referat erlin

17
BAB I PENDAHULUAN Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian. Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan lalulintas/kecelakaan kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian, dan 90% kasus cedera uretra akibat trauma tumpul. 1 Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi. Fraktur pelvis merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intra abdominal ataupun cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior(5,8%-14,6%), diikuti oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%). 2 Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita, perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek dan mempunyai ligamentum pubis yang tidak kaku. 2 1

Upload: amalia-nur-azizah

Post on 26-Jan-2016

275 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hsdkhvskhvkhdvhblxdhvbkdhbvxh jdkxv hdvbkvkh khdvhdbvhvb khgb nvjvbfghbn vhb dybdyfdukgu fidgfui sgbdfhjbngndfyugyu syuufdby djfnjybgydfbg yb usddbyjdfygbhj`jdbfg isyufbsdygayu ururerni gtiguegnhfjnukyfenieg yubge ugre ueuegeuyghnnuuk enhhjbeyugejth etkgn hn rjku unhnue

TRANSCRIPT

Page 1: REFERAT ERLIN

BAB I

PENDAHULUAN

Ruptur uretra adalah suatu kegawatdaruratan bedah yang sering terjadi

oleh karena fraktur pelvis akibat kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari ketinggian.

Sekitar 70% dari kasus fraktur pelvis yang terjadi akibat dari kecelakaan

lalulintas/kecelakaan kendaraan bermotor, 25% kasus akibat jatuh dari ketinggian,

dan 90% kasus cedera uretra akibat trauma tumpul. 1

Fraktur pelvis merupakan penyebab utama terjadinya ruptur uretra

posterior dengan angka kejadian 20 per 100.000 populasi. Fraktur pelvis

merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi cedera intra abdominal ataupun

cedera urogenitalia yang kira-kira terjadi pada 15-20% pasien. Cedera organ

terbanyak pada fraktur pelvis adalah pada uretra posterior(5,8%-14,6%), diikuti

oleh cedera hati (6,1%-10,2%) dan cedera limpa (5,2%-5,8%).2

Trauma uretra lebih sering terjadi pada laki-laki dibanding wanita,

perbedaan ini disebabkan karena uretra wanita pendek dan mempunyai

ligamentum pubis yang tidak kaku. 2

1

Page 2: REFERAT ERLIN

2

BAB II

RUPTUR URETRA POSTERIOR

A. ANATOMI

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine ke luar dari buli-buli

melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra

posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam

menyalurkan cairan mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang

terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang

terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna

terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatik sehingga pada saat

buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot

bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan

keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada

saat menahan kencing.3

Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa

kurang lebih 18 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan

hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria.3

Panjang uretra laki-laki dewasa dengan perbandingan uretra posterior 3 cm

dan uretra anterior 15 cm, titik baginya berada antara 2 lokasi pada membrane

perineal. Uretra dapat dibedakan ke dalam 5 segmen yaitu :

Uretra posterior          

  Uretra pars prostatika

  Uretra pars membranasea

Uretra anterior

  Uretra pars bulbosa

  Uretra pars pendulosa

  Fossa naviculare 4

Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian

uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea.

Dibagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan

Page 3: REFERAT ERLIN

3

verumontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini

terdapat krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus

ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi

kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang tersebar di uretra

prostatika seperti tampak pada gambar 1.3 

Gambar 1. A. Pembagian uretra pria. B. Uretra prostatika (dikutip

dalam kepustakaan 3)

B. DEFINISI

Ruptur uretra merupakan trauma uretra yang terjadi karena jejas yang

mengakibatkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial

ataupun total. Ruptur uretra dibagi berdasarkan anatomi yaitu ruptur uretra

anterior yang terletak distal diafragma urogenital dan ruptur uretra posterior yang

terletak proximal diafragma urogenital dengan etiologi yang berbeda diantara

keduanya.5

Page 4: REFERAT ERLIN

4

C. EPIDEMIOLOGI

Ruptur uretra posterior hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis, yang

umumnya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, crush injury, atau jatuh dari

ketinggian. Sekitar dua pertiga (70%) dari fraktur tulang pelvis terjadi sebagai

akibat dari kecelakaan kendaraan bermotor, dengan kejadian 20% kecelakaan

motor yang fatal sebagai sopir atau penumpang, dan hampir 50% dalam

kecelakaan pejalan kaki. Dua puluh lima persen dari kasus ini sebagai akibat dari

jatuh dari ketinggian (Koraitim et al 1996;. Sevitt 1968). Berdasarkan laporan

trauma tumpul lebih dari 90% terjadi cedera uretra. Secara keseluruhan, uretra

posterior pada laki-laki terjadi ruptur sekitar 3,5% -19% dan uretra perempuan

0% -6% dari semua fraktur tulang pelvis. Uretra perempuan jarang cedera, kecuali

dengan memar atau luka gores akibat fragmen tulang. Di Amerika Serikat angka

kejadian fraktur pelvis pada laki-laki yang menyebabkan cedera uretra bervariasi

antara 1-25% dengan nilai rata-rata 10%. Cedera uretra pada wanita dengan

fraktur pelvis sebenarnya jarang terjadi, tetapi beberapa kepustakaan melaporkan

insiden kejadiannya sekitar 4-6%.1

D. PATOFISIOLOGI

Uretra pars membranasea melalui diafragma urogenital dan bagian ini yang

sering mengalami kerusakan. Diafragma urogenital terikat pada rami inferior os

pubis dan bila terjadi patah tulang panggul maka diafragma bergerak dan terjadi

robekan pada uretra pars membranase tersebut. Uretra bagian proksimal terdorong

ke atas oleh hematoma di daerah periprostatika dan perivesikal. Ruptur di daerah

uretra anterior terjadi pada straddle injury atau instrumentasi iatrogenic

(kataterisasi, sistoskopi).6

Pada ruptur uretra posterior akibat fraktur tulang pelvis, terjadi robekan pars

membranasea karena prostat bersama uretra prostatika tertarik ke kranial bersama

fragmen fraktur, sedangkan uretra membranasea terikat di diafragma urogenital.3

Page 5: REFERAT ERLIN

5

E. ETIOLOGI

Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan

cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang

menimbulkan fraktur tulang pelvis menyebabkan ruptura uretra pars

membranasea, sedangkan trauma tumpul pada selangkangan atau straddle

injury dapat menyebabkan ruptura uretra pars bulbosa. Pemasangan kateter atau

businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra

karena false route atau salah jalan; demikian pula tindakan operasi trans-uretra

dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenik.3

F. GEJALA KLINIS

Pada ruptur uretra posterior terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah

suprapubik dan abdomen bagian bawah, dijumpai jejas hematom, dan nyeri tekan.

Bila disertai ruptur  kandung kemih, bisa dijumpai tanda rangsangan peritoneum.

Pasien biasanya mengeluh tidak bisa kencing dan sakit pada daerah perut bagian

bawah.5

Kemungkinan terjadinya cedera uretra posterior harus segera dicurigai pada

pasien yang telah didiagnosis fraktur pelvis. Seperti yang telah dikemukakan

sebelumnya, beberapa jenis fraktur pelvis lebih sering berhubungan dengan cedera

uretra posterior dan terlihat pada 87% sampai 93% kasus. Akan tetapi, banyaknya

darah pada meatus uretra tidak berhubungan dengan beratnya cedera. Teraba buli-

buli yang cembung (distended), urin tidak bisa keluar dari kandung kemih atau

memar pada perineum atau ekimosis perineal merupakan tanda tambahan yang

merujuk pada gangguan uretra. Trias diagnostik dari gangguan uretra

prostatomembranosa adalah fraktur pelvis, darah pada meatus dan urin tidak bisa

keluar dari kandung kemih.7

Keluarnya darah dari ostium uretra eksterna merupakan tanda yang paling

penting dari kerusakan uretra. Pada kerusakan uretra tidak diperbolehkan

melakukan pemasangan kateter, karena dapat menyebabkan infeksi pada

periprostatik dan perivesical dan konversi dari incomplete laserasi menjadi

complete laserasi. Cedera uretra karena pemasangan kateter dapat menyebabkan

Page 6: REFERAT ERLIN

6

obstruksi karena edema dan bekuan darah. Abses periuretral atau sepsis dapat

mengakibatkan demam. Ekstravasasi urin dengan atau tanpa darah dapat meluas

jauh tergantung fascia yang rusak. Pada ekstravasasi ini mudah timbul infiltrat

urin yang mengakibatkan selulitis dan septisemia bila terjadi infeksi. Adanya

darah pada ostium uretra eksterna mengindikasikan pentingnya uretrografi untuk

menegakkan diagnosis. 4,5

G. KLASIFIKASI

Ruptur uretra posterior diklasifikasikan berdasarkan lokasi kerusakan

berdasarkan urethrogram. Sistem klasifikasi terbaru yang dibuat oleh Colapinto

dan McCallum dan kemudian dimodifikasi oleh Goldman. Klasifikasi ruptur

uretra posterior berdasarkan sistem tersebut :8

Tipe I : uretra posterior utuh tetapi meregang. Ligamen puboprostatik

ruptur dan prostat berpindah akibat hematoma.

Tipe II : ruptur parsial atau ruptur komplit dengan adanya sobekan dari

membran uretra diatas diafragma urogenital. Tidak ada kontras pada

perineum.

Tipe III : ruptur parsial atau ruptur komplit, kombinasi dengan ruptur

uretra anterior. Terlihat adanya gangguan pada diafragma urogenital dan

kontras terlihat pada perineum. Tipe yang paling banyak terjadi pada

ruptur uretra posterior.

Tipe IV : ruptur pada leher vesika urinaria dengan perpanjangan ke dalam

uretra. Insidens tertinggi dari ruptur spincter interna. 5% berhubungan

dengan fraktur pelvic pada wanita.

Tipe IV A : ruptur pada dasar vesika urinaria dengan ekstravasasi

periuretral. Uretra tetap utuh.

Page 7: REFERAT ERLIN

7

H. DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis ruptur uretra posterior dilakukan dengan anamnesa dan

pemeriksaan fisik. Ruptur uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah

sedikit di meatus uretra disertai patah tulang pelvis. Selain tanda setempat

pemeriksaan lanjutan lain yakni pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat

seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang

sama sekali tidak teraba prostat lagi karena pindah ke kranial. Pemeriksaan colok

dubur harus dilakukan dengan hati-hati karena fragmen tulang dapat mencederai

organ lain, seperti rectum.5

Pemeriksaan radiologik dengan  Uretrografi retrograde telah menjadi pilihan

pemeriksaan untuk mendiagnosis cedera uretra karena akurat, sederhana dan cepat

dilakukan pada keadaan trauma serta dapat memberi keterangan letak dan tipe

rupture uretra.7

Gambar 2. Ruptur uretra posterior, Goldman type I (dikutip dalam

kepustakaan 10)

Page 8: REFERAT ERLIN

8

Gambar 3. Ruptur uretra posterior, Goldman type II (dikutip dalam

kepustakaan 10)

Gambar 4. Ruptur uretra posterior, Goldman type III (dikutip dalam

kepustakaan 10)

Page 9: REFERAT ERLIN

9

Gambar 5. Ruptur uretra posterior, Goldman type IV (dikutip dalam

kepustakaan 10)

Gambar 6. Ruptur uretra posterior, Goldman type IVA (dikutip dalam

kepustakaan 10)

I. PENATALAKSANAAN

Ruptur uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada organ lain

(abdomen dan fraktur pelvis) dengan disertai ancaman jiwa berupa perdarahan.

Tindakan yang berlebihan akan menyebabkan timbulnya perdarahan yang lebih

banyak pada kavum pelvis dan prostat serta menambah kerusakan pada uretra dan

struktur neurovaskuler di sekitarnya. Kerusakan neurovaskuler menambah

kemungkinan terjadinya disfungsi ereksi dan inkontinensia.3

Page 10: REFERAT ERLIN

10

Pada keadaan akut tindakan yang dilakukan adalah melakukan sistostomi

untuk diversi urine. Setelah keadaan stabil sebagian ahli urologi

melakukan primary endoscopic realignment yaitu melakukan pemasangan kateter

uretra sebagai splint melalui tuntunan uretroskopi.6

Dengan cara ini diharapkan kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling

didekatkan. Tindakan ini dilakukan sebelum 1 minggu pasca ruptura dan kateter

uretra dipertahankan selama 14 hari.3

Sebagian ahli lain mengerjakan reparasi uretra (uretroplasti) setelah 3 bulan

pasca trauma dengan asumsi bahwa jaringan parut pada uretra telah stabil dan

matang sehingga tindakan rekonstruksi membuahkan hasil yang lebih baik.3

Gambar 7. Tekhnik kateterisasi railroading

(dikutip dalam kepustakaan 5)

Page 11: REFERAT ERLIN

11

J. KOMPLIKASI

Komplikasi dini setelah rekontruksi uretra adalah infeksi, hematoma, abses

periuretral, fistel uretrokutan, dan epididimitis. Komplikasi lanjut yang paling

sering terjadi adalah striktur uretra. Khusus pada ruptur uretra posterior, dapat

timbul komplikasi impotensi dan inkontinensia.5

K. PROGNOSIS

Prognosis pada pasien dengan ruptur uretra ketika penanganan awal baik dan

tepat akan lebih baik. Pada ruptur uretra posterior ketika disertai dengan

komplikasi yang berat maka prognosis akan lebih buruk.9 Striktur uretra adalah

komplikasi utama tetapi pada banyak kasus tidak memerlukan rekonstruksi bedah.

Jika, striktur ditetapkan, laju aliran urin kurang baik dan infeksi urinaria dan

terdapat fistel uretra, rekonstruksi dibutuhkan.2

DAFTAR PUSTAKA

1. Hohenfellner, M., Santucci, RA. Emergencies in urology. Springer:

Germany. 2007.

2. Schreiter F, et al. Reconstruction of the bulbar and membranous urethra.

In: Schreiter F, et al,editors. Urethral reconstructive surgery. Springer

Medizin Verlag Heidelberg: Germany. 2006; p.107-20

3. Purnomo, Basuki. Dasar-dasar urologi. Sagung Seto: Jakarta. 2007.

4. Tanagho EA, et al. Injuries to the genitourinary tract. In : McAninch,

editor. Smith’s general urology. 17thEdition. United States of America :

Mc Graw Hill. 2008; p.278-93

Page 12: REFERAT ERLIN

12

5. Sjamsuhidajat.R., Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 3. Penerbit

Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 2010.

6. Pedoman dan diagnosis terapi. SMF urologi laboratorium ilmu bedah.

RSU dr. Saiful Anwar. Fakultas kedokteran universitas Brawijaya:

Malang. 2010

7. Rosentein DI, Alsikafi NF . Diagnosis and classification of urethral

injuries. In : McAninch JW, Resinck MI, editors. Urologic clinics of north

america. Philadelpia : Elseivers Sanders. 2006; p. 74-83

8. Goldman SM., Sandler CM., Corriere JN., McGuire EJ. Blunt urethral

trauma : a unified anatomical mechanical classification. J Urol: 157:85–89

9. Palinrungi AM. Lecture notes on urological emergencies & trauma.

Division of Urology, Departement of Surgery. Faculty of Medicine

Hasanuddin University: Makassar. 2009; p.131-6

10. Ingram, MD., Skippage, PL., Patel, uday. Urethral Injuries after Pelvic

Trauma: Evaluation with Urethrography. Volume 28, Issue 6.

Departement of radiology: England. 2008