referat kecil n.ii
DESCRIPTION
hhTRANSCRIPT
Referat Kecil
NERVUS OPTIKUS
Disusun oleh:
Riani Mirsa
0808113130
Pembimbing:
dr. AMSAR AT, Sp.S
Bagian Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Riau
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Achmad Pekanbaru
2014
0
NERVUS OPTIKUS
I. Anatomi
Retina merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir yang terdiri dari
lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan
tampak sederhana apabila dibandingkan dengan struktur lainnya misalnya korteks
serebrum, retina memiliki daya pengolahan yang sangat canggih.1
Retina adalah suatu reseptor permukaan untuk informasi visual. Retina
berfungsi menerima cahaya dan merubahnya menjadi sinyal fotokimia, untuk
selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina terdiri dari 3 macam sel
saraf (neuron), yaitu sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor (batang dan
kerucut), sel bipolar, serta sel ganglion. Sel batang bertanggungjawab untuk
penglihatan pada daerah kurang cahaya dan sel kerucut bertanggungjawab untuk
penglihatan pada daerah cukup cahaya dan warna (gambar 1). 2,3
Gambar 1. Lapisan neuron pada retina1
1
Cahaya yang masuk ke mata diubah menjadi sinyal elektrik di retina.
Cahaya tersebut mencetuskan reaksi fotokimiawi di sel batang dan kerucut, yang
mengakibatkan pembentukan impuls yang akhirnya dihantarkan ke korteks
visual.1,2 Sel-sel bipolar retina menerima input pada dendritnya dari sel batang dan
kerucut, kemudian menghantarkan impuls lebih jauh ke arah sentral pada lapisan
sel ganglion. Akson panjang sel ganglion melewati papilla optika (diskus nervi
optica) dan meninggalkan mata sebagai nervus optikus, yang mengandung sekitar
1 juta serabut. Pada bagian tengah kaput nervus optikus tersebut keluar cabang-
cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari A. oftalmika.2
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di
depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal
dari masing-masing mata akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut
temporal mata yang lain membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan
untuk ke korpus genikulatum lateral dan nucleus pretektalis (gambar 2).2,4
Gambar 2. Perjalanan serabut saraf nervus optikus (tampak basal)2,5
2
Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan
jaras visual sedangkan serabut saraf yang berakhir di nukleus pretektalis di batang
otak menghantarkan impuls visual (saraf afferent) yang membangkitkan refleks
visual seperti refleks pupil.2,4 Selanjutnya, dari korpus genikulatum lateral, jaras
visual terus melalui traktus genikulokalkarina (radiasio optik) ke korteks visual.
Daerah berakhirnya serabut di korteks disebut korteks striatum (area 17/area
Brodmann). Ini merupakan pusat persepsi cahaya. Di sekitar area 17, terdapat area
yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area 18 dan 19.4,6
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang
membawa impuls penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic
radiation) atau traktus genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus
kalkarina. Korteks penglihatan primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a.
kalkarina yang merupakan cabang dari a. serebri posterior. Serabut yang berasal
dari bagian parietal korpus genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang
bawah sedangkan serabut yang berasal dari temporal membawa impuls dari
lapang pandang atas (gambar 3).2,5
Gambar 3. Radiatio optika2
3
Untuk serabut yang mengurus refleks pupil, dari nukleus pretektalis,
kemudian bersinaps dengan neuron berikutnya yang mengirimkan serabut ke
nucleus Edinger Westphal sisi yang sama dan sisi kontralateral. Dari sini rangsang
kemudian diteruskan melalui nervus okulomotorius ke sfingter pupil (gambar 4).6,7
Gambar 4. Jaras refleks pupil7
II. Pemeriksaan Sistem Visual
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain:6,7
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan funduskopi
5. Pengenalan warna
Apabila pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan
nervus optikus dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka
dilakukan pemeriksaan visus dan lapang pandang secara kasar, tetapi apabila
4
dicurigai adanya gangguan, maka dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, dan
juga dilakukan pemeriksaan funduskopi.6
1. Pemeriksaan visus
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen (gambar 5)
pada jarak 6 meter. Kartu Snellen berisi huruf-huruf yang disusun semakin ke
bawah semakin kecil. Pada orang normal, kartu Snellen dapat dibaca dalam jarak
6 meter pada baris yang telah disepakati untuk visus 6/6. Masing-masing mata
diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk
menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi (gambar 6).6
Gambar 5 dan 6. Kartu Snellen dan pemeriksaan visus menggunakan pinhole 6
5
Cara pemeriksaan visus dengan kartu Snellen adalah:6
1. Pasien disuruh membaca kartu Snellen dari jarak 6 meter.
2. Kemudian ditentukan sampai barisan mana dapat dibaca oleh pasien.
3. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman
penglihatannya adalah normal (6/6).
4. Apabila tidak 6/6 maka visusnya tidak normal dan hal ini dinyatakan dengan
menggunakan pecahan, misalnya 6/18, ini berarti bahwa orang normal bisa
membaca dalam jarak 18 meter sedangkan ia hanya bisa membaca dalam jarak
6 meter.
Selain menggunakan kartu Snellen, pemeriksaan visus juga dapat
dilakukan dengan menggunakan:6
1) Hitung jari tangan
Normal jari tangan bisa dihitung pada jarak 60 meter. Bila seseorang tidak
dapat menghitung jari tangan pada jarak 3 meter tetapi bisa menghitung
pada jarak 2 meter maka visusnya 2/60.
2) Gerakan tangan
Normal gerakan tangan bisa dilihat pada jarak 300 meter. Bila seseorang
tidak dapat melihat gerakan tangan pada jarak 2 meter tetapi bisa melihat
pada jarak 1 meter berarti visusnya 1/300.
2. Pemeriksaan reflek pupil
Pemeriksaan refleks pupil atau refleks cahaya terdiri dari reaksi cahaya
langsung dan tidak langsung (konsensual). Refleks cahaya langsung maksudnya
adalah mengecilnya pupil (miosis) pada mata yang disinari cahaya. Sedangkan
refleks cahaya tidak langsung atau konsensual adalah mengecilnya pupil pada
mata yang tidak disinari cahaya.6
Jika cahaya jatuh pada retina maka terjadi perubahan diameter pupil.
Reflek cahaya pupil mempunyai pengaruh yang sama seeprti pengaturan
diafragma otomatis dari kamera fotografik yaitu melindungi retina dan
fotoreseptornya melawan pemaparan terhadap cahaya yang berlebihan, serta
mempertajam bayangan obyek yang terlihat, yang diproyeksikan pada retina.
6
Serat aferen dari arkus reflek menyertai saraf dan traktus optikus lalu
kemudian meninggalkan traktus dekat korpus genikulatum lateral sebagai berkas
medial yang berlanjut ke arah kolikulus superior dan berakhir pada nukleus area
pretektal. Neuron interkalasi berhubungan dengan nukleus Edinger-Westphal
parasimpatik atau nukleus asesorius otonom dari kedua sisi menyebabkan reflek
cahaya menjadi konsensual yaitu cahaya yang jatuh ke dalam satu mata juga
menyebabkan penyempitam pupil mata kontralateralnya.
Serat eferen motorik berasal dari nukleus Edinger-Westphal dan menyertai
saraf okulomotorius ke dalam orbita. Disini serat preganglionik parasimpatik
menjadi bebas dan memasuki ganglion siliaris dimana impuls dikirim ke serat
postganglionik yang pendek. Serat-serat ini memasuki mata dan mempersarafi
otot sfingter dari pupil.
3. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapang pandang bertujuan untuk memeriksa batas perifer
penglihatan, yaitu batas dimana benda dapat dilihat bila mata difiksasi pada satu
titik. Lapang pandang yang normal mempunyai bentuk tertentu dan tidak sama ke
semua jurusan, misalnya ke lateral kita dapat melihat 90 – 100o dari titik fiksasi,
ke medial 60o, ke atas 50 – 60o, dan ke bawah 60 – 75o. Terdapat dua jenis
pemeriksaan lapang pandang yaitu pemeriksaan secara kasar (tes konfrontasi) dan
pemeriksaan yang lebih teliti dengan menggunakan kampimetri atau perimetri.6
4. Pemeriksaan funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai
keadaan fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk
lonjong, warna jingga muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan
sekitarnya tegas, batas di bagian nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan
fisiologis. Pembuluh darah muncul di bagian tengah, bercabang ke atas dan ke
bawah. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan vena berkelok-kelok. Perbandingan
besar vena : arteri adalah 3:2 sampai 5:4.6
5. Pengenalan warna
Pengenalan warna bergantung kepada sel-sel kerucut di retina, yang
terbanyak terdapat di macula. Sel kerucut mempunyai tiga pigmen, yaitu biru,
7
hijau dan merah-kuning. Satu sel kerucut hanya mempunyai satu pigmen. Dalam
pengiriman impuls, terdapat dua system warna yaitu merah-hijau dan kuning-biru.
Pengenalan warna diperiksa dengan menggunakan kartu ishihara.7
III. Gangguan Sistem Visual
3.1. Kelainan pada pemeriksaan visus
Apabila terdapat penurunan visus, perlu diselidiki apakah gangguan ini
disebabkan oleh kelainan oftalmologik (bukan saraf), misalnya kelainan kornea,
uveitis, katarak dan kelainan refraksi. Pemeriksaan kasar dengan menggunakan
kertas yang berlubang kecil (pinhole, lubang peniti) dapat memberi kesan adanya
faktor refraksi dalam penurunan visus. Bila dengan melihat lubang kecil, huruf
bertambah jelas, maka faktor yang berperan adalah gangguan refraksi.6
3.2. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil
Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika
terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan
pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diantaranya:8
1. Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
2. Penyakit pada retina, seperti retinitis atau scar.
3. Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
4. Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang
otak.
5. Penyakit atau kelainan pada batang otak.
6. Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau ganglion siliare.
3.3. Kelainan pada pemeriksaan lapang pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau
medan penglihatan. Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau
anopsia pada mata yang disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan
8
arteri centralis retina yang memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri
karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian
menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut
amaurosis fugax.2
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika
bagian temporal akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan menyebabkan
quadroanopsia inferior homonim kontralateral (gambar 7).2
Gambar 7. Gangguan lapang pandang2
3.4. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi
Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu
diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.
Atrofi papil terbagi atas primer dan sekunder. Pada atrofi primer, warna papil
menjadi pucat, batasnya tegas dan pembuluh darah berkurang. Gambaran ini
9
dijumpai pada tahap lanjut dari neuritis retrobulbaris. Pada atrofi sekunder, warna
papil juga pucat tetapi batasnya tidak tegas. Atrofi sekunder merupakan akibat
lanjut dari papilitis dan papiledema. Lamina cribrosa terlihat pada atrofi primer.
Atrofi primer dijumpai pada kasus lesi nervus optikus atau khiasma optikum
(misalnya pada tumor hipofisis atau arachnoiditis opto-khisamatis). Atrofi
sekunder merupakan akibat lanjut dari papiledema misalnya pada pasien yang
menderita tekanan tinggi intracranial yang lama.7
Gambar 8. Atrofi primer dan sekunder9
Papilitis dan neuritis retrobulbaris merupakan kelompok dari neuritis
optika. Neuritis optika sering disebabkan oleh proses infeksi, intoksikasi dan
demielinisasi. Pada papilitis, papil dan sekitarnya akan terlihat sembab, infiltrat
dan perdarahan biasanya disertai perburukan visus yang hebat. Gambaran papilitis
terlihat jika proses patologik neuritis optika terletak pada serabut-serabut yang
berada intra okuler. Pada neuritis retrobulbaris, papil terlihat normal, proses
patologiknya terjadi di nervus optikus, setelah serabut saraf melewati lamina
kribosa.8
Papiledema ialah sembab papil yang bersifat noninfeksi dan terkait pada
tekanan intrakranial yang meninggi. Gambaran fundus hampir tidak bisa
dibedakan dengan gambaran papilitis, bedanya pada papiledema daya penglihatan
masih bertahan lama sampai terjadi atrofi. Pada neuritis optika, daya penglihatan
hilang secara akut dan hampir tidak terasa nyeri, baik di dalam mata maupun di
kepala.7
10
Gambar 9. Papiledema9
Adapun kelainan pada funduskopi akibat penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus dapat dilihat sebagai berikut : 10
1. Kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada pasien diabetes melitus :
a. Mikroaneurismata merupakan penonjolan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah utama. Ini merupakan kelainan diabetes melitus
dini pada mata
b. Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan bercak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurismata di polus posterior. Bentuk perdarahan
ini merupakan prognosis penyakit dimana perdarahan yang lebih luas
memberikan prognosis lebih buruk dibanding kecil.
c. Dilatasi pembuluh darah balik dengan lumennya ireguler dan berkelok-
kelok, bentuk ini dapat memberikan perdarahan tapi hal ini tidak
demikian. Hal ini terjadi akibat kelainan sirkulasi dan terkadang
disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
d. Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya
khusus yaitu ireguler, kekuning-kuningan.
e. Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan
iskemia retina. Pada pemeriksaan akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih.
f. Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah
makula sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan
11
Gambar 10. Retinopati diabetik (eksudat makula (Tanda panah
kosong), mikroaneurisma (tanda panah kecil), perdarahan retina
(tanda panah besar)) 9
2. Kelainan retina (retinopati) yang ditemukan pada pasien hipertensi
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau setempat,
percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing atau sklerose
pembuluh darah. 10
Penyempitan atau spasme dapat berupa : 10
a. Pembuluh darah (terutama arteriol retina) yang berwarna lebih pucat
b. Kaliber pembuluh yang menjadi lebih kecil atau ireguler (karena
spasme lokal)
c. Percabangan arteriol yanag tajam
Bila kelainan berupa sklerosis tamapak sebagai : 10
a. Reflek copper wire
b. Reflek silver wire
c. Sheating
d. Lumen pembuluh darah yang ireguler
e. Fenomena crossing : 10
- Elevasi : pengangkatan vena oleh arteri yang berada dibawahnya
- Deviasi : pergeseran posisi vena oleh arteri yang berslangan
dengan vena tersebut dengan sudut persilangan yang lebih kecil
12
- Kompresi : penekanan yang lebih kuat oleh arteri yang
menyebabkan bendungan vena
Retinopati hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina pada
daerah makula seperti gambaran bintang (star figure). Eksudat retina dapat
berbentuk : 10
a. Cotton wool patches
b. Eksudat pungtata yang besar
c. Eksudat putih pada daerah yang tak tertentu dan luas
Gambar 11. Retinopati hipertensi11
3.2 Kelainan pada pengenalan warna
Kelainan pengenalan warna bisa total atau parsial, dengan berkurangnya
satu atau lebih sifat warna: kecerahan, corak, dan kejenuhan. Kelainan juga bisa
terjadi akibat gangguan pada sistem pengiriman impuls, biasanya merah-hijau.
Kelainan ini merupakan kelainan sex-linked, penderitanya adalah laki-laki.4
3.3 kelainan yang berhubungan dengan fungsi luhur
1. Gangguan fungsi lobus occipital12
Lesi kortikal memberikan gejala homonim dengan / tanpa kelainan
macula. Bila hanya kutub occipital terkena maka kelainan macula dengan
penglihatan perifernormal.
i) Buta kortikal : Karena lesi kortikal yang luas, reflek pupil normal dan
persepsi cahaya (- )
ii) Anton's sindroma : Kerusakan striata dan para striata menyebabkan
kelainan interpretasi visual. Pasien tidak sadar buta dan menyangkal.
13
Karena kelainan arteri cerebri posterior, juga dapat mengikuti hipoksia
& hipertensi ensefalopati. Balin sindroma : tidak bisa melirikkan mata
volunteer disertai visual agnosia, karena lesi parieto-occipital bilateral.
iii) Halusinasi visual
Halusinasi karena lesi occipital biasanya sederhana, tampak sebagai
pola (zigzag, kilatan) dan mengisi lapangan hemianopsi, sedang
halusinasi karena lobus temporal berupa bentuk komplek clan mengisi
seluruh lapang pandang
iv) Ilusi visual : distoris bentuk, hilangnya warna, makropsia / mikrosia,
sering pada lesi non - dominan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan GD, Asbury T, Riordan-Eva Paul. Retina dan tumor intraokular
Dalam optalmologi umum edisi 14. Jakarta : Widya Medika. 2000
2. Frotscher M, Baehr M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th completely
revised edition. Stuttgart: Thieme; 2005. 130-137,155
3. Pauwels LW, Akesson EJ, Stewart PA, Spacey SD. Cranial nerves in health
and disease. 2nd edition. London: BC Decker Inc: 2002. 28 - 41
4. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi V. Jakarta : Dian
Rakyat; 2004. 121-130
5. The targets of the optic nerve. [30 Januari 2013]. Diunduh dari:
http://thebrain.mcgill.ca/flash/d/d_02/d_02_cr/d_02_cr_vis/d_02_cr_vis.html.
6. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2006. 25-37
14
7. Ropper AH, Brown RH. Adams and victor’s principles of neurology. 8 thed.
New York: McGraw-Hill, 2005; 203-221,241
8. Gilroy J. Basic neurology. 3rd edition. New York: Mc Graw-Hill; 2000.
9. Riordan-Eva Paul and Whitcher John P. The Optic Nerve. In : Vaughan &
Asbury's General Ophthalmology 17th Edition. New York : Mc Graw-Hill
Lange. 2007.
10. Ilyas S, Yulianti S. Retinopati Dalam Ilmu Penyakit Mata edisi keempat.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2013. P221-6
11. University of Maryland Medical Center. Hypertensive Retinopathy. Available
from: http://umm.edu/health/medical/reports/images/hypertensive-retinopathy
12. Bird P Thomas, memory loss and Dementia. In Harissons's. Principles of
Internal Medicene. 14th Ed, McGraw-Hill, New York, 1998 ; 142 -149.
15