referat istc

15
BAB I PENDAHULUAN Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. 1 Tuberkulosis masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama walaupun pengobatan tuberkulosis yang efektif telah tersedia. Tuberkulosis dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar dari kasus tuberkulosis ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara- negara yang sedang berkembang. 2 Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tuberkulosis ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru tuberkulosis dan sekitar 140.000 kematian akibat tuberkulosis. Di Indonesia tuberkulosis merupakan pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia. 3 International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi pedoman program penanggulangan tuberkulosis nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan diperkenalkan pada bulan Februari 2006 dan direvisi 2009 serta dilaksanakan di Indonesia. Tujuan ISTC adalah mendeskripsikan secara luas pada praktisi, masyarakat bagaimana prosedur penatalaksanaan seseorang yang memiliki penyakit tuberkulosis maupun yang dicurigai mengidap tuberkulosis. ISTC sendiri memfasilitasi pada masyarakat bagaimana melayani pasien dengan hasil sputum positif maupun negatif tuberkulosis, dan tuberkulosis ekstrapulmoner akibat MDR-TB, tuberkulosis dengan kombinasi infeksi HIV dan faktor komorbid lainnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit tuberkulosis dan menjaga kesehatan masyarakat. 6 3

Upload: adityailham

Post on 29-Jan-2016

219 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

International Standar of Tuberculosis Care

TRANSCRIPT

Page 1: Referat ISTC

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. 1

Tuberkulosis masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama walaupun pengobatan tuberkulosis yang efektif telah tersedia. Tuberkulosis dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar dari kasus tuberkulosis ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara- negara yang sedang berkembang.2

Indonesia merupakan negara dengan prevalensi tuberkulosis ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru tuberkulosis dan sekitar 140.000 kematian akibat tuberkulosis. Di Indonesia tuberkulosis merupakan pembunuh nomor satu di antara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.3

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi pedoman program penanggulangan tuberkulosis nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan diperkenalkan pada bulan Februari 2006 dan direvisi 2009 serta dilaksanakan di Indonesia.

Tujuan ISTC adalah mendeskripsikan secara luas pada praktisi, masyarakat bagaimana prosedur penatalaksanaan seseorang yang memiliki penyakit tuberkulosis maupun yang dicurigai mengidap tuberkulosis. ISTC sendiri memfasilitasi pada masyarakat bagaimana melayani pasien dengan hasil sputum positif maupun negatif tuberkulosis, dan tuberkulosis ekstrapulmoner akibat MDR-TB, tuberkulosis dengan kombinasi infeksi HIV dan faktor komorbid lainnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit tuberkulosis danmenjaga kesehatan masyarakat. 6

3

Page 2: Referat ISTC

BAB IIPEMBAHASAN

INTERNATIONAL STANDARD TUBERCULOSIS CARE (ISTC)

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi pedoman program penanggulangan tuberkulosis nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO. Standar tersebut bersifat internasional dan diperkenalkan pada bulan Februari 2006 dan direvisi 2009 serta dilaksanakan di Indonesia.5

Tujuan ISTC adalah mendeskripsikan secara luas pada praktisi,masyarakat bagaimana prosedur penatalaksanaan seseorang yang memiliki penyakit tuberkulosis maupun yang dicurigai mengidap tuberkulosis. ISTC sendiri memfasilitasi pada masyarakat bagaimana melayani pasien dengan hasil sputum positif maupun negatif tuberkulosis, dan tuberkulosisekstrapulmoner akibat MDR-tuberkulosis, tuberkulosis dengan kombinasi infeksi HIV dan faktor komorbid lainnya. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit tuberkulosis dan menjaga kesehatan masyarakat 6

Penyebab utama meningkatnya beban masalah tuberkulosis antara lain adalah :4

1. Kemiskinan yang banyak terjadi pada negara berkembang2. Kegagalan program tuberkulosis selama ini. Hal ini diakibatkan oleh

Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan Tidak memadainya organisasi pelayanan tuberkulosis (kurang terakses oleh

masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan pelaporan yang standar, dan sebagainya).

Tidak memadainya tatalaksana kasus (diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus yang telah didiagnosis)

Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang mengalami krisis

ekonomi atau pergolakan masyarakat3 Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur

umur kependudukan.4 Dampak pandemi HIV

International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) terdiri dari 21 standar yaitu 6 standard untuk diagnosis, 7 standard untuk pengobatan, 4 standard untuk penanganan tuberkulosis-HIV dan 4 standard yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Adapun ke 21 standar tersebut adalah :5

4

Page 3: Referat ISTC

A. STANDARD UNTUK DIAGNOSIS

Standard 1 :

Setiap individu dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak dapat dipastikan penyebabnya harus dievaluasi untuk tuberkulosis. 5

Standard 2 :

Semua pasien yang diduga penderita tuberkulosis paru (dewasa, remaja dan anak-anak yang dapat mengeluarkan dahak) harus menjalani pemeriksaan sputum secara mikroskopis minimal 2 kali di lab yang kualitasnya terjamin. Bila memungkinkan minimal satu kali pemeriksaan berasal dari sputum pagi hari. 5

Standard 3:

Semua pasien yang diduga tenderita tuberkulosis ekstraparu ( dewasa, remaja dan anak ) harus menjalani pemeriksaan bahan yang didapat dari kelainan yang dicurigai. Bila tersedia fasiliti dan sumber daya, juga harus dilakukan biakan dan pemeriksaan histopatologi. 5

Standard 4:

Semua individu dengan foto toraks yang mencurigakan ke arah tuberkulosis harus menjalani pemeriksaan dahak secara mikrobiologi.5

Standard 5:

Diagnosis tuberkulosis paru, BTA negatif harus berdasarkan kriteria berikut :

Negatif paling kurang pada 3 kali pemeriksaan (termasuk minimal 1 kali terhadap dahak pagi hari)

Foto toraks menunjukkan kelainan tuberkulosis Tidak ada respons terhadap antibiotik spektrum luas (hindari pemakaian

flurokuinolon karena mempunyai efek melawan M.tuberkulosis sehingga memperlihatkan perbaikan sesaat).

Bila ada fasilitas, pada kasus tersebut harus dilakukan pemeriksaan biakan. Pada pasien dengan atau diduga HIV evaluasi diagnostik harus disegerakan dan jika bukti klinis sangat mendukung ke arah tuberkulosis, pengobatan harus dimulai. 5

Standard 6 :

Pada anak yang diduga menderita tuberkulosis intratoraks (paru, pleura, KGB hilus/mediastinal) dengan sputum negatif harus berdasarkan penemuan gambaran TB pada foto toraks dan riwayat terpapar atau bukti infeksi tuberkulosis (test tuberkulin/ interferon gamma release assay positif). Jika fasilitas kultur tersedia pemeriksaan harus segera dilakukan (bahan yang berasal dari batuk, bilasan lambung, induksi sputum). 5

5

Page 4: Referat ISTC

B. STANDARD UNTUK PENGOBATAN

Standard 7:

Setiap petugas yang mengobati pasien tuberkulosis dianggap menjalankan fungsi kesehatan masyarakat yang tidak saja memberikan paduan obat yang sesuai tetapi juga dapat memantau kepatuhan berobat sekaligus menemukan kasus-kasus yang tidak patuh terhadap rejimen pengobatan. Dengan melakukan hal tersebut akan dapat menjamin kepatuhan hingga pengobatan selesai.5

Standard 8:

Semua pasien (termasuk pasien HIV) yang belum pernah diobati harus diberikan panduan obat lini pertama yang disepakati secara internasional menggunakan obat yang biovaibilitasnya sudah diketahui.

Fase awal terdiri dari INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol diberikan selama 2 bulan.

Fase lanjutan yang dianjurkan adalah INH dan rifampisin yang selama 4 bulan. Fixed Dosed Combination (FDC) yang terdiri dari dua obat yaitu INH dan

rifampisin ,yang terdiri dari tiga obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan yang terdiri dari empat obat yaitu INH, rifampisin, pirazinamid dan etambutol sangat dianjurkan khususnya bila tidak dilakukan pengawasan langsung saat menelan obat.

Pemberian INH dan etambutol selama 6 bulan merupakan paduan alternatif untuk fase lanjutan pada kasus yang keteraturannya tidak dapat dinilai tetapi terdapat angka kegagalan dan kekambuhan yang tinggi dihubungkan dengan pemberian alternatif tersebut diatas khususnya pada pasien HIV 5

Standard 9 :

Pengukuran ini dibuat khusus untuk keadaan masing-masing individu dan dapat diterima baik oleh pasien maupun pemberi pelayanan. Pengukuran tersebut salah satunya termasuk pengawasan langsung minum obat oleh PMO (untuk tuberkulosis dan jika memungkinkan untuk HIV) yang dapat diterima oleh pasien dan sistem kesehatan serta bertanggung jawab kepada pasien dan sistem kesehatan. 5

Standard 10:

Respons terapi semua pasien harus dimonitor. Pada pasien tuberkulosis paru penilaian terbaik adalah dengan pemeriksaan sputum ulang (2 spesimen) pada saat menyelesaikan fase awal (2 bulan), bulan kelima dan pada akhir pengobatan. Pasien dengan BTA+ pada bulan kelima pengobatan dianggap sebagai gagal terapi dan diberikan obat dengan modifikasi yang tepat (sesuai standar 14 dan 15). Penilai respons terapi pada pasien tuberkulosis paru ekstra paru dan anak-anak, paling baik dinilai secara klinis.Pemeriksaan foto toraks untuk evaluasi tidak diperlukan dan dapat menyesatkan (misleading). 5

6

Page 5: Referat ISTC

Standard 11:

Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat pengobatan terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin resisten obat dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua pasien. Uji sensivitas obat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan untuk semua pasien yang sebelumnya pernah diobati. Pasien yang apus dahak tetap positif setelah pengobatan tiga bulan selesai dan pasien gagal pengobatan, putus obat, atau kasus kambuh setelah pengobatan harus selalu dinilai terhadap resistensi obat. Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat, biakan dan uji sensitivitas/resistensi obat setidaknya terhadap isoniazid dan rifampisin seharusnya dilaksanakan segera untuk meminimalkan kemungkinan penularan. Cara-cara pengendalian infeksi yang memadai dilakukan sesuai tempat pelayanan. 5

Faktor terkuat yang berhubungan dengan resistensi obat adalah pengobatan anti tuberculosis sebelumnya, Pasien yang mengalami resisitensi obat 4 kali lebih tinggi, dan pasien yang mengalami MDR 10 kali lebih tinggi pada pasien yang telah menjalani perawatan sebelumnya daripada pasien yang belum menjalani perawatan. 6

Faktor resiko terjadinya resistensi akan dijelaskan pada tabel 1

Tabel 1Faktor risiko terjadinya resistensi Keterangan

Kegagalan regimen pengobatan ulang Pasien dengan apusan dahak positif setelah mendapatkan pengobatan ulang, memiliki kemungkinan tertinggi untuk terjadi MDR, hingga lebih dari 80%

Kontak erat dengan pasien tuberkulosis yang mengalami resistensi obat

Penelitian menunjukan angka kejadian MDR tuberkulosis yang tinggi terjadi pada orang yang memiliki kontak erat dengan pasien MDR tuberkulosis

Kegagalan pengobatan fase inisial Pasien yang apusan dahaknya tetap positif setelah pengobatan, kemungkinan mengalami resistensi obat

Relaps setelah pengobatan yang sepertinya berhasil

Pasien yang mengalami relaps dicurigai terinfeksi orgainsme yang resisten

Paparan pada tempat dengankejadian tuberkulosis resisten obat, atau tempat dengan prevalensi tuberkulosis resisten obat

Pasien yang tinggal di tempat penampungan, penjara, petugas kesehatan di klinik, laboratorium, maupun rumah sakit, memiliki risiko untuk terkena tuberkulosis resisten obat

Tinggal di daerah dengan prevalensi tuberkulosis resisten obat tinggi

Tuberkulosis dengan resistensi obat pada beberapa tempat di dunia, dengan drug suscepbility testing rutin pada kasus baru

7

Page 6: Referat ISTC

Standard 12: Pasien yang menderita atau kemungkinan besar menderita tuberkulosis yang disebabkan kuman resisten obat (khususnya MDR/XDR) seharusnya diobati dengan panduan obat khusus yang mengandung obat anti tuberkulosis lini kedua. Panduan obat yang dipilih dapat distandarisasi atau sesuai pola sensitivitas obat berdasarkan dugaan atau yang telah terbukti. Paling tidak harus digunakan empat obat yang masih efektif, termasuk obat suntik, harus diberikan paling tidak 18 bulan setelah konversi biakan. Cara-cara yang berpihak kepada pasien disyaratkan untuk memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Konsultasi dengan penyelenggara pelayanan yang berpengalaman dalam pengobatan pasien dengan MDR/XDR tuberkulosis harus dilakukan. 5

Tiga strategi untuk mengatasi MDR/XDR tuberkulosis yang saat ini direkomendasikan adalah : 6

Regimen terstandar didasarkan pada data survey resistensi atau data penggunaan obat di suatu wilayah.

Regimen empiric adalah pengobatan yang biasa digunakan selagi hasil tes sensitivitas belum keluar.

Regimen individual, berdasar pada hasil uji sensitivitas, penggunaan obat sebelumnya dan pola penggunaan obat secara local, regimen ini memiliki keuntungan menghindarkan pasien dari toksisitas dan mahalnya obat untuk menanggulangi strain MDR

Standard 13Rekaman tertulis tentang pengobatan yang diberikan, respons bakteriologis, dan efek samping seharusnya disimpan untuk semua pasien. 5

Pada pasien putus obat kemudian kembali menjalani pengobatan atau pada pasien yang relaps setelah selesai pengobatan, sangat penting untuk melihat catatan medik sebelumnya untuk menilai kemungkinan terjadinya resistensi obat. 6

8

Page 7: Referat ISTC

C. STANDARD UNTUK PENANGANAN TB DENGAN INFEKSI HIV DAN KONDISI KOMORBID LAIN

Standard 14Uji HIV dan konseling harus direkomendasikan pada semua pasien yang menderita atau yang diduga menderita tuberkulosis. Pemeriksaan ini merupakan bagian penting dari manajemen rutin bagi semua pasien di daerah dengan prevalensi infeksi HIV yang tinggi dalam populasi umum, pasien dengan gejala dan/atau tanda kondisi yang berhubungan HIV, dan pasien dengan riwayat risiko tinggi terpajan HIV. Mengingat terdapat hubungan yang erat antara tuberkulosis dan infeksi HIV, pada daerah dengan prevalensi yang tinggi pendekatan yang terintegrasi direkomendasikan untuk pencegahan dan penatalaksanaan kedua infeksi.5

Standard 15Semua pasien dengan tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya dievaluasi untuk menentukan perlu/tidaknya pengobatan anti retroviral diberikan selama masa pengobatan tuberkulosis. Perencanaan yang tepat untuk mengakses obat anti retroviral, seharusnya dibuat untuk pasienyang memenuhi indikasi. Bagaimana pun juga pelaksanaan pengobatan tuberkulosis tidak boleh ditunda. Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV seharusnya juga diberi kotrimoksazol sebagai pencegahan infeksi lainnya.5

Konsultasi dengan ahli HIV diperlukan dalam manajemen tuberkulosis-HIV. Pasien tuberkulosis dan infeksi HIV perlu mendapatkan pengobatan kotrimoksazol sebagai profilaksis dari infeksi lain. Beberapa penelitian menunjukan manfaat profilaksis kotrioksazol dan ini merupakan bagian dari manajemen tuberkulosis-HIV WHO. 6

Standard 16

Pasien dengan infeksi HIV yang, setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif diobati sebagai pasien terinfeksi selama 6-9 bulan. 5

Standard 17Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid yang dapat mempengaruhi respons atau hasil pengobatan tuberkulosis. Saat rencana pengobatan mulai diterapkan, penyelenggara kesehatan harus mengidentifikasi layanan-layanan tambahan yang dapat mendukung hasil yang optimal bagi semua pasien dan menambahkan layanan-layanan ini pada rencana penatalaksanaan. Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan pengobatan untuk penatalaksanaan penyakit lain dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit yang mempengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes mellitus. Program berhenti merokok, dan layanan pendukung psikososial lain, atau layanan-layanan seperti perawatan selama masa kehamilan atau setelah melahirkan. 5

9

Page 8: Referat ISTC

D. STANDARD UNTUK KESEHATAN MASYARAKAT

Standard 18 5

Semua penyelenggara pelayanan untuk pasien tuberkulosis seharusnya memastikan bahwa semua orang yang mempunyai kontak erat dengan pasien tuberkulosis menular seharusnya dievaluasi dan ditatalaksana sesuai dengan rekomendasi internasional. Penentuan prioritas penyelidikan kontak didasarkan pada kecendrungan bahwa kontak : menderita tuberkulosis yang tidak terdiagnosis; berisiko tinggi menderita tuberkulosis berat jika terinfeksi; berisiko menderita tuberkulosis berat jika penyakit berkembang dan berisiko tinggi terinfeksi oleh pasien. Prioritas tertinggi evaluasi kontak adalah

Orang dengan gejala yang mendukung ke arah tuberkulosis Anak berusisa <5 tahun Kontak yang menderita atau diduga menderita imunokompromais, khususnya infeksi

HIV Kontak dengan pasien MDR/XDR tuberkulosis. Kontak erat lainnya merupakan

kelompok prioritas yang lebih rendah

Standard 19Anak berusia <5 tahun dan individu semua usia dengan infeksi HIV yang memiliki kontak erat dengan pasien tuberkulosis dan setelah dievaluasi dengan seksama, tidak menderita tuberkulosis aktif, harus diobati sebagai infeksi laten tuberkulosis dengan isoniazid.5

Standard 20Setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani pasien, yang menderita atau diduga menderita tuberkulosis harus mengembangkan dan menjalankan rencana pengendalian infeksi tuberkulosis yang memadai. 5

Standard 21Semua penyelenggara pelayanan kesehatan harus melaporkan kasus tuberkulosis baru maupun kasus pengobatan ulang serta hasil pengobatannya ke kantor Dinas kesehatan setempat sesuai dengan peraturan hukum dan kebijaksanaan yang berlaku. 5

10

Page 9: Referat ISTC

BAB IIIKESIMPULAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi.International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) merupakan standar yang melengkapi pedoman program penanggulangan tuberkulosis nasional yang konsisten dengan rekomendasi WHO terdiri dari 21 standar yaitu 6 standard untuk diagnosis, 7 standard untuk pengobatan, 4 standard untuk penanganan tuberkulosis-HIV dan 4 standard yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat.

11

Page 10: Referat ISTC

DAFTAR PUSTAKA

1. Mansjoer, A,.(ed). 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. p:472

2. Sudoyo A.W., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M.K., dan Setiati S (eds). 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 988-1000

3. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2006. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : Indah Offset Citra Grafik

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

5. Martini, T. 2010. Standar Internasional Untuk Penanggulangan TB. Proseding dalam symposium TB Update 2010. Diakses dari http://dokteraep.blogspot.com/2010/05/standar-internasional-untuk_28.html.(29Desember 2010)

6. TBCTA. 2009. International Standard for Tuberculosis Care (ISTC) 2n Edition Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. The Hauge

12