cucuzakariyya.files.wordpress.com file · web viewpada saat belajar pai sering kali anak membuat...

35
PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VI SD NEGERI 127/I PETAJEN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA POKOK BAHASAN FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK Oleh : YULI NOVITASARI ( A12D 108006 ) PROGRAM STUDI S1 PGSD FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI

Upload: lehanh

Post on 25-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELASMENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS VI SD NEGERI 127/I PETAJEN

DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA PADA POKOK BAHASAN FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

Oleh :

YULI NOVITASARI ( A12D 108006 )

PROGRAM STUDI S1 PGSDFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sekolah Dasar Negeri No.127/l Petajen bertempat di Desa Petajen

Kampung V Kecamatan Bajubang. Siswa kelas lll berjumlah 23 orang, 6 orang laki-laki

dan 17 orang perempuan. Umur mereka berkisar antara 8 - 9 tahun. Sebagian besar

dari mereka berasal dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah.

Pekerjaan orang tua mereka rata-rata sebagai petani karet. Sebagian besar orang tua

hanya tamat SD, sehingga pengetahuan tentang pendidikan sangat kurang. Hal ini

merupakan salah satu sebab kenapa motivasi belajar anak juga kurang.

Metode yang digunakan guru di SD 127/I Petajen masih bersifat

tradisional. Guru tidak pernah menerapkan model-model pembelajaran yang dapat

menarik minat siswa untuk belajar. Guru hanya berceramah di depan kelas dengan

memberikan bayangan-bayangan informasi yang sulit dijangkau oleh anak. Ditambah

lagi dengan tidak adanya buku peket yang seharusnya bisa membantu siswa dalam

belajar. Jadi pengetahuan yang siswa dapatkan hanya bersumber dari guru. Dengan

kata lain guru menjadi satu-satunya sumber belajar bagi siswa.

Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, cara belajar siswa SDN 127/l

Petajen sangat tergantung kepada guru yang merupakan satu-satunya sumber

belajar bagi siswa. Dengan gaya mengajar yang membosankan, membuat siswa

jenuh dalam belajar, sehingga perhatian siswa tidak lagi focus terhadap pelajaran.

Siswa terkesan pasif pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Hal ini terlihat

ketika guru memberikan evaluasi kepada anak ternyata anak tidak bisa

menjawabnya.

Hampir semua guru di SD 127/l Petajen mengeluhkan prestasi siswa yang

dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan. Hal ini salah satunya dikerenakan

oleh guru tidak mau melakukan refleksi terhadap cara mengajar dan melakukan

perubahan yang lebih baik untuk kemajuan siswanya. Hanya sebagian kecil guru

yang punya kesadaran tinggi untuk melakukan PTK. Banyak sekali masalah yang

timbul pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Masalahnya sangat

beragam untuk setiap mata pelajaran. Pada saat belajar PAI sering kali anak

membuat gaduh pada saat guru menerangkan materi, sehingga membuat siswa yang

serius belajar menjadi terganggu. Anak juga sering keluar masuk kelas dengan alasan

buang air, padahal diluar kelas mereka cuma main. Sedangkan pada mata pelajaran

Bahasa Indonesia banyak siswa yang hanya bisa bengong ketika ditanya oleh guru.

Selain itu pada saat belajar IPA siswa yang bermasalah tersebut malas mengerjakan

tugas.

Berdasarkan hasil pengamatan, peneliti menemukan bahwa, secara umum

siswa belum mampu menyelesaikan soal cerita. Para siswa masih mengalami

kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal matematika bentuk cerita. Dari hasil

pengamatan terhadap lembar jawaban siswa terlihat bahwa ada beberapa penyebab

hal ini bisa memungkinkan terjadi, yaitu: kemampuan siswa dalam memaknai bahasa

soal masih kurang, siswa belum dapat menentukan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan, serta kemampuan siswa dalam menentukan model matematika yang

digunakan dalam penyelesaian soal.

Dari laporan hasil observasi yang dilakukan disimpulkan bahwa guru telah

melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik

sesuai dengan skenario yang dirancang. Namun demikian, pada pemberian tugas

latihan di kelas dan di rumah kepada siswa, guru masih kurang memperhatikan

aspek soal cerita sebagai salah satu bentuk soal latihan di rumah. Guru masih

terfokus pada soal-soal latihan yang ada di buku. Hal ini kurang memberi ruang

kepada siswa untuk mengembangkan idenya dalam melatih kemampuannya

memecahkan masalah yang ada pada soal matematika berbentuk cerita.

Berdasarkan alasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk

lebih meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika

khususnya soal berbentuk cerita. Hal ini dapat diwujudkan karena guru telah dapat

melaksanakan pembelajaran matematika dengan pendekatan Pendidikan

Matematika Realistik. Artinya, guru dan siswa telah memiliki pengalaman dan

kemampuan untuk melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

ini dalam pembelajaran matematika. Pendekatan Matematika Realistik digunakan

karena pendekatan ini adalah suatu pendekatan pembelajaran yang mengarahkan

siswa pada pembelajaran secara bermakna, sesuai dengan kemampuan berpikir

siswa serta berkaitan dengan kehidupan siswa sehari-hari. Keterkaitan dengan

kehidupan sehari-hari ini akan mengarahkan siswa pada pengertian bahwa

matematika bukan hanya ilmu simbolik belaka tetapi dapat dimanfaatkan dalam

kehidupan sehari-hari untuk membantu dan mempermudah pekerjaan manusia

dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Pemberian pembelajaran

matematika yang bermakna kepada siswa dan tidak memisahkan belajar matematika

dengan pengalaman siswa sehari-hari, siswa akan dapat mengaplikasikan

matematika dalam kehidupan sehari-hari dan tidak cepat lupa.

Berdasarkan alasan-alasan di atas, maka penulis ingin melakukan

penelitian dengan judul: “Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI SD Negeri 172/I

Petajen dalam Menyelesaikan Soal Matematika Berbentuk Cerita pada Pokok

Bahasan Faktor dan Kelipatan Bilangan Melalui Pendekatan Matematika Realistik”.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini

dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana meningkatkan kemampuan siswa kelas VI

SD Negeri 127/I Petajen dalam menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita

pada pokok bahasan faktor dan kelipatan bilangan dengan menggunakan

pendekatan matematika realistik?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas VI SD Negeri 132/I Petajen dalam

menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan

kelipatan bilangan melalui pendekatan matematika realistik.

1.4 Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti

seperti berikut:

1. Bagi guru: dengan penelitian ini, (1) guru dapat memperbaiki dan meningkatkan

kualitas pendekatan pembelajaran di kelas, shingga konsep-konsep matematika yang

diajarkan guru dapat dikuasai siswa, (2) guru akan terbiasa untuk melakukan

penelitian tindakan kelas dengan merancang pendekatan-pendekatan pembelajaran

yang baru guna meningkatkan prestasi belajar siswanya, dan (3) guru dapat

meningkatkan kemampuan meneliti dan menyusun laporan dalam bentuk karya

ilmiah yang baku, sehingga dapat meningkatkan rasa ingin tahu, yang lebih kuat dan

mendorong terciptanya disposisi matematika (mathematical disposition)

2. Bagi siswa: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi untuk meningkatkan

minat, motivasi, dan kemampuannya dalam memahami konsep-konsep matematika

sehingga prestasi belajarnya dapat meningkat.

3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan kontribusi positif pada

sekolah dalam rangka perbaikan kualitas proses dan hasil pembelajaran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Proses Belajar Matematika

1. Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar merupakan sebuah proses interaksi yang

menghimpun sejumlah nilai (norma) yang merupakan substansi, sebagai medium

antara guru dan siswa dalam rangka mencapai tujuan.

Dalam proses belajar mengajar terdapat dua kegiatan yakni kegiatan guru

dan kegiatan siswa. Guru mengajar dengan gayanya sendiri dan siswa juga belajar

dengan gayanya sendiri. Sebagai guru, tugasnya tidak hanya mengajar tetapi juga

belajar memahami suasana psikologis siswanya dan kondisi kelas. Dalam mengajar,

guru harus memahami gaya-gaya belajar siswanya sehingga kerelavansian antara

gaya-gaya mengajar guru dan siswa akan memudahkan guru menciptakan interaksi

edukatif dan kondusif. Hal ini sejalan dengan pendapat Ametembun (1985) bahwa

suatu interaksi yang harmonis terjadi bila dalam prosesnya tercipta keselarasan,

keseimbangan, keserasian antara kedua komponen yaitu guru dan siswa.

Dalam proses edukatif guru harus berusaha agar siswanya aktif dan kreatif

secara optimal. Guru tidak harus terlena dengan menerapkan gaya konvensional.

Karena gaya mengajar seperti ini tidak sesuai dengan konsepsi pendidikan modern.

Pendidikan modern menghendaki siswa lebih aktif dalam kegiatan interaktif edukatif.

Guru bertindak sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan siswa aktif dalam

belajar.

Banyak kegiatan yang harus dilakukan gurudalam proses belajar mengajar

seperti memahami prinsip-prinsip proses belajar mengajar, menyiapkan bahan dan

sumber belajar, memilih metode yang tepat, menyiapkan alat bantu pengajaran,

memilih pendekatan, dan mengadakan evaluasi. Semua kegiatan yang dilakukan

guru harus didekati dengan pendekatan sistem, sebab pengajaran adalah suatu

sistem yang melibatkan sejumlah kompenen pengajaaran dan semua komponen

tersebut saling berkaitan dan saling menunjang dalam rangka pencapaian tujuan

pengajaran.

Sehubungan dengan diberlakukannya kurikulum KTSP, maka salah satu

pendekatan pembelajaran matematika yang digunakan adalah pendekatan

matematika realistic. Kemahiran matematika yang diharapkan dapat diwujudkan

adalah sebagaimana tertuang dalam peta kompetensi mata pelaaran matematika di

kelas VI SD, yaitu (1) menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika (termasuk

peran definisi), (2) memecahkan dan menafsirkan masalah soal cerita, dan (3)

menghargai matematika sebagai suatu yang berguna dan bermanfaat dalam

kehidupan. Berdasarkan uraian tersebut maka soal cerita merupakan soal yang

seharusnya mendapat porsi cukup besar dalam setiap pembelajaran yang

dilaksanakan. Artinya, pembelajaran seharusnya dimulai dengan penggunaan

masalah kontekstual dalam bentuk soal cerita sehingga siswa memiliki kepekaan

dalam memahami suatu persoalan dan bagaimana memecahkannya sehingga

bermanfaat dalam kehidupannya.

2. Soal Cerita Matematika dan Langkah-langkah Menyelesaikannya

Permasalahan matematika yang berkaitan dengan kehidupan nyata biasanya

dituangkan melalui soal-soal berbentuk cerita (verbal). Menurut Abidia 1989:10),

soal cerita adalah soal yang disajian dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang

diungkapkan dapat merupakan masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya.

Bobot masalah yang diungkapkan akan mempengaruhi panjang pendeknya cerita

tersebut. Makin besar bobot masalah yang diungkapkan, memungkinkan semakin

panjang cerita yang disajikan. Sementara itu, menurut Haji (1994:13), soal yang

dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang matematika

dapat berbentuk cerita dan soal bukan cerita/soal hitungan. Dilanjutkannya, soal

cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan dengan

kenyataan yang ada di lingkungan siswa. Soal cerita yang dmaksudkan dalam

penelitian ini adalah soal matematika yang berbentuk cerita yang terkait dengan

berbagai pokok bahasan yang diajarkan pada mata pelajaran matematika di kelas VI

SD.

Untuk dapat menyelesaikan soal cerita, siswa harus menguasai hal-hal yang

dipelajari sebelumnya, misalnya pemahaman tentang sartuan ukuran luas, satuan

ukuran panjang dan lebar, satuan berat, satuan isi, nilai tukar mata uang, satuan

waktu, dan sebagainya. Di samping itu, siswa juga harus menguasai materi prasyarat,

seperti rumus, teorema, dan aturan/ hukum yang berlaku dalam matematika.

Pemahaman terhadap hal-hal tersebut akan membantu siswa memahami maksud

yang terkandung dalam soal-soal cerita tersebut.

Di samping hal-hal di atas, seorang siswa yang diperhadapkan dengan soal

cerita harus memahami langkah-langkah sistematik untuk menyelesaikan suatu

masalah atau soal cerita matematika. Haji (1994:12) mengungkapkan bahwa untuk

menyelesaikan soal cerita dengan benar diperlukan kemamuan awal, yaitu

kemamuan untuk: (1) menentukan hal yang diketahui dalam soal; (2) menentukan

hal yang ditanyakan; (3) membuat model matematika; (4) melakukan perhitungan;

dan (5) menginterpretasikan jawaban model ke permasalahan semua. Hal ini sejalan

dengan langkah-langkah penyelesaian soal cerita sebagaimana dituangkan dalam

Pedoman Umum Matematika Sekolah Dasar (1983), yaitu: (1) membaca soal dan

memikirkan hubungan antara bilangan-bilangan yang ada dalam soal; (2) menuliskan

kalimat matematika; (3) menyelesaikan kalimat matematika; dan (4)

menggunakanan penyelesaian untuk menjawab pertanyan.

Dari kedua pendapat di atas terlihat bahwa hal yang paling utama dalam

menyeesaikan suatu soal cerita adaah pemahaman terhadap suatu masalah sehingga

dapat dipilah antara yang diketahui dengan yang ditanyakan. Untuk melakukan hal

ini, Hudoyo dan Surawidjaja (1997:195) memberikan petunjuk: (1) baca dan bacalah

ulang masalah tersebut; pahami kata demi kata, kalimat demi kalimat; (2)

identifikasikan apa yan diketahui dari masalah tersebut; (3) identifikasikan apa yang

hendak dicari; (4) abaikan hal-hal yang tidak relevan dengan permasalahan; (5)

jangan menambahkan hal-hal yang tidak ada sehingga masalahnya menjadi berbeda

dengan masalah yang dihadapi.

Pendapat-pendapat di atas sejalan dengan pendapat Soedjadi (192), bahwa

untuk menyelesaikan soal matematika umumnya dan terutama soal cerita dapat

ditempuh langkah-langkah: (1) membaca soal dengan cermat untuk menangkap

makna tiap kalimat; (2) memisahkan dan mengungkapkan apa yang diketahui dalam

soal, apa yang diminta/ditanyakan dalam soal, operasi pengerjaan apa yang

diperlukan; (3) membuat model matematika dari soal; (4) menyelesaikan model

menurut aturan-aturan matematika sehingga mendapatkan jawaban dari model

tersebut; dan (5) mengembalikan jawaban soal kepada jawaban asal.

Mencermati beberapa pendapat di atas, maka langkah-langkah yang

diperlukan untuk menyelesaikan soal bentuk cerita yang digunakan dalam penelitian

ini adalah: (1) menentukan hal yang diketahui dalam soal; (2) menentukan hal yang

ditanyakan dalam soal; (3) membuat model/kalimat matematika; (4) melakuka

perhitungan (menyelesaikan kalimat matematika), dan (5) menuliskan jawaban akhir

sesuai dengan permintaa soal.

3. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

Istilah matematika realistik semula muncul dalam pembelajaran matematika

di negeri Belanda yang dikenal dengan nama Realistic Mathematics Education (RME).

Pendekatan pembelajaran ini merupakan reaksi terhadap pembelajaran matematika

modern (new math) di Amerika dan pembelajaran matematika di Belanda

sebelumnya yang dipandang sebagai “mechanistic mathematics education”.

PMRI pada dasarnya merupakan pemanfaatan realitas dan lingkungan yang

dipahami siswa untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga

dapat mencapai pendidikan matematika secara lebih baik dari pada masa yang lalu.

Seperti halnya pandangan baru tentang proses belajar mengajar, dalam PMRI juga

diperlukan upaya mengaktifkan siswa. Upaya tersebut dapat diwujudkan dengan

cara (1) mengoptimalkan keikutsertaan unsur-unsur proses belajar mengajar dan (2)

mengoptimalkan keikutsertaan seluruh sense peserta didik. Salah satu

kemungkinannya adalah dengan memberi kesempatan kepada siswa untuk dapat

menemukan atau mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang akan dikuasainya.

Dalam pandangan PMRI, pembelajaran matematika lebih memusatkan

kegiatan belajar pada siswa dan lingkungan serta bahan ajar yang disusun

sedemikian rupa sehingga siswa lebih aktif mengkonstruksi pengetahuan untuk

dirinya sendiri. Peran guru lebih banyak sebagai motivator terjadinya proses

pembelajaran, bukan sebagai pengajar atau penyampai ilmu. Ini berarti materi

matematika yang disajikan kepada siswa harus berupa suatu “proses” bukan sebagai

barang “jadi”.

Marpaung dalam Hartadji dan Ma’nar (2001) menyatakan bahwa RME atau

PMRI bertolak dari masalah-masalah yang kontekstual, siswa aktif, guru berperan

sebagai fasilitator, anak bebas mengeluarkan idenya, siswa berbagi ide-idenya,

artinya mereka bebas mengkomunikasikan ide-idenya satu sama lain. Guru

membantu mereka membandingkan ide-ide itu dan membimbing mereka untuk

mengambil keputusan tentang ide mana yang lebih baik buat mereka.

PMRI sejalan dengan teori psikologi kognitif dan pembelajaran matematika.

Menurut pandangan psikologi kognitif, yang bermakna itu lebih mudah dipahami

siswa daripada yang tidak bermakna. Bermakna disini dimaksudkan, bahwa informasi

baru mempunyai kaitan dengan informasi yang sudah tersimpan dalam memori.

Memori kita menyimpan pengalaman-pengalaman yang memiliki arti bagi kita, yang

kontekstual, yang realistik.

PMRI memberikan kemudahan bagi guru matematika dalam pengembangan

konsep-konsep dan gagasan-gagasan matematika bermula dari dunia nyata. Dunia

nyata tidak berarti konkrit secara fisik dan kasat mata, namun juga termasuk yang

dapat dibayangkan oleh pikiran anak. Jadi dengan demikian PMRI menggunakan

situasi dunia nyata atau suatu konteks nyata sebagai titik tolak belajar matematika.

Berdasarkan uraian-uraian di atas, PMRI mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(1) menggunakan konteks yang nyata sebagai titik awal belajar, (2) menggunakan

model sebagai jembatan antara real dan abstrak, (3) belajar dalam suasana

demokratis dan interaktif, dan (4) menghargai jawaban informal siswa sebelum

mereka mencapai bentuk formal matematika.

Beberapa keuntungan dalam PMRI antara lain: (1) Melalui penyajian yang

kontekstual, pemahaman konsep siswa meningkat dan bermakna, mendorong siswa

melek matematika, dan memahami keterkaitan matematika dengan dunia

sekitarnya; (2) siswa terlibat langsung dalam proses doing math sehingga mereka

tidak takut belajar matematika; (3) siswa dapat memanfaatkan pengetahuan dan

pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari dan mempelajari bidang studi lainnya;

(4) memberi peluang pengembangan potensi dan kemampuan berfikir alternatif; (5)

kesempatan cara penyelesaian yang berbeda; (6) melalui belajar kelompok

berlangsung pertukaran pendapat dan interaksi antar guru dengan siswa dan antar

siswa, saling menghormati pendapat yang berbeda, dan menumbuhkan konsep diri

siswa; dan (7) melalui matematisasi vertikal, siswa dapat mengikuti perkembangan

matematika sebagai suatu disiplin.

Dengan melhat keuntungan dalam PMRI di atas mengarahkan kita pada suatu

kesimpulan bahwa dengan menggunakan pendekatan PMRI dalam pembelajaran

matematika siswa akan terbiasa memahami suatu persoalan dengan suatu sudut

pandang yang bervariasi sehingga permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan

berbagai cara. Potensi siswa akan berkembang baik minat dan motivasinya dalam

belajar matematika karena pembelajaran yang dimulai dengan konteks mengarahkan

siswa pada pentingnya matematika dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dipahamkan

tentang kegunaan matematika dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena pentingnya pendekatan ini digunakan dalam pembelajaran

matematika, maka seharusnyalah setiap guru memperhatikan bagaimana sintak

pelaksanaan pendekatan PMRI dalam pembelajaran matematika. Adapun sintaks

implementasi matematika realistik (PMRI) adalah:

Tabel 1 Sintaks Implementasi Matematia Realistik (PMRI)

Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

Guru memberikan siswa masalah kontekstual

Siswa secara sendiri atau kelompok kecil mengerjakan masalah dengan strategi-strategi informal.

Guru merespon secara positif jawaban siswa. Siswa diberikan kesempatan untuk memikirkan strategi siswa yang paling efektif.

Guru mengarahkan siswa pada beberapa masalah kontekstual dan selanjutnya meminta siswa mengerjakan masalah dengan menggunakan pengalaman mereka

Siswa secara sendiri-sendiri atau berkelompok menyelesaikan masalah tersebut.

Guru mengelilingi siswa sambil memberikan bantuan seperlunya.

Beberapa siswa mengerjakan di papan tulis. Melalui diskusi kelas, jawaban siswa dikonfrontasikan.

Guru mengenalkan istilah konsep

Siswa merumuskan bentuk matematika formal.

Guru memberikan tugas di rumah, yaitu mengerjakan soal atau membuat masalah cerita beserta jawabanya yang sesuai dengan matematika formal.

Siswa mengerjakan tugas rumah dan menyerahkannya kepada guru

(I Gusti Putu Suharta, 2001)

2.2 Kerangka Berfikir

Pendekatan Pendidika Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan

suatu pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika sekolah yang

dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik awal

pembelajara. Melalui matematisasi horizontal-vertikal siswa diharapkan dapat

menemukan dan merekonstruksi konsep-konsep matematika atau pengetahuan

matematika formal. Seanjutnya, siswa diberi kesempatan menerapkan konsep-kosep

matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari atau masalah dalam bidang

lain. Dengan kata lain pembelajaran PMRI mengarahkan siswa pada belajar yang

bermakna.

Kebermaknaan yang timbul sebagai akibat pembelajaran PMRI akan memberi

peluang kepada siswa mengembangkan potensi dan kemampuan berpikir alternatif,

mengembangkan cara penyelesaian berbeda terhadap suatu permasalahan,

memanfaatkan pengetahuan dan pengalaman sehari-hari serta saling hormat

menghormati dan menumbuhkan konsep diri yang kesemuanya itu mengarah

kepada peningkatan kemampuan siswa dalam memecahkan setiap soal matematika

bahkan dalam aplikasinya dengan kehidupan sehari-hari atau bidang lainnya.

Soal-soal matematika yang digunakan sebagai gambaran kehidupan sehari-

hari atau aplikasinya dalam bidang lain ini tertuang dalam bentuk-bentuk soal cerita

atau masalah kontekstual. Soal yang disusun dalam bentuk kalimat verbal tersebut

memungkinkan siswa menggunakan daya imajinasi dan kreativitasnya serta ide dan

nalarnya untuk mengemukkakan berbagai alternatif pemecahan soal-soal tersebut.

Jika siswa dibina dengan membiasakannya menyelesaikan soal-soal seperti ini, di

mana siswa merasakan manfaat matematika dalam kehidupannya sehari-hari, maka

tentu kemampan nalar, ide dan kreativitasnya dalam pembelajaran akan meningkat.

Meningkatnya aktifitas dan kreativitas siswa dalam pembelajaran akan

meningkatkan hasil belajar siswa. Hasil yang diperoleh siswa berupa perubahan

kemampuan matematika siswa sebagai akibat dari proses interaksi siswa dengan

lingkungannya ini disebut hasil belajar matematika siswa. Artinya, semakin baik

pelaksanaan proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran matematika

realistik akan semakin meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

2.3 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori, hasil enelitian yang relevan, dan kerangka berpikir di

atas, dirumuskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini sebagai berikut: “Dengan

menggunakan pendekatan matematika realistik dalam proses belajar mengajar

matematika, maka kemampuan siswa kelas VI SD Negeri 127/I Petajen dalam

menyelesaikan soal matematika berbentuk cerita pada pokok bahasan faktor dan

kelipatan bilangan dapat ditingkatkan”.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Penelitian ini diakukan di SDN 127/1 Petajen, Kecamatan Bajubang. Subjek

dalam penelitian ini adalah siswa kelas 3. Siswa kelas 3 berjumlah 23 orang, 6 orang

laki-laki dan 17 orang perempuan. Mereka rata-rata berumur 8-9 tahun. Siswa kelas

3 SDN 127/1 Petajen memiliki tingkat kecerdasan menengah dengan nilai rata-rata

kelas … untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Kebanyakan dari mereka berasal

dari keluarga prasejahtera dan merupakan penduduk asli Dusun.

3.2 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini akan dilaksanakan selama 3 siklus. Tiap siklus terdiri

dari empat fase, antara lain perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.

3.2.1 Perencanaan

Dalam tahap perencanaan, peneliti melakukan 4 kegiatan utama, yaitu

meneliti kelas untuk menentukan dan merumuskan masalah penelitian, menentukan

tindakan, membuat RPP perbaikan, dan membuat lembaran observasi.

3.2.2 Pelaksanan Tindakan

Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan pada tahap perencanaan diatas,

maka tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas 3 SDN

No.127/I Petajen. Pembelajaran yang dilakukan guru dengan menggunakan

pendekatan matematika realistik sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah

dibuat.

3.2.3 Observasi

Observasi dilaksanakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah

dibuat. Proses observasi dilakukan oleh dua orang dari tim peneliti untuk mengamati

guru dalam kelas selama melaksanakan tindakan dalam proses pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan matematika realistik. Pengamatan juga dilakukan

terhadap prilaku dan aktifitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan

dampak yang ditimbulkan dari prilaku guru terhadap siswa selama proses

pembelajaran.

Faktor yang diteliti adalah

1. Faktor siswa: yaitu dengan melihat apakah tingkat kemampuan siswa pada pokok

bahasan bilangan cacah dan bilangan pecahan berada dalam kategori rendah,

sedang atau tinggi ?

2. Faktor guru: yaitu dengan memperhatikan bagaimana persiapan materi dan

kesesuaian pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran di kelas.

3. Faktor sumber pelajaran: yaitu dengan memperhatikan sumber pelajaran yang

digunakan apakah sudah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, demikian pula

latihan-latihan yang diberikan, apakah sudah berjenjang sesuai dengan tingkat

kemampuan siswa serta dengan tujuan yang akan dicapai sesuai dengan pendekatan

matematika realistik yang digunakan.

3.2.4 Refleksi

Hasil yang diperoleh pada tahap observasi dan evaluasi dianalisis. Kelemahan-

kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang terjadi pada setiap siklus akan

diperbaiki pada siklus berikutnya

3.2.5 Matriks metode penelitian

MATRIK METODE PENELITIANJudul : Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas Vi Sd Negeri 127/I Petajen

Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Faktor Dan Kelipatan Bilangan Melalui Pendekatan Matematika Realistik

Nama Peneliti : Yuli Novitasari,A.Ma

No. Rumusan Masalah

Variabel yang diamati

Instrument Sumber data

Cara pengambilan

data

Analisis data

1. Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Siswa Kelas VI Sd Negeri 127/I Petajen Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Pokok Bahasan Faktor Dan Kelipatan Bilangan Melalui Pendekatan Matematika Realistik

Perilaku prilaku

dan aktifitas

siswa selama

proses

pembelajaran

berlangsung dan

dampak yang

ditimbulkan dari

prilaku guru

terhadap siswa

selama proses

pembelajaran.

Lembaran

observasi

Butir- butir

soal

Siswa

kelas VI

SDN No.

127/l

Petajen

Observasi

Kuesioner

Tes

3.2.6 Jadwal penelitian

No KEGIATANMINGGU KE……..

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 41 Perencanaan x x 2 Proses pembelajaran x x 3 Evaluasi x x 4 Pengumpulan Data x x 5 Analisis Data x x x x 6 Penyusunan Hasil x x x X 7 Pelaporan Hasil x

Daftar Pustaka

Dedi Dwitagama, Wijaya Kusumah. (2009). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas.

PT Indeks, Jakarta.

Rivai Ahmad, Sudjana Nana. (2002). Media Pengajaran. Sinar Baru Algensindo,

Bandung.

Sri Esti Wuryani Djiwandono, (2000). Psikologi Pendidikan. Grasindo, Jakarta

LEMBAR OBSERVASI PEMBELAJARAN

Model Belajar Bermutu

Mata pelajaran/Topik :

Kelas/Sekolah :

Nama Pengajar :

TAHAP/ASPEK INDIKATOR HASIL OBSERVASI

KEGIATAN

AWAL

Apersepsi dan

motivasi

1. Apa yang dilakukan guru untuk

menggali pengetahuan awal

atau memotivasi?

2. Bagaimana respon siswa?

Apakah siswa bertanya

tentang sesuatu masalah yang

terkait dengan apa yang

disajikan guru pada kegiatan

awal?

KEGIATAN INTI

Materi ajar :

3. Apakah guru memberikan

penjelasan umum tentang

bahan ajar atau prosedur

kegiatan yang harus dilakukan

oleh siswa?

4. Bagaimana keterkaitan antara

pembelajaran dengan realita

kehidupan, lingkungan dan

pengetahuan lainnya?

Pengelolaan

sumber belajar/

media

5. Apakah guru terampil dalam

memanfaatkan dan mampu

memanipulasi media

pembelajaran?

6. Bagaimana interaksi siswa

dengan sumber

belajar/media?

Strategi

pembelajaran

7. Apakah proses pembelajaran

dilaksanakan dengan strategi

yang sesuai secara lancar?

8. Apakah siswa mengikuti alur

kegiatan belajar?

9. Bagaimana cara guru

memberikan arahan yang

mendorong siswa untuk

bertanya, berfikir dan

berkegiatan?

10. Apakah siswa aktif melakukan

kegiatan fisik dan mental

(berfikir)? Berapa banyak

siswa yang aktif belajar?

KEGIATAN

PENUTUP

Penguatan/

konsolidasi

11. Bagaimana cara guru

memberikan penguatan,

dengan mereviu, merangkum

atau menyimpulkan?

12. Apakah guru memberi tugas

rumah untuk remidi atau

penguatan?

Evaluasi 13. Bagaimana cara guru

melakukan evaluasi?

14. Bagaiamana ketuntasan

belajar siswa?

KOMENTAR

PENGAMAT

Keterlaksanaan skenario pembelajaran (berdasarkan RPP) :

Pelajaran berharga yang dapat dipetik oleh pengamat :

Lain-lain :

……………………………………..

Observer

Jabatan /Posisi

LEMBAR OBSERVASI PEMBELAJARAN

Model Belajar Bermutu

Mata pelajaran/Topik :

Kelas/Sekolah :

Nama Pengajar :

TAHAP/ASPEK INDIKATOR HASIL OBSERVASI

KEGIATAN

AWAL

Apersepsi dan

motivasi

15. Apa yang dilakukan guru

untuk menggali pengetahuan

awal atau memotivasi?

16. Bagaimana respon siswa?

Apakah siswa bertanya

tentang sesuatu masalah

yang terkait dengan apa yang

disajikan guru pada kegiatan

awal?

KEGIATAN INTI

Materi ajar :

17. Apakah guru memberikan

penjelasan umum tentang

bahan ajar atau prosedur

kegiatan yang harus

dilakukan oleh siswa?

18. Bagaimana keterkaitan

antara pembelajaran dengan

realita kehidupan, lingkungan

dan pengetahuan lainnya?

Pengelolaan

sumber belajar/

media

19. Apakah guru terampil dalam

memanfaatkan dan mampu

memanipulasi media

pembelajaran?

20. Bagaimana interaksi siswa

dengan sumber

belajar/media?

Strategi

pembelajaran

21. Apakah proses pembelajaran

dilaksanakan dengan strategi

yang sesuai secara lancar?

22. Apakah siswa mengikuti alur

kegiatan belajar?

23. Bagaimana cara guru

memberikan arahan yang

mendorong siswa untuk

bertanya, berfikir dan

berkegiatan?

24. Apakah siswa aktif

melakukan kegiatan fisik dan

mental (berfikir)? Berapa

banyak siswa yang aktif

belajar?

KEGIATAN

PENUTUP

Penguatan/

konsolidasi

25. Bagaimana cara guru

memberikan penguatan,

dengan mereviu, merangkum

atau menyimpulkan?

26. Apakah guru memberi tugas

rumah untuk remidi atau

penguatan?

Evaluasi 27. Bagaimana cara guru

melakukan evaluasi?

28. Bagaiamana ketuntasan

belajar siswa?

KOMENTAR

PENGAMAT

Keterlaksanaan skenario pembelajaran (berdasarkan RPP) :

Pelajaran berharga yang dapat dipetik oleh pengamat :

Lain-lain :

……………………………………..

Observer

Jabatan /Posisi