanan akhir diastolik kiri, hal itu menyebabkan peningkatan stroke volume dan cardiac output sebagai akibat dari penurunan afterload.Denyut jantung sebenarnya dapat menurunkan dalam menanggapi kinerja jantung lebih baik.Sebaliknya, dengan tidak adanya disfungsi ventrikel kiri, venodilation dan pengurangan preload dapat menghasilkan peningkatan refleks dalam nada simpatik dan detak jantung.Untuk alasan ini, nitroprusside harus digunakan bersamaan dengan beta blocker pada diseksi aorta akut.Tindakan hipotensif dari nitroprusside muncul dalam beberapa detik dan segera reversibel ketika infus dihentikan.cGMP di otot polos vaskular adalah cepat terdegradasi oleh cGMP-specific phosphodiesterases.Nitroprusside dengan cepat dimetabolisme, dengan waktu paruh dari 3-4 menit.Sianida terbentuk, sebagai produk berumur pendek menengah, dengan kombinasi langsung dengan kelompok sulfhidril dalam eritrosit dan jaringan.Kelompok-kelompok sianida dengan cepat diubah menjadi tiosianat oleh hati, dalam sebuah reaksi di mana tiosulfat bertindak sebagai donor sulfur.Tiosianat diekskresikan oleh ginjal, dengan waktu paruh dari 1 minggu pada pasien dengan fungsi ginjal normal.Akumulasi dan toksisitas tiosianat dapat terjadi pada pemberian dosis tinggi atau infus berkepanjangan diperlukan, terutama pada pasien dengan insufisiensi ginjal.Ketika terdapat faktor-faktor risiko tersebut, kadar tiosianat harus dipantau dan infuse dihentikan jika kadarnya 10 mg per dL.Toksisitas tiosianat jarang terjadi pada pasien dengan fungsi ginjal normal membutuhkan kurang dari 3 mg per kg per menit untuk kurang dari 72 jam.Keracunan sianida merupakan komplikasi yang sangat jarang, kecuali hati pembersihan sianida terganggu oleh penyakit hati yang berat, atau dosis besar nitroprusside (lebih dari 10 mg per kg per menit) digunakan untuk menginduksi hipotensi disengaja selama operasi.Setelah krisis hipertensi telah diselesaikan dan BP cukup dikendalikan, terapi antihipertensi oral harus dimulai.Infus nitroprusside disapih sebagai agen antihipertensi oral menjadi efektif.Labetalol:

Labetalol merupakan kombinasi bloker adrenergik alfa 1 selektif dan bloker resepptor beta adrenergik non selektif dengan rasio bloking alfa: beta yaitu 1:7. Agen ini telah digunakan untuk hipertensi emergensi maupun urgensi.Untuk keadaan hipertensi emergensi, rejimen takaran untuk labetalol IV mencakup dosis loading 20 mg diikuti oleh 20-80 mg diulang setiap 10 menit sampai TD yang diinginkan tercapai, atau setelah pemberian dosis awal dapat diikuti dengan 1-2 mg / menit dan diinfus kontinu, semua rejimen memiliki dosis efektif total 300 mg IV. Labetalol memiliki onset kerja dari 2- 5 menit dan puncak dalam waktu 5 -15 menit. Durasi kerjanya adalah tergantung dosis, berkisar antara 2-18 jam.Meskipun labetalol dapat melewati plasenta, sering digunakan dengan aman pada wanita hamil yang mengalami krisis hipertensi. Penggunaan labetalol harus dihindari pada pasien dengan AV blok derajat kedua atau ketiga dan bradicardia berat. Selain itu, pasien dengan penyakit bronkospastik berat atau gagal jantung kompensasi dapat mengalami eksaserbasi mungkin dari keadaan penyakit. Dengan demikian, dokter harus mempertimbangkan risiko terapi dengan manfaat potensial dalam populasi ini.Esmolol Esmolol merupakan agen antihipertensi dengan aksi sangat pendek, beta dan agen beta adrenergik kardioselective. Dosis yang dianjurkan adalah 0,5-1 mg / kg bolus, dilanjutkan dengan infus kontinu dari 50-300 mcg / kg / menit. Onset aksi bisa secepat 1 menit,. Tetapi tercepat ketika dosis muatan diberikan .Obat ini memiliki durasi melaporkan tindakan dari 10- 30 menit. Esmolol adalah agen yang berguna untuk kondisi yang berkaitan dengan takikardia dan peningkatan curah jantung.Penggunaannya tidak dianjurkan pada pasien dengan gagal jantung dekompensasi, pasien dengan terapi beta-blocker, atau pasien bradikardia.Esmolol harus digunakan dengan hati-hati pada individu dengan penyakit saluran napas berat.Metabolisme esmolol melalui hidrolisis cepat oleheritrosit esterase, sehingga paruh agen dapat diperpanjang pada pasien dengan anemia.

NicardipineObat ini adalah generasi kedua dihidropiridin kalsium channel blocker.Nicardipine menunjukan efek vasodilator dengan menghambat influks Ca2+ ke dalam otot polos pembuluh darah. Nicardipine 30.000 lebih poten menunjukkan aksi antagonis kalsium pada otot polos vaskuler dibandingkan otot jantung, dan selektivitas terhadap otot polos vaskuler ini lebih tinggi dibandingkan antagonis kalsium lain.

Dosis awal adalah 5 mg / jam, meningkat 2,5 mg / jam setiap 5 menit sampai penurunan yang diinginkan dalam BP bertemu atau dosis maksimum 15 mg / jam. Onset kerja 5 -15 menit. dengan durasi 4 sampai 6 jam. Nicardipine berguna pada pasien dengan gagal jantung sistolik dan penyakit arteri koroner.Pedoman terbaru merekomendasikan nicardipine pada pasien dengan stroke iskemik ketika tekanan darah sistolik adalah> 220 mmHg atau tekanan darah diastolik adalah> 120 mmHg17.Nitrogliserin

Agen ini umumnya digunakan sebagai agen tambahan pada pasien dengan hipertensi emergensi dengan sindrom koroner akut atau edema paru akut.Onset aksinya segera, dan durasi tindakan 3 sampai 5 menit.Dosis awal adalah 5 mcg / menit dengan infus terus menerus dan meningkat setiap 5 menit hingga 20 mcg / menit tercapai.Jika respon tidak memadai, maka dosis dinaikkan 10 sampai 20 mcg / menit setiap 5 menit sampai dosis maksimum 200 mcg / menit tercapai.Toleransi bisa berkembang terlepas dari titrasi dosis yang tepat.Penurunan preload yang terjadi dengan agen ini biasanya diikuti oleh penurunan curah jantung. Agen ini tidak efektif untuk digunakan sebagai vasodilator arteri dan kurang efektif untuk hipertensi emergensi. Hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi pasien yang sudah membahayakan aliran darah koroner, serebral, atau ginjal.Refleks takikardia dan hipotensi dapat berkembang pada individu-volume habis.Sakit kepala adalah efek samping yang paling umum, dan toleransi dapat mengembangkan dalam waktu 24 jam administrasi.Pengobatan jangka panjang dapat mengakibatkan methemoglobinemia, dimana hemoglobin mengandung oksida besi, sehingga menghambat transportasi oksigen yang sesuai.Clonidine

Clonidine bekerja terutama pada sistem saraff pusat yang mengakibatkan berkurangnya pengaruh saraf simpatis dan menurunnya tahanan perifer, tahanan vaskuler ginjal dan tekanan darah. Yang penting adalah tidak adanya perubahan pada aliran darah ginjal dan kecepatan titrasi glomerulus. Reflek postural yang normal tidak dipengaruhi, oleh karena itu gejala-gejala ortostatik yang terjadi adalah ringan dan jarang. Pada pengobatan krisis hipertensi, pemberian suntikan Clonidin secara perlahan-lahan karena onsetnya yang cepat.Clonidin sebaiknya tidak diberikan kepada pasien bradiaritmia berat baik itu gejala sick sinus atau blok AV derajat 2 atau 3 karena dapat memperberat kondisi bradikardia seperti sinus bradikardia atau AV block.Clonidin biasanya dikombinasi dengan diuretik, vasodilator, obat penghambat reseptor beta, Ca antagonis dan ACE inhibitor, tetapi tidak dengan penghambat reseptor alfa1. Karena obat-obat penghambat reseptor alfa seperti phentolamine atau tolazine dapat meniadakan efek terapi clonidine.Cara pemberian: Untuk pemberian secara infus atau intravena, dianjurkan dosis 0,2 mcg/kgBB/menit. Kecepatan infus tidak boleh melebihi 0,5 mcg/kg/menit utuk menghindari peningkatan tekanan darah yang ringan. Dosis per infus tidak boleh melebihi 0,15 mg. Fenoldopam:

Fenoldopam adalah vasodilator arterior perifer. Efeknya terutama sebagai agonis reseptor dopamin-1 selektif dengan mengaktivasi reseptor dopamin pada tubulus proximal dan distal (10 kali lebih poten dari dopamin) serta menghambat reabsorpsi natrium yang menyebabkan natriuresis dan diuresis. Fenoldopam diberikan dalam dosis antara 0,1 dan 0,5 mcg / kg / menit telah dilaporkan dalam literatur.Onset kerjanya sekitar 5 menit dan durasi antara 30-60 menit tanpa rebound hipertension jika infus dihentikan. Fenoldopam dengan cepat dikonjugasi di hepar tanpa peran kompleks sitokrom P-450. Berdasarkan suatu penelitian, fenoldopam sama efektifnya dengan nitroprusid untuk terapi hiertensi emergensi. Fenoldopam telah menunjukkan manfaat untuk fungsi ginjal secara keseluruhan dengan meningkatkan bersihan kreatinin, harga urin aliran, dan ekskresi natrium pada pasien hipertensi.Hydralazine:

Ini antihipertensi merupakan vasodilator arteri langsung, yang mengakibatkan penurunan resistensi sistemik.Onset kerjanya adalah 5- 20 menit, tetapi penurunan agresif TD dapat terjadi dan dapat bertahan hingga 12 jam.Hydralazine dapat tertutup pada 10-20 mg setiap 6 jam sesuai kebutuhan.Penggunaannya dapat menyebabkan refleks takikardia dan peningkatan tekanan intrakranial;. Dengan demikian, perhatian harus diberikan pada individu-individu dengan penyakit jantung koroner atau yang sudah ada tekanan intrakranial meningkat.Karena responnya tidak dapat diprediksi, hydralazine umumnya tidak digunakan sebagai pertama- garis agen pada hipertensi darurat.Enalaprilat:

Enalaprilat saat ini satu-satunya ACE-I yang secara komersial tersedia dalam formulasi parenteral.Ini memiliki onset kerja dari 15 menit dan durasi kerja 12 sampai 24 jam, yang mungkin menguntungkan bagi mereka yang membutuhkan kontrol TD berkepanjangan.Namun, agen ini membuat titrasi sulit, dan hipotensi berpotensi dapat berkembang pada beberapa individu.Dosis awal yang lebih rendah harus dipertimbangkan untuk pasien yang menerima terapi diuretik secara bersamaan, deplesi pengalaman volume, atau hiponatremia.Enalaprilat harus dihindari pada pasien dengan gagal jantung dekompensasi atau infark miokard akut dan merupakan kontraindikasi pada pasien yang memiliki stenosis arteri ginjal bilateral atau sedang hamil.

Pada hipertensi darurat (emergency) dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan komplikasi dapat dilihat pada tabel 6.Penanganan Hipertensi Emergensi untuk Kondisi TertentuDiseksi Aorta AkutPasien yang datang ke unit gawat darurat dengan keluhan nyeri dada akut dan peningkatan tekann darah harus dicurigai dengan adanya kemunkinan adanya diseksi aorta. Jika tidak tidak terobati, sekitar tiga perempat pasien dengan diseksi tipe A (ascending aorta) meninggal dalam waktu 2 minggu dari episode akut. Tetapi dengan terapi yang tepat, ketahanan hidup 5 tahun adalah sekitar 75 %. Dengan demkian, ketepatan diagnosis dan penatalaksanaan penyakit ini merupakan kunci untuk keberhasilan outcome pasien.Pengenalan dari penyakit ini tidak cukup hanya dengan mengatahui peningkatan tekanan darah saja, tetapi juga pada kecepatan ejeksi ventrikel kiri.

Penggunaan vasodilator saja tidak ideal dalam pengobatan diseksi aorta akut karena ini dapat memicu refleks takikardia, meningkatkan kecepatan ejeksi aorta, dan memicu propagasi diseksi.Kombinasi antagonis beta adrenergik dan vasodilator merupakan pilihan terapi yang standar. Esmolol merupakan antagonis beta adrenergik pilihan dengan metoprolol sebagai alternatif. Meskipun nitroprusid telah digunakan sebagai vasodilator pilihan, nicardipine atau fenoldopam merupakan terapi yang kurang bersifat toksik dan sama efektifnya dengan nitroprusid. Semua pasien diseksi aorta memerlukan konsultasi bedah kardiovaskular untuk menentukan apakah perlu dilakukan manajemen bedah.Jika terdapat komorbiditas medis, operasi diindikasikan untuk semua pasien diseksi tipe A. Pasien diseksi tipe B dan diseksi aorta distal dapat ditangani dengan mengontrol tekanan darah secara agresif karena outcome yang ditunjukkan. Cererovascular AccidentSebagian besar pasien dengan iskemia serebral menunjukkan peningkatan tekanan darah akut terlepas dari subtipe infark atau hipertensi yang sudah ada sebelumnya. Peningkatan tekanan darah menurun secara spontan dari waktu ke waktu.Tekanan darah yang tinggi bukan manifestasi hipertensi emergensi melainkan merupakan respon proteksi fisiologis untuk mempertahankan tekanan perfusi otak ke area pembuluh darah yang terkena iskemik.Penurunan tekanan darah pada pasien stroke iskemik dapat mengurangi aliran darah serebral, yang karena gangguan autoregulasi, dapat mengakibatkan cedera iskemik lebih lanjut.

Umumnya "normalisasi" penurunan tekanan darah yang mengikuti cerebrovascular accident berbahaya.Perlu diketahui bahwa Intravenous Nimodipine West European Trial untuk stroke akut telah dihentikan karena peningkatan deteriorasi neurologis pada kelompok terapi tersebut terkait dengan efek hipotensi.Guideline dari The American Stroke Association and European Inisiative merekomendasikan menunda terapi antihipertensi untuk akut iskemik Stroke kecuali jika direncanakan pemberian trombolisis, bukti adanya kerusakan organ akut seiring adanya kerusakan nonserebral, atau jika tekanan darah terlalu tinggi, tekanan darah sistolik > 220 mm Hg atau tekanandarah diastolik 120 mmHg berdasarkan batas atas autoregulasi normal. Pada pasien ini, tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan dengan tidak lebih dari 10-15% pada 24 jam pertama. Semplicini et al. menunjukkan bahwa tekanan darah awal yang tinggi dikaitkan dengan outcome neurologis yang lebih baik setelah stroke iskemik akut. Hipertensi menjadi pelindung selama stroke iskemik akut dan penurunan tekanan darah dapat membahayakan.MAP ditingkatkan sebesar 20% atau menjadi 130 sampai 140 mm Hg sekaligus mempertahankan tekanan darah sistolik > 200 mmHg.Diperkirakan bahwa pasien dengan fluktuasi defisit, proksimal pembuluh stenosis besar atau oklusi, atau besar bidang MRI difusi-perfusi yang paling mungkin untuk menanggapi hipertensi diinduksi. Pada pasien yang menerima terapi trombolitik, terapi antihipertensi diperlukan untuk tekanan darah sistolik >185 mmHg atau tekanan darah diastolik >110 mmHg, dengan target tekanan darah sistolik 180 mmHg dan tekanan darah diastolik 105 mm Hg. Guideline terbaru dari The American Heart Association merekomendasikan penggunaan labetalol atau nicardipine jika tekanan darah >220 mm Hg atau tekanan darah diastolik 121-140 mm Hg, dan nitroprusside tekanan darah >140 mm. Untuk alas an tersebut, kami percaya nitroprusside menjadi pilihan yang buruk pada pasien kelainan intracranial.Pada pasien dengan hematoma intraserebral, peningkatan tekanan intrakranial hampir terdapat juga refleks hipertensi sistemik.Tidak ada bukti bahwa hipertensi memprovokasi lebih lanjut perdarahan pada pasien dengan perdarahan intrakranial.Namun, penurunan tekanan darah sistemik yang agresif dapat menurunkan perfusi otak.Penurunan tekanan darah terkendali yang saat ini dianjurkan hanya bila TDS >200 mmHg, TDD >110 mm Hg, atau MAP >130 mm Hg. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah yang cepat dalam 24 jam pertama setelah gejala perdarahan intracranial terkait dengan dengan kematian meningkat, tingkat penurunan tekanan darah secara independen terkait dengan peningkatan mortalitas.Nicardipine telah terbukti menjadi agen antihipertensi yang efektif untuk mengontrol tekanan darah pada pasien dengan perdarahan intraserebral. Preeklampsia dan EklampsiaHipertensi adalah salah satu medis yang paling umum gangguan yang mempengaruhi kehamilan.Hipertensi menjadi komplikasi 12% dari kehamilan dan bertanggung jawab untuk 18% kematian ibu di Amerika Serikat. Gejala yang muncul pada pasien hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan dari dari ringan sampai mengancam jiwa. Terapi awal preeklampsia meliputi meningkatkan volume, penggunaan magnesium sulfat (MgSO4) untuk profilaksis kejang dan monitoring tekanan darah. Persalinan merupakan terapi definitif untuk preeklampsia dan eklampsia.

Magnesium sulfat biasanya diberikan dala dosis loading 4-6 g/100 mL dekstrosa 5% dalam larutan normal salin selama 15- 20 menit, diikuti dengan infus konstan MgSO4 1-2 g / jam tergantung pada urin output dan refleks tendon dalam, yang diperiksa pada setiap jam.Langkah berikutnya dalam pengelolaan preeklampsia adalah untuk mengurangi tekanan darah dengan cara yang aman untuk menghindari hipotensi signifikan. Tujuan pengobatan hipertensi berat adalah untuk mencegah perdarahan intraserebral dan gagal jantung tanpa mengorbankan perfusi serebral atau membahayakan aliran darah uteroplasenta, yang sudah berkurang pada beberapa wanita dengan preeclampsia.128 Penelitian pada perempuan dengan preeklamsia ringan telah menunjukkan tidak ada manfaat terapi antihipertensi (labetalol atau calsium channel blocker) dan menyarankan bahwa terapi antihipertensi mungkin dapat meningkatkan resiko hambatan pertumbuhan dalam kandungan.Oleh karena itu, terapi antihipertensi diberikan terutama untuk mencegah komplikasi pada ibu. The Working Group Report on High Blood Pressure in Pregnancy merekomendasikan terapi antihipertensi inisiasi untuk TDD 105 mmHg.Selain itu, The American College of Obstetricians dan Gynecologists merekomendasikan untuk menjaga TDS 140-160 mmHg dan TDD 90-105 mmHg.Rekomendasi ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa tekanan darah >160 mmHg merupakan faktor yang paling penting terkait dengan cerebrovascular accident pada pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia.Ini yang menunjukkan bahwa TDS 155-160 mm Hg harus menjadi dasar yang memicu untuk memulai terapi antihipertensi pada pasien preeklamsia berat, atau eclampsia. Perlu diperhatikan bahwa pasien preeklamsia /eklampsia mungkin memiliki tekanan darah yang sangat labil; fakta ini bersama-sama dengan target kisaran sempit BP mendikte bahwa pasien ini diawasi secara ketat dalam ICU, sebaiknya dengan kateter arteri.Perdarahan intraserebral merupakan komplikasi berat pada pasien yang dapat dihindari jika tekanan darah terkontrol.Tidak ada obat antihipertensi secara khusus disetujui oleh FDA untuk digunakan pada wanita hamil. Hidralazin telah direkomendasikan sebagai obat pilihan untuk mengobati preeklampsia berat dan eklampsia sejak awal 1970. Namun, hidralazine memiliki sejumlah sifat yang membuatnya tidak cocok untuk dijadikan indikasi.Efek samping (seperti sakit kepala, mual, dan muntah) yang umum dan meniru gejala preeklamsia memburuk.Yang paling penting, bagaimanapun, ia memiliki onset aksi yang lambat, efek hipotensi yang tidak terduga, dan durasi aksi yang berkepanjangan.Agen ini dapat mengakibatkan terjal hipotensi yang berlebihan dan dapat menurunkan aliran darah otak ibu dan aliran darah uteroplasenta. Memang, dalam metaanalisis yang diterbitkan oleh Magee et al. hidralazin dikaitkan dengan peningkatan resiko hipotensi ibu yangterkait dengan kelebihan bedah sesar, plasenta abruptions, dan skor Apgar rendah.Berdasarkan data yang tersedia, kami menyarankan hydralazine tidak digunakan sebagai lini pertama pengobatan hipertensi berat pada kehamilan.Demikian pula nifedipin, baik sublingual atau oral harus dihindari dalam pengaturan ini. kami adalah IV labetalol atau nicardipine, yang lebih mudah untuk titrasi dan memiliki respon dosis lebih diprediksi dari hydralazine.Kedua agen tampaknya aman dan efektif dalam hamil hipertensi patients.143-149Nitroprusside dan ACE inhibitor dikontraindikasikan pada pasien hamil. Krisis AdrenalKondisi yang paling sering menyebabkan krisis simpatik adalah pada penyalahgunaan obat-obatan simpatomimetik seperti kokain, amfetamin, atau phencyclidine. Krisis ini jarang terlihat pada pheochromocytoma, pasien yang mendapat terapi monoamine oksidase inhibitor yang menelan makanan yang mengandung tyramine, atau pasien yang tiba- tiba berhenti dari pengobatan antihipertensi seperti clonidine atau antagonisbeta adrenergik.

Pada situasi klinis yang ditandai dengan overstimulasi simpatik, antagonis beta adrenergik harus dihindari untuk mencegah pembuluh darah antagonisme reseptor beta adrenergik yang dapat meningkatkan TD.Bahkan, hipertensi emergensi yang diinduksi oleh kokain, penggunaan beta Adrenergik blokade dapat meningkatkan vasokonstriksi koroner, gagal untuk mengontrol denyut jantung, peningkatan TD, dan mengurangi survival. Yang menarik, meskipun labetalol secara tradisional dianggap sebagai agen yang ideal karena merupakan antagonis alfa dan beta adrenergik, eksperimental studies tidak mendukung penggunaannya dalam pengaturan klinis. Kontrol TD yang terbaik dicapai dengan penggunaan nicardipine, fenoldopam, atau verapamil dalam kombinasi dengan benzodiazepine. Phentolamine merupakan agen alternatif. Hipertensi Akut PascaoperasiHipertensi pasca operasi akut (APH) telah didefinisikan sebagai peningkatan TD yang signifikan selama segera periode pasca operasi yang dapat menyebabkan neurologis yang serius, komplikasi kardiovaskuler, atau komplikasi bedah yang membutuhkan manajemen segera.

Meskipun luas dan lama pengenalan APH, tidak ada kesepakatan dalam literatur tentang definisi kuantitatif lebih tepat. APH memiliki onset awal, yang diamati dalam waktu 2 jam setelah operasi dalam banyak kasus dan biasanya durasi pendek, dengan kebanyakan pasien yang memerlukan pengobatan untuk 140/90 atau MAP sedikitnya 105 mm-163 Hg. Nyeri dan kecemasan yang umum ikut berperan dalam peningkatan TD dan harus diobati sebelum pemberian antihipertensi.Penyebab APH yang lain adalah hipotermia dengan menggigil, hipoksemia, hiperkarbia, dan distensi kandung kemih.Pemberian jangka pendek agen IV short-acting dianjurkan ketika tidak ada penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi.Labetalol, esmolol, nicardipine, dan clevidipine telah terbukti efektif dalam manajemen dari APH.

BAB IVKESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanKrisis hipertensi terutama hipertensi darurat (emergency) merupakan keadaan darurat yang mengancam jiwa penderita yang memerlukan penanganan intensif di Rumah Sakit dengan pengawasan yang ketat. Hipertensi mendesak (urgency) perlu dibedakan dengan hipertensi darurat (emergency) agar dapat memilih pengobatan yang memadai bagi penderita. Hipertensi darurat disertai dengan kerusakan organ sasaran, sedangkan hipertensi mendesak tanpa kerusakan organ sasaran atau kerusakan minimal. Dalam memberikan pengobatan perlu diperhatikan beberapa faktor : Apakah penderita dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Cepatnya tekanan darah diturunkan, tekanan darah yang diinginkan dan lama kerja dari obat. Efek samping obat

Ketepatan diagnosis akan mempengaruhi pilihan obat guna keberhasilan terapi dalam menurunkan tekanan darah dan komplikasi yang ditimbulkan.Obat parenteral merupakan pilihan utama karena bisa bereaksi cepat dan aman. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena tekanan darah dapat diatur sesuai dengan keinginan. Drug of choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside. Sedangkan nifedipin dan kloinidin, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi mendesak (urgency).

B. SaranUntuk mencegah jatuhnya seseoarang kepada krisis hipertensi, maka faktor resiko haruslah dihindari, terutama dalam hal kepatuhan minum obat. Edukasi dari dokter kepada pasien hipertensi sangatlah penting terutama mengenai komplikasi dan pengaturan pola akan serta gaya hidup yang sehat..

DAFTAR PUSTAKANational Heart, Lung, and Blood Institute.The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.August 2004. www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf. Accessed October 10, 2010.American Heart Association.Heart Disease & Stroke Statistics2010 Update. Dallas, TX: American Heart Association; 2010. www.americanheart.org/downloadable/heart/1265665152970DS-3241%20HeartStrokeUpdate_2010.pdf. Accessed October 10, 2010.Varon J. Treatment of acute severe hypertension: current and newer agents.Drugs.2008;68:283-297.Zampaglione B, Pascale C, Marchisio M, Cavallo-Perin P. Hypertensive urgencies and emergencies. Prevalence and clinical presentation. Hypertension.1996;27:144-147.Sagunar A, Dr S, Perrig M, et al. Risk factors promoting hypertensive crises: evidence from a longitudinal study.Am J Hypertens.2010;23:775-778.Haas AR, Marik PE. Current diagnosis and management of hypertensive emergency.Semin Dial.2006;19:502-512.Rodriguea MA, Kumar SK, De Caro M. Hypertensive crisis.Cardiol Rev.2010;18:102-107.Shea S, Misra D, Ehrlich M, et al. Predisposing factors for severe, uncontrolled hypertension in an inner-city minority population.N Engl J Med.1992;327:776-781.DeGowin RL, LeBlond RF, Brown DD.DeGowins Diagnostic Examination. 9th ed. New York, NY: Mcgraw-Hill Companies, Inc; 2009.Vadiya C, Ouellette J. Hypertensive urgency and emergency.Hospital Physician.2007;43:43-50.Bender S, Filippone J, Heitz S, Bisognano J. A systematic approach to hypertensive urgencies and emergencies. Curr Hypertens Rev. 2005;1:275-281.Cherney D, Strauss S. Management of patients with hypertensive urgencies and emergencies. A systematic review of the literature.J Gen Intern Med.2002;17:937-945.Rhoney D, Peacock WF. Intravenous therapy for hypertensive emergencies, part 1.Am J Health Syst Pharm. 2009;66:1343-1352.Kazerani H, Hajimoradi B, Amini A, et al. Clinical efficacy of sublingual captopril in the treatment of hypertensive urgency.Singapore Med J.2009;50:400-402.Grossman E, Ironi A, Messerli F. Comparative tolerability profile of hypertensive crisis treatments.Drug Safety.1998;19:99-122.Gifford R. Management of hypertensive crises.JAMA. 1991;266:829-835. Adams HP, del Zoppo G, Alberts MJ, et al. Guidelines for the early management of adults with ischemic stroke.Stroke.2007;38:1655-1711.Cleviprex (clevidipine) package insert. Parsippany, NJ: The Medicines Company; August 2008.Ndefo UA, Erowele GI, Ebiasah R, et al.Clevidipine: a new intravenous option for the management of acute hypertension.Am J Health Syst Pharm. 2010;6:351-360.Marik PE, Varon J. Hypertensive crises: challenges and management.Chest.2007;131:1949-1962.Murphy MB, Murray C, Shorten GD. Fenoldopama selective peripheral dopamine-receptor agonist for the treatment of severe hypertension.N Engl J Med.2001;345:1548-1557.Brienza N, Malcangi V, Dalfino L, et al. A comparison between fenoldopam and low-dose dopamine in early renal dysfunction of critically ill patients.Crit Care Med. 2006;34:707-714.