cyclosporin 0,05% tetes untuk terapi infiltrat subepitel setelah infeksi keratokonjungtivitis...

21
1 BAB I PENDAHULUAN Abstrak A. Latar Belakang Untuk mengevaluasi pengobatan cyclosporin A topikal 0,05% (CsA) pada pasien subepithelial corneal infiltrat (SEI). B. Metode Kami memeriksa 16 pasien (22 mata) sebelum dan sesudah pengobatan dengan 0,05% tetes mata CSA. Semua pasien telah diobati sebelumnya dengan kortikosteroid topikal tanpa perbaikan apapun dan juga mereka harus menghentikan obat lainnya yang dapat meningkatkan tekanan intraokular. Data objektif yang dicatat antara lain Best- Corrected Visual Acuity (BCVA), evaluasi Corneal Subepithelial Infiltrate Scores (CSIS), TIO sebelum perawatan dan terakhir saat follow-up terakhir. C. Hasil

Upload: zul-achmad-fauzan-lubis

Post on 07-Feb-2016

48 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Cyclosporin 0,05% Tetes Untuk Terapi Infiltrat Subepitel Setelah Infeksi Keratokonjungtivitis Epidemi

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

Abstrak

A. Latar Belakang

Untuk mengevaluasi pengobatan cyclosporin A topikal 0,05% (CsA) pada

pasien subepithelial corneal infiltrat (SEI).

B. Metode

Kami memeriksa 16 pasien (22 mata) sebelum dan sesudah pengobatan

dengan 0,05% tetes mata CSA. Semua pasien telah diobati sebelumnya dengan

kortikosteroid topikal tanpa perbaikan apapun dan juga mereka harus menghentikan

obat lainnya yang dapat meningkatkan tekanan intraokular. Data objektif yang dicatat

antara lain Best-Corrected Visual Acuity (BCVA), evaluasi Corneal Subepithelial

Infiltrate Scores (CSIS), TIO sebelum perawatan dan terakhir saat follow-up terakhir.

C. Hasil

Enam laki-laki (37,5%) dan 10 perempuan (62,5%), umur rata - rata 35,2 ±

16,6 tahun dimasukkan dalam penelitian. Durasi rata – rata penggunaan CSA topikal

adalah 5,1 ± 3,5 bulan (1-13 bulan). Rata – rata waktu follow up pasien adalah 9,2 ±

4,7 bulan (4-22 bulan). Satu pasien, meskipun ia tidak memiliki skala 0 SCIS, tidak

muncul untuk follow up setelah enam bulan. Rata - rata BCVA (logaritma dari sudut

minimum resolusi) sebelum dan setelah perawatan masing- masing 0,15 ± 0,15 dan

0,07 ± 0,07, CSIS masing-masing 1,68 ± 0,89 dan 0,23 ± 0,53, TIO masing 18,50 ±

3,82 dan 16,86 ± 2,76 mmHg. Ada perbaikan yang signifikan secara statistik dalam

BCVA (p = 0,002), pengurangan CSIS (p = 0,002) dan pengurangan TIO (p <0,001)

2

sebelum pengobatan dan follow up terkhir. 18 mata (81,9%) menunjukkan perbaikan

klinis dan 4 (18,1%) mengalami penurunan SEI yang tidak sepenuhnya hilang selama

masa pengobatan. Mata yang mencapai skor CSIS 0 (18 mata) diobati dengan CSA

untuk 1-13 bulan, sedangkan mata yang mengalami perbaikan klinis tetapi CSIS skor

belum mencapai 0 (4 mata) memutuskan untuk menghentikan pengobatan CSA di

follow-up. Adanya kekambuhan di 2 mata pada 3 bulan setelah perawatan. Pasien

melaporkan penurunan keparahan gejala setelah pengobatan. Sebagian besar pasien

melaporkan tidak ada sensasi benda asing, silau, atau efek samping lain dengan

pengobatan topikal CSA. Secara keseluruhan, pasien melaporkan peningkatan

penglihatan dan kepuasan dengan 0,05% pengobatan topikal CSA.

D. Kesimpulan

CSA topikal 0,05% adalah pengobatan alternatif yang aman dan efektif pada pasien

dengan SEI yang tidak merespon terapi lainnya atau memiliki efek samping yang

tidak diinginkan dari steroid topikal.

3

BAB II

ISI JURNAL

A. Latar Belakang

Keratokunjungtivitis Epidemi (EKC) adalah salah satu infeksi virus mata yang

paling sering disebabkan oleh adenovirus. Famili adenovirus terdiri dari serotipe yang

berbeda. Serotipe 8, 11, 19 dan 37 bertanggung jawab atas EKC dan diketahui bahwa

serotipe 8 dan 19 penyebab epidemi utama. Penyakit ini menunjukkan gejalanya

setelah masa inkubasi yang biasanya membutuhkan waktu 2 sampai 14 hari.

Gabungan papil dan folikel memberikan respon pada konjungtiva, sakit mata, mata

terbakar, mata gatal, hiperemia yang menyebar, kemosis, pengeluaran serosa dan

ipsilateral limfadenopati periauricular dapat dilihat selama perjalanan penyakit. Pada

sekitar 80% kasus, keratitis dalam bentuk keratititis punctata superficial yang difus,

keratitis fokal epitel punctata, dan infiltrat subepitel (SEI) akan diikuti konjungtivitis

dengan cara 1 sampai 3 minggu. Infiltrat subepitel adalah lesi kecil, bulat dan

berwarna keabu-abuan. Mereka terdiri dari residu antigen dan akumulasi limfosit

melekat pada permukaan sel stroma. Lesi menghilang tanpa menyebabkan jaringan

parut atau neovaskularisasi. Mereka biasanya bilateral dan sering asimetris. Mereka

mungkin tetap aktif di kornea selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, atau

mereka dapat menyebabkan gejala akut seperti penurunan ketajaman visual, halo,

silau, dan fotofobia. Kortikosteroid topikal dapat menekan gejala dan temuan EKC,

namun karena penggunaan jangka panjang obat ini akan menimbulkan masalah

seperti katarak, glaukoma, dan kecenderungan untuk infeksi yang hebat dapat terjadi.

4

Ada laporan yang menunjukkan efikasi CSA topikal (dengan konsentrasi 1%

dan 2%) pada fase akut infeksi adenoviral dalam terapi gejala lokal awal dan dalam

mengurangi kejadian kekeruhan kornea dan dalam terapi infiltrat subepitel aktif

selama fase kronis. Namun, belum ada penelitian rinci dilakukan dengan topikal

0,05% CSA dalam terapi infiltrat subepitel kornea. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menilai efisiensi topikal 0,05% CSA dalam mengobati infiltrat subepitel kornea

yang telah berlangsung selama lebih dari tiga bulan pada pasien dengan adenoviral

epidemi keratoconjunctivitis.

B. Metode

Penelitian ini dilakukan pada 22 mata di 16 pasien yang dirujuk ke klinik kami

antara tanggal September 2007 dan Oktober 2011, dan yang memiliki infiltrat

subepitel berikut epidemi keratoconjunctivitis yang berlangsung lebih dari tiga bulan

dan yang tidak mengalami perbaikan dengan kortikosteroid topikal atau diantaranya 3

dari kortikosteroid dihentikan karena efek samping dan 0,05% CSA topikal dimulai.

Usia, jenis kelamin, mata yang terkena, pengukuran BCVA (logaritma minimum

sudut resolusi [LogMAR]) sebelum dan setelah perawatan, pengukuran TIO (dengan

tonometers nonkontak) dicatat dan pemeriksaan rinci terhadap segmen anterior

biomicroscopic dilakukan. Kortikosteroid yang digunakan, rata – rata penggunaan

kortikosteroid, jangka waktu pengunaan CSA topikal 0,05% dan median jangka

waktu follow up dicatat. Cornea Subepitelial Infiltrate Score (CSIS) yang bervariasi

antara 0 dan 4 yang disesuaikan dengan jumlah SEI terlihat pada pemeriksaan

biomicroscopic (0: tidak ada infiltrasi, 1: 1-5, 2: 6 - 10, 3: 11 - 15, 4 : lebih dari 16

infiltrat). Semua pasien diobati dengan topikal 0,05% CSA selama satu bulan sebagai

berikut: 4 kali sehari topikal 0,05% CSA, di samping kortikosteroid topikal yang

mereka gunakan selama 15 hari pertama, dan kemudian CSA topikal 0,05% 2 kali

5

sehari setelah kortikosteroid topikal dihentikan. Pada akhir bulan pertama, pengobatan

dihentikan pada pasien dengan CSIS 0 dan monitorisasi pasien dimulai. Pada pasien

dengan CSIS selain 0 dilanjutkan pada terapi CSA 0,05% topikal baik sekali sehari

atau sekali dalam setiap hari sesuai dengan intensitas gejala dan hasil pemeriksaan

klinis.

Semua analisis dilakukan oleh SPSS 17.0. Wilcoxon signed rank test

digunakan untuk analisis statistik dan nilai-nilai p <0,05 dianggap signifikan.

Persetujuan Gaziantep Universitas Komite Etik dan bentuk informed consent dari

peserta tercapai.

C. Hasil

Dua puluh dua mata dari enam belas pasien dilibatkan dalam penelitian ini,6

(37,5%) adalah laki-laki dan 10 (62,5%) adalah perempuan. Usia rata-rata pasien

adalah 35,2 ± 16,6 tahun (13-75 tahun). Infiltrat subepitel yang terletak di mata kanan

pada 14 pasien sedangkan 8 pasien memiliki infiltrat di mata kiri. Sebelum

pengobatan, BCVA adalah 0.00 LogMAR di 10 mata dan ada berbagai tingkat

penurunan penglihatan di 12 mata dengan nilai-nilai 0,40-0,10 logMAR. Sebelum

terapi, tekanan intraokular rata - rata tercatat menjadi 18,50 ± 3,82 mmHg (11-26

mmHg), dan skor rata-rata CSIS adalah 1,68 ± 0,89 (Tabel 1). Durasi rata-rata

penggunaan kortikosteroid pasien adalah 6,7 ± 3,9 bulan (3-14 bulan). Terapi

Fluorometholon dilakukan pada sebelas mata, Loteprednol etabonate sembilan mata

dan Prednisolon asetat pada dua mata. Sebelum menerima terapi topikal CSA, 8 mata

pada 7 pasien berada di terapi anti - glaukoma. Setelah bulan pertama, skala CSIS

ditemukan 0 di semua delapan mata. Pada pasien ini, pengobatan dihentikan dan

follow up dari pasien dimulai setelah interval waktu ini. Tidak ada kekambuhan

selama masa follow up dalam delapan mata. Pada 14 mata, pengobatan CSA topikal

6

0,05% satu kali per hari atau satu setiap hari dilanjutkan tergantung pada gejala

subjektif dari pasien (halo, silau dan fotofobia dan lain - lain) dan temuan

pemeriksaan(BCVA, CSIS). Satu mata dengan skala CSIS 2, dua mata dengan skala

CSIS 3 dan satu mata dengan skala CSIS 4 di awal, tidak kembali ke 0 meskipun

dalam pengobatan. Rata-rata durasi penggunaan topikal CSA pasien adalah 5,1 ± 3,5

bulan (1-13 bulan). Rata-rata waktu follow up pasien adalah 9,2 ± 4,7 bulan (4-22

bulan). Satu pasien, meskipun tidak memiliki skala CSIS 0, tidak muncul untuk

follow up pemeriksaan setelah enam bulan. Dalam kontrol terakhir, rata - rata BCVA

tercatat menjadi 0,07 ± 0,07, sedangkan TIO adalah 16.86 ± 2.76 mmHg dan CSIS

adalah 0. 23 ± 0,53, masing-masing. Ketika nilai rata – rata BCVA, CSIS dan TIO

sebelum terapi dan kontrol terakhir dibandingkan, ada perbedaan signifikan secara

statistik [masing-masing (p = 0,002), (p = 0,002), (p <0,001),]. Dalam pemeriksaan

terakhir, gejala seperti silau, fotofobia dan ketidaknyamanan pada mata yang terdapat

dalam 18 mata (81,8%) telah teratasi. Pada 4 mata (18,2%), gejala seperti infiltrat

subepitel, fotofobia dan silau masih ditemukan. Tidak ada mata yang mendapat terapi

anti-glaukoma selama pemeriksaan terakhir. Rata-rata setelah penghentian

pengobatan adalah dalam periode 4,1 ± 2,6 bulan (0-12 bulan), pada akhir bulan

pertama penghentian CSA tidak ada kekambuhan yang ditemukan pada delapan mata

namun tiga bulan setelah penghentian obat kekambuhan itu ditemukan dalam dua

mata yang masing – masing menggunakan CSA untuk 7 dan 8 bulan masing-masing.

Pada 16 dari 18 mata yang bebas dari infiltrat subepitel tidak kambuh.

7

8

D. Diksusi

Keratoconjunctivitis Epidemi (EKC) dapat menimbulkan gejala seperti

kemosis, sakit mata, gatal, hiperemia, fotofobia dan pembengkakan kelopak mata

yang dapat memiliki efek negatif pada kehidupan sehari-hari. Pada sekitar 80%

pasien, keratitis dengan infiltrat subepitel (SEI) dapat terjadi konjungtivitis. SEI bisa

mengakibatkan penurunan ketajaman visual, halo, astigmatisma irreguler dan

fotofobia. Beberapa studi melaporkan bahwa penurunan ketajaman visual yang

disebabkan oleh SEI dapat sembuh dalam hitungan minggu dan dapat juga bertahan

selama bertahun-tahun dalam beberapa kasus. Pada infeksi adenovirus okular, obat

antivirus seperti trifluridine, vidarabine dan gansiklovir telah dicoba tapi tidak ada

yang ditemukan efektif dalam pengobatan. Dilaporkan bahwa penggunaan

kortikosteroid jangka panjang pada infeksi adenovirus memang efektif tetapi dapat

menyebabkan katarak, glaukoma dan infeksi yang hebat.

Studi ini terdiri dari pasien yang tidak memiliki regresi di SEI meskipun

penggunaan kortikosteroid dari 3-14 bulan (rata-rata 6,7 ± 3,9 bulan) dan mereka

yang harus menghentikan kortikosteroid karena tekanan intraokular karena 5

penggunaan jangka panjang. Ditemukan peningkatan tekanan intraokular yang cukup

9

untuk menyebabkan berbagai penurunan visus dalam dua belas mata dengan nilai

0,40-0,10 logMAR dan terapi anti glaukoma dimulai pada 8 mata.

Dilaporkan bahwa CSA topikal berperan dalam penghambatan proliferasi

limfosit T dan aktivasi dan supresi peradangan pada permukaan lakrimal kelenjar

mata. Dilaporkan dalam literatur bahwa CSA topikal efektif dalam berbagai

konsentrasi pada kasus peradangan mata seperti keratokonjungtivitis vernal, keratitis

ulseratif karena rheumatoid arthritis, Thygeson keratitis pungtata, uveitis anterior,

penolakan kornea graft, superior keratokonjungtivitis limbik, penyakit graft versus

host , keratitis mikotik, sindrom Cogan, penyakit Behçet, herpetic keratitis stroma,

Ulkus Mooren dan keratoconjunctivitis atopik. CSA Topikal 0,05% digunakan dalam

pengobatan sindrom mata kering, meminimalkan risiko kekambuhan setelah operasi

pterygium, pengobatan penyakit mata graft-versus host dan pengobatan disfungsi

kelenjar meibom, berhasil tanpa efek samping sistemik atau mata. Dalam penelitian

ini, ada perbaikan dalam tanda-tanda dan gejala yang disebabkan oleh SEI, yang

berkembang setelah infeksi EKC, dengan menggunakan CSA topikal 0,05% dan tidak

ada efek samping sistemik atau mata yang ditemukan.

Dalam penelitian yang dilakukan dengan menggunakan CSA topikal dalam

pengobatan infeksi adenovirus akut dan kronis, dilaporkan bahwa CSA efektif dalam

konsentrasi 1% dan 2% dan bahwa SEI benar - benar dihapuskan atau berkurang

setelah terapi 3 sampai 4 minggu. Setelah terapi CSA 0,05% topikal, satu bulan

diamati bahwa pada 8 (36,3%) mata SEI benar-benar dibersihkan, dan dalam 10 mata

(45,45%) hasil ini dicapai di kunjungan akhir follow up. Dalam sisa 4 mata (18,2%)

mereka tidak benar - benar hilang tetapi menurun jumlahnya. Pengobatan dihentikan

pada mata tanpa SEI yang tersisa, dan dilanjutkan dengan dosis sekali sehari atau

sekali dalam setiap hari dalam mata yang masih memiliki SEI.

10

Jeng dan kawan - kawan telah melaporkan bahwa dosis tunggal per hari atau

setiap hari dari 1% atau 0,05% pengobatan topikal CSA mengikuti terapi awal CSA

1% topikal dan steroid selama satu bulan efektif dalam pengobatan SEI. Rata-rata

pasien menggunakan CSA topikal 0,05% adalah 5,1 ± 3,5 bulan (1-13 bulan), dan

waktu follow up adalah 9,2 ± 4,7 bulan (4-22 bulan). Peningkatan ketajaman visual,

penurunan nilai CSIS dan tekanan intraokular di follow up akhir adalah signifikan.

Tidak ada pasien yang memakai antiglaukoma. Dalam follow up akhir, 18 mata dari

22 mata (81,8%) memiliki skor CSIS 0, dan 4 (18,2%) mata mengalami penurunan

dalam jumlah SEI. Ada 2 kekambuhan dari 18 mata (11%) setelah terapi dihentikan.

Reinhart dan kawan - kawan telah melaporkan bahwa ada perbaikan dan

penurunan jumlah SEI dalam 48 mata dari 70 mata yang memiliki SEI setelah infeksi

EKC setelah terapi dengan 2% CSA topikal, dan tidak ada kekambuhan setelah terapi

dihentikan. Dalam literatur, telah dilaporkan bahwa CSA topikal 1% ditoleransi

dengan baik dan tidak menimbulkan efek samping sistemik dalam follow up jangka

panjang. Romanowski dan kawan - kawan melaporkan bahwa dalam percobaan 0,5%

dan 2% perawatan CSA topikal efektif dalam mengurangi jumlah SEI, namun

penelitian ini menyebutkan bahwa agen ini bisa memfasilitasi risiko endemi dengan

meningkatkan replikasi virus.

Ketika studi dalam literatur dianalisis, diamati bahwa CSA topikal berbagai

konsentrasi antara 0,5-2% digunakan dalam penghambatan proliferasi limfosit T dan

aktivasi dan memberantas gejala dan meminimalkan kekambuhan dari SEI pada

infeksi akut adenoviral. Pada fase kronis, dilaporkan dapat menjadi pengobatan yang

efektif dan aman pada SEI dan meminimalkan risiko kekambuhan. Namun, tidak ada

penelitian rinci mengenai terapi infiltrasi subepitel kornea dengan konsentrasi lebih

rendah dari topikal 0,05% CSA.

11

Dalam studi ini, kami memiliki dua kasus berulang (11,12%) yang diobati

dengan CSA topikal untuk 4 dan 8 bulan. Sementara waktu perawatan rata-rata untuk

semua mata adalah 5,1 ± 3,5 bulan. Setelah 9,2 ± 4,7 bulan (4-22 bulan) pengobatan,

hanya 2 mata (kekambuhan pada dua mata terlihat di bulan ke-3) dari 18 mata yang

terdeteksi sebagai kekambuhan. Pada 16 dari 18 mata, yang bebas dari infiltrat

subepitel, tidak mengalami kekambuhan. Adapun dari pengalaman kami, pengobatan

SEI dengan menggunakan CSA harus dilanjutkan sampai CSIS 0. Namun, apakah SEI

akan kambuh setelah pengobatan atau kapan akan kambuh tidak dapat diramalkan.

Oleh karena itu, durasi kunjungan untuk follow up harus selama mungkin. Penelitian

lebih lanjut mengenai durasi follow up yang ideal setelah pengobatan CSA harus

terjamin. Sejumlah kecil pasien, tidak adanya kelompok kontrol, dan desain

retrospektif penelitian tampaknya menjadi keterbatasan penelitian ini. Untuk

pengobatan perkembangan SEI setelah EKC, dua metode pengobatan yang berbeda

digunakan yang terbukti efisien adalah korticosteroid topikal dan CSA topikal.

Karena kelompok pasien terdiri dari pasien yang tidak mendapatkan manfaat minimal

sejak 3 bulan pengobatan dengan kortikosteroid topikal atau yang menimbulkan efek

samping terkait steroid, pengobatan saat ini tidak dapat dilanjutkan. Karena gejala

klinis pasien mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka, kelompok kontrol yang

akan diobati dengan plasebo tidak dapat diciptakan. Namun, kesulitan membangun

kelompok kontrol pada kasus dengan infiltrat subepitel yang tidak menunjukkan

perbaikan gejala dan temuan setelah pengobatan 3 bulan dengan kortikosteroid harus

dipertimbangkan. Di sisi lain, dokter harus memilih dan menerapkan strategi

pengobatan yang paling dapat diandalkan untuk menyelesaikan keluhan pasien dan

meningkatkan hasil klinis untuk SEI. Karena data kami diperoleh tanpa kelompok

12

kontrol, kita tidak bisa menyelesaikan kemungkinan remisi spontan SEI sebagai

proses alami penyakit dalam penelitian ini.

Sebuah studi kontrol CsA topikal 0,05% pada subjek manusia dengan populasi

yang lebih besar dapat menjelaskan dengan lebih baik proses alami dan efek dari

pengobatan kelainan ini. Sebagai pendekatan alternatif, perbedaan konsenterasi dari

CsA dapat dibandingkan dengan mengunakan kelompok pengobatan untuk penelitian

yang akan datang.

E. Kesimpulan

Sebagai hasil, peneliti menyimpulkan bahwa CsA topikal 0,05% adalah

pilihan yang aman dan efektif dalam menanggulangi gejala infeksi adenovirus dan

dalam terapi dengan kasus resistensi steroid SEI setelah infeksi kronik adenovirus.

13

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada jurnal ini didapatkan kesimpulan bahwa CsA topikal 0,05% adalah

pilihan yang aman dan efektif dalam menanggulangi gejala infeksi adenovirus dan

dalam terapi dengan kasus resistensi steroid SEI setelah infeksi kronik adenovirus.

Dua pilihan obat yang dapat dipakai sebagai terapi SEI setelah EKC adalah CsA

topikal dan Kortikosteroid topikal namun di sisi lain, dokter harus memilih dan

menerapkan strategi pengobatan yang paling dapat diandalkan untuk menyelesaikan

keluhan pasien dan meningkatkan hasil klinis untuk SEI.

B. Saran

Sebuah studi kontrol CsA topikal 0,05% pada subjek manusia dengan populasi

yang lebih besar dapat menjelaskan dengan lebih baik proses alami dan efek dari

pengobatan kelainan ini. Sebagai pendekatan alternatif, perbedaan konsenterasi dari

CsA dapat dibandingkan dengan mengunakan kelompok pengobatan untuk penelitian

yang akan datang.