referat gaduh

43
1 BAB 1. PENDAHULUAN Pembangunan yang pesat di segala bidang berdampak pada tata kehidupan masyarakat terutama di daerah perkotaan yang memerlukan penyesuaian. Namun tidak semua anggota masyarakat mampu menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Akibatnya adalah terjadi berbagai masalah kesehatan jiwa. Perilaku, perasaan dan pikiran yang luar biasa yang jika tidak ditatalaksana dengan baik dapat menimbulkan ancaman bagi pasien tersebut maupun orang lain. Selain karena masalah di atas kegawatdaruratan psikiatri juga dapat disebabkan oleh akibat dari kondisi medik umum yang menampilkan gejala- gejala psikiatrik, atau sebagai akibat yang merugikan dari obat/zat atau intoksikasi maupun reaksi antar beberapa jenis obat. Krisis psikiatrik lain dapat terjadi jika pasien merupakan korban dari trauma fisik atau emosi yang berat. Kedaruratan psikiatri adalah keadaan jiwa seseorang sedemikian rupa sehingga membahayakan diri atau lingkungannya, termasuk orang lain dan barang- barang disekitarnya sehingga perlu penanganan segera. Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatrik bukan karena frekuensinya yang tinggi, akan tetapi karena keadaan

Upload: inayatul-aulia

Post on 18-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

salah satu kegawatan psikiatri

TRANSCRIPT

28

BAB 1. PENDAHULUAN

Pembangunan yang pesat di segala bidang berdampak pada tata kehidupan masyarakat terutama di daerah perkotaan yang memerlukan penyesuaian. Namun tidak semua anggota masyarakat mampu menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Akibatnya adalah terjadi berbagai masalah kesehatan jiwa. Perilaku, perasaan dan pikiran yang luar biasa yang jika tidak ditatalaksana dengan baik dapat menimbulkan ancaman bagi pasien tersebut maupun orang lain. Selain karena masalah di atas kegawatdaruratan psikiatri juga dapat disebabkan oleh akibat dari kondisi medik umum yang menampilkan gejala-gejala psikiatrik, atau sebagai akibat yang merugikan dari obat/zat atau intoksikasi maupun reaksi antar beberapa jenis obat. Krisis psikiatrik lain dapat terjadi jika pasien merupakan korban dari trauma fisik atau emosi yang berat.

Kedaruratan psikiatri adalah keadaan jiwa seseorang sedemikian rupa sehingga membahayakan diri atau lingkungannya, termasuk orang lain dan barang-barang disekitarnya sehingga perlu penanganan segera. Keadaan gaduh gelisah dapat dimasukkan ke dalam golongan kedaruratan psikiatrik bukan karena frekuensinya yang tinggi, akan tetapi karena keadaan ini berbahaya, baik bagi pasien maupun orang-orang disekitarnya.

Kegawatdaruratan Psikiatri merupakan aplikasi klinis dari psikiatri pada kondisi darurat. Kondisi ini menuntut intervensi psikiatri seperti percobaan bunuh diri, penyalahgunaan obat, depresi, penyakit kejiwaan, kekerasan atau perubahan lainnya pada perilaku. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatri dilakukan oleh para profesional di bidang kedokteran, ilmu perawatan, psikologi dan pekerja sosial. Permintaan untuk layanan kegawatdaruratan psikiatri dengan cepat meningkat di seluruh dunia sejak tahun 1960-an, terutama di perkotaan.

Penatalaksanaan pada pasien kegawatdaruratan psikiatri sangat kompleks. Para profesional yang bekerja pada pelayanan kegawatdaruratan psikiatri umumnya beresiko tinggi mendapatkan kekerasan akibat keadaan mental pasien mereka. Pasien biasanya datang atas kemauan pribadi mereka, dianjurkan oleh petugas kesehatan lainnya, atau tanpa disengaja. Penatalaksanaan pasien yang menuntut intervensi psikiatri pada umumnya meliputi stabilisasi krisis dari masalah hidup pasien yang bisa meliputi gejala atau kekacauan mental baik sifatnya kronis ataupun akut. Oleh karena itu, kita harus mengetahui paling sedikit beberapa hal pokok yang berhubungan dengan kegawatdaruratan psikiatri, terutama keadaan gaduh gelisah, agar kita dapat turut berperan serta dalam penanganannya. Dan kemampuan dokter untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini sangatlah penting.BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Kegawat daruratan Psikiatri

2.1.1 Definisi

Kegawat daruratan psikiatri adalah tiap gangguan dalam berpikir, perasaan atau tingkah laku yang memerlukan intervensi pengobatan secepatnya (Kusuma Wijaya, 1997). Suatu kegawat daruratan psikiatri adalah tiap gangguan dalam pikiran, perasaan atau tindakan dimana diperlukan intervensi teraupetik yang segera (Kaplan, 1997)

Kondisi pada keadaan kegawatdaruratan psikiatri meliputi percobaan bunuh diri, ketergantungan obat, intoksikasi alkohol, depresi akut, adanya delusi, kekerasan, serangan panik, dan perubahan tingkah laku yang cepat dan signifikan, serta beberapa kondisi medis lainnya yang mematikan dan muncul dengan gejala psikiatris umum. Kegawatdaruratan psikiatri ada untuk mengidentifikasi dan menangani kondisi ini.

2.1.2 Etiologi

1. Yang tidak berhubungan dengan kelainan organis (Psikosis, mania, histeri dissosiatif, gangguan panic, dsb).

2. Yang berhubungan dengan kelainan organis / Delirium (trauma kapitis, drug abuse, stroke, kelainan metabolik, sensitivitas terhadap obat, dsb).

2.1.3 Jenis-Jenis Kegawatdaruratan Psikiatri

a. Percobaan Bunuh Diri(Attampted Suicide)Mulai tahun 2000, WHO memperkirakan satu juta orang di dunia bunuh diri setiap tahunnya. Tidak terhitung jumlahnya yang berusaha utnuk bunuh diri. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatri ada untuk menangani gangguan mental yang dihubungkan dengan suatu resiko bunuh diri. Para petugas kesehatan di sini diharapkan untuk meramalkan tindakan kekerasan pasien pada diri sendiri atau pada orang lain. Faktor yang mendorong ke arah suatu bunuh diri berasal dari sangat banyak sumber, termasuk psikososial, biologi, hubungan antar pribadi, religius dan antropologi. Para petugas kesehatan akan menggunakan semua sumber daya mereka yang tersedia untuk menentukan faktor resiko, membuat suatu penilaian, dan memutuskan perawatan mana yang diperlukan.

Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Perilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan karena stress yang tinggi dan kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Keliat, 1993). Perilaku bunuh diri atau destruktif diri langsung terjadi terus menerus dan intensif pada diri kehidupan seseorang. Perilaku yang tampak adalah berlebihan, gejala atau ucapan verbal ingin bunuh diri, luka atau nyeri (Rawlin dan Heacock, 1993).

Berikut ini adalah tanda-tanda bunuh diri yang mungkin terjadi:

1. Bicara mengenai kematian: Bicara tentang keinginan menghilang, melompat, menembak diri sendiri atau ungkapan membahayakan diri.

2. Baru saja kehilangan: kematian, perceraian, putus dengan pacar atau kehilangan pekerjaan, semuanya bisa mengarah pada pemikiran bunuh diri atau percobaan bunuh diri. Kehilangan lainnya yang bisa menandakan bunuh diri termasuk hilangnya keyakinan beragama dan hilangnya ketertarikan pada seseorang atau pada aktivitas yang sebelumnya dinikmati.

3. Perubahan kepribadian: seseorang mungkin memperlihatkan tanda-tanda kelelahan, keraguan atau kecemasan yang tidak biasa.

4. Perubahan perilaku: kurangnya konsentrasi dalam bekerja, sekolah atau kegiatan sehari-hari, seperti pekerjaan rumah tangga.

5. Perubahan pola tidur: tidur berlebihan, insomnia dan jenis gangguan tidur lainnya bisa menjadi tanda-tanda dan gejala bunuh diri.

6. Perubahan kebiasaan makan: kehilangan nafsu makan atau bertambahnya nafsu makan. Perubahan lain bisa termasuk penambahan atau penurunan berat badan.

7. Berkurangnya ketertarikan seksual: perubahan seperti ini bisa mencakup impotensi, keterlambatan atau ketidakteraturan menstruasi.

8. Harga diri rendah: gejala bunuh diri ini bisa diperlihatkan melalui emosi seperti malu, minder atau membenci diri sendiri.

9. Ketakutan atau kehilangan kendali: seseorang khawatir akan kehilangan jiwanya dan khawatir membahayakan dirinya atau orang lain.

10. Kurangnya harapan akan masa depan: tanda bunuh diri lainnya adalah seseorang merasa bahwa tidak ada harapan untuk masa depan dan segala hal tidak akan pernah bertambah baik.

Beberapa tanda bunuh diri lainnya meliputi pernah mencoba bunuh diri, memiliki riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, belanja berlebihan, hiperaktivitas, kegelisahan dan kelesuan.

b. Perilaku Kekerasan

Agresi dapat merupakan hasil dari faktor internal dan eksternal yang menciptakan suatu pengaktifan pada sistem syaraf yang otonom. Pengaktifan ini dapat muncul menjadi gejala seperti meninju rahang, melompat, membanting pintu, menampar, atau menjadi mudah terkejut. Diperkirakan bahwa 17% pengobatan ke pelayanan kegawatdaruratan psikiatri berhubungan dengan pembunuhan dan 5% melibatkan bunuh diri dan pembunuhan. Kekerasan dihubungkan dengan banyak kondisi, seperti intoksikasi akut, penyakit kejiwaan akut, gangguan kepribadian psikosis paranoid, gangguan kepribadian anti sosial, gangguan kepribadian narsistik, dan gangguan kepribadian borderline. Faktor resiko lainnya yang dapat mendorong ke arah perilaku kekerasan telah diketahui. Faktor resiko ini misalnya, kehadiran halusinasi, delusi, kerusakan syaraf, putus sekolah, belum menikah, kemiskinan, atau laki-laki. Faktor resiko lain perilaku kekerasan termasuk IQ yang tinggi dan memiliki pengetahuan tentang gangguan mental. Para petugas kesehatan menilai dengan lengkap faktor resiko prilaku kekerasan yang ada untuk memberikan keamanan dan perawatan pada pasien.

Umumnya pasien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke Rumah sakit Jiwa. Sering tampak pasien diikat secara tidak manusiawi disertai bentakan dan pengawalan oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi. Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan orang, diri sendiri baik secar fisik, emosional, dan atau sexua litas ( Nanda, 2005 ). Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz,1993 dalam Depkes, 2000). Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan, kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman ( Stuart dan Sunden, 1997 ). Pengertian Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat membahayakan/mencederai diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak lingkungan.

Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama pasien masuk kerumah sakit adalah perilaku kekerasan di rumah. Dapat dilakukan pengkajian dengan cara:

1. Observasi:

a. Muka merah, pandangan tajam, otot tegang, nada suara yang tinggi, berdebat.

b. Sering pula tampak pasien memaksakan kehendak : merampas makanan, memukul jika tidak senang

2. Wawancara

Diarahkan pada penyebab marah, perasaan marah, tanda-tanda marah yang dirasakan pasien. Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda -tanda marah adalah sebagai berikut :

a. Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam), jengkel.

b. Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,penyalahgunaan obat dan tekanan darah.

c. Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.

d. Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidakbermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.

e. Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan humor.

Tanda ancaman kekerasan (Kaplan and Sadock, 1997) adalah:

a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang milik.

b. Ancaman verbal atau fisik.

c. Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata(misalnya : garpu, asbak).

d. Agitasi psikomator progresif.

e. Intoksikasi alkohol atau zat lain.

f. Ciri paranoid pada pasien psikotik.

g. Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasienberada pada resiko tinggi.

h. Penyakit otak, global atau dengan temuan lobus fantolis, lebih jarang padatemuan lobus temporalis (kontroversial).

i. Kegembiraan katatonik.

j. Episode manik tertentu.

k. Episode depresif teragitasi tertentu.

l. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol implus).

Gambaran klinis menurut Stuart dan Sundeen (1995) adalah sebagai berikut:

a. Muka merah

b. Pandangan tajam

c. Otot tegang

d. Nada suara tinggi

e. Berdebat

f. Kadang memaksakan kehendak

Gejala yang muncul :

a. Stress

b. Mengungkapkan secara verbal

c. Menentang

Gambaran klinis menurut Direktorat Kesehatan Jiwa, Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan Departemen Kesehatan RI (1994) adalah sebagai berikut :

a. Pasif agresif

1) Sikap suka menghambat

2) Bermalas-malasan

3) Bermuka masam

4) Keras kepala dan pendendam

b. Gejala agresif yang terbuka (tingkah laku agresif)

1) Suka membantah

2) Menolak sikap penjelasan

3) Bicara kasar

4) Cenderung menuntut secara terus-menerus

5) Hiperaktivitas

6) Bertingkah laku kasar disertai kekerasanc. Gaduh/Gelisah

Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami gaduh gelisah diantaranya:

a. Gelisah

b. Mondar-mandir

c. Berteriak-teriak

d. Loncat-loncat

e. Marah-marah

f. Curiga +++

g. Agresif

h. Beringas

i. Agitasi

j. Gembira +++

k. Bernyanyi +++

l. Bicara kacau

m. Mengganggu orang lain

n. Tidak tidur beberapa hari

o. Sulit berkomunikasi

d. Psikosis

Pasien dengan gejala psikosis sering ditemukan di bagian kegawatdaruratan psikiatri. Menentukan sumber psikosis dapat menjadi sulit. Kadang pasien masuk ke dalam status psikosis setelah sebelumnya putus dari perawatan yang direncanakan. Pelayanan kegawatdaruratan psikiatri tidak akan mampu menyediakan penanganan jangka panjang untuk pasien jenis ini, cukup dengan istirahat ringkas dan mengembalikan pasien kepada orang yang menangani kasus mereka dan/atau memberikan lagi pengobatan psikiatri yang diperlukan. Suatu kunjungan pasien yang menderita suatu gangguan mental yang kronis dapat menandakan perubahan dalam lifestyle dari individu atau suatu pergeseran kondisi medis. Pertimbangan ini dapat berperan dalam perencanaan perawatan.

Seseorang dapat juga sedang menderita psikosis akut. Kondisi seperti itu dapat disiapkan untuk diagnosis dengan memperoleh riwayat psikopatologi pasien, melakukan suatu pengujian status mental, pelaksanaan pengujian psikologis, perolehan neuroimages, dan memperoleh pengujian neurofisiologi lain. Berdasarkan ini, tenaga kesehatan dapat memperoleh suatu diagnosa diferensial dan menyiapkan pasien untuk perawatan. Seperti pertimbangan penanganan pasien lainnya, asal psikosis akut dapat sukar ditentukan karena keadaan mental dari pasien. Bagaimanapun, psikosis akut digolongkan sebagai keadaan yang memerlukan penanganan darurat yang segera dan penuh perhatian. Tidak adanya perawatan dan identifikasi dapat mengakibatkan bunuh diri, pembunuhan, atau kekerasan.

e. Ketergantungan dan Penyalahgunaan Obat

Penyebab umum lain pada penderita dengan gejala psikosis adalah intoksikasi obat. Gejala akut ini terjadi setelah masa pengamatan atau penanganan psikofarmakologis yang terbatas. Bagaimanapun isunya, seperti ketergantungan obat atau penyiksaan, sukar untuk ditangani di Unit Gawat Darurat. Intoksikasi alkohol akut seperti halnya bentuk lain penyalahgunaan obat memerlukan intervensi psikiatri. Bertindak sebagai suatu penekan sistem syaraf pusat, efek awal alkohol pada umumnya diinginkan dan ditandai oleh banyak bicara, pusing, dan berkurangnya hambatan sosial. Di samping pertimbangan konsentrasi lemah, penampilan verbal dan motorik, pengertian yang mendalam, pertimbangan dan kehilangan memori jangka pendek yang bisa diakibatkan perubahan tingkah laku yang menyebabkan luka atau kematian, tingkat alkohol di bawah 60 miligram per deciliter darah pada umumnya tidak mematikan. Bagaimanapun, individu dengan 200 miligram per deciliter darah dipertimbangkan menderita intoksikasi dan level konsentrasi pada 400 miligram per deciliter darah bersifat mematikan, menyebabkan anesthesia yang lengkap dari sistem pernapasan.

Di luar perubahan tingkah laku berbahaya yang terjadi setelah mengkonsumsi sejumlah alkohol tertentu, intoksikasi idionkrasi bisa terjadi pada beberapa individu setelah mengkonsumsi sedikit alkohol. Kelainan ini pada umumnya terdiri dari kebingungan, disorientasi, delusi dan halusinasi visual, agresi meningkat, amukan, hasutan, kekerasan. Pecandu minuman alkohol yang kronis dapat menderita halusinasi, dimana konsumsi yang diperpanjang dapat mencetuskan halusinasi auditorik. Peristiwa seperti ini dapat terjadi untuk beberapa jam atau seminggu penuh. Antipsikotik merupakan obat yang sering digunakan untuk menangani gejala ini.

Klinikus harus menentukan penggunaan obat, dosis, dan waktu penggunaan untuk menentukan perawatan jangka pendek dan panjang yang diperlukan. Perawatan yang sesuai harus pula ditentukan. Hal ini meliputi fasilitas pasien rawat jalan, kediaman pusat perawatan, atau rumah sakit. Perawatan segera dan jangka panjang ditentukan oleh keseriusan dan ketergantungan fisiologis yang ditimbulkan dari penyalahgunaan obat.f. Reaksi dan Interaksi Obat

Overdosis, interaksi obat, dan reaksi berbahaya dari pengobatan psikiatris, terutama antipsikotik, dimasukkan ke dalam kegawatdaruratan psikiatri. Neuroleptic malignant syndrome adalah komplikasi mematikan dari generasi pertama atau kedua obat antipsikotik. Jika tidak ditangani, neuroleptic malignant syndrome dapat mengakibatkan demam, kekakuan otot, kebingungan, tanda vital tidak stabil, atau bahkan kematian. Sindrom serotonin dapat terjadi ketika monoamine oxidase inhibitor bercampur dengan buspirone. Gejala sindrom serotonin yang parah meliputi hyperthermia, mata gelap, dan tachycardia yang boleh mendorong kearah shock. Sering pasien dengan gejala medis umum yang parah, seperti tanda vital yang tidak stabil, akan ditransfer ke unit gawat darurat umum atau pelayanan medis untuk meningkatkan monitoring.

g. Gangguan kepribadian

Gangguan yang termanifestasi pada kelainan fungsi pada area kognisi, afek, fungsi interpersonal dan impuls kontrol dapat digolongkan sebagai gangguan kepribadian. Pasien yang menderita gangguan kepribadian pada umumnya tidak akan mengeluh tentang gejala gangguan mereka. Pasien yang menderita kegawatdaruratan dari gangguan kepribadian dapat menunjukkan perilaku curiga, psikosis, atau delusi. Pasien rawat jalan yang dibandingkan dengan populasi yang umum, prevalensi dari individu yang menderita gangguan kepribadian yang dirawat di rumah sakit pada umumnya 7-25% lebih tinggi. Klinikus bekerjasama dengan pasien untuk menstabilkan individu terkait kebutuhan dasar mereka.

h. Kecemasan

Pasien yang menderita kasus kecemasan yang ekstrim boleh mencari perawatan ketika semua sistem pendukung telah dikerahkan dan mereka tidak mampu untuk menghilangkan kecemasan itu. Rasa cemas bisa hadir lewat jalan yang berbeda dari suatu dasar penyakit medis atau gangguan psikiatri, suatu gangguan fungsional sekunder dari gangguan psikiatri yang lain, dari suatu gangguan psikiatri utama seperti gangguan panik atau gangguan cemas umum, atau sebagai hasil stress dari kondisi seperti gangguan penyesuaian atau gangguan stress pasca trauma. Pada umumnya langkah awal yang dilakukan klinikus adalah menyediakan sebuah " pelabuhan aman" untuk pasien sehingga proses penilaian dan perawatan dapat cukup terfasilitasi. Inisiasi perawatan untuk suasana hati dan gangguan cemas sangat penting karena pasien yang menderita gangguan kecemasan mempunyai resiko tinggi kematian prematur.

i. Bencana

Bencana alami dan hasil perbuatan manusia dapat menyebabkan stress psikologis yang parah pada korban peristiwa tersebut. Manajemen kegawatdaruratan sering meliputi layanan kegawatdaruratan psikiatri yang dirancang untuk membantu korban mengatasi situasi tersebut. Dampak bencana dapat menyebabkan orang untuk merasa shock, merasa panik, atau kebingungan. Jam, hari, bulan dan bahkan tahun setelah suatu bencana, individu dapat mengalami mimpi buruk, kelesuan, penarikan diri, memori memburuk, kelelahan, hilangnya selera, kesulitan untuk tidur, depresi, lekas marah, atau serangan panik. Dalam kaitan dengan lingkungan yang penuh resiko dan kekacauan suatu bencana, para tenaga kesehatan menilai dan memperlakukan pasien secepat mungkin. Kecuali jika suatu kondisi sedang mengancam hidup pasien atau orang lain di sekitar pasien, pertimbangan dasar penyelamatan diri dan medis lainnya diatur dulu. Segera setelah itu klinikus boleh mengijinkan individu untuk menukar udara agar melegakan perasaan pengasingan, sifat mudah kena luka dan ketakberdayaan. Bergantung atas skala dari bencana, banyak korban menderita penyakit gangguan stress pasca trauma baik yang akut ataupun kronis. Pasien yang menderita gangguan ini sering datang ke rumah sakit jiwa untuk menstabilkan diri.j. Pelecehan

Peristiwa fisik, perkosaan atau pelecehan seksual dapat mengakibatkan hasil yang berbahaya kepada korban dari tindakan kriminal. Korban dapat menderita kecemasan yang ekstrim, ketakutan, ketidakberdayaan, kebingungan, gangguan makan atau tidur, permusuhan, rasa bersalah dan malu. Penanganan pada umumnya meliputi pertimbangan psikologis, medis, dan undang-undang yang sah. Bergantung pada ketentuan hukum di daerah, para tenaga kesehatan diperlukan untuk melaporkan aktivitas kriminal kepada suatu kepolisian. Tenaga kesehatan pada umumnya mengumpulkan dan mengidentifikasi data sepanjang penilaian awal dan menunjuk pasien yang jika perlu akan menerima perawatan medis.

2.1.4 PenatalaksanaanPenanganan di pelayanan kegawatdaruratan psikiatri berprinsip untuk menstabilkan kondisi kehidupan. Ketika distabilkan, pasien yang menderita kondisi kronis dapat dipindahkan ke tempat yang menyediakan rehabilisasi psikiatri jangka panjang. Bentuk yang berbeda dari pengobatan psikiatri, psikoterapi, atau terapi ECT dapat digunakan dalam penanganan kegawatdaruratan.

Pengenalan dan keefektifan dari pengobatan psikiatri sebagai pilihan pengobatan di psikiatri telah mengurangi pemanfaatan pengekangan fisik pada kasus kegawatdaruratan psikiatri, dengan mengurangi gejala berbahaya sakit jiwa atau intoksikasi obat

2.1.5 Tempat Rujukan Pelayanan Kegawatdaruratan Psikiatri

Tempat rujukan layanan kegawatdaruratan psikiatri biasanya dikenal sebagai Psychiatric Emergency Service, Psychiatric Emergency Care Centres, atau Comprehensive Psychiatric Emergency Programs. Tenaga kesehatan terdiri dari berbagai disiplin, mencakup kedokteran, ilmu perawatan, psikologi, dan karya sosial di samping psikiater. Untuk fasilitas, kadang dirawat inap di rumah sakit jiwa, bangsal jiwa, atau unit gawat darurat, yang menyediakan perawatan segera bagi pasien selama 24 jam. Di dalam lingkungan yang terlindungi, pelayanan kegawatdaruratan psikiatri diberikan untuk memperoleh suatu kejelasan diagnostik, menemukan solusi alternatif yang sesuai untuk pasien, dan untuk memberikan penanganan pada pasien dalam jangka waktu tertentu. Bahkan diagnosis tepatnya merupakan suatu prioritas sekunder dibandingkan dengan intervensi pada keadaan kritis.

Fungsi pelayanan kegawatdaruratan psikiatri adalah menilai permasalahan pasien, memberikan perawatan jangka pendek, memberikan pengawasan selama 24 jam , mengerahkan tim untuk menyelesaikan intervensi pada tempat kediaman pasien, menggunakan layanan manajemen keadaan darurat untuk mencegah krisis lebih lanjut, memberikan peringatan pada pasien rawat inap dan pasien rawat jalan, dan menyediakan pelayanan konseling lewat telepon.

2.1.6 Dasar Hukum Pelayanan Kedaruratan Psikiatri

Penaturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelayanan gawat darurat adalah UU No 23/1992 tentang Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis, dan Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit.

Dipandang dan segi hukum dan medikolegal, pelayanan gawat darurat berbeda dengan pelayanan non-gawat darurat karena memiliki karakteristik khusus. Beberapa isu khusus dalam pelayanan gawat darurat membutuhkan pengaturan hukum yang khusus dan akan menimbulkan hubungan hukum yang berbeda dengan keadaan bukan gawat darurat.

Ketentuan tentang pemberian pertolongan dalam keadaan darurat telah tegas diatur dalam pasal 5l UUNo.29/2004 tentang Praktik Kedokteran, di mana seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan. Selanjutnya, walaupun dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan tidak disebutkan istilah pelayanan gawat darurat namun secara tersirat upaya penyelenggaraan pelayanan tersebut sebenamya merupakan hak setiap orang untuk memperoleh derajat kesehatan yang optimal (pasal 4) Selanjutnya pasal 7 mengatur bahwa Pemerintah bertugas menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat termasuk fakir miskin, orang terlantar dan kurang mampu. Tentunya upaya ini menyangkut pula pelayanan gawat darurat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta).

Rumah sakit di Indonesia memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat 24 jam sehari sebagai salah satu persyaratan ijin rumah sakit. Dalam pelayanan gawat darurat tidak diperkenankan untuk meminta uang muka sebagai persyaratan pemberian pelayanan.

Dalam penanggulangan pasien gawat darurat dikenal pelayanan fase pra-rumah sakit dan fase rumah sakit. Pengaturan pelayanan gawat darurat untuk fase rumah sakit telah terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.159b/1988 tentang Rumah Sakit, di mana dalam pasal 23 telah disebutkan kewajiban rumah sakit untuk menyelenggarakan pelayanan gawat darurat selama 24 jam per hari

Untuk fase pra-rumah sakit belum ada pengaturan yang spesifik. Secara umum ketentuan yang dapat dipakai sebagai landasan hukum adalah pasal 7 UU No.23/1992 tentang Kesehatan, yang harus dilanjutkan dengan pengaturan yang spesifik untuk pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit Bentuk peraturan tersebut seyogyanya adalah peraturan pemerintah karena menyangkut berbagai instansi di luar sektor kesehatan.

Pengertian tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1 butir 3 UU No.23/1992 tentang Kesehatan sebagai berikut: tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Melihat ketentuan tersebut nampak bahwa profesi kesehatan memerlukan kompetensi tertentu dan kewenangan khusus karena tindakan yang dilakukan mengandung risiko yang tidak kecil.

Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan dapat dilihat dalam pasal 32 ayat (4) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu . Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dari tindakan seseorang yang tidak mempunyai keahlian dan kewenangan untuk melakukan pengobatan/perawatan, sehingga akibat yang dapat merugikan atau membahayakan terhadap kesehatan pasien dapat dihindari, khususnya tindakan medis yang memelakukanngandung risiko.

Pengaturan kewenangan tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan medik diatur dalam pasal 50 UUNo.23/1992 tentang Kesehatan yang merumuskan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan atau kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan. Pengaturan di atas menyangkut pelayanan gawat darurat pada fase di rumah sakit, di mana pada dasarnya setiap dokter memiliki kewenangan untuk melakukan berbagai tindakan medik termasuk tindakan spesifik dalam keadaan gawat darurat. Dalam hal pertolongan tersebut dilakukan oleh tenaga kesehatan maka yang bersangkutan harus menemelakukanrapkan standar profesi sesuai dengan situasi (gawat darurat) saat itu.

Pelayanan gawat darurat fase pra-rumah sakit umumnya tindakan pertolongan pertama dilakukan oleh masyarakat awam baik yang tidak terlatih maupun yang teriatih di bidang medis. Dalam hal itu ketentuan perihal kewenangan untuk melakukan tindakan medis dalam undang-undang kesehatan seperti di atas tidak akan diterapkan, karena masyarakat melakukan hal itu dengan sukarela dan dengan itikad yang baik. Selain itu mereka tidak dapat disebut sebagai tenaga kesehatan karena pekerjaan utamanya bukan di bidang kesehatan.

Jika tindakan fase pra-rumah sakit dilaksanakan oleh tenaga terampil yang telah mendapat pendidikan khusus di bidang kedokteran gawat darurat dan yang memang tugasnya di bidang ini (misainya petugas 118), maka tanggungjawab hukumnya tidak berbeda dengan tenaga kesehatan di rumah sakit. Penentuan ada tidaknya kelalaian dilakukan dengan membandingkan keterampilan tindakannya dengan tenaga yang serupa.

Hal-hal yang disoroti hukum dalam pelayanan gawat darurat dapat meliputi hubungan hukum dalam pelayanan gawat darurat dan pembiayaan pelayanan gawat darurat Karena secara yuridis keadaan gawat darurat cenderung menimbulkan privilege tertentu bagi tenaga kesehatan maka perlu ditegaskan pengertian gawat darurat. Menurut The American Hospital Association (AHA) pengertian gawat darurat adalah An emergency is any condition that in the opinion of the patient, his family, or whoever assumes the responsibility of bringing the patient to the hospital-remelakukanquires immediate medical attention. This condition continues until a determination has been made by a health care professional that the patients life or well-being is not threatened.

Adakalanya pasien untuk menempatkan dirinya dalam keadaan gawat Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.

Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien, tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis, maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.

2.1 Gaduh Gelisah

2.1.1 Definisi

Keadaan gaduh gelisah atau agitasi adalah peningkatan aktivitas mental dan motorik seseorang sedemikian rupa sehingga sukar dikendalikan.

2.1.2 Gejala

Keadaan gaduh gelisah biasanya timbul akut atau subakut. Gejala utama adalah psikomotorik yang sangat meningkat. Orang itu banyak sekali berbicara, berjalan mondar-mandir, tidak jarang juga berlari-lari dan meloncat-loncat bila keadaannya berat. Gerakan tangan, kaki, mimik dan suaranya cepat dan hebat. Muka terlihat bingung, marah-marah atau takut. Ekspresi ini mencerminkan gangguan afek-emosi dan proses pikir yang tidak realistik lagi. Jalan pikiran biasanya cepat dan sering terdapat waham curiga. Tidak jarang juga timbul halusinasi pengelihatan (terutama pada sindrom otak organik akut) atau halusinasi pendengaran (terutama pada skizofrenia). (Maramis,2009)

Karena gangguan berpikir ini, serta waham curiga dan halusinasi, maka pasien menjadi sangat bingung, gelisah dan gaduh. Ia bersikap bermusuhan dan mungkin menjadi berbahaya bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Ia dapat melukai dirinya sendiri atau mengalami kecelakaan maut dalam kegelisahannya yang hebat itu. Jika waham curiganya keras atau halusinasinya sangat menakutkan, maka ia dapat menyerang orang lain atau merusak barang-barang disekitarnya. (Maramis,2009)

Bila orang dalam keadaan gaduh gelisah tidak dihentikan atau dibuat tidak berdaya oleh orang-orang disekitarnya untuk mengamankan si pasien maupun lingkungannya, maka ia akan kehabisan tenaga dengan segala akibatnya atau ia meninggal karena kecelakaan. (Maramis,2009)

Tergntung pada gangguan primer, maka kesadaran dapat menurun secara kuantitatif (tidak kompos mentis lagi) dengan amnesia sesudahnya (seperti pada sindrom otak organic akut) atau kesadaran itu tidak menurun, akan tetapi berubah secara kualitatif. Sehingga individu dalam keadaan gaduh gelisah pasti kehilangan kontak dengan kenyataan, dimana proses berpikir, afek-emosi, psikomotor dan kemauannya sudah tidak sesuai lagi dengan realitas. (Maramis,2009)

Psikomotor meningkat

a. Banyak bicara

b. Mondar-mandir

c. Lari-lari

d. Loncat-loncat

e. Destruktif

f. Bingung

Afek/emosi excitement

a. Marah-marah

b. Mengancam

c. Agresif

d. Ketakutan

e. Euphoria

2.1.3 Etiologi

Dapat disebabkan oleh :

1. Psikosis ( fungsional maupun organik ).

Psikosis Fungsional : Psikosis reaktif, Skoizofrenia, manik depresif, amok dsb).

Psikosis Organik : Delirium, demensia, psikosis berhub.dg zat, psikosiskrn ggg metabolik, psikosis krn trauma kepala maupun infeksi pada otak, dsb).

2. Kecemasan Akut dengan/tanpa Panik.

3. Kebingungan post konvulsi.

4. Reaksi disosiasi & keadaan fugue.

5. Ledakan amarah/temper tantrum.

Keadaan gaduh gelisah bukanlah suatu diagnosis dalam arti kata yang sesungguhnya, akan tetapi hanya menunjuk kepada suatu keadaan tertentu. Biasanya keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi salah satu jenis psikosis.

a. Psikosis karena gangguan mental organic (delirium)

Pasien dengan keadaan gaduh-gelisah karena delirium menunjukkan kesadaran yang menurun. Istilah sindrom otak organic menunjuk kepada keadaan gangguan fungsi otak karena suatu penyakit badaniah. Penyakit badaniah itu yang menyebabkan gangguan fungsi otak. Penyebab itu mungkin terletak di dalam tengkorak atau otak sendiri dan karenanya menimbulkan kelainan patologi-anatomis ( misalnya meningoensefalitis, gangguan pembuluh darah otak, neoplasma intracranial). Mungkin juga terletak di luar otak (misalnya tifus abdominalis, pneumonia, malaria, uremia, keracunan atropine/kecubung atau alcohol) dan hanya mengakibatkan gangguan fungsi otak dengan manifestasi sebagai psikosis atau keadaan gaduh gelisah tetapi tidak ditemukan kelainan pada otak sendiri.

b. Skizofrenia dan gangguan skizotipal

Bila kesadaran tidak menurun, maka biasanya keadaan gaduh gelisah merupakan manifestasi suatu psikosis yang tidak berhubungan dengan suatu penyakit badaniah seperti pada gangguan mental organik.

c. Gangguan psikotik akut dan sementara

Timbul mendadak tidak lama sesudah terjadi stress psikologis yang dirasakan hebat sekali oleh individu. Stress ini disebabkan oleh suatu frustasi atau konflik dari dalam ataupun dari luar individu yang mendadak, jelas dan tiba-tiba, misalnya kematian seseorang ataupun bencana.

d. Skizofrenia

Bila kesadaran tidak menurun dan terdapat inkoherensi serta afek emosi yang inadekuat, tanpa frustasi atau konflik yang jelas. Diagnosis diperkuat apabila terdapat disharmoni antara beberapa aspek kepribadian seperti proses berpikir, afek-emosi, psikomotorik dan kemauan. Yang paling sering adalah episode skizofrenia akut dan skizofrenia jenis gaduh gelisah katatonik.

e. Psikosis bipolar

Pada psikosis bipolar jenis mania tidak terdapat inkoherensi dalam arti kata yang sebenarnya, tetapi pasien memperlihatkan jalan pikiran yang meloncat-loncat atau melayang. Dia merasa gembira luar biasa (efori), psikomotor meningkat, logorea dan lekas tersinggung/marah.

f. Amok

Yaitu keadaan gaduh gelisah yang timbul mendadak dan dipengaruhi oleh factor sosio budaya. Efek malu (pengaruh sosiobudaya) memegang peranan penting. Biasanya seorang pria, sesudah periode meditasi atau suatu tindakan ritualistic, maka mendadak ia bisa bangkit dan mulai mengamuk. Ia menjadi sangat agresif dan destruktif. Kesadarannya menurun atau berkabut, lalu diikuti keadaan amnesia total atau sebagian.

2.1.4 Penanganan

Pasien dalam episode kekerasan tidak memperhatikan campur tangan rasional dari orang lain dan kemungkinan tidak mendengarkan mereka. Jika memiliki senjata, pasien tersebut secara khusus berbahaya dan mampu untuk membunuh. Pasien tersebut harus dilucuti senjatanya dan kalau bisa tanpa membahayakan pasien tersebut. Hal ini sebaiknya dilakukan oleh aparat keamanan yang terlatih.

Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang aman. Beberapa pasien perlu dipindahkan ke unit forensik karena beratnya potensi kekerasan mereka. Medikasi yang spesifik diberikan jika diindikasikan, kecuali diperlukan tindakan non spesifik untuk memodifikasi perilaku sampai penyebabanya dipastikan dan terapi psesifik dimulai.

Pemakaian medikasi adalah dikontraindikasikan pasien yang teragitasi akut yang menderita cidera kepala, karena medikasi dapat membingungkan gambaran klinis. Pada umumnya, haloperidol intramuskular (IM) adalah salah satu terapi gawat darurat yang paling bermanfaat untuk pasien psikotik yang melakukan kekerasan.

Terapi elektrokonvulsif (ECT) juga telah digunakan dalam ruang gawat darurat untuk mengendalikan kekerasan psikotik. Satu atau beberapa kali ECT dalam beberapa jam biasanya mengakhiri suatu episode kekerasan psikotik.

PsikoterapiDalam intervensi psikiatri gawat darurat, semua usaha dilakukan untuk membantu pasien mempertahankan harga dirinya. Empati adalah penting untuk penyembuhan pasien psikiatri. Pengetahuan yang diperlukan adalah bagaimana biogenetik, situasional, perkembangan dan eksistensial berkumpul pada satu titik dalam riwayat penyakit untuk menciptakan kegawat daruratan psikiatri adalah seruppa untuk kematangan keterampilan pada dokter psikiatri.

Untuk keadaan kegawatdaruratan psikiatri, diperlukan lebih dari satu orang psikiater. Dan tidak ada prosedur yang baku untuk setiap orang, karena masing-masing orang memiliki kerentanan yang berbeda dan proses psikoterapi yang berbeda.

FarmakoterapiIndikasi utama untuk pemakaian medikasi psikotropik diruang gawat darurat adalah perilaku kekerasan atau menyerang, kecemasan atau panik yang masif, dan reaksi ekstrapiramidalis, seperti distonia dan akathisia sebagai efek samping dari obat psikiatri. Suatu bentuk yang jarang dari distonia adalah laringospame, dan dokter psikiatri harus siap untuk mempertahankan jalan nafas yang terbuka dengan intubasi jika diperlukan.

Orang yang paranoid atau dalam keadaan luapan katatonik memerlukan trankuilisasi. Ledakan kekerasan yang episodik berespon terhadap lithium (Eskalith), penghambat-beta, dan carbamazepine (Tegretol). Jika riwayat penyakit mengarahkan suatu gangguan kejang, penelitian klinis dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan suatu pemeriksaan dilakukan untuk memastikan penyebabnya. Jika temuan adalah positif, antikonvulsan adalah dimulai, atau dilakukan pembedahan yang sesuai (sebagai contohnya, pada massa serebral). Untuk intoksikasi akibat zat rekreasional, dilakukan tindakan konservatif mungkin adekuat. Pada beberapa keadaan, obat-obat seperti thiothixene (Navane) dan Haloperidol (Haldol), 5-10 mg setiap setengah sampai satu jam diperlukan sampai pasien distabilkan. Benzodiazepine digunakan sebagai pengganti atau sebagai tambahan antipsikotik (untuk menurunkan dosis antipsikotik). Jika obat reaksional memiliki sifat antikolinergik yang kuat, maka benzodiazepine lebih tepat dibandingkan antipsikotik. Orang dengan respon alergik atau menyimpang terhadap antipsikotik atau benzodiazepine diobati dengan sodium amobarbital (Amytal) (sebagai contohnya, 130 mg oral atau IM), paraldehyde, atau diphenhydramine (Benadril, 50 sampai 100 mg oral atau IM).

Pasien yang melakukan kekerasan dan melawan paling efektif ditenangkan dengan sedatif atau antipsikotik yang sesuai. Diazepam (Valium), 5-10 mg, atau lorazepam (Ativan), 2-4 mg, dapat diberikan intravena (IV) perlahan-lahan sampai 2 menit. Klinisi harus memberikan medikasi IV dengan sangat berhati-hati, sehingga henti pernafasan tidak terjadi. Pasien yang memerlukan medikasi IM dapat disedasi dengan haloperidol, 5-10 mg IM, atau dengan chlorpromazine (Thorazine), 25 mg IM. Jika kemarahan disebabkan oleh alkohol atau sebagai bagian dari gangguan psikomotor pascakejang, tidur yang ditimbulkan oleh medikasi IV dengan jumlah relatif kecil dapat berlangsung selama berjam-jam. Saat terjaga, pasien seringkali sepenuhnya terjaga dan rasonal dan biasanya memiliki amnesia lengkap untuk episode kekerasan.

Jika kemarahan adalah bagian dari proses psikotik yang sedang berlangsung dan kembali setelah medikasi IV menghilang, medikasi kontinu dapat diberikan. Kadang-kadang lebih baik menggunakan dosis IM atau oral kecil dengan interval sampai 1 jamsebagai contohnya, Haloperidol 2-5 mg, diazepam 10 mgsampai pasien terkendali dibandingkan dengan menggunakan dosis besar pada awalnya dan menghentikannya dengan pasien yang mengalami overmedikasi. Saat perilaku pasien yang terganggu telah dikendalikan, dosis yang semakin kecil dan lebih jarang dapat diberikan. Selama terapi pendahuluan, tekanan darah pasien dan tanda vital lainnya harus dimonitor.

Transkuilisasi cepat.

Medikasi antipsikotik dapat diberikan dalam cara cepat dengan interval 30-60 menit untuk mencapai hasil terapetik yang secepat mungkin. Prosedur ini bermanfaat bagi pasien yang teragitasi dan pasien yang dalam keadaan tereksitasi. Obat yang dipilih untuk trankuilisasi cepat adalah haloperidol dan antipsikotik potensi tinggi lainnya. Pada orang dewasa 5-10 mg Haloperidol peroral atau IM dan diulangi dalam 20-30 menit sampai pasien menjadi tenang. Beberapa pasien mungkin mengalami gejala ekstrapiramidal ringan dalam 24 jan pertama setelah transkuilisasi cepat. Walaupun keadaan ini jarang, tetapi dokter psikiatri harus bisa mengatasinya. Dan keadaan ini biasanya terjadi sebelum diberikan dosis total 50 mg. Tujuan dari pemberian ini bukanlah untuk proses sedasi atau somnolensi. Tetapi agar pasien mampu bekerja sama dalam proses pemeriksaan dan dapat memeberikan penjelasan tentang perilaku teragitasi. Pasien yang teragitasi atau panik dapat diobati dengan dosis kecil lorazepam, 2-4 mg IV atau IM yang dapat diulangi jika diperlukan dalam 20-30 menit sampai pasien ditenagkan

Kegawatan ekstrapiramidal berespon terhadap benztropine (Cogetin) 2 mg peroral atau IM, atau diphenhydramine 50 mg IM atau IV. Beberapa pasien berespon terhadap diazepam 5-10 mg peroral atu IV.

PengikatanPengikatan digunakan jika pasien sangat berbahaya bagi dirinya sendiri atau orang lain karena memiliki ancaman yang sangat parah yang tidak dapat dikendalikan dengan cara lain. Pasien dapat diikat secara sementara untuk mendapatkan medikasi atau untuk periode yang lama jika medikasi tidak dapat digunakan. Paling sering, pasien yang diikat menjadi tenang setelah beberapa waktu. Pada tingkat psikodinamika, pasien tersebut mungkin menerima pengendalian impuls yang diberikan oleh pengikatan.

Fiksasi adalah upaya yg dilakukan petugas untuk membatasi perilaku pasien supaya tidak mencedarai diri sendiri maupun orang lain.

Fiksasi dapat dilakukan dengan 3 cara :

1) Fiksasi Psikologis : menarik perhatian pasien dg melakukan penerimaan yg menyenangkan, memberi perhatian terhadap masalahnya, mencoba menenteramkan, atau memberi solusi sementara. Dalam hal ini seluruh perhatian pasien ditarik oleh petugas sehingga melupakan kegelisahannya.

2) Fiksasi Farmakologis/ Medikasional : dengan pemberian obat-obatan yg berefek menenangkan atau Sedatif-Hipnotik.

3) Fiksasi Fisik/Mekanis : dengan melakukan pengikatan atau memasukkan dalam ruang Isolasi (Isolasi/Seclution)

Fiksasi mekanis pada pasien gaduh gelisah:

a. Fiksasi digunakan untuk penjagaan/perawatan pasien. agar jangan melukai diri sendiri, menyerang orang lain atau merusak barang.

b. Harus dilakukan dengan mengingat, kenyamanan pasien tak terganggu, pemberian makanan & obat tetap dapat berlangsung.

c. Penjelasan kepada pasien penanggung jawab pasien

d. Seharusnya memakai alat yang telah disiapkan secara standar (Pengikat kulit yang paling aman/bukan tali).Metode Fiksasi/ pengikatan:

a. Gunakan petugas terlatih sebanyak 3 5 orang.

b. Jelaskan pada pasien meengapa hrs diikat.

c. Seorang petugas hrs selalu terlihat pasien dan menenteramkan untuk menghilangkan rasa takut, ketidakberdayaan & hilangnya kendali pasien

d. Pasien diikat dg tungkai terpisah, satu lengan diikat di satu sisi & lengan lain di atas kepala.

e. Pengikatan harus dilakukan sedemikian rupa shg cairan IV dapat diberikan jika perlu.

f. Kepala pasien agak ditinggikan untuk menurunkan perasaan rentan & menghindari kemungkinan aspirasi.

g. Pengikatan harus diperiksa berkala demi keamanan & kenyamanan pasien

h. Setelah pasien diikat, dimulai intervensi terapi.

i. Setelah pasien terkendali, satu ikatan sekali waktu hrs dilepas dg intervel 5 menit, sampai pasien hanya memiliki dua ikatan (di kaki). Ke dua ikatan lainnya harus dilepas bersamaan.

j. Selalu mencatat dengan lengkap alasan pengikatan, perjalanan terapi & respon pasien terhadap terapi selama pengikatan.BAB 3. KESIMPULAN1. Gaduh gelisah merupakan salah satu dari kegawat daruratan dalam bidang psikiatri, sehingga perlu penanganan secepatnya2. Penyebab gaduh gelisah terdapat lima macam yakni

a. Psikosis ( fungsional maupun organik ).

Psikosis Fungsional : Psikosis reaktif, Skoizofrenia, manik depresif, amok dsb).

Psikosis Organik : Delirium, demensia, psikosis berhub.dg zat, psikosiskrn ggg metabolik, psikosis krn trauma kepala maupun infeksi pada otak, dsb).

b. Kecemasan Akut dengan/tanpa Panik.

c. Kebingungan post konvulsi.

d. Reaksi disosiasi & keadaan fugue.

e. Ledakan amarah/temper tantrum.

3. Penanganan gaduh gelisah bisa melalui farmakoterapi maupun psikoterapi. Psikoterapi dilakukan untuk membantu pasien mempertahankan harga dirinya, penangannya sangat individualis. Farmakoterapi pada orang dewasa 5-10 mg Haloperidol peroral atau IM dan diulangi dalam 20-30 menit sampai pasien menjadi tenang.DAFTAR PUSTAKA

http://astaqauliyah.com/2006/12/falsafah-dasar-kegawatdaruratan/trackback/

http://www.lintasberita.com/Lifestyle/Kesehatan/tahukah-anda-tanda-tanda-jika-orang-ingin-bunuh-diri-

Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Edisi 7, Jilid 1 dan 2. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Maramis. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.