referat-keratokonjungtivitis

23
REFERAT “KERATOKONJUNGTIVITIS” Disusun Oleh: Sarastania Oktatriana 1102008228 Pembimbing: dr. Elfi Hendrianti, SpM KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA

Upload: sarastania-oktatriana

Post on 26-Dec-2015

356 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

keratokonjungtivitis

TRANSCRIPT

Page 1: Referat-Keratokonjungtivitis

REFERAT

“KERATOKONJUNGTIVITIS”

Disusun Oleh:

Sarastania Oktatriana

1102008228

Pembimbing:

dr. Elfi Hendrianti, SpM

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA

RSU dr. SLAMET GARUT

PERIODE JUNI – JULI 2014

Page 2: Referat-Keratokonjungtivitis

BAB I

PENDAHULUAN

Keratokonjungtivitis yang merupakan peradangan pada kornea dan konjungtiva yang

dapat disebabkan oleh berbagai faktor dan seringkali mengalami kekambuhan.

Keratoconjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena kekeringan. ("Sicca" berarti

"kering" dalam konteks medis.) Hal ini terjadi dengan 20% pasien RA; Istilah " Vernal

keratokonjunctivitis "(VKC) digunakan untuk merujuk keratokonjungtivitis terjadi di musim

semi , dan biasanya dianggap karena alergen; Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu

manifestasi dari atopi; Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh infeksi adenovirus;

Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma mekanik.1

Konjungtivitis sendiri yang merupakan peradangan pada konjungtiva merupakan

penyakit mata yang paling sering di dunia dan menyerang semua usia. 2% dari seluruh

kunjungan ke dokter adalah untuk pemeriksaan mata dengan 54% nya adalah antara

konjungtivitis atau abrasi kornea. Untuk konjungtivitis yang infeksius, 42% sampai 80% adalah

bakterial, 3% chlamydial, dan 13% sampai 70% adalah viral. Konjungtivitis viral

menggambarkan hingga 50% dari seluruh konjungtivitis akut di poli umum. konjungtivitis dapat

pula bertambah parah menjadi infeksi akut yang mengganggu penglihatan apabila telah terjadi

komplikasi seperti adanya keterlibatan kornea.1

Insidensi keratokonjungtivitis relatif kecil, yaitu sekitar 0,l%--0,5% dari pasien dengan

masalah mata yang berobat, dan hanya 2% dari semua pasien yang diperiksa di klinik mata. Hal

yang perlu mendapat perhatian ialah bagaimana cara penatalaksanaan kasus ini agar dapat

mengalami penyembuhan maksimal dan mencegah terjadinya rekurensi ataupun komplikasi yang

dapat mengurangi kualitas hidup.2

1 | P a g e

Page 3: Referat-Keratokonjungtivitis

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Kornea

Kornea adalah jaringan transparan yang merupakan selaput bening mata yang tembus

cahaya dan menutup bola mata sebelah depan dan terdiri dari 5 lapisan. lapisan tersebut antara

lain lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman,

stroma, membran Descement dan lapisan endotel. Batas antara sklera dan kornea disebut limbus

kornea. Kornea juga merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri.

Jika terjadi oedem kornea akan bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga

penderita akan melihat halo.1,2

Lapisan epitel

Tebalnya 50 μm, terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih;

satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel,

sel muda terdorong kedepan menjadi lapisan sel poligonal dan semakin maju ke depan

menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel

poligonal didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier. Sel basal menghasilkan

membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menghasilkan

erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.1

Membran bowman

Terletak dibawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun

tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapis ini tidak

mempunyai daya regenerasi.1

Jaringan sroma

Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan yang

lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur, sedang dibagian perifer serat

kolagen ini bercabang. Terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu yang

kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan

fibroblast yang terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk

bahan dasar serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.1

Membran Descement

2 | P a g e

Page 4: Referat-Keratokonjungtivitis

Merupakan membran aseluler dan merupakan batas belakang stroma kornea yang bersifat

sangat elastis dan tebalnya sekitar 40 μm.1

Endotel

Berasal dari mesotelium, bentuk heksagonal, besar 20-40 μm. Endotel melekat pada

membran descement melalui hemidoson dan zonula okluden.1

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar longus,

saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma

kornea, menembus membran bowman melepaskan selubung schwannya. Bulbus krause untuk

sensasi dingin ditemukan diantaranya. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus

terjadi dalam waktu 3 bulan. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,

humour aquos dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar dari

atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas dan

deturgensinya.2

Gambar 1. Anatomi Kornea Gambar 2. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga

bagian:2

1) Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).

2) Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).

3 | P a g e

Page 5: Referat-Keratokonjungtivitis

3) Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior

palpebra dan bola mata).2

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke

tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.

Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

sekretorik. (Duktus-duktus kelenjar lakrimalis bermuara ke forniks temporal superior.) Kecuali

di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris

melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di bawahnya. Struktur epidermoid kecil semacam

daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona

transisi yang mengandung elemen kulit dan membran mukosa.2

Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan

dengan jaringan di bawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung

banyak pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila

terdapat peradangan mata. Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri

dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel

konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi

kelopak mata terdiri dari sel-sel epitel skuamosa. Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel

goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus. Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan

diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal

berwarna lebih pekat daripada sel-sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung

pigmen.2

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial)dan satu lapisan

fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak

berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa

konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian

menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan

fibrosa tersusun longgar pada bola mata. Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan

4 | P a g e

Page 6: Referat-Keratokonjungtivitis

Wolfring), yang struktur dan funginya mirip kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma.

Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar

Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas. 2

BAB III

5 | P a g e

Page 7: Referat-Keratokonjungtivitis

DEFINISI

Keratokonjungtivitis adalah peradangan ("-itis") dari kornea dan konjungtiva. Ketika hanya

kornea yang meradang, hal itu disebut keratitis, ketika hanya konjungtiva yang meradang, hal itu

disebut konjungtivitis.1,2

KLASIFIKASI

Keratokonjunctivitis sicca digunakan ketika peradangan karena kekeringan. ("Sicca"

berarti "kering" dalam konteks medis.) Hal ini terjadi dengan 20% pasien RA.

Istilah "Vernal keratokonjunctivitis" (VKC) digunakan untuk merujuk

keratokonjungtivitis terjadi di musim semi, dan biasanya dianggap karena alergen.

Atopik keratokonjunctivitis adalah salah satu manifestasi dari atopi.

Epidemi keratokonjunctivitis disebabkan oleh adenovirus infeksi.

Keratokonjungtivitis limbus superior diduga disebabkan oleh trauma mekanik

ETIOLOGI

Konjungtivitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri, fungal, parasit, toksik, chlamydia,

kimia dan agen alergik. Konjungtivitis viral lebih sering terjadi daripada konjungtivitis bakterial.

Insidensi konjungtivitis meningkat pada awal musim semi. Etiologi konjungtivitis dapat

diketahui berdasarkan klinis pasien. Pada tingkat seluler terdapat infiltrat seluler dan eksudat

pada konjungtiva. Etiologi keratitis superfisial antara lain adalah infeksi (bakteri, viral, dan

fungal), degeneratif (dry eye, defek neurotropik atau berhubungan dengan penyakit sistemik),

toksik dan alergi. Morfologi dan distribusi lesi pada kornea dapat membantu mengetahui

penyebab keratitis. Ada beberapa penyebab potensial keratokonjungtivitis yaitu kekeringan,

infeksi virus, manifestasi dari atopi atau allergen maupun trauma mekanik.

PATOFISIOLOGI

Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun tipe 1 terhadap alergen. Alergen

terikat dengan sel mast dan reaksi silang terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel

mast dan permulaan dari reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan

histamin dari sel mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin sulfat,

prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin dengan segera menstimulasi

nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan permeabilitas vaskuler, vasodilatasi,

kemerahan, dan injeksi konjungtiva.2,3

6 | P a g e

Page 8: Referat-Keratokonjungtivitis

Konjungtivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan

kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang berdekatan

atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa konjungtiva. Kedua infeksi

bakterial dan viral memulai reaksi bertingkat dari peradangan leukosit atau limfositik

meyebabkan penarikan sel darah merah atau putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai

permukaan konjungtiva dan berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati

kapiler yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas.3

Pertahanan tubuh primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi

konjungtiva. Rusaknya lapisan ini memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder

adalah sistem imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.3

MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS

Keratokonjungtivitis Sicca

Keratokonjungtivitis sicca ditandai oleh hyperemia konjungtiva bulbaris (terutama pada

aperture palpebral) dan gejala-gejala iritasi yang jauh lebih berat daripada tanda-tanda

peradangannya yang ringan. Keadaan ini sering berawal sebagai konjungtivitis ringan

dengan secret mukoid. Lesi-lesi epitel bebercak muncul di kornea, lebih banyak di

belahan bawahnya, dan mungkin tampak filament-filamen. 2

Nyeri makin terasa menjelang malam hari, tetapi hilang atau hanya ringan di pagi hari.

Film air mata berkurang dan sering mengandung berkas mucus. 2

Keratokonjungtivitis Vernal

Pasien umumnya mengeluh sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat. Biasanya

terdapat riwayat alergi di keluarganya (hay fever, asma, atau eksim), dan terkadang

disertai riwayat alergi pasien itu sendiri. Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan

terdapat banyak papilla halus di konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebralis

superior sering menampilkan papilla raksasa mirip batu kali. Setiap papil raksasa

berbentuk polygonal, dengan atap rata dan mengandung berkas kapiler. 2

Mungkin terdapat kotoran mata berserabut dan pseudomembran fibranosa (tanda

Maxwell-Lyons). Pada beberapa kasus terutama pada orang negro turunan Afrika, lesi

paling mencolok terdapat di limbus, yaitu pembengkakan gelatinosa (papillae). Sebuah

pseudogerontoxon (kabut serupa-busur) sering terlihat pada kornea dekat papilla limbus.

Bintik-bintik Tranta adalah bintik-bintik putih yang terlihat di limbus pada beberapa

7 | P a g e

Page 9: Referat-Keratokonjungtivitis

pasien dengan fase aktif keratokonjungtivitis vernal. Mungkin terbentuk ulkus kornea

superfisial (perisai) (lonjong dan terletak di superior) yang dapat berakibat parut ringan di

kornea. Keratitis epithelial difus yang khas sering kali terlihat. 2

Keratokonjungtivitis Atopik

Pasien dermatitis atopic (eksim) sering kali juga menderita keratokonjungtivitis atopic.

Tanda dan gejalanya adalah sensasi terbakar, pemgeluaran secret mukoid, merah dan

fotofobia. Tepian palpebranya eritematosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu.

Terdapat papilla-papila halus, tetapi papilla raksasa kurang nyata dibandingkan pada

keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior – berbeda dengan

papilla raksasa keratokonjungtivitis vernal yang berada di tarsus superior. 2

Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah

eksaserbasi konjungtivitis terjadi berulang kali. Timbul keratitis perifer superfisial yang

diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus yang berat, seluruh kornea tampak kabur dan

mengalami vaskularisasi, ketajaman penglihatan pun menurun. 2

Biasanya ada riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksim) pada pasien atau keluarganya.

Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung berlarut-larut dan sering

mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini

cenderung kurang aktif pada pasien setelah berusia 50 tahun. 2

Keratokonjungtivitas Epidemi

Keratokonjungtivitas epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja,

dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya, terdapat injeksi konjungtiva, nyeri

sedang dan berair mata; dalam 5-14 hari kan diikuti oleh fotofobia, keratitis epithelial dan

kekeruhan subepitel yang bulat. Sensasi kornea normal dan terdapat nodus preaurikular

dengan nyeri tekan khas. Edema palpebral, kemosis dan hyperemia konjungtiva

menandai fase akut, dengan folikel dan perdarahan konjungtiva yang sering muncul

dalam 48 jam. Dapat terbentuk pseudomembarn (sesekali membrane sejati) dan mungkin

disertai, atau diikuti, parut datar atau pembentukan simblefaron. 2

Konjungtivitisnya berlangsung paling lama 3-4 minggu. kekeruhan subepitel terutama

terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah ke tepian; menetap berbulan-bulan, tetapi

sembuh tanpa parut. 2

8 | P a g e

Page 10: Referat-Keratokonjungtivitis

Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas pada bagian luar mata, tetapi

pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti demam,

sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. 2

Keratokonjungtivitas Limbus Superior

Keratkonjungtivitas limbus superior umumnya bilateral dan terbatas pada tarsus superior

dan limbus superior. Keluhan utamanya adalah iritasi dan hyperemia. Tanda-tandanya

adalah hipertrofi papilar tarsus superior, kemerahan pada konjungtiva bulbari superior,

penebalan dan kreatinisasi limbus superior, keratitis epithelial, filament superior yang

rekuren, dan mikropannus superior.2

Pemeriksaan mata awal termasuk pengukuran ketajaman visus, pemeriksaan eksternal

dan slit-lamp biomikroskopi. Pemeriksaan eksternal harus mencakup elemen berikut ini:2

Limfadenopati regional, terutama sekali preaurikuler

Kulit: tanda-tanda rosacea, eksema, seborrhea

Kelainan kelopak mata dan adneksa: pembengkakan, perubahan warna, malposisi,

kelemahan, ulserasi, nodul, ekimosis, keganasan

Konjungtiva: bentuk injeksi, perdarahan subkonjungtiva, kemosis, perubahan sikatrikal,

simblepharon, massa, secret

Slit-lamp biomikroskopi harus mencakup pemeriksaan yang hati-hati terhadap: 2

Margo palpebra: inflamasi, ulserasi, sekret, nodul atau vesikel, sisa kulit berwarna darah,

keratinisasi

Bulu mata: kerontokan bulu mata, kerak kulit, ketombe, telur kutu

Punctum lacrimal dan canaliculi: penonjolan, secret

Konjungtiva tarsal dan forniks: Adanya papila, folikel dan ukurannya; perubahan

sikatrikal, termasuk penonjolan ke dalam dan simblepharon; membran dan

psudomembran, ulserasi, perdarahan, benda asing, massa, kelemahan palpebra

Konjungtiva bulbar/limbus: folikel, edema, nodul, kemosis, kelemahan, papila, ulserasi,

luka, flikten, perdarahan, benda asing, keratinisasi

Kornea: Defek epithelial, keratopati punctata dan keratitis dendritik, filament, ulserasi,

infiltrasi, termasuk infiltrat subepitelial dan flikten, vaskularisasi, keratik presipitat

Bilik mata depan: rekasi inflamasi, sinekia, defek transiluminasi

9 | P a g e

Page 11: Referat-Keratokonjungtivitis

Corak pewarnaan: konjungtiva dan kornea

Keratokonjungtivitis epidemika Keratokonjungtivitis alergi

Keratokonjungtivitis limbus superior Keratokonjungtivitis vernalis

10 | P a g e

Page 12: Referat-Keratokonjungtivitis

DIAGNOSIS BANDING

Gejala

subyektif dan

obyektif

Glaukoma

akut

Uveitis

akut

Keratitis K.Bakteri K.Virus K.Alergi

PenurunanVisus +++ +/++ +++ - - -

Nyeri ++/+++ ++ ++ - - -

Fotofobia + +++ +++ - - -

Halo ++ - - - - -

Eksudat - - -/++ +++ ++ +

Gatal - - - - - ++

Demam - - - - -/++ -

Injeksi siliar + ++ +++ - - -

Injeksi

konjungtiva

++ ++ ++ +++ ++ +

Kekeruhan

kornea

+++ - +/++ - -/+ -

Kelainan pupil Midriasis Miosis Normal/ N N N

11 | P a g e

Page 13: Referat-Keratokonjungtivitis

nonrekatif iregular miosis

Kedalaman

COA

Dangkal N N N N N

Tekanan

intraokular

Tinggi Rendah N N N N

Sekret - + + ++/+++ ++ +

Kelenjar

preaurikular

- - - - + -

PENATALAKSANAAN

Masing-masing jenis konjungtiva memberikan gejala klinis yang berbeda.

Penatalaksanaan keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya gejala klinik. Pada kasus

ringan sampai sedang, cukup diberikan obat tetes mata tergantung jenis penyebabnya seperti

pada keratokonjungtivitis akibat alergi dapat diberikan anti histamin topikal dan dapat

ditambahkan vasokontriktor, kemudian dilanjutkan dengan stabilasator sel mast. Pada kasus yang

berat dapat dikombinasi dalam pengobatannya ataupun dilakukan pembedahan.1,2

Pada konjungtivitis virus yang merupakan “self limiting disease” penanganan yang

diberikan bersifat simtomatik serta dapat pula diberikan antibiotic tetes mata (chloramfenikol)

untuk mencegah infeksi bakteri sekunder. Steroid tetes mata dapat diberikan jika terdapat lesi

epithelial kornea, namun pemberian steroid hanya berdasarkan pengawasan dokter spesialis mata

karena bahaya efek sampingnya cukup besar bila digunakan berkepanjangan, antara lain infeksi

fungal sekunder, katarak maupun glaucoma.4

Penanganan primer keratokonjungtivitis epidemika ialah dengan kompres dingin dan

menggunakan tetes mata astrigen. Agen antivirus tidak efektif. Antibiotic topical bermanfaat

untuk mencegah infeksi sekunder. Steroid topical 3 kali sehari akan menghambat terjadinya

infiltrate kornea subepitel atau jika terdapat kekeruhan pada kornea yang mengakibatkan

penurunan visus yang berat, namun pemakaian berkepanjangan akan mengakibatkan sakit mata

yang berkelanjutan. Pemakaian steroid harus di tapering off setelah pemakaian lebih dari 1

minggu.1,5

Penanganan konjungtivitis bakteri ialah dengan antibiotika topical tetes mata (misalnya

kloramfenikol) yang harus diberikan setiap 2 jam dalam 24 jam pertama untuk mempercepat

12 | P a g e

Page 14: Referat-Keratokonjungtivitis

proses penyembuhan, kemudian dikurangi menjadi setiap empat jam pada hari berikutnya.

Penggunaan salep mata pada malam hari akan mengurangi kekakuan pada kelopak mata di pagi

hari. Antibiotik lainnya yang dapat dipilih untuk gram negative ialah tobramisin, gentamisin dan

polimiksin; sedangkan untuk gram positif icefazolin, vancomysin dan basitrasin.2

Penanganan infeksi jamur ialah dengan natamisin 5 % setiap 1-2 jam saat bangun, atau

dapat pula diberikan pilihan antijamur lainnya yaitu mikonazol, amfoterisin, nistatin dan lain-

lain.1

Penanganan keratokonjungtivitis sicca tergantung pada penyebabnya. Pemberian air mata

buatan bila kurang adalah komponen air, pemberian lensa kontak apabila komponen mucus yang

berkurang, dan penutupan punctum lakrima bila terjadi penguapan yang berlebihan.1

KOMPLIKASI

Kebanyakan konjungtivitis dapat sembuh sendiri, namun apabila konjungtivitis tidak

memperoleh penanganan yang adekuat maka dapat menyebabkan komplikasi:1

a. Blefaritis marginal hingga krusta akibat konjungtivitis akibat staphilococcus

b. Jaringan parut pada konjungtiva akibat konjungtivitis chlamidia pada orang dewasa yang

tidak diobati adekuat

c. Keratitis punctata akibat konjungtivitis viral

d. Keratokonus (perubahan bentuk kornea berupa penipisan kornea sehingga bentuknya

menyerupai kerucut) akibat konjungtivitis alergi.

e. Ulserasi kornea marginal, perforasi kornea hingga endoftalmitis dapat terjadi pada infeksi

N. gonorrhoeae, N. kochii, N. meningitidis, H. aegypticus, S. aureus dan M. catarrhalis.

f. Pneumonia terjadi 10-20 % pada bayi yang mengalami konjungtivitis chlamydia

g. Meningitis dan septikemia akibat konjungtivitis yang diakibatkan meningococcus.

PROGNOSIS

Prognosis pada kasus keratokonjungtivitis tergantung pada berat ringannya gejala klinis

yang dirasakan pasien, namun umumnya baik terutama pada kasus yang tidak terjadi parut atau

vaskularisasi pada kornea.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas DSM, Sidarta,. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. 2006.

13 | P a g e

Page 15: Referat-Keratokonjungtivitis

2. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000.

3. American Academy of Ophthalmology. Preferred practice pattern: conjunctivitis, 2nd ed. San

Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology; 2003.

4. Scott IU and Luu K. Conjunctivitis, viral.

http://www.emedicine.medscape.com/article/1197851. [Online] Emedicine, April 2012.

5. Bawazeer A and Hodge WG. Keratoconjunctivitis Epidemic.

http://emedicine.medscape.com/article/1192751-print. [Online] Emedicine. January 7, 2008.

6. Yanoff, Myron, Duker JS and Augsburger JJ. Opthalmology 2nd edition: Mosby, 2003.

14 | P a g e