referat-hipoglikemia_archi

Upload: aco

Post on 08-Jan-2016

3 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

123

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Glukosa merupakan bahan bakar utama metabolisme untuk otak. Fungsi otak yang normal sangat tergantung asupan glukosa dari sirkulasi. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung lebih dari beberapa menit dapat menimbulkan disfungsi sistem saraf pusat, gangguan kognitifdan koma.1 Pada individu normal yang sehat, hipoglikemia yang sampai menimbulkan gangguan kognitif yang bermakna tidak terjadi karena mekanisme homeostasis glukosa endogen berfungsi dengan efektif.Hipoglikemia merupakan salah satu komplikasi dari penanganan Diabetes Melitus. Secara klinis masalah hipoglikemia timbul karena pada diabetes dan akibat terapi, mekanisme homeostasis endogen tersebut terganggu. Hipoglikemia pada pasien diabetes tipe 1 dan tipe 2 merupakan faktor penghambat dalam mencapai sasaran kendali glukosa darah normal.1 Tidak ada definisi kendali glukosa darah yang baik dan lengkap tanpa menyebutkan bebas dari hipoglikemia.1 Faktor paling utama yang menyebabkan hipoglikemia sangat penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf pada asupan glukosa yang berkelanjutan.1BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Hipoglikemia adalah keadaan dimana konsentrasi glukosa darah < 70 mg/dl.2-3 Sumber lain ada yang mendefinisikan hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dl atau glukosa darah < 80 mg/dl dengan manifestasi gejala klinis hipoglikemia.2,3 2.2 Epidemiologi

Insiden hipoglikemia pada populasi sulit untuk dipastikan. Pasien dan dokter sering mengarahkan gejala (misalnya: kecemasan, iritabilitas, kelaparan) ke arah hipoglikemia, tanpa melampirkan adanya pemeriksaan glukosa darah yang rendah. Prevalensi hipoglikemia yang benar dengan kadar gula darah di bawah 50 mg / dL biasanya terjadi pada 5-10% dari orang yang mengalami gejala hipoglikemia.4Hipoglikemia juga merupakan komplikasi yang disebabkan dari beberapa obat diabetes. Oleh karena itu, kejadian hipoglikemia pada populasi penderita diabetes sangat berbeda dengan populasi orang tanpa diabetes.5Karena definisi dari hipoglikemia yang digunakan berbeda-beda, perbandingan kekerapan kejadian hipoglikemia dari berbagai studi harus dilakukan dengan hati-hati. Sangat bermanfaat untuk mencatat kekerapan kejadian hipoglikemia agar pengaruh berbagai regimen terapi terhadap timbulnya hipoglikemia dan ciri klinik yang menyebabkan pasien beresiko dapat dibandingkan. Dalam The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) yang dilaksanakan pada pasien diabetes tipe 1, kejadian hipoglikemia berat tercatat pada 60 pasien/tahun pada kelompok yang mendapat terapi insulin intensif dibandingkan dengan 20 pasien/tahun pada pasien yang mendapat terapi konvensional. Sebaliknya, dengan kriteria yang berbeda kelompok the Dusseldorf mendapat kejadian hipoglikemia yang berat didapatkan pada 28 dengan terapi insulin intensif dan 17 dengan terapi konvensional.1

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien Diabetes mellitus (DM) maupun bukan pasien DM. pada pasien DM, hipoglikemia dapat terjadi pada mereka yang menggunakan obat insulin maupun obat anti diabetes oral (sulfonil urea). Di Negara barat, dimana banyak pasien IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), hipoglikemia lebih sering terjadi pada pasien DM yang menggunakan insulin daripada yang mengunakan sulfonilurea. Laporan dari Inggris menunjukkan insidensi hipoglikemia sebesar 19/1000 pasien/tahun pada pasien yang menggunakan sulfonilurea dan 4,2/1000 pasien/tahun perlu dirawat di rumah sakit. Kematian akibat hipoglikemia pada pasien yang menggunakan insulin di Inggris adalah 0,2/1000 pasien/tahun, sedangkan yang menggunakan sulfonilurea di Swedia adalah 0-0,33/1000pasien/tahun. Laporan kejadian di Indonesia sendiri belum banyak. Hipoglikemia di Indonesia didapatkan baik pada pasien yang mendapat insulin maupun sulfonilurea, sedangkan kematian hanya didapatkan pada pasien yang mendapat sulfonilurea.1Hipoglikemia yang ringan seringkali hanya dianggap sebagai konsekuensi terapi menurunkan glukosa yang tidak dapat dihindari. Walaupun demikian, hipoglikemia ringan tidak boleh diabaikan karena potensial dapat diikuti kejadian hipoglikemia yang lebih berat.12.3 Etiologi1

Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien Dm maupun non DM.

Pada pasien DM:

1. Defisiensi insulin endogen, yang sekaligus menandakan bahwa telah terjadi penurunan respon glukagon

2. Terapi DM secara agresif, yang terlihat dari rendahnya target terapi, baik glukosa darah, HbA1C, atau keduanya.3. Riwayat hipoglikemia

4. Latihan jasmani dengan intensitas menengah hingga berat

5. Tidur

6. Gagal ginjal

7. Gagal hati

8. Pasca persalinan pada ibu dengan menggunakan terapi insulin saat hamil

9. Asupan makan tidak adekuat

Pada pasien Non-DM:

1. Pasien yang sakit atau dalam pengobatan

2. Obat:

Alkohol

Obat lain

3. Penyakit kritis

Gagal hati, ginjal atau jantung

Sepsis (termasuk malaria)

Inanition (kurang asupan nutrisi)4. Defisiensi hormon Kortisol

Glukagon dan epinefrin (pada DM yang sudah mengalami defisiensi insulin)

5. Tumor non- sel islet

6. Pasien yang tampak sehat

7. Hiperinsulinisme endogen

Insulinoma

Gangguan sel-B fungsional (nesidioblastosis)

Hipoglikemia akibat insulin autoimun

Insulin sekretagog

Lainnya

8. Hipoglikemia accidental, surreptitious, maliciousBila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes melitus harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hal ini paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia pada penggunaan sulfonilurea berlangsung lama sehingga harus diawasi sampai seluruh obat disekresi dan waktu kerja obat telah habis. Pengawasan yang dibutuhkan biasanya 24-72 jam atau lebih terutama pada pasien gagal ginjal kronik atau yang mendapatkan terapi OHO kerja panjang.5Di lingkungan klinik, hipoglikemia biasa seringnya terjadi pada pengobatan untuk diabetes. Maka dari itu, hipoglikemia pada DM dipikirkan lebih dahulu sebelum memikirkan penyebab lain dari hipoglikemia.

Kadang-kadang pada pasien DM stadium dini timbul gejala hipoglikemia beberapa jam setelah makan. Beberapa faktor yang memudahkan terjadinya hipoglikemia pada pasien DM yang mendapat pengobatan insulin/sulfonilurea adalah pemasukkan makanan yang terlambat atau menurun, kesalahan dosis obat, latihan jasmani yang berlebihan, perpindahan tempat suntikkan insulin (dari lengan ke dinding perut), kebutuhan insulin dan sulfonilurea yang menurun (neuropati, penyakit hati, persalinan, penyembuhan dari infeksi/stress, hipotiroidisme), pemberian obat-obat lain yang berefek hipoglikemia, gastroparesis diabetic.

Sampai saat ini pemberian insulin masih belum sepenuhnya dapat menirukan pola sekresi insulin yang fisiologis. Makan akan meningkatkan kadar glukosa darah dalam beberapa menit dan mencapai puncak sesudah 1 jam. Bahkan insulin yang bekerjanya paling cepat bila diberikan subkutan belum mampu menirukan kecepatan peningkatan kadar puncak tersebut dan berakibat menghasilkan puncak konsentrasi insulin 1-2 jam sesudah disuntikkan. Oleh sebab itu pasien rentan terhadap hipoglikemia sekitar 2 jam sesudah makan sampai waktu makan yang berikutnya. Waktu dimana resiko hipoglikemia paling tinggi adalah saat menjelang makan berikutnya dan malam hari.

Hampir setiap pasien yang mendapat terapi insulin, dan sebagian besar pasien yang mendapat sulfonilurea, pernah mengalami keadaan dimana kadar insulin di sirkulasi tetap tinggi sementara kadar glukosa darah sudah dibawah normal. Untuk menghindarkan timbulnya hipoglikemia pada pasien perlu diajarkan bagaimana menyesuaikan penyuntikan insulin dengan waktu dan jumlah makanan (karbohidrat), pengaruh aktifitas jasmani terhadap kadar glukosa darah, tanda-tanda hipoglikemia dan cara penanggulangannya.

Jika bukan karena hipoglikemia, tentunya diabetes akan sangat mudah untuk disembuhkan dengan pemberian insulin yang cukup (atau obat-obataan lain yang efektif) untuk menurunkan konsentrasi glukosa plasma ke nilai normal. Tetapi karena pengganti insulin ini kurang sempurna, seseorang dengan DM tipe 1 sangat rentan akan resiko hiperinsulinemia dengan hasilnya yaitu hipoglikemia.

Siapapun yang berhasil menurunkan kadar glukosa mendekati normal pasti pernah mengalami hipoglikemia dengan atau tanpa gejala tiap minggunya. Beberapa pasien pernah mengalami suatu serangan hipoglikemia berat yang berulang, seringnya dengan gejala seizure, atau koma dalam satu tahunnya.

Gambar 1. Risiko hipoglikemia berat terkait dengan berbagai terapi diabetes.62.4 Klasifikasi

Hipoglikemia tidak selalu menunjukan gejala yang sama untuk setiap orang. Maka hipoglikemia diklasifikasikan berdasarkan beratnya gejala.

Tabel 1. Klasifikasi klinis hipoglikemia akut.1

Tabel 2. Klasifikasi dari Hipoglikemia pada Penderita Diabetes Menurut American Diabetes Association (2013)7

2.5 Faktor PredisposisiTabel 3. Faktor predisposisi1Faktor yang merupakan Predisposisi atau Mempresipitasi Hipoglikemia

Berbagai faktor yang merupakan predisposisi atau mempresipitasi hipoglikemia adalah :1. Kadar insulin berlebihan Dosis berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien; ketidaksesuaian dengan kebutuhan pasien atau gaya hidup; deliberate overdose (factitious hipoglicemia) Peningkatan bioavailibilitas insulin : absorbsi yang lebih cepat (aktifitas jasmani), suntik di perut, perubahan ke human insulin; antibody insulin; gagal ginjal (clearance insulin berkurang); honeymoon periode2. Peningkatan sensitifitas insulin Defisiensi hormone counter-regulatory : penyakit Addison; hipopituitarisme Penurunan berat badan Latihan jasmani, postpartum; variasi siklus menstruasi3. Asupan karbohidrat kurang Makan tertunda atau lupa, porsi makan kurang Diet slimming, anorexia nervosa Muntah, gastroparesis Menyusui4. Lain-lain Absorpsi yang cepat, pemulihan glikogen otot Alkohol, obat (salisilat, sulfonamide meningkatkan kerja sulfonylurea; penyekat non-selektif; pentamidin)

2.6 PatogenesisUntuk memahami patogenesis hipoglikemia perlulah meninjau kembali mengenai homeostasis glukosa dan energi tubuh. Setelah makan, glukosa akan diserap ke dalam aliran darah untuk selanjutnya dibawa ke sel-sel tubuh. Insulin, hormon yang diproduksi oleh pankreas, akan membantu sel mengubah glukosa menjadi energi. Jika pada suatu waktu konsumsi glukosa melebihi jumlah yang dibutuhkan tubuh, maka tubuh akan menyimpan glukosa yang berlebih tersebut di dalam hati dan otot dalam bentuk yang disebut sebagai glikogen. Tubuh akan menggunakan glikogen untuk energi ketika dibutuhkan, misalnya di antara waktu makan. Glukosa yang berlebih juga dapat diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel lemak. Lemak juga bisa digunakan untuk energi.Ketika kadar gula dalam darah mulai turun, hormon lain yang diproduksi oleh pankreas yaitu glukagon akan memecah glikogen dan melepaskan glukosa ke dalam aliran darah untuk menormalkan kembali kadar gula dalam darah. Pada sebagian orang dengan diabetes, respon glukagon terhadap hipoglikemia terganggu dan hormon-hormon lain seperi epinefrin (adrenalin) dapat meningkatkan kadar glukosa dalam darah. Tapi penderita diabetes yang dirawat dengan suntikan insulin, anti diabetes yang meningkatkan produksi insulin, kadar glukosa darah tidak dapat kembali ke level normal dengan cepat.Pada waktu makan (absorptive) cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi tersebut akan disimpan sebagai makromolekul, karena itu fase ini dinamakan sebagai fase anabolik. Hormon yang berperan adalah Insulin. 60 % dari glukosa yang diserap usus dengan pengaruh insulin akan disimpan di hati sebagai glikogen, sebagian lagi akan disimpan di jaringan lemak dan otot juga sebagai glikogen. Sebagian lain dari glukosa tersebut akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk memperoleh energi yang digunakan seluruh jaringan tubuh terutama otak. Sekitar 70 % dari seluruh penggunaan glukosa berlangsung di otak. Berbeda dengan jaringan lain, otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi.1

Gambar 2. Homeostasis glukosa dan energi tubuh8Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peninggian asam amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otot sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolisasi oleh lipoprotein lipase dan terjadilah asam lemak. Asam lemak ini akan mengalami esterifikasi dengan gliserol dan terbentuklah trigliserida yag akan disimpan di jaringan lemak. Proses tersebut berlangsung dengan bantuan hormon insulin.1

Pada waktu sesudah makan (post absorptive) atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun, keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontra regulator yaitu glukagon, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan sebaliknya (katabolic) yaitu sintesis glikogen, protein dan trigliserida akan menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.1

Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam keadaan post absorptive (puasa) terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon kontra regulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penurunan penggunaan glukosa di jaringan insulin sensitive dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.1Selama homeostasis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi. Hipoglikemia terjadi karena ketidakmampuan hati memproduksi glukosa. Ketidakmampuan hati tersebut dapat disebabkan karena penurunan bahan pembentuk glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal. Kenaikan penggunaan glukosa di perifer tidak menimbulkan hipoglikemia selama hati masih mampu mengimbangi dengan menambah produksi glukosa.12.7 Patofisiologi

Tubuh manusia memiliki mekanisme mempertahankan glukosa darah adekuat untuk digunakan organ-organ tubuh, terutama otak. Menurunnya konsentrasi glukosa darah secara fisiologis akan diikuti oleh penurunan sekresi insulin endogen yang diikuti oleh pelepasan hormon counterregulatory, seperti glukagon dan epinefrin.9

Pada pasien non-DM, respon fisiologis dan gejala klinis pada hipoglikemia terjadi pada rentang konsentrasi glukosa darah yang relatif konstan. Pada pasien DM, respon fisiologis ini berbeda-beda.1

Pada pasien DM yang mengalami hipoglikemia, terjadi gangguan pada mekanisme pertahanan terhadap hipoglikemia, antara lain:

1. Konsentrasi insulin tidak menurun

2. Konsentrasi glukagon tidak meningkat

3. Terjadi penurunan ambang batas konsentrasi gula darah untuk memulai sekresi epinefrin

Akan tetapi, tidak semua pasien menunjukan gejala yang konsisten dengan hipoglikemia. Hal ini disebabkan oleh adanya gangguan respons saraf simpatis.1

Gejala dari hipoglikemia berhubungan dengan aktivasi dari simpatis dan disfungsi otak sekunder akibat penurunan dari tingkat glukosa dalam darah. Stimulasi dari sistem saraf simpatoadrenal mengakibatkan terjadinya berkeringat, palpitasi, gemetar, ansietas, dan kelaparan. Penurunan dari glukosa darah pada otak mengakibatkan terjadinya sulit berkonsentrasi, iritabilitas, halusinasi, gangguan fokal (seperti hemiplegia), bahkan koma dan kematian. Adanya gejala adrenergik sering mengakibatkan adanya gejala neuroglikopenik dan memberikan tanda awal pada pasien.

Respon awal ketika kadar glukosa turun adalah peningkatan akut sekresi hormon counter-regulatory (glucagon dan epinefrin) dimana batas kadar glukosa tersebut yaitu 65-68 mg%. Lepasnya epinefrin akan menunjukan aktivasi sistem simpatoadrenal. Bila glukosa darah tetap turun sampai 3,2 mmol/l maka gejala aktivasi otonomik mulai tampak. Fungsi kognisi yang diukur dengan kecepatan reaksi dan berbagai fungsi psikomotor yang lain mulai terganggu pada kadar glukosa 3 mmol/L. Bila individu tersebut masih memiliki kesiagaan maka aktivasi sistem simpatoadrenal akan terjadi sebelum gejala fungsi serebral yang bermakna timbul sehingga pasien tetap sadar dan memiliki kemampuan kognitif yang cukup untuk melakukan tindakan koreksi yang diperlukan.4Glukagon dan epinefrin merupakan dua hormon yang disekresi pada kejadian hipoglikemia akut. Glukagon hanya bekerja di hati. Glukagon mula-mula meningkatkan glikogenolisis dan kemudian glukoneogenesis. Epinefrin selain meningkatkan glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati juga menyebabkan lipolisis di jaringan lemak serta glikogenolisis dan proteolisis di otot. Gliserol, hasil lipolisis, serta asam amino (alanin dan aspartat) merupakan bahan baku glukoneogenesis di hati.

Epinefrin juga meningkatkan glukoneogenesis di ginjal, yang pada keadaan tertentu merupakan 25% produksi glukosa tubuh. Pada keadaan hipoglikemia yang berat, walaupun kecil hati juga menunjukkan kemampuan autoregulasi.

Kortisol dan growth hormone berperan pada keadaan hipoglikemia yang berlangsung lama, dengan cara melawan kerja insulin di jaringan perifer (lemak dan otot) serta meningkatkan glukoneogenesis. Defisiensi growth hormone (panhipopituitarisme) dan kortisol (penyakit Addison) pada individu menimbulkan hipoglikemia yang umumnya ringan.

Bila sekresi glukagon dihambat secara farmakologis, pemulihan kadar glukosa setelah hipoglikemia yang diinduksi insulin berkurang sekitar 40%.

Reaksi sel pancreas terhadap hipoglikemia adalah dengan menghambat sekresi insulin dan turunnya kadar insulin di dalam sel berperan dalam sekresi glukagon oleh sel .

Selain itu, mekanisme tubuh untuk mengompensasi adalah dengan meningkatkan epinefrin, sehingga prekursor glukoneogenik dapat dimobilisasi dari sel otot dan sel lemak untuk produksi glukosa tambahan. Tubuh melakukan pertahanan terhadap turunnya glukosa darah dengan menaikkan asupan karbohidrat secara besar-besaran. Mekanisme pertahanan ini akan menimbukan gejala neurogenik seperti palpitasi, termor, adrenergik, kolinergik, dan berkeringat. Ketika hipoglikemia menjadi semakin parah maka mungkin juga dapat terjadi kebingungan, kejang, dan hilang kesadaran.2Hipoglikemia berat didefinisikan sebagai hipoglikemia yang tidak dapat di tangani oleh mekanisme homeostasis tubuh. Pada kondisi ini orang yang terkena hipoglikemia berat dapat kehilangan kesadaran atau merasa kebingungan. Walaupun penderita hipoglikemia berat akan terlihat sadar, tapi penderita akan terlihat lethargik (kelelahan) dan emosional. Hal ini disebabkan karena glukagon tidak dapat mengompensasi adanya insulin yang berlebihan. Sehingga terkadang ketika seseorang mengalami hipoglikemia berat dibutuhkan penyuntikkan glukagon. Penyuntikkan glukagon ini dapat diberikan dengan orang terdekat yang dilatih atau tenaga medis terlatih.

Gambar 3. Koma hipoglikemia12.8 Gejala klinik

Faktor utama mengapa hipoglikemia menjadi penting dalam pengelolaan diabetes adalah ketergantungan jaringan saraf terhadap asupan glukosa yang terus menerus. Gangguan asupan glukosa yang berlangsung beberapa menit menyebabkan gangguan sistem saraf pusat, dengan gejala gangguan kognisi, bingung, dan koma. Seperti jaringan yang lain, jaringan saraf dapat memanfaatkan sumber energi alternatif, yaitu keton dan laktat. Pada hipoglikemia yang disebabkan oleh insulin, konsentrasi keton di plasma tertekan dan mungkin tidak mencapai kadar yang cukup di SSP, sehingga tidak dapat dipakai sebagai sumber energi alternatif.1

Pada individu yang mengalami hipoglikemia, respon fisiologi terhadap glukosa darah tidak hanya membatasi makin parahnya metabolisme glukosa, tetapi juga menghasilkan berbagai keluhan dan gejala yang khas. Petugas kesehatan, pasien dan keluarganya belajar mengenai keluhan dan gejala tersebut sebagai episode hipoglikemia dan dapat segera melakukan tindakan-tindakan koreksi dengan memberikan glukosa oral atau bentuk karbohidrat refined yang lain. Kemampuan mengenali gejala awal sangat penting bagi pasien diabetes yang mendapat terapi insulin yang ingin mencapai dan mempertahankan kadar glukosa darah normal atau mendekati normal. Terdapat keluhan yang menonjol diantara pasien maupun pada pasien itu sendiri pada waktu yang berbeda. Walaupun demikian pada umumnya keluhan biasanya timbul dalam pola tertentu, sesuai komponen fisiologis dan respon fisiologis yang berbeda.1Glukosa plasma

mmol/Lmg/dL

90

4,6 Inhibisi sekresi insulin

75

3,8 Sekresi glukagon,efinefrin, hormon pertumbuhan

60

3,2 Sekresi kortisol

2,8 Disfungsi kognitif

45

2,2 Letargi

1,730 Koma

1,1 Kejang

15

0,6 Kerusakan otak permanen

00 Kematian

Gambar 5. Patofisiologi hipoglikemia seiring turunnya konsentrasi gula darah1Tabel 4. Keluhan dan gejala pada pasien diabetes.1

OtonomikNeuroglikopenikMalaise

BerkeringatJantung berdebarTremorLapar Bingung (confusion)

Mengantuk

Sulit berbicara

Inkoordinasi

Perilaku yang berbeda

Gangguan visual

ParestesiMual

Sakit kepala

2.9 DiagnosisDiagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah. Gejalanya sesuai dengan trias Whipple sebagai kriteria diagnosis hipoglikemia.1

Trias Whipple meliputi7 :

1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikemia

2. Konsentrasi glukosa plasma yang rendah < 60 mg/dL atau < 80 mg/dL disertai gejala hipoglikemia

3. Meredanya gejala ketika konsentrasi glukosa darah plasma meningkat2.10 Diagnosis banding

Tabel 5. Diagnosis banding

2.11 Tatalaksana11. Mencari penyebabPenyebab hipoglikemia pada umumnya reversibel, sesuai dengan etiologinya. Oleh karena itu penting menemukan etiologi hipoglikemia. Etiologi pada pasien DM biasanya akibat ketidaksesuaian antara asupan dan dosis obat.

2. Koreksi Hipoglikemia

a. Pada pasien sadar:

- Berikan larutan gula murni 20-30 gram (2 sendok makan), permen, sirup, atau bahan makanan lain yang mengandung gula murni (bukan pemanis buatan, rendah kalori, atau gula dibetes/gula diet) dan makanan yang mengandung karbohidrat.

- Hentikan obat antidiabetik oral (ADO) yang dicurigai sebagai penyebab.

- Interval pemantauan glukosa darah sewaktu tiap lamanya disesuaikan dengan kemungkinan penyebab.

- Monitor glukosa darah dalam rentang waktu yang disesuaikan dengan pemantauan bisa lebih lama, 1-3x/24 jam.8- Apabila pasien menjadi tidak sadar, segera rujuk ke RS terdekat.

b. Pada pasien tidak sadar

- Injeksi Dekstrosa 40% (D40%) secara bolus intravena.

- Infus Dekstrosa 10% (D10%), 6 jam per kolf untuk rumatan.

- Periksa GDS dengan glukometer secara berkala tiap jam bila memungkinkan. Bolus D40% diberikan bila GD masih dibawah 100 mg/dL sesuai rendahnya GD.contoh:

GDS < 60mg/dL ( bolus D40% 3 flacon IV

GDS 60-80 mg/dL ( + bolus D40% 2 flacon IV

GDS 80-100 mg/dL ( + bolus D40% 1 flacon IV

Bila GDS >100 mg/dL sebanyak 3 kali berturut-turut, lakukan pemantauan setiap 2-4 jam. Bila GDS >200 mg/dL, pertimbangkan mengganti infuse dengan Dekstrosa 5% (D5%) atau NaCl 0,9% (NS).

- OAD/ insulin dapat dimulai lagi bila penyebab hipoglikemia sudah diketahui, bila hipoglikemia belum teratasi, dapat dipertimbangkan pemberian steroid (hidrokortison/ dexamethason/kortison).

Gambar 4. Algoritma tata laksana hipoglikemia

Gambar 5. Tata laksana hipoglikemia9TERAPI HIPOGLIKEMIA PADA DIABETES

1. Glukosa Oral

Sesudah diagnosis hipoglikemia ditegakan dengan pemberian glukosa darah kapiler, 10-20 g glukosa oral harus segera diberikan. Idealnya dalam bentuk tablet, jelly, atau 150-200 ml minuman yang mengandung glukosa seperti jus buah segar dan nondiet cola. Sebaiknya coklat manis tidak diberikan karena lemak dalam coklat dapat menghambat absorbs glukosa. Bila belum ada jadwal makan dalam 1-2 jam perlu diberikan tambahan 10-20 gram karbohidrat kompleks. Bila pasien mengalami kesulitan menelan dan keadaan tidak terlalu gawat, pemberian madu atau gel glukosa lewat mukosa rongga mulut (buccal mungkin dapat dicoba).2. Glukosa Intravena

Glukosa intravena harus diberikan secara hati-hati. Pemberian glukosa dengan konsentrasi 50% terlalu toksik untuk jaringan dan 75-100 ml glukosa 20% atau 150-200 ml glukosa 10% dianggap lebih aman. Ekstravasasi glukosa 50% dapat menimbulkan nekrosis yang memerlukan amputasi.3. Glukagon Intramuskular

Glukagon 1 mg intramuskular dapat diberikan oleh tenaga non profesional yang terlatih dan hasilnya akan tampak dalam 10 menit. Kecepatan kerja glukagon tersebut sama dengan pemberian glukosa intravena. Bila pasien sudah sadar pemberian glukagon harus diikuti dengan pemberian glukosa oral 20 g dan dilanjutkan pemberian 40 g karbohidrat dalam bentuk tepung untuk mempertahankan pemulihan, Pada keadaan puasa yang panjang atau hipoglikemia yang diinduksi alkohol,pemberian glukagon mungkin tidak efektif. Efektivitas glukagon tergantung dari stimulasi glikogenolisis yang terjadi.Menurut PERKENI (2011), pedoman mengenai tatalaksana hipoglikemia adalah

a. Bagi pasien dengan kesadaran yang baik maka dapat diberikan makanan yang mengadung karbohidrat dan minuman yang mengandung gula berkalori atau glukosa 15-20 mg melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.

b. Bagi pasien yang tidak sadar, dapat diberikan glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat sebelum dapat dipastikan penyebab penurunan kesadaran.2.12 Pencegahan10,11Hipoglikemia sering terjadi pada pasien DM.Rencana perawatan diabetes dirancang untuk sesuai dengan dosis dan waktu pengobatan dengan waktu makan dan kegiatan seseorang yang seperti biasa. Inkompatibilitas dapat menyebabkan hipoglikemia. Misalnya, meningkatkan dosis insulin atau obat lain yang, tapi kemudian melewatkan penggunaan insulin dapat menyebabkan hipoglikemia. Untuk membantu mencegah hipoglikemia, orang dengan diabetes harus selalu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

a. Obat-obatan untuk diabetes

Penyedia layanan kesehatan dapat menjelaskan obat-obat yang digunakan untuk terapi diabetes yang dapat menyebabkan hipoglikemia dan menjelaskan bagaimana dan kapan harus mengkonsumsi obat tersebut.Orang-orang yang mengkonsumsi obat untuk diabetes harus bertanya kepada dokter atau tenaga kesehatan profesional kesehatan mengenai

1. Apakah obat yang dikonsumsi dapat menyebabkan hipoglikemia.

2. Kapan mereka harus mengkonsumsi obat diabetes terebut.

3. Berapa jumlah obat yang harus mereka konsumsi.

4. Mereka harus tetap mengkonsumsi obat ketika mereka sakit.

5. Mereka harus menyesuaikan obat sebelum melakukan aktivitas fisik

6. Mereka harus menyesuaikan obat jika melewatkan waktu makanb. Pola makan

Seorang ahli diet dapat membantu merancang rancangan menu makan yang sesuai preferensi pribadi dan gaya hidup. Rencana makan ini penting bagi pengelolaan hipoglikemi. Orang-orang hipoglikemi harus makan secara teratur, cukup makanan setiap kali makan, dan mencoba untuk tidak melewatkan waktu makan atau makanan ringan. Beberapa makanan ringan dapat lebih efektif daripada makanan lain dalam mencegah hipoglikemia pada malam hari. Ahli diet dapat membuat rekomendasi untuk makanan ringan.

c. Aktivitas sehari-hari

Untuk membantu mencegah hipoglikemia yang disebabkan oleh aktivitas fisik, penyedia layanan kesehatan mungkin menyarankan:

1. Memeriksa glukosa darah sebelum olahraga atau aktivitas fisik lainnya dan konsumsi camilan jika kadar gula darah di bawah 100 miligram perdesiliter (mg/dL).

2. Menyesuaikan obat sebelum aktivitas fisik.

3. Pemeriksaan glukosa darah secara teratur dengan interval selama waktu beraktivitas fisik dan konsumsi makanan ringan sesuai kebutuhan.

4. Memeriksa glukosa darah secara berkala setelah aktivitas fisik.d. Hindari konsumsi alkohol

Minum-minuman beralkohol, terutama pada saat perut kosong, dapat menyebabkan hipoglikemia, bahkan satu atau dua hari kemudian. Alkohol dapat sangat berbahaya bagi orang yang memakai insulin atau obat yang meningkatkan produksi insulin.e. Rencana pengelolaan diabetes

Manajemen diabetes intensif untuk menjaga glukosa darah agar mendekati kisaran normal dapat mencegah komplikasi jangka panjang yang bisa meningkatkan risiko hipoglikemia. Mereka yang berencana melakukan kontrol ketat harus berbicara dengan penyedia layanan kesehatan mengenai cara-cara yanga dapat dilakukan untuk mencegah hipoglikemia dan cara terbaik untuk mengobatinya.Tabel. Target glukosa darah12Kisaran normal dan target glukosa darah

Kadar glukosa normal pada orang non diabetes

Setelah bangun tidur-puasa70-99 mg/dL

Setelah makan70-140 mg/dL

Target glukosa darah pada orang dengan diabetes

Sebelum makan70-130 mg/dL

1-2 jam setelah makan dimulaidibawah 180 mg/dL

2.12 Edukasi & Penyuluhan12 Edukasi faktor-faktor yang dapat memicu rendahnya kadar glukosa darah. Anjurkan untuk memiliki alat pemeriksa glukosa darah. Pemeriksaan yang sering sangat penting untuk orang dengan hipoglikemia, terutama sebelum mengendarai mobil atau sebelum melakukan aktivitas fisik yang berisiko. Selalu menyiapkan makanan cepat saji untuk berjaga-jaga ketika terkena hipoglikemia. Siapkan dan bawa selalu catatan mengenai kondisi kesehatan (dalam hal ini terkait diabetes atau hipoglikemia). Agar dalam situasi darurat, orang lain tahu gambaran kondisi pasien tersebut. Merencanakan aktivitas fisik atau olahraga yang cocok bila mengalami hipoglikemia berat. Memberitahu keluarga, teman dan rekan kerja tentang gejala-gejala hipoglikemia dan apa yang harus mereka lakukan ketika mengalaminya. Orang yang sering mengalami hipoglikemia berat sebaiknya membawa glukagon dalam bentuk suntikan, biasanya dapat mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit.2.13 Prognosis

Prognosis dari hipoglikemia tergantung dari penyebab, keparahan dan durasi. Serangan hipoglikemia sangat berbahaya, bila sering terjadi atau terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen atau bahkan kematian.2BAB III

KESIMPULAN

Hipoglikemia secara harfiah berarti kadar glukosa di bawah harga normal.1 Yang bisa didefinisikan bila kadar glukosa < 70 mg/dL. Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien DM maupun non-DM.

Diagnosis dari hipoglikemia yaitu menggunakan trias Whipple. Tatalaksana dari hipoglikemia adalah dengan mencari penyebabnya dan koreksi hipoglikemia dengan cara diberikan dekstrosa dosis sesuai nilai GDS pasien. Pada hipoglikemia berat dapat diberikan glukagon secara intramuscular.

Kematian akibat hipoglikemia jarang terjadi. Kematian dapat terjadi karena keterlambatan mendapat pengobatan, terlalu lama dalam keadaan koma sehingga terjadi kerusakan jaringan otak. Maka dari itu diperlukan edukasi kepada pasien dan keluarga untuk mencegah terjadinya hipoglikemia dengan cara mengetahui gejala-gejala atau keluhan awal dari hipoglikemia sehingga dapat di koreksi sedini mungkin dan tidak sampai ke tahap koma hipoglikemia.Daftar Pustaka

1. Soemadji DW. Hipoglikemia Iatrogenik dalam Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing. 2010. p:1900-1905.

2. Cryer PE.:Hypoglycemia: still the limiting factor in the glycemic management of diabetes.Endocr Pract2008;14:750756.3. Rossetti P, Porcellati F, Bolli GB, Fanelli CG.:Prevention of hypoglycemia while achieving good glycemic control in type 1 diabetes: the role of insulin analogs.Diabetes Care2008;31(Suppl. 2):113120.4. Hill NR, Thompson B, Bruce J, et al. Glycaemic risk assessment in children and young people with Type 1 diabetes mellitus. Diabet Med. 2009 Jul. 26(7):740-3.5. Tomky, Donna. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the Hospital. Diabetes Spectrum. 2005;18: 39-44.

6. Heller SR. Hipoglikemia dan diabetes. In: Textbook Of Medicine, Pickup GC and Williams G (Eds.), Blackwell Publishing. 2003. 1-33.7. American Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia. Defining and reporting hypoglycemia in diabetes. Diabetes Care. 2005; 28;p.1245-9.

8. Marks V, Teale JD. Drug-induced hypoglycemia. Endocrinol Metab Clin North Am. 1999;28:555-577.

9. Rani AA, Soegondo S, Nasir AUZ, Wijaya IP, Mansjoer A, eds. Panduan Medik. Cetakan Ketiga. Interna Publishing;2009;p.23-5.10. Childs BP, Grothe JM, Greenleaf PJ. Strategies to Limit The Effect of Hypoglycemia on Diabetes Control: Identifying and Reducing the Risks. Clin Diab 2012;30:I11. Fonseca V. Sustained efficacy and reduced hypoglycemia during one year of treatment with vildagliptin added to insulin in patients with type 2 diabetes mellitus. Horm Metab Res.2008 Jun;40(6):427-30.12. ACE/ADA. American College of Endocrinology and American Diabetes Association Consensus on Inpatient Diabetes and Glycemic Control. Diabetes Care. 2009;32:1119-31.32