referat jiwa yoyo buat wina
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
1/39
1
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan suasana perasaan dalam tempo singkat yang berupa sedih, kecewa dan
gembira yang berlangsung singkat merupakan salah satu gangguan kejiawaan dan disebut
sebagai gangguan bipolar. Gangguan bipolar (juga dikenal sebagai ganguan manik
depresif) adalah "suatu kondisi yang dicirikan oleh episode depresi yang diselingi dengan
periode manakala suasana hati dan energi sangat meningkat. begitu meningkatnya hingga
melampaui batas normal suasana hati yang baik".
Suasana perasaan mungkin normal, meninggi atau terdepresi. Orang normal
mengalami berbagai macam suasana perasaan dan memiliki ekspresi afektif yang samaluasnya, mereka merasa mengendalikan, kurang lebih mood dan afeknya. Gangguan
suasana perasaan adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan
kendali atau pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan suasana
perasaan yang meninggi (elevated) yaitu, mania, menunjukkan sikap meluap-luap,
gagasan yang meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian
harga diri dan gangguan gagasan kebesaran. Pasien dengan terdepresi merasakan
hilangnya energi-energi dan minat dan perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi,
hilangnya nafsu makan dan pikiran tentang kematiandan perasaan ingin bunuh diri.
Tanda dan gejala lain dari gangguan suasana perasaan adalah perubahan tingkat aktivitas,
kemampuan kognitif, pembicaraan dan fungsi vegetatif (seperti tidur, nafsu makan,
aktivitas seksual, dan irama biologis lainnnya). Perubahan tersebuta hampir selalu
menyebabkan gangguan fungsi interpesonal, sosial dan pekerjaan.
Yang paling berisiko mengalami gangguan bipolar adalah orang-orang yang
anggota keluarganya mengidap penyakit itu. Kabar baiknya adalah bahwa ada harapan
bagi para penderita. "Jika didiagnosis lebih awal, dan ditangani sepatutnya, " kata buku
The Bipolar Child," anak-anak itu serta keluarga mereka dapat menjalani kehidupan yang
jauh lebih setabil." Penting untuk diperhatikan bahwa satu gejala saja tidak
memperlihatkan adanya depresi atau gangguan bipolar. Seringkali diagnosis didapat dari
serentetan gejala yang terlihat selama suatu jangka waktu
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
2/39
2
Gangguan bipolar I merupakan gangguan bipolar yang paling umum terjadi.
Kondisi ini dihubungkan dengan satu atau lebih episode manik. Gangguan bipolar I lebih
banyak episode manik daripada depresi. Pasien dengan episode manik dan depresif dan
pasien dengan episode manik saja dapat dikatakan menderita gangguan bipolar I.
Adapun gangguan bipolar II merupakan kondisi yang diasosiasikan dengan satu
atau lebih episode depresi. Gangguan tipe ini lebih banyak mengalami episode depresi.
Berbeda dengan gangguan bipolar II, gangguan bipolar campuran antara episode depresi
dan episode manik tidak ada aturan. Bisa muncul episode manik terlebih dahulu atau
episode depresi dahulu. Ada pun tipe siklotimik merupakan perubahan antara episode
depresi dan manik yang berubah cepat sekali dan perubahan suasana perasaan (mood)
yang tiba-tiba.
Jutaan orang di seluruh dunia menderita gangguan afektif apakah gangguan
bipolar atau suatu bentuk depresi klinis. Dampak penyakit-penyakit ini dapat
menghancurkan. "Selama bertahun-tahun saya sangat menderita," kata seorang pasien
bipolar bernama Steven. "Saya mengalami depresi yang mengerikan dan kemudian
euforia yang berlebihan. Terapi dan pengobatan membantu, tetapi saya masih harus
berjuang keras."
Pasien dengan gangguan suasana perasaan seringkali melaporkan suatu kualitas
keadaan patologisnya yang tidak dapat dikatakan tetapi jelas. Konsep tentang
kesinambungan variasi normal pada mood mungkin mencerminkan identifikasi klinis
yang berlebihan tentang patologi, jadi kemungkinan mengubah pendekatan kepada pasien
dengan gangguan suasana perasaan.
Sesuai dengan definisi yang telah dibuat, gangguan skizoafektif memiliki ciri baik
skizofrenia dan gangguan afektif (sekarang disebut gangguan skizoafektif) yang telah
berubah sesuai dengan berjalannya waktu, sebagian besar dikarenakan perubahan dalam
kriteria diagnostik untuk skizofrenia dan gangguan suasana perasaan. Terlepas dari sifat
diagnosis yang dapat berubah, diagnosis ini tetap merupakan diagnosis yang terbaik bagi
pasien yang sindrom klinisnya akan terdistorsi jika hanya dianggap skizofrenia atau
hanya suatu gangguan suasana perasaan .
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
3/39
3
Berdasarkan sejarah yang ada, pada awal abad ini, pasien dengan gangguan
mental dikelompokkan menjadi satu di dalam kelompok gangguan jiwa. Tetapi, berkat
kerja Emil Kraepelin dan Eugene Bleuler, maka terbentuk perbedaan pengelompokan
diagnosis. Kraepelin dapat membedakan demensia pada usia muda, yang sekarang
dikenal sebagai skizofrenia, dengan episode afek yang disebut gangguan bipolar;
walaupun terdapat beberapa pasien yang tidak dapat dimasukkan di dalam kategori
tersebut. Bleuler yakin bahwa gejala skizofrenia yang muncul, baik yang disertai dengan
adanya komponen afek, tetap disebut sebagai skizofrenia.
Pasien dengan gejala campuran dari skizofrenia dan gangguan afektif, pertama
kali dideskripsikan oleh George Kirby dan August Hoch. Dan pada tahun 1933, Jacob
Kasanin memperkenalkan istilah psikosis skizoafektif untuk menggambarkan kelompok
pasien dengan gejala skizofrenia yang disertai gangguan afektif. Tetapi bagaimanapun
juga, istilah gangguan skizoafektif dapat bertahan dalam beberapa konteks yang berbeda.
Perbandingan Nosologi
Kesulitan yang timbul untuk menggunakan diagnosis ini tergantung pada
perubahan yang ada di antaranya, yaitu gangguan skizoafektif dipengaruhi oleh adanya
perubahan dari kriteria diagnostik pada skizofrenia, gangguan afektif, atau keduanya.
Pada DSM-II, gangguan skizoafektif adalah subtipe dari skizofrenia karena ditemukan
pada pasien dengan gangguan suasana perasaan saat timbulnya gejala-gejala yang sesuai
dengan kriteria diagnosis skizofrenia. Tetapi berdasarkan Research Diagnostic Criteria
(RDC) adalah dapat digolongkan gangguan skizoafektif bila terdapat satu atau beberapa
gejala skizofrenia pada pasien yang telah memenuhi semua kriteria gangguan
skizoafektif.
Bila dibandingkan dengan DSM-III, yang sudah dipengaruhi oleh penelitian dari
AS dan Inggris, mempersempit diagnosis skizofrenia dan memperluas diagnosis
gangguan bipolar. Yang mana gejala-gejala skizofrenia dapat digabungkan dengan
gangguan suasana perasaan selama gejala skizofrenia ini tidak ditemukan lagi setelah
gangguan suasana perasaannya selesai. Selanjutnya gejala psikotik yang tidak sesuai
dengan suasana perasaan (mood-incongruent psychotic) dapat muncul di dalam gangguan
bipolar. Hasil akhir yang didapatkan yaitu gangguan skizoafektif adalah bukan termasuk
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
4/39
4
subtipe skizofrenia, melainkan berdiri sendiri sebagai gangguan psikotik lain (yang tidak
tergolongkan).
Menurut DSM-III yang telah direvisi (DSM-III-R), pengertian skizoafektif
diperluas dengan menambahkan kriteria diagnosisnya, yaitu pasien dengan gangguan
skizoafektif harus memenuhi kriteria skizofrenia berupa gangguan suasana perasaan
sekurang-kurangnya selama 2 minggu. Dalam DSM-IV, kriteria skizofrenia pada DSM-
III-R tetap digunakan, tetapi lebih ditegaskan yaitu harus didapatkan gejala-gejala
skizofrenia yang berlangsung kurang lebih 1 bulan dibandingkan dengan 1 minggu
didalam kriteria DSM-III-R.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
5/39
5
BAB II
GANGGUAN BIPOLAR
Gangguan jiwa bukan hanya milik negara-negara miskin atau sedang
berkembang seperti Indonesia. Pada kenyataannya, gangguan jiwa menjadi salah satu dari
empat masalah kesehatan utama di negara maju. Dan gangguan bipolar termasuk salah
satu contohnya.
Apa penyebab gangguan bipolar? Salah satunya adalah faktor genetis yang lebih
kuat daripada faktor depresi. "Menurut beberapa kajian ilmiah," kata Ikatan Dokter
Amerika, "anggota keluarga dekat, orang tua, kakak, adik, atau anak-anak dari penderita
depresi bipolar lebih cenderung mengalami penyakit ini 8 hingga 18 kali daripada
anggota keluarga dekat dari orang yang sehat. Selain itu, memiliki seorang anggota
keluarga dekat yang menderita depresi bipolar dapat membuat Anda lebih rentan terkena
depresi mayor."
Kontras dengan depresi, gangguan bipolar tampaknya menyerang pria dan wanita
dalam jumlah yang sama. Hal ini paling sering dimulai sewaktu seseorang baru
menginjak dewasa, tetapi kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja
dan bahkan anak-anak. Meskipun demikian, menganalisis gejalanya dan menarik
kesimpulan yang benar dapat sangat sulit bahkan bagi seorang pakar medis. "Gangguan
bipolar adalah bunglonnya gangguan kejiwaan, mengubah tampilan gejalanya dari satu
pasien ke pasien lain, dan dari satu episode ke episode lain bahkan pada pasien yang
sama," tulis dr. Francis Mark Mondimore dari Fakultas Kedokteran di Jhons Hopkins
University.
Boleh dibilang, insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar antara 0,3-1,5%.
Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis. Risiko kematian terus
membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu dikarenakan mereka mengambil
jalan pintas alias bunuh diri. Risiko bunuh diri meningkat pada penderita bipolar yang
tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien. Sementara yang diterapi hanya 1,3 per 1000
pasien.
Layaknya sebuah magnet, gangguan bipolar memiliki dua kutub yaitu manik
dan depresi. Dari situ pulalah nama bipolar itu berasal. Berdasarkan Pedoman
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
6/39
6
Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ) III, gangguan ini bersifat
episode berulang yang menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya
jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana
perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi).
Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik
biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan,
sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak sampai tua.
Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun. Semakin dini
seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat, kronik bahkan
refrakter.
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual(DSM) IV, gangguan bipolar
dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik
ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar
II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang
berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita [Tabel 1].
Tabel 1. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III (F31)F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan gejala psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
Dari tabel 1, dapat terlihat bahwa episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat
keparahannya yaitu hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
7/39
7
psikotik. Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam
masa ovulasi (estrus) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang,
sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat adalah
beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan daripada manik
karena gejala-gejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan hampir
seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan terlalu
optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada elasi. Bila gejala
tersebut sudah berkembang menjadi waham maka diagnosis mania dengan gejala
psikotik perlu ditegakkan.
Bertolak belakang dengan hipomanik/manik, gejala pada depresi terjadi
sebaliknya. Suasana hati diliputi perasaan depresif, tiada minat dan semangat, aktivitas
berkurang, pesimis, dan timbul perasaan bersalah dan tidak berguna. Episode depresi
tersebut harus berlangsung minimal selama 2 minggu baru diagnosis dapat ditegakkan.
Bila perasaan depresi sudah menimbulkan keinginan untuk bunuh diri berarti sudah
masuk dalam depresif derajat berat.
ETIOLOGI
Etiologi dari gangguan bipolar memang belum dapat diketahui secara pasti, dan tidak ada
penanda biologis (biological marker) yang objektif yang berhubungan secara pasti
dengan keadaan penyakit ini.
FAKTOR RISIKO
Ras
Tidak ada kelompok ras tertentu yang memiliki predileksi kecenderungan terjadinya
gangguan ini. Namun, berdasarkan sejarah kejadian yang ada, para klinisi menyatakan
bahwa kecenderungan tersering dari gangguan ini terjadi pada populasi Afrika-Amerika.
Jenis Kelamin
Angka kejadian dari BP I, sama pada kedua jenis kelamin, namun rapid-cycling bipolar
disorder (gangguan bipolar dengan 4 atau lebih episode dalam setahun) lebih sering
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
8/39
8
terjadi pada wanita dibandingkan pria. Insiden BP II lebih tinggi pada wanita daripada
pria.
Usia
Usia individu yang mengalami gangguan bipolar ini bervariasi cukup besar. Rentang usia
dari keduanya, BP I dan BP II adalah antara anak-anak hingga 50 tahun, dengan
perkiraan rata-rata usia 21 tahun. Kasus ini terbanyak pada usia 15 19 tahun, dan
rentang usia terbanyak kedua adalah pada usia 20 24 tahun. Sebagian penderita yang
didiagnosis dengan depresi hebat berulang mungkin saja juga mengalami gangguan
bipolar dan baru berkembang mengalami episode manik yang pertama saat usia mereka
lebih dari 50 tahun. Mereka mungkin memiliki riwayat keluarga yang juga menderita
gangguan bipolar. Sebagian besar penderita dengan onset manic pada usia lebih dari 50
tahun harus dilakukan penelusuran terhadap adanya gangguan neurologis seperti penyakit
serebrovaskular. Gangguan bipolar juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi
genetik, biokimiawi, psikodinamik dan lingkungan.
Genetik
Gangguan bipolar, terutama BP I, memiliki komponen genetik utama. Bukti yang
mengindikasikan adanya peran dari faktor genetik dari gangguan bipolar terdapat
beberapa bentuk, antara lain :
1. Hubungan keluarga inti dengan orang yang menderita BP I diperkirakan 7 kalilebih sering mengalami BP I dibandingkan populasi umum. Perlu digaris-bawahi,
keturunan dari orang tua yang menderita gangguan bipolar memiliki
kemungkinan 50 % menderita gangguan psikiatrik lain.
2. Penelitian pada orang yang kembar menunjukkan hubungan 33 90 % menderitaBP I dari saudara kembar yang identik.
3. Penelitian pada keluarga adopsi, membuktikan bahwa lingkungan umum bukanlah satu-satunya faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam
keluarga. Anak dengan hubungan biologis pada orang tua yang menderita BP I
atau gangguan depresif hebat memiliki risiko yang lebih tinggi dari
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
9/39
9
perkembangan gangguan afektif, bahkan meskipun mereka bertempat tinggal dan
dibesarkan oleh orang tua yang mengadopsi dan tidak menderita gangguan.
4. Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,skizoafektif, dan sindrom manik berbagi faktor risiko genetik dan genetik yang
bertanggung jawab terhadap gangguan skizoafektif seluruhnya secara umum juga
terdapat pada dua sindrom yang lain tadi. Penemuan ini menimbulkan dugaan
suatu genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi dengan
gangguan suasana perasaan dan skizofrenia. Tsuang dan kawan-kawan
mengindikasikan adanya kontribusi genetik pada MDI dengan gambaran psikotik,
serta menunjukkan adanya hubungan antara skizofrenia dan gangguan bipolar.
5. Studi tentang ekspresi gen juga menunjukkan orang dengan gangguan bipolar,depresif berat, dan skizofrenia mengalami penurunan yang sama dalam ekspresi
dari gen hubungan oligodendrosit-myelin dan abnormalitas substansia nigra pada
bermacam daerah otak.
Biokimiawi
1. Multipel jalur biokimiawi mungkin berperan pada gangguan bipolar, hal ini yangmenyebabkan sulitnya mendeteksi suatu abnormalitas tertentu.
2. Beberapa neurotransmitter berhubungan dengan gangguan ini, sebagian besardidasarkan pada respon pasien terhadap agen-agen psikoaktif.
3. Sejumlah bukti menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara glutamat dengangangguan bipolar dan depresi berat. Studi postmortem dari lobus frontal dengan
kedua gangguan menunjukkan peningkatan level glutamat.
4. Obat tekanan darah reserpin, yang menghabiskan/mendeplesikan katekolamin pada saraf terminal telah tercatat menyebabkan depresi. Ini berpedoman pada
hipotesis katekolamin yang berpegang pada peningkatan epinefrin dan
norepinefrin menyebabkan manik dan penurunan epinefrin dan norepinefrin
menyebabkan depresi.
5. Obat-obatan seperti kokain, yang juga bekerja pada sistem neurotransmitter inimengeksaserbasi terjadinya manik. Agen lain yang dapat mengeksaserbasi manik
termasuk L-dopa, yang menginhibisi reuptake dopamin dan serotonin.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
10/39
10
6. Gangguan dan ketidakseimbangan hormonal dari aksis hipotalamus-pituitari-adrenal, menggangu homeostasis dan menimbulkan respon stres yang juga
berperan pada gambaran klinis gangguan bipolar.
7. Antidepresan trisiklik dapat memicu terjadinya manik.
Psikososial
1. Mereka melihat depresi sebagai manifestasi dari suatu kehilangan, contohnyahilangnya pegertian terhadap diri dan adanya perasaan harga diri rendah. Oleh
karena itu, manik timbul sebagai mekanisme defens dalam melawan rasa depresi
(Melanie Klein).
2. Pada beberapa kejadian, suatu siklus hidup mungkin berkaitan langsung denganstres eksternal atau tekanan eksternal yang dapat memperburuk berulangnya
gangguan pada beberapa kasus yang memang sudah memiliki predisposisi genetik
atau biokimiawi.
Pengobatan penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi penderita awal dan
lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun
juga melalui keluarga dan sistem di sekitarnya. Lagipula, fakta menunjukkan peningkatan
dari tujuan edukasi ini, tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka
tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.
Tabel 2. Panduan Obat-Obatan Bipolar Berdasarkan British Association of
Psychopharmacology (Sumber: Journal of Psychopharmacology 2003)
Obat Dosis Monitoring Efek samping
Lithium Dosis tunggal 800 mg,
malam hari.
Dosis direndahkan
pada pasien diatas 65
tahun dan yang
Kadar lithium
dalam serum harus
dipantau setiap 3-6
bulan, sedangkan
tes fungsi ginjal dan
Tremor, poliuria,
polidipsi,
peningkatan berat
badan, gangguan
kognitif, gangguan
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
11/39
11
mempunyai gangguan
ginjal.
tiroid diperiksa
setiap 12 bulan.
saluran cerna,
rambut rontok,
leukositosis, jerawat,
dan edema
Valproate
(divalproate
semisodium)
Rawat inap: dosis
inisial 20-30 mg/kg/hari.
Rawat jalan: dosis
inisial 500 mg, titrasi 250-
500 mg/hari.
Dosis maksimum 60
mg/kg/hari.
Tes fungsi hati pada
6 bulan pertama.
Nyeri pada saluran
cerna, peningkatan
ringan enzim hati,
tremor, dan sedasi
Karbamazepin Dosis inisial 400 mg.
Dosis maintenance
200-1600 mg/hari.
Darah rutin, dan tes
fungsi hati
dilakukan pada 2
bulan pertama.
Lelah, mual,
diplopia, pandangan
kabur, dan ataxia
Lamotrigine Dosis inisial 25
mg/hari pada 2 minggu
pertama, lalu 50 mg pada
minggu kedua dan ketiga.
Dosis diturunkan
setengahnya bila pasien
juga mendapat valproate.
? Rash kulit,
hipersensitifitas,
sindrom Steven
Johnson, toksik
epidermal nekrolisis
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase
normal akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada
gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena
dikira sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat
ditangani lebih dini.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
12/39
12
Gangguan bipolar I
A. EtiologiBanyak usaha untuk mengenali suatu penyebab untuk gangguan bipolar I. Faktor
penyebab dibagi menjadi 2 faktor biologis; faktor genetika dan faktor psikososial.
a. Faktor Biologis
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan kelainan di dalam metabolit amin
biogenik seperti 5-hydroxyndoleacetic acid (5-HIAA), homovanilic acid (HVA)
dan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) di dalam darah, urin dan LCS
pada pasien dengan gangguan bipolar.
b. Faktor Genetika
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan suasana perasaan adalah genetika, terdapat komponen
genetika yang lebih kuat untuk transmisi gangguan bipolar I.
Penelitian Keluarga. Penelitian keluarga telah secara berulang menemukan
penurunan gangguan bipolar I juga ditunjukkan oleh fakta bahwa kira-kira 50%
semua pasien gangguan bipolar I memiliki sekurangnya 1 orang tua dengan 1
gangguan suasana perasaan, paling sering gangguan depresi berat. Jika 1 orang
tua menderita gangguan bipolar I, terdapat kemungkinan 25% bahwa anaknya
menderita suatu gangguan suasana perasaan, jika kedua orang tua menderita
gangguan bipolar I, terdapat kemungkinan 50% - 75% anaknya menderita suatu
gangguan suasana perasaan.
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan. Peristiwa kehidupan yang
menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana
perasaan daripada episode selanjutnya.
Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness). Menurut teori
ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
13/39
13
pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan.
Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan
positif di dalam usaha tersebu.
Teori kognitif. Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation)
kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang
dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi
kognitif berusaha untuk mengidentifikasi negatif dengan menggunakan tugas
perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien.
B. EpidemiologiGangguan bipolar I mempunyai prevalensi seumur hidup sekitar dua persen, sama
dengan angka untuk skizofrenia. Gangguan bipolar mempunyai prevalensi yang sama
pada laki-laki dan wanita. Onset gangguan bipolar lebih awal, terentang dari masa
anak-anak (usia 5 atau 6 tahun) sampai 50 tahun atau bahkan lebih lanjut pada kasus
yang jarang, dengan rata-rata usia adalah 30 tahun. Biasanya pasien dengan gangguan
bipolar lebih sering bercerai dan hidup sendirian daripada orang yang menikah.
Gangguan Bipolar I
Suatu sindroma dengan kumpulan gejala mania yang lengkap selama perjalanan
gangguan. Bahwa episode manik yang jelas dicetuskan oleh anti depresan adalah
tidak indikatif untuk gangguan bipolar I.
Menurut DSM IV kriteria untukepisode manikadalah sebagai berikut dibawah ini:
A. Periode tersendiri kelainan dan suasana perasaan yang meninggi, ekspansif, ataumudah tersinggung (irritable) secara persisten, berlangsung sekurangnya 1
minggu (atau durasi kapan saja jika diperlukan hospitalisasi).
B. Selama periode gangguan suasana perasaan, tiga (atau lebih) gejala berikut iniadalah menetap (empat jika mood hanya mudah tersinggung) dan telah
ditemukan pada derajat yang bermakna:
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
14/39
14
(1)harga diri yang melambung atau kebesaran(2)penurunan kebutuhan untuk tidur (misalnya, merasa lelah beristirahat setelah
tidur hanya 3 jam)
(3)lebih banyak bicara dibandingkan biasanya atau tekanan untuk terus berbicara.(4)gagasan yang melompat-lompat (flight of ideas) atau pengalaman subjektif
bahwa pikirannya berpacu.
(5)mudah dialihkan perhatian (yaitu atensi terlalu mudah dialihkan oleh stimulieksternal yang tidak penting atau tidak relevan)
(6) peningkatan aktivitas yang diarahkan oleh tujuan (baik secara sosial, dalampekerjaan atau sekolah, atau secara seksual) atau agitasi psikomotor.
(7)keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan yangmemiliki kemungkinan tinggi adanya akibat yang menyakitkan (misalnya,
melakukan belanja yang tidak dibatasi, tidak pilih-pilih dalam hubungan
seksual, atau investasi bisnis yang bodoh).
C. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuranD. Gangguan suasana perasaan adalah cukup arah untuk menyebabkan gangguan
dalam fungsi pekerjaan atau dalam aktivitas sosial lazimnya atau hubungan
dengan orang lain, atau untuk membutuhkan hospitalisasi untuk mencegah
bahaya bagi diri sendiri atau orang lain, atau terdapat ciri psikotik.
E. Gejala bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yangdisalahgunakan, suatu medikasi, atau terapi lain) atau suatu kondisi medis umum
(misalnya, hipertiroidisme).
Menurut PPDGJ II, suatu suasana perasaan yang meluap-luap atau lekas marah
merupakan tanda dari episode manik. Usia timbul sebelum 30 tahun. Secra luas
episode manik timbul secara mendadak, dengan peningkatan cepat dari gejala-gejala
dalam waktu beberapa hari. Episode-episodenya biasanya berlangsung selama
beberapa hari hingga beberapa bulan dan berlangsung lebih singkat serta berakhir
lebih mendadak.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
15/39
15
Kriteria Diagnostikmenurut PPDGJ II :
A. Terdapat satu atau lebih periode yang jelas (kurun waktu) dimana yang secara predominan menonjol adalah afek (mood) yang meningkat, ekspansif atau
iritabel. Peningkatan atau iritabilitas afek (mood) itu harus merupakan bagian
yang paling menonjol dari penyakit itu dan berlangsung secara relatif persisten,
meskipun keadaan itu dapat silih berganti atau bercampur (intermingle) dengan
afek depresif.
B. Dalam jangka waktu paling sedikit satu minggu (atau apabila keadaan itumemerlukan perawatan, jangka waktunya tidak ditentukan), paling sedikit
terdapat tiga gejala menetap dan cukup berari (atau apabila afeknya yang hanya
iritabel, paling sedikit terdapat empat gejala) dari yang berikut :
1. peningkatan aktivitas (di tempat kerja, dalam hubungan sosial atauseksual) atau ketidaktenangan fisik
2. lebih banyak berbicara dari lazimnya atau adanya dorongan untukberbicara terus-menerus
3. lompat gagasan (flight of ideas) atau penghayatan subjektif bahwapikirannya sedang berlomba.
4. rasa harga diri yang melambung (grandiositas, yang dapat bertaraf waham)5. berkurangnya kebutuhan tidur6. mudah teralih perhatian, yaitu perhatiannya terlalu cepat tertarik pada
stimulus luar yang tidak penting atau yang tidak berarti.
7. keterlibatan berlebih dalam aktivitas-aktivitas yang mengandungkemungkinan resiko tinggi dengan akibat yang merugikan apabila tidak
diperhitungkan secara bijaksana, misalnya belanja berlebihan, tingkah
laku seksual secara terbuka, penanaman modal secara bodoh, mengemudi
kendaraan (ngebut) secara tidak bertanggungjawab dan tanpa perhitungan.
C. Apabila sindroma afektif (kriteria A dan B di atas) tidak ada (yaitu sebelumsindroma afektif timbul atau sesudah mereda/remisi) tidak terdapat satupun dari
gejala berikut ini :
1. Preokupasi dengan waham atau halusinasi yang tidak serasi afek2. Tingkah laku aneh
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
16/39
16
D. Tidak bertumpang tindih (superimposed) pada (kelompok) skizofrenia, gangguanskizofreniform (episode skizofrenia akut) atau gangguan paranoid.
E. Tidak disebabkan oleh suatu gangguan mental organik, seperti intoksikasi zat(catatan : suatu episode manik adalah gangguan patologik yang mirip tapi tidak
seberat episode manik).
C. Perjalanan PenyakitGangguan bipolar I paling sering dimulai dengan depresi (75% pada wanita, 67%
pada laki-laki) dan gangguan yang rekuren. Sebagian besar pasien menjalani episode
depresif maupun manik, walaupun 10-20% hanya mengalami episode manik. Episode
manik biasanya memiliki onset yang cepat (beberapa jam atau beberapa hari), tetapi
dapat berkembang lebih dari satu minggu. Beberapa pasien gangguan bipolar I
mengalami episode yang berulang dengan cepat.
Gangguan bipolar I dapat mengenai anak yang sangat muda maupun lanjut usia,
insidensi gangguan bipolar pada anak dan remaja adalah kira-kira satu persen dan
onset awalnya pada usia 8 tahun. Gangguan bipolar I dengan onset awal tersebut
disertai prognosis buruk.
D. PrognosisGangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk dibandingkan pasien dengan
gangguan depresif berat.. Kira-kira 40-50% pasien gangguan bipolar I memiliki
episode manik dalam waktu dua tahun setelah episode pertama. Walaupun profilaksis
lithium memperbaiki perjalanan penyakit dan prognosisnya, kemungkinan hanya 50-
60% pasien mencapai pengendalian bermakna atas gejalanya dengan lithium.
E. TerapiTerapi pada gangguan bipolar ini adalah secara farmakoterapi dan psikoterapi
1. FarmakoterapiPengobatan gangguan bipolar I telah diubah oleh banyak penelitian yang telah
membuktikan kemajuan dua dari anti konvulsan karbamazepin dan valproat-
di dalam pengobatan episode manik dan depresif pada gangguan bipolar I.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
17/39
17
Bila litium dan kemungkinan karbamazepin dan valproat adalah obat lini
pertama untuk pengobatan gangguan bipolar I, obat lini kedua sekarang
termasuk anti konvulsan lain (clonazepin), suatu penghambat saluran kalsium
(verapamil) dan anti psikotik khususnya clozapin; terapi elektrokonvulsif
adalah terapi lini ke dua lainnya.
2 Psikoterapia. Terapi kognitifb. Terapi interpersonalc. Terapi perilakud. Terapi berorientasi psikoanalitike. Terapi keluarga
GANGGUAN BIPOLAR II
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik. Gangguan bipolar
II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya didahului oleh episode depresi
mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum episode depresi tersebut didahului oleh
episode hipomanik.
Kriteria untuk Episode Depresif Berat
A. Lima (atau lebih) gejala berikut telah ditemukan selama periode dua minggu yangsama dan mewakili perubahan dari fungsi sebelumnya; sekurangnya satu dari gejala
adalah salah satu dari gejala adalah salah satu dari (1) suasana perasaan terdepresi
atau (2) hilangnya minat atau kesenangan.
Catatan: Jangan memasukkan gejala yang jelas karena suatu kondisi medis umum,
atau waham atau halusinasi yang tidak sesuai dengan mood.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
18/39
18
(1)Mood terdepresi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, seperti yangditunjukkan oleh laporan subjektif (misalnya, merasa sedih atau kosong) atau
pengamatan yang dilakukan orang lain (misalnya, tampak sedih).
Catatan: pada anak-anak dan remaja, dapat berupa mood yang mudah
tersinggung.
Hilangnya minat atau kesenangan secara jelas dalam semua, atau hampir semua,
aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (seperti yang ditunjukkan oleh
keterangan subjektif atau pengamatan yang dilakukan orang lain)
(2)Penurunan berat makan yang bermakna jika tidak melakukan diet ataupenambahan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam
satu bulan), atau penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
Catatan: pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai pertambahan
berat badan yang diharapkan
(3)Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari(4)Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat dilihat oleh orang lain,
tidak semata-mata perasaan subjektif adanya kegelisahan atau menjadi lamban)
(5)Kelelahan atau hilangnya energi hampir setiap hari
(6)Perasaan tidak berharga atau rasa bersalah yang berlebihan atau tidak tepat(mungkin bersifat waham) hampir setiap hari (tidak semata-mata mencela diri
sendiri atau menyalahkan karena sakit)
(7)Hilangnya kemampuan untuk berpikir atau memusatkan perhatian, atau tidakdapat mengambil keputusan, hampir setiap hari (tidak semata-mata mencela diri
sendiri atau menyalahkan karena sakit)
(8)Pikiran akan kematian yang rekuren (bukan hanya takut mati), ide bunuh diriyang rekuren tanpa rencana spesifik, atau usaha bunuh diri atau rencana khusus
untuk melakukan bunuh diri.
B. Gejala tidak memenuhi kriteria untuk episode campuran.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
19/39
19
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalamfungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
D. Gejala bukan efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yangdisalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum (misalnya,
hiportirodisme)
E. Gejala tidak lebih diterangkan oleh dukacita, yaitu, setelah kehilangan orang yangdicintai, gejala menetap lebih dari 2 bulan atau ditandai oleh gangguan fungsional
yang jelas, preokupasi morbid dengan rasa tidak berharga, ide bunuh diri, gejala
psikotik, atau retardasi psikomotor.
Klinisi telah lama melaporkan bahwa pada beberapa pasien gejala utama
tampaknya adalah episode depresif, tetapi perjalanan gangguan diselingi oleh episodegejala manik ringan (yaitu, episode hipomanik). Gangguan tersebut dinamakan gangguan
bipolar II karena gangguan tersebut berada di dalam spektrum gangguan bipolar DSM-IV
mendiagnosis sebagai gangguan bipolar II.
Epidemiologi gangguan bipolar II tidak diketahui secara tepat karena baru
diketahuinya gangguan ini.
DSM-IV memungkinkan penentu sifat perjalanan penyakit berikut ini, yaitu
dengan perputaran cepat, pola musiman, dan dengan onset pasca persalinan.
Gambaran klinis gangguan bipolar II menunjukkan gambaran gangguan depresif
berat dikombinasikan dengan gambaran episode hipomanik.
Walaupun datanya terbatas, beberapa penelitian menyatakan bahwa gangguan
bipolar II berhubungan dengan perceraian, perkawinan dan onset pada usia yang lebih
awal daripada gangguan bipolar I.
Bukti-bukti juga menyatakan bahwa pasien gangguan bipolar II berada pada
resiko lebih besar untuk berusaha dan untuk melakukan bunuh diri dibandingkan pasien
gangguan bipolar I dan gangguan depresif berat.
Perjalanan penyakit dan prognosis gangguan bipolar II baru diteliti, namun data
pendahuluan menyatakan bahwa keadaan ini adalah diagnosis yang stabil, seperti yang
ditunjukkan oleh tingginya kemungkinan bahwa pasien dengan gangguan bipolar II akan
tetap memiliki diagnosis yang sama pada masa lima tahun kemudian.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
20/39
20
Pengobatan gangguan bipolar II harus dilakukan secara berhati-hati karena
pengobatan episode depresif dengan anti depresan sering sekali dapat mencetuskan suatu
episode manik. Apakah strategi tipikal untuk gangguan bipolar I (contohnya lithium dan
antikonvulsan) adalah efektif atau tidak efektifbdi dalam pengobatan pasien gangguan
bipolar II masih di dalam penelitian.
"Terapi psikososial untuk gangguan bipolar bukan terapi alternatif, melainkan
suatu suplemen," ujar Profesor Myrna M Weissman dari Columbia University. Selain itu,
ada metode lain, yakni dengan terapi sinar. Sebuah studi terbaru mengungkapkan terapi
sinar dapat mengurangi gejala depresi pada wanita dengan gangguan bipolar.Terapi sinar
merupakan salah satu jalan untuk mengurangi depresi karena musim dingin. Meski
demikian, terapi sinar efektif diberikan pada penderita depresi dan tidak tergantung pada
musim.
Penelitian terhadap gangguan bipolar yang dipublikasikan dalam sebuah jurnal
kesehatan mengungkapkan, manfaat terapi sinar ini juga dirasakan pada penderita
gangguan bipolar, dengan perubahan suasana perasaan dari depresi ke manik.
Penelitian kecil ini melibatkan sembilan perempuan penderita bipolar dengan masa
depresi. Sebelumnya, subjek tidak menunjukkan respon yang bagus dengan terapi
konvensional. Kelompok perempuan berada dalam kotak yang diberi paparan sinar
selama 15,30, dan 45 menit tiap hari selama dua minggu.
Empat orang mendapat sinar pada pagi hari, sedangkan sisanya mendapat sinar
pada siang hari. Sebanyak empat yang lain mendapat perawatan sinar matahari pagi, tiga
di antaranya mengalami sedikit perbaikan gejala seperti perasaan sensitif, ingin tidur,
cemas, dan tidak bergairah. Adapun, pasien yang mendapat sinar saat siang hari
menunjukkan respon yang lebih stabil.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
21/39
21
BAB III
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
A. DEFINISISebagaimana istilahnya, gangguan skizoafektif memiliki ciri baik skizofrenia
dan gangguan afektif. Terlepas dari sifat diagnosis yang dapat berubah, diagnosis
skizoafektif tetap merupakan diagnosis yang terbaik bagi pasien yang sindroma
klinisnya akan terdistorsi jika hanya dianggap sebagai skizofrenia atau gangguan
mood.
B. EPIDEMIOLOGIPenelitian epidemiologi psikiatri untuk mengetahui insidens atau prevalensi
gangguan skizoafektif pada populasi secara umum sebenarnya tidak ada. Walaupun
penelitian tersebut ada, tetapi data-data tersebut tidak dapat digunakan sekarang
karena diagnosis untuk masa sekarang sudah berubah. Angka prevalensi untuk
pasien-pasien selanjutnya yang sudah di diagnosis di dalam pengobatan psikiatri
dapat diketahui, yang mana hasilnya berkisar antara 2 sampai 29 persen, yang secara
potensial signifikan diperlukan pengobatan.
Terdapat beberapa bukti yang mendukung pemikiran bahwa terjadi
peningkatan prevalensi gangguan skizoafektif pada kelompok perempuan. Kelompok
perempuan mempunyai prevalensi yang lebih tinggi untuk gangguan depresi berat
dibandingkan laki-laki, dan perempuan dengan skizofrenia menunjukkan lebih
banyak gejala-gejala afektif dibandingkan laki-laki dengan skizofrenia. Di dalam
penelitian terhadap keluarga pasien penderita gangguan skizoafektif, yaitu keluarga
dari pasien perempuan dengan gangguan skizoafektif mempunyai kecenderungan
yang lebih tinggi untuk menderita skizofrenia dan gangguan depresi, dibandingkandengan keluarga dari pasien laki-laki penderita gangguan skizoafektif.
Onset timbulnya gangguan skizoafektif berdasarkan umur yaitu, seperti pada
skizofrenia, timbul pada masa dewasa akhir atau masa kanak-kanak awal.
Sebenarnya tidak ada hubungan yang spesifik, yang dilaporkan, terhadap jenis
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
22/39
22
kelamin, ras, daerah geografis ataupun kelas sosial ekonomi, terhadap timbulnya
gangguan skizoafektif.
C. ETIOLOGI BIOPSIKOSOSIAL DAN PATOFISIOLOGIHampir setengah abad berjalan, teori etiologi yang ada tentang skizofrenia
adalah teori hipotesis dopamin, yang dalam deskripsi singkat dapat diartikan bahwa
timbulnya abnormalitas dikarenakan banyaknya dopamin di daerah otak yang
menjadi penyebab utama psikosis, dan pengobatan yang dilakukan dengan
antipsikotik yang mengarah pada blok dopamin dapat berhasil. Hipotesis ini dapat
diterima karena dukungan keberhasilan penggunaan clozapine (clozaril) dan
antagonis dopamin-serotonin. Saat ini, perbandingan antara neurotransmiter dopamin
dan serotonin diyakini sebagai hal yang penting untuk diperhatikan dalam
pengobatan skizofrenia. Bersamaan dengan itu, teori tentang adanya abnormalitas
dari serotonin dan norepinefrin yang ditemukan dalam gangguan suasana perasaan
juga dapat diterima. Sebagian dari teori ini dapat diterima bila dipikirkan kembali
sebagai penyebab gangguan skizoafektif. Kemungkinannya adalah perbandingan dari
dopamin dan serotonin, sedikit banyak mempengaruhi timbulnya gangguan
skizoafektif, yang juga mengarah pada gangguan psikosis kronik dan berulang.
Penyebab gangguan skizoafektif sebenarnya adalah tidak diketahui, tetapi
empat model konseptual telah diajukan yaitu :
1. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe skizofrenia atau suatu tipegangguan suasana perasaan,
2. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan ekspresi bersama dari skizofreniadan gangguan suasana perasaan,
3. Gangguan skizoafektif mungkin merupakan suatu tipe psikosis ketiga yangberbeda, tipe yang tidak berhubungan dengan skizofrenia maupun suatu gangguan
suasana perasaan,
4. Kemungkinan terbesar adalah bahwa gangguan skizoafektif adalah kelompokgangguan yang heterogen yang meliputi semua tiga kemungkinan pertama.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
23/39
23
Penelitian yang dilakukan untuk menggali kemungkinan-kemungkinan
tersebut yaitu dari pemeriksaan riwayat keluarga, petanda biologis, respon
pengobatan jangka pendek, dan hasil akhir jangka panjang. Sebagian besar penelitian
telah menganggap pasien dengan gangguan skizoafektif sebagai suatu kelompok
yang homogen. Penelitian terakhir telah memeriksa tipe bipolar dan depresif dari
gangguan skizoafektif secara terpisah.
Walaupun banyak pemeriksaan terhadap keluarga dan genetika yang
dilakukan untuk mempelajari gangguan skizoafektif didasarkan pada anggapan
bahwa skizofrenia dan gangguan suasana perasaan adalah keadaan yang terpisah
sama sekali, beberapa data menyatakan bahwa skizofrenia dan gangguan suasana
perasaan mungkin berhubungan secara genetik. Beberapa masalah yang timbul yang
belum terselesaikan dalam penelitian keluarga pada pasien dengan gangguan
skizoafektif, dapat mencerminkan perbedaan yang tidak absolut antara dua gangguan
primer. Dengan demikian tidak mengejutkan bahwa penelitian terhadap sanak
saudara pasien dengan gangguan skizoafektif telah melaporkan hasil yang tidak
konsisten. Peningkatan prevalensi skizofrenia tidak ditemukan diantara sanak
saudara pasien dengan gangguan skizoafektif tipe bipolar, tetapi sanak saudara
pasien dengan gangguan skizoafektif tipe depresif, mungkin berada dalam risiko
yang lebih tinggi menderita skizofrenia daripada suatu gangguan suasana perasaan.
Tergantung pada tipe gangguan skizoafektif yang diteliti, peningkatan
prevalensi skizofrenia atau gangguan suasana perasaan mungkin ditemukan pada
sanak saudara pasien dengan gangguan skizoafektif. Kemungkinan bahwa gangguan
skizoafektif adalah terpisah dari skizofrenia dan gangguan suasana perasaan tidak
didukung oleh pengamatan bahwa hanya sejumlah kecil sanak saudara pasien dengan
gangguan skizoafektif menderita gangguan skizoafektif.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif memiliki
prognosis yang lebih baik daripada pasien dengan skizofrenia dan memiliki
prognosis yang lebih buruk daripada pasien dengan gangguan suasana perasaan.
Sebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif berespon terhadap
pengobatan dengan lithium dan cenderung mengalami perjalanan penyakit yang
tidak memburuk.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
24/39
24
Penggabungan Data
Satu kesimpulan yang dapat dipercaya dari data yang tersedia bahwa pasien
dengan gangguan skizoafektif adalah suatu kelompok yang heterogen: beberapa
menderita skizofrenia dengan gejala afektif yang menonjol, yang lainnya menderita
suatu gangguan suasana perasaan dengan gejala skizofrenik yang menonjol, dan
suatu kelompok ketiga yang memiliki sindroma klinis yang berbeda. Hipotesis
bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif menderita baik skizofrenia maupun
suatu gangguan suasana perasaan tidak dapat dipertahankan, karena perhitungan
kejadian bersama (cooccurrence) dari kedua gangguan tersebut adalah jauh lebih
rendah daripada insidensi gangguan skizoafektif.
SKIZOFRENIA
Untuk mengetahui dam memahami perjalanan penyakit skizofrenia diperlukan
pendekatan yang sifatnya holistik, yaitu sudut organobiologik, psikodinamik,
psikoreligius dan psikososial.
FAKTOR BIOLOGIS
1. Genetik
Penelitian tentang genetika dari skizofrenia, dilakukan pada tahun 1930 an.
Dimana diketemukan bahwa kemungkinan seseorang akan menderita skizofrenia jika
anggota keluarga lainnya juga menderita skizofrenia. Kemungkinan seseorang
menderita skizofrenia berhubungan dengan dekatnya hubungan persaudaraan tersebut
(sebagai contohnya, sanak saudara derajat pertama atau derajat kedua).
Pada penelitian yang sekarang dengan dilakukan observasi dengan berbagai
peralatan biologi molecular dan genetic molecular. Terdapat beberapa hubungan yang
dilaporkan pada pasien dengan skizofrenia, meliputi kromosom 3,5,6, 8,13,dan 18.
Dan disamping itu juga diketemukan trinucleotide repeats ( CAG/ CTG) pada
kromosm 17 dan 18.
2. Biokimia
Rumusan yang paling sederhana untuk mengungkapkan patofisiologi dari
skizofrenia adalah hipotesis dopamine. Hipotesis ini secara sederhana menyatakan
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
25/39
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
26/39
26
alternative adalah hipotesis akibat sosial, yang menyatakan stress yang dialami oleh
anggota kelompok sosioekonomi rendah berperan dalam perkembangan skizofrenia.
Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab sosial dari skizofenia di
setiap kultur berbeda tergantung dari bagaimana penyakit mental diterima di dalam
kultur, sifat peranan pasien, tersedianya sistem pendukung sosial dan keluarga, dan
kompleksitas komunikasi sosial.
GANGGUAN AFEKTIF
Dasar umum untuk gangguan depresif berat tidak diketahui. Banyak usaha
untuk mengenali suatu penyebab biologis atau psikososial untuk gangguan mood
telah dihalangi oleh heterogenitas populasi pasien yang ditentukan oleh sistem
diagnostik yang didasarkan secara klinis yang ada, termasuk DSM-IV. Faktor
penyebab dapat secara buatan dibagi menjadi faktor biologis, faktor genetika, dan
faktor psikososial. Perbedaan tersebut adalah buatan karena kemungkinan bahwa
ketiga bidang tersebut berinteraksi di antara mereka sendiri. Sebagai contohnya,
faktor psikososial dan faktor genetika dapat mempengaruhi faktor biologis (sebagai
contohnya, konsentrasi neurotransmiter tertentu). Faktor biologis dan psikososial juga
dapat mempengaruhi ekspresi gen. Dan faktor biologis dan genetika dapat
mempengaruhi respon seseorang terhadap stresor psikososial
FAKTOR BIOLOGIS
Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam
metabolit amin biogenik seperti 5-hydroxyindolacetic acid (5-HIAAA),
homovanillic acid (HVA), dan 3-methoxy-4-hydroxyphenylglycol (MHPG) di dalam
darah, urine dan cairan serebrospinalis pada pasien dengan gangguan suasana
perasaan. Data yang dilaporkan paling konsisten dengan hipotesis bahwa gangguan
mood adalah berhubungan dengan disregulasi heterogen pada amin biogenik.
Amin biogenik. Dari amin biogenik, norepinefrin dan serotonin merupakan
dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi gangguan mood. Pada
model binatang, hampir semua terapi antidepresan somatik yang efektif yang telah
diuji adalah disertai dengan penurunan kepekaan reseptor pascasinaptik adrenergik-
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
27/39
27
beta dan 5-hydroxytryptamine tipe 2 (5-HT2) setelah terapi jangka panjang. Respon
temporal perubahan reseptor tersebut pada model binatang adalah berkorelasi dengan
keterlambatan perbaikan klinis selama satu sampai tiga minggu yang biasanya
ditemukan pada pasien. Disamping norepinefrin, serotonin dan dopamin, bukti-bukti
mengarahkan pada disregulasi asetil-kolin dalam gangguan suasana perasaan.
FAKTOR GENETIKA
Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor penting di dalam
perkembangan gangguan suasana perasaan adalah genetika. Tetapi, pola penurunan
genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks; bukan saja tidak mungkin
untuk menyingkirkan efek psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan
memainkan peranan kausatif dalam perkembangan gangguan suasana perasaan pada
sekurangnya beberapa orang. Disamping itu, terdapat komponen genetika yang lebih
kuat untuk transmisi gangguan bipolar I daripada untuk transmisi gangguan depresi
berat.
FAKTOR PSIKOSOSIAL
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan. Satu pengamatan klinis yang telah
lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan
stres lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada
episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan
depresif berat dan gangguan bipolar I. Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan
pengamatan tersebut adalah bahwa stres yang menyertai episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama
tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter
dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya
neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan
tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk
menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor
eksternal.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
28/39
28
FAKTOR PSIKOANALITIK DAN PSIKODINAMIKA
Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan
yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan
objek yang hilang. Freud percaya bahwa introyeksi mungkin merupakan cara satu-
satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau
depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga
diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri
sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.
D. GAMBARAN KLINISTanda dan gejala klinis gangguan skizoafektif adalah termasuk semua tanda
dan gejala skizofrenia, episode manik, dan gangguan depresif. Gejala skizofrenik dan
gangguan suasana perasaan dapat ditemukan bersama-sama atau dalam cara yang
bergantian. Perjalanan penyakit dapat bervariasi dari suatu eksaserbasi dan remisi
sampai satu perjalanan jangka panjang yang memburuk.
Banyak peneliti dan klinisi telah berspekulasi tentang ciri psikotik yang tidak
sesuai dengan suasana perasaan (mood-incongruent); isi psikotik (yaitu, halusinasi
atau waham) adalah tidak konsisten dengan suasana perasaan yang lebih kuat. Pada
umumnya, adanya ciri psikotik yang tidak sesuai dengan suasana perasaan pada
suatu gangguan suasana perasaan kemungkinan merupakan indikator dari prognosis
yang buruk. Hubungan tersebut kemungkinan juga berlaku untuk gangguan
skizoafektif, walaupun data-datanya terbatas.
Dari diskusi satu contoh kasus dapat disimpulkan bahwa selama periode awal
penyakitnya, pasien menunjukkan gejala skizofrenik karakteristik seperti waham
yang aneh (orang dapat mendengar apa yang dipikirkannya) dan halusinasi dengan
(suara-suara teman dan orang asing berbicara satu sama lain). Terdapat pemburukan
fungsi sampai titik di mana ia tidak mampu merawat rumahnya. Dengan pengobatan,
setelah kira-kira sembilan minggu gejala psikotik menghilang, tetapi ia ingat telah
kembali menjadi normal hanya kira-kira satu minggu. Ia selanjutnya menderita
gejala karakteristik dari episode depresif berat, dengan suasana perasaan yang
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
29/39
29
terdepresi, nafsu makan jelek, insomnia, kurang berenergi, kehilangan gairah, dan
konsentrasi yang buruk. Periode depresifnya berlangsung kira-kira sembilan bulan.
Kasus tersebut tampak sebagai suatu contoh di mana adalah tidak mungkin
untuk membuat suatu diagnosis banding dengan suatu derajat kepastian di antara
suatu gangguan suasana perasaan dan skizofrenia atau gangguan skizofreniform;
dengan demikian, suatu diagnosis gangguan skizoafektif tampaknya tepat. Diagnosis
menyampaikan tidak adanya kepastian dan menonjolnya ciri afektif maupun mirip
skizofrenik.
E. DIAGNOSISKarena konsep gangguan skizoafektif melibatkan konsep diagnostik baik
skizofrenia maupun gangguan suasana perasaan, beberapa evolusi dalam kriteria
diagnostik untuk gangguan skizoafektif mencerminkan perubahan yang telah terjadi
di dalam kriteria diagnostik untuk kedua kondisi lain. Kriteria diagnostik untuk
gangguan skizoafektif telah banyak berubah dari Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disordres edisi ketiga (DSM-III) ke edisi ketiga yang direvisi (DSM-III-R)
dan sekarang edisi keempat (DSM-IV).
Kriteria diagnostik utama untuk gangguan skizoafektif (Tabel 1.) adalah
bahwa pasien telah memenuhi kriteria diagnostik untuk episode depresif berat atau
episode manik yang bersama-sama dengan ditemukannya kriteria diagnostik untuk
fase aktif dari skizofrenia. Di samping itu, pasien harus memiliki waham atau
halusinasi selama sekurangnya dua minggu tanpa adanya gejala gangguan suasana
perasaan yang menonjol. Gejala gangguan suasana perasaan juga harus ditemukan
untuk sebagian besar periode psikotik aktif dan residual. Pada intinya, kriteria
dituliskan untuk membantu klinisi menghindari mendiagnosis suatu gangguan
suasana perasaan dengan ciri psikotik sebagai gangguan skizoafektif.
DSM-IV juga membantu klinisi untuk menentukan apakah pasien menderita
gangguan skizoafektif, tipe bipolar, atau gangguan skizoafektif, tipe depresif.
Seorang pasien diklasifikasikan menderita tipe bipolar jika episode yang ada adalah
dari tipe manik atau suatu episode campuran atau suatu episode manik atau
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
30/39
30
campuran dari episode depresif berat. Selain itu, pasien diklasifikasikan sebagai
penderita tipe depresif.
Tabel 1.
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Skizoafektif
A. Suatu periode penyakit yang tidak terputus selama mana, pada suatu waktu,terdapat baik episode depresif berat, episode manik, atau suatu episode
campuran dengan gejala yang memenuhi kriteria A untuk skizofrenia.
Catatan: Episode depresif berat harus termasuk kriteria A1: suasana perasaan
terdepresi.
B. Selama periode penyakit yang sama, terdapat waham atau halusinasi selamasekurangnya 2 minggu tanpa adanya gejala suasana perasaan yang menonjol.
C. Gejala yang memenuhi kriteria untuk episode suasana perasaan ditemukanuntuk sebagian bermakna dari lama total periode aktif dan residual dari
penyakit.
D. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya,obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Tipe spesifik :
1. Tipe bipolar: jika gangguan termasuk suatu episode manik atau campuran (atausuatu manik atau suatu episode campuran dan episode depresif berat).
2. Tipe depresif: jika gangguan hanya termasuk episode depresif berat.
Tabel dari DSM-IV, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, ed 4. Hak cipta
American Psychiatric Association, Washington, 1994. Digunakan dengan ijin.
Para klinisi juga harus dapat mendiagnosis gangguan skizoafektif dengan
tepat, dan harus dipastikan apakah memenuhi kriteria episode manik atau episode
depresif, dan juga menentukan jangka waktunya dengan tepat dari episode tersebut.
Lamanya tiap episode tersebut dapat ditentukan dengan: a) Memenuhi kriteria B
(adanya gejala psikotik tanpa adanya gangguan suasana perasaan ) dengan
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
31/39
31
mengetahui kapan berakhirnya episode afektif dan berlanjutnya episode psikosisnya;
b) Memenuhi kriteria C yaitu lamanya semua episode suasana perasaan harus
dibandingkan dengan total waktu lamanya sakit. Disebut memenuhi kriteria tersebut
bila komponen suasana perasaan muncul hanya sebagian dari total lamanya sakit.
Tetapi kedua alasan tersebut sulit dikerjakan, oleh karena itu dalam
prakteknya, kebanyakan klinisi mencari komponen suasana perasaan kurang lebih
15-20 persen dari total waktu lamanya sakit. Pasien dengan episode manik penuh
selama 2 bulan yang juga menderita gejala skizofrenia selama kurang lebih 10 tahun,
tidak termasuk dalam kriteria gangguan skizoafektif.
Masih belum dapat dijelaskan apakah tipe bipolar atau tipe depresif dapat
membantu penggolongan diagnosis, karena keduanya dapat dilakukan terapi secara
langsung. Diagnosis gangguan skizoafektif tidak dapat dibuat bila gejala ditimbulkan
oleh penggunaan obat-obatan ataupun kondisi medis sekunder.
F. DIAGNOSIS BANDINGSemua kondisi yang dituliskan di dalam diagnosis banding skizofrenia dan
gangguan suasana perasaan perlu dipertimbangkan di dalam diagnosis banding
gangguan skizoafektif. Pasien yang diobati dengan steroid, penyalahgunaan
amfetamin dan phencyclidine (PCP), dan beberapa pasien dengan epilepsi lobus
termporalis secara khusus kemungkinan datang dengan gejala skizofrenik dan
gangguan suasana perasaan , yang bersama-sama.
Diagnosis banding psikiatrik juga termasuk semua kemungkinan yang
biasanya dipertimbangkan untuk skizofrenia dan gangguan suasana perasaan. Di
dalam praktek klinis, psikosis pada saat datang mungkin mengganggu deteksi gejala
gangguan suasana perasaan pada saat tersebut atau masa lalu. Dengan demikian,
klinisi boleh menunda diagnosis psikiatrik akhir sampai gejala psikosis yang paling
akut telah terkendali.
G. TERAPIModalitas terapi yang utama untuk gangguan skizoafektif adalah perawatan
di rumah sakit, medikasi dan intervensi psikososial. Prinsip dasar yang mendasari
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
32/39
32
farmakoterapi untuk gangguan skizoafektif adalah bahwa protokol antidepresan dan
antimanik diikuti jika semuanya diindikasikan, dan bahwa antipsikotik digunakan
hanya jika diperlukan untuk pengendalian jangka pendek.
Terdapat beberapa rekomendasi untuk terapi ini. Pada prinsipnya adalah
mengobati gejala yang ada pada pasien, dan bukan hanya diagnostiknya saja.
Golongan obat-obatan yang dapat digunakan adalah :
1. Stabilizer suasana perasaanAdalah terapi utama untuk gangguan bipolar, dan diharapkan menjadi
terapi yang penting untuk gangguan skizoafektif. Beberapa penelitian telah
memeriksa efek dari obat ini, dibedakan dengan penelitian terhadap lithium,
valproat (depakot), dan penggunaan karbamazepin (tegretol) yang lebih sedikit
pada gangguan bipolar I. Dari studi perbandingan antara lithium dan
karbamazepin menunjukkan bahwa karbamazepin lebih superior untuk
digunakan pada gangguan skizoafektif tipe depresif, tetapi dapat pula digunakan
untuk tipe bipolar. Dalam praktek, obat ini dapat digunakan sebagai terapi
tunggal atau dikombinasikan dengan golongan yang sama, atau dengan
antipsikotik
2 AntidepresanDari definisi yang diketahui, banyak pasien gangguan skizoafektif
menderita episode depresif berat. Harus diperhatikan agar tidak terjadi peralihan
yang berturut-turut dari episode depresi sampai mania dengan obat antidepresan
ini. Pilihan penggunaan inhibitor serotonin reuptake (seperti fluoxetine/Prozac)
dan sertraline (zoloft), biasanya sebagai pilihan pertama karena kurang
menimbulkan efek ke jantung. Penggunaan antidepresan trisiklik dapat
menimbulkan agitasi ataupun insomnia. Tetapi dalam semua kasus depresi, perlu
dipertimbangkan penggunaan ECT (Electro Convulsive Therapy)
3 AntipsikotikSeperti telah disebutkan di atas bahwa antipsikotik adalah penting untuk
terapi gangguan skizoafektif. Perkenalan penggunaan Chlorpromazine pada
tahun 1950an menunjukkan bahwa obat ini dapat menghambat kerja
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
33/39
33
neurotransmiter dopamin yang mana efektif untuk terapi psikosis, dan gejala
psikotik pada pasien gangguan skizoafektif.
Selain obat-obatan, juga sangat diperlukan adanya terapi psikososial dalam
pengobatan skizoafektif ini, yang mana dapat berupa kombinasi dari terapi keluarga,
pelatihan kemampuan sosial, dan rehabilitasi kognitif. Selain itu, pasien dan keluarga
pasien harus dijelaskan mengenai penyakit apa yang diderita pasien dan terapi apa
saja yang bisa dilakukan sehingga didapatkan prognosis yang lebih baik.
H. PROGNOSISSebagai suatu kelompok, pasien dengan gangguan skizoafektif mempunyai
prognosis di pertengahan antara prognosis pasien dengan skizofrenia dan prognosis
pasien dengan gangguan suasana perasaan. Sebagai suatu kelompok, pasien dengan
gangguan skizoafektif memiliki prognosis yang jauh lebih buruk daripada pasien
dengan gangguan depresif, dan memiliki prognosis yang lebih buruk daripada pasien
dengan skizofrenia. Generalitas tersebut telah didukung oleh beberapa penelitian yan
mengikuti pasien selama dua sampai lima tahun setelah episode yang ditunjuk dan
yang menilai fungsi sosial dan pekerjaan, dan juga perjalanan gangguan itu sendiri.
Data menyatakan bahwa pasien dengan gangguan skizoafektif, tipe bipolar,
mempunyai prognosis yang mirip dengan prognosis pasien dengan gangguan bipolar
I yaitu pasien dengan gangguan premorbid yang buruk; onset yang perlahan-lahan;
tidak ada faktor pencetus; menonjolnya gejala psikotik, khususnya gejala defisit atau
gejala negatif; onset yang awal; perjalanan yang tidak mengalami remisi; dan riwayat
keluarga adanya skizofrenia. Lawan dari masing-masing karakteristik tersebut
mengarah pada hasil akhir yang baik. Adanya atau tidak adanya gejala urutan
pertama dari Schneider tampaknya tidak meramalkan perjalanan penyakit.
Walaupun tampaknya tidak terdapat perbedaan yang berhubungan dengan
jenis kelamin pada hasil akhir gangguan skizoafektif, beberapa data menyatakan
bahwa perilaku bunuh diri mungkin lebih sering pada wanita dengan gangguan
skizoafektif daripada laki-laki dengan gangguan tersebut. Insidensi bunuh diri di
antara pasien dengan gangguan skizoafektif diperkirakan sekurangnya 10 persen.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
34/39
34
BAB IV
PERBEDAAN ANTARA GANGGUAN BIPOLAR DENGAN
GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
GANGGUAN BIPOLAR GANGGUAN SKIZOAFEKTIF
Definisi Gangguan perubahan suasana
perasaan (mood) yang secara periodik
berganti-ganti atau episode berulang
(minimal 2 episode)
Gangguan yang terdapat gejala-gejala
definitif skizofrenia dan gangguan afektif
sama-sama menonjol pada saat yang
bersamaan (simultaneously) atau
bergantian.
Etiologi Belum diketahui pasti, salah satunya
adalah faktor genetik
(bipolar I lebih penting komponen
genetiknya)
4 Teori hipotesis banyaknyaDopamin di otak
5 Faktor genetik6 Disregulasi serotonin dan
norepinefrin
Prevalensiy
Laki-laki sama dengan wanitay Onset sejak masa kanak
sampai 50 tahun (rata-rata
usia 30 tahun)
yWanita lebih sering daripada laki-laki
y Onset dewasa akhir atau masakanak-kanak (rata-rata usia
kurang dari 45 tahun)
Insidens y 0,3 - 1,5 % populasi dan tidakada perbedaan antar ras
y Sosioekonomi tinggi danberpendidikan tinggi
y Secara umum tidak ada tapi beberapa penelitian hasilnya
berkisar antara 2 29 %
y Sosioekonomi rendah
Gejala klinik y Tidak terdapat halusinasiy Episode manik :
y Terdapat gejala yang memenuhikriteria A skizofrenia fase aktif
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
35/39
35
1. Aktivitas meningkat2. Banyak bicara3. Harga diri meningkat (waham
grandiosa) atau terlalu optimis
4. Perhatian mudah teralih dankonsentrasi menurun
5. Penurunan kebutuhan tidur(hanya 3 jam/hari)
6. Loncat gagasan (flight ofideas)
7. Banyak energi8. Mudah tersinggungy Episode depresif : Energi menurun Aktivitas menurun Tidak ada semangat dan minat Pesimis, perasaan bersalah
dan tidak berguna (waham
nihilistik)
Kebutuhan tidur meningkatatau menurun
y Episode hipomanik : gejalalebih ringan daripada episode
manik
dan gangguan afektif (mood)
untuk episode manik, depresif
berat atau campuran
y Terdapat waham aneh danhalusinasi auditorik minimal
selama 2 minggu tanpa gejala
mood yang menonjol
Perjalanan
penyakit
Terdapat penyembuhan sempurna
atau remisi total antar episode
Bervariasi mulai dari eksaserbasi, remisi
sampai jangka panjang yang memburuk
Hospitalisasi Bipolar I memiliki indikasi untuk Lebih berindikasi untuk rawat inap di RS
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
36/39
36
dirawat inap di Rumah Sakit daripada
Bipolar II
Diagnosis
banding
y Gangguan depresi beraty Gangguan kepribadian
ambang
y Skizofreniay Gangguan afektif (mood)y Penyalah gunaan amfetamin atau
phencyclidine
y Beberapa pasien epilepsi lobustemporalis
Prognosis Dapat sembuh sempurna tanpa gejala
sisa (remisi total)
Lebih baik daripada skizofrenia tetapi
lebih buruk daripada gangguan afektif
(mood)
Terapi 1. Psikofarmakologik Episode manik :
- Antimanik (Litium2x250 mg)
- Antikonvulsan(Karbamanzepin
2x300 mg dan
Valproate 3x250 mg)
Episode depresi : Sertraline 2x50 mg
2. ECT3. Terapi psikososial4. Terapi kognitif5. Terapi interpersonal6. Terapi keluarga
Rawat inap di RS Psikofarmakologik1) Antidepresan : Sertraline 2x50
mg
2) Antimanik : Lithium,Carbamazepin dan Valproate
3) Antipsikotik : Chlorpromazine1x100 mg
4) ECT Terapi psikososial Terapi keluarga Pelatihan kemampuan sosial dan
rehabilitasi kognitif
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
37/39
37
BAB V
KESIMPULAN
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu, tidak boleh putus. Bila putus, fase
normal akan memendek sehingga kekambuhan semakin sering. Adanya fase normal pada
gangguan bipolar sering mengakibatkan buruknya compliance untuk berobat karena
dikira sudah sembuh. Oleh karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat
ditangani lebih dini.
Gangguan skizoafektif merupakan gangguan psikotik lain yang menunjukkan
gejala gangguan skizofrenia dan gangguan afektif. Diagnosis skizoafektif dapat
ditegakkan bila didapatkan gejala-gejala yang sesuai dengan kriteria diagnostik dari
skizofrenia dan gangguan afektif tersebut seperti yang telah disebutkan di dalam DSM-
IV, yang mana dibedakan dalam dua spesifik tipe yaitu tipe bipolar dan tipe depresif.
Penatalaksanaan yang dilakukan untuk gangguan skizoafektif ini terutama ditujukan pada
gejala yang timbul serta intervensi psikososial, dapat berupa dukungan dari keluarga
pasien untuk menunjang penyembuhannya ataupun kegiatan pelatihan lain yang
dilakukan pasien agar didapatkan prognosis yang lebih baik.
Cardno dan kawan-kawan di London menunjukkan bahwa skizofrenia,
skizoafektif, dan sindrom manic berbagi faktor resiko genetik. Penemuan ini
menimbulkan dugaan suatu genetik tersendiri bertanggungjawab pada psikosis berbagi
dengan gangguan mood dan skizofrenia.
Tsuang dan kawan-kawan mengindikasikan adanya kontribusi genetik pada MDI
dengan gambaran psikotik, serta menunjukkan adanya hubungan antara skizofrenia dan
gangguan bipolar.
Prognosis gangguan bipolar lebih baik dari pada gangguan skizoafektif, karena
gangguan bipolar dapat sembuh sempurna disetiap episode sedangkan gangguanskizoafektif ada gejala residu atau tidak dapat remisi total.
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
38/39
38
DAFTAR PUSTAKA
1) Harolod I. Kaplan, Benjamin J. Sadock. Skizofrenia, Sinopsis Psikiatri ;edisi VII. Binarupa Aksara. Jakarta : 1997. Hal 777-852
2) PPDGJ II, Edisi II Departemen Kesehatan R.I., Direktorat JenderalPelayanan Medis, 1993. hal. 133-134
3) Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth Edition,1994. page. 350-363
4) Felix, Memahami kepribadian dua kutub,http://www.medicastore.com/med/berita.php?id=40&iddtl=&idktg=&id
obat=&UID=2008022716340461.94.104.185
5) Jari Tiihonen, Kristian Wahlbeck, Jouko Lnnqvist, Timo Klaukka, JohnP A Ioannidis, Jan Volavka, Jari Haukka, Effectiveness of antipsychotic
treatments in a nationwide cohort of patients in community care after
first hospitalisation due to schizophrenia and schizoaffective disorder:
observational follow-up study, http:/British Medical
Journals.com/2009/09/15/Effectiveness of antipsychotic treatments in a
nationwide cohort of patients in community care after first
hospitalisation due to schizophrenia and schizoaffective disorder:
observational follow-up study
6) R.H. Belmaker, M.D. Bipolar Disorder, http://New England JournalsMedical.com/2009/04/10/bipolar disorder.
7) American Psychiatric Association, Schizophrenia and Other PsychoticDisorder, dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
(DSM-IV), 4th edition, Washington DC:292-296
8) Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Medik,Departemen Kesehatan R.I, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis
Gangguan Jiwa di Indonesia; Edisi III; Jakarta; 1993.137-167
-
8/2/2019 REFERAT JIWA Yoyo Buat Wina
39/39
9) Kaplan HI, Sadock BJ; Other Psychotic Disorder-SchizoaffectiveDisorder, dalam Comprehensive Text Book of Psychiatry, vol. IA, 7
th
edition, Williams and Wilkins, Philadelphia, 2000:1232-1236
10)Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA; Other Psychotic Disorder-Schizoaffective Disorder, dalam Synopsis of Psychiatry-Behavioral
Science Clinical Psychiatry, 7th edition, Williams and Wilkins,
Baltimore USA, 1994:500-503
11)Stahl, Stephen M; Psychosis and Schizophrenia, dalam EssentialPsychopharmacology Neuroscientific Basis and Practical, 3
rdedition,
Cambrige University Press, USA, 2008:247-283
http://www.mentalhealth.com