referat dvt rm

27
BAB I PENDAHULUAN DVT atau deep venous thrombosis adalah salah satu masalah kesehatan yang paling umum saat ini. Angka kejadian DVT yaitu 80 kasus per 100.000 per tahun, dan tingkat mortalitasnya cukup tinggi. Di Amerika, diperkirakan ada 900.000 kasus emboli paru dan DVT yang menimbulkan 60.000 sampai 300.000 kematian setiap tahunnya. Menurut HCHS, DVT adalah trombosis vena yang paling umum, dengan prevalensi 1 kasus per 1000 penduduk. Akibat DVT, dapat terjadi tromboemboli paru akut yang juga dapat mengancam jiwa, dimana 90% kasus tromboemboli paru akut adalah DVT (Gersten, 2014; Landaw dan Bauer, 2015). Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat adanya ketidakseimbangan dalam 3 komponen trias Virchow, yaitu dari pembuluh darah, aliran darah dan komponen pembekuan darah. Pada kasus- kasus yang mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang tepat terhadap trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis dan terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian. DVT merupakan kelainan kardiovaskular tersering nomor tiga setelah penyakit koroner arteri dan stroke (Landaw dan Bauer, 2015). 1

Upload: rifnityas

Post on 24-Dec-2015

192 views

Category:

Documents


38 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Dvt Rm

BAB I

PENDAHULUAN

DVT atau deep venous thrombosis adalah salah satu masalah kesehatan

yang paling umum saat ini. Angka kejadian DVT yaitu 80 kasus per 100.000 per

tahun, dan tingkat mortalitasnya cukup tinggi. Di Amerika, diperkirakan ada

900.000 kasus emboli paru dan DVT yang menimbulkan 60.000 sampai 300.000

kematian setiap tahunnya. Menurut HCHS, DVT adalah trombosis vena yang

paling umum, dengan prevalensi 1 kasus per 1000 penduduk. Akibat DVT, dapat

terjadi tromboemboli paru akut yang juga dapat mengancam jiwa, dimana 90%

kasus tromboemboli paru akut adalah DVT (Gersten, 2014; Landaw dan Bauer,

2015).

Menurut Robert Virchow, terjadinya trombosis adalah sebagai akibat

adanya ketidakseimbangan dalam 3 komponen trias Virchow, yaitu dari pembuluh

darah, aliran darah dan komponen pembekuan darah. Pada kasus-kasus yang

mengalami trombosis vena perlu pengawasan dan pengobatan yang tepat terhadap

trombosisnya dan melaksanakan pencegahan terhadap meluasnya trombosis dan

terbentuknya emboli di daerah lain, yang dapat menimbulkan kematian. DVT

merupakan kelainan kardiovaskular tersering nomor tiga setelah penyakit koroner

arteri dan stroke (Landaw dan Bauer, 2015).

Pasien-pasien dengan riwayat imobilisasi berkepanjangan, operasi,

obesitas, trauma atau fraktur pada ekstremitas bawah, keganasan, penggunaan

kontrasepsi oral atau terapi sulih hormon, riwayat stroke serta dengan kelainan

darah memiliki factor risiko terjadinya DVT. Untuk meminimalkan resiko fatal

terjadinya emboli paru diagnosis dan panatalaksanaan yang tepat sangat

diperlukan.. Tujuan dari farmakoterapi untuk DVT adalah untuk mengurangi

morbiditas, mencegah sindrom pascatrombosis (PTS), dan mencegah trombo-

emboli paru. Terapi utama VDT adalah dengan antikoagulan dan trombolitik.

Pengenalan gejala dini, ketepatan diagnosis dan pengobatan yang tepat dari DVT

dapat menyelamatkan banyak nyawa dan mencegah komplikasi DVT (Gersten,

2014; Landaw dan Bauer, 2015).

1

Page 2: Referat Dvt Rm

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi

Trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru akut (PE) adalah dua

manifestasi dari gangguan yang sama, tromboemboli vena (VTE). DVT dari

ekstremitas bawah dibagi menjadi dua kategori, yaitu trombosis vena distal, di

mana trombus tetap terbatas pada vena betis dalam dan trombosis vena

proksimal, dimana trombosis melibatkan vena poplitea, femoralis, atau vena

iliaka. Trombosis vena proksimal lebih penting secara klinis, karena lebih

sering dikaitkan dengan perkembangan emboli paru (Landaw dan Bauer,

2015).

2. Epidemiologi

DVT merupakan masalah kesehatan yang tingkat mortalitas,

morbiditas, dan pengeluaran sumber daya cukup tinggi. DVT biasanya terjadi

pada usia > 40 tahun dengan rasio laki-laki dan perempuan 1,2:1. Ras kulit

hitam 2,5-4 kali lebih berisiko daripada ras lainnya. Di Amerika, 1 % pasien

Rumah Sakit menderita DVT. Telah diperkirakan bahwa ada 900.000 kasus

emboli paru dan DVT menimbulkan 60.000 sampai 300.000 kematian setiap

tahunnya. Sebagian besar kematian tersebut terjadi pada pasien yang tidak

diobati, di mana diagnosis dibuat postmortem atau tidak didiagnosis, dan

dikaitkan dengan etiologi lain (misalnya, infark miokard, aritmia jantung).

Sekitar dua pertiga pasien kasus DVT berhubungan dengan rumah sakit dalam

sebelum 90 hari karena penyakit medis, operasi besar, atau imobilisasi sebagai

faktor risiko. The Longitudinal Investigasi Tromboemboli Etiologi yang

dikombinasikan informasi dari dua penelitian kohort prospektif, Risiko

Aterosklerosis dalam Komunitas dan Health Study Kardiovaskular menentukan

kejadian DVT gejala dan emboli paru pada usia ≥45 tahun 21.680 pasien yang

diikuti selama 7,6 tahun (Gersten, 2014; Landaw dan Bauer, 2015; Patel dan

Kausal, 2014).

2

Page 3: Referat Dvt Rm

3. Faktor Risiko

Faktor risiko DVT harus dicari pada semua pasien diantaranya adalah:

(Gersten, 2014; Landaw dan Bauer, 2015)

a. Riwayat imobilisasi, rawat inap, atau tirah baring berkepanjangan

b. Riwayat operasi

c. Obesitas

d. Riwayat DVT sebelumnya

e. Trauma atau fraktur pada ekstremitas bawah

f. Keganasan

g. Riwayat penggunaan kontrasepsi oral atau terapi sulih hormon

h. Kehamilan atau postpartum 6 bulan sebelumnya

i. Riwayat stroke

j. Riwayat penggunaan pace maker jantung

k. Riwayat naik pesawat terbang dalam jangka waktu yang lama

l. Riwayat keluarga dengan gangguan pembekuan darah

4. Etiologi

Sebagian besar deep venous thrombosis (DVT) terjadi di ekstremitas

bawah, lokasi lainnya seperti ekstremitas atas, pelvic veins, bahkan vena-vena

cerebral. DVT merupakan pembentukan bekuan darah pada lumen vena dalam

(deep vein) yang diikuti oleh reaksi inflamasi dinding pembuluh darah. DVT

disebabkan oleh disfungsi endotel pembuluh darah, hiperkoagulabilitas dan

gangguan aliran darah vena (stasis) yang dikenal dengan trias virchow.

Bekuan darah yang bergerak melewati aliran darah disebut dengan

emboli. Emboli tersebut dapat terjebak di dalam pembuluh darah otak, paru-

paru, jantung atau daerah lainnya yang mengakibatkan terjadinya hambatan

aliran darah vena.

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya bekuan

darah, adalah (Alikhan, 2004):

3

Page 4: Referat Dvt Rm

a. Pacemaker kateter yang dialirkan melalui pembuluh darah vena

b. Imobilisasi yang terlalu lama, termasuk duduk dalam waktu yang lama

c. Riwayat keluarga memiliki gangguan pembekuan darah

d. Fraktur pelvis atau tungkai

e. Riwayat melahirkan dalam kurun waktu 6 bulan

f. Kehamilan

g. Obesitas

h. Riwayat operasi (terutama di pinggang, lutut, atau operasi pelvis pada

wanita)

i. Jumlah sel darah yang terlalu banyak diproduksi di sumsum tulang yang

akan mengakibatkan kekentalan darah meningkat.

Selain itu, darah akan mudah mengalami pembekuan pada penderita

yang memiliki gangguan, seperti:

a. Kanker

b. Penyakit autoimun, seperti lupus

c. Merokok

d. Pemakaian estrogen atau kontrasepsi hormonal

5. Patofisiologi

Berdasarkan Trias Virchow, terdapat 3 faktor yang berperan dalam

patogenesis terjadinya trombosis pada arteri atau vena yaitu kelainan dinding

pembuluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah.

Trombosis vena adalah suatu deposit intravaskuler yang terdiri dari fibrin, sel

darah merah dan beberapa komponen trombosit dan leukosit.

Patogenesis terjadinya trombosis vena adalah sebagai berikut:

1. Stasis vena

2. Kerusakan pembuluh darah

3. Aktivitas faktor pembekuan

Stasis vena terjadi sebagai akibat berubahnya aliran darah atau adanya

obstruksi yang menganggu aliran darah vena. Hal ini menyebabkan viskositas

darah meningkat dan dapat memicu pertumbuhan thrombus di pembuluh darah.

4

Page 5: Referat Dvt Rm

Kerusakan endotel pembuluh darah dan terjadi akibat trauma secara intrinsik di

dalam pembuluh darah itu sendiri maupun secara eksternal. Sedangkan

aktivitas faktor pembekuan yang tidak seimbang dapat menyebabkan terjadinya

hiperkoagulitas darah.

1. Statis Vena

Aliran darah pada vena cendrung lambat, bahkan dapat terjadi statis

terutama pada daerah-daerah yang mengalami immobilisasi dalam waktu

yang cukup lama. tasis ini mengakibatkan gangguan mekanisme

pembersihan sehingga menimbulkan akumulasi faktor-faktor pembekuan

yang aktif. Trombosis vena biasanya dimulai di tempat yang mengalami

stasis, misalnya pada daerah antara dinding vena dan katup, yang disebut

valve-pocket thrombi.

2. Kerusakan pembuluh darah

Permukaan vena yang menghadap ke lumen dilapisi oleh sel endotel.

Endotel yang utuh bersifat non-trombo genetik karena sel endotel

menghasilkan beberapa substansi seperti prostaglandin (PG12),

proteoglikan, aktifator plasminogen dan trombo-modulin, yang dapat

mencegah terbentuknya trombin.

Apabila endotel mengalami kerusakan, maka jaringan sub endotel

akan terpapar. Kerusakan sel endotel sendiri juga akan mengaktifkan

sistem pembekuan darah. Keadaan ini akan menyebabkan sistem

pembekuan darah diaktifkan dan trombosit akan melekat pada jaringan

sub endotel terutama serat kolagen, membran basalis dan mikro-fibril.

Trombosit yang melekat ini akan melepaskan adenosin difosfat dan

tromboksan A2 yang akan merangsang trombosit lain yang masih beredar

untuk berubah bentuk dan saling melekat. Perlekatan ini disebut disebut

agregasi. Trombosit yang beragregasi ini akan melepaskan lagi ADP dan

TxA2 yang akan merangsang agregasi lebih lanjut. Kerusakan endotel

juga akan mengaktifkan sitem pembuluh darah. Aktifasi sistem

pembekuan darah baik melalui jalur intrinsik maupun ekstrinsik akan

menghasilkan trombin. Trombin ini akan mengubah fibrinogen menjadi

5

Page 6: Referat Dvt Rm

fibrin yang akan menstabilkan massa trombosit sehingga terbentuk

trombus (Wakefield, 2000).

3. Perubahan daya beku darah

Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan dalam sistem

pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Kecendrungan terjadinya

trombosis, apabila aktifitas pembekuan darah meningkat atau aktifitas

fibrinolisis menurun.

Trombosis vena banyak terjadi pada kasus-kasus dengan aktifitas

pembekuan darah meningkat, seperti pada hiperkoagulasi, defisiensi

Antitrombin III, defisiensi protein C, defisiensi protein S dan kelainan

plasminogen.

6. Diagnosis

Pasien dengan DVT (Deep Vein Thrombosis) dapat asimptomatik.

Gejala yang sering timbul, antara lain rasa tidak nyaman pada betis atau paha

terutama saat berdiri dan berjalan; edema, eritem, dan rasa nyeri pada kaki

yang terkena. Selain dari gejala dan tanda yang ada pada pasien, diagnosis

DVT juga dapat dinilai dari faktor risiko kemudian dibagi menjadi rendah,

sedang dan berat (Tamariz et al, 2004).

6

Page 7: Referat Dvt Rm

Tabel 1. Probability of Deep Venous Thrombosis Based on Clinical Factors

(Anand et al, 1998)

Pemeriksaaan penunjang yang paling sering digunakan untuk

mendiagnsois DVT adalah pengukuran kadar D-dimer serum, dan venous

compression duplex ultrasonography.

1. D-dimer Testing

D-dimer merupakan hasil degradasi dari cross-linked fibrin, yang

dapat diukur kadarnya dari daraf perifer dan sensitif terhadap adanya DVT

atau emboli paru akut. Meskipun demikian, D-dimer kadarnya dapat juga

meningkat pada beberapa kondisi seperti kanker, trauma, operasi,

inflamasi, infeksi, dan nekrosis sehingga hasil positif tidak bersifat spesifik

terhadap DVT. Selain itu, dari literatur dikatakan bahwa D-dimer tidak

7

Page 8: Referat Dvt Rm

begitu sensitif apabila hanya terdapat trombosis vena di betis, dan juga

hasilnya sering tidak bisa digunakan untuk pasien dengan risiko tinggi

mengalami DVT. Jadi, kadar D-dimer normal dapat digunakan untuk

menyingkirkan diagnosis DVT namun kadar yang meningkat tidak bisa

untuk menegakkan diagnosis dan tetap butuh pemeriksaan lanjutan.

2. Venous Compression Duplex Ultrasonography

Venous compression duplex ultrasonographyadalah teknik non-

invasif yang sering digunakan untuk mendiagnosis DVT. Sensitivitas dan

spesifisitas dalam mendiagnosis proksimal DVT yang simptomatik adalah

97% dan 94%, dan untuk trombosis vena betis yang simptomatik hanya

75%. Instrumen ini dapat melihat apakah vena dapat terkompresi atau

tidak, visualisasi trombus secara langsung, dan aliran darah pada vena

(Birdwell et al, 2000).

3. Pletismografi Impedansi

Digunakan untuk mengukur perbedaan volume darah dalam vena.

Manset tekanan darah dipasang pada paha pasien dan dikembungkan

secukupnya (sekitar 50 – 60 mmHg) sampai aliran arteri berhenti.

Kemudian gunakan eletroda betis untuk mengukur tahanan elektris yang

terjadi akibat perubahan volume darah dalam vena. Apabila terdapat

trombosis vena dalam, peningkatan volume vena yang normalnya terjadi

akibat terperangkapnya darah dibawah ikatan manset akan lebih rendah

dari yang diharapkan. Hasil false-positif dapat terjadi akibat dari berbagai

factor yang menyebabkan vasokontriksi, peninggian tekanan vena,

penurunan curah jantung atau kompresi eksternal pada vena. False-negatif

dapat terjadi akibat adanya trombosis lama, menimbulkan sirkulasi

kolateral yang adekuat atau dari flebitis superficial.

4. Magnetic Resonance Imaging

Magnetic resonance imaging atau MRI termasuk efektif untuk

mendiagnosa terjadinya DVT terutama di pelvis. Teknik ini tidak invasif

dan memungkinkan untuk melakukan visualisasi yang simultan terhadap

kedua ekstremitas. MRI dapat pula digunakan untuk membedakan DVT

8

Page 9: Referat Dvt Rm

akut dan kronik. Namun, MRI termasuk mahal dan tidak bisa digunakan

pada beberapa kondisi seperti pada penggunaan pacemaker.

5. Venography

Teknik diagnostik yang masih menjadi gold standar sampai sekarang

adalah venografi, baik itu magnetic resonance venography ataupun

contrast venography. Meskipun demikian, teknik ini bersifat invasif sering

jarang digunakan sehari-hari. Venografi diindikasikan bila hasil

pemeriksaan ultrasonografi normal namun terdapat sangkaan secara klinik

yang tinggi. Kebanyakan komplikasi dari tindakan venografi diakibatkan

oleh efek samping dari kontras Iodine. Pasien dengan insufisiensi renal

yang telah ada, diabetes atau dehidrasi mempunyai resiko paling tinggi

untuk terjadinya gagal ginjal yang diinduksi kontras.

7. Penatalaksanaan

Falsafah pengobatan trombosis adalah aman dan efektif, aman

bermakna terapi yang diberikan tidak menimbulkan komplikasi misalnya

pemberian antikoagulan harus diupayakan tidak sampai mengakibatkan

perdarahan, efektif berarti tindakan yang diberikan berhasil mencegah

perluasan thrombosis (Jusi, 2004).

Secara umum penatalaksanaan penderita trombosis vena dalam meliputi

upaya pencegahan, pengobatan non invasif dan tindakan pembedahan atau

invasive (Jusi, 2004).

1. Pengobatan medikamentosa

Pada kasus DVT pemberian terapi medikamentosa sangat

bermanfaat untuk mencegah timbulnya komplikasi dan progresifitas

penyakit. Terapi yang diberikan meliputi pemberian antikoagulan,

trombolitik ataupun fibrinolitik dan anti agregasi trombosit (Denekamp,

2012).

Antikoagulan diberikan sebagai terapi utama memiliki dua sasaran,

pertama bertujuan mencegah terjadinya emboli paru, kedua berguna untuk

membatasi area kerusakan dari venanya. Antikoagulan dalam jangka

9

Page 10: Referat Dvt Rm

pendek sebaiknya diberikan pada semua penderita dengan trombosis vena

dalam di tungkai. Pemakaian antikoagulan seperti heparin dalam jangka

pendek yang efektif dan aman harus dipantau dengan pemeriksaan waktu

pembekuan dan pemeriksaan waktu protrombin, pemeriksaan ini dilakukan

tiap hari. Komplikasi perdarahan biasanya tidak akan terjadi bila efektif

antikoagulan cepat tercapai dan dosis dapat segera ditentukan dengan

cepat pula (Jusi, 2004)..

Terapi trombolitik adalah pemberian secara intravena suatu bahan

fibrinolitik dengan tujuan agar terjadi lisis pada trombus vena. Pemberian

kinase akan menyebabkan plasminogen berubah menjadi suatu enzim

proteolitik aktif yaitu plasmin yang dapat menghancurkan fibrin menjadi

polipeptida yang dapat larut. Berbagai obat yang tersedia saat ini seperti

Streptokinase, Reteplase, Tenecteplase, masing-masing memiliki

kelebihan dan kekurangan. Pilihan terapi ini harus hati-hati terhadap

komplikasi perdarahn otak atau gastrointestinal terutama pada usia lanjut

(Denekamp, 2012).

Anti agregasi trombosit merupakan salah satu pilihan terapi yang

memiliki hasil terapi efektif dan aman. Karena adesi dan agregasi

trombosit adalah dasar dari pembentukan trombus hemostatik primer

dalam skema koagulasi, maka obat-obatan antitrombosit seperti aspirin

dipakai oleh beberapa ahli untuk menahan perkembangan thrombosis

(Denekamp, 2012).

2. Tindakan pembedahan

Tindakan bedah dilakukan apabila pada upaya preventif dan

pengobatan medikamentosa tidak berhasil serta adanya bahaya komplikasi.

Ada beberapa pilihan tindakan bedah yang bisa dipertimbangkan antara

lain (Jusi, 2004) :

a. Ligasi vena, dilakukan untuk mencegah emboli paru. Vena

Femoralis dapat diikat tanpa menyebabkan kegagalan vena

menahun, tetapi tidak meniadakan kemungkinan emboli paru. Ligasi

Vena Cava Inferior secara efektif dapat mencegah terjadinya emboli

10

Page 11: Referat Dvt Rm

paru, tapi gejala stasis hebat dan resiko operasi lebih besar dibanding

dengan pemberian antikoagulan dan trombolitik.

b. Trombektomi, vena yang mengalami thrombosis dilakukan

trombektomi dapat memberikan hasil yang baik jika dilakukan

segera sebelum lewat 3 hari. Tujuan tindakan ini adalah: mengurangi

gejala pasca flebitik, mempertahankan fungsi katup dan mencegah

terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis dan emboli paru.

c. Femorofemoral grafts disebut juga cross-over-method dari Palma,

tindakan ini dipilih untuk bypass vena iliaka serta cabangnya yang

mengalami trombosis. Tekniknya vena safena diletakkan subkutan

suprapubik kemudian disambungkan end-to-side dengan vena

femoralis kontralateral.

d. Saphenopopliteal by pass, dilakukan bila rekanalisasi pada trombosis

vena femoralis tidak terjadi. Metoda ini dengan menyambungkan

vena safena secara end-to-side dengan vena poplitea.

3. Penanganan Rehabilitasi Medik :

a. Fisioterapi

Bed rest merupakan hal terakhir yang dilakukan setelah dilakukan

kompresi kaki dan ambulasi pada pasien yang sudah menderita

DVT. Perkembangan thrombus jarang terjadi dan kurang berat

pada kelompok ambulasi.

Terapi fisik harus diberikan lebih dini untuk pasien DVT.

Pada pasien post-operasi, dapat dilakukan latihan range of motion,

latihan berjalan, dan latihan isometrik, yang dapat dimulai pada

hari pertama setelah operasi.

b. Terapi manual

Terapi yang efektif pada pasien trauma (dengan antikoagulan)

untuk mencegah DVT yakni gerakan pasif yang berkelanjutan.

Misalnya menggerakan sendi kaki secara pasief sebanyak 30 kali

dalam satu menit.

11

Page 12: Referat Dvt Rm

c. Protesa-Ortesa

Penggunaan stoking kompresi elastic (ECS) setelah menderita

DVT untuk mengurangi gejala dan tanda selama latihan tidak

memberikan hasil yang konklusif.

8. Pencegahan

Pencegahan adalah upaya terapi terbaik pada kasus trombosis vena

dalam, terutama pada penderita yang memiliki resiko tinggi. Peranan ahli

rehabilitasi medik sangat dibutuhkan pada upaya ini agar mereka yang

berpotensi mengalami trombosis vena tidak sampai mengalami DVT (Jusi,

2004).

Ada beberapa program rehabilitasi medik yang berfungsi untuk

mencegah timbulnya trombosis vena pada populasi resiko tinggi. Program-

program tersebut adalah (Andrews, 2010)

a. Mobilisasi dini, program ini diberikan pada penderita beresiko timbul

DVT oleh karena keadaan yang mengakibatkan imobilisasi lama akibat

kelumpuhan seperti penderita stroke, cedera spinal cord, cedera otak,

peradangan otak. Dengan melakukan latihan pada tungkai secara aktif

maupun pasif sedini mungkin aliran balik vena ke jantung bisa membaik.

b. Elevasi, meninggikan bagian ekstremitas bawah di tempat tidur sehingga

lebih tinggi dari jantung berguna untuk mengurangi tekanan hidrostatik

vena dan juga memudahkan pengosongan vena karena pengaruh grafitasi.

c. Kompresi, pemberian tekanan dari luar seperti pemakaian stocking,

pembalut elastik, ataupun kompresi pneumatik eksternal dapat mengurangi

stasis vena. Tetapi pemakaian stocking dan pembalut elastik harus

dikerjakan dengan hati-hati guna menghindari efek torniket oleh karena

pemakaian yang ceroboh.

d. Latihan, program latihan yang melibatkan otot-otot ekstremitas bawah

akan sangat membantu perbaikan arus balik pada sistem vena sehingga

mengurangi tekanan vena, dengan demikian dapat memperbaiki sirkulasi

vena yang bermasalah dan beresiko timbulnya DVT. Berikut beberapa

12

Page 13: Referat Dvt Rm

contoh sederhana latihan yang bisa diberikan pada kelompok resiko tinggi

trombosis vena

1. Latihan dalam posisi berbaring (Anonym, 2012) :

1.a. Posisi berbaring miring dengan posisi tungkai satu di atas

dengan yang lain selanjutnya tungkai yang berada di atas diangkat

hingga 45 dipertahankan sesaat kemudian kembali keposisi awal,

latihan dilakukan bergantian antara kanan dan kiri tungkai masing-

masing 6 kali.

1.b. Posisi terlentang kedua tungkai bawah lurus selanjutnya

salah satu tungkai ditekuk dan ditarik kearah dada perlahan, di

dipertahankan 15 detik sebelum kembali ke posisi awal. Latihan

bergantian kanan dan kiri masing-masing 6 kali.

13

Page 14: Referat Dvt Rm

1.c. Posisi terlentang dengan pergelangan kaki netral

selanjutnya kaki diekstensikan/plantar fleksi dengan ujung jari

ditekankan ke bawah, pertahankan beberapa detik. Gerakan tersebut

diulangi 6 kali per latihan.

2. Latihan dalam posisi duduk (Anonym, 2012):

2.a. Lutut dipertahankan pada posisi fleksi selanjutnya

diangkat keatas kea rah dada dan kembali diturunkan, demikian

gerakan dilakukan berulang secara bergantian antara sisi kiri dan

kanan.

14

Page 15: Referat Dvt Rm

2.b. Posisi sambil duduk kemudian lutut diekstensikan dan

kembali keposisi semula, dilakukan bergantian sisi kanan dan kiri.

2.c. Posisi duduk dengan lengan di samping, selanjutnya

tungkai bawah diangkat lurus ke atas, pertahankan beberapa detik

kemudian diturunkan. Gerakan diulang secsra bergantian masing-

masing 6 kali.

2.d. Tumit diangkat keduanya selanjutnya dilakukan gerakan

melingkar/rotasi pada kedua kaki dengan arah putaran berlawanan

antara kiri dan kanan, gerakan dilakukan selama 15 detik dilanjutkan

dengan arah putaran sebaliknya.

15

Page 16: Referat Dvt Rm

2.e. Melakukan gerakan pumping pada kedua kaki dengan

menekan lantai pada ujung jati kaki sementara tumit diangkat,

dipertahankan 3 detik dan dilanjutkan dengan tumit menekan lantai

sementara ujung jari terangkat juga dipertahankan selama 3 detik,

demikian dilakukan berulang.

9. Komplikasi dari DVT

1. Pulmonary embolism

Pulmonary embolism terjadi ketika sepotong bekuan darah dari DVT

istirahat dan berjalan melalui aliran darah ke paru-paru dan memblok salah

satu pembuluh darah di paru-paru.

2. Post Trombotic syndrom

Terjadi jika terjadi kerusakan dvt katub vena dalam sehingga

menyebabkan darah yang seharusnya mengalir ke atas , berubah menjadi

mengalir ke bawah menyebabkan rasa sakit dalam jangka waktu lama dan

pembengkakan.

3. Limb Iskemia

Hal ini terjadi jika terjadi DVT sangat luas. Karena bekuan darah,

tekanan dalam vena menjadi lebih besar sehingga dpat memblokir aliran

darah melalui arteri. Hal ini menyebabkan lebih sedikit oksigen dibawa ke

kaki dan bisa menjadi bisul kulit, infeksi, hingga gangren (iskemik)

16

Page 17: Referat Dvt Rm

10. Prognosis

Tanpa pengobatan DVT pada ekstremitas bawah yang adekuat akan

meningkatan sebesar 3% terjadi pulmonary embolism, kematian dikarenakan

DVT pada ekstremitas atas sangat jarang terjadi. Risiko terjadinya DVT ulang

pada pasien dengan transient risk factor seperti pembedahan, trauma, dan

imobiliasi kecil kemungkinannya, sedangkan pada pasien dengan persistent

risk factor seperti kanker, idiopatic DVT, residual trombus besar

kemungkinannya.

17

Page 18: Referat Dvt Rm

DAFTAR PUSTAKA

Alikhan R, Cohen AT, Combe S, Samama MM, Desjardins L, Eldor A, et al. Risk factors for venous thromboembolism in hospitalized patients with acute medical illness: analysis of the MEDENOX Study. Arch Intern Med. May 10 2004;164(9):963-8.

Anand SS, Wells PS, Hunt D, et al: Does this patient have deep vein thrombosis? Journal of the American Medical Association 279 (14):1094–1099, 1998.

Andrews KL, Gamble GL, et al. Vascular Diseases. In: Delisa JA, editor. Physical Medicine & Rehabilitation Principles and Practice, 4th Edition. Phyladelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2010. p. 787-806.

Anonym. Simple Movements, Awareness and Safety. In: DVT TCtP, editor. www.preventdvt.org2012.

Birdwell BG, Raskob GE, Whitsett TL, et al: Predictive value of compression ultrasonography for deep vein thrombosis in symptomatic outpatients: Clinical implications of the site of vein noncompressibility. Arch Intern Med 2000;160(3):309-313.

Denekamp LJ, Folcarelli PH. Penyakit Pembuluh Darah. In: Price SA, Wilson LM, editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. 6 ed. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC; 2012. p. 656-83.

Gersten, T. 2014. Deep venous thrombosis. Diakses di http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000156.htm pada 10 Februari 2015.

Jusi D. Dasar-Dasar Bedah Vaskuler. 3 ed. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI; 2004. p. 228-45.

Landaw SA, Bauer KA. 2015. Approach to the diagnosis and therapy of lower extremity deep vein thrombosis.

Patel, Kausal. 2014. Deep venous thrombosis. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/1911303-overview#a0156 pada 10 Februari 2015.

Tamariz LJ, Eng J, Segal JB, et al: Usefulness of clinical prediction rules for the diagnosis of venous thromboembolism: A systematic review. Am J Med 2004;117(9):676-684.

18

Page 19: Referat Dvt Rm

Wakefield TW, Strieter RM, Schaub R, Myers DD, Prince MR, Wrobleski SK, et al. Venous thrombosis prophylaxis by inflammatory inhibition without anticoagulation therapy. J Vasc Surg. Feb 2000;31(2):309-2

19