presentasi kasus keratokonjungtivitis vernalis
DESCRIPTION
Kepaniteraan Ilmu Mata RSUD CiawiTRANSCRIPT
Presentasi Kasus
KERATOKONJUNGTIVITIS VERNALIS
Pembimbing :dr. Nanda Lessi, Sp.M
Disusun oleh :Franscisca Dini 406111008
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata RSUD Ciawi
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Periode 3 September 2012 – 6 Oktober 2012
Jakarta
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
PENDAHULUAN
Keratokonjungtivitis vernalis (KKV) merupakan suatu peradangan
konjungtiva dan kornea yang bersifat dwipihak, mempunyai dasar
reaksi hipersensitivitas tipe l dan IV, serta mudah terjadi kekambuhan
yang dipengaruhi oleh iklim. Gejala yang spesifik berupa rasa gatal
yang hebat, sekret mukus yang kental dan lengket, serta hipertropi
papil konjungtiva. Penyakit ini pada umumnya tidak mengancam
penglihatan, namun dapat menimbulkan rasa tidak enak. Mata sering
berkedip, mata tampak kemerahan, serta meresahkan penderita. Pada
anak-anak jelas akan mengganggu aktivitas belajar dan secara umum
dapat mengganggu kualitas kehidupan. Pada beberapa kasus dapat
menimbulkan gejala sisa. Misalnya, mikropanus, astigmatisme miop,
keratokonus, dan keratoglobus 1 .
Insidensi keratokonjungtivitis vernalis relatif kecil, yaitu sekitar 0,l%--
0,5% dari pasien dengan masalah mata yang berobat, dan hanya 2% dari
semua pasien yang diperiksa di klinik mata Mediterania. Penyakit ini
perlu mendapatkan penekanan khusus. Hal ini karena penyakit ini
sering kambuh dan menyerang anak-anak usia 4--20 tahun, dengan
frekuensi pada anak lelaki tiga kali lebih banyak. Dengan demikian,
memerlukan pengobatan jangka panjang dengan obat yang aman.
Pemakaian steroid tetes mata jangka panjang atau lebih dari 4 minggu
terus-menerus dapat menimbulkan beberapa penyulit. Penyulit tersebut
antara lain steroid glaukoma, katarak, serta reaktivasi infeksi virus dan
jamur2 . Penggunaan antihistamin pada umumnya juga menimbulkan
efek samping mengantuk. Dengan demikian, akan mengganggu aktivitas
sehari-hari. Di samping itu, keratokonjungtivitis vernalis juga memiliki
risiko terjadinya ulkus kornea (shield ulcer), khususnya pada penderita
ras kulit hitam seperti yang terjadi di Afrika Selatan. 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
2
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
Permasalahan yang terjadi adalah bagaimana mengatasi kasus-kasus
keratokonjungtivitis ini secara memuaskan. Artinya, memiliki daya
guna penyembuhan maksimal, termasuk mengurangi kekambuhan dan
tidak mengurangi kualitas kehidupan serta efek samping minimal.
Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan tersebut, akan dikaji
beberapa hal, meliputi patofisiologi, gambaran klinik, dan yang
terpenting adalah hasil kajian beberapa obat yang pernah dilaporkan.
Diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan pertimbangan para klinisi
untuk menetapkan langkah yang tepat dalam menangani kasus
keratokonjungtivitis vernalis.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
3
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
PEMBAHASAN
I. Patofisiologi Keratokonjungtivitis Vernalis
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang
insterstitial yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I
dan IV. Pada konjungtiva akan dijumpai hiperemia dan vasodilatasi
difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang
tidak terkendali. Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan
menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga terbentuklah
gambaran cobblestone 4 . Jaringan ikat yang berlebihan ini akan
memberikan warna putih susu kebiruan sehingga konjungtiva tampak
buram dan tidak berkilau 5 . Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva
tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations . Hipertrofi
papil pada konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis
mekanik dan dalam kasus yang berat akan disertai keratitis serta erosi
epitel kornea 6 .
Faktor pencetus alergi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
4
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
Injeksi konjungtiva
Cobblestone
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi
dan hipertropi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat,
kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan
menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem
cells l imbus. Kondisi yang terakhir ini mungkin berkaitan dengan
konjungtivalisasi pada penderita keratokonjungtivitis dan di kemudian
hari berisiko timbulnya pterigium pada usia muda 7 . Di samping itu,
juga terdapat kista-kista kecil yang dengan cepat akan mengalami
degenerasi.
Horner’s Trantas dot
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
5
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
Sekresi mukus yang kental dan melekat pada penderita
keratokonjungtivitis vernalis, menurut Neumann dan Krantz,
mengandung banyak mukopolisakarida serta asam hyaluronat. Dalam
hal ini memungkinkan timbulnya tarikan sel epitel kornea dan gesekan
dari papil tarsal pada kornea akan mengakibatkan kerusakan kornea
yang meluas ke tepi 8 . Kerusakan kornea diduga juga berkaitan dengan
infiltrasi sel radang yang berasal dari konjungtiva 8 . Menyusul
kerusakan kornea ini dapat menjadi difus, pembentukan ulkus, dan
perubahan degeneratif lainnya seperti pseudogerontoxon.
Pseudogerontoxon
Pembentukan ulkus epitelial non-infeksi yang berbentuk oval atau
perisai dapat terjadi yang mendasari timbulnya kekeruhan stroma
kornea di sentral maupun superior 9 . Lebih jauh, kurvatura kornea juga
akan memperlihatkan perubahan disertai astigmatisme miopik dan pada
tahap lanjut dapat terjadi keratokonus serta keratoglobus 8 .
Keratokonus dan Keratoglobus
II. Gambaran Histopatologik
Tahap awal keratokonjungtivitis vernalis ditandai oleh fase
prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan tampak pembentukan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
6
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis
sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil
serta pseudomembran milky white . Pembentukan papil ini berhubungan
dengan infiltrasi stroma oleh sel-sel PMN, eosinofil, basofil, dan sel
mast. Tahap berikutnya akan dijumpai sel-sel mononuklear seperti
limfosit makrofag. Sel mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah
besar dan terletak superficial. Dalam hal ini, hampir 80% sel mast
dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam
membuktikan peran sentral sel mast dalam kasus keratokonjungtivitis
vernalis 3 , 8 . Keberadaan eosinofil dan basofil, khususnya di dalam
konjungtiva, sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.
Hasil penelitian histopatologik terhadap 675 konjungtivitis vernalis
mata yang dilakukan oleh Wang dan Yang menunjukkan infiltrasi
limfosit dan sel plasma pada konjungtiva. Prolifertasi limfosit akan
membentuk beberapa nodul limfoid 1 0 . Sementara itu, beberapa granula
eosinofilik dilepaskan dari sel eosinofil, menghasilkan bahan sitotoksik
yang berperan dalam kekambuhan keratokonjungtivitis. Dalam
penelitian tersebut juga ditemukan adanya reaksi hipersensitivitas.
Tidak hanya di konjungtiva bulbi dan tarsal, tetapi juga di fornix, serta
pada beberapa kasus melibatkan reaksi radang pada iris dan badan
siliar 1 0 .
Fase vaskular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi
kolagen, hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok,
serta reduksi sel radang secara keseluruhan. Deposisi kolagen dan
substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit
stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasia
jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan
dasar perlekatan yang luas. Kolagen maupun pembuluh darah akan
mengalami hialinisasi. Epiteliumnya berproliferasi menjadi 5--10 lapis
sel epitel yang edematous dan tidak beraturan. Seiring dengan
bertambah besarnya papil, lapisan epitel akan mengalami atrofi di
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
7
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
apeks sampai hanya tinggal satu lapis sel yang kemudian akan
mengalami keratinisasi.
Pada limbus juga terjadi transformasi patologik yang sama berupa
pertumbuhan epitel yang hebat meluas, bahkan dapat terbentuk 30-40
lapis sel (acanthosis). Horner-Trantas dot`s yang terdapat di daerah ini
sebagian besar terdiri atas eosinofil, debris selular yang terdeskuamasi,
namun masih ada sel PMN dan limfosit. Di dalam ulkus kornea non-
infeksi pada kasus keratokonjungtivitis vernalis dapat ditemukan kristal
Charcot Leyden yang merupakan granula eosinofil dan plak mukoid 1 1 .
III. Diagnosis
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala
fotofobia, berair, dan rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya
gambaran spesifik pada konjungtivitis ini disebabkan oleh hiperplasi
jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus, atau keduanya.
Selanjutnya, gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan
penyakit yang memiliki 3 bentuk, yaitu palpebra, limbal, dan
campuran 3 , 8 . Bentuk palpebra hampir terbatas pada konjungtiva tarsalis
superior dan terdapat cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang
lebih besar . Cobble stone ini dapat demikian berat sehingga timbul
pseudoptosis. Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat
disertai bintik-bintik yang sedikit menonjol keputihan dikenal sebagai
Horner-Trantas dot`s. Ini banyak terjadi pada anak-anak yang lebih
kecil. Penebalan konjungtiva palpebra superior akan menghasilkan
pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bisa dilepaskan
tanpa timbul perdarahan. Penebalan ini disertai pertumbuhan papil.
Papil akan tumbuh lebih besar secara perlahan, kemudian bersatu
menjadi papil raksasa. Jika semula hanya elevasi 0,l mm, dalam
perkembangannya papil dapat berbentuk deposit poligonal yang tidak
beraturan, berwarna merah muda keabuan, dan dapat mencapai diameter
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
8
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
7-8 mm. Papil yang besar memiliki puncak yang datar dan dipisahkan
satu dengan lainnya oleh celah-celah berisi mukus 1 2 .
Eksudat konjungtiva pada keratokonjungtivitis sangat spesifik,
berwarna putih susu kental, lengket, elastik, dan fibrinous. Peningkatan
sekresi mukus yang kental pada tear film dan adanya peningkatan
jumlah asam hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal
ini memberikan keluhan adanya sensasi seperti tali atau cacing pada
matanya.
Lesi limbal yang meluas ke tepi kornea akan menimbulkan keratitis
pungtata superfisialis. Pada yang lebih berat akan menjadi difus, dan
biasanya terletak setengah di bagian atas kornea. Kadang-kadang
epitelnya terkelupas, kemudian membentuk ulkus dwipihak tanpa
vaskularisasi. Ulkus ini mempunyai permukaan kasar keputihan dan
tampaknya berhenti pada m Bowman. Pada perkembangan selanjutnya,
bila sembuh akan menyisakan daerah oval abu-abu. Biasanya, dalam
keadaan ini terjadi keratokonus dan pada tahap akhir terjadi
keratoglobus 8 .
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan berupa kerokan konjungtiva
untuk mempelajari gambaran sitologi. Hasil pemeriksaan menunjukkan
banyak eosinofil dan granula-granula bebas eosinofilik. Di samping itu,
terdapat basofil dan granula basofilik bebas.
Diagnosis banding pada umumnya tidak sulit , kecuali yang dihadapi
penderita dewasa muda, karena mungkin suatu keratokonjungtivitis
atopik. Kelainan mata pada keratokonjungtivitis atopik berupa kelopak
mata yang tebal, likenisasi, konjungtiva hiperemi dan kemosis, disertai
papil-papil di konjungtiva tarsalis inferior. Kadang-kadang, papil ini
bisa besar mirip cobble stone , dan dapat dijumpai pada konjungtiva
tarsalis superior. Trantas dot’s juga bisa dijumpai pada atopik
meskipun tidak sesering pada konjungtivitis vernalis. Seperti pada
konjungtivitis vernalis, pada atopik bisa didapatkan keratitis epitel,
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
9
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
ulserasi, dan kekeruhan stroma. Pada atopik cepat terjadi
neovaskularisasi. Pada pemeriksaan kerokan konjungtiva jarang
dijumpai eosinoil dan tidak dijumpai granula-granula eosinofilik yang
bebas.
Selain keratokonjungtivitis atopik, perlu juga dipikirkan kemungkinan
adanya Giant Papillary Conjunctivitis pada pemakaian lensa kontak,
baik yang hard maupun yang soft. Gejalanya mulai dengan gatal
disertai banyak mukus serta timbulnya atau ditemukannya papil raksasa
di konjungtiva tarsalis superior. Kelainan ini dapat timbul baik satu
minggu sesudah pemakaian lensa kontak maupun setelah lama
pemakaian. Pada kelainan ini, t idak ada pengaruh musim. Pemeriksaan
sitologi hanya menunjukkan sedikit eosinofil. Dengan dilepasnya lensa
kontak, gejala-gejalanya akan berkurang. Konjungtivitis vernalis
kadang-kadang perlu didiagnosis banding dengan trakhoma stadium II
yang disertai folikel-folikel yang besar mirip cobble stone.
Gambar 1. Injeksi Konjungtiva
Gambar 2. Hiperemis dan keluar sekret pada konjungtiva forniks
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
10
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
Gambar 3. Cobble stone pada konjungtiva tarsal superior
Gambar 4 . Horner’s Trantas dot pada l imbus
Gambar 5. Kerati t is pungtata superficial
IV. Penatalaksanaan Keratokonjungtivitis Vernalis
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi
keratokonjungtivitis vernalis bertujuan mengidentifikasi alergen dan
bahkan bila mungkin mengeliminasi atau menghindarinya. Untuk itu,
anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tuanya akan dapat
membantu menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus
dihindari. Dengan demikian, penatalaksanaan pada pasien ini akan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
11
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
terbagi ke dalam tiga bentuk yang saling menunjang untuk dapat
memberikan hasil yang optimal. Ketiga bentuk penatalaksanaan
tersebut meliputi: (1) tindakan umum, (2) terapi medikasi, dan (3)
pembedahan.
1. Tindakan Umum
Dalam hal ini mencakup tindakan-tindakan konsultatif yang membantu
mengurangi keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis
tersebut di atas. Beberapa tindakan tersebut antara lain:
a. Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter;
b. Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga
membawa serbuksari;
c. Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi
kontak dengan alergen di udara terbuka. Pemakaian lensa kontak
justru harus dihindari karena lensa kontak akan membantu retensi
allergen;
d. Kompres dingin di daerah mata;
e. Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata
juga berfungsi protektif karena membantu menghalau allergen;
f. Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga
disebut sebagai climato-therapy 1 1 . Cara ini memang kurang
praktis, mengingat tingginya biaya yang dibutuhkan. Namun,
efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan sebagai
alternatif bila keadaan memungkinkan;
g. Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan,
karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-
mediator sel mast. Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang
pada akhirnya berpotensi ikut menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan
katarak.
2. Terapi Medik
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
12
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan
orangtua pasien tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini.
Jelaskan juga mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang
dapat timbul dari pengobatan yang ada, terutama dalam pemakaian
steroid. Salah satu faktor pertimbangan yang penting dalam mengambil
langkah untuk memberikan obat-obatan adalah eksudat yang kental dan
lengket pada keratokonjungtivitis vernalis, karena merupakan indikator
yang sensitif dari aktivitas penyakit, yang pada gilirannya akan
memainkan peran penting dalam timbulnya gejala. Untuk
menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10%--20% tetes mata. Dosisnya
tergantung pada kuantitas eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini,
larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada larutan 20%. Larutan
alkalin seperti 1-2% sodium karbonat monohidrat dapat membantu
melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif
sepenuhnya 4 .
Satunya-satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan
KKV adalah kortikosteroid, baik topikal maupun sistemik. Namun,
untuk pemakaian dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan
timbulnya risiko yang tidak diharapkan. Untuk KKV yang berat, bisa
diberikan steroid topikal prednisolone fosfat 1%, 6-8 kali sehari selama
satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai ke
dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Bila sudah
terdapat ulkus kornea maka kombinasi antibiotik steroid terbukti sangat
efektif. Pada kasus yang lebih parah, bisa juga digunakan steroid
sistemik seperti prednisolone asetat, prednisolone fosfat, atau
deksamethason fosfat 2--3 tablet 4 kali sehari selama 1--2 minggu. Satu
hal yang perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid
adalah "gunakan dosis serendah mungkin dan sesingkat mungkin" 1 0 .
Antihistamin, baik lokal maupun sistemik, dapat dipertimbangkan
sebagai pilihan lain, karena kemampuannya untuk mengurangi rasa
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
13
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
gatal yang dialami pasien. Apabila dikombinasi dengan
vasokonstriktor, dapat memberikan kontrol yang memadai pada kasus
yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan, menangguhkan
pemakaian steroid topikal. Suatu hal yang tidak disukai adalah efek
samping obat antihistamin, yaitu rasa ngantuk. Pada anak-anak, hal ini
dapat menganggu kinerja sehari-hari. Emedastine adalah antihistamin
paling poten yang tersedia di pasaran dengan kemampuan mencegah
sekresi sitokin. Sementara olopatadine yang dipasarkan sebagai
Patanol‚ juga merupakan antihistamin yang juga berfungsi sebagai
inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% pada kasus KKV terbukti bermanfaat karena
kemampuannya sebagai pengganti steroid bila pasien sudah dapat
dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan akan
pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel
mast, mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada
reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu menghambat pengikatan IgE
terhadap sel maupun interaksi sel – IgE dengan antigen spesifik 1 3 . Titik
tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada
membran sel serta menghambat pelepasan histamin dari sel mast dengan
cara mengatur fosforilasi . Menurut Iwasaki et al, sodium kromolin
cukup toleran terhadap pasien pengguna lensa kontak dan tidak terjadi
kumulasi pada lensa kontak lunak 1 4 .
Lodoksamid 0,l% terbukti bermanfaat karena aktivitas antialergi yang
akan mengurangi infiltrat radang, terutama eosinofil dalam
konjungtiva. Lodoksamid digolongkan sebagai stabilasator sel mast.
Bila dibandingkan, sodium kromolin lodoksamid lebih unggul karena
pengikatan terhadap CD4 ( + ) cells lebih kuat 1 5 .
Levokabastin tetes mata merupakan suatu H1 antihistamin yang spesifik
dan sangat poten terhadap konjungtivitis vernalis. Menurut Richard et
al, dengan membandingkan antara lodoksamid dengan levokabastin
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
14
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
ternyata khasiatnya cukup seimbang, dan simptom KKV hilang dalam
14 hari 1 6 .
Studi klinik dan imunohistokimia telah dilakukan oleh Bayoumi et al,
tentang penggunaan siklosporin A2% untuk 30 kasus KKV. Studi ini
dibedakan atas 3 kelompok. Kelompok I mendapat siklosporin A 2%;
kelompok II mendapat steroid tetes mata; dan kelompok III
mendapatkan keduanya. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi
steroid dan siklosporin merupakan yang terbaik, terbukti adanya
penurunan MHC+ cell, IgA stroma, dan IgG sel plasma 1 7 . Disebutkan
pula bahwa papil-papil besar mulai menghilang pada minggu ketiga
pasca pengobatan dengan siklosporin A topikal.
Pada pasien-pasien yang tidak kooperatif, perlu dilakukan injeksi
steroid supratarsal 0,5 ml triamsinolon asetonid (40 mg/ml) 1 3 . Hal
tersebut untuk menjaga kesinambungan pengobatan. Injeksi steroid ini
dapat berefek dalam l bulan.
3. Terapi Pembedahan
Ulkus kornea yang terjadi pada KKV biasanya ringan, tetapi apabila
tidak sembuh dengan antibiotik dan steroid topikal maupun terapi
konservatif lainnya bisa dicoba dilakukan transplantasi membran
amnion. Membran amnion mampu memacu epitelisasi kornea.
Transplantasi membran amnion dianjurkan pada kasus-kasus ulkus
kornea yang berat 1 8 . Beberapa kasus steroid glaukoma pada penderita
KKV yang tidak membaik dengan penghentian steroid maupun dengan
terapi medikasi sebaiknya dilakukan trabekulektomi.
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi, dan diatermi pada papil
raksasa konjungtiva tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat
banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif, karena dalam waktu
dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan telah dicoba
dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih membran
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
15
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
mukosa pada kasus KKV tipe palpebra yang parah perlu
dipertimbangkan 8 . Akhirnya, sekali lagi perlu ditekankan bahwa KKV
biasanya berlangsung selama 4-6 tahun dan bisa sembuh sendiri apabila
anak sudah dewasa.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
16
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
KESIMPULAN
Penatalaksanaan KKV tergantung pada berat ringanya gejala klinik.
Pada kasus ringan sampai sedang, cukup diberikan anti histamin topikal
dan dapat ditambahkan vaso kontriktor, kemudian dilanjutkan dengan
stabilasator sel mast. Pada kasus yang berat, perlu diawali dengan
pemberian steroid topikal yang sering. Apabila sudah membaik, dalam
waktu l minggu harus diganti dengan stabilisator sel mast. Pada kasus
yang berat bisa dikombinasi steroid topikal, nonsteroid topikal, dan
antihistamin. Mengingat seringnya timbul kekambuhan, harus dihindari
penggunaan steroid jangka lama.
Perlu diberi pengertian kepada orangtua pasien bahwa penyakit KKV
itu tidak berbahaya, dan bisa sembuh sendiri apabila telah berumur 20
tahun. Pemeriksaan secara rutin setiap 6 bulan diperlukan guna
mengetahui kemungkinan adanya komplikasi penyakit atau mungkin
adanya efek samping pengobatan. Pemeriksaan tekanan intraokuler
pada penderita KKV perlu dilakukan secara rutin, mengingat banyaknya
kasus steroid glaukoma pada penderita KKV.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
17
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
DAFTAR PUSTAKA
1. Smolin G, and O`Connor GR, Ocular Immunology , 2nd ed., Little
Brown Co, Boston, l986.
2. Bloomfield S and Theodore F, The conjunctivitis in Clinical
Immunology of the Eye , William Wilkins, Baltimore, l983.
3. Abilson B and Albert DM , Allergic and Toxic Reaction in
Jacobiec FA(ed): Principles and Practice of Ophthalmology Vol
5, first ed.,WB Saunders Co, Philadelphia, l994.
4. Smith JS , Eye diseases in hot climate , 2nd ed, Butterworth and
Co, London, l990.
5. Lambiase J, Boriani S, Increased plasma level of Substance p in
Vernal Keratoconjunctivitis , Invest Ophthalmol and Vis
Sci, Sept, l997, 2161-4.
6. Mendicuale J, Aranzaski C, Topical cyclosporine A 2% in the
treatment of VKC, Eye l997(ll):75-8.
7. Doshler N and Reid TN, Immune histochemical evidence that
human pterygia originate from an invasion of Vinentia
expressing altered limbal epithelial basal cells, Curr Eye
Res l994, l3:473-81.
8. Bacon AS and McGill JL, Adhesion moleculer and relationship to
leucocyte level in allergic eye disease, Invest Vis Sci l998(39):2.
9. Allansmith MR, The Eye and Immunology , first ed, The CV
Mosby Co, Toronto, l982
10. Wang K, Yang S, Clinicopathology in VKC , Abstract XII
Afro-Asian Congress Ophthalmology, E 182, Nov ll-l5, 2000,
Guang Zhou, China.
11. Abu el asrar AM and Tabbara KF, Adhesion Molecules in
VKC, Br J Ophthalmol , l997(8l):l099-ll06.
12. AAO Foundation, External Eye Diseases and Cornea in
Basic and Clinical Science Course, American Academy of
Ophthalmology, Section 8, l997-l998.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
18
Keratokonjungtivitis Vernalis - Franscisca Dini 406111008
13. AAO Foundation, External Eye Diseases and Cornea in
Basic and Clinical Science Course, American Academy of
Ophthalmology, Section 8, 2000-200l.
14. Iwasaki N, Kosala Y, Momose T, Yasuda T, Absorption of
Topical Disodium Cromoglycate and its preservatives by soft
contacty lens, CLA Ophthalmol Japan , l998, l4(3):l55-8.
15. Avunduk AM, Avunduk MC, Kepicioglu Z, Mechanical and
Comparison of antialllergic efficacy of topical Lodoxamide and
cromolyn sodium in VKC, Ophthalmology , 2000,l07(7):1333-7.
16. Richard C, Tringuand C, Block-Michel E, Comparison of
Topical 0.05% Levocabastine and 0.l% Lodoxamide in patients
with Allergic Conjunctivitis, Eur J Ophthalmol , l998, 8(4):207-
16.
17. Bayoumi MY, Bayoumi AY, Eld-Dui MS, El-Din
MA, Topical Cyclosporine A in VKC: Clinical and Immune
Histochemical Study , Abstract XII Afro-Asian Congress of
Ophthalmology, E 56, Nov ll-l5, 2000, Guang Zhou, China.
18. Kazuomi H, Shimazaki J, Shimmura S, and Tsubota K,
Multilayered Amniotic Membrane Transplantation for Severe
Ulceration of the Cornea and Sclera, Am J Ophthalmol ,
200l,131(3):324-3l.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Mata RSUD Ciawi3 September 2012 – 6 Oktober 2012
19